PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Fungsi anggota badan (Ekstrernitas) manusia bagian atas yang terdiri atas lengan dan
tangan adalah bagian yang sangat penting bagi kehidpan kita sehari-hari. Kita
mempergunakan anggota badan bagian atas tersebut antara lain untuk membersihkan diri,
mengenakan pakaian, makan, minum, mengendarai kendaraan, menyelesaikan pekerjaan kita
masing-masing serta masih banyak kegiatan sehari-hari yang mempergunakan anggota badan
bagian atas. Agar lengan daan tangan tersebut dapat berfungsi dengan baik, selain otot-otot
dan persyarafannya harus baik, maka persendian harus dapat berfungsi secara baik pula.
Adanya gangguan pada persendian yang berupa terbatasnya gerakan dan kekakuan sendi
akan dapat mengakibatkan terganggunya fungsi anggota badan bagian atas tersebut, sehingga
mengakibatkan terhalangnya sebagian kegiatan kita sehari-hari. Salah satu sendi pada
anggota badan bagian atas yang sering mengalami gangguan adalah sendi bahu.
Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh adanya rasa nyeri pada bahu,
terutama rasa nyeri yang timbul sewaktu menggerakkan bahu, sehingga yang bersangkutan
takut menggerakkan bahunya. Akibatnya bahunya menjadi kaku. Mengingat cukup luasnya
penyebab nyeri bahu, Penulis membatasi pokok masalah nyeri bahu pada maskuloskeletal
yang disebabkan proses degenerasi yaitu : tendinitis, bursitis dan kapsulitis adhesiva.
Fisioterapi pada kasus nyeri bahu pada pelaksanaannya menggunakan cara antara lain : terapi
panas, terapi dingin dam modalitas lain yang dianggap cocok. Dari sekian banyak modalitas
fisioterapi yang ada, terapi latihan merupakan pilihan yang tepat untuk mencegah gangguan
fungsi sendi. (David, 2009)
Dengan adanya tugas referat ini dapat diketahui proses terapi latihan dalam mencegah
dan mengobati gangguan fungsi sendi bahu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Nyeri Bahu
Nyeri bahu merupakan keluhan yang sering dijumpai sehari-hari yang disebabkan
oleh nyeri lokal atau nyeri saat menggerakkan lengan, misalnya pada waktu memakai baju,
menyisir rambut, mengambil dompet di saku belakang. Keluhan di atas sering menimbulkan
masalah diagnostik karena dapat melibatkan berbagai macam jaringan, seperti persendian,
bursa, otot, syaraf bahkan organ yang jauh dari tempat nyeri.(Pirguna, 2010)
2.2 Anatomi Fisiologis Nyeri (Syaifudin, 2011)
panjangnya. Elevasi pada sudut 30 0 pertama terjadi pada sendi sternoklavikularis dan
300 berikutnya terjadi akibat rotasi klavikula pada sumbu panjangnya.
4. Sendi Skapulokostalis
Merupakan persendian antara skapula dan dinding thoraks, dimana diantaranya
terdapat otot subskapularis dan serratus anterior yang disebut juga a bone muscles
bone articulation. Otot penggerak utamanya yaitu serratus anterior dan trapezius.
Pada sendi ini, skapula bergerak menggelincir pada dinding thoraks.Gerakannya ada
dua tipe, yaitu translasi (gerak dari skapula ke atas, ke bawah, ke depan dan ke
belakang) dan gerak rotasi melalui sumbu tegak lurus. Biasanya gerak skapula adalah
gerak kombinasi daripada kedua gerak ini. Beberapa peneliti mengatakan bahwa
antara sendi glenohumeral dan skapulakostal terdapat perbandingan saat melakukan
gerakan abduksi dan fleksi bahu. Mereka menemukan bahwa dua pertiga dari gerakan
tersebut dilakukan oleh sendi glenohumeral (sekitar 1200) sedangkan sepertiganya
oleh sendi skapulakostalis (sekitar 600). Jadi perbandingannya 2:1, yang merupakan
hasil yang konstan.
5. Sendi Sternoklavikular
Adalah persendian synovial antara manubrium sterni dan klavikula bagian
proksimal. Meniskus menempel pada klavikula bagian superior dan pada kartilago
tulang rusuk pertama, membagi sendi sternoklavikular menjadi dua unitfungsional
untuk gerakan menggelincir. Anteroposteroir gliding (protraksi dan retraksi dari
klavikula) terjadi antara sternum dan meniskus, sedangkan superoinferior gliding
(elevasi dan depresi dari klavikula) terjadi antara klavikula dan meniskus.
Penghubung antara sternum dan klavikula di bentuk oleh ligament sternoklavikular
anterior dan posterior, dan ligamen interklavikular menghubungkan antara dua
klavikula.
6. Sendi Kostosternalis
Merupakan persendian yang menghubungkan tulang iga dengan tulang sternum.
Persendian ini termasuk dalam jenis sendi sinkondrosis.
7. Sendi Kostovertebralis
Merupakan persendian antara tulang iga dengan korpus vertebralis yang terdiri
dari:
o Penghubung kaput kosta dengan kospus vertebra.
o Yang menghubungkan leher dan tuberkel kosta dengan proccesus
transversus.
Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh banyaknya
sendi pada bahu ( 7 sendi) juga ditunjang oleh banyaknya otot yang berperan dalam
4
melakukan gerakan bahu. Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kelompok otot yang menggerakkan dan menstabilkan scapula (shoulder girdle). Otot-otot
tersebut, yaitu :
A. Penggerak Sendi Bahu
1. Deltoid
Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
Pars clavicularis (anterior)
Origo : Akromial sepertiga klavikula
Gerakan : Prime mover fleksi 900 dan adduksi bahu dan sebagai pembantu
gerakan internal rotasi dan abduksi lebih dari 600 dari bahu.
Pars acromialis (middle)
Origo : acromion
Gerakan : Prime mover abduksi bahu sampai 900
Pars spinalis (posterior)
Origo : Spina skapula (ventral bertendon pendek, dorsal bertendo panjang)
Gerakan : Prime mover ekstensi bahu
Insertio : Tuberositas deltoid (bursa subdeltoid antara otot dan tuberkulum
majus)
Persyarafan : N. Axillaris (C5 C6)
2. Supraspinatus
Origo : Fosa supraspinatus
Insertio : Tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Supraskapularis (C5)
Gerakan : Prime mover abduksi bahu hingga 900
3. Infraspinatus
Origo : Fosa infraspinatus
Insertio : Middle dari tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N.Supraskapularis (C5)
Gerakan : Prime mover rotasi ke lateral dan ekstensi horisontal bahu dan
sebagai pembantu gerakan abduksi horisontal bahu.
4. Subskapularis
Origo : Fosa subskapularis
5
Pars klavikularis
Origo : dua pertiga bagian media klavikula
Pars manubrialis
Origo : Sternum
Pars Sternokostalis
Origo : Kartilago kostae 1 6
Insertio : Tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Pektoralis medial dan lateral (C5, C6, C7, C8, T1)
Gerakan : Prime mover adduksi horisontal dan rotasi ke medial bahu.
B. Penggerak Pergelangan Bahu
1. Serratus anterior
Origo : 8 tulang rusuk bagian anterolateralis
Insertio : Permukaan anterior skapula dari sudut atas hingga bawah
Persyarafan : N. Thorakalis longus (C5, C6, C7)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke atas skapula dansebagai
pembantu gerakan abduksi bahu 900
2. Rhomboideus mayor
Origo : Proccesus spinosus thorakal 2, 3, 4, dan 5
Insertio : Medial skapula hingga bawah skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan sebagai
pembantu gerakan elevansi skapula.
3. Rhomboideus minor
Origo : Proccesus spinosus cervikal 7 dan thorakal 1
Insertio : Spina skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan sebagai
pembantu gerakan elevansi skapula
4. Levator skapula
Origo : Proccesus transversus cervikalis 1 4
Insertio : Tepi atas skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C3, C4, C5)
Gerakan : Prime mover elevansi skapula
7
5. Pektoralis minor
Origo : Tulang iga 3, 4, 5
Insertio : Proccesus korakoideus
Persyarafan : N. Pektoralis medialis (C8 Th1)
Gerakan : Adduksi horisontal bahu
6. Subsklavius
Origo : Permukaan atas tulang rusuk
Insertio : Bagian bawah klavikula
Persyarafan : N. Subklavius (C5 C6)
Gerakan : Depresi klavikula
7. Trapezius
Dibagi menjadi 3, yaitu :
Superior
Origo : Sepertiga medial dari tulang occiput
Insertio : Sepertiga lateral dari klavikula bagian posterior
Gerakan : Elevasi skapula
Middle
Origo : Proccesus spinosus thorakalis atas
Insertio : Tepi medial spina skapula
Gerakan : Adduksi skapula
Inferior
Origo : Proccesus spinosus thorakalis bawah
Insertio : Tepi bawah spina skapula
Persyarafan : N. Accessory (C3 C4)
Gerakan : Depresi dan adduksi scapula
2.3 Etiologi
Menurut Cailiet, penyebab nyeri anggota gerak atas termasuk bahu bermacam-macam,
antara lain :
a. Musculoskeletal
8
1. Degeneratif
- Tendinitis, dengan atau tanpa kalsifikasi
- Robekan Cuff sebagian atau total
2. Traumatik
- Fraktur
- Dislokasi
- Separasi akromioklavikular
- Robekan tendon biseps
3. Keradangan
- Radang sendi rematoid
- Gout
- Radang sendi infeksius
4. Tumor
- Tulang
- Jaringan lunak
b. Neurologik
1. Saraf tepi
- Akar saraf
- Spiral Foraminal
o Spondilosys
o Hernia diskus intervertebralis fraktur
o Hernia diskus intervertebralis dislokasi
- Tumor ekstramedullaris
2. Pleksus Brakhialis
- Mekanikal
o Kompresi berkas neurovaskuler
o Sindroma skalenus antikus
o Cervikal rib
o Sindroma kalikulo kostal
o Sindroma pektoralis minor
- Trauma
o Cedera tarikan atau tusukan
- Keradangan
o Radang pleksus brakhialis
- Tumor
o Panevast
o Adenitia
o Sistem saraf pusat
Tumor indramedullar
Syringomeylia
c. Vascular
1. Arterial
- Sumbatan : akut dan kronis
o Emboli
o Vasospatik
o Traumatik
o Atherosklerotik
9
10
11
12
kemudian timbul mlagi. Evakuasi kalsium ke ruang bawah bursa akan menekan ke
atas ke arah bursa dengan iritasi dan penekanan, kemudian timbunan ini dapat ruptur
ke dalam bursa itu sendiri. Raptur ini terjadi secara akut dan menimbulkan nyeri
hebat. Di dalam bursa, timbunan ini dapat meluas ke lateral maupun kedistal (medial),
sehingga
korakoakromial. Dalam keadaan ini, baik abduksi maupun adduksi bahu tidak lagi
dapat dilakukan sepenuhnya (akan terganggu). Radang bursa yang terjadi berulang
kali oleh karena adanya tekanan yang terus menerus dapat menyebabkan penebalan
dinding bursa dengan atas bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesiva. (Keith,
2010)
1) Tendinitis Supraspinatus
Tendon otot supraspinatus sebelum berinsertio pada tuberkulum majus
humerus akan melewati terowongan pada daerah bahu yang yang dibentuk oleh kaput
humerus (dengan bungkus kapsul sendi glenohumerale) sebagai alasnya, dan
akromiale sebagai penutup bagian atasnya. Disini tendon tersebut akan saling
tumpang tindih dengan tendon kaput dari longus biseps. Adanya gesekan dan
penekanan yang berulang-ulang serta dalam jangka waktu yang lama oleh tendon otot
supraspinatus dan berlanjut sebagai tendinitis supraspinatus. Penderita tendinitis yang
biasanya datang dengan keluhan nyeri bahu yang disertai keterbatasan gerak sendi
bahu. Bila ditelusuri daerah rasa nyerinya adalah keseluruh daerah sendi bahu. Rasa
nyeri ini dapat kumat-kumatan, yang timbul pada waktu mengangkat bahu. Pada
malam hari, nyeri ini dirasakan terus menerus dan bertambah nyeri bila lengan
diangkat. Keluhan umum yang biasa disampaikan adalah kesulitan memakai baju,
menyisir rambut, memasang konde atau mengambil bumbu di atas rak.
Gambar 2.6 tendinitis supraspinatus
14
2) Tendinitis Bisipitalis
Tendon otot biseps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri, meskipun
berada bersama-sama tendon otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya merupakan
reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu dengan lengan
dalam posisi seperti tersebut diatas secara berulang kali. Tendinitis bisipitalis memberi
rasa nyeri pada bagian depan lengan atas. Penderitanya biasanya datang dengan
keluhan-keluhan kalau mengangkat atau menjinjing benda berat. Pemeriksaan fisik
pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya :
- Adduksi sendi bahu terbatas
- Nyeri tekan pada tendon otot biseps (pada sulkus bisipitalis/sulkus
-
intertuberkularis)
Tes yergason positif. Bila pada tes yergason disamping timbul nyeri juga
didapati penonjolan disamping medial teberculum minus humeri, berarti
tendon bisep tergeser dan berada di luar sulkus bisipitalis. (Soeharyono, 2008)
b. Bursitis
Meskipun peradangan dari bursa, kelainan ini jarang primer, tetapi biasanya
sekunder terhadap kelainan degenerasi dari rotator cuff. Bursitis daerah bahu yang
sering adalah bursitis subacromialis dan bursitis subcleltoideus. Penderita bursitis
subakromialis memiliki keluhan yaitu penerita tidak dapat mengangkat lengan ke
samping (abduksi aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal dibahu. Lokasi
15
nyeri yang dirasakan adalah pada lengan atas. Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari
bursitis subacromialis yang khas. Bursa subdeltoideus merupakan lapisan sebelah
dalam dari otot deltoideus dan akromior serta lapisan bagian luar dari otot rotator
cuff. Bursa ini sedikit cairan. Gerakan abduksi dan fleksi lengan atas akan
menyebabkan dua lapisan dinding bursa tersebut saling bergesekan. Suatu peradangan
pada tendon juga akan menyebabkan saling bergesekan. Suatu peradangan pada
tendon juga akan menyebabkan peradangan pada bursa. Gejala klinis Bursitis adalah :
- Nyeri pada lengan bagian luar
- Nyeri tajam, tetap, berdenyut dan lain-lain. Pada keadaan akut, penderita
menggendong tangannya dengan gendongan. Gerakan ke semua arahgerak
-
12 - 72 jam
Pada gerakan aktif, ditandai adanya pembatasan pada semua bidang
Kadang-kadang nyeri agak berkurang pada saat elevasi lengan
Pada gerakan pasif. Pembatasan gerak karena nyeri tidak pada kapsula
pattern. Tidak terasa adanya gerakan tertahan karena rasa nyeri yang hebat
Gerakan rotasi dengan lengan disisi badan dapat dilakukan, tetapi gerakan
abduksi 600 atau fleksi 900 biasanya tidak dapat dilakukan tertahan karena
c. Kapsulitis Adhesive
Untuk semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan
keterbatasan luas gerak sendi maka istilah yang digunakan adalah frozen shoulder.
16
dan C6
Nyeri dapat tetap atau nyeri gerakan pada LGS tertentu
Penderita kadang terbangun dari tidur karena timbul nyeri bahu karena
tertindih
Pada gerakan aktif. Pembatasan LGS pada kapsular pattern
Sulit atau tidak dapat menyisir rambut atau merogoh saku celana belakang
Pada gerakan pasif. Pembatasan pada kapsular pattern. External rotasi
tertahan, abduksi setengah tertahan, flexi dan internal rotasi terbatas.
(Kelley, 2013)
apakah
ada
pelepasan
sambungan
(dislokasi)
atau
ketidakstabilan.
b. MRI
x.
c. Myelography atau CT scan : CT scan bisa mendapatkan apa yang MRI dapat, dan
sering digunakan sebagai pilihan lain untuk memastikan
hasil MRI.
d. Elektromiografi atau EMG : Ini, bersama dengan tes kecepatan pengantaran saraf atau
tes NCV, dapat digunakan untuk mendiagnosa penyebab
nyeri, mati rasa, dan kesemutan di bahu. (Helmi, 2012)
2.7 Diagnosis
Nyeri bahu dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat.
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan neurofisiologis
dapat menunjang apabila dilkukan atas indikasi yang ditemukan selama pemeriksaan.
A. Gejala
Nyeri adalah gejala yang paling sering dikeluhkan. Tetapi nyeri pada daerah bahu
bukan berarti nyeri bahu. Jika pasien menunjuk pada bagian atas bahu pikirkan mungkin
kelainan terletak pada sendi akromioklavikular atau nyeri alih dari leher. Nyeri pada sendi
bahu dan rotator cuff, biasanya pada aspek depan dan luar dari sendi, terkadang sampai
bagian tengah lengan atas.
Hati-hati terhadap kemungkinan nyeri alih. Kelainan pada mediastinum, seperti
cardiac ischemia memiliki gejala nyeri pada bahu.
Kelemahan mungkin dapat timbul sebagai hilangnya kekuatan, pikirkan ke arah
kelainan neurologis, atau pada ketidakmampuan untuk mengabduksikan bahu secara
mendadak mungkin saja terdapat ruptur tendon. Tetapi ada juga kelemahan pada
beberapa gerakan dan kelemahan karena nyeri.
Instabilitas mungkin sangat jelas (bahu saya seperti keluar dari sendinya saat saya
mengangkat tangan saya); atau mungkin bunyi klik saat mengangkat lengan, atau sensasi
18
dead arm seperti pada pemain tenis saat akan melakukan servis. Kekakuan mungkin
bersifat progresif dan berat; frozen shoulder.
Bengkak mungkin melibatkan sendi, otot atau mungkin tulang; pasien tidak akan
mengetahui perbedaannya. Deformitas mungkin melibatkan pengecilan otot, prominensia
sendi akromioklavikular, winging skapula atau posisi lengan menjadi tidak normal.
Kehilangan fungsi biasanya dikaitkan kesulitan saat berpakaian dan berdandan, atau
ketidakmampuan mengangkat benda.
Tabel 2.1. Nyeri pada Daerah Bahu
Nyeri alihan
- Spondilosis servikal
- Kelainan mediastinum
- Cardiac ischemia
Kelainan sendi
- Artritis glenohumeral
- Artritis akromioklavikular
Lesi tulang
- Infeksi
- Tumor
Sumber: Solomon L, et al. Apley`s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth Edition.
Hodder Arnold: London. 2010: p.337.
B. TANDA
Pasien harus diperiksa secara keseluruhan dari depan dan belakang. Kedua ekstremitas
superior, leher, gambaran skapula dan dada bagian anterior harus terlihat. 5
1. Inspeksi (Look)
Kulit. Lihat apakah terdapat luka, jangan lupa periksa bagian aksila. Bentuk.
Kedua ekstremitas harus dibandingkan. Bahu yang tidak simetris, winging skapula,
pengecilan
otot
deltoid,
supraspinatus
dan
infrapsinatus,
dan
dislokasi
Gambar 2.11 Pemeriksaan sendi bahu. Pemeriksaan gerak aktif paling baik dari belakang
pasien, perhatikan baik-baik simetrisitas dan koordinasi dari pergerakan skapulo-thorak dan
gleno-humeral. (a) Abduksi; (b) Batas dari abduksi gleno-humeral; (c) Abduksi penuh dan
elevasi, kombinasi dari pergerakan skapulo-thorak dan gleno-humeral. (d) Batas pergerakan
dari gleno-humeral sesungguhnya didapatkan dengan membatasi pergerakan dari skapula
dengan meletakkan tangan pada bagian atas dari skapula. (e) Eksorotasi. (f,g) Pergerakan yang
lebih rumit meliputi abduksi, rotasi, fleksi atau ekstensi dari bahu. (h) Memeriksa ada atau
tidaknya kelemahan pada otot serratus anterior. (i) Memeriksa ada atau tidaknya nyeri pada
supraspinatus.
Sumber: Solomon L, et al. Apley`s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth Edition.
Hodder Arnold: London. 2010: p.338.
Gerakan aktif. Gerakan diamati pertama dari depan kemudian dari belakang, dengan
posisi pasien berdiri atau duduk. Abduksi bersumbu pada coronal plane dan fleksiekstensi pada sagital plane.
20
Abduksi dimulai dari 00; pada fase awal pergerakan semuanya bertumpu pada sendi
glenohumeral, semakin lengan diangkat skapula mulai berotasi pada toraks dan pada
600 terakhir gerakan murni skapulo-toraks (karenanya gerakan kesamping yang
melebihi 900 lebih sering disebut elevasi daripada abduksi). Transisi dari glenohumeral ke skapulo-toraks dapat terganggu dengan kelainan pada sendi atau disfungsi
dari stabilitas tendon disekitar sendi. Pada keadaan ini abduksi mungkin (1) sulit
dilakukan, (2) lingkup gerak terbatas atau (3) gangguan pada ritmik, skapula bergerak
terlalu awal dan membuat efek seperti mengangkat bahu. Jika gerakan terlalu
menyakitkan, pusat dari sakitnya harus diidentifikasi; nyeri saat ditengah abduksi
pikirkan tendinitis pada rotator cuff minor atau suprapsinatus; nyeri saat akhir abduksi
sering kali karena artritis dari akromioklavikular.
Gambar 2.12 Ritme skapulo-humeral. (a-c) Fase awal abduksi, pusat dari gerakan ada
pada sendi gleno-humeral. Semakin tinggi terangkat, skapula mulai berotasi pada
toraks. (c) Pada fase akhir abduksi, gerakan makin didominasi oleh skapulo-toraks (d)
Sumber: Solomon L, et al. Apley`s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth
Edition. Hodder Arnold: London. 2010: p.339
Fleksi dan ekstensi diperiksa dengan meminta pasien mengangkat lengannya kedepan
kemudian ke belakang. Normalnya adalah 1800 pada fleksi dan 400 pada ekstensi.
21
Gambar 2.13 Lingkup gerak normal bahu. (a) Abduksi dari 0 0 sampai 1600 (atau bahkan
1800), tetapi hanya 900 yang berpusat pada sendi gleno-humeral; sisanya adalah dari
pergerakan skapula. (b) Eksorotasi biasanya 800 dan endorotasi biasanya lebih rendah
karena terhalang oleh tubuh. (c) Dengan lengan pada posisi abduksi yang tepat, endorotasi
dapat dilakukan tanpa terhalang oleh tubuh.
Sumber: Solomon L, et al. Apley`s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth Edition. Hodder
Arnold: London. 2010: p.339
Gerakan pasif. Untuk memeriksa lingkup gerak gleno-humeral skapula harus ditahan;
hal ini dapat dilakukan dengan pemeriksa menekan secara lembut pada bagian atas bahu
dengan satu tangan dan tangan yang lainnya menggerakkan lengan.
Untuk memeriksa serratus anterior (long thoracic nerve, C5, 6, 7) pasien diminta
melakukan gerakan mendorong tembok; jika ototnya lemah maka skapula tidak akan
terfiksir pada toraks dan akan menonjol (winged scapula). Pectoralis mayor diperiksa
dengan menyuruh pasien melakukan gerakan bertolak pinggang. Pemeriksaan sistem
lainnya. Pemeriksaan tulang belakang bagian servikal (sumber paling sering dari nyeri
alih), pemeriksaan untuk mencari adanya kelemahan sendi dan pemeriksaan neurologis.
22
b. Pemeriksaan Hawkins-Kennedy
- Posisi: duduk atau berdiri, dengan lengan pada posisi 900 elevasi ke depan
-
endorotasi penuh.
Fiksasi: pemeriksa meletakkan tangan pada bagian atas lengan atas.
23
bawah.
Perhatian khusus: kelemahan otot, jangan lupakan nyeri.
Latar belakang: pemeriksaan kekuatan otot supraspinatus. Subskapularis,
infraspinatus dan teres minor tidak bergerak pada posisi ini.
Gambar 2.16 Pemeriksaan Empty can
pergelangan tangan.
Perhatian khusus: kemampuan pasien untuk menahan lengan diposisi yang
24
25
pergelangan tangan.
Latar belakang: untuk mengetahui penurunan fungsi dari endorotasi pada bahu.
untuk pemeriksaan pada otot supraspinatus dan infraspinatus. Supine impingement test dapat
digunakan untuk mengetahui adanya robekan parsial atau komplit pada rotator cuff. Bell
press test merupakan pemeriksaan yang spesifik untuk robekan subskapular.
e. Pemeriksaan untuk lesi anterior ke posterior pada labrum superior
1. Anterior slide test
- Posisi: berdiri atau duduk, tangan pada pinggang dengan ibu jari ke arah
-
belakang.
Fiksasi: pemeriksa meletakkan satu tangannya pada bahu dari posterior dengan
jari telunjuk di atas aspek anterior dari akromion. Dan tangan yang satu lagi di
belakang siku.
Pemeriksaan: tahanan diberikan ke arah depan dan atas pada siku dan lengan
pemeriksa.
Perhatian khusus: nyeri atau nyeri yang bertambah saat dilakukan tahanan pada
fleksi siku.
Latar belakang: labrum superior terlepas dari glenoid dan membuat nyeri
bertambah.
27
Pemeriksaan Instabilitas
1. Apprehension test
- Posisi: telentang atau duduk, abduksi 900 dan maksimal eksorotasi.
- Fiksasi: pemeriksa memegan pergelangan tangan pasien dengan satu tangan.
-
Tangan yang satu lagi memegang aspek posterior dari kepala humerus.
Pemeriksaan: maksimal eksorotasi pada aspek posterior dari kepala humerus
eksorotasi.
Latar belakang: pemberian gaya ke arah posterior membuat kepala humerus
kembali ke posisinya.
kepala humerus.
Pemeriksaan: pemeriksa memberikan tekanan ke posterior pada kepala humerus
dalam posisi lengan pada eksorotasi maksimal. Kemudian kepala humerus
dilepas.
Perhatian khusus: nyeri yang timbul mendadak, nyeri yang bertambah atau
29
Pemeriksaan akromioklavikular
1. O`brien test
- Posisi: pasien berdiri dan pemeriksa berada di belakang pasien. Lengan pasien
-
endorotasi paksa.
Latar belakang: dengan pemeriksaan ini, akromion didorong ke tuberkulum
mayor dan menekan sendi akromioklavikular.
Gambar 2.26 Obrien test
30
2.8 Penatalaksanaan
1.Istirahat/terapi dingin
Pada nyeri bahu yang bersifat akut, dimana proses pembengkaan masih bekerja,
diperlukan dimmobilisasi sampai proses pembengkaan berhenti.
31
3. Traksi leher
Tujuan traksi ialah relaksasi spasme otot, meluruskan lordosis dari leher, melebarkan
foramen intervertebral,melepaskan permukaan fasetsdan ligamenligamen. Traksi yang
digunakan adalah traksi leher statik dan intermitten dari listrik. Beban traksi diberikan
mulai dari sepertujuh sampai dengan sepersepuluh dari berat badan total atau sesuai
dengan toleransi penderita. Waktu yang diberikan 10 20 menit. Pada kondisi akut,
traksi diberikan 1x/hari/seri (7-10 x). Apabila nyeri bertambah pemberian beban
dikurangi atau traksi ditunda pemberiannya. (Thomson, 2011)
4. Massage sendi bahu
Tujuannya adalah memperbaiki sirkulasi darah dan permukaan metabolisme setempat,
melemaskan otot-otot yang spasme, mengurangi nyeri, melepaskan perlengketan antar
otot dan kapsuler.(Sidharta, 2010)
5. Manipulasi dan mobilisasi
Manipulasi dan mobilisasi digunakan untuk mengembalikan gerakan sendi bahu yang
terganggu. Manipulasi dikerjakan dengan gerakan atau doroangan dengan tiba-tiba
dalam amplitudo kecil. Mobilisasi dikerjakan dengan gerakan pasif bergoyang dua
atau tiga kali perdetik. (Thomson, 2011)
6. Terapi latihan : di rumah sakit (Gymnasium)
latihan LGS dengan menggunakan : over head pulleys shoulderwell, finger ladder,
dan lain-lain. Latihan yang dapat dilakukan di rumah misalnya latihan codman,
latihan tongkat, dan lain-lain.
33
Arah gerakan ke semua arah gerak sendi bahu dan terutama pada arah gerak
yang terhambat karena nyeri atau faktor lain.
dengan toleransi penderita sampai batas nyeri yang tertahan oleh penderita.
Latihan pasif juga dapat dilakukan dengan latihan anjuran yang sangat populer
(codman pendular exercise). Penderita berdiri didepan meja dan membungkuk ke
depan.
active pendular exercise, dengan menambah beban, latihan ini harus benar-benar
diajarkan kepada penderita dan dapat dilakukan dengan benar. Gerakan dimulai dari
amplitudo yang kecil meningkat sampai terasa latihan pada struktur yang memendek
atau lengket. Gerak ayunan diarahkan ke arah gerak yang mengalami pembatasan
gerakan abduksi dan eksternal rotasi.
b. Latihan aktif Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan luas gerak sendi.
Latihan harus dikerjakan dengan teknik yang benar, berulang-ulang teratur dan
berkesinambungan.
Penderita harus
memungkinkan.
tetapi gerakan tangan ke samping kanan dan kiri. Perlu diingat bahwa gerakan
37
Gerakan lengan abduksi dibantu oleh gerakan jari II dan III yang
memanjat dinding.
b. Shoulder Flexion
Penderita menghadap dinding/Wall Climbing Exercise. Gerakan bahu fleksi
dibantu oleh jari II dan jari III yang memanjat dinding.
3. Clinning Bar
Penderita berdiri dengan keduia tangan memegang Clinning Bar (Palng antara dua
bingkai pintu) bar berada di atas dan belakang kepala kemudian kedua lutut ditekuk,
badan turun ke bawah.
4. Overhead Exercise
Dengan katrol ditempatkan di atas kepala, lengan mengalami kelainan secara pasif
dan dielevasi oleh lengan yang sehat atau normal.
5. Passive External Rotasi of Shoulder
Penderita berdiri menghadap sudut dinding, kedua siku ditekuk. Kedua
lengan
Eksternal rotasi secara aktif oleh pasien dan secara pasif oleh terapis.
2.9 Prognosis
39
Pasien dengan nyeri bahu bisa sembuh kembali. Tetapi, pada umumnya pemulihan nyeri
bahu kronis lambat. Dua studi prospektif menyebutkan, pasien dengan nyeri bahu kronis telah
menunjukkan pemulihan lengkap pada 1 bulan sekitar 23%, sedangkan 59% pasien sembuh
setelah 18 bulan. (Kelley, 2013)
40
SENDI SIKU
Gambar 3.1 Bagian Sendi Siku yang terkena pada Tennis Elbow.
Sendi siku sangat stabil karena diperkuat oleh simpai sendi yaitu ligamentcollateral
medial dan lateral. Ligamentum annulare radii menstabilkan terutama kepala radius. Otot-otot
yang berfungsi pada gerakan sendi siku ialah brachioradialis, biceps brachii, otot triceps
brachii, pronator teres dan supinator. Selain otot di atas, dari siku juga berasal sejumlah otot
yang berfungsi untuk pergelangan tangan seperti otot extensor carpi radialis longus yang
berfungsi sebagai penggerak utama extensi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf
radialis cabang saraf servikal 6 - 7, otot extensor carpi radialis brevis,berfungsi sebagai
41
penggerak utama extensi dan abduksi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf radialis
akar saraf servikal 6 servikal 7. (2)
Tabel 3.1 Anatomi otot-otot yang menyusun Lateral Compartement of the Elbow (2)
Otot
Fungsi
Origo
Insersio
supra-condylar ridge
humerus
pergelangan tangan
Dan septum intermuscular
longus
lateral
ECRB
Extensor
digitorum
communis
Ektensi pergelangan
tangan
Ektensi pergelangan
tangan, jari kedua-jari
kelima pada sendi
MCP
humerus
Tendon extensor communis
dari epikondilus lateral
humerus
membantu extensi
humerus
pergelangan tangan
Memperkuat kapsul
Anconeus
sebagai extensor
lateral humerus
Supinasi lengan
bawah
42
hingga medial
Gambar 3.2. Otot-otot pada aspek lateral elbow, yang berdekatan dengan origo tendon
epikondilus lateral. CET= common extensor tendon, ECRB= extensor carpi radialis
brevis, ECRL= extensor carpi radialis longus, ECU= extensor carpi ulnaris, EDC=
extensor digitorum communis.
Gambar 3.3. Anatomi ligamentum elbow dari aspek lateral. AL= annular
ligament, LUCL= lateral ulnar collateral ligament, RCL= radial collateral
ligament.
Epikondilitis lateral berhubungan erat dengan cedera kapsuler, penebalan serta
robekan pada lateral ulnar collateral ligament (LUCL) dan radial collateral ligament (RCL).
43
Kompleks lateral collateral ligament terdiri atas RCL, ligamen annular, ligamen accessory
lateral collateral, dan LUCL. RCL berasal dari epikondilus lateral bagian anterior dan
bergabung dengan fiber ligamentum annular dan fascia otot supinator. Ligamentum annular,
stabilisator utama sendi proximal radioulnar, melancip di bagian distal dan mengelilingi caput
radial yang berbentuk corong. Gangguan atau robekan pada ligamentum ini dapat
menyebabkan instabilitas radioulnar. Ligamentum accessory lateral collateral membantu
menstabilkan ligamentum annular namun ligamentum ini tidak selalu bisa ditemukan. Fiber
ligamentum accesory berasal dari krista supinator, di sepanjang aspek lateral ulna. LUCL
berkontribusi dalam memberikan konstrain ligamentum guna melawan stres varus. LUCL
berasal dari epikondilus lateral sebagai persambungan dari RCL, namun LUCL berjalan di
sepanjang aspek lateral dan posterior radius lalu masuk ke tuberkel krista supinator ulna.
Gangguan pada LUCL akan menyebabkan instabilitas rotasi posterolateral elbow.(2)
Gambar 3.4. Group otot yang termasuk adalah otot ektensor pergelangan tangan, terutama
otot ektensor carpi radialis brevis yang menimbulkan gejala pada tennis elbow ini.
44
Gambar 3.6. Gerakan backhand pada tenis yang menimbulkan tarikan pada
epikondilus lateral.
45
Selain gaya mekanik yang mengakibatkan stres varus berlebihan pada ECRB, posisi
anatomi tendon ECRB yang langsung berhimpitan dengan aspek lateral capitellum
menyebabkan tendon tersebut mudah mengalami abrasi berulang selama proses extensi
elbow. Hipovaskularitas permukaan bawah tendon juga berkontribusi dalam proses
degenerasi dan tendinosis.
Pada pemeriksaan umum, tendon yang mengalami tennis elbow akan berwarna abu-abu
dan rapuh. Awalnya, banyak yang menduga bahwa epikondilitis terjadi karena adanya proses
inflamasi yang melibatkan bursa humeral radial, synovium, dan ligamentum annular. Pada
tahun 1979, Nirschl dan Pettrone menemukan adanya disorganisasi arsitektur kolagen normal
akibat invasi fibroblast yang berhubungan erat dengan respon reparatif vaskuler yang imatur,
yang disebut juga dengan istilah hiperplasia angiofibroplastik. Proses itu kemudian dikenal
dengan nama tendinosis angiofibroplastik karena tidak ada satu pun sel radang yang
teridentifikasi. Karena inflamasi bukanlah faktor yang signifikan dalam epikondilitis, maka
istilah tendinosis merupakan istilah yang paling tepat untuk menggambarkan tennis Elbow.
46
atau
Gerakkan
47
Bermusik
Bermain biola
Bisnis
Pertukangan
Perlistrikan
Memotong kabel
Mekanik
Gerakan repetitif
Bisbol
Pitching
Olahraga raket
Pukulan backhand
Angkat Berat
Berlayar
extensi
Politik
Mendayung
Sekretariat
Menjabat tangan
Mengetik
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pada inspeksi, sulit untuk menegakkan diagnosis tennis elbow karena biasanya
tidak ditemukan adanya hematoma maupun edema pada lateral elbow. Namun pada
pasien tennis elbow yang sudah kronik, dapat ditemukan atrofi otot-otot extensor.
Meskipun tidak mungkin menegakkan diagnosis tennis elbow hanya dengan inspeksi,
kita tidak boleh mengabaikan pemeriksaan ini sebab jika kita menemukan adanya
eritema, pembengkakan atau pun lesi lain pada elbow, maka hal tersebut justru akan
menyingkirkan diagnosis tennis elbow.(3)
b. Palpasi
Dari palpasi, ada beberapa jenis pemeriksaan provokatif yang dapat dilakukan
antara lain:
Gambar 3.8. Tes penekanan pada lateral elbow untuk mendiagnosis tennis elbow. Nyeri akan
timbul apabila penekanan dilakukan pada daerah sekitar 1-2 cm dari distal origo ECRB di
epikondilus lateral.
2. Tes Maudsley
Pasien diminta untuk melakukan extensi jari ketiga (jari tengah) tangan lalu
pemeriksa menahan extensi tersebut sambil mempalpasi epikondilus lateral. Hal
itu akan menimbulkan ketegangan pada otot extensor digitorum dan tendon. Hasil
positif terjadi apabila pasien merasakan nyeri pada epikondilus lateral. Bila
positif, berarti pasien menderita tennis elbow. (1,3)
3. Tes Mill
49
akan mempresipitasi nyeri Jika pasien merasakan nyeri pada epikondilus lateral,
berarti chair test positif dan itu salah satu indikasi yang menunjukkan bahwa
pasien mengalami tennis elbow. (3,4)
Selain tes-tes di atas, kita juga harus melakukan pemeriksaan ROM pada bahu,
siku, dan pergelangan tangan. Pemeriksaan ROM (range of movements) dan uji
krepitus
sendi
radiohumeral
dilakukan
untuk
mengeksklusi
bursitis,
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis biasanya dijadikan alat diagnostik cadangan untuk kasuskasus yang telah refrakter terhadap terapi non-bedah, untuk mengeksklusi abnormalitas
lain, dan untuk memeriksa luasnya kerusakan tendon. Secara umum, pemeriksaan
radiologis yang dapat dilakukan adalah X-ray, CT-scan, MRI, dan USG.(1,3,4)
a. X-Ray
Pemeriksaan X-ray biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengeksklusi
abnormalitas lain. Gambaran yang dapat ditemukan dari pemeriksaan X-ray pada
tennis elbow adalah deposisi kalsium (kalsifikasi) pada daerah yang berdekatan
dengan epikondilus lateral.
b. USG
Sensitivitas USG untuk mendiagnosis tennis elbow adalah 72-88%, sedangkan
spesifisitasnya adalah 36-62,5%, namun ada juga penelitian yang melaporkan bahwa
spesifisitasnya mencapai 67-100%, terutama untuk pasien-pasien yang simptomatik.
Dari pemeriksaan USG, diagnosis tennis elbow dapat ditegakkan apabila pada tendon
extensor communis ditemukan salah satu gambaran berikut ini:
- Robekan linear intrasubtansi
- Penebalan tendon
- Kalsifikasi intratendinosus
- Iregularitas tulang pada yang berdekatan
- Fokal hipoekoik regional
- Enthesophytes pada insersi tendon
- Cairan peritendinosus
51
Gambar 3.12. Foto posisi elbow dan transducer pada evaluasi US.
Gambar 3.13. USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda
panah menunjukkan fokus hipoekoik linear yang sesuai dengan robekan intrasubstansi.
52
Gambar 3.14. USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda
panah yang atas menunjukkan tendon yang mengalami kalsifikasi, sedangkan tanda panah
yang bawah menunjukkan iregularitas tulang yang dekat dengan tendon extensor communis.
Gambar 3.15. USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda
bintang menunjukkan tendon yang terlepas dari tulang yang disertai dengan cairan
peritendinosus, sedangkan tanda panah menunjukkan enterofit pada tulang.
3. MRI
Posisi pasien dan pemelihan sekuensi yang tepat merupakan hal yang esensial
untuk menegakkan diagnosis tennis elbow dengan menggunakan MRI. Apabila
digunakan dengan tepat, maka MRI memiliki sensitivitas sekitar 90-100% dalam
mendiagnosis tennis elbow.
Pasien yang akan menjalani pemeriksaan MRI sebaiknya berbaring dengan
tangan
terabduksi,
elbow
di-extensi,
dan
pergelangan
tangan
di-supinasi.
53
Gambar 3.16. MRI tennis elbow. (a) tanda panah menunjukkan robekan full-thickness dan
retraksi ECRB yang disertai dengan edema. (b) tanda panah menunjukkan cairan
peritendinosus pada origo ECRB.
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Fase Akut
Untuk tennis elbow fase akut, maka kita harus memberlakukan regimen R.I.C.E
seperti halnya cedera jaringan lunak lainnya. (1,3,5,6,7)
Hal tersebut melibatkan prosedur:
-
Rest (istirahat)
Ice (es)
Compression (kompres)
Elevation (elevasi)
54
Bila terapi tersebut tidak berhasil, maka kita dapat melanjutkannya dengan:
b. Terapi Konservatif
Terapi konservatif yang dapat diberikan pada pasien tennis elbow antara lain:
1. NSAID (Non-steroidal anti-inflammatory drugs)
NSAID dapat digunakan sebagai analgesia untuk pasien tennis elbow. Ada
banyak pilihan NSAID yang dapat digunakan yakni diclofenac, naproxen,
ibuprofen, dan inhibitor siklooksigenase. Obat-obatan tersebut dapat digunakan
secara topikal maupun sistemik. Meskipun memiliki banyak golongan, namun
secara umum, profil khasiat NSAID hampir sama.(5)
NSAID dapat menghambat inflamasi dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin. Meskipun tennis elbow bukanlah suatu proses inflamasi, namun
berbagai penelitian telah membuktikan bahwa penggunaan NSAID dapat
mengurangi gejala tennis elbow. Namun penggunaan NSAID dalam jangka
panjang tidak dianjurkan karena adanya efek samping pada traktus gastrointestinal
-
dan ginjal.(6)
Kortikosteroid
Jenis kortikosteroid yang digunakan untuk terapi tennis elbow sebaiknya yang
memiliki efek anti-inflamasi yang kuat seperti triamcinolone dan betamethasone.
Dan pemberiannya harus dilakukan secara intra-artrikuler untuk mengurangi efek
sistemik.(6)
55
2. Vasodilator
Vasodilator dapat diberikan pada pasien tennis elbow karena agen ini dapat
menstimulasi sintesis kolagen dan membantu proses penyembuhan. Selain itu
vasodilator dapat mengurangi gejala nyeri. Vasodilator yang dianjurkan adalah
nitrogliserin transdermal. Obat ini dapat menyebabkan relaksasi otot pembuluh
-
c. Terapi Fisik
Banyak ahli yang menyarankan terapi fisik untuk pasien-pasien tennis elbow
dengan cara memberikan stressing pada insersi ECRB melalui latihan gerakan
eksentrik dan konsentrik. Diharapkan dengan terapi ini maka akan terbentuk jaringan
kolagen yang padat pada area insersi ECRB, sehingga rasa nyeri akan tereliminasi. (7)
56
pergelangan tangan).
Gambar 3.20. Latihan extensi elbow 180 (kontraksi eksentrik pada otot-otot pergelangan
tangan).
Terapi fisik seperti ini murah dan cukup efektif dalam mengatasi gejala tennis
elbow. Namun sebelum melakukan gerakan-gerakan seperti itu, kita harus memberikan
memberikan konseling pada pasien mengenai adanya efek eksarsebasi nyeri ketika sedang
melakukan latihan.
d.
57
e. Terapi Pembedahan
Jika semua terapi konservatif gagal dalam mengatasi tennis elbow, maka kita
harus melakukan pemeriksaan radiologis guna menyingkirkan kemungkinan adanya
kelainan lain yang menyertai tennis elbow dan mempertimbangkan terapi
pembedahan.(3)
Ada dua jenis pembedahan untuk mengatasi tennis elbow, yakni operasi
terbuka dan operasi dengan bantuan arthroskopi.
- Operasi Terbuka
Operasi terbuka merupakan jenis pendekatan yang paling sering digunakan
untuk mengatasi tennis elbow. Ada beberapa teknik operasi terbuka yang dapat
dilakukan untuk mengatasi tennis elbow yakni:
teknik ablasi origo extensor communis,
teknik melepaskan aponeurosis extensor dari epikondilus lateral
(Hohmann),
reseksi ligamentum orbikularis (Bosworth),
denervasi sendi radiohumeral (Kaplan)
prosedur Nirschl
Prosedur Nirschl
Prosedur Nirschl yang dimodifikasi merupakan salah satu metode yang
paling sering digunakan. Teknik ini memang tidak bisa mengeksplorasi sendi
radiohumeral, namun perdarahan pada teknik ini lebih minimal, prosedurnya lebih
singkat, dan biayanya lebih murah.(3)
Gambar 3.22. Foto intraoperatif prosedur Nirschl. Tanda panah menunjukkan
adanya robekan pada origo ECRB. Diskolorisasi abu-abu keputihan pada tendon
mengindikasikan adanya degenerasi.
58
Rehabilitasi
Setelah menjalani pembedahan, terutama operasi terbuka, tangan yang
dioperasi harus diimobilisasi dengan menggunakan bebat. Setelah 1 minggu, bebat
dan jahitan dapat dilepaskan.
Jika bebat telah dilepaskan, maka kita harus segera memulai latihan fisik
dengan melakukan gerakan peregangan siku dan mengembalikan flexibilitas siku.
Latihan penguatan siku dapat dimulai dalam 2 bulan setelah pembedahan.
Sedangkan untuk latihan atletik yang jauh lebih berat, biasanya akan dimulai
dalam 4 hingga 6,minggu setelah operasi.(8)
59
Gambar 3.22. Alur penatalaksanaan tennis elbow menurut American Family Physician.
American
Family
Physician
(AFP)
merekomendasikan
suatu
alur
penatalaksanaan untuk mengatasi tennis elbow. Bila anamnesis dan pemeriksaan fisis
sudah konsisten dengan diagnosis epikondilitis lateral, maka pendekatan terapi yang
pertama kali dianjurkan adalah pengendalian inflamasi dengan memberikan NSAID
topikal atau oral, modifikasi gaya hidup, koreksi biomekanik dan implementasi
latihan fisik. Untuk melakukan hal tersebut, kita dapat mempertimbangkan
penggunaan bebat counterforce.
Jika gejala tennis elbow tidak mengalami perbaikan, maka kita dapat
melanjutkan terapi fisik yang lebih lanjut dan mempertimbangkan injeksi
kortikosteroid selama latihan fisik berlangsung. Selama latihan fisik ini, kita juga
dapat menggunakan strategi terapi kontemporer berupa penggunaan nitrogliserin
60
topikal dan akupuntur. Apabila gejala tennis elbow masih tetap bertahan, maka kita
harus segera merujuk pasien ke dokter ahli bedah ortopedi untuk mendapat
penanganan yang lebih lanjut. (6,7)
8. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini berkaitan erat dengan terapinya, baik itu terapi
konservatif maupun terapi pembedahan. Penggunaan obat-obatan NSAID dan
kortikosteroid dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan hati, ginjal, dan
traktus gastrointestinal. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan
antara lain infeksi, penurunan ROM, serta kekakuan.(1,4)
9. Prognosis
Angka kesembuhan pasien dari penyakit ini cukup tinggi, sekitar 95%, meskipun
tanpa terapi pembedahan. Meskipun begitu, epikondilitis lateral memiliki potensi menjadi
masalah kronik terutama jika tidak tertangani dengan baik. Untuk menurunkan resiko
kronik, maka pasien dianjurkan menjalani modifikasi aktivitas dan koreksi biomekanik.
(8,9)
61
DE QUERVAINS
1. Definisi dequervains
De Quervains syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah prosesus
stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abduktor polisis longus dan
ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan pada kedua tendon tersebut. 4,5
De Quervains syndrome atau tenosinovitis stenosans ini merupakan tendovaginitis
kronik yang disertai penyempitan sarung tendon. Sering juga ditemukan penebalan
tendon.5
Lokasi de Quervains syndrome ini adalah pada kompartemen dorsal pertama pada
pergelangan tangan. Kompartemen dorsal pertama pada pergelangan tangan termasuk di
dalamnya adalah tendon otot abduktor polisis longus (APL) dan tendon otot ekstensor
polisis brevis (EPB). Pasien dengan kondisi yang seperti ini biasanya datang dengan nyeri
pada aspek dorsolateral dari pergelangan tangannya dengan nyeri yang berasal dari arah
ibu jari dan / atau lengan bawah bagian lateral. Kondisi seperti ini mempunyai respon
yang baik terhadap penanganan non bedah. 3
Gambar 4.1. Kompartemen dorsal pertama pergelangan tangan pada daerah tepi lateral dari
snuffbox.
Gambar 4.2. Tampak kompartemen dorsal pertama pada daerah stiloid radius menonjol.
2. Etiologi
Trauma minor yang berulang-ulang umumnya memberikan kontribusi terhadap
perkembangan penyakit de Quervains syndrome. Aktivitas-aktivitas yang mungkin
62
menyebabkan trauma ulangan pada pergelangan tangan termasuk faktor pekerjaan, tugastugas sekretaris, olahraga golf, atau permainan olahraga yang menggunakan raket. 3
Gambar 4.3. Tugas-tugas dari seorang sekretaris yang dapat menyebabkan trauma
ulangan pada pergelangan tangan
Faktor-faktor lain yang mungkin dapat memberikan kontribusi terjadinya de
Quervains syndrome antara lain : 3,6,7
dengan gesekan yang berlebihan / berkepanjangan antara tendon dan pembungkusnya, terjadi
misalnya pada wanita yang pekerjaannya memeras kain. 4,7
3. Anatomi dan Fisiologi
Tendon adalah penghubung antara tulang dan otot. Tendon ada yang dibungkus
dengan pembungkus tendon (tendon sheath), ada pula yang tidak dan langsung melekat pada
tulang. 8,9
Gambar 4.4. Tendon dari otot abduktor polisis longus dan otot ekstensor polisis brevis
63
Gambar 4.5. Retinakulum otot-otot ekstensor, tendon sheath, dan potongan transversaltendon
sheath
Struktur kompartemen dari radial ke ulnar adalah kompartemen pertama yang
terdiri dari tendon otot ekstensor polisis brevis dan tendon otot abduktor polisis
64
longus, kompartemen kedua yang terdiri dari tendon otot ekstensor karpi radialis
brevis dan tendon otot ekstensor karpi radialis longus, kompartemen ketiga yaitu
tendon otot ekstensor polisis longus, kompartemen keempat yaitu tendon otot
ekstensor digitorum dan otot ekstensor indicis, kompartemen kelima adalah tendon
otot ekstensor digiti minimi, dan kompartemen keenam adalah tendon otot ekstensor
karpi ulnaris.
8,9,10,18
65
penggunaan
jari-jari
selanjutnya
terjadi
pergesekan
otot
dengan tendon
sheath karena cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi sebagai lubrikasi. Sehingga
terjadi proliferasi jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon
sheath. Proliferasi ini menyebabkan pergerakan tendon menjadi terbatas karena jaringan
ikat ini memenuhi hampir seluruh tendon sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan
pada tendon sheathtersebut dan hal ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot
tadi. Pada kasus-kasus lanjut akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath.
Pergesekan otot-otot ini merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga
terjadi perangsangan nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering merupakan keluhan
utama pada penderita penyakit ini.1,3,11,15
Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis
menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus radius. 4,6,7
5. Diagnosis
66
Kelainan ini sering ditemukan pada wanita umur pertengahan. Gejala yang timbul
berupa nyeri bila menggunakan tangan dan menggerakkan kedua otot tersebut yaitu bila
menggerakkan ibu jari, khususnya tendon otot abduktor polisis longus dan otot ekstensor
polisis brevis. Perlu ditanyakan juga kepada pasien riwayat terjadinya nyeri. Sebagian
pasien akan mengungkapkan riwayat terjadinya nyeri dengan trauma akut pada ibu jari
mereka dan sebagian lainnya tidak menyadari keluhan ini sampai terjadi nyeri yang
lambat laun makin menghebat. Untuk itu perlu ditanyakan kepada pasien apa pekerjaan
mereka karena hal tersebut akan memberikan kontribusi sebagai onset dari gejala tersebut
khususnya pada pekerjaan yang menggunakan jari-jari tangan. Riwayat penyakit lain
seperti pada rheumatoid arthritis dapat menyebabkan pula deformitas dan kesulitan
menggerakkan ibu jari. Pada kasus-kasus dini, nyeri ini belum disertai edema yang
tampak secara nyata (inspeksi), tapi pada kasus-kasus lanjut tampak edema terutama pada
sisi radial dari polluks. 3,10,11,12,13,14,15
Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus stiloideus radius,
kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat penebalan pembungkus
fibrosa pada sedikit proksimal prosesus stiloideus radius, serta rasa nyeri pada adduksi
pasif dari pergelangan tangan dan ibu jari. Bila tangan dan seluruh jari-jari dilakukan
deviasi ulnar, penderita merasa nyeri oleh karena jepitan kedua tendo di atas dan disebut
uji Finkelstein positif. 4,5,6,7,16
Gambar 4.8. Tampak inflamasi pada tendon sheath dari kompartemen dorsal pertama
Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de Quervains syndrome adalah tes
Finkelstein positif. Cara melakukannya adalah dengan menyuruh pasien untuk
mengepalkan tanganya di mana ibu jari diletakkan di bagian dalam dari jari-jari lainnya.
67
Si pemeriksa kemudian melakukan deviasi ulnar pasif pada pergelangan tangan si pasien
yang dicurigai di mana dapat menimbulkan keluhan utama berupa nyeri pergelangan
tangan daerah dorsolateral. 3,16
Gambar 4.9. Daerah yang nyeri pada de Quervains syndrome
Lakukan tes Finskelstein secara bilateral untuk membandingkan dengan
bagian yang tidak terkena. Hati-hati memeriksa the first carpometacarpal (CMC)
joint sebab bagian ini dapat menyebabkan tes Finskelstein positif palsu. 6 Selain
dengan tes Finkelstein harus diperhatikan pula sensorik dari ibu jari, refleks otot-otot,
dan epikondilitis lateral padatennis elbow untuk melihat sensasi nyeri apakah primer
atau merupakan referred pain.3,12,13,15
Gambar
pada
4.10. Tes
Finkelstein,
si
pemeriksa
melakukan
deviasi
ulnar
pasif
68
jalan menghambat sintesa prostaglandin. Dosis dewasa 200-800 mg, sedang dosis
untuk anak-anak usia 6-12 tahun 4-10 mg/kgBB/hari. Untuk anak > 12 tahun sama
dengan dewasa. Adapun kontra indikasi pemberian obat ini adalah adanya riwayat
hipersensitif, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal atau perforasi, insufisiensi
ginjal, atau resiko tinggi terjadinya perdarahan. Interaksi obat dengan aspirin dapat
meningkatkan efek samping dari obat ini, kombinasi dengan probenesid dapat
meningkatkan konsentrasi obat di dalam darah. Pada pasien-pasien dengan hipertensi,
dapat
diberikan
kombinasi
antara
obat
ini
dengan
obat
anti
hipertensi
seperti captopril, beta blocker, furosemid, dan thiazid. Obat ini tidak aman diberikan
untuk wanita hamil terutama kehamilan pada trimester ketiga (berpotensi untuk
menyebabkan menutupnya duktus arteriosus).
b. Kortikosteroid
Dapat digunakan sebagai anti inflamasi karena dapat mensupresi migrasi dari
sel-sel polimorfonuklear dan mencegah peningkatan permeabilitas kapiler. Pada orang
dewasa dapat diberikan dosis
dicampur
obat
ini
dengan
sedikit
disuntikkan
obat
anestesi
pada tendon
juga
lokal
sheath dari
kompartemen dorsal pertama yang terkena. Harus diperhatikan agar jangan sampai
menyuntikkan campuran obat ini langsung pada tendonnya karena dapat
menyebabkan kelemahan pada tendon dan potensial untuk terjadinya ruptur.
Penyuntikan campuran obat ini juga hendaknya dicegah jangan sampai terlalu
superfisial dari jaringan subkutan karena dapat menyebabkan depigmentasi pada kulit.
Untuk pasien-pasien yang menderita diabetes melitus sebaiknya dilakukan
pengontrolan
glukosa
darah
karena
pemberian
kortikosteroid
lokal
dapat
70
Intervensi bedah diperlukan jika terapi konservatif tidak efektif lagi terutama
pada kasus-kasus lanjut di mana telah terjadi perlengketan pada tendon sheath.
Prosedur operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut : 3,10,14,18
Digunakan anestesi lokal dan turniket. Setelah kulit disterilkan, gunakan
turniket dan infiltrasi kulit pada daerah kompartemen dorsal pertama dengan
menggunakan anestesi lokal secukupnya. Lalu dibuat insisi pada kulit yang mulai dari
dorsal ke volar dalam arah transversal-oblik, sejajar dengan lipatan-lipatan kulit
melewati daerah yang lunak dari kompartemen dorsal pertama. Insisi longitudinal
dianjurkan untuk membuat area yang lebih panjang di mana skar kulit mungkin saja
melekat pada nervus kutaneus dan tendon. Tindakan diseksi tajam hanya sampai pada
lapisan dermis dan tidak sampai ke lapisan lemak subkutaneus, menjauhi cabangcabang nervus radialis superfisialis. Setelah menarik tepi kulit, gunakan diseksi
tumpul pada lemak subkutaneus. Kemudian cari dan lindungi cabang-cabang sensoris
dari nervus radialis superfisialis, biasanya terletak di bagian dalam dari vena-vena
superfisialis. Kenali
tendon
proksimal
sampai
penyempitan
ligamen
dorsal
dan tendon sheath, kemudian buka kompartemen dorsal pertama pada sisi dorsoulnar.
Dengan ibu jari yang abduksi dan pergelangan tangan yang fleksi, angkat tendon otot
abduktor polisis longus dan otot ekstensor polisis brevis dari tempatnya. Jika tendon
otot-otot tersebut sulit untuk dibebaskan, carilah additional aberrant tendons dan
kompartemen-kompartemen
yang
terpisah. Kemudian
tutup
insisi
kulit
dan
71
7. Prognosis
Prognosis penyakit ini umumnya baik. Pada kasus-kasus dini, biasanya berespon
dengan baik pada terapi konservatif. Sedangkan pada kasus-kasus lanjut dan tidak
memberikan respon yang baik dengan terapi konservatif, dilakukan tindakan bedah untuk
dekompresi pada kompartemen dorsal pertama dari pergelangan tangan. Umumnya
berlangsung dengan baik, morbiditas dapat terjadi jika terjadi komplikasi pasca operasi
misalnya adhesi tendo atau subluksasi volar tendon. 3,10,11,12,13,14,15
Pasien dengan de Quervains syndrome perlu untuk menghindari aktivitas-aktivitas
repetitif tertentu dari pergelangan tangan atau dari ibu jari hingga pengobatan yang adekuat
tercapai. 3
72
CARPALTUNNEL SYNDROME
1. Anatomi N. Medianus
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan tangan.
Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi yang
dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang-tulang carpal. Nervus dan tendon
memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot
-otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon- tendonnya berorigo pada
epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang- tulang metaphalangeal,
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan
jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian
distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio
cubiti sekitar 3 cm.6
Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi,
membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi
pada tendon tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat
dapat
mengecilkan
ukuran
canalis.
Penekanan
terhadap
N.
Medianus
yang
73
74
sering
membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila
penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan
tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih
banyak mengistirahatkan tangannya (15).
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil
misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering
dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam.
Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor
pollicis brevis).dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (16).
76
77
b. Torniquet test
Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1
menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
c. Tinel's sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan
posisi tangan sedikit dorsofleksi.
78
h. Pressure test
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari.
Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosa.
i.
j.
Pemeriksaan sensibilitas
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada
jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong
diagnose.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti
kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap (15).
Terapi konservatif
Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan
dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan
membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas. Latihanlatihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer
dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf
mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui perubahan dalam
aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan sederhana dan
dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.
80
CTS
adalah
defisiensi
piridoksin
sehingga
mereka
Terapi operatif
Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan
daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat
hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil
kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan
82
tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau
menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal (13).
8. Prognosis Carpal Tunnel Syndrome
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila
keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus dilakukan.
Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada
penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post operatifnya bertahap (13).
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini (13):
- Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus
medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
- Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
- Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun
prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko
untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi
baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.
83
TRIGGER FINGER
1. Definisi Trigger Finger
Trigger finger atau tenosynovitis stenosing juga dikenal dengan nama jari yang macet.
Dimana pasien bercerita tentang jarinya yang macet. Setelah mengepal jari-jari yang sehat
dapat diluruskan dengan mudah, tetapi jari yang macet itu tetap berada dalam keadaan
fleksi di sendi interphalangeal proksimal. Adakalanya dimacetnya, maka yang nyeri yang
hebat dirasakan dengan terdengarnya klek pada saat jari yang macet diluruskan secara
pasif. 2,6
Trigger finger adalah gangguan umum yang sering terjadi dan ditandai dimana jari
yang dibengkokkan tibe-tiba tidak dapat diluruskan kembali serta berhubungan dengan
disfungsi dan nyeri yang disebabkan penebalan setempat pada suatu tendo fleksor, dalam
kombinasi dengan adanya penebalan di dalam selubung tendon pada tempat yang sama.5
84
tulang, sehingga terjadi gerakan sendi. Tendon pada jari-jari melewati ligamen, yang
bertindak sebagai katrol.1
Pada trigger finger terjadi peradangan dan hipertrofi dari selubung tendon yang
semakin membatasi gerak fleksi dari tendon. Selubung ini biasanya membentuk sistem
katrol yang terdiri dari serangkaian sistem yang berfungsi untuk memaksimal kekuatan
fleksi dari tendon dan efisiensi gerak di metakarpal. Nodul mungkin saja dapat membesar
pada tendon, yang menyebabkan tendon terjebak di tepi proksimal katrol ketika pasien
mencoba untuk meluruskan jari, sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak. Ketika
upaya lebih kuat dibuat untuk meluruskan jari, dengan menggunakan kekuatan lebih dari
ekstensor jari atau dengan menggunakan kekuatan eksternal (dengan mengerahkan
kekuatan pada jari dengan tangan lain), jari macet yang terkunci tadi terbuka dengan
menimbulkan rasa sakit yang signifikan pada telapak distal hingga ke dalam aspek
proksimal digit. Hal yang kurang umum terjadi antara lain nodul tadi bergerak pada distal
katrol, mengakibatkan kesulitan pasien meregangkan jari.2,4,6
Sebuah nodul dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian bawah jalur yang
melewati katrol. Jika nodul terdapat pada distal katrol, maka jari dapat macet dalam posisi
yang lurus. Sebaliknya, jika benjolan terdapat pada proksimal dari katrol, maka jari
pasien dapat macet dalam posisi tertekuk.2
Biasanya,
tendon
bergerak bolak-balik
di
bawah
posisi yang
yang
lurus.
85
Sebaliknya, jika benjolan terdapat pada proksimal dari katrol A-1, maka jari pasien dapat
macet dalam posisi tertekuk. 2,6
3. Manifestasi Klinis
Diagnosa dibuat secara eksklusif dengan anamnesa yang menyeluruh dan
pemeriksaan fisik. Trigger finger dapat mengenai lebih dari satu jari pada satu waktu,
meskipun biasanya lebih sering terjadi pada ibu jari, tengah, atau jari manis. Trigger
finger biasanya lebih menonjol di pagi hari, atau saat memegang obyek dengan kuat.2
Gejala ini muncul biasanya dimulai tanpa adanya cidera. Gejala-gejala ini termasuk
adanya benjolan kecil, nyeri di telapak tangan, pembengkakan, rasa tidak nyaman di jari
dan sendi. Kekakuan akan bertambah jika pasien tidak melakukan aktifitas, misalnya saat
anda bangun pagi. Dan kadang kekakuan akan berkurang saat melakukan aktifitas.
Kadang-kadang jika tendon terasa bebas bisa bergerak tegak akan dirasakan sendi seperti
terjadi "dislokasi" / pergeseran sendi.Pada Kasus kasus yang berat jari tidak dapat
diluruskan bahkan dengan bantuan. Pasien dengan diabetes biasanya akan terkena lebih
parah.
Gambar 6.2 Trigger Finger
Pada tingkat sendi palmaris distal, nodul bisa teraba lembut, biasanya di atas sendi
metakarpofalangealis (MCP). Jari yang terkena bisa macet dalam posisi menekuk (lihat
gambar di bawah) atau (kurang biasa) posisi diperpanjang. Ketika pasien berusaha untuk
86
memindahkan angka lebih kuat melampaui pembatasan, angka mungkin cepat atau
memicu melampaui pembatasan. 3
Trigger finger dapat sangat menyakitkan bagi pasien. Dalam kasus yang parah, pasien
tidak mampu untuk menggerakkan jari yang melampaui rentang gerak. Pada ibu jari yang
macet, pada palpasi yang lembut dapat ditemukan nodul pada aspek palmar sendi MCP
pertama dari sendi palmaris distal.2,3
4. Pemeriksaan Fisik
ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan
sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal.
Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi
tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi
dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal adalah garis
horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah. 5
1)
Finkelstein Test
Test dilakukan unutk mendeteksi adanya dequevein atau Hoffman disease
atau dikenal juga dengan nama styloditis radial. Pada kondisi ini terjadi peradangan
pada tendo EPB dan APL yang berada dalam satu selubung tendon. Finkelstein
dengan cara pasien mengepalkan tangannya, dimana ibu jari diliputi oleh jari-jari
lainnya selanjutnya pemeriksa menggerakkan wrist pasien kearah ulnar deviasi
(Abduksi Ulnar). Positif jika
timbul nyeri
yang hebat
tersebut tepatnya pada procesus styloideus radial. Yang memberikan indikasi adanya
tenosynovitis pada ibu jari.
2) Test Phalen
Apabila terdapat penyempiatan pada terowongan carpal dipergelangan tangan
bagian volar yang dilintasi cabang nervus madinus, maka penekukan di wrist joint
akan menimbulkan rasa nyeri atau parestisia dikawasan n. medianus.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara palmar fleksi kedua wrist, lalu saling
tekankan kedua dorsum manus satu dengan lainnya sekuat-kuatnya.
Tangan yang merasakan nyeri atau kesemutan memberi indikasi bahwa
terowongan karpal tersebut menyempit. Selain cara tersebut diatas tes phalen dapat
pula dilakukan dengan cara pergelangan tangan dipertahankan selama kira-kira
87
setengah menit dalam posisi palmar fleksi penuh, Jika posisi ini dierahankan cukup
lama, pada setiap orang akan timbuk rasa kesemutan, akan tetapi pada sindrom
terowongan carpal rasa kesemutan akan timbul dalam waktu yang sangat singkat,
pasti dalam waktu 30 detik, terkadang parestesia baru timbul saat pergelangan
tangan digerakkan kembali dari posisi palmar fleksi maksimal.
3) Tes Tinel Terowongan Carpal
Tes ini dilkukan dengan cara melakukan pengetokan/penekanan pada
ligamentum volare pergelangan tangan atau pada n. medianus akan menimbulkan
nyeri kejut didalam tangan
terowongan
serta arestesia
dikawasan n. medianus
apabila
sehingga membentuk
dilakukan gerakan tersebut indikasi kelemahan pada otot Interossei anterior, FDP
dan FPL.
6) Froments Sign
Dalam hal ini pasien mencoba untuk memegang selembar kertas diantara ibu
jari dan jari telunjuk, ketika pemeriksa mencoba untuk menarik kertas tersebut
keluar phalangs terminal ibu jari fleksi, hal ini disebabkan karena paralysisi dari otot
adductor pollicis yang memberi indikasi tes positif. Tes ini member indikasi paralysis
nervus ulnaris.
7) Allen Test
Pasien diminta untuk membuka dan menutup tangan beberapa kali secepat
mungkin. Ibu jari dan jari tangan pemeriksa diletakkan diatas arteri radial dan arteri
88
5. Penatalaksanaan 3,4
a. Terapi Farmakologi
- Pengobatan NSAID
89
Injeksi Korstikosteroid
Injeksi kortikosteroid untuk pengobatan trigger finger telah dilakukan sejak 1953.
Tindakan Ini harus dicoba sebelum intervensi bedah karena sangat efektif (hingga
93%), terutama pada pasien non-diabetes dengan onset baru-baru ini terkena
gejala dan satu digit dengan nodul teraba. Hal ini diyakini bahwa injeksi
kortikosteroid kurang berhasil pada pasien dengan penyakit lama (durasi > 6
bulan), diabetes mellitus, dan keterlibatan beberapa digit karena tidak mampu
untuk membalikkan perubahan metaplasia chondroid yang terjadi pada katrol A1.
Injeksi diberikan secara langsung ke dalam selubung tendon, Namun, laporan
menunjukkan bahwa injeksi extra synovial mungkin efektif, sambil mengurangi
risiko tendon rupture(pecah). Pecah Tendon adalah komplikasi yang sangat jarang,
hanya satu kasus yang dilaporkan. Komplikasi lain termasuk atrofi kulit, nekrosis
lemak, hipopigmentasi kulit sementara elevasi glukosa serum pada penderita
diabetes, dan infeksi. Jika gejala tidak hilang setelah injeksi pertama, atau muncul
kembali setelah itu, suntikan kedua biasanya lebih mungkin untuk berhasil sebagai
b.
tindakan awal.
Terapi nonfarmakologi 3,4
Kompreskan es selama lima sampai lima belas menit pada daerah yang bengkak
-
dan nyeri.
Hindari aktifitas yang mengakibatkan tendon mudah teriritasi, seperti latihan jari
yang berulang-ulang.
Splinting
Tujuan splinting adalah untuk mencegah gesekan yang disebabkan oleh
pergerakan tendon fleksor melalui katrol A1 yang sakit sampai hilangnya
peradangan. Secara umum splinting merupakan pilihan pengobatan yang tepat
pada pasien yang menolak atau ingin menghindari injeksi kortikosteroid. Sebuah
studi pekerja manual dengan interfalangealis distal (DIP) di splint dalam ekstensi
penuh selama 6 minggu menunjukkan pengurangan gejala pada lebih dari 50%
pasien.
Dalam studi lain, splint sendi MCP di 15 derajat fleksi (meninggalkan sendi PIP
dan DIP bebas) yang ditampilkan untuk memberikan resolusi gejala di 65% dari
pasien pada 1-tahun tindak lanjut. Untuk pasien yang paling terganggu oleh gejala
mengunci di pagi hari, splinting sendi PIP pada malam hari dapat menjadi efektif.
90
splinting menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan
gejala trigger finger yang berat atau lama. 1,2,6
Gambar 6.3 Teknik Splint
-
Pembedahan
Tindakan pembedahan dinilai sangat efektif pada trigger finger. Indikasi untuk
91
Fisioterapi
Fisioterapi membantu menghilangkan masalah-masalah bengkak, nyeri, dan
kekakuan gerak pada bagian-bagian tangan yang lain, dimana tidak bisa
dihilangkan dengan tindakan operasi. 2
6. Komplikasi
Komplikasi potensial utama jari memicu adalah nyeri dan penurunan penggunaan
fungsional dari tangan yang terkena. Potensi komplikasi injeksi kortikosteroid adalah
sebagai berikut: 3
- Infeksi, penggunaan teknik steril dapat meminimalkan masalah ini.
- Pendarahan, ini dapat diminimalkan dengan menerapkan tekanan langsung segera
setelah prosedur tersebut. Perhatian harus dilakukan sebelum suntik pasien dengan
gangguan perdarahan.
92
7. Prognosis
Prognosis pada trigger finger sangat baik, kebanyakan pasien merespon terhadap
injeksi kortikosteroid dengan atau tanpa bebat terkait. Beberapa kasus jari macet mungkin
dapat sembuh secara spontan dan kemudian terulang kembali tanpa korelasi yang
jelas dengan pengobatan atau faktor memperburuk. 2,3
93
GUYON SYNDROME
1. Definis Guyon Syndrome
Sindrom kanal Guyon merupakan suatu kondisi yang relatif jarang ditemukan,
merupakan gangguan muskuloskeletal ekstremitas bagian atas. Gangguan ini, disebabkan
oleh kompresi saraf ulnaris yang melewati kanal Guyon, dapat menyebabkan spektrum
sensorik dan atau gejala motorik, tergantung pada lokasi dari kompresi. Terowongan
karpal ulnaris (Guyons Canal) pertama kali dideskripsikan oleh Felix Guyon pada tahun
1861. Gessler (1896) mendeskripsikan bentuk peculiar dari atrofi otot di tangan pemoles
emas tetapi tidak mengakui lesi sebagai neuropati ulnaris.1
2. Anatomi
Saraf ulnaris bermula pada sisi leher, di mana akar saraf keluar dari tulang belakang
melalui lubang kecil di antara tulang belakang. Akar saraf kemudian bergabung bersama
untuk membentuk tiga saraf utama yang melakukan perjalanan ke lengan sampai tangan,
salah satunya adalah saraf ulnaris.3
Setelah meninggalkan sisi leher, saraf ulnaris bergerak melalui ketiak dan lengan
bawah ke tangan dan jari-jari. Saat melintasi pergelangan tangan, saraf ulnaris dan arteri
ulnaris berjalan melalui terowongan yang dikenal sebagai kanal Guyon. Terowongan ini
dibentuk oleh dua tulang (pisiform dan hamate) dan ligamentum yang menghubungkan
mereka. Setelah melewati kanal, cabang-cabang saraf ulnaris sebagai pemasok sensai ke
jari kelingking dan setengah jari manis. Cabang saraf ini juga memasok otot kecil di
telapak dan otot yang bertindak menarik ibu jari ke arah telapak tangan. Tulang hamate
membentuk satu sisi dari kanal Guyon. Tulang ini memiliki taji berbentuk kait kecil yang
menonjol untuk memberikan lampiran untuk beberapa ligamen pergelangan. Dikenal
sebagai pengait dari bengkok, tulang kecil ini bisa pecah dan menekan saraf ulnaris
dalam kanal Guyon.3
Batas dari kanal guyon adalah bagian bawah berupa ligamen carpal transverse, bagian
atas yaitu ligamen carpal palmar, pada lateral ulnar berupa tulang pisiform, dan lateral
radial berupa hook tulang hamate.3
94
Gambar 7.1
Gambar 7.2
Klasifikasi
Sindrom kanal Guyon mengacu kompresi neuropati saraf ulnaris di
pergelangan tangan. Terowongan ulnaris, atau kanal Guyon, adalah terowongan
oblique fibro-osseous yang terletak dalam bagian proksimal dari hipotenar utama.
Kanal berisi saraf ulnaris, arteri ulnaris dengan comitantes venae dan jaringan
fibrofatty longgar. Dalam kanal, saraf ulnaris terbagi menjadi sensorik superfisial dan
deep motor branches. Saraf ulnaris dapat dikompresi di mana saja sepanjang
perjalanan kanal Guyon menyebabkan sensorimotor, hanya motorik, atau hanya
kelainan sensorik. Shea dan McClain (1969) membagi lesi saraf ulnaris di kanal
Guyon menjadi tiga jenis, tergantung pada situs anatomi di pergelangan tangan di
mana saraf ulnaris terganggu (Gambar 3).4
95
tiga sindrom tersebut diatas. Tipe I dan II selalu dihubungkan dengan atrofi dari otot utama
interosseous.4
3. Gejala
Gejala biasanya dimulai dengan perasaan kesemutan pada jari manis dan jari
kelingking, yang sering terjadi di pagi hari saat bangun tidur. kemudian dapat
berkembang menjadi rasa sakit seperti terbakar di pergelangan dan telapak tangan yang
diikuti oleh penurunan sensasi pada jari manis dan kelingking. Tangan terasa janggal
ketika otot-otot yang dikendalikan oleh saraf ulnaris menjadi lemah. Kelemahan dapat
mempengaruhi otot-otot kecil di telapak tangan dan otot yang menarik ibu jari ke telapak
tangan. Kelemahan bertahap dalam otot-otot ini membuat sulit untuk melebarkan jari-jari
dan mencubit dengan ibu jari. Kompresi saraf ulnaris pada sindrom kanal Guyon biasanya
menyebabkan mati rasa di jari kelingking dan setengah dari jari manis.5
4. Pemeriksaan Klinik
a.
Elektromiogram ( EMG )
Adalah tes untuk mengevaluasi fungsi dari nervus dan otot. Tes ini di lakukan
di otot lengan atas yang di persyarafi oleh nervus ulnaris (musculus flexor carpi
ulnaris, abductor digiti minimi, dan interosseous dorsalis. Jika otot tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, kemungkinan besar nervus ulnaris tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.
dari lengan atas, dan mengangkat pergelangan tangan. Hasil positif apabila didapatkan
parestesi kurang dari 60 detik. Abduksi bahu juga dapat membantu kapasitas
diagnostik didalam tes ini.
Gambar 7.5 Tes Tinnel
Metode ini di gunakan untuk mengetahui adanya abduksi yang persisten jari
kelingking degan menggunakan musculus extensor digitorum communis jari manis.
Teknik ini sebaiknya digunakan pada kasus abduksi persisten dari jari kelingking,
dimana tidak ada kelainan claw hand.
97
98
bisa
dikenakan
selama
seharian
untuk
meminimalkan
gejala
dan
BAB III
KESIMPULAN
Jenis nyeri muskuloskleletal yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari adalah
nyeri bahu. Adanya nyeri bahu dapat diikuti dengan gangguan fungsi bahu.
Hal ini
100
DAFTAR PUSTAKA
1.David. Ring. 2009. Aprroach to The Patient with Shoulder Pain. In Primary Care
Medicine. Lippincott Williams and Wilkins.p:150.
2.Djohan
Aras.
2004.
Penatalaksanaan
fisioterapi
pada
frozen
shoulder.
Akfis:Ujungpandang.
3. Donatelli, Robert, Wooden, Micheal J.2011. Orthopaedic Physical therapy. Churchil
Livingstone Inc. hal: 160.
4. Helmi Noor, Zairin. 2012 ;Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; Jakarta : Salemba
101
medika
5. Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopaedic Surgeons.
6. Kelley, MJ,. et al. 2013. Shoulder Pain and Mobility Deficits: Adhesive Capsulitis. 43.
5: 2013.
7. Priguna, Sidharta. 2010. Sakit neuromuskuloskeletal dal praktek umum. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
8. Soeharyono. 2008. Sinkronisasi gerak persendian daerah gelang bahu pada gerak
abduksi lengan. Maj Fisioterapi 2008: 2(23).
9.Syaifuddin, 2011; Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC.
10. Thomson, Ann M. 2011.Tidys physiotherapy, 12th ed, Butterworth-Heinemann, 2011.
hal: 71.
11. Trisnowiyanto B. 2012. Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi dan Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Luha Medika.
12. Snell Richard S., Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC:2010.
13. Tegner WS. Tennis Elbow. London: The London Hospital; 1959.
14. Geoffroy P, Yaffe MJ, Rohan I. Diagnosis and treating lateral epicondylitis. Canadian
Family Physician. 1994 January; 46.
15. Walz DM, Newman JS, Konin GP, Ross G. Epicondylitis: Patho-genesis, Imaging,
and Treatment. RSNA. 2010 February; 30(1): p. 167-184.
16. Suharto. Fisioterapi pada Tennis Elbow tipe II. CDK. 2000; 129.
17. Connell D, Burke F, Coombes P, McNealy S, Freeman D, Pryde D, et al. Tennis
injuries: occurrence, aetiology, and prevention. AJR. 2001 September; 40(5).
18. Pluim BM, Staal JB, Windler GE, Jayanthi N. Tennis injuries: occurrence, aetiology,
and prevention. Brit J Sports Med. 2006 January; 40: p. 415-423.
19. Rasjad, C, Penyakit de Quervain (Tenovaginitis Stenosans) dalam Pengantar Ilmu
Bedah Ortopedi, Penerbit Bintang Lamumpatue, Ujung Pandang, 1998. halaman :
228-9.
20. Sjamsuhidajat, R. , Tenosinovitis Stenosans dalam Buku-Ajar Ilmu Bedah, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998. halaman : 1246.
21. Duckworth, T. , De Quervains Teno-Vaginitis in Lectura Notes On Orthopaedics And
Fractures, Second Edition, P G Publishing Pte Ltd, Singapore, 1985. page : 249.
22. Bunnel, S. , Stenosing Tenosynovitis at Radiostyloid Process (de Quervains
Disease)in Surgery of The Hand, Third Edition, Pitman Medical Publishing Co., LTD,
London, 1992. page 774-5.
23. Chase, RA, Anatomy in Atlas of Hand Surgery, Stanford University School of
Medicine, W.B. Saunders Company, California, 1973. page : 3-20.
102
24. Weinsten, SL et all, The Wrist and Hand in Tureks Orthopaedics, Fifth Edition, JB
Lippincott Company, Philadelphia, 1992. page : 428-30.
25. Natarajan, M, Wrist and Hand in Text Book of Orthopaedics, MN Orthopaedic
Hospital, Tamil Nadu, India, 1985. page : 163-6.
26. McRae, Ronald, The Wrist in Clinical Orthopaedic Examination, Third Edition,
Churchill Livingstone, Edinburgh London Melbourne and New York, 1990. page : 7186.
27. Schwartz, SI, et all, Tendon Entrapment Syndrome of First Extensor Compartment
(deQuervains Disorder) in Principles of Surgery, Fifth Edition, McGraw-Hill
Information Services Company, USA, 1989. page : 2066-7.
28. Wright, PE, Carpal Tunnel, Ulnar Tunnel, and Stenosing Tenosynovitis in CampbellOperative Orthopaedics, 10th Edition, 2004. Part XVIII, chapter 73.
29. Makkouk AH, Oetgen ME, Swigart CR, Dooed SD. Trigger finger: etiology,
evaluation, and treatment. Curr Rev Musculoskelet Med. 2008 Nov ;10.007(1): 92-6
30. Akhtar S, Bradley MJ, Quinton DN, Burke FD. Management and referral for trigger
finger/thumb. BMJ. 2005 Jul 2;331:30-3
31. Geso LD, Fillippuci E, Meenagh G, Gutierrez M, Ciappeti A. CS injection of
tenosynovitis in patients with chronic inflammatory arthritis: the role of US. 2012
March;1-3.
32. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone; 2007.
33. Brunicardi FC, Andrese DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, et al.
Schwartzs principles of surgery. 9th ed. United states of America: The MacGraw;
2010.
34. Paulo Henrique Aquiar, et al. Surgical Management of Guyons Canal Syndrome An
Ulnar Nerve Entrapment At Wrist. Arq Neuropsiquiatr 59(1):106-111. 2001
35. Bachoura A, Jacoby SM. Ulnar tunnel syndrome. Orthop Clin North Am 43:46774.
2012.
36. Shea JD, McClain EJ. Ulnar-nerve compression syndromes at and bellow the wrist. J
Bone Joint Surg 51:10951103. 1969.
103