Anda di halaman 1dari 43

KEPERAWATAN JIWA

"ASKEP PENYALAHGUNAAN NAPZA"

Oleh :
Kelompok 12
D-IV Keperawatan Tingkat II Semester IV
Putu Yeni Yunitasari (P07120214004)
Ni Putu Erna Libya
(P07120214014)
Ni Kadek Dian Inlam Sari (P07120214018)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida
Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
"ASKEP PENYALAHGUNAAN NAPZA" mata kuliah Keperawatan Jiwa di
Politeknik Kesehatan Denpasar tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi
berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu kami mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat konstruktif sehingga kami dapat menyempurnakan
makalah ini.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Denpasar, 30 Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar...........................................................................................................
i
Daftar Isi .....................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................
3
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................................
3
1.5 Metode Penulisan....................................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyalahgunaan NAPZA................................................................
4
2.1.1
Definisi
NAPZA
..............................................................................................................................
4
2.1.2
Rentang
Respons
Gangguan
Penggunaan
NAPZA
..............................................................................................................................
4
2.1.3
Jenis-Jenis
Narkotika
dan
Psikotropika
..............................................................................................................................
5
2.1.4
Faktor
Penyebab
Penyalahgunaan
NAPZA
..............................................................................................................................
8
2.1.5
Faktor
Penyebab
Penggunaan
Narkoba
Lainnya
..............................................................................................................................
11
2.1.6
Tanda
dan
Gejala
..............................................................................................................................
12
ii

2.1.7
Penyalahgunaan
Narkoba
dan
Psikotropika
..............................................................................................................................
13
2.1.8
Efek
/
Akibat
Pemakaian
Zat
..............................................................................................................................
21
2.1.9
Upaya
Pencegahan
dan
Penanggulangan
..............................................................................................................................
23
2.1.10
Modalitas
Terapi
NAPZA
..............................................................................................................................
28
2.2 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyalahgunaan NAPZA....................
30
2.3 Contoh Dokumentasi Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Penyalahgunaan
NAPZA
..............................................................................................................................
36
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................
38
3.2 Saran ......................................................................................................................
39
Daftar Pustaka

iii

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA
(Narkotika danBahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat
kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif
dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta
masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen dan konsisten.
Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi
pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut
indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran
dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun
masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan
NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota
kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi
menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada,
penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 1524 tahun.
Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap
NAPZA.
Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya
terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan
memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan
NAPZA, melalui upaya Promotif, Preventif, Terapi dan Rehabilitasi. Peran
penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu
sendiri, bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat
dibidang kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini
perlu dikembangkan secara lebih profesional, sehingga menjadi salah satu
pilar yang kokoh dari upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
1

Kondisi diatas mengharuskan pula Puskesmas sebagai ujung tombak


pelayanan

kesehatan

dapat

berperan

lebih

proaktif

dalam

upaya

penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat.


Dari hasil identifikasi masalah NAPZA dilapangan melalui diskusi
kelompok terarah yang dilakukan Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat
bekerja sama dengan Direktorat Promosi Kesehatan Ditjen Kesehatan
Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas puskesmas di beberapa
propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Bali ternyata
pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah NAPZA sangat minim
sekali serta masih kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat
Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes Kesos RI merasa perlu untuk
menyusun suatu pedoman praktis yang mudah dipelajari untuk menanggulangi
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Adanya
Buku Pedoman Praktis mengenai Penyalahgunaan NAPZA bagi petugas
Puskesmas, diharapkan dapat menjadi penuntun bagi petugas Puskesmas
dalam membantu menanggulangi masalah NAPZA di masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah konsep dasar penyalahgunaan NAPZA?
1.2.2 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan penyalahgunaan
NAPZA?
1.2.3 Bagaimanakah contoh dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyalahgunaan NAPZA?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mahasiswa dapat

mengetahui

dan

memahami

konsep

dasar

penyalahgunaan NAPZA.
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyalahgunaan NAPZA.
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui contoh dokumentasi asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyalahgunaan NAPZA.
1.4 Manfaat Penulisan
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang Asuhan
Keperawatan Penyalahgunaan NAPZA sehingga dapat menjadi bekal dan
2

menambah informasi dalam melakukan Asuhan Keperawatan di rumah sakit nanti


khususnya pada pasien dengan Penyalahgunaan NAPZA.
1.5 Metode Penulisan
Kami menggunakan dua metode penulisan yaitu dengan studi pustaka dan
penelusuran IT. Pada metode studi pustaka, kami membaca dan menganalisis
beberapa literature kemudian kami menggunakan refrensi tersebut pada tulisan
ini. Selanjutnya pada metode penelusuran IT, kami mencari tambahan refrensi
pada dunia rambah internet untuk melengkapi data-data yang telah kami peroleh
pada literature.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

KONSEP DASAR NAPZA DAN PENYALAHGUNAAN NAPZA


2.1.1 DEFINISI
Narkotika adalah suatu zat atau obat yg berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yg dpt menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan
(Undang-undang RI No.22 thn 1997 tentang Narkotika)
Psikotropika adalah suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku. Zat adiktif lain adalah bahan/zat yg berpengaruh
psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika.
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan
kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi
umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan
ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik
terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh
efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda
ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
2.1.2 RENTANG RESPONS GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA
Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari
kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku
yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Respon Adaptif

Respon Maladaptif

1. Eksperimental:
KondisiSpengguna
taraf PenyalahgunaanKetergantungan
awal, yang disebabkan rasa ingin
Eksperimental
Rekreasional
ituasional
dari2007)
remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien
(Sumber : tahu
Yosep,
4

biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan


taraf coba-coba.
2. Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan
teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara
ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.
3. Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan
kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan
cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi.
Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai
masalah, stres, dan frustasi.
4. Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah
mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi
penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan
sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
5. Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai
dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana
individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis
tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai,
sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang
digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang
mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang
biasa diinginkannya (Yosep, 2007).
2.1.3 JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
1. Golongan Narkotika
a. Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh
narkotika golongan 1 heroin/putauw, kokain, ganja.
b. Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi


tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin
c. Narkotika Golongan III :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
2. Golongan Psikotropika
Psikotropika

yang

mempunyai

potensi

mengakibatkan

sindroma ketergantungan digolongkan menjadi 4 golongan yaitu :


a. Psikotropika Golongan I :
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD).
b. Psikotropika Golongan II :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta
menpunyai

potensi

kuat

mengakibatkan

sindroma

ketergantungan (Contoh: amfetamin,metilfenidat atau ritalin).


c. Psikotropika Golongan III :
Psikotropika
digunakan

yang
dalam

berkhasiat
terapi

pengobatan

dan/atau

untuk

dan
tujuan

banyak
ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan


sindroma

ketergantungan

(Contoh

pentobarbital,

Flunitrazepam).
d. Psikotropika Golongan IV :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan

dalam

terapi

dan/atau

untuk

tujuan

ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan


sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam,

fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti


pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).
3. Zat adiktif lainnya
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika,
meliputi:
a. Minuman berakohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan
sebagai

campuran

dengan

narkotika

atau

psikotropika,

memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3


golongan minuman beralkohol :
1) Golongan A : kadar etanol 1-5% (Bir)
2) Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis
minuman anggur)
3) Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca,
TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput)
b. Inhalansia
Yaitu gas yang dihirup dan solven (zat pelarut) mudah
menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai
barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas
mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner,
Penghapus Cat Kuku, Bensin.
c. Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.

Dalam

upaya

penanggulangan

NAPZA di

masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada


remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena
rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan
NAPZA lain yang berbahaya.
7

2.1.4 FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA


Harboenangin (1996) mengemukakan ada beberapa faktor yang
menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal
dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini
lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi
pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri
yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan
ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara
wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga
turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan
masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia
mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang
datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada
umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok
usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja
menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang
membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi;
sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai
obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri.
Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin
tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh temanteman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan
yang utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba
untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena

pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan


membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang

menjadi

pengguna

narkoba.

Berdasarkan

hasil

penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian


Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang
berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan
narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua)
mengalami ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah
dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada
upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang
berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan
anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran
orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar
harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun,
adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu
sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan
menyatakan ketidaksetujuannya.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut
anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi
yang harus dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi
kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan
curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan
kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk
mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu.
9

Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan


penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor
sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan
seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian
mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.
Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor penyebab
penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman sebaya
(78,1%). Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman
kelompoknya sehingga remaja menggunakan narkoba. Hasil
penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari
(1990) yang memperlihatkan bahwa teman kelompok yang
menyebabkan remaja memakai NAPZA mulai dari tahap cobacoba sampai ketagihan.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga
dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu.
Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional,
menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa
media massa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual
barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah
Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin
memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan
akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu
karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara
bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun
akibat dari satu faktor tertentu.
2.1.5 FAKTOR

PENYEBAB

PENGGUNAAN

NARKOBA

LAINNYA
Faktor penyebab penggunaan narkoba antara lain:
1. Ingin terlihat gaya
Zat terlarang jenis tertentu dapat membuat pamakainya
menjadi lebih berani, keren, percaya diri, kreatif, santai, dan lain

10

sebagainya. Efek keren yang terlihat oleh orang lain tersebut dapat
menjadi trend pada kalangan tertentu sehingga orang yang
memakai zat terlarang itu akan disebut trendy, gaul, modis, dan
sebagainya.
2. Solidaritas Kelompok
Suatu kelompok

orang

yang

mempunyai

tingkat

kekerabatan yang tinggi antar anggota biasanya memiliki nilai


solidaritas yang tinggi. Misalnya, jika ketua atau beberapa
anggota kelompok yang berpengaruh pada kelompok itu
menggunakan narkotik, maka biasanya anggota yang lain baik
secara terpaksa atau tidak terpaksa akan ikut menggunakan
narkotik itu agar merasa seperti keluarga senasib sepenanggungan.
3. Menghilangkan rasa sakit
Seseorang yang memiliki suatu penyakit atau kelainan yang
dapat menimbulkan rasa sakit yang tidak tertahankan dapat
membuat orang jadi tertarik jalan pintas untuk mengobati sakit
yang dideritanya yaitu dengan menggunakan obat-obatan dan zat
terlarang.
4. Coba-coba / penasaran
Dengan merasa tertarik melihat efek yang ditimbulkan oleh
suatu zat yang dilarang, seseorang dapat memiliki rasa ingin tahu
yang kuat untuk mencicipi nikmatnya zat terlarang tersebut. Jika
iman tidak kuat, maka seseorang dapat mencoba ingin mengetahui
efek dari zat terlarang. Tanpa disadari dan diinginkan orang yang
sudah terkena zat terlarang itu akan ketagihan dan akan
melakukannya lagi berulang-ulang tanpa bisa berhenti.
5. Menyelesaikan Masalah
Orang yang dirudung banyak masalah dan ingin lari dari
masalah dapat terjerumus dalam pangkuan narkotika, narkoba
atau zat adiktif agar dapat tidur nyenyak atau jadi gembira ria dan
kemudian merasa masalahnya terselesaikan sejenak.
6. Mencari Tantangan / Kegiatan Beresiko
Bagi orang-orang yang senang dengan kegiatan yang
memiliki resiko tinggi dalam menjalankan aksinya ada yang
menggunakan obat terlarang agar bisa menjadi yang terhebat,
penuh tenaga dan penuh percaya diri.
11

2.1.6 TANDA DAN GEJALA


Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain
intoksikasi, ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang
timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan
gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

12

Tabel 1. Tanda dan Gejala Intoksikasi


Opiat

Ganja

eforia

eforia

mengantuk

mata merah

bicara cadel

mulut kering

konstipasi

banyak

penurunan

bicara

kesadaran

tertawa
*

Sedatif-Hipnotik
*

dan

mata merah

diri berkurang

bicara cadel

terdorong

jalan

jalan

untuk

sempoyongan

bergerak

mengantuk

memperpanjang

nafsu makan
gangguan

selalu

perubahan

berkeringat

persepsi

gemetar

penurunan

cemas

hilang

kemampuan

depresi

kesadaran

menilai

paranoid

tidur
*

Amphetamine

pengendalian

sempoyongan

meningkat
*

Alkohol

persepsi

Tabel 2. Tanda dan Gejala Putus Zat


Opiat
*

nyeri

mata

Ganja
*jarang
dan

hidung berair
*

ditemukan

Sedatif-Hipnotik

diare

gelisah

tidak

cemas

cemas

cemas

tangan gemetar

depresi

depresi

perubahan

muka merah

kelelahan

persepsi

mudah marah

energi

gangguan

tangan gemetar

daya ingat

mual muntah

tidak bisa tidur

tidak

bisa

Amfetamine

perasaan
panas dingin

Alkohol

bisa

tidur

berkurang
*

kebutuhan
tidur
meningkat

tidur
2.1.7 PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA
1. Golongan Narkotika
a. OPIOID (OPIAD)
Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium,
Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium,
termasuk morfin. Nama Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu
preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya
13

menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium. opiat alami lain
atau

opiat

yang

disintesis

dari

opiat

alami

adalah

heroin

(diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone


(Dilaudid).
1) Efek samping yang ditimbulkan
Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara,
kerusakan penglihatan pada malam hari, mengalami kerusakan pada
liver dan ginjal, peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan
penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat
dalam hubungan sex, kebingungan dalam identitas seksual, kematian
karena overdosis.
2) Gejala intoksitasi (keracunan) opioid
Konstraksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat
overdosis berat) dan satu atau lebih tanda berikut, yang berkembang
selama, atau segera setelah pemakaian opioid, yaitu mengantuk atau
koma bicara cadel, gangguan atensi atau daya ingat. Perilaku maladaptif
atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya: euforia
awal diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor,
gangguan pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan
yang berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid.
3) Gejala putus obat dari ketergantungan opioid
Kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea
lakrimasipiloereksi,

menguap,

demam,

dilatasi

pupil,

hipertensi

takikardia disregulasi temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia.


Seseorang dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus
opioid, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah,
seperti penyakit jantung. Gejala residual seperti insomnia, bradikardia,
disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat mungkin menetap selama
sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi,
suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala.
Gejala penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi,
tremor, kelemahan, mual, dan muntah.
b. Turunan OPIOID (OPIAD) yang sering disalahgunakan adalah :

14

1) Candu
Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan
menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah yang
keluar berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah ini dibiarkan
mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat
kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang
menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau
candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat
aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat
tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak
kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak,
burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya
dengan cara dihisap.
2) Morfin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah.
Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) .
Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau
dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap
dan disuntikkan.
3) Heroin ( putaw )
Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari
morfin

dan

merupakan

jenis

opiat

yang

paling

sering

disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir ini . Heroin,


yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan
orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak
menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin
adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien
dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan
euforik-nya yang baik.

4) Codein

15

Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek


codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk
menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam
bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan
disuntikkan.
5) Demerol
Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya
dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk
pil dan cairan tidak berwarna.
6) Methadon
Saat

ini

Methadone

banyak

digunakanorang

dalam

pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat


untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid.
Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk
meperidine

(Demerol),

methadone

(Dolphine),

pentazocine

(Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak


digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid.
Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid
dan ketergantungan opioid.
Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone
(Trexan), nalorphine, levalorphane, dan apomorphine. Sejumlah
senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah
disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol
(Stadol), dan buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang
efektif untuk ketergantungan opioid. Nama popoler jenis opioid :
putauw, etep, PT, putih.
7) Kokain
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan
dan merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan
alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca,
yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman

16

belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat


untuk mendapatkan efek stimulan.
Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal,
khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan,
karena

efek

vasokonstriksifnya

juga

membantu.

Kokain

diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin


dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah
dikenali. Nama lain untuk Kokain : Snow, coke, girl, lady dan
crack ( kokain dalam bentuk yang paling murni dan bebas basa
untuk mendapatkan efek yang lebih kuat ).
2. Golongan Psikotropika
Psikotropika

yang

sekarang

sedang

populer

dan

banyak

disalahgunakan adalah psikotropika Gol I, diantaranya yang dikenal


dengan Ecstasi dan psikotropik Golongan II yang dikenal dengan nama
shabu-shabu.
a) Ecstasy
Rumus

kimia

XTC

adalah

3-4-Methylene-Dioxy-Methil-

Amphetamine (MDMA). Senyawa ini ditemukan dan mulai dibuat di


penghujung akhir abad lalu. Pada kurun waktu tahun 1950-an, industri
militer Amerika Serikat mengalami kegagalan didalam percobaan
penggunaan MDMA sebagai serum kebenaran. Setelah periode itu,
MDMA dipakai oleh para dokter ahli jiwa. XTC mulai bereaksi setelah 20
sampai 60 menit diminum. Efeknya berlangsung maksimum 1 jam.
Seluruh tubuh akan terasa melayang. Kadang-kadang lengan, kaki dan
rahang terasa kaku, serta mulut rasanya kering.
Pupil mata membesar dan jantung berdegup lebih kencang.
Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya timbul
kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara segar). Jenis reaksi
fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama. Selebihnya akan timbul perasaan
seolah-olah kita menjadi hebat dalam segala hal dan segala perasaan malu
menjadi hilang. Kepala terasa kosong, rileks dan "asyik". Dalam keadaan

17

seperti ini, kita merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin,


dan juga untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan
berangsur-angsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu
kita akan merasa sangat lelah dan tertekan.
b) Shabu-Shabu
Shabu-shabu berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan
dikonsumsi dengan cara membakarnya di atas aluminium foil sehingga
mengalir dari ujung satu ke arah ujung yang lain. Kemudian asap yang
ditimbulkannya dihirup dengan sebuah Bong (sejenis pipa yang
didalamnya berisi air). Air Bong tersebut berfungsi sebagai filter karena
asap tersaring pada waktu melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai
yang memilih membakar Sabu dengan pipa kaca karena takut efek jangka
panjang yang mungkin ditimbulkan aluminium foil yang terhirup.
Sabu sering dikeluhkan sebagai penyebab paranoid (rasa takut
yang berlebihan), menjadi sangat sensitif (mudah tersinggung), terlebih
bagi mereka yang sering tidak berpikir positif, dan halusinasi visual.
Masing-masing pemakai mengalami efek tersebut dalam kadar yang
berbeda. Jika sedang banyak mempunyai persoalan / masalah dalam
kehidupan, sebaiknya narkotika jenis ini tidak dikonsumsi. Selain itu,
pengguna Sabu sering mempunyai kecenderungan untuk memakai dalam
jumlah banyak dalam satu sesi dan sukar berhenti kecuali jika Sabu yang
dimilikinya habis.
Hal itu juga merupakan suatu tindakan bodoh dan sia-sia
mengingat efek yang diinginkan tidak lagi bertambah (The Law Of
Diminishing Return). Beberapa pemakai mengatakan Sabu tidak
mempengaruhi nafsu makan. Namun sebagian besar mengatakan nafsu
makan berkurang jika sedang mengkonsumsi Sabu. Bahkan banyak yang
mengatakan berat badannya berkurang drastis selama memakai Sabu.

c) Jenis-Jenis Bahan Berbahaya Lainnya

18

Bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan Narkotika dan
Psikotropika atau Zat-zat baru hasil olahan manusia yang menyebabkan
kecanduan.
1) Minuman Keras
Adalah semua minuman yang mengandung Alkohol tetapi
bukan obat.
Efek Samping Yang Ditimbulkan
Efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi alkohol dapat
dirasakan segera dalam waktu beberapa menit saja, tetapi efeknya
berbeda-beda, tergantung dari jumlah / kadar alkohol yang
dikonsumsi. Dalam jumlah yang kecil, alkohol menimbulkan
perasaan relax, dan pengguna akan lebih mudah mengekspresikan
emosi,

seperti

rasa

senang,

rasa

sedih

dan

kemarahan.

Bila dikonsumsi lebih banyak lagi, akan muncul efek sebagai berikut
: merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan
terhambat menjadi lebih emosional (sedih, senang, marah secara
berlebihan) muncul akibat ke fungsi fisik - motorik, yaitu bicara
cadel, pandangan menjadi kabur, sempoyongan, inkoordinasi
motorik dan bisa sampai tidak sadarkan diri.
Kemampuan mental mengalami hambatan, yaitu gangguan
untuk memusatkan perhatian dan daya ingat terganggu, mulut
rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung berdegup lebih
kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada
awalnya timbul kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara
segar). Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama.
Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah kita menjadi hebat
dalam segala hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala
terasa kosong, rileks dan "asyik". Dalam keadaan seperti ini, kita
merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin, dan juga
untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan
berangsur-angsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah
itu kita akan merasa sangat lelah dan tertekan.
2) Nikotin

19

Adalah obat yang bersifat adiktif, sama seperti Kokain dan


Heroin. Bentuk nikotin yang paling umum adalah tembakau, yang
dihisap dalam bentuk rokok, cerutu, dan pipa. Tembakau juga dapat
digunakan sebagai tembakau sedotan dan dikunyah (tembakau tanpa
asap).Walaupun

kampanye

tentang

bahaya

merokok

sudah

menyebutkan betapa berbahayanya merokok bagi kesehatan tetapi


pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak orang yang terus
merokok. Hal ini membuktikan bahwa sifat adiktif dari nikotin
adalah sangat kuat.
Efek Samping Yang Ditimbulkan
Secara perilaku, efek stimulasi dari nikotin menyebabkan
peningkatan perhatian, belajar, waktu reaksi, dan kemampuan untuk
memecahkan maslah. Menghisap rokok meningkatkan mood,
menurunkan ketegangan dan menghilangkan perasaan depresif.
Pemaparan nikotin dalam jangka pendek meningkatkan aliran darah
serebral tanpa mengubah metabolisme oksigen serebtral.
Tetapi pemaparan jangka panjang disertai dengan penurunan
aliran darah serebral. Berbeda dengan efek stimulasinya pada sistem
saraf pusat, bertindak sebagai relaksan otot skeletal. Komponen
psikoaktif dari tembakau adalah nikotin. Nikotin adalah zat kimia
yang sangat toksik. Dosis 60 mg pada orang dewasa dapat
mematikan, karena paralisis (kegagalan) pernafasan.
3) Desainer
Zat Desainer adalah zat-zat yang dibuat oleh ahli obat jalanan.
Mereka membuat obat-obat itu secara rahasia karena dilarang oleh
pemerintah. Obat-obat itu dibuat tanpa memperhatikan kesehatan.
Mereka hanya memikirkan uang dan secara sengaja membiarkan
para pembelinya kecanduan dan menderita. Zat-zat ini banyak yang
sudah beredar dengan nama speed ball, peace pills, crystal, angel
dust rocket fuel dan lain-lain.
2.1.8 EFEK / AKIBAT PEMAKAIAN ZAT
20

Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari


NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
1. Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional
tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan
bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini
termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang),
hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
2. Golongan Stimulan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi
aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah :
Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain.
3. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya
pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu.
Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk :
Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.
Namun, secara umum dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada
fisik, psikis maupun sosial seseorang.diantaranya :
1. Dampak Fisik:
Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang,
halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi
a) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)
seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah.
b) Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses),
alergi, eksim.
c) Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi
pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
d) Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu
tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.

21

e) Dampak

terhadap

padaendokrin,

kesehatan

seperti:

reproduksi

penurunan

fungsi

adalah

gangguan

hormon

reproduksi

(estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual.


f) Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan
antara

lain

perubahan

periode

menstruasi,

ketidakteraturan

menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).


g) Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian
jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit
seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada
obatnya.
h) Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over
Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk
menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian.
2. Dampak Psikologi
a) Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
b) Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
c) Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
d) Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
e) Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
f) Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
g) Merepotkan dan menjadi beban keluarga
h) Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
i) Dampak fisik dan psikis berhubungan erat. Ketergantungan fisik
akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi
putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan
psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (biasa
disebut sugest). Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan
gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua,
mencuri, pemarah, manipulatif, dll.
2.1.9 UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

22

Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika


dapat dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut ini :
1. Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang
mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan
adalah

lebih

baik

dari

pada

pemberantasan.

Pencegahan

penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan berbagai cara,


seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh
pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh
para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak
keamanan, pengawasan obat-obatan illegal dan melakukan tindakantindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan
kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
2. Represif (penindakan), yaitu menindak dan

memberantas

penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum, yang dilakukan oleh


para penegak hukum atau aparat kemananan yang dibantu oleh
masyarakat. Jika masyarakat mengetahui harus segera melaporkan
kepada pihak berwajib dan tidak boleh main hakim sendiri.
3. Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara
medis maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak
didirikan tempat-tempat penyembuhan dan rehabilitas pecandu
narkoba seperti Yayasan Titihan Respati, pesantren-pesantren, yayasan
Pondok Bina Kasih dll. Terapi pengobatan bagi klien NAPZA
misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk
mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara
yaitu:
a) Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan
zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan
saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b) Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi
pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti
23

ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan


cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa
nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
c) Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan
selesai para korban tidak kambuh kembali ketagihan Narkoba.
Rehabilitasi berupaya menyantuni dan memperlakukan secara
wajar para korban narkoba agar dapat kembali ke masyarakat
dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh
mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat,
supaya mereka tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba.
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh
dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan
religi

agar

pengguna

NAPZA

yang

menderita

sindroma

ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal


mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik
fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang
disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (Depkes, 2001).
Sesudah

klien

penyalahgunaan/ketergantungan

NAPZA

menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama


1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan
(pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan
dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari,
2003). Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak
sama karena tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya,
fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit.
Menurut Hawari (2009), bahwa setelah klien mengalami
perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan
dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan
24

dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit


lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi
berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan
dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai
menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan
menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap
NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001). Dengan rehabilitasi
diharapkan pengguna NAPZA dapat:
1.
2.
3.
4.

Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA.


Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA.
Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya.
Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan

baik.
5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja.
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam
pergaulan dengan lingkungannya.

Jenis program rehabilitasi:


1. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke
masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan
pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai
latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila
klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali
sekolah/kuliah atau bekerja.
2. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang
semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain
sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat
bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing

25

dan mengasuhnya. Meskipun klien telah menjalani terapi detoksifikasi,


seringkali

perilaku

maladaptif

tadi

belum

hilang,

keinginan

untuk

menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering muncul, juga


keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia)
merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi
dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat
dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak
bersifat

adiktif

(menimbulkan

ketagihan)

dan

tidak

menimbulkan

ketergantungan.
Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik
secara individual maupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan
psikoterapi, waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi) memang tidak
cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 6 bulan
(program rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk
psikoterapi yang tepat bagi masing-masing klien rehabilitasi. Yang termasuk
rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat
dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga broken home. Gerber
(1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu
dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya
yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.
3. Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam
satu tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi
syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga
profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan
mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam kehidupannya seharihari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih
(craving) dan mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif
dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh
tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap
perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku positif dan hukuman bagi
yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.

26

4. Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan

masih

perlu dilanjutkan

karena

waktu

detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan


ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman,
penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat
menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga
mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam
penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, risiko
kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan
21,50%, dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama risiko
kekambuhan mencapai 71,6%.
Upaya pencegahan penyalahgunaan napza :
Upaya pencegahan meliputi 3 hal :
1. Pencegahan primer : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan
NAPZA dan melakukan intervensi. Upaya ini terutama dilakukan untuk
mengenali remaja yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan
NAPZA, setelah itu melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak
menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak
berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang
anak dapat diatasi dengan baik.
2. Pencegahan Sekunder : mengobati dan intervensi agar tidak lagi
menggunakan NAPZA.
3. Pencegahan Tersier : merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA.
2.1.10 MODALITAS TERAPI NAPZA
1. Therapeutic Community -TC Model,
a) model ini merujuk pada keyakinan bahwa gangguan penggunaan
NAPZA adalah gangguan pada seseorang secara menyeluruh.
b) Pendekatan yang dilakukan meliputi terapi individual dan
kelompok, sesi encounter yang intensif dengan kelompok sebaya
dan partisipasi dari lingkungan terapeutik dengan peran yang
hirarki, diberikan juga keistimewaan (privileges) dan tanggung
jawab.

27

c) Merupakan perawatan inap dengan periode erawatan dari dua


belas sampai delapan belas bulan yang diikuti dengan program
aftercare jangka pendek.
2. Model Medik,
a) Model ini berbasis pada biologik dan genetik atau fisiologik
sebagai penyebab adiksi yang membutuhkan pengobatan dokter
dan memerlukan farmakoterapi untuk menurunkan gejala-gejala
serta perubahan perilaku.
b) Program ini dirancang berbasis rumah sakit dengan program
rawat inap sampai kondisi bebas dari rawat inap atau kembali ke
fasilitas di masyarakat.
3. Model Minnesota
a) Fokus pada abstinen atau bebas NAPZA sebagai tujuan utama
pengobatan.
b) Berlangsung selama tiga sampai enam minggu rawat inap dengan
lanjutan aftercare, termasuk mengikuti program self help group
(Alcohol Anonymous atau Narcotics Anonymous) serta layanan
lain sesuai dengan kebutuhan pasien secara individu.
4. Model Eklektik,
a) Model ini menerapkan pendekatan secara holistik dalam program
rehabilitasi.
b) Pendekatan spiritual dan kognitif melalui penerapan program 12
langkah merupakan pelengkap program TC yang menggunakan
pendekatan perilaku, hal ini sesuai dengan jumlah dan variasi
masalah yang ada pada setiap pasien adiksi.
5. Model Multi Disiplin,
a) Program ini merupakan pendekatan yang lebih komprehensif
dengan menggunakan komponen disiplin yang terkait termasuk
reintegrasi dan kolaborasi dengan keluarga dan pasien.
6. Model Tradisional,
a) Tergantung pada kondisi setempat dan terinpirasi dari hal-hal
praktis dan keyakinan yang selama ini sudah dijalankan.

28

b) Program bersifat jangka pendek dengan aftercare singkat atau


tidak sama sekali.
c) Komponen dasar terdiri dari : medikasi, pengobatan alternatif,
ritual dan keyakinan yang dimiliki oleh sistem lokal contoh :
pondok pesantren, pengobatan tradisional atau herbal.

7. Faith Based Model


a) Sama dengan model tradisional hanya pengobatan tidak
menggunakan farmakoterapi
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN
DAN KETERGANTUNGAN NARKOBA (NAPZA)
2.2.1 Pengkajian
Tahap pengkajian terdiri atas kumpulan data yang meliputi data
biologis, psikologis, social, dan spiritual. Adapun hal-hal yang perlu dikaji
adalah sebagai berikut :
1. Kaji situasi kondisi penggunaan zat
a) Kapan zat digunakan
b) Kapan zat menjadi lebih sering digunakan/mulai menjadi masalah
c) Kapan zat dikurangi/dihentikan, sekalipun hanya sementara
2. Kaji risiko yang berkaitan dengan penggunaan zat
a) Berbagi peralatan suntik
b) Perilaku seks yang tidak nyaman
c) Menyetir sambil mabuk
d) Riwayat over dosis
e) Riwayat serangan (kejang) selama putus zat
3. Kaji pola penggunaan
a) Waktu penggunaan dalam sehari (pada waktu menyiapkan makan
malam)
b) Penggunaan selama seminggu
c) Tipe situasi (setelah berdebat atau bersantai di depan TV)
d) Lokasi (timbul keinginan untuk menggunakan NAPZA setelah
berjalan melalui rumah Bandar)
e) Kehadiran atau bertemu orang-orang tertentu (mantan pacar, teman
pakai)
f) Adanya pikiran-pikiran tertentu (Ah, sekali nggak bakal
ngerusak atau Saya udah nggak tahan lagi nih, saya harus make)
g) Adanya emosi-emosi tertentu (cemas atau bosan)
29

h) Adanya faktor-faktor pencetus (jika capek, labil, lapar, tidak dapat


tidur atau stress yang berkepanjangan)
4. Kaji hal baik/buruk tentang penggunaan zat maupun tentang kondisi
bila tidak menggunakan
2.2.2 Diagnosa
1. Resiko tinggi menciderai diri sendiri
2. Intoksikasi
3. Harga diri rendah
4. Koping mal adaptif
2.2.3 Intervensi dan Implementasi
Strategi Pertemuan 1- klien :
1. Mendiskusikan dampak penggunaan NAPZA bagi kesehatan, cara
meningkatkan motivasi berhenti, dan cara mengontrol keinginan.
2. Melatih cara meningkatkan motivasi dan cara mengontrol
keinginan.
3. Membuat jadwal latihan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat untuk
membantu klien mengatasi craving / nagih (keinginan untuk
menggunakan kembali NAPZA) adalah sebagai berikut:
a) Identifikasi rasa nagih muncul
b) Ingat diri sendiri, rasa nagih normal muncul saat kita berhenti
c) Ingatlah rasa nagih seperti kucing lapar, semakin lapar, semakin
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)

diberi makan semakin sering muncul


Cari seseorang yang dapat mengalihkan dari rasa nagih
Coba menyibukkan diri saat rasa nagih datang
Tundalah penggunaan sampai beberapa saat
Bicaralah pada seseorang yang dapat mendukung
Lakukan sesuatu yang dapat membuat rileks dan nyaman,
Kunjungi teman-teman yang tidak menggunakan narkoba
Tontonlah video, ke bioskop atau dengar musik yang dapat

membuat rileks.
k) Dukunglah usaha anda untuk berhenti sekalipun sering berakhir
dengan menggunakan lagi.
l) Bicara pada teman-teman yang berhasil berhenti.
m) Bicaralah pada teman-teman tentang bagaimana mereka menikmati
hidup atau rilekslah untuk dapat banyak ide.
Menurut Keliat, dkk (2006). Tujuan tindakan keperawatan untuk
keluarga adalah sebagai berikut:

30

a) Keluarga dapat mengenal masalah ketidakmampuan anggota


keluarganya berhenti menggunakan NAPZA.
b) Keluarga dapat meningkatkan motivasi klien untuk berhenti.
c) Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien NAPZA.
d) Keluarga dapat mengidentifikasi kondisi pasien yang perlu dirujuk
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada keluarga antara lain:
a) Diskusikan tentang masalah yang dialami keluarga dalam merawat
klien.
b) Diskusikan

bersama

keluarga

tentang

penyalahgunaan

ketergantungan zat (tanda, gejala, penyebab, akibat) dan tahapan


penyembuhan klien (pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi).
c) Diskusikan tentang kondisi klien yang perlu segera dirujuk seperti:
intoksikasi

berat,

sempoyongan,

misalnya

gangguan

penurunan

penglihatan

kesadaran,

(persepsi),

jalan

kehilangan

pengendalian diri, curiga yang berlebihan, melakukan kekerasan


sampai menyerang orang lain. Kondisi lain dari klien yang perlu
mendapat perhatian keluarga adalah gejala putus zat seperti nyeri
(Sakau), mual sampai muntah, diare, tidak dapat tidur, gelisah,
tangan gemetar, cemas yang berlebihan, depresi (murung yang
berkepanjangan).
d) Diskusikan dan latih keluarga merawat klien NAPZA dengan cara:
menganjurkan keluarga meningkatkan motivasi klien untuk
berhenti atau menghindari sikap-sikap yang dapat mendorong klien
untuk

memakai

NAPZA

lagi

(misalnya

menuduh

klien

sembarangan atau terus menerus mencurigai klien memakai lagi);


mengajarkan keluarga mengenal ciri-ciri klien memakai NAPZA
lagi (misalnya memaksa minta uang, ketahuan berbohong, ada
tanda dan gejala intoksikasi); ajarkan keluarga untuk membantu
klien menghindar atau mengannkan perhatian dari keinginan untuk
memakai NAPZA lagi, anjurkan keluarga memberikan pujian bila
klien dapat berhenti walaupun 1 hari, 1 minggu atau 1 bulan; dan
anjurkan keluarga mengawasi klien minum obat.
Strategi Pertemuan dengan Pasien dan Keluarga Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA (Keliat,dkk, 2006).
31

a. Pasien
Sp1-P

Membina hubungan saling percaya


Mendiskusikan dampak NAPZA
Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi
Mendiskusikan cara mengontrol keinginan
Latihan cara meningkatkan motivasi
Latihan cara mengontrol keingan
Membuat jadwal aktivitas

Sp 2-P

Mendiskusikan cara menyelesaikan masalah


Mendiskusikan cara hidup sehat
Latihan cara menyelesaikan masalah
Latihan cara hidup sehat
Mendiskusikan tentang obat

b. Keluarga
Sp1-K

Mendiskusikan masalah yang dialami


Mendiskusikan tentang NAPZA
Mendiskusikan tahapan penyembuhan
Mendiskusikan cara merawat
Mendiskusikan kondisi yang perlu dirujuk
Latihan cara merawat

Sp2-K

Contoh

Strategi

Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi


Mendiskusikian pengawasan dalam minum obat
Pertemuan

dengan

Pasien

dan

Keluarga

Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA


No.
A

Kemampuan Pasien dan Keluarga

Tanggal/Bulan

Pasien
Sp 1

Membina hubungan saling percaya

32

Mendiskusikan dampak NAPZA

Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi

Mendiskusikan cara mengontrol keinginan

latihan cara meningkatkan motivasi

Latihan cara mengontrol keinginan

Membuat jadwal aktivitas


Sp 2

Mendiskusikan cara menyelesaikan masalah

Mendiskusikan cara hidup sehat

Latihan cara menyelesaikan masalah

Latihan cara hidup sehat

Mendiskusikan tentang obat

Keluarga
Sp 1

Mendiskusikan masalah yang dialami

Mendiskusikan tentang NAPZA

Mendiskusikan tahapan penyembuhan

Mendiskusikan cara merawat

Mendiskusikan kondisi yang perlu dirujuk

Latihan cara merawat


Sp 2

Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi

Mendiskusikan pengawasan dalam minum obat


2.2.4

Evaluasi
1. Evaluasi yang diharapkan dari klien adalah sebagai berikut :
a. Klien mengetahui dampak NAPZA
b. Klien mampu melakukan cara meningkatkan motivasi untuk
berhenti menggunakan
c. NAPZA
d. Klien mampu mengontrol kemampuan keinginan menggunakan
NAPZA kembali
e. Klien dapat menyelesaikan masalahnya dengan koping yang
adaptif
f. Klien dapat menerapkan cara hidup yang sehat
g. Klien mematuhi program pengobatan

33

2. Evaluasi yang diharapkan dari keluarga adalah sebagai berikut :


a. Keluarga mengetahui masalah yang dialami klien
b. Keluarga mengetahui tentang NAPZA
c. Keluarga mengetahui tahapan proses penyembuhan klien
d. Keluarga berpartisipasi dalam merawat klien
e. Keluarga memberikan motivasi pada kilien untuk sembuh
f. Keluarga mengawasi klien dalam minum obat
2.3 DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN
CATATAN KEPERAWATAN
Nama Klien

: AY

Nama Ruang : Anggrek


No. RM

: 02-02-7788

Tanggal

: 08-03-2016

Data:
AY (20 tahun) mahasiswa salah satu PTS di kota Medan sudah 2 tahun
terakhir ini menggunakan shabu-shabu. Sebelum menggunakan shabu-shabu,
klien mengkonsumsi ectasy. Keluarga sudah 2 kali membawa AY ke panti
rehabilitasi untuk mendapat pengobatan. Biasanya

setelah menjalani

rehabilitasi klien berhenti menggunakan shabu-shabu. Akan tetapi waktunya


tidak lama, paling lama 6 bulan. Ini kali ketiga klien dirawat di panti
rehabilitasi. Klien mengatakan sudah berusaha untuk menghentikan kebiasaan
mengkonsumsi shabu-shabu. Tetapi keinginan itu tidak bertahan lama karena
dia sering ketemu dan berkumpul bersama teman-teman pemakai NAPZA.
Klien sulit untuk menolak ajakan teman-temannya.
Diagnosa Keperawatan:
Koping

individu

tidak

efektif:

belum

mampu

mengatasi

keinginan menggunakan zat.


Tindakan Keperawatan:
1. Mendiskusikan tentang dampak penggunaan NAPZA bagi kesehatan

34

2. Mendiskusikan tentang cara meningkatkan motivasi untuk berhenti


3. Mendiskusikan tentang cara menghindar dari teman-teman pemakai
NAPZA
4. Mendiskusikan tentang cara penyelesaian masalah secara sehat
5. Mendiskusikan tentang gaya hidup yang sehat
6. Melatih

cara

untuk

menghindar

dan

mengontrol

keinginan

menggunakan NAPZA kembali.


7. Melatih

cara

menyelesaikan

masalah:

dicurigai/dituduh

menggunakan NAPZA kembali oleh keluarga/sekolah/pekerjaan.


Evaluasi:
S

: Klien

berjanji

akan

menghindari

teman-temannya

yang

masih

menggunakan NAPZA
O

: Klien tampak tidak mau menemui teman kelompoknya ketika


berkunjung untuk menjenguknya di panti rehabilitasi

: Keinginan untuk menggunakan kembali NAPZA terkadang muncul

: Menganjurkan klien untuk menambah kegiatan yang bersifat positif


seperti aktif dalam kegiatan ibadah di panti rehabilitasi, olahraga
melanjutkan kembali membuat jadwal kegiatan klien.

Tanda tangan:

Nama Perawat:

35

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas tadi, kita tahu bahwa seseorang tidak begitu
saja mengalami ketergantungan, melainkan bertahap. Diawali dengan tahap
eksperimental, dimana seseorang coba-coba memakai NAPZA, seperti juga
coba-coba merokok atau minum beralkohol. Motivasi coba-coba ini bisa
macam-macam. Setelah itu, mungkin karena merasakan efek yang
menyenangkan, ia ingin mengulanginya. Apabila hal ini berlangsung lebih
sering, maka ia akan memasuki tahap pembiasaan, dimana penggunaan
NAPZA sudah menjadi kebiasaannya. Selanjutnya adalah tahap kompulsif
yaitu seseorang sudah mengalami ketergantungan dan pemakaiannya sudah
tidak dapat dikendalikan lagi, yang akhirnya dapat mengarah ke overdosis
seperti tadi dibicarakan.
Bagaimana seseorang bisa mulai menjadi pemakai dipengaruhi oleh
faktor-faktor individu maupun faktor lingkungan. Kedua faktor ini
berhubungan sangat erat satu sama lain. Yang termasuk faktor individu, selain
untuk iseng dan coba-coba, antara lain adanya harapan untuk dapat
memperoleh "kenikmatan" dari efek obat yang ada, atau untuk dapat
menghilangkan rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dirasakan, baik sakit
yang sifatnya fisik (seperti yang dialami penderita kanker atau penyakit lain)
maupun psikis, seperti misalnya sakit hati karena putus cinta, rapor jelek, atau
dimarahin ortu.
Seringkali

perilaku

kita

dipengaruhi

oleh

pergaulan

maupun

lingkungan tempat tinggal kita. Bagi generasi muda, hal paling berat yang
dirasakan adalah tekanan kelompok sebaya (peer pressure) untuk dapat
diterima/diakui dalam kelompoknya. Biasanya di kalangan remaja, kita suka
ikut apa yang dilakukan oleh temen-temen kita, hanya karena takut dianggap
nggak cool dan nggak gaul. Karena itulah, bergaul rapat dengan para pengedar
dan pemakai NAPZA beresiko tinggi. Selain itu, tempat tinggal dan sekolah

36

juga berpengaruh, misalnya rumah kita berada di lingkungan peredaran atau


pemakaian NAPZA, atau kita bersekolah di tempat atau di lingkungan yang
rawan

terhadap

penyalahgunaan

NAPZA.

Masalah

penyalahguanaan

NARKOBA / NAPZA khususnya pada remaja adalah ancaman yang sangat


mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada umumnya.
Pengaruh NAPZA sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya,
maupun dampak sosial yang ditimbulkannya.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan kita sebagai bagian dari
tenaga kesehatan mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan
Penyalahgunaan NAPZA sehingga kemudian hari nanti pabila bekerja di suatu
rumah sakit, kita sudah memahami dan mengetahuinya dengan serta mampu
mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan
efisien kepada masyarakat umum dan kepada pasien di rumah sakit.

37

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2001. Buku Pedoman tentang Masalah Medis yang dapat terjadi di
Tempat Rehabilitasi pada Pasien Ketergantungan NAPZA. Jakarta:
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat.
Harboenangin, Bouentje. 1996. Mengenal dan Memahami Masalah Remaja.
Jakarta: Pustaka Antara.
Hawari, Dadang. 1990. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Hawari, Dadang. 2009. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza. Jakarta:
Balai Penerbitan FKUI
Keliat, B.A., Panjaitan, R.U. & Helena, N. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta : EGC
Sinaga, J. 2007. Hubungan Faktor Penyalahgunaan NAPZA dengan Pemakaian
NAPZA pada Remaja. Medan: PSIK FK USU.
Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai