JENIS-JENIS ANESTESI
Disusun Oleh :
1; Alfika Dewi W
P07120213001
2; Arsinda Prastiwi
P07120213007
3; Distia Taravella
4; Intan Mirantia
P07120213013
P07120213022
Jenis-Jenis Anestesi
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun
obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga
menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut,
maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot
yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar (Ibrahim, 2000).
Anestesi memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja.
Namun, secara umum anestesi ini dibedakan menjadi tiga golongan yaitu anestesi
lokal, regional, dan umum.
A; Anestesi Lokal
1; Definisi
d; Durasi lambat
e; Lart air
f; Stabil dalam bentuk larutan
g; Tidak rusak karena proses penyaringan
3; Cara Pemberian Anestesi Lokal
syarafnya. Misal pada daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan
gigi.
b; Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak
saraf berkumpul, hingga tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas.
Misal pada lengan atau kaki
c; Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa
nyeri atau gatal. Misalnya dalam bentuk suppositoria untuk penyakit
ambein.
Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garamgaram kloridanya yang mudah larut dalam air. Untuk memperpanjang daya
kerjanya, maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan pembuluh
darah (vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan
diperlambat dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat
dengan khasiat yang lebih bagus, serta lokasi pembedahaan tidak berdarah
namun larutan yang mengandung vasokonstriktor sebaiknya jangan
digunakan pada jari-jari tangan karena resiko gangrene.
Indikasi anestesi lokal atau regional menurut Thomas B. Boulton dan Colin
E. Blogg.
a; Jika nyawa penderita dalam bahaya karena kehilangan kesadarannya,
sebagai contoh sumbatan pernapasan atau infeksi paru.
b; Kedaruratan karena tidak ada waktu untuk mengurangi bahaya anestesi
umum.Hal ini dapat terjadi pada beberapa kasus, seperti lambung penuh
dan partus obstetrik operatif dan pada kasus-kasus diabetes, miastenia
gravis, penyakit sel darah bulan sabit, usia lanjut, atau debil serta
pembedahan yang lama pada reimplantasi jari-jari yang cidera.
c; Menghindari bahaya pemberian obat anestesi umum.Sebagai contoh pada
porfiria intermiten akut, anestesi dengan halotan berulang, miotonia dan
gagal ginjal atau hepar
d; Prosedur yang membutuhkan kerjasama dengan penderita seperti pada
c;
d;
e;
f;
g;
h; Kurang kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
6; Efek Samping Anestesi Lokal
dan
penglihatan
kabur.
Tanda
tanda
rangsang
System pernafasan
Lidokain menekan drive hipoksia ( respon ventilasi untuk
PaO2 rendah ). Apne dapat hasil dari kelumpuhan saraf frenik dan
interkostal atau depresi pusat pernafasan medural berikut kontak
lansung dengan agen anestesi lokal ( sindrom apne postretrobulbar).
Anastesi lokal rilrks otot polos bronchial, lidokain intravena ( 1.5
mg/kg ) dapat memblokir refleks bronkokonstriksi kadang kadang
dikaitkan dengan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol suatu
dapat menyebabkan bronkospasme pada beberapa pasien dengan
penyakit saluran napas reaktif.
3;
4;
Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering,
karena merupakan derifat para amnino benzoic acids ( PABA ) yang
dikenal sebaga allergen. PABA ini dapat menediakan efek anti
bakteri dari sulfonamide yang berdasarkan antagonism persaingan
dengan PABA, oleh karena itu terapi dengan sulfa tidak boleh
dikombinasikan dengan penggunaan ester ester tersebut.
Toksisitas sangat bergantung pada :
Jumlah larutan yang disuntukan
b; Kosentrasi obat
c; Ada tidaknya adrenalin
d; Vaskularisasi tempat suntik
e; Absorpsi obat
f; Laju destruksi obat
g; Hipersensitivitas
h; Usia
i; Keadaan umum
j; Berat badan
Depresi Otot polos
a;
5;
dengan
ligamentum
supraspinosum
dan
ligamentum
sekitar tusukan
dan
a; Hiperbarik
Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG.
Peralatan resusitasi / anestesi umum.
Jarum spinal
telah dicampur dan siap digunakan, jarum dalam keadaan terbka, cairan
preloading sudah disiapkan. Persiapan alat akan meminimalisir waktu yang
dibutuhkan untuk anestesi blok dan kemudian meningkatkan kenyamanan
pasien.
Adapun prosedur dari anestesi spinal adalah sebagai berikut
(Morgan, 2006):
a; Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika
kita visite pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda
kemungkinan adanya kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak
perlu dipersiapkan untuk spinal anestesi.
b; Posisi pasien :
1; Posisi Lateral. Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,510cm, lutut dan paha fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada.
2; Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna
vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah mendapat
premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan seorang asisten
untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan
terutama bila diinginkan sadle block.
3; Posisi Prone. Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah
menginginkan posisi Jack Knife atau prone.
4; Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine,
alkohol, kemudian kulit ditutupi dengan doek bolong steril.
5; Cara penusukan.
Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor
jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk
mengurangi komplikasi sakit kepala (PDPH=post duran puncture
headache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet dari
jarum spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum
ada di ruangan subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus
diperiksa dan spinal analgesi dibatalkan. Bila keluar darah, tarik
jarum beberapa mili meter sampai yang keluar adalah likuor yang
jernih. Bila masih merah, masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu 1
menit, bila jernih, masukkan obat anestesi lokal, tetapi bila masih
tulang.
b; Operasi daerah perineum termasuk anal, rectum bawah dan dindingnya
atau pembedahan saluran kemih.
c; Operasi abdomen bagian bawah dan dindingnya atau operasi peritoneal.
d; Operasi obstetrik vaginal deliveri dan section caesaria.
e; Diagnosa dan terapi
6; Kontra indikasi Spinal Anestesi (Latief, 2001)
a. Absolut
1) Pasien menolak
2) Infeksi tempat suntikan
3) Hipovolemik berat, syok
4) Gangguan pembekuan darah, mendapat terapi antikoagulan
5) Tekanan intracranial yang meninggi
6) Hipotensi, blok simpatik menghilangkan mekanisme kompensasi
7) Fasilitas resusitasi minimal atau tidak memadai
b. Relatif
1) Infeksi sistemik (sepsis atau bakterimia)
2) Kelainan neurologis
3) Kelainan psikis
4) Pembedahan dengan waktu lama
5) Penyakit jantung
6) Nyeri punggung
7) Anak-anak karena kurang kooperatif dan takut rasa baal.
7; Komplikasi spinal anestesi
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak
mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen.
Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah.
c; Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan
singkat dan kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk
induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau
efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk
golongan obat ini adalah:
1; Barbiturat
DAFTAR PUSTAKA
Boulton, Thomas B., Colin E. Block.2016.Anestesiologi.Jakarta:EGC
Erlangga. pp. 85.
Gwinnutt, Carl. L. 2011. Catatan Kuliah Anestesi Klinis ed.3; alih bahas: Susanto,
Diana; editor Bahasa Indonesia; Wisurya, K., Surya, N., Hippy, Indah.
Jakarta: EGC
Ibrahim, Muhsin dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University
Press.
Kleinman, Wayne.2006.Spinal, Epidural, and Caudal Blocks.dalam: Morgan,
G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J. Clinical Anesthesiology 4thedition.
USA: Lange Medical Book
Latief, S.A., Suryadi, KA. Dachlan, MR. ed. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
UI.
Morgan, GE., Mikhail, M.S., Murray, M.J. 2006. Clinical Anesthesiology 4th
edition. USA: Lange Medical Books
Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit
Smeltzer, S., C., Bare, B., G. Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan
medikal bedah. Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC.