Anda di halaman 1dari 4

Bintang - Bintang Kerinduan

Aku selalu rindu malam 14 Februari 2015, kala alam memperlihatkanku keindahannya
dengan menghadirkan langit penuh bintang. Terang bercahaya. Aku mencintai malam beserta
gugusan bintang yang bertaburan, ramai beraturan. Aku ingat betul bagaimana keheningan
malam itu pecah oleh lantunan ayat-ayat suci, memutus rintihan anak gadis yang sedang
patah hati. Malam itu semakin membuatku cinta pada anugerah alam yang begitu indah.
Tiada yang lebih menenangkan daripada memandang bintang-bintang yang bertaburan kala
hati resah dan gundah, berkisah meski tak pernah ada jawab. Namun ditengah kepedihan, ia
seolah hadir untuk memberi isyarat bahwa hidup ini terlalu indah untuk selalu dihiasi dengan
gundah. Bagaimanapun pandangan manusia tentangnya aku tak peduli, aku hanya jatuh cinta
pada keindahannya dan aku ingin seperti bintang, yang selalu terang dan menerangi. Bila di
suatu belahan bumi ia meredup, bukan ia tak lagi terang, melainkan ia sedang menerangi
belahan bumi yang lain.
Aku menulis ini bersama rasa bangga dan kerinduan. Rindu pada cahaya bintang-bintang,
kali ini bukan yang bertaburan di atas langit malam, melainkan bintang-bintang di tanah
pakuan. Kampus perjuangan. Merindu mereka para pejuang, yang senantiasa berupaya
memberi arti bagi bangsa dan almamater tercinta. Dan aku bangga, mengenal makhlukmahkluk idealis saat wabah pragmatisme menjangkit kehidupan para mahasiswa. Bahagia
merasakan juang bersama. Mereka yang gigih dalam berjuang, mencari terang, menerangi
dan menjaga malamnya.
Nafas Baru, Cahaya di Langit Pakuan
Memori melesat kebelakang. Mengingat kembali masa lahirnya bintang-bintang di tanah
pakuan, kampus para pejuang yang terlupakan. Jika tak ada sejarah yang dikisahkan, dan tak
ada telinga yang sudi bersabar meresapi, sampai kapanpun kisah mereka yang berjuang di
masa-masa sebelum atau setelah reformasi tak akan pernah diketahui bahkan oleh dindingdinding yang mulai meretak di kampus ini. Berharap pada media, bagai menggantang asap.
Tak banyak jejak-jejak perjuangan, yang ada adalah memori dibenak manusia dengan
keadilan dalam mengingat. Maka setelah ini, perjuangan harus senantiasa diabadikan. Bukan
untuk jumawa, namun ada asa agar perjuangan tak hanya cerita melainkan jejak yang akan
dilanjutkan oleh mereka, nafas baru dikehidupan kampus.

Mei 2014, adalah nafas baru bagi kelembagaan mahasiswa tingkat universitas. Kelembagaan
yang dulu dibangun bukan tanpa payah. Dua tahun kepemimpinan seorang calon ahli hukum,
pada akhirnya masa berganti. Apapun yang terjadi pada dua tahun tersebut, perjuangan patut
dihargai, karna bukan hal kecil mengawal kendaraan sebesar lembaga ini. Namun sejarah tak
akan pernah berbohong, bahwa ada banyak catatan dan berbagai hal harus diperbaiki. Jika tak
ada hati-hati yang kotor untuk mengubahnya, maka tak akan ada distorsi. Pun catatan-catatan
itu sudah termaktub dalam gagasan-gagasan visioner, misi perbaikan yang digelorakan
olehnya, Presiden Mahasiswa. Kehidupan organisasi mahasiswa yang sempat meredup,
kembali terang dengan harapan. Langit pakuan mulai berbintang. Dan tanah-tanah kering,
segera basah oleh peluh yang jatuh disetiap langkah, berderai disetiap nafas yang menyesak
saat meniti kepayahan merangkul para pejuang. Mengeluarkan jiwa-jiwa yang terpenjara oleh
tugas-tugas kuliah.
Langit tidak akan indah jika hanya ada 1 bintang. Betapapun terangnya, ia tak akan menjadi
gugus-gugus yang memesona. Maka, Juli 2014, genaplah nafas. Ia menjadi terasa lapang
karena bersamanya lahir tekad-tekad yang baik untuk bersama menjadi terang. Belenggu
tugas-tugas kuliah mulai terurai, perlahan. Terlihat jelas ada jiwa pejuang. Inilah buah
kepayahan, namun ini pula yang menjadi awal perjuangan. Tekad baik yang kuat dibulatkan.
Kesabaran ditempa dan siap untuk semakin menebal. Sadar bahwa kelahahiran jiwa-jiwa baru
tak selalu diingini, maka melangkah sudah satu paket dengan ikhlas, sabar dan berpayahpayah.
Nafas-nafas itu berpadu, bagai bintang yang membuat gugusan yang terang di langit kampus
ungu. Semangat progresif, aspiratif dan kreatif revolusioner menggelora bersama dengan
bebasnya belenggu keraguan. Ada asa yang menyatukan kebaikan-kebaikan itu. Tekad kuat
yang baik untuk menciptakan tatanan kampus yang bermartabat. Bersamanya kerinduan yang
menggebu, menambah kencang laju. Tekad dalam kerinduan, nafas baru yang hadir untuk
melegakan sesak himpitan jurang kehidupan. Ada cahaya di langit Pakuan.
Tekad Para Pejuang
Alam ini menyaksikan ada barisan mahasiswa yang benar-benar memijakkan kaki pada
medan juang yang selama ini masih dikecilkan. Berani adalah modalnya. Bukan hal mudah,
tapi tiada yang tak mungkin dalam hidup selama ada keyakinan dan tekad. Memulai
perjuangan ditengah banyak keraguan adalah tantangan. Ketika Ruang juang harus berisi
manusia-manusia yang luar biasa menjadi tuntutan. Namun berisi pejuang yang sudah pandai

perang masih terlalu biasa, karena berisi para pembelajar lebih berharga. Tekadnya lebih tebal
dari baja. Dan hakikatnya tanah ini adalah tempat untuk belajar. Maka betapa istimewa,
ketika masih ada jiwa yang siap ditempa untuk memikul tanggungjawab yang bukan tanpa
pengorbanan, dan masih ada hati-hati yang lapang serta siap untuk menjadi tegar dan
bijaksana dikala yang lain menghindar.
Tanah di kampus telah basah oleh keringat juang, hangat dengan rapat, diskusi, audiensi
hingga aksi. Masih ada mimpi yang selalu menggantung di setiap pandangan mata. Program
kerja adalah titian-titian yang dibuat untuk mengurai mimpi. Namun sempurnanya hasil
bukan ukuran, proses dan berkembangnya jiwa-jiwa para pelaksana lebih utama. Belajar
adalah keseharian. Metamorfosa berlangsung penuh dinamika. Jiwa-jiwa yang datang dengan
tekad, mengisi hari dengan penuh tanggungjawab. Berbeda kadarnya, namun semua berupaya
dan saling ingat mengingatkan. Pengingatan adalah kunci agar semangat terjaga.
Proses dalam jalan juang selalu mengajari banyak hal, menujukkan keistimewaan tiap jalan
dan orang-orang yang berjalan diatasnya. Kedewasaan sikap ditempa. Sadar bahwa ada
banyak kepala, ada berbagai macam cara pandang, dan beragam sifat yang harus disikapi
dengan penuh bijaksana. Perjalanan berjuang selalu ramai, penuh dinamika. Lurus-lurus saja
bukan ladang bagi pejuang. Ada berbagai terpaan sepanjang jalan disusuri, terkadang ada hati
yang mungkin belum siap disakiti. Tertatih, jatuh bangun, hingga berderai peluh dan air mata
bukan halangan untuk tetap menegakkan badan.
Dan ditengah lelah dalam menyusuri jalan perjuangan, dukungan dan cibiran adalah
keniscayaan yang selalu datang. Bersyukur atas setiap dorongan dan kekuatan yang hadir dari
sudut manapun. Bercermin atas segala koreksi. Cibiran hanya tentang waktu, yang nanti akan
menjelaskan pada mereka yang tak betul-betul tahu. Selalu ada celah membuat salah, hingga
begitu hangat saat-saat jaring aspirasi. Inilah pentingnya berdiskusi, bersatu saling
menguatkan, kemudian berpencar merangkul. Tidak ada kelas yang istimewa bagi para
aktivis dan mahasiswa biasa, ia adalah sama hak dan kewajibannya, maka melebur dengan
sesama kawan di tanah yang sama adalah kearifan.
Berjuang penuh bumbu. Memulainya sungguh lebih mudah daripada mempertahankan.
Menjaga semangat mungkin mudah, namun untuk bertanggungjawab dan berkorban,
ceritanya lebih indah. Siapa berani korbankan waktu kuliah untuk pergi aksi? Gadaikan
waktu malam untuk berdiskusi hingga pagi? Menunda tugas untuk diselesaikan di waktuwaktu istirahat di malam hari karena waktu terang habis untuk kuliah dan berjuang.

Berargumentasi dengan dosen karena ia tak nampak idealis lagi, lalu raih ancaman nilai C.
Atau, bahkan menunda waktu untuk selesaikan revisi tugas akhir dan hingga bersabar untuk
tak diwisuda tepat pada waktunya, siapa berani? Ekstrim? Ya, ini medan juang. Buruk? Tidak.
Itu hanya asumsi. Tidak ada keburukan lahir dari niat dan cara yang baik. Realita
menunjukkan, bahwa ada para pejuang yang mengorbankan hal-hal demikian. Dan tidaklah
sia-sia yang telah dilakukan. Sadar bahwa mahasiswa adalah milik para perindu kebaikan,
kesejahteraan bangsa. Alam menyaksikan betapa manis senyum mereka yang berkorban. Jika
ada wajah muram, itu hanya tentang ikhlas, yang masih terus dipelajari. Setelahnya adalah
rasa rindu untuk selalu berjuang. Peran mahasiswa dengan tugas-tugas utamanya harus
ditunaikan.
Masih banyak mimpi besar, mimpi yang digantungkan saat tekad-tekad baik dipertemukan.
Bukan hal sederhana, namun ia telah diyakini bisa. Dan sebelum mimpi itu menjadi nyata,
atau telah mengalir darah yang sama pada bakal-bakal pejuang setelahnya, maka
tanggungjawab untuk merealisasikannya belum berakhir. Teranglah bintang-bintang, bahkan
meski telah dipenghujung jalan juang. Berani untuk tetap melangkah, bertahan meski payah
bahkan disaat yang lain melemah adalah esensi perjuangan. Ia tak kenal menyerah.
Ketika kita sudah berada di jalur menuju Allah, maka berlarilah. Jika itu sulit bagimu,
maka berlari kecillah. Jika kamu lelah, berjalanlah. Dan jika itupun tak bisa merangkaklah.
Namun jangan pernah berbalik arah atau berhenti
-Imam SyafiiBintang-Bintang Kerinduan
Malam ini lagu Kemesraan mengalun demikian indah, menambah kerinduan yang hampir
membuncah. Rasanya tak percaya jika waktu hampir saja tiba, menjelaskan tentang masa
yang sudah bukan lagi milik aku dan mereka. Tak ingin cepat berlalu. Mungkin tidak lagi
banyak hal sama yang akan dipecahkan bersama, di rumah juang kita. Isu negara, kampus
atau apapun tentang kehidupan. Tapi dari perjumpaan-perjumpaan kita, dan diskusi malam
yang seringkali kita ciptakan aku percaya bahwa tidak ada perpisahan sejati di alam ini, karna
ada darah yang sama yang mengalir di tubuh kita, Darah Juang. Ada doa-doa terbaik dalam
malam-malam yang senantiasa terjaga. Kelak ialah yang akan memautkan hati-hati dan
kerinduan kita. Tekad yang kita bangun adalah cahaya yang akan berpadu dimanapun kita
kelak berjuang, berpadu bercahaya memancarkan keindahan. Terang bagai bintang.
Menerangi tak hanya langit Pakuan.

Anda mungkin juga menyukai