SAMBUTAN
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian menegaskan bahwa dalam rangka usaha mencapai
tujuan nasional, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang
berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional. Untuk
mewujudkan profesionalisme PNS ini, mutlak diperlukan
peningkatan kompetensi, khususnya kompetensi kepemimpinan
bagi para pejabat dan calon pejabat Struktural Eselon IV baik di
lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai pejabat
struktural yang berada pada posisi paling depan atau ujung tombak,
pejabat struktural eselon IV memainkan peran yang sangat penting
karena bertanggung jawab dalam mensukseskan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan secara langsung, sehingga buah karyanya dapat
dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Untuk mempercepat upaya peningkatan kompetensi tersebut,
Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan
desentralisasi dalam penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat IV. Dengan kebijakan ini,
jumlah penyelenggaraan Diklatpim Tingkat IV dapat lebih
ditingkatkan sehingga kebutuhan akan pejabat struktural eselon IV
yang profesional dapat terpenuhi. Agar penyelenggaraan Diklatpim
Tingkat IV menghasilkan alumni dengan kualitas yang sama,
walaupun diselenggarakan dan diproses oleh Lembaga Pendidikan
dan Pelatihan (Diklat) yang berbeda, maka LAN menerapkan
kebijakan standarisasi program Diklatpim Tingkat IV. Proses
iii
iv
Juli 2008
KEPALA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUNARNO
KATA PENGANTAR
Sejalan dengan upaya mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang
profesional melalui jalur pendidikan dan pelatihan (Diklat),
pembinaan Diklat khususnya Diklat Kepemimpinan (Diklatpim)
Tingkat IV ke arah Diklat berbasis kompetensi, terus dilakukan
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan
Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Salah satu upaya pembinaan
yang telah ditempuh adalah melalui penerbitan modul Diklat.
Kehadiran modul Diklatpim Tingkat IV ini memiliki nilai strategis
karena menjadi acuan dalam proses pembelajaran, sehingga
kebijakan
pembinaan
Diklat
yang
berupa
standarisasi
penyelenggaraan Diklat dapat diwujudkan. Oleh karena itu, modul ini
dapat membantu widyaiswara atau fasilitator Diklat dalam mendisain
pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta Diklat; membantu
pengelola dan penyelenggara Diklat dalam penyelenggaraan Diklat;
dan membantu peserta Diklat dalam mengikuti proses pembelajaran.
Untuk maksud inilah maka dilakukan penyempurnaan terhadap
keseluruhan modul Diklat Kepemimpinan Tingkat IV yang meliputi
substansi dan format.
vi
Jakarta,
Juli 2008
NOORSYAMSA DJUMARA
DAFTAR ISI
SAMBUTAN....
iii
KATA PENGANTAR..
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN..
A. Latar Belakang.
B. Deskripsi Singkat.
C. Hasil Belajar.
D. Indikator Hasil Belajar.
E. Materi Pokok
F. Manfaat
vii
1
1
3
4
5
5
6
BAB II
PERKEMBANGAN
INTERAKSI
SOSIAL
POLITIK ANTARA PEMERINTAH DENGAN
MASYARAKAT.................................................... 7
A. Dinamika Sistem Sosial Politik... 13
B. Kompleksitas Sistem Sosial Politik. 16
C. Keanekaragaman Sistem Sosial Politiik.. 19
D. Implikasi Bagi Kepemerintahan.. 21
E. Latihan. 23
F. Rangkuman.. 23
BAB III
PERUBAHAN PARADIGMA :
DARI GOVERNMENT MENJADI
GOVERNANCE....
vii
25
viii
A.
B.
C.
D.
27
40
46
46
49
ANALISIS
KASUS
KEPEMERINTAHAN
YANG BAIK..
A. Kasus Pertama.
B. Kasus Kedua
C. Kasus Ketiga
68
PENUTUP..
A. Simpulan..
B. Tindak Lanjut..
79
79
80
DAFTAR PUSTAKA..
81
DAFTAR DOKUMEN
83
BAB IV
BAB V
BAB VI
49
57
65
66
69
73
75
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era reformasi yang dewasa ini sedang dijalani oleh bangsa dan
negara Republik Indonesia pasca pemerintahan Orde Baru, telah
memberikan peluang bagi proses transformasi (perubahan)
struktural di segala bidang. Transformasi struktural tersebut
ditandai dengan proses demokratisasi yang semakin tumbuh dan
berkembang, pemberdayaan dan peningkatan partisipasi
masyarakat dalam berbagai bidang, penegakkan supremasi
hukum dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di
lingkungan pemerintahan, penghormatan hak-hak asasi manusia
dan masih banyak lagi dinamika perubahan interaksi sosial,
politik dan ekonomi antara pemerintah dan masyarakat.
Proses perubahan yang terjadi dewasa ini di Indonesia, tanpa
disadari memiliki kesearahan
dengan kecenderungan
perkembangan paradigma pembangunan dan pemerintahan
dalam skala global. Berbagai negara di hampir seluruh pelosok
dunia, maupun lembaga-lembaga internasional yang bergerak
dalam pemberian bantuan dan asistensi pembangunan, secara
sinergis dalam dasawarsa terakhir ini sedang bergiat melakukan
dan mempromosikan perubahan paradigma pemerintahan dan
pembangunan berdasarkan konsepsi kepemerintahan yang baik
(Good Governance).
1
B. Deskripsi Singkat
Dalam modul ini dijelaskan tentang pengertian, prinsip-prinsip
dan karakteristik kepemerintahan maupun kepemerintahan yang
baik, serta implikasi penarapannya dalam konteks
penyelenggaraan administrasi publik di Indonesia.
Mata Pendidikan dan Pelatihan ini berkaitan dengan Mata
Pendidikan dan Pelatihan Dasar-dasar Administrasi Publik
dan Mata Pendidikan dan Pelatihan Operasional Pelayanan
C. Hasil Belajar
Setelah membaca Modul Dasar-Dasar Kepemerintahan
yang Baik ini peserta mampu memahami dan menjelaskan
latar belakang dan perkembangan interaksi sosial politik
antara pemerintah dengan masyarakat (Government and
Society) dalam kehidupan masyarakat yang semakin
kompleks, dinamis, dan beranekaragam; memberikan
dasar-dasar pengertian, prinsip-prinsip, dan karakteristik
kepemerintahan (Governance) dan kepemerintahan yang
baik (Good Governance) dalam kerangka interaksi sosial
politik tersebut; serta memberikan pengetahuan dan
wawasan praktis mengenai implikasi penerapan konsep
kepemerintahan dan kepemerintahan yang baik
dalam
konteks penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,
khususnya dalam sektor-sektor pemerintahan tertentu.
D. Materi Pokok
Materi Pokok yang dibahas dalam modul Dasar-Dasar
Kepemerintahan Yang Baik adalah :
1. Latar belakang dan kepemerintahan yang baik;
2. Prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik;
3. Kasus-kasus penerapan kepemerintahan yang baik.
BAB II
Disamping itu, kepada para peserta Diklat disarankan untuk
mencermati berbagai kasus yang timbul dalam menerapkan
prinsip-prinsip
kepemerintahan
dan
karakteristik
kepemerintahan yang baik di lingkungan kerjanya, serta
mengemukakannya sebagai materi bahan diskusi dalam proses
pembelajaran.
E. Manfaat
Permasalahan pembangunan nasional dari waktu ke waktu dirasakan
Berbekal hasil belajar pada modul Dasar-Dasar Kepemerintahan
Yang Baik ini, peserta diharapkan mampu menerapkan prinsipprinsip good governance serta mampu melibatkan sektor
swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan keseluruhan atau
sebagai tugas-tugasnya, guna meningkatkan kinerja instansinya.
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
ketergantungan
dan
23
E. Latihan
1. Bagaimana kondisi sosial politik masyarakat modern dewasa
ini, dan faktor-faktor apa yang dapat menjelaskan kondisi
interaksi sosial politik antara pemerintah dengan
masyarakat ?
2. Mengapa pemerintah gagal dalam menjalankan fungsinya
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ?
3. Model pemerintahan mana yang dapat mendekati kondisi
Indonesia sekarang ini ?
F. Rangkuman
Berdasarkan uraian dalam Bab ini dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai rangkuman, sebagai berikut:
1. Bahwa hubungan antara negara/pemerintah dengan
masyarakat bukanlah merupakan hal yang sederhana dalam
masyarakat post-modern dewasa ini. Kondisi ini diwarnai
oleh dinamika, kompleksitas, dan keanekaragaman dalam
interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat,
yang mempengaruhi bagaimana pola kepemerintahan yang
harus dijalankan.
2. Kegagalan dalam interaksi sosial politik antara pemerintah
dengan masyarakat, secara umum dan mendasar adalah
disebabkan oleh pendekatan yang kurang tepat yang
dilakukan oleh Pemerintah. Dalam hal ini pemerintah kurang
atau bahkan tidak peka terhadap kondisi perkembangan
masyarakat modern bahkan post-modern yang telah semakin
24
BAB III
PERUBAHAN PARADIGMA: DARI
GOVERNMENT MENJADI
GOVERNANCE
Setelah membaca Bab III, peserta Diklat diharapkan mampu
menjelaskan konsepsi dan prinsip-prinsip kepemerintahan.
26
A.
27
28
1. Konsepsi
(Governing)
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Sebelum
menjelaskan
konsepsi
dan
pengertian
kepemerintahan, berikut ini akan diuraikan bagaimana
konteks pemerintahan dalam masyarakat kontemporer yang
dinamis, kompleks, dan beranekaragam, sebagaimana
dijelaskan oleh Kooiman (1993: 255-259). Dalam dunia
dengan karakteristik masyarakat seperti tersebut di atas, kita
dapat melihat hal sebagai berikut:
a. Permasalahan sosial dalam masyarakat pada umumnya
disebabkan oleh interaksi berbagai faktor (yang tidak
semuanya selalu dapat diidentifikasi) dan tidak bisa
dibatasi oleh sebab munculnya suatu faktor tertentu secara
terisolasi;
b. Pengetahuan politis maupun teknis mengenai berbagai
permasalahan dan kemungkinan pemecahannya, pada
kenyataannya sangat tersebar di antara berbagai aktor;
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
c. Masyarakat
PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
Bagan 1.
40
B. Prinsip-Prinsip Kepemerintahan
Telah dibahas sebelumnya bahwa konsepsi kepemerintahan pada
dasarnya merupakan sistem interaksi sosial-politik antara
pemerintah/negara dengan masyarakat modern dewasa ini yang
memiliki karakteristik yang kompleks, dinamis, dan beraneka
ragam. Dalam implementasi konsep kepemerintahan dengan
demikian tidak dapat dipisahkan antara peranan pemerintah dan
peranan masyarakat, meskipun tuntutan dari konsep
kepemerintahan dewasa ini menghendaki peranan yang lebih
dominan justru terletak di tangan masyarakat. Alasan yang
melandasinya sebenarnya sederhana saja, yaitu bahwa
permasalahan yang harus ditangani pemerintahan (governability)
dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan
meningkatkan kompleksitas, dinamika, dan keanekaragaman
kepentingan masyarakat modern dewasa ini, yang secara umum
belum dipertimbangkan dalam kerangka teori dan praktek
penyelenggaraan kepemerintahan.
Sedangkan prinsip mendasar yang melandasi perbedaan antara
konsepsi
kepemerintahan
(governance)
dengan
pola
pemerintahan yang tradisional, adalah terletak pada adanya
tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi
dan peranan masyarakat (termasuk dunia usaha dan
LSM/Ornop) semakin ditingkatkan dan semakin terbuka
aksesnya.
Mengapa dalam pola kepemerintahan dewasa ini peranan
masyarakat (society) perlu mendapatkan perhatian yang lebih
41
42
43
44
45
Tabel 1:
Perbandingan Pola Kepemerintahan Tradisional dan Kontemporer Dalam
Hubungannya dengan Kondisi Kompleksitas, Dinamika, dan Keanekaragaman
Interaksi Sosial-Politik Masyarakat
Karakteristik
Interaksi
Sosial-Politik
Kompleksita
s
Pemerintahan Tradisional
Kepemerintahan Modern
Do it Alone
Co-arrangement
Hubungan sebabakibat
Ketergantungan yang
bersifat unilateral
mekanisme feedforward
Keanekaraga
man
Pendekatan/analisis
didasarkan pada pola
perhitungan rata-rata
Perubahan
pengaturan dari
orientasi hukum dan
perundang-undangan
kepada berbagai
pengecualian.
Sumber:
46
C. Latihan
1. Mengapa paradigma penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan berubah dari sarwa negara kepada paradigma
kepemerintahan (governance) ?
2. Bagaimana konsepsi kepemerintahan (governance) dapat
dirumuskan ?
3. Apa implikasi dari rumusan konsep kepemerintahan tersebut
dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di Indonesia maupun di berbagai negara
lainnya ?
D. Rangkuman
Uraian dalam Bab ini dapat dirangkumkan dalam beberapa butir
sebagai berikut:
1. Sejalan dengan perkembangan sosial-ekonomi-politik
masyarakat di berbagai negara, khususnya di negara-negara
yang sedang berkembang, peranan negara dan pemerintah
yang sangat dominan dalam pembangunan nasional telah
cenderung bergeser ke arah peranan masyarakat dan swasta
yang lebih besar. Format interaksi antara pemerintah dengan
masyarakat telah bergeser dari paradigma klasik sarwa
negara (government) telah bergeser kearah paradigma
kepemerintahan yang berorientasi pada peranan masyarakat
madani dalam format kepemerintahan (governance).
2. Penyelenggaraan pemerintahan (governing) dalam konteks
tersebut di atas dapat diartikan sebagai proses interaksi antara
47
48
BAB IV
KEPEMERINTAHAN YANG BAIK
(GOOD GOVERNANCE)
Setelah membaca Bab IV, peserta Diklat diharapkan mampu
menjelaskan pengertian Kepemerintahan yang Baik beserta
prinsip-prinsipnya.
50
51
52
53
54
55
56
57
pelayanan dan perlindungan dari berbagai tindakan sewenangwenang, baik atas diri, hak maupun atas harta bendanya.
58
6) efisiensi,
7) efektifitas,
8) supremasi hukum
masyarakat.
59
dapat
diterima
oleh
seluruh
60
3. Transparans:
Bagir Manan (1999) mengemukakan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan yang baik bertalian dengan pelaksanaan fungsi
administrasi negara. Dalam kaitan ini di negeri Belanda (yang
juga diikuti oleh ahli hukum administrasi negara Indonesia)
dikenal prinsip-prinsip atau azas-azas umum penyelenggaraan
administrasi yang baik (algemene beginselen van behoorlijk
bestuur-general principles of good administration). Azas-azas
ini berisi pedoman yang harus dipergunakan oleh administrasi
61
62
63
5. Berorientasi
6.
64
65
C. Latihan
1. Uraikan pengertian kepemerintahan yang baik ?
2. Diskusikan dalam kelompok, mengapa diperlukan perubahan
paradigma penyelenggaraan pemerintahan ke arah
kepemerintahan yang baik ?
3. Jelaskan prinsip-prinsip dan sekaligus kharakteristik dari
kepemerintahan yang baik ?
4. Berikan gambaran dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan
kerja Saudara praktek-praktek yang mencerminkan bad
66
D. Rangkuman
1. Penyelenggaraan
pemerintahan,
pembangunan,
dan
pelayanan publik beberapa dekade belakangan ini masih
diwarnai oleh berbagai permasalahan antara lain korupsi,
kolusi dan nepotisme, dan masih terhambatnya saluran
aspirasi dan partisipasi masyarakat yang menunjukkan belum
terwujudnya Good Governance.
2. Dengan bergesernya paradigma dari Government kearah
Governance yang menekankan pada kolaborasi dalam
kesetaraan dan keseimbangan antara pemerintah, sektor
swasta dan masyarakat madani (civil society), dikembangkan
pandangan atau paradigma baru administrasi publik yang
disebut good governance. Pengertian good (baik) dalam
konsepsi tersebut mengandung dua pengertian: pertama,
nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak
rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan
rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua,
aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan
67
BAB V
ANALISIS KASUS KEPEMERINTAHAN
YANG BAIK
Setelah membaca Bab V, peserta Diklat diharapkan mampu
menganalisis kasus-kasus kepemerintahan yang baik dan
menerapkan hasil analisisnya pada pelaksanaan tugasnya
sehari-hari
68
69
Kasus ini sengaja diambil dari cuplikan pemberitaan surat kabar atau
media massa cetak, karena kasus tersebut telah bersifat publik dan
terbuka untuk umum. Pengungkapan kasus tersebut apa adanya
sesuai dengan bentuk aslinya dalam pemberitaan surat kabar, tidak
dimaksudkan untuk mendiskreditkan kedudukan organisasi
pemerintahan tertentu ataupun kelompok aparatur tertentu yang
berkaitan/terlibat. Tetapi contoh kasus ini diambil dari fenomena
yang secara nyata pernah terjadi dalam praktik penyelenggaraan
pelayanan publik dan pelaksanaan tugas administratif pemerintahan
dalam dimensi waktu, tempat, serta intensitas tertentu.
A. Kasus Pertama:
KTP DKI: Sogok, Langsung Kendur
(Sumber: Harian Kompas, Jumat, 9 November 2001, hal. 1)
Mestinya Sugiono (45), Asep (42) dan ratusan warga lainnya
yang tinggal di permukiman padat di Kelurahan Kayu Putih,
Jakarta Timur, sudah sejak lama diakui sebagai warga Jakarta.
Mereka sudah belasan tahun, bahkan ada yang sudah 21 tahun,
menetap di Ibu Kota. Ketika itu, daerah sekitar sini masih
berupa rawa dan bahkan jalan tol belum ada, kata Sugiono,
yang tinggal tak jauh dari jalan tol Cawang- Tanjung Priok.
Namun, boleh jadi, karena sebagian besar penghuni permukinan
tersebut bekerja sebagai pedagang asongan, pengumpul barang
rongsokan, kusir delman, penyapu jalanan, dan pedagang kaki
lima, Pemda DKI Jakarta tidak pernah mau mengakui
keberadaan mereka. Sampai sekarang mereka tidak pernah
70
71
72
73
B. Kasus Kedua:
Puskesmas Ditutup Karena Teror
(Sumber: Majalah Tempo, 26 November 2 Desember 2001, hal.
41)
Ini kabar unik dari Kabupaten Lombok Barat: sebuah Puskesmas
ditutup gara-gara diteror. Selama enam hari hingga Jumat pekan
lalu , Puskesmas Gunungsari tidak menerima pasien alias tutup.
Para dokter dan perawat cemas dan takut oleh teror yang
dilakukan anggota Forum Komunikasi Masyarakat Gunungsari,
sebuah LSM.
74
75
C. Kasus Ketiga:
Pesawat Terbang Buat Gubernur
(Sumber: Majalah Tempo, 26 November 2 Desember 2001, hal.
40)
Ibarat OKB (orang kaya baru), begitulah perilaku para penguasa
daerah setelah keran otonomi daerah dibuka. Merasa kaya dan
punya uang sendiri, macam-macam usul pun mereka ajukan.
Provinsi Jawa Timur, misalnya merasa kini waktunya untuk
memiliki sebuah pesawat terbang untuk gubernur. Usul ini
dimunculkan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi D
DPRD dan Kantor Dinas Perhubungan Jawa Timur, Rabu Pekan
lalu.
76
Kali ini usul datang dari anggota dewan. Pada masa Basofi
Sudirman memimpin Jawa Timur, ia juga pernah mengajukan
usul serupa, tapi tak disetujui Jakarta. Adalah Ketua Komisi D
DPRD Jatim, Edy Wahyudi, yang meletuskan usul itu. Dengan
pesawat itu katanya, Gubernur bisa lebih sering mengunjungi
rakyatnya. Contohnya, masyarakat di Pulau Bawean di Utara
provinsi tersebut, yang bisa lebih sering bertemu gubernurnya
karena hanya butuh 20 menit ke sana.
Usul itu, lucunya, disambut anggota lainnya dengan antusias.
Menurut saya, itu ide brilian, kata Fraksi PDIP DPRD Jawa
Timur, Andrianus Harsini. Meski mengakui pembelian pesawat
itu masih berupa usul, ia menyatakan hampir seluruh anggota
dewan secara informal sudah menyatakan dukungannya.
Antusiasme anggota dewan itu mengherankan. Tak biasanya
legislatif memberi kemudahan buat eksekutif. Belakangan
ketahuan, ada udang di balik batu. Kata Andrianus, pesawat itu
bisa dimanfaatkan secara bergantian antara gubernur dan
anggota dewan.
Boleh saja anggota dewan ngotot, tapi yang mau dibelikan
pesawat malah ogah. Gubernur Jawa Timur Imam Oetomo,
kepada Wahyu Dhyatmika dari Tempo, berkali-kali menegaskan
bahwa dirinya sama sekali tak punya pikiran membeli pesawat
terbang. Rencana pembelian ini belum dimasukkan dalam
program tahun 2002. Alasannya sederhana, pemerintah Jatim
belum cukup punya dana.
77
78
Latihan
Jika teks tersebut di atas telah selesai dibaca dan dipahami, buatlah
pengelompokkan peserta Diklatpim IV ke dalam tiga kelompok,
yaitu kelompok anggota DPRD, kelompok Pemerintah Daerah
(Gubernur dan Perangkatnya), dan kelompok Masyarakat Madani
(LSM dan Masyarakat Umum).
Simulasikan dalam waktu sekitar 10-15 menit sikap-sikap yang
berkembang dalam kasus tersebut, baik yang pro maupun kontra.
Diskusikan
diantara
para
peserta,
apakah
karakteristik
kepemerintahan yang baik muncul dalam kasus tersebut dan berikan
penjelasan mengapa demikian ?
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Sesuai dengan tujuan instruksional umumnya, modul DasarDasar Kepemerintahan Yang Baik untuk peserta Program
Diklatpim Golongan IV telah membahas dan menguraikan
mengenai latar belakang dan perkembangan interaksi sosial
politik antara pemerintah dengan masyarakat (government and
society) dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks,
dinamis, dan beranekaragam. Selain itu modul ini telah pula
memberikan dasar-dasar pengertian, prinsip-prinsip, dan
karakteristik kepemerintahan (governance) dan kepemerintahan
yang baik (good governance) dalam kerangka interaksi sosial
politik tersebut. Modul ini juga telah memberikan pengetahuan
dan wawasan praktis mengenai implikasi penerapan konsep
kepemerintahan dan kepemerintahan yang baik dalam konteks
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, khususnya dalam
sektor-sektor pemerintahan tertentu sebagaimana tercermin
dalam latihan analisis kasus.
Sebagai upaya untuk mendorong terwujudnya kemampuan
menganalisis permasalahan dalam penerapan kepemerintahan
yang baik dalam ruang lingkup kerja sehari-hari, modul ini telah
pula dilengkapi dengan tiga buah artikel berita media massa
sebagai contoh kasus yang sederhana, yang dapat dikembangkan
79
80
B. Tindak Lanjut
Keseluruhan materi modul yang sederhana ini diharapkan dapat
menjadi bahan pembelajaran yang cukup memadai dan efektif
dalam meningkatkan kompetensi kognitif, afektif, maupun
psikomotorik para peserta Diklatpim Tingkat IV, sehingga
mampu memiliki kemampuan menganalisis dan menerapkan
konsep dan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good
governance) dalam permanent system masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Bhatta, Gambhir, 1996, Capacity Building at the Local Level for
Effective Governance, Empowerment Without Capacity is
Meaningless.
Japan Association For Civil Service Training and Education, How
To Win Public Confidence As Government Officials: 100
Sheets For Effective And Efficient Public Administration.
LAN-BPKP, 2000, Akuntabilitas dan Good Governance, Jakarta
McKinney, Jerome B., Lawrence C Howard, 1979, Public
Administration: Balancing Power and Accountability, Oak
Park, Illinois : Moore Publishing Company, Inc.
Mustopadidjaja, AR. (1997), Transformasi Manajemen Menghadapi
Globalisasi Ekonomi, dalam Jurnal Administrasi dan
Pembangunan, Vol. 1, No. 1, 1997, ISSN 1410-5101, PP
PERSADI, Jakarta.
Mustopadidjaja, AR, dan Desi Fernanda, (2000), Manajemen
Pembangunan Nasional: Kebijakan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Pengawasan, makalah disampaikan pada
Suskomsos TNI TA 1999/2000, SESKO TNI, LAN-RI,
Bandung, 28 Februari 2000.
Osborne, David, and Ted Gaebler, (1992), Reinventing Government:
How Entrepreneurial Spirit is Transforming The Public
Sector,
Reading,
Massachusetts:
Addison-Wesley
Publishing Co.Inc.
Senge, Peter M, 1994, The Fifth Discipline, Sydney, Random House
Australia Pty.Ltd.
Supriyadi, Gering, Drs., MM. (2001), Modul Diklat Pajabatan
Golongan III : Etika Birokrasi, Jakarta, LANRI.
Syafiie, Inu Kencana, Djamaludin Tandjung, dan Supardan
Mordeong, (1999), Ilmu Administrasi Publik, Jakarta,
Penerbit Rineka Cipta.
81
82
DAFTAR DOKUMEN
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 Tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara Tahun 1999-2004.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Daerah.
83