Anda di halaman 1dari 9

Modul 3 Pendidikan Pancasila

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Disusun Oleh: Gadis Ranti, S.H., M.Kn

BAB 3
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Capaian Pembelajaran
Kompetensi Umum :
- Setelah mengikuti matakuliah ini, mahasiswa semester 1 (satu) mampu menjelaskan
Pancasila sebagai sistem Filsafar
- Setelah mengikuti matakuliah ini, mahasiswa semester 1 (satu) mampu melaksanakan
nilai-nilai yang terdapat dalam setiap sila-sila dalam Pancasila dalam kehidupan seharihari.
- Setelah mengikuti matakuliah ini, mahasiswa semester 1 (satu) mampu mengubah sikap
dan perilakunya selama ini yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila dan menjadi
pribadi yang berkarakter Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia.
Kompetensi Softskills :
Setelah mengikuti matakuliah ini, mahasiswa semester 1 (satu) mahasiswa yang mampu
mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan
bangsa, serta penguatan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat
berlandaskan Pancasila untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal dan eksternal
masyarakat Indonesia.
Kemampuan Akhir:
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian filsafat, filsafat Pancasila
Latar belakang
Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia mengandung pengertian sebagai
hasil perenungan mendalam dari para tokoh pendiri negara (the founding fathers) ketika
berusaha menggali nilai-nilai dasar dan merumuskan dasar negara untuk di atasnya
didirikan negara Republik Indonesia. Hasil perenungan itu secara resmi disahkan
bersamaan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun
1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945
sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung pemikiran tentang manusia yang
berhubungan denganTuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat
bangsa yang semua itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai sistem
filsafat, Pancasila memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lain
yang ada di dunia, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme
dan lain sebagainya. Kekhasan nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila
berkembang dalam budaya dan peradaban Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas

A.

Modul 3 Pendidikan Pancasila


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Disusun Oleh: Gadis Ranti, S.H., M.Kn

kerohanian bangsa dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai


filsafat Pancasila, baik sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup (Weltanschauung)
bangsa maupun sebagai jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist) nasional, memberikan
identitas dan integritas serta martabat bangsa dalam menghadapi budaya dan
peradaban dunia.
B. Pengertian, Objek dan Cabang Filsafat
Secara etimologi, Filsafat berasal dari kata Pjilosophia, philo: cinta, sophia:
kebijakan kearifan/hikmah/hakikat kebenaran. Dalam arti umum filsafat berarti ilmu
yang paling umum serta mengandung usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan
(D. Runes dalam Syahrial Syarbaini, 2011:18). Jadi berfilsafat berarti berpikir secara
mendalam mengenai eksistensi sesuatu. Selain indikator tersebutuntuk menentukan
apakah berfikir kita termasuk kegiatan berfilsafat atau tidak maka dapat diidentifikasi
dari

karakteristik

berpikir

filsafat

itu

sendiri,

antara

lain:

1. Bersifat menyeluruh (seorang filsuf tidak akan puas mengenal ilmu dari sudut pandang
ilmunya saja, dia melihat sesuatu dalam konstelasi pengetahuan lainnya.
2. Bersifat mendasar (tidak percaya begitu saja tentang sesuatu, mengapa, bagaimana,
apakah kiriterianya terpercaya dsb)
3. Bersifat spekulatif (proses mendapatkan kebenaran secara hakiki dengan melakukan
pembuktian atas suatu praduga) (Jujun S. Suriasumantri, 2001: 21-22)
Objek Filsafat meliputi:
Objek Materia : Mengenai egala sesuatu yang ada dan mungkin, dianggap dan
diyakini ada seperti manusia, dunia, Tuhan

Objek Forma : Untuk mengerti segala sesuatu yang ada sedalam-dalamnya,


hakikatnya
Kegiatan berfikir bagi manusia merupakan hal yang paling mendasar dalam

seluruh aktivitas kehidupannya sehingga seluruh bidang kehidupan manusia menjadi


media untuk berfikirnya manusia. Namun demikian bidang penyelidikan filsafat dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Aspek ontologi: Ilmu yang menyelidiki hakekat keberadaan sesuatu (Aristoteles,
dalam Syahrial S, 2011:22). Jadi ontologi meliputi penyelidikan tentang makna
keberadaan, sumber ada, dan hakikat ada, yang pada akhirnya bagi yang beriman
adalah Causa Prima yaitu Tuhan YME

Modul 3 Pendidikan Pancasila


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Disusun Oleh: Gadis Ranti, S.H., M.Kn

2. Aspek Epistemologi: Cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode
dan validitas ilmu pengetahuan (Runes, dalam Syahrial S, 2011:23). Jadi aspek ini
berkaitan dengan bagaimana proses sesuatu itu ada, mengapa ada
3. Aspek Aksiologi: Istilah Yunani kuno yang artinya nilai,manfaat. Dalam pengertian
modern, aksiologi berarti teori nilai yakni sesuatu yang diinginkan atau disukai.
C. Tujuan dan Kegunaan Filsafat
Tujuan Teoritis : berusaha untuk mencapai kenyataan, atau untuk mencapai hal yang
nyata
Tujuan praktis : dari filsafat yang teooritis diperoleh pedoman hidup, guna
dipraktikkan dan dijadikan pedoman dalam praktik kehidupan
Kegunaan Filsafat: memberikan ketekunan dan dinamika dalam mencari kebenaran,
arti dan makna hidup
D. Pancasila sebagai sistem Filsafat/ Falsafah Pancasila
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional
tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan
untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan
jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding fathers Indonesia, yang
dituangkan dalam suatu sistem (Abdul Gani, 1998).
Pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir atau pemikiran
yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil, bijaksana, dan paling
sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaannya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan bahwa
Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi
Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat (Kristen),
dan Arab (Islam). Filsafat Pancasila menurut Soeharto telah mengalami Indonesianisasi.
Semua sila dalam Pancasila adalah asli diangkat dari budaya Indonesia dan selanjutnya
dijabarkan menjadi lebih rinci ke dalam butir-butir Pancasila.

Modul 3 Pendidikan Pancasila


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Disusun Oleh: Gadis Ranti, S.H., M.Kn

Filsafat Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat


Pancasila tidak hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak hanya
bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut
dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life atau weltanschauung) agar
hidup bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia
maupun di akhirat (Salam, 1988:23-24).
E. Kefilsafatan Pancasila
Sebagai filsafat, Pancasila memiliki dasar ontologis, epistemologis, dan
aksiologis, seperti diuraikan di bawah ini.
1. Dasar Ontologis Pancasila
Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itu
benar-benar ada dalam realitas dengan identitas dan entitas yang jelas. Melalui
tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status istilah yang digunakan,
isi dan susunan sila-sila, tata hubungan, serta kedudukannya. Dengan kata lain,
pengungkapan secara ontologis itu dapat memperjelas identitas dan entitas Pancasila
secara filosofis.
Kaelan (2002: 69) menjelaskan dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak mono-pluralis. Manusia Indonesia
menjadi dasar adanya Pancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukung pokok silasila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas
susunan kodrat raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Kaelan, 2002:72).
2. Dasar Epistemologis Pancasila
Epistemologi Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan Pancasila.
Pancasila itu lahir sebagai respon atau jawaban atas keadaan yang terjadi dan dialami
masyarakat bangsa Indonesia dan sekaligus merupakan harapan. Diharapkan
Pancasila menjadi cara yang efektif dalam memecahkan kesulitan hidup yang
dihadapi oleh masyarakat bangsa Indonesia.

Modul 3 Pendidikan Pancasila


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Disusun Oleh: Gadis Ranti, S.H., M.Kn

Kaelan (2002: 96) mengemukakan bahwa Pancasila merupakan pedoman atau


dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia,
masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
3. Dasar Aksiologis Pancasila
Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi,
Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang, karena
Pancasila bukan nilaiyang ada dengan sendirinya (given value) melainkan nilai yang
diciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalam Pancasila hanya
bisa dimengerti dengan mengenal manusia Indonesia dan latar belakangnya.
Nilai berhubungan dengan kajian mengenai apa yang secara intrinsik, yaitu
bernilai dalam dirinya sendiri dan ekstrinsik atau disebut instrumental, yaitu bernilai
sejauh dikaitkan dengan cara mencapai tujuan.
Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau
instrumental.
F. Hakikat Sila-Sila Pancasila
Kata hakikat dapat diartikan sebagai suatu inti yang terdalam dari segala sesuatu
yang terdiri dari sejumlah unsur tertentu dan yang mewujudkan sesuatu itu, sehingga
terpisah dengan sesuatu lain dan bersifat mutlak. Ditunjukkan oleh Notonagoro (1975:
58), hakikat segala sesuatu mengandung kesatuan mutlak dari unsur-unsur yang
menyusun atau membentuknya.
Terkait dengan hakikat sila-sila Pancasila, pengertian kata hakikat dapat
dipahami dalam tiga kategori, yaitu:
1. Hakikat abstrak yang disebut juga sebagai hakikat jenis atau hakikat umum yang
mengandung unsur-unsur yang sama, tetap dan tidak berubah. Hakikat abstrak silasila Pancasila menunjuk pada kata: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
dan keadilan.
2) Hakikat pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus, artinya terikat kepada
barang sesuatu. Hakikat pribadi Pancasila menunjuk pada ciri-ciri khusus sila-sila
Pancasila yang ada pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai-nilai agama, nilainilai kebudayaan, sifat dan karakter yangmelekat pada bangsa Indonesia sehingga

Modul 3 Pendidikan Pancasila


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Disusun Oleh: Gadis Ranti, S.H., M.Kn

membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa yang lain di dunia. Sifat-sifat dan ciriciri ini tetap melekat dan ada pada bangsa Indonesia. Hakikat pribadi inilah yang
realisasinya sering disebut sebagai kepribadian, dan totalitas kongkritnya disebut
kepribadian Pancasila.
3) Hakikat kongkrit yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya. Hakikat
kongkrit Pancasila terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara. Dalam
realisasinya, Pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksanaan
praktis dalam kehidupan negara, bangsa dan negara Indonesia yang sesuai dengan
kenyataan sehari-hari, tempat, keadaan dan waktu. Dengan realisasi hakikat kongkrit
itu, pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan negara setiap hari bersifat dinamis,
antisipatif, dan sesuai dengan perkembangan waktu, keadaan, serta perubahan zaman
(Notonagoro, 1975: 58-61).
G. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila yang berisi lima sila, merupakan satu kesatuan utuh. Kesatuan sila-sila
Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut:
1. Kesatuan sila-sila Pancasila dalam struktur yang bersifat hirarkis dan berbentuk
piramidal
Susunan secara hirarkis mengandung pengertian bahwa sila-sila Pancasila
memiliki tingkatan berjenjang, yaitu sila yang ada di atas menjadi landasan sila yang
ada di bawahnya. Sila pertama melandasi sila kedua, sila kedua melandasi sila ketiga,
sila ketiga melandasi sila keempat, dan sila keempat melandasi sila kelima. Pengertian
matematika piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hirarkis sila-sila
Pancasila menurut urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya
(kwalitas). Dengan demikian, diperoleh pengertian bahwa menurut urut-urutannya,
setiap sila merupakan pengkhususan dari sila-sila yang ada dimukanya. Dalam
susunan hirarkis dan piramidal, sila Ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis
kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial.
2. Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi
Sila-sila

Pancasila

sebagai kesatuan

dapat

dirumuskan

pula dalam

hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam kerangka hubungan hirarkis


piramidal seperti di atas. Dalam rumusan ini, tiap-tiap sila mengandung empat sila
lainnya atau dikualifikasi oleh empat sila lainnya. Untuk kelengkapan hubungan

Modul 3 Pendidikan Pancasila


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Disusun Oleh: Gadis Ranti, S.H., M.Kn

kesatuan keseluruhan sila-sila Pancasila yang dipersatukan dengan rumusan hirarkis


piramidal tersebut, berikut disampaikan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling
mengisi dan saling mengkualifikasi.
a) Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
b) Sila kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/ perwakilan, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
c) Sila ketiga; persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan YME,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia;
d) Sila keempat; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
e) Sila kelima; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berkerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan/perwakilan (Notonagoro,1975: 43-44).


3. Majemuk Tunggal Yang Bersifat Organis
Majemuk tunggal artinya terdiri dari 5 sila, namun merupakan kesatuan yang
bulat dan utuh. Setiap sila tidak dapat dipisahkan dengan yang lain agar maknanya
tidak berubah. Satu kesatuan organis maksudnya masing-masing sila mempunyai
kedudukan yang mutlak, sila yang satu menentukan keberadaan sila yang lainnya

Modul 3 Pendidikan Pancasila


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Disusun Oleh: Gadis Ranti, S.H., M.Kn

H. Sifat Keseimbangan Pancasila


Pancasila sebagai dasar filsafat negara ini secara mutlak terlekat pada
kelangsungan kehidupan negara Indonesia, karena Pancasila mempunyai 3 sifat
keseimbangan pokok yang laingsung berhubungan dengan kehidupan kenegaraan, yaitu:
1. Keseimbangan Konsensus Nasional
Dalam proses penetapan Pancasila sebagai dasar negara, terjadi perdebatanperdebatan akibat perbedaan pendapat dan cita-cita dlam mendirikan negara merdeka,
khususnya antara golongan agama yaitu Islam dan golongan kebangsaaan atau
nasionalis. Golongan Islam pada waktu itu memperjuangkan pembentukan negara
Islam, yaitu negara yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam, tetapi golongan
kebangsaaan atau nasionalis menolaknya karena menginginkan suatu negar sekuler,
yaitu negar yang tidak berurusan dengan agama. Pancasila diusulakn sebagai jalan
tengah yang mempertemukan kedua ide atau pendapat itu, dan akhirnya semua pihak
menerimanya. Dengan demikian Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia merupakan suatu konsensus bersama dan merupakan perjanjian luhur yang
harus dipegang teguh untuk mencegah perpecahan, ketegangan, dan konflik sosial,
dan untuk memelihara persatuan dan perdamaian antar golongan.
Jadi keseimbangan pertama dalam Pancasila adalah sebagai konsensus
bersama yang mempertemukan antara ide golongan Islam di satu pihak dan ide
golongan nasionalis di lain pihak untuk menegakkan negara Pancasila yang dapat
disebut sebagai negara Theis Demokratis, dan oleh karena itu dapat menyatukan
seluruh rakyat Indonesia.
2. Keseimbangan Sistem Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan Indonesia pada dasarnya adalah menyeimbangkan
antara sifat individu dan sifat sosial, yang keduanya merupakan sifat kodrat manusia.
Mementingkan salah satu sifat kodrat akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Suatu masyarakat jika hanya mementingkan sifat
individu yang berlebih-lebihan akan mewujudkan sistem masyarakat yang
individualis atau liberalis yang selalu menonjolkan hak-hak individu mengabaikan
hak bersama, sehingga sering timbul juga hak individu yang dapat menguasai hajat
hidup orang banyak.

Modul 3 Pendidikan Pancasila


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Disusun Oleh: Gadis Ranti, S.H., M.Kn

Sebaliknya jika suatu masyarakat hanya mementingkan sifat sosial saja


mengabaikan sifat individu, mewujudkan sistem masyarakat yang kolektif atau
komunis, tidak mengakui hak individu , yang adalah hak bersama sehingga hak
pribadi diabaikan, yang secara berlebih-lebihan menonjolkan masyarakat dan seolaholah menelan individu.
Masyarakat Indonesia selalu menyeimbangkan dua sifat kodrat tersebut yang
ajarannya terkandung dalam ajaran Pancasila, sehingga Pancasila merupakan ajaran
keseimbangan

hidup

dalam

bermasyarakat

dan

berbangsa.

Jadi

sebagai

keseimbangan kedua, Pancasila adalah menyeimbangkan sifat individu dan sifat


sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga Pancasila
merupakan titik perimbangan yang dapat mempertemukan aliran individualisme dan
aliran kolektivisme untuk menegakkan negara modern yang menempuh jalan tengah
dengan aliran monodualisme atau disebut Negara Monodualis atau juga disebut
negara berfaham integralistik
3. Keseimbangan Sistem Kenegaraan
Pancasila merupakan sintesis antara dasar-dasarkenegaraan modern tentang
sistem demokrasi dengan tradisi lama kehidupan bangsa Indonesia yaitu sistem
musyawarah mufakat, untuk menegakkan negara modern. Atau dapat dikatakan juga
sintesis antara ide-ide besar dunia dengan ide-ide asli Indonesia. Jadi merupakan
paham dialektik kenegaraan, yang bertitik tolak dari paham bangsa yang hidup
bersama dalam kekeluargaan bangsa-bangsa, sehingga terbuka untuk pemikiran baru
yang tetap berlandaskan Pancasila, dan negaranya disebut juga Negara Dialektik,
yaitu selalu menyesuaikan dengan pola pemikiran bangsa Indonesia dalam
bermasyarakat dan bernegara yang berlandaskan Pancasila. Keseimbangan ketiga ini
menunjukkan juga bahwa Pancasila adalah terbuka untuk penafsiran baru yang
berasaskan kodrat manusia

Anda mungkin juga menyukai