UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
PERTEMUAN V
Pokok Bahasan : Sistem dan Struktur Sosial Budaya Indonesia
Sub Pokok Bahasan : Makna, Unsur dan Fungsi Sistem Sosial serta Aspek-Aspek
Struktur Sosial Budaya Indonesia.
Tujuan Pembelajaran Umum : Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan sistem dan
struktur sosial budaya Indonesia
Tujuan Pembelajaran Khusus: Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan makna dan
fungsi sistem sosial serta aspek-aspek struktur sosial budaya
Indonesia
A. MATERI PEMBELAJARAN
1. Makna dan Definisi Sistem Sosial
Secara etimologis, istilah sistem berasal dari bahasa Yunani systema, yang berarti
sehimpunan dari bagian atau komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain
secara teratur, saling ketergantungan yang merupakan suatu keseluruhan.
Ditinjau secara sosiologis, kehidupan sosial berlangsung dalam suatu wadah yang
disebut masyarakat. Dalam konteks pemikiran sistem, masyarakat dipandang sebagai sebuah
sistem yang disebut sistem sosial. Menurut Talcott Parsons, dalam buku The Social System
sebagaimana dikutip oleh Lauer (1993:108), sistem sosial adalah para aktor individual yang
saling berinteraksi dalam suatu situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek
lingkungan fisik atau psikis, yang terdorong ke arah kecenderungan untuk mengoptimalkan
kebahagiaan, dan antar hubungan mereka diatur menurut sistem yang teratur secara kultural
serta mempunyai simbol-simbol bersama.
Sistem sosial merupakan suatu pola interaksi sosial yang terdiri dari komponen-
komponen sosial yang teratur dan melembaga. Beberapa karakteristik sistem sosial adalah :
a. Merupakan kumpulan dari beberapa unsur/komponen/subsistem yang dapat ditemukan
dalam kehidupan masyarakat.
b. Cenderung akan selalu mempertahankan ekuilibrium atau keseimbangan, keteraturan
merupakan norma dalam sistem. Jika terjadi penyimpangan atau ketidakteraturan dari
norma, maka sistem akan berusaha menyesuaikan diri dan mencoba kembali ke keadaan
semula.
Secara ontologis, objek sosiologi sebagai ilmu/ilmu pengetahuan adalah masyarakat
(society), yang dilihat dari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari
hubungan manusia di dalam masyarakat. Agak sukar untuk memberikan suatu batasan
tentang masyarakat karena istilah masyarakat terlalu banyak mencakup pelbagai faktor
sehingga kalaupun diberikan suatu definisi yang berusaha mencakup keseluruhannya, masih
ada juga yang tidak memenuhi unsur-unsurnya.
Beberapa orang sarjana telah memberikan definisi tentang masyarakat (society)
sebagaimana dikutip oleh Soekanto (2009:22), seperti berikut ini:
a. R.M. Maclver dan Charles H. Page, masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata
cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan
pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu
berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial,
dan masyarakat selalu berubah.
b. Ralph Linton, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap
diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan
jelas.
c. Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang
menghasilkan kebudayaan.
Walaupun definisi dari sarjana-sarjana tersebut berlainan, pada dasarnya isinya sama,
yaitu masyarakat yang mencakup beberapa unsur sebagai berikut :
a. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada
ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus
ada. Akan tetapi, secara teoretis angka minimnya adalah dua orang yang hidup bersama.
b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan
kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Karena
dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu
juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti mereka juga mempunyai keinginan-
keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat
hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antarmanusia dalam kelompok tersebut.
c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan
kebudayaan karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan lainnya.
Dengan demikian, menurut Soekanto (2009:24), setiap masyarakat mempunyai
komponen-komponen dasarnya, yakni sebagai berikut.
a. Populasi, yakni warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari sudut pandangan
kolektif. Secara sosiologis, aspek-aspek sosiologis yang perlu dipertimbangkan adalah
misalnya, aspek-aspek genetik yang konstan; variabel-variabel genetik; variabel-variabel
demografis.
b. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa dari kehidupan bersama yang mencakup
sistem lambang-lambang dan informasi.
c. Hasil-hasil kebudayaan materiil.
d. Organisasi sosial, yakni jaringan hubungan antara warga-warga masyarakat yang
bersangkutan, yang antara lain mencakup warga masyarakat secara individual; peranan-
peranan; kelompok-kelompok sosial; dan kelas-kelas sosial.
e. Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya.
Terdapat berbagai perspektif tentang masyarakat yang digunakan dalam sosiologi,
yang menurut Horton dan Hunt, masing-masing memandang masyarakat secara berbeda,
yaitu perspektif evolusioner, interaksionis, fungsionalis, dan konflik (1996:24). Perspektif
evolusioner memusatkan perhatiannya pada urut-urutan berlakunya perubahan masyarakat.
Perspektif interaksionis memusatkan perhatian pada hubungan sehari-hari dan perilaku
individu serta kelompok menurut keadaan sebenarnya. Perspektif fungsionalis memandang
masyarakat sebagai suatu sistem yang saling berhubungan, masing-masing kelompok
memainkan suatu peranan dan setiap pelaksanaan membantu bekerjanya sistem tersebut.
Perspektif konflik memandang ketegangan dan perjuangan kelompok sebagai kondisi normal
suatu masyarakat, stabilitas dan konsensus nilai merupakan ilusi yang disusun dengan hati-
hati untuk melindungi kelompok yang dapat hak-hak istimewa.
3. Struktur Sosial
Di masyarakat manapun, menurut Nasikun, struktur sosial yang ada umumnya
ditandai dua cirinya yang khas, yaitu:
a. Secara vertikal, struktur sosial masyarakat ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan
antar kelas sosial dan polarisasi sosial yang cukup tajam. Inilah yang disebut stratifikasi
sosial.
b. Secara horisontal, masyarakat ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial
berdasarkan perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, ras, profesi, adat serta perbedaan
kedaerahan. Inilah yang disebut diferensiasi sosial (dalam Narwoko dan Suyanto,
2004:174).
Dikemukakan lebih lanjut bahwa stratifikasi sosial muncul karena ketimpangan
distribusi dan kelangkaan barang berharga yang dibutuhkan masyarakat, seperti uang,
kekuasaan, pendidikan, keterampilan, dan semacamnya. Diferensiasi sosial muncul karena
pembagian kerja, perbedaan agama, ras (pengelompokan individu atas dasar ciri fisik), etnis
(pengelompokan individu atas dasar ciri persamaan kebudayaan, seperti bahasa, adat, sejarah,
sikap, wilayah), atau perbedaan jenis kelamin.
4. Diferensiasi Sosial
Beberapa wujud diferensiasi sosial yang menonjol diantaranya atas dasar ras, etnik,
agama, dan jenis kelamin. Menurut Hunt dan Norton, ras adalah suatu kelompok manusia
yang agak berbeda dengan kelompok-kelompok lainnya selain dalam segi ciri-ciri fisik
bawaan, dalam banyak hal juga ditentukan oleh pengertian yang digunakan oleh masyarakat
(dalam Narwoko dan Suyanto, 2004:175).
Perbedaan masyarakat atas dasar prinsip evolusi rasial dikemukakan oleh E.von
Eickstedt yaitu:
a. Leukoderm (leuko artinya putih). Termasuk dalam ras ini Europid, Polinesid, Weddid,
Ainuid, dengan ciri-ciri umum: wajah dan bagian-bagiannya menonjol, rambut lurus
hingga berombak, hidung sempit, tinggi, pigmentasi agak terang. Contoh orang-orang
Eropa dan Polinesia.
b. Melanoderm (melano artinya hitam). Termasuk di dalam ras ini adalah Negrid,
Melanesid, Pigmid, Australid, dengan ciri-ciri umum : warna kulit agak gelap, rambut
agak keriting, hidung sangat lebar, wajah prognat, bibir sangat tebal. Contoh, orang
Afrika,Aborigin di Australia, dan Melanesia.
c. Xantoderm (xanto artinya kuning). Termasuk di dalam ras ini adalah Mongoloid,
Indianid, Khoisanid, dengan ciri-ciri umum : wajah mendatar dengan pangkal hidung
rendah dan pipi menonjol ke depan, celah mata mendatar, rambut hitam, lurus tebal,
warna kulit kekuningan. Contoh, orang Asia, Indian, Eskimo, dan bangsa Khoisan di
Afrika.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi, perbedaan masyarakat ras akhirnya
makin lama makin kompleks karena masyarakat manusia semakin terbuka, baik secara
budaya, sosial maupun secara geografis.
Golongan etnik atau suku bangsa didasarkan kepada persamaan kebudayaan. Menurut
Koentjaraningrat, istilah suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh
kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Di Indonesia kita mengenal beberapa
etnik, Jawa, Sunda, Batak, Minang, Cina, Dayak dan sebagainya. Keberadaan kelompok etnik
ini tidak selamanya permanen dan bahkan acapkali hilang karena adanya asimilasi dan
amalgamasi. Di beberapa negara, akibat globalisasi dan keterbukaan kecenderungan
terjadinya asimilasi dan amalgamasi makin lama makin meningkat.
Agama menurut Emile Durkheim ialah suatu sistem terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci, dan bahwa kepercayaan
dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas
moral yang dinamakan umat (dalam Sunarto, 2004:67). Di Indonesia agama yang secara
resmi diakui oleh negara ialah Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan
Konghucu. Dengan keragaman agama yang dianut seperti itu, maka berbagai upaya yang
mengarah kepada tumbuh kembangnya sikap toleran, saling menghormati perbedaan serta
kerukunan hidup antar pemeluk agama menjadi sangat penting.
Di masa yang lalu, termasuk dalam masyarakat primitif dan tradisional, seringkali
perbedaan jenis kelamin melahirkan perlakuan dan pengaturan hak-hak dan kewajiban yang
berbeda, bahkan menempatkan kaum perempuan lebih rendah dari laki-laki. Seiring dengan
gerakan emansipasi serta demokratisasi, keterbukaan dan hak asasi manusia pada tatanan
pergaulanantarbangsa, maka sangat terasa pula pengaruhnya di Indonesia. Seiring dengan
semakin tingginya tingkat pendidikan yang diraih kaum perempuan, termasuk di Indonesia,
maka saat ini kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan sudah menjadi salah satu
bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya tergambar dari makin banyaknya
perempuan yang duduk pada jabatan-jabatan publik, baik legislatif, eksekutif maupun
yudikatif. Terkait dengan ini, saat ini muncul pula istilah kesetaraan gender. Konsep gender
menurut Giddens sebagaimana dikutip Sunarto merupakan perbedaan psikologis, sosial dan
budaya antara laki-laki dengan perempuan (2004:110).
5. Stratifikasi Sosial
Menurut Pitirim A. Sorokin, sebagaimana dikutip Soekanto, bahwa sistem lapisan
merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur (2009:197).
Hal ini terkait dengan adanya penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam
masyarakat yang kemudian menjadi pembeda posisi seseorang atau suatu kelompok dalam
atau benda-benda yang bernilai ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan
dalam agama atau mungkin juga keturunan yang terhormat.
Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut dalam sosiologi dikenal dengan social
stratification. Kata stratification berasal dari stratum (jamaknya: strata yang berarti lapisan).
Pitirim A. Sorokin dalam buku Social and Cultural Mobility, sebagaimana dikutip oleh
Soekanto, mengatakan bahwa social stratification adalah pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas-
kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Selanjutnya menurut Sorokin, dasar dan inti lapisan
masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban, dan
tanggung jawab nilai-nilai sosial pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
Pelapisan sosial menurut Soekanto adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkis). Sistem lapisan sosial tersebut dapat
terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama. Pedoman
untuk meneliti pokok-pokok terjadinya proses lapisan dalam masyarakat menurut Soekanto
(2009:201) sebagai berikut:
a. Pada sistem pertentangan yang ada dalam masyarakat, sistem demikian hanya
mempunyai arti khusus bagi masyarakat tertentu.
b. Sistem lapisan sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur antara lain; (1)
Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti penghasilan, kekayaan, keselamatan;
(2) Sistem pertanggaan yang diciptakan oleh para warga masyarakat (prestise dan
penghargaan); (3) Kriteria sistem pertentangan dapat berdasarkan kualitas pribadi,
keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan; (4) Lambang-
lambang kedudukan seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan
pada suatu organisasi; (5) Mudah sukarnya bertukar kedudukan; serta, (6) Solidaritas
diantara individu atau kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam
sistem sosial.
Gerhard E. Lenski dalam buku Power and Previlase. A Theory of Social
Stratification, yang dikutip oleh Poloma (1994:165), menyatakan bahwa terdapat determinan-
determinan utama struktur sosial dalam sejarah manusia, yaitu:
a. Warisan genetika manusia (yaitu, peralatan serta kecenderungan perilaku dengan mana
setiap orang terlibat dalam proses-proses evolusi organis).
b. Teknologi yang secara perlahan-lahan dibentuk untuk mempertinggi warisan ini.
c. Rintangan-rintangan lingkungan bagi kegiatan manusia serta perkembangan teknologi,
khususnya lingkungan yang menghambat arus informasi dari masyarakat lain.
d. Persaingan keras di antara masyarakat dalam upaya mempertahankan basis sumber-
sumber teritorial.
B. RANGKUMAN
Kehidupan masyarakat beserta segala aspeknya merupakan suatu sistem. Didalamnya
terdapat berbagai unsur yang satu dengan yang lain saling terhubung, berinteraksi dan
ketergantungan. Terdapat beberapa fungsi dalam sistem sosial yang menjadikan berbagai
aktivitas dalam masyarakat berjalan dengan semestinya. Warga masyarakat juga tersusun
dalam struktur yang membedakannya baik secara horisontal maupun secara vertikal.
Kanekaragaman anggota atau warga masyarakat telah memberikan warna dan suasana yang
menjadikan kehidupan masyarakat dan dunia pada umumnya menjadi menarik. Kehidupan
masyarakat juga ditandai oleh adanya gerak sosial yang dalam realitanya telah melahirkan
aneka macam aktivitas yang beraneka ragam
C. REFERENSI
Herimanto dan Winarno. 2011. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:Bumi Aksara
Hertati dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka
Keller, Suzanne. 1995. Penguasadan Kelompok Elit. Peranan Elit Penentu Dalam Masyarakat
Modern. (Penerjemah: Zahara D. Noer). Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Lauer, Robert H.1993. Perspektif Tentang Perubahan Sosial (Penerjemah : Alimandan).
Jakarta : PT Rineka Cipta
Maran, Rafael Raja. 2000. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Narwoko dan Bagong Suyanto, 2004. Sosiologi. Teks Pengantar dan Terapan.Jakarta :
Prenanda Media.
Poloma, Margaret M.1994. Sosiologi Kontemporer (Penerjemah : Yasogama). Jakarta : PT
RajaGafindo Persada.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.