Anda di halaman 1dari 150

BUKU LAPORAN

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH


PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAW A TIMUR

BADAN LINGKUNGAN HIDUP (B L H)


Jl. Wisata Menanggal No. 38 Telp. (031) 8543852-53 Fax. 8543851
SURABAYA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena atas ijin dan kemurahan-NYA, Laporan
Status Lingkungan Hidup Daerah (LSLHD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 ini dapat
diselesaikan sesuai dengan pedoman umum penyusunan Laporan Status Lingkungan
Hidup Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Kementerian Negara Lingkungan Hidup
Tahun 2009.
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 ini
disusun dalam rangka memenuhi amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 ayat 2 yaitu setiap orang
berhakmendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan
akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Serta
untuk mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan dalam
setiap tahunnya, sehingga terjamin akses informasi lingkungan yang terkini dan akurat.
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 berisi
analisis keterkaitan atau hubungan sebab akibat dimana kegiatan manusia memberikan
tekanan kepada lingkungan (pressure) dan menyebabkan perubahan pada sumber daya
alam dan lingkungan baik secara kualitas maupun kuantitas (state), yang selanjutnya
umpan balik terhadap tekanan melalui kegiatan manusia (response).
Karena itu saya sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
atas segala sumbangan pemikiran sehingga terselesainya Laporan Status Lingkungan
Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2010.
Akhirnya, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pelaksanaan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup di Jawa Timur, dan tak lupa kami mohon saran dan
masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan Laporan Status Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi Jawa Timur yang akan datang.

Surabaya,
Maret 2010
KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP
PROVINSI JAWA TIMUR

INDRA WIRAGANA, SH
Pembina Utama Madya
NIP. 510 090 148

GUBERNUR JAWA TIMUR

SEKAPUR SIRIH

Kualitas dan kuantitas DAS Brantas secara signifikan menurun dari tahun ke
tahun, hal ini terjadi karena tidak menyatunya kegiatan perlindungan fungsi lingkungan
hidup dengan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, sehingga sering melahirkan
konflik kepentingan antara ekonomi sumber daya alam dan lingkungan. Hutan yang
seharusnya dijaga jenis dan luasannya ditebang dan dialih fungsikan, akibatnya jumlah
mata air DAS Brantas menurun drastis sebesar 50%. Belum lagi limbah domestik,
peternakan, pertanian dan industri yang dibebankan pada DAS Brantas menyebabkan
kualitas DASBrantas bergeser dari peruntukannya.
Kondisi lingkungan hidup di Jawa Timur terangkum dalam Laporan Status
Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010yang
merupakanwujud aplikasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam hal keterbukaan informasi. Laporan SLHD ini
dapat digunakan dalam menilai dan menentukan prioritas masalah, dan membuat
rekomendasi bagi
penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan
berkelanjutanPemerintah Provinsi Jawa Timur.
Keberhasilan pembangunan berkelanjutan tidak terlepas dari peran serta
masyarakat, karena saya menyadari berbagai regulasi pengelolaan lingkungan hidup
ternyata belum cukup, tanpa diiringi dengan upaya untuk meningkatkan kepedulian dan
kesadaran semua pihak.
Sekian terima kasih, Semoga ALLAH SWT selalu memberikan petunjuk dan
kekuatan kepada kita dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

GUBERNUR JAWA TIMUR

Dr. H. SOEKARWO

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................................

i
ii
iii
iv

BAB I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ........................................................................................
1.2. Gambaran Umum ...................................................................................
1.2.1. Geografis .................................................................................................
1.2.2. Topografi ................................................................................................
1.2.3. Struktur Geologi .....................................................................................
1.3. Isu Lingkungan Hidup ...........................................................................

I-1
I-3
I-3
I-5
I-5
I-6

BAB II. Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya


2.1. Lahan dan Hutan .....................................................................................II-3
2.1.1. Topografi ............................................................................................... II-5
2.1.1.1. Lahan Pertanian ................................................................................ II-9
2.1.1.2. Lahan Kritis ...................................................................................... II-13
2.1.1. Hutan ......................................................................................................II-15
2.2. Keanekaragaman Hayati ...........................................................................II-19
2.3. Air
.......................................................................................................II-22
2.3.1. Kondisi Kuantitas dan Kualitas Air .......................................................II-23
2.3.1.1. Ketersediaan / Kuantitas Air ............................................................ II-24
2.3.1.2. Kuantitas Air di Jawa Timur ............................................................ II-27
2.4. Udara ........................................................................................................ II-46
2.5. Pesisir dan Laut ........................................................................................ II-51
2.6. Iklim ......................................................................................................... II-66
2.7. Bencana Alam .......................................................................................... II-71
BAB III. Tekanan Terhadap Lingkungan
3.1. Kependudukan ....................................................................................... III-1
3.2. Pemukiman..... ....................................................................................... III-6
3.3. Kesehatan..... .......................................................................................... III-10
3.4. Pertanian ...... ......................................................................................... III-13
3.5. Industri..... .............................................................................................. III-19
3.6. Pertambangan......................................................................................... III-19

3.7. Energi .................................................................................................... III-20


3.8. Transportasi ........................................................................................... III-21
3.9. Pariwisata .............................................................................................. III-22
3.10. Limbah B3 ............................................................................................ III-23
BAB IV. Upaya Pengelolaan Lingkungan
4.1. Pengelolaan Lahan................................................................................... IV-2
4.2. Rehabilitasi Lahan................................................................................... IV-9
4.3. Pengamanan Hutan.................................................................................. IV-11
4.4. Kegiatan Lain Rehabilitasi Lahan............................................................ IV-12
4.5. Pengawasan AMDAL.............................................................................. IV-13
4.6. Penegakan Hukum.................................................................................... IV-13
4.7. Peran Serta Masyarakat............................................................................ IV-14
4.8. Kelembagaan............................................................................................ IV-33

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Sebagai tindak lanjut amanah Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terutama
pada Pasal 62 ayat 1, disebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah
daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk
mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dan ditegaskan dalam ayat 2 bahwa
Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi
mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan
informasi lingkungan hidup lain.
Selaras dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), menekankan bahwa
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan, memberikan dan
atau menerbitkan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Selain itu, di dalam melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah
ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang menjelaskan bahwa
pemerintah berkewajiban mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah
untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah
dalam memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran
dan hasil yang telah direncanakan.
Untuk itu, sebagai perwujudan tranparansi dan akuntabilitas
publik, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur menyusun Status
Lingkungan Hidup Daerah yang disingkat SLHD Provinsi Jawa Timur
Tahun 2010, melalui SLHD dapat diketahui tentang deskripsi, analisis dan
presentasi informasi ilmiah mengenai kondisi, kecenderungan dan

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-1

pengaruh signifikan lingkungan yang optimum, status keberlanjutan


ekosistem, pengaruhnya pada kegiatan manusia, serta pada kesehatan
dan kesejahteraan sosioekonomis.
Laporan SLHD dimaksudkan untuk mendokumentasikan perubahan/
kecenderungan kondisi lingkungan dan juga akan menyediakan referensi
dasar tentang keadaan lingkungan bagi pengambil kebijakan sehingga
akan memungkinkan diambilnya kebijakan yang baik dalam rangka
mempertahankan proses ekologis. Sedangkan tujuan dasar dalam
penyusunan Laporan SLHD Provinsi Jawa Timur Tahun 2010, adalah :
Menyediakan dasar bagi perbaikan pengambilan keputusan pada semua
tingkat;
Meningkatkan kesadaran dan kefahaman akan kecenderungan dan
kondisi lingkungan;
Memfasilitasi pengukuran kemajuan menuju keberlanjutan.
Selanjutnya guna mempermudah dalam presentasi suatu laporan
Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 ini,
maka SLHD dibagi dalam dua buah buku yaitu :
1. Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (Buku I)
Berisi analisis keterkaitan antara perubahan kualitas lingkungan hidup
(status), kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas
lingkungan hidup (tekanan), dan upaya untuk mengatasinya (respon).
2. Buku Kumpulan Data (Buku II)
Berisi data kualitas lingkungan hidup menurut media lingkungan (air,
udara, lahan serta pesisir dan pantai), data kegiatan/hasil kegiatan
yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan hidup,
data upaya atau kegiatan untuk mengatasi permasalahan lingkungan,

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-2

dan data penunjang lainnya yang diperlukan untuk melengkapi


analisis.
I.2. Gambaran Umum
I.2.1. Geografis
Provinsi Jawa Timur terletak pada 1110 hingga 1144 Bujur
Timur, dan 712 hingga 848 Lintang Selatan. Luas wilayah Provinsi
Jawa Timur mencapai 46.428 km, terbagi ke dalam empat badan
koordinasi wilayah (Bakorwil), 29 kabupaten, sembilan kota, dan 658
kecamatan dengan 8.457 desa/kelurahan (2.400 kelurahan dan
6.097 desa).
Secara umum wilayah Jawa Timur terbagi dalam dua bagian
besar, yaitu Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh
luas wilayah Provinsi Jawa Timur, dan wilayah Kepulauan Madura
yang sekitar 10% dari luas wilayah Jawa Timur. Di sebelah utara,
Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Di sebelah timur
berbatasan dengan Selat Bali. Di sebelah selatan berbatasan dengan
perairan terbuka, Samudera Indonesia, sedangkan di sebelah barat
berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.
Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar
bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer,
sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer.
Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan
daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150
kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat
gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling
utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua
pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu.

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-3

Secara

fisiografis,

dikelompokkan

dalam

wilayah

tiga

zona:

Provinsi
zona

Jawa

Timur

selatan-barat

dapat
(plato),

merupakan pegunungan yang memiliki potensi tambang cukup


besar; zona tengah (gunung berapi), merupakan daerah relatif subur
terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi (dari Ngawi, Blitar,
Malang, hingga Bondowoso); dan zona utara dan Madura (lipatan),
merupakan daerah relatif kurang subur (pantai, dataran rendah dan
pegunungan). Di bagian utara (dari Bojonegoro, Tuban, Gresik,
hingga Pulau Madura) ini terdapat Pegunungan Kapur Utara dan
Pegunungan Kendeng yang relatif tandus.
Pada bagian tengah wilayah Jawa Timur terbentang rangkaian
pegunungan berapi: Di perbatasan dengan Jawa Tengah terdapat
Gunung Lawu (3.265 meter). Di sebelah selatan Nganjuk terdapat
Gunung Wilis (2.169 meter) dan Gunung Liman (2.563 meter). Pada
koridor tengah terdapat kelompok Anjasmoro dengan puncakpuncaknya Gunung Arjuno (3.239 meter), Gunung Welirang (3.156
meter), Gunung Anjasmoro (2.277 meter), Gunung Wayang (2.198
meter), Gunung Kawi (2.681 meter), dan Gunung Kelud (1.731
meter). Pegunungan tersebut terletak di sebagian Kabupaten Kediri,
Kabupaten

Blitar,

Kabupaten

Malang,

Kabupaten

Pasuruan,

Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang.


Kelompok Tengger memiliki puncak Gunung Bromo (2.192
meter) dan Gunung Semeru (3.676 meter). Semeru, dengan
puncaknya yang disebut Mahameru adalah gunung tertinggi di Pulau
Jawa. Di bagian timur terdapat dua kelompok pegunungan:
Pegunungan Iyang dengan puncaknya Gunung Argopuro (3.088
meter), dan Pegunungan Ijen dengan puncaknya Gunung Raung
(3.332 meter). Pada bagian selatan terdapat rangkaian perbukitan,
yakni dari pesisir pantai selatan Pacitan, Trenggalek, Tulungagung,

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-4

Blitar, hingga Malang. Pegunungan Kapur Selatan merupakan


kelanjutan dari rangkaian Pegunungan Sewu di Yogyakarta.
I.2.2. Topografi
Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga wilayah
dataran, yakni dataran tinggi, sedang, dan rendah. Dataran tinggi
merupakan daerah dengan ketinggian rata-rata di atas 100 meter
dari permukaan laut (Magetan, Trenggalek, Blitar, Malang, Batu,
Bondowoso). Dataran sedang mempunyai ketinggian 45-100 meter
di atas permukaan laut (Ponorogo, Tulungagung, Kediri, Lumajang,
Jember, Nganjuk, Madiun, Ngawi). Kabupaten/kota (20) sisanya
berada di daerah dataran rendah, yakni dengan ketinggian di bawah
45 meter dari permukaan laut.
Surabaya sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur merupakan
kota yang letaknya paling rendah, yaitu sekitar 2 meter di atas
permukaan laut. Sedangkan kota yang letaknya paling tinggi dari
permukaan laut adalah Malang, dengan ketinggian445 meter di atas
permukaan laut.

I.2.3. Struktur Geologi


Struktur Geologi Jawa Timur di dominasi oleh Alluvium dan
bentukan hasil gunung api kwarter muda, keduanya meliputi 44,5 %
dari luas wilayah darat, sedangkan bantuan yang relatif juga agak
luas persebarannya adalah miosen sekitar 12,33 % dan hasil gunung
api kwarter tua sekitar 9,78 % dari luas total wilayah daratan.
Sementara itu batuan lain hanya mempunyai proporsi antara 0 - 7%
saja.

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-5

Batuan sedimen Alluvium tersebar disepanjang sungai Brantas


dan Bengawan Solo yang merupakan daerah subur. Batuan hasil
gunung api kwater muda tersebar dibagian tengah wilayah Jawa
Timur membujur kearah timur yang merupakan daerah relatif subur.
Batuan Miosen tersebar disebelah selatan dan utara Jawa Timur
membujur kearah Timur yang merupakan daerah kurang subur Bagi
kepulauan Madura batuan ini sangat dominan dan utamanya
merupakan batuan gamping.
Dari beragamnya jenis batuan yang ada, memberikan banyak
kemungkinan mengenai ketersediaan bahan tambang di Jawa Timur.
Atas dasar struktur, sifat dan persebaran jenis tanah diidentifikasi
karakteristik wilayah Jawa Timur menurut kesuburan tanah :
Jawa Timur bagian Tengah, Merupakan daerah subur, mulai
dari daerah kabupaten Banyuwangi. Wilayah ini dilalui sungai sungai Madiun, Brantas, Konto, Sampean.
Jawa Timur bagian Utara, Merupakan daerah Relatif tandus
dan

merupakan

daerah

yang

persebarannya

mengikuti

alur

pegunungan kapur utara mulai dari daerah Bojonegoro , Tuban


kearah Timur sampai dengan pulau Madura.

I.3. Isu Lingkungan Hidup.


Menurunnya kualitas lingkungan hidup di Jawa Timur kian hari
semakin memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan adanya
perubahan kualitas udara dan atmosfer yang terjadi secara berkelanjutan
yang

membahayakan

bagi

kelangsungan

kehidupan

ekosistem.

Selanjutnya adalah meningkatnya pencemaran air sebagai akibat dari

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-6

aktifitas manusia melalui kegiatan industri, rumah tangga, pertambangan


dan pertanian. Selain itu, degradasi hutan yang disebabkan berbagai
kegiatan ilegal terus meningkat, peralihan fungsi kawasan hutan menjadi
permukiman, perkebunan, perindustrian, dan pertambangan; terjadinya
kebakaran hutan; serta makin meningkatnya illegal logging. Degradasi
hutan dan lahan kritis yang terus berlanjut menyebabkan daya dukung
ekosistem terhadap pertanian dan pengairan makin menurun, dan
mengakibatkan kekeringan dan banjir.
Dampak paling krusial yang saat ini perlu ditangani secara serius
adalah

masalah

ketersediaan

air

dan

pencemaran

lingkungan.

Berkurangnya kawasan hutan sebagai akibat lemahnya pelaksanaan


sistem pengelolaan hutan menyebabkan terganggunya kondisi tata air dan
ekosistem keanekaragaman hayati disekitarnya. Gejala ini terlihat dari
berkurangnya ketersediaan air tanah terutama di daerah perkotaan,
turunnya debit air waduk dan sungai pada musim kemarau yang
mengancam pasokan air untuk pertanian dan pengoperasian pembangkit
listrik

tenaga

air

(PLTA),

membesarnya

aliran

permukaan

yang

mengakibatkan meningkatnya ancaman bencana banjir pada musim


penghujan.
Kerusakan lingkungan hidup pada akhirnya akan membawa
kerugian sosial ekonomi yang sangat besar bagi penduduk yang bermukim
di wilayah itu khususnya, dan masyarakat secara keseluruhan. Karena itu,
pembangunan ekonomi seharusnya mutlak diarahkan pada kegiatan yang
ramah

lingkungan

sehingga

pencemaran

dan

penurunan

kualitas

lingkungan dapat dikendalikan, serta semestinya dapat diarahkan pada


pengembangan ekonomi yang lebih memanfaatkan jasa lingkungan.
Dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan diatas dapat ditarik 5
(lima) Isu Pokok Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2010

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-7

yaitu :

Pengelolaan Hutan, Lahan dan Sumber Air


Kerusakan ekosistem hutan telah memberikan dampak pada
konservasi lahan maupun kelangkaan sumber air. Kecenderungan ini telah
tampak dari indikator menurunnya kualitas lingkungan hidup karena
tekanan penduduk dan pemanfaatan berlebihan sumber daya alam yang
melampaui daya dukung lingkungannya. Kasus pembalakan hutan secara
liar, erosi dan longsor, rusaknya habitat biota, menurunnya biodiversitas,
banjir dan kekeringan, berubahnya iklim, kebakaran hutan, masalah
dampak

sosial

ekonomi

akibat

eksploitasi

dan

sebagainya,

telah

menjadikan masalah laten yang memerlukan pendekatan holistik dan


bertahap guna menyelesaikan atau menangani masalah tersebut.
Berdasarkan penetapan SK Menteri Kehutanan No 417/KptsII/
1999, menetapkan bahwa luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya di
Jawa Timur seluas 1.357.206,30 Ha atau 28,78% dari seluruh luas wilayah
Provinsi Jawa Timur, dimana 82,86% dikuasai oleh Perhutani Unit II
Jatim, 59,8% Hutan Produksi dan 23,07% Hutan Lindung. Sisa dari hutan
dimaksud dikuasai oleh Balai atau instansi Pusat, sedangkan Pemerintahan
Provinsi Jawa Timur hanya menguasai 2,04% yaitu Tahura R. Soerjo
(Dishut Jatim).
Kondisi eksisting luas hutan di Jawa Timur di Jawa Timur pada
tahun 2010 sebesar 1.067.749,17 Ha (BPN Jatim, 2010) atau 22,64% itu
berarti Jawa Timur kekurangan 7,36% untuk mencapai kondisi ideal
sesuai dengan pasal 18 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999
bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan kecukupan luas
kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-8

dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial,


dan manfaat ekonomi masyarakat setempat minimal 30 % dari luas
daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proposional.
Berdasarkan kondisi eksisting tersebut, Hutan di Jawa Timur masih
terdapat lahan kritis. Data BP Das Brantas menunjukkan bahwa lahan
kritis di dalam kawasan hutan adalah 231.289,65 Ha, dan potensial kritis
sebesar 196.020 Ha. Sehingga dengan berdasarkan pada hal tersebut
luas hutan di Jawa Timur berkurang menjadi 836.459,52 (Kondisi
eksiting Hutan-Lahan Kritis) atau tinggal 18% dari luas wilayah
Jawa Timur.
Disamping itu, Data Perum Perhutani menyebutkan, bahwa 80
persen lebih hutan di Pulau Jawa adalah hutan produksi miskin jenis
(monokultur), didominasi oleh jati 51,73 persen dan pinus 35,14 persen
yang sama sekali tidak bisa diandalkan sebagai penyangga kehidupan,
penyimpan air, atau penahan banjir. Artinya Provinsi Jawa Timur dengan
prosentase luasan kawasan hutan yang tidak jauh berbeda amat rentan
akan terjadinya bencana alam berupa banjir, erosi, dan tanah longsor.
Selanjutnya untuk kondisi lahan kritis, dengan mengacu pada
laporan BP Das Brantas Provinsi Jawa Timur menunjukkan luas lahan kritis
di dalam dan di luar kawasan hutan berbasis Daerah Aliran Sungai Provinsi
Jawa Timur pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.692.892,777 Ha. Hal ini
terjadi sebagai akibat kebutuhan manusia, sehingga penggunaan lahan
sawah di Jawa Timur cenderungan mengalami penurunan luas lahan
sawah. Dinas Pertanian Jawa Timur melaporkan bahwa penggunaan lahan
sawah di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 seluas 1.151.529 Ha,
dimana dari luas dimaksud sekitar 6,3% belum difungsikan. Dari Luas
seluruhnya lahan pertanian dimaksud, produksi yang dihasilkan sebesar

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-9

59,11 Ku/Ha dan tanaman padi masih terbesar yaitu 93,86% dari seluruh
hasil pertanian di Jawa Timur.
Trend perubahan penggunaan sawah sejak tahun 2005 sampai
dengan 2010, dapat digambarkan bahwa rata-rata perubahan lahan
pertanian menjadi pemukiman/bangunan sebesar 794,6 atau 40% dari
total perubahan lahan selama 5 tahun,

berubah menjadi lahan

perindustrian sebesar 469,3 atau 23,7%, prasarana 4,8% (94,3 Ha),


Lahan kering 4,1% (80,2 Ha) Tambak 13,9% (274,6 Ha) dan Lainnya
sebesar 6,2% (123,1 Ha).
Selanjutnya untuk ketersediaan dan kebutuhan air tersebut di atas,
jumlah total tahunan air yang tersedia di Jawa Timur masih lebih besar
dari kebutuhan air Dengan kata lain, sampai tahun 2010 di Jawa Timur
masih surplus air ditinjau dari volume air tahunan yaitu sebesar 56%.
Meskipun jumlah air surplus tersebut cenderung semakin berkurang. Oleh
karena itu dimasa mendatang dengan semakin meningkatnya penduduk
dan pembangunan di Jawa Timur maka ketersediaan air akan menjadi
masalah. Pada saat sekarangpun kalau kita lihat neraca air bulanan,
dibeberapa tempat banyak mengalami defisit air, karena distribusi hujan
bulanan tidak merata sepanjang tahun sehingga pada bulan-bulan
tertentu di Jawa Timur secara keseluruhan akan mengalami defisit.
Dampak lain sebagai akibat kerusakan lahan dan hutan adalah
keberadaan Mata Air. Berdasarkan laporan dari Dinas Pengairan Provinsi
Jawa Timur mencatat pada tahun 2010 bahwa Jawa Timur mempunyai
mata air sebanyak 4.389 buah tersebar di 30 kabupaten. Signifikasi data
yang dirilis oleh Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur tidak sesuai dengan
kekritisan hutan, karena pada tahun yang sama kondisi hutan di Jawa
tinggal 18% atau berkurang + 10 %. Namun demikian karena proses

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-10

inventarisasi tidak pernah dilakukan update/perubahan sehingga dirasakan


kesulitan untuk memastikan berapa kondisi terkini mata air di Jawa Timur.
Beberapa media massa melaporkan bahwa kondisi mata air yang
tersebar pada 30 Kab/kota telah berkurang sebesar + 50%, dari sisa 50%
dimaksud secara umum telah mengalami penurunan debit airnya. Sebagai
gambaran sebagaimana laporan Perum Jasatirta I, menunjukkan bahwa
kondisi awal, jumlah mata air di wilayah DAS Brantas sebanyak 1.597
buah yang tersebar 10 kabupaten. Kabupaten/Kota Malang dan terdapat
358 sumber mata air dan kota Batu sebanyak 109 sumber mata air.
Kondisi saat ini sumber mata air

yang berada di Batu telah

mengalami kekeringan 52 mata air dan 30 % berada di Kec. Bumiaji.


Letak sumber mata air yang mengalami kekeringan tersebut

20 buah

berada di lahan milik Perhutani dan 32 sumber mata air di lahan rakyat.
Investigasi yang dilakukan di daerah Toyomerto - Gunung Arjuno dan
Sumberdem - Gunung Kawi menunjukkan mengecilnya mata air yang ada
dan bahkan hilangnya beberapa sumber mata air.
Sumber mata air terbesar Kali Brantas yaitu di Sumber Brantas,
Kota Batu sebanyak 50% mata air hilang dalam kurun 2 (dua) tahun
terakhir. 11 (sebelas) mata air mengering, sedangkan 46 mata air
mengalami penurunan debit dari 10 m3/ detik menjadi kurang dari 5 m3/
detik (Jumlah mata air tahun 2007: 170; tahun 2008: 111; tahun 2009:
46).
Permasalahan Wilayah Pesisir dan laut
Potensi ekosistem pesisir Provinsi Jawa Timur tersebar di 22
Kabupaten/Kota pesisir.

Sumberdaya pesisir yang potensial berupa

mangrove, terumbu karang, wisata bahari.

Mangrove merupakan

ekosistem utama pendukung kehidupan di wilayah pesisir, mempunyai

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-11

fungsi ekologis penyedia nutrient biota perairan, tempat pemijahan dan


asuhan biota perairan, penahan abrasi, angin dan gelombang tsunami,
penyerap limbah polutan, dan pencegah intrusi air laut ke daratan. Selain
itu dari sisi fungsi ekonomisnya adalah sebagai penyedia kayu,
pemanfaatan daun dan biji untuk bahan baku obat-obatan, kalau tidak
dikendalikan hal ini menjadi salah satu penyebab keruasakan hutan
mangrove.
Luas hutan mangrove kurang lebih 85.000 Ha atau 6,24% luas
hutan di Jawa Timur, tumbuh di kawasan pesisir dan rentan terhadap
kerusakan. Hutan mangrove yang mengalami kerusakan seluas 13.000
Ha; sebagai akibat adanya alih fungsi menjadi tambak, dan/atau
peruntukan lain seperti industry dan pemukiman, termasuk penebangan
yang dilakukan masyarakat. Dengan kondisi kerusakan yang makin parah
tanpa upaya rehabilitasi, akan mempengaruhi produktifitas perikanan
serta mengganggu fungsi-fungsi ekologisnya.
Selanjutnya untuk Luasan terumbu karang di Jawa Timur belum
diketahui secara pasti, namun demikian hasil pengamatan menunjukan
tingkat kerusakanya mencapai 60%.

Keberadaan terumbu karang

memberi pengaruh terhadap system ruang dan habitat jenis ikan karang
dan sebangsanya. Kerusakan disebabkan oleh dampak penangkapan ikan
dengan menggunakan potassium maupun bahan peledak.

Hamparan

terumbu karang antar lain di sekitar Pulau Bawean Kab. Gresik, Pulau
Mandangin Kab. Sampang, Kab.Probolinggo, Madura Kepulauan Kab.
Sumenep, Kab. Situbondo, Kab. Banywangi, Kab. Jember, Kab. Malang,
Kab. Trenggalek, dan Kab. Pacitan.
Sebagian besar terumbu karang dijumpai dalam kondisi rusak,
terutama disebabkan oleh aktivitas anthropogenic dengan digunakannya
alat tangkap ikan yang kurang tepat, antar lain penggunaan pukat dasar.
Pengaruh anthropogenic pada ekosistem

SLHD Provinsi Jawa Timur

terumbu karang

bersifat

I-12

langsung ataupun tidak langsung. Kerusakan karang akibat penggunaan


alat tangkap merupakan salah satu pengaruh langsung, adapun pengaruh
tidak langsung dapat disebabakan oleh penurunan kualitas air seperti
kekeruhan maupun pencemaran.
Menurut hasil kajian Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa
Timur tahun 2009 menunjukkan bahwa banyak dijumpai terumbu karang
mati yang tertutup turf algae dan lumpur, dan tidak dijumpai adanya jenis
karang bercabang baik dari family Acroporidae maupun family lainya.
Karang yang dijumpai kebanyakan merupakan jenis yang tahan terhadap
kekeruhan seperti jenis karang massif (seperti Favites spp, Porites sp dan
Platygira sp), karang submatif (Goniopora sp, Symphillia sp), karang
merayap (Leptoseris sp), mushroom coral (Heliofungia actiniformis dan
Halomitra pileus). Jenis dominan adalah Goniopora sp dan berbagai jenis
sponge seperti Haliclona spp, Xestospongia testudinaria, Plakortis nigra
dan Gelliodes sp.
Dan untuk kondisi Padang lamun Provinsi Jawa Timur menurut
pendataan BPS dan DKP Jatim pada tahun 2010 seluas 1.442,59 Ha, dari
luas dimaksud 805,22 Ha dalam kondisi baik, sedang : 267,19 Ha dan
kondisi rusak 370,17 Ha. Bila dibandingkan dengan tahun 2006 s/d 2010
rata-rata mengalami penurunan 2 Ha. Dalam setiap tahunnya.

Permasalahan Pencemaran Air, Tanah dan Udara


Kualitas air sungai di Provinsi Jawa Timur cenderung semakin
menurun, hal ini berakibat pada kualitas air bersih di Jawa Timur semakin
terbatas. DAS Brantas, misalnya yang mempunyai panjang 320 km
dengan luas 12.000 km2 yang mencakup kurang lebih 25% luas Propinsi
Jawa Timur atau melewati 18 Kab/Kota di Jawa Timur, dan jumlah air per
tahun 12 milyar m3. mempunyai fungsi strategis sebagai penyedia air baku

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-13

untuk berbagai kebutuhan seperti sumber tenaga untuk pembangkit


tenaga listrik, PDAM, irigasi, industri dan lain-lain. Saat ini kondisi DAS
Brantas memburuk sebagai akibat :

a. DAS Brantas Bagian Hulu


Das Brantas Hulu berada pegunungan di Kab. Blitar, Kab. Malang, Kota
Malang dan Kota Batu,kondisi saat mengkuatirkan sebagai akibat
penebangan liar dan pengelolaan lahan yang tidak mengindahkan
aspek konservasi tanah, hal ini menyebabkan peningkatan erosi lahan
dan berakibat peningkatan sedimentasi, berkurangnya volume efektif
waduk,

penurunan

base-flow

pada

musim

kemarau

panjang,

kekeringan pada musim kemarau dan terjadinya banjir bandang di


musim penghujan. Disamping itu matinya mata air DAS Brantas,
degradasi dasar sungai dan penurunan kualitas air akibat pencemaran.
b. DAS Brantas Bagian Tengah
Wilayah ini berada di Kab/Kota Kediri, Kab. Tulungagung, Kab.
Nganjuk, Kab. Jombang. telah terjadi kerusakan-kerusakan sebagai
akibat eksploitasi pengerukan pasir. Aktivitas pengerukan ini sangat luar
biasa. Hampir setiap jengkal 500 meter terlihat ada aktivitas
pengerukan pasir, mulai dari para penyelam hingga memakai alat
mekanik. Eksploitasi pengambilan pasir di sungai Brantas tiap tahunnya
mencapai 1,6 juta meter kubik, padahal secara normal kapasitas pasir
di sungai ini hanya sekitar 450 ribu meter kubik tiap tahun. Akibatnya
dasar sungai terus tergerus dan rusaknya beberapa tanggul sungai,
dampaknya sejumlah bangunan yang berada di sekitar lokasi DAS
Brantas terancam tergerus. Seperti anjloknya dinding dam Jatimlerek di
Jombang, keroposnya jembatan Senden dan jembatan Bansongan,
Kediri.

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-14

c. DAS Brantas Bagian Hilir,


Kab/Kota Mojokerto, Kab. Sidoarjo, Kab. Gresik dan Kota Surabaya
masuk wilayah hilir das brantas, tekanan terbesar pada wilayah ini
penurunan kualitas air sebagai akibat pencemaran limbah domestik
50%, 40% dari Limbah industri dan 10 % dari Limbah Pertanian,
Peternakan dan lainnya.
Disamping itu bagian tengah dan Hilir DAS Brantas harus
menanggung beban limbah cair 330 ton per hari. Limbah cair tersebut
dihasilkan oleh aktivitas manusia di sepanjang DAS Brantas yang meliputi
limbah cair industri dan limbah domestik permukiman, rumah sakit, dan
hotel. Terdapat 483 industri yang mempunyai pengaruh secara langsung
dengan kontribusi pencemaran sebesar 125 ton per hari. Pencemaran ini
mengakibatkan meningkatnya biaya operasional beberapa PDAM yang
mengambil bahan baku air dari Sungai Brantas, Secara makro peningkatan
pencemaran selama ini mengakibatkan naiknya biaya produksi PDAM
sekitar 25 persen.
Sedangkan untuk masalah pencemaran udara adalah masuknya
atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya. Kabupaten Banyuwangi

dan Kota Surabaya nilai

SO2 ambien di udara melebihi nilai standar Baku mutu, yaitu 0,1962 ppm
untuk Kabupaten Banyuwangi dan 0,2451 ppm untuk Kota Surabaya.
Untuk mengetahui faktor risiko dari parameter tersebut dilakukan
analisis dengan metode ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan).
mengacu pada nilai resiko RQ, Daerah yang paling beresiko yakni Kota
Surabaya dengan nilai risiko (RQ) tertinggi. Waktu awal terjadinya
penyakit akibat parameter SO2 tercepat ada di Kota Surabaya yaitu 3,5
tahun, disusul Banyuwangi yang akan berdampak dalam 4,4 tahun. SO2

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-15

atau sulfur dioksida adalah gas berbau yang dapat menyebabkan iritasi
pernafasan.

Permasalahan Lingkungan Perkotaan


Permasalahan lingkungan yang paling utama di perkotaan adalah
masalah pengelolaan sampah, banjir, emisi kendaraan bermotor, limbah
cair domestik, minimnya ruang terbuka hijau (RTH), penataan ruang kota
dan sebagainya. Sebagai contoh pengelolaan limbah padat, produksi
sampah di Surabaya dikumpulkan pada lokasi-lokasi TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) Sukolilo. Rata-rata produksi sampah di Surabaya
sebesar 8.700 M3/hari atau 2.436 ton/hari, sedangkan produksi sampah di
Gresik rata-rata 1.580 M3/hari atau 442,45 ton/hari. Hal ini ditambah
dengan sistem pengelolaannya yang kurang tepat, yaitu dengan open
dumping dan bukan sanitary landfil sehingga mengakibatkan umur TPA
terbatas, pencemaran lindi cair,dan harus menyediakan lahan TPA baru.
Permasalahan Sosial Kemasyarakatan
Dalam upaya pelestarian Kali Brantas, Pemerintah Provinsi Jawa
Timur telah melakukan Gerakan Nasional tanam dan pelihara pohon yang
telah dicanangkan oleh Presiden R.I pada tanggal 28 Nopember 2008, dan
Gerakan Nasioanal semilyard, Program Kali Bersih (PROKASIH), Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER), dan Patroli Air
bersama

dengan

Badan

Lingkungan

Hidup

Provinsi

Jawa

Timur,

Perusahaan Umum Jasa Tirta dan Polwiltabes Surabaya serta penegakan


hukum dan pembinaan kepada industri. Berdasarkan hasil penilaian
peringkat kinerja industri dalam pengelolaan lingkungan pada tahun 20082009 dari 89 industri sebanyak 62% mempunyai peringkat baik dan 38%
berperingkat buruk dan telah diberikan peringatan. Peningkatan peringkat
ini tidak lepas dari upaya kerjasama antara POLRI, PJT I Malang dan

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-16

Pemerintah

Provinsi Jawa Timur dalam

kegiatan Patroli Air dan

Penegakan Hukum. Pada tahun 2008 s/d 2010 telah dilakukan penegakan
hukum

terhadap

14

industri,

10

industri

masih

dalam

proses

pemberkasan/penyidikan, 3 industri telah diputuskan pengadilan, dan 1


industri diberikan SP3 karena belum cukup bukti.
Namun demikian Trend kontribusi beban pencemaran dari sumber
limbah domestik menunjukan peningkatan yang signifikan. Karenanya
pengendalian pencemaran DAS Brantas dari limbah domestik menjadi
tanggung jawab kita bersama yaitu pemerintah dan masyarakat, karena
tanpa dukungan masyarakat maka program-program pemerintah dalam
pengendalian pencemaran air akan sulit untuk berhasil dengan baik. Untuk
itu diperlukan kebersamaan semua pihak, karena disadari bahwa hal ini
menyangkut perubahan perilaku, perubahan etika, dan sikap masyarakat.
Ini diperlukan karena titik sentral apakah itu perusakan atau pencemaran,
sentralnya adalah manusia itu sendiri. Kebersamaan semua pihak
merupakan kunci keberhasilan pembangunan berkelanjutan.

SLHD Provinsi Jawa Timur

I-17

BAB II
KONDISI LINGKUNGAN HIDUP
DAN KECENDERUNGANNYA

Jawa Timur terletak antara 111,0 BT hingga 114,4 BT dan Garis


Lintang 7,12 LS dan 8,48 LS dengan luas wilayah 47.154,7 Km2 atau
4.715.470,13 Hektar. Terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu Jawa
Timur daratan dengan proporsi lebih luas hampir mencakup 90% dari
seluruh luas wilayah Propinsi Jawa Timur dan wilayah Kepulauan Madura
yang hanya sekitar 10 % saja.
Wilayah Jawa Timur mempunyai 229 pulau terdiri dari 162 pulau
bernama dan 67 pulau tak bernama, dengan panjang pantai sekitar
2.833,85 Km. Batas-batas wilayah propinsi Jawa Timur sebagai berikut :
- Sebelah Utara dengan
Laut Jawa dan Pulau

Gambar 2.1
Peta Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur

Kalimantan, Propinsi
Kalimantan Selatan
- Sebelah Selatan dengan
Samudra Indonesia
- Sebelah Barat dengan
Propinsi Jawa Tengah
- Sebelah Timur dengan
Selat Bali / Propinsi Bali
Secara adminitrasi pemerintahan Provinsi Jawa Timur terdiri dari 38
Kab/Kota, 662 Kecamatan dan 8.506 Desa/Kelurahan. Kabupaten Malang
mempunyai jumlah kecamatan terbanyak yaitu 33 kecamatan sedangkan
Kabupaten yang mempunyai jumlah desa/kelurahan terbanyak adalah
Kabupaten Lamongan yaitu sebesar 474 desa/kelurahan. Sementara itu,
daerah dengan luas wilayah yang paling besar adalah Kabupaten Malang
dengan luas total wilayah sebesar 3.518,73 km2 / 351,872.62 Ha / 7.46%

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 1

dari total luas wilayah Jawa Timur (Tabel 2.1 dan Gambar 2.1 Peta
Penggunaan lahan Provinsi Jawa Timur).
Tabel 2.1.
Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur

No

Kabupaten
/Kota

Luas
Wilayah

(%)

Kec

N
o

Kabupaten
/Kota

Luas
Wilayah

(%)

Kec

KOTA

Surabaya

35,500.00

0.75

31

20

Ponorogo

150,291.00

3.19

21

Mojokerto

1,646.54

0.03

21

Madiun

101,086.00

2.14

15

Madiun

3,392.00

0.07

22

Trenggalek

126,140.00

2.68

14

Kediri

6,340.01

0.13

23

Tulungagung

113,167.00

2.40

19

Blitar

3,257.75

0.07

24

Nganjuk

122,433.00

2.60

20

Malang

11,005.66

0.23

25

Kediri

138,604.99

2.94

26

Pasuruan

3,657.90

0.08

26

Blitar

162,880.00

3.45

22

Probolinggo

5,211.84

0.11

27

Malang

351,872.62

7.46

33

18,986.71

0.40

Batu
KABUPATEN

10

Gresik

11

28

Pasuruan

147,357.00

3.12

24

29

Probolinggo

169,616.65

3.60

24

119,513.00

2.53

18

30

Lumajang

179,079.99

3.80

21

Sidoarjo

71,478.97

1.52

18

31

Jember

329,333.94

6.98

31

12

Mojokerto

96,936.00

2.06

18

32

Bondowoso

156,010.00

3.31

23

13

Jombang

115,950.01

2.46

21

33

Situbondo

163,849.99

3.47

17

14

Lamongan

181,280.00

3.84

27

34

Banyuwangi

345,669.00

7.33

24

15

Tuban

185,839.00

3.94

20

35

Bangkalan

124,888.00

2.65

18

16

Bojonegoro

230,706.00

4.89

27

36

Sampang

122,887.00

2.61

14

17

Pacitan

141,943.81

3.01

12

37

Pamekasan

79,126.00

1.68

13

18

Magetan

68,884.74

1.46

18

38

Sumenep

199,853.99

4.24

27

19

Ngawi

129,794.01

2.75

19

4,715,470.13

100

662

JUMLAH

Sumber data : Kanwil BPN Prop.Jatim, dan BPS Jatim tahun 2010

Seiring dengan berjalannya waktu, pengelolaan sumber daya alam


yang kurang bijak telah memberikan tekanan pada stabilitas lingkungan.
Terlebih dengan pertambahan jumlah penduduk yang penyebarannya
tidak merata, semakin berkontribusi memberi tekanan terhadap sumber

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 2

daya alam. Itu sebabnya kejadian bencana alam meningkat secara


signifikan paralel dengan rusaknya sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Karenanya berikut ini digambarkan kondisi lingkungan hidup di
Jawa Timur dan kecenderungannya.
2.1. Lahan dan Hutan
Berdasarkan data Menuju Indonesia Hijau (SLI, 2009), ditunjukkan
bahwa prosentase lahan bervegatasi dan non vegetasi sejak tahun 2007
s/d 2009 tidak terlihat perubahan yang signifikan, sebagaimana gambar
2.2 yaitu perbandingan vegetasi dan non vegetasi mengalami kenaikan
rata-rata sebesar 2,94%.
Data Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur menunjukkan
bahwa

Kondisi

umum

tutupan lahan dan hutan di


Provinsi Jawa Timur sejak
tahun 2007 2010, terjadi
penambahan

lahan

Non

pertanian sebesar 19.722


Ha

atau

0,42%

dari

seluruh wilayah Jawa Timur,


Perkebunan sebesar 2,68%

Gambar 2.2.
Prosentase Vegetasi dan Non Vegetasi Lahan
di Jawa Timur Tahun 2007 s/d 2009

(126.561 Ha) dan Kawasan lainnya sebesar 0,69% (32.524 Ha),


disamping itu khusus untuk lahan persawahan, lahan kering dan hutan
terjadi pengurangan masing-masing sebesar 0,41% (-19.722 Ha), 0,29%
(-13.757 Ha) dan kawasan hutan berkurang 3,09% (-145,908 Ha).
Semuanya itu dapat diapreasikan pada gambar 2.3.
Disamping hal tersebut, berikut ini akan dijelaskan Tingkat
kemiringan permukaan tanah yang merupakan salah satu faktor fisik
tanah yang dapat menjadi pembatas pemanfaatan tanah serta kegiatan
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 3

pembangunan yang berlangsung di atasnya. Tingkat kemiringan tanah


dinyatakan dengan persentase yang

menunjukkan kondisi derajat

kemiringan tanah, mulai dari yang rata, landai, curam sampai sangat
curam. Kemiringan tanah dengan tingkat persentase yang semakin rendah
mengindikasikan
kemiringan

bahwa

tanah

tanah

dengan

tersebut

tingkat

semakin

presentase

rata

sedangkan

semakin

tinggi

mengindikasikan wilayah tersebut semakin curam.


Berdasarkan data dari BPN Provinsi Jawa Timur, digunakan enam
klasifikasi

kemiringan

tanah

di

wilayah Provinsi Jawa Timur, yaitu


lereng

0-2%,

lereng

2-15%,

lereng 15-40% dan lereng di atas


40%.

Tingkat

kemiringan

di

wilayah Provinsi Jawa Timur yang


terbesar

adalah

tingkat

kemiringan 0-2% yaitu menempati

Gambar 2.3.
Luas Wilayah Menurut Tutupan Lahan Tahun 2007 -2010

wilayah seluas 1.683.829,81 Ha (35,7 %), sedangkan tingkat kemiringan


15-40%, menempati wilayah paling kecil yaitu seluas

663.173,29 Ha

(14,06). Dan kemiringan > 40 %, merupakan daerah seluas 965.147,39


Ha (20,47 %).
Selanjutnya wilayah dengan tingkat kemiringan 0-2% yang terbesar
berada pada Kabupaten Banyuwangi seluas 122.539,56 Ha. Selanjutnya
untuk wilayah dengan tingkat kemiringan tanah 2-15 % yang terbesar
berada pada Kabupaten Malang seluas 133.381,57 Ha. Wilayah dengan
tingkat kemiringan 15-40 % yang terbesar berada pada Kabupaten
Malang seluas 76.630,41 Ha. Untuk wilayah dengan tingkat kemiringan
40 % yang terbesar berada pada Kabupaten Lumajang seluas 123.466,46
Ha dan Kabupaten Jember seluas 105.395,32 Ha.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 4

2.1.1. Lahan
Pola penggunaan lahan pada hakekatnya adalah gambaran ruang
dari hasil jenis usaha dan tingkat teknologi, jumlah manusia dan keadaan
fisik daerah, sehingga pola penggunaan lahan di suatu daerah dapat
mencerminkan kegiatan manusia yang berada di daerah tersebut.
Karenanya Penggunaan lahan bersifat dinamis, artinya penggunaan tanah
dapat berubah tergantung dari dinamika pembangunan dan kebutuhan
masyarakat
wilayah
memenuhi
sosial,
lingkungan
kepentingan

di

suatu
dalam

kebutuhan
ekonomi,
dan
lainnya.

Berdasarkan pemikiran
tersebut diatas, maka
Gambar 2.4.

data luas dan letak

penggunaan lahan menjadi sangat penting, terutama untuk mengetahui


berapa lahan yang masih tersedia untuk suatu kegiatan.
Untuk itu Pola penggunaan tanah wilayah Provinsi Jawa Timur
terdiri

atas lima kelompok penggunaan tanah yaitu kawasan Non

Pertanian 620,789.68 Ha (13.16 %), sawah seluas 1,110,848.54 Ha


(23.56 %), Lahan Kering seluas 1,122,369.89 Ha (23.80 %), Perkebunan
seluas 374,851.07 Ha (7.95 %), Hutan seluas 1,067,749.17 ha (22.64%),
Lainnya seluas 418,861.78 ha (8.88 %). Atau dapat digambarkan pada
Gambar 2.4.
Non Pertanian
Merupakan lahan yang digunakan untuk segala jenis bangunan,
termasuk daerah sekitar yang dalam penggunaan sehari-hari berkaitan
dengan keperluan pemukiman seperti rumah mukim, daerah industri,

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 5

daerah perdagangan, daerah perkantoran, daerah rekreasi, dan lain


sebagainya. Terdapat secara mengelompok di sekitar / menyesuaikan
arah aliran sungai, pola jalan, dan kawasan-kawasan yang berpotensi
untuk

dapat

berkembang.

Luasan

keseluruhan

kurang

lebih

620,789.68 Ha (13.16 %).


Penggunaan tanah non pertanian terluas terdapat di Kabupaten
Jember yaitu 53.495,87 Ha dan yang terkecil terdapat di ota Mojokerto
seluas 832,09 Ha. Lahan ini merupakan lahan yang tergolong sangat
baik/subur dan permukaan datar dengan lereng tanah berkisar antara
(0 - 2%) sampai dengan (2 8%). Sifat tanah tidak peka terhadap
erosi, tekstur lempung pasiran dan mudah diolah. Permeabilitas tanah
sedang, drainase baik sampai dengan sedang, terdapat genangangenangan bersifat sementara.
Persawahan
Secara umum lahan persawahan di Provinsi Jawa Timur dapat
ditanami padi 2x satu tahun dengan luas kurang lebih 1.110.848,54 Ha
(23,56%),

Persawahan

kabupaten/kota.

tersebar

Persawahan

terdapat

terluas

di

terdapat

seluruh
di

wilayah

Kabupaten

Banyuwangi seluas 76.615,27 Ha. Lahan ini merupakan lahan yang


tergolong sangat baik/subur dengan permukaan rata-rata datar dengan
lereng tanah 0-8 persen. Tanah tidak peka terhadap erosi, tekstur
lempung dan mudah diolah. Permeabilitas tanah sedang dengan
drainase umumnya baik sampai sedang terdapat genangan-genangan
kecil bersifat sementara dan setempat-setempat.
Lahan Kering
Tegalan adalah pertanian kering semusim yang tidak pernah diairi
dan ditanami dengan jenis tanaman umur pendek saja, tanaman keras

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 6

yang mungkin ada hanya pada pematang-pematang. Di Provinsi Jawa


Timur, tanah tegalan mempunyai luasan kurang lebih 1.122.369,89 Ha
(23,80%). Luas tegalan terbesar terletak di Kabupaten Malang seluas
100.221,42 Ha. Umumnya menempati kemiringan tanah (lereng 825%).
Perkebunan
Perkebunan adalah usaha pertanian dengan komoditas tanaman
keras/tahunan, pada umumnya dilakukan oleh perusahan/badan hukum
maupun perorangan. Di Provinsi Jawa Timur, Perkebunan mempunyai
luasan kurang lebih 374,851.07 Ha (7.95 %), Luas Perkebunan terbesar
terletak di Kabupaten Banyuwangi seluas 96.730,15 Ha. Umumnya
menempati kemiringan tanah bervariasai dari (lereng 8-45% dan lebih
dari 45 %).
Hutan
Hutan adalah suatu lapangan yang ditumbuhi pohon-pohon yang
secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta
alam lingkungannya dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Di
Provinsi Jawa Timur, hutan menempati areal seluas 1.067.749,17 Ha
(22,64%), dari luas hutan dimaksud terluas berada di Kabupaten
Banyuwangi seluas 109,085.76 Ha. Penggunaan tanah hutan sebagian
besar

menempati sebagian daerah bagian utara, barat dan bagian

selatan.

Lainnya
Penggunaan tanah lainnya adalah merupakan teori sisa dari
seluruh penggunaan tanah yang ada di Provinsi Jawa Timur,terdiri dari
berbagai

macam

penggunaan

tanah

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

terdiri

dari

sungai,

jalan,

II - 7

danau/waduk/rawa, tanah tandus, tanah rusak, dimungkinkan juga


merupakan daerah pertambangan, padang, tanah terbuka, tanah
terlantar, kawasan wisata dan lain-lain. Di Provinsi Jawa Timur
menempati areal seluas 418.861,78 Ha (8,88%). Penggunaan tanah
lain-lain ini mempunyai manfaat yang besar dan penting dalam
pengaturan tata air, pencegah erosi, iklim, keindahan dan kepentingan
strategis.
2.1.1.1. Lahan Pertanian
Karakteristik Ekosistem Lahan Pertanian berdasarkan kondisi
geofisik dan alamiahnya, Wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi empat
sub-wilayah, yaitu:
a. Wilayah dataran tinggi bagian tengah yang dikategorikan

sebagai

daerah subur dan sudah berkembang, mulai dari Ngawi hingga


Banyuwangi.
b. Wilayah dataran rendah bagian utara yang dikategorikan sebagai
daerah yang memiliki kesuburan medium dan sedang berkembang,
mulai dari Bojonegoro, Gresik hingga Madura.
c. Wilayah pegunungan kapur bagian selatan yang dikategorikan sebagai
daerah kurang subur dan baru mulai berkembang, mulai dari Pacitan
hingga Malang bagian selatan.
d. Pulau-pulau terpencil yang belum berkembang, terletak di Kabupaten
Sumenep, Sampang, Gresik, Probolinggo, Jember dan Malang.
Pembagian wilayah tersebut di atas mengisyaratkan adanya potensi
ekosistem lahan yang berbeda-beda dan menghendaki upaya pengelolaan
yang berbeda pula. Konsepsi-konsepsi tentang ekosistem lahan dan
pengelolaannya,

mengisyaratkan

bahwa

lahan

di

suatu

wilayah

merupakan suatu sitem yang kompleks terdiri atas berbagai komponen

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 8

yang

saling

berinteraksi

membentuk suatu struktur


yang mantap dan perilakunya menghasilkan keluarankeluaran
Demikian
Gambar 2.5
Penggunaan Lahan Sawah di Jatim 2009

yang

tertentu.

juga

pengelolaannya

upaya

melibatkan

berbagai aktivitas menejerial


yang biasanya mempunyai horison waktu panjang (50-100 tahun),
terutama kalau melibatkan nilai investasi yang besar.
Karenanya sebagai akibat kebutuhan manusia, penggunaan lahan
sawah di Jawa Timur cenderungan mengalami penurunan luas lahan.
Dinas Pertanian Jawa Timur melaporkan bahwa penggunaan lahan sawah
di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 seluas 1.151.529 Ha, dimana dari
luas dimaksud sekitar 6,3% belum difungsikan. Penggunaan lahan sawah
dimaksud dapat dibagi dalam beberapa klas dan yang paling besar irigasi
teknis yaitu sebesar 58,9% atau 686.265 Ha, pembagian lahan secara
rinci dapat digambarkan dengan gambar 2.5.,
Dari
lahan

Luas

seluruhnya

pertanian

dimaksud,

yang

dihasilkan

produksi
sebesar

59,11

Ku/Ha

Gambar 2.6

dan

tanaman padi masih terbesar


yaitu 93,86% dari seluruh hasil
pertanian
Secara

di

Jawa

lengkap

Timur.
produksi

Tanaman Palawija di Jawa Timur 20.482.782 Ton dengan rincian dapat


dilihat pada Gambar 2.6.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 9

Secara makro, sebagaimana laporan BPS Jatim 2010, menunjukkan


Struktur perekonomian Jawa Timur secara kumulatif selama Januari
Desember tahun 2010 masih didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu
sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan dan
sektor pertanian yang kontribusi ketiganya sebesar 72,71 persen, sedikit
agak menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009 yang
sebesar 72,90 persen. Kondisi ini bila dibandingkan dengan tahun 2000
kebawah dimana sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar, saat
ini sektor ini terus mengalami penurunan secara signifikan.
Trend perubahan penggunaan sawah sejak tahun 2005 sampai
dengan 2010, dapat digambarkan bahwa rata-rata perubahan lahan
pertanian menjadi pemukiman/bangunan sebesar

794,6 atau terjadi

perubahan dalam tiap tahunbnya sebesar 40%, berubah menjadi lahan


perindustrian sebesar 469,3 atau 23,7%. Secara lengkap dapat dilihat
pada tabel 2.3. Bilamana ditinjau dari Kabupaten/Kota di Jawa Timur,
tingkat perubahan lahan pertanian terbesar berada di Kabupaten Sidoarjo
yaitu seluas 166,6

Ha atau kondisi lahan pertanian yang sebelumnya

23.369,8 Ha menjadi 23.203, 2 Ha.

Tabel 2.2
Perubahan Sawah Menjadi Non Sawah
Provinsi Jatim 2005 s/d 2009
Berubah
menjadi
Bangunan
Industri
Prasarana
Lahan kering
Perkebunan
Tambak
Lain-lain
Jumlah

Perubahan Sawah menjadi non sawah


2005
1.560,8
529,5
106,7
382,9
264,7
75,0
253,3
3.172,9

2006
348,5
797,5
50,2
148,0
54,7
100,0
59,0
1.557,9

2007
1.521,5
325,0
297,1
122,0
66,7
1.197,2
295,5
3.825,0

2008
406,5
620,6
14,1
18,0
14,7
0,5
1.074,3

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

2009
135,5
74,1
3,4
41,0
0,0
0,3
7,7
262,0

Rerata
5 thn(ha)
794,6
469,3
94,3
142,4
80,2
274,6
123,1
1.978,4

%
40,2
23,7
4,8
7,2
4,1
13,9
6,2
100,0

II - 10

Selanjutnya untuk lahan perkebunan sebagian besar dikuasai oleh


masyarakat yaitu sebesar 823.555 Ha pada tahun 2010 dan negara hanya
menguasai 111.006 Ha. Kapasitas Produksi pada tahun yang sama yaitu
sebesar 1.582.257 Ton, dengan rincian 148.840 Ton Perkebunan Negara
dan 1.433.417 Ton Perkebunan Rakyat. Bilamana dlihat trend luas lahan
perkebunan sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 mengalami
peningkatan sebesar 27.654,0 Ha dengan kapasitas produksi meningkat
sebesar 50.958 Ton. Lebih lengkap lihat Tabel 2.4.
Tabel 2.3
Luas Lahan dan Produksi Perkebunan Besar dan Rakyat menurut
Jenis Tanaman Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
Tahun 2009
No.

Jenis
Tanaman

Luas Lahan (Ha)


Besar
24.869

1.

Karet

2.

Kelapa

3.

Kelapa sawit

4.

Kopi

95.216

5.

Kakoa

6.

Teh

7.
8.

Tahun 2010

Produksi (Ton)

Rakyat
-

Besar
16.910

293.518

Luas Lahan (Ha)

Rakyat

Besar

Rakyat

Produksi (Ton)
Besar

Rakyat

25.920

248.244

4.265

289.379

26.490
2.491

247.900

21.352

53.831

24.606

29.413

52.217

31.023

22.984

17.877

4.800

22.984

4.800

1.345

2.460

3.653

57
35.855

4.091
1.298

53
9.540

Cengkeh
Tebu

41.258
186.026

11.162
1.079.000

5.952
15.831

170.195

69.001

1.010.286

1.350

110.657

1.116

79.545

9.

Tembakau

112.007

79.822

1.291

465

10.

Kapas

2.600

921

5.489

3.816

11.

Jarak

12.

Kapuk Randu

79.972

30.017

13.

Kina

14.

Jambu mete

45.997

15.

Pala

16.

Kayu manis

JUMLAH

145.529

75.384

1.870

28.848

4.126

1.236

48.284

14.907

4.553

3.639

748

1.928

1.635

761.378

77.580

1.453.719

456
823.555

JUMLAH TOTAL
906.907
1.531.299
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur 2010

3.968

111.006

1.531.299

148.840

225
1.433.417

1.582.257

2.1.1.1. Lahan Kritis


Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah rusak
karena kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau
berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara,

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 11

pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Berdasarkan kondisi vegetasi,


kondisi lahan dapat diklasifikasikan sebagai sangat kritis, agak kritis,
potensial kritis dan kondisi

Gambar 2.7

normal. Berdasarkan kriteria


tersebut, BP Das Brantas
Provinsi

Jawa

Timur

melaporkan luas lahan kritis


di dalam dan di luar kawasan
hutan berbais Daerah Aliran
Sungai Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.692.892,777
Ha, seperti terlihat pada Gambar 2.7.
Sedangkan lahan kritis di luar kawasan hutan adalah 409.349 Ha
(BP Das Brantas, 2010), dan yang di dalam kawasan hutan (kawasan
budidaya dan kawasan lindung) sebesar 14.217,65 Ha (perhutani Unit II
Jawa Timur, 2010). Bila dilihat lahan kritis menurut kab/kota terbesar
berada di kabupaten Banyuwangi yaitu sebesar 494.938,23

Ha dan

Kabupaten Jember sebesar 314.636,87 Ha, secara lengkap lihat dapat


dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 12

2.1.2. HUTAN
Berdasarkan

penetapan

SK

Menteri

Kehutanan

No

417/KptsII/1999, menetapkan bahwa luas kawasan hutan berdasarkan


fungsinya di Jawa Timur seluas 1.357.206,30 Ha atau 28,78% dari seluruh
luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Sedangkan berdasarkan data dari Dinas
kehutanan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 menunjukkan bahwa luas
hutan di Jawa Timut adalah

1.364.399,61 Ha atau 28,93% dari luas

daratan Jawa Timur atau selisih 0,15% bila dibandingkan dengan hasil
penetapan SK MenHut tersebut. Dari luasan hutan tersebut dapat dibagi
berdasarkan fungsinya :
a. Kawasan Hutan Lindung

= 314.720,50 Ha,

b. Kawasan Hutan Produksi

815.850,61 Ha

c. Kawasan Hutan Konservasi

233.828,50 Ha

dari Kawasan Hutan Konservasi seluas 233.828,50 ha, terdiri dari :


a. Cagar Alam seluas

: 10.957,90 ha

b. Suaka Margasatwa seluas

: 18.008,60 ha

c. Taman Wisata Alam seluas

d. Taman Nasional seluas

: 176.696,20 ha

e. Taman Hutan Raya seluas

: 27.868,30 ha

297,50 ha

Kalau dilihat dari pengelolanya, Hutan di Jawa Timur 82,86% dikuasai


oleh Perhutani Unit II Jatim, 59,8% Hutan Produksi dan 23,07% Hutan
Lindung. Sisa dari hutan dimaksud dikuasai oleh Balai atau instansi Pusat,
sedangkan Pemerintahan Provinsi Jawa Timur hanya menguasai 2,04%
yaitu Tahura R. Soerjo (Dishut Jatim).
Kondisi eksisting luas hutan di Jawa Timur di Jawa Timur pada
tahun 2010 sebesar 1.067.749,17 Ha (BPN Jatim, 2010) atau 22,64%
(Rincian dapat dilihat pada gambar 2.4.), itu berarti Jawa Timur
kekurangan 7,36% untuk mencapai kondisi ideal. Berdasarkan data yang

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 13

dirilis oleh BPN Jatim tahun 2010, kondisi eksisting luasan kawasan hutan
terbesar terdapat di Kabupaten Banyuwangi yaitu 10,47%.
Selanjutnya berdasarkan pasal 18 ayat (2) Undang Undang Nomor
41 Tahun 1999 bahwa luas
Gambar 2.8

kawasan hutan yang harus


dipertahankan kecukupan
luas kawasan hutan dan
penutupan

hutan

untuk

setiap daerah aliran sungai


dan

atau

pulau,

optimalisasi

guna

manfaat

lingkungan, manfaat sosial,


dan manfaat ekonomi masyarakat setempat minimal 30 % dari luas daerah
aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proposional.
Disamping itu kondisi hutan yang masih belum optimum, Hutan di
Jawa Timur masih terdapat lahan kritis, data BP Das Brantas menunjukkan
bahwa lahan kritis di dalam kawasan hutan adalah 231.289,65 Ha, dan
potensial kritis sebesar

196.020,00. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada gambar 2.8 Sehingga dengan berdasarkan pada hal tersebut luas
hutan di Jawa Timur berkurang menjadi 836.459,52 (Kondisi eksiting
Hutan-Lahan Kritis) atau tinggal 18% dari luas wilayah Jawa Timur.
Proses

konversi

pemanfaatan/penggunaan

hutan

di

kawasan

Provinsi
hutan

Jawa
oleh

Timur

terdapat

pihak

lain

( Pemerintah/Instansi, Perusahaan swasta, BUMN, masyarakat ) yang


digunakan untuk kegiatan di luar sektor kehutanan yang melalui prosedur
Tukar Menukar Kawasan Hutan seluas 5.392,30 ha yang tersebar di 114
Unit / lokasi.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 14

Adapun penggunaan kawasan hutan yang melalui prosedural yaitu


prosedur tukar menukar kawasan hutan tersebut diatas, berupa :
 Peruntukan pemukiman seluas 1.609,40 ha yang tersebar di 23 wilayah
pengelolaan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
 Peruntukan perkebunan (perkebunan tebu) oleh PTPN XI seluas 1.110,68
ha yang berada di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Kediri.
 Peruntukan Industri seluas 97,03 ha yang terdiri dari untuk pabrik, pabrik
semen, PLTA.
 Peruntukan pertambangan seluas 140,75 ha diantaranya tambang batu
marmer, andesit, batu besi, tambang minyak.
 Peruntukannya lain-lain seluas 2.434,44 ha terdiri dari untuk PLN, obyek
wisata, waduk/bendungan/embung, TNI, pondok pesantren, tambak,
LAPAN, Tempat Pelelangan Ikan (TPI / PPI).
Pemanfaatan / penggunaan kawasan hutan tersebut seluas
5.392,30 ha yang tersebar di Provinsi Jawa Timur, sebanyak 114 Unit /
lokasi, pada hakekatnya cukup sesuai peruntukannya, dikarenakan dengan
keberadaan terbangunnya lokasi - lokasi tersebut diharapkan dapat
berdampak kepada perkembangan perekonomian khususnya masyarakat
setempat dan pada umumnya perekonomian di Provinsi Jawa Timur.
Disamping itu, Data Perum Perhutani menyebutkan, bahwa 80
persen lebih hutan di Pulau Jawa adalah hutan produksi miskin jenis
(monokultur), didominasi oleh jati 51,73 persen dan pinus 35,14 persen
yang sama sekali tidak bisa diandalkan sebagai penyangga kehidupan,
penyimpan air, atau penahan banjir. Artinya Provinsi Jawa Timur dengan
prosentase luasan kawasan hutan yang tidak jauh berbeda amat rentan
akan terjadinya bencana alam berupa banjir, erosi, dan tanah longsor.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 15

2.2. Keanekaragaman Hayati


Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah keanekaragaman
organisme yang hidup di berbagai kawasan baik di daratan, lautan, dan
ekosistem

perairan

lainnya.

Didalamnya

terdapat

berbagai

keanekaragaman dalam satu spesies, antar spesies, dan keanekaragaman


ekosistem/ kawasan.
Manfaat keanekaragaman hayati adalah untuk menjaga pelestarian
fungsi dan tata air, tata udara, tata guna tanah, juga sangat strategis bagi
pengembangan pertanian, yakni untuk pangan, sandang, papan, obatobatan, dan energi biomassa secara berelanjutan, selain sebagai potensi
ekowisata.
Tabel 2.4.
Jumlah Spesies Flora dan Fauna yang Diketahui dan Dilindungi
Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 - 2010

No.
1

Golongan

Hewan
menyusui
2
Burung
3
Reptil
4
Amphibi
5
Ikan
6
Keong
7
Serangga
8
Tumbuhtumbuhan
Jumlah

2008
Jumlah
Jumlah
spesies
spesies
diketahui dilindungi
16
6

2009
Jumlah
Jumlah
spesies
spesies
diketahui dilindungi
16
8

2010
Jumlah
Jumlah
spesies
spesies
diketahui
dilindungi
23
23

35
3
2

9
3
0

35
3
2

83
3
2

18

30
1
1
2
42

83
3
1
6
15
6

137

Sumber : BBKSDA Jawa Timur, 2010

Jumlah spesies dilindungi di Jawa timur menunjukkan trend


meningkat sejak tahun 2008. Pada tahun 2008, jumlah spesies dilindungi
di Jawa Timur mencapai 18 jenis, selanjutnya meningkat menjadi 42
spesies pada tahun 2009 dan 137 spesies pada tahun 2010. Spesies
dilindungi pada tahun 2010 terdiri dari : hewan menyusui 16,79% ,

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 16

burung 60,58%, reptil 2,19%, ikan 0,73%, moluska 4,38%, serangga


10,95%, dan tumbuhan 4,38%.
Jumlah spesies hewan menyusui pada tahun 2010 meningkat dari
tahun-tahun sebelumnya. Jumlah spesies meningkat dari 8 spesies pada
tahun 2009 menjadi 23 spesies pada tahun 2010. Golongan burung juga
meningkat dari 30 spesies pada tahun 2009 menjadi 83 spesies pada
tahun 2010. Peningkatan jumlah hewan menyusui dan burung didukung
oleh identifikasi spesies baik di dalam maupun diluar kawasan, selain
beberapa jenis yang mulai ditangkarkan di Jawa Timur.
Selanjutnya, golongan reptil meningkat dari 1 spesies menjadi 3
spesies. Ketiga reptil yang ditemukan merupakan penyu hijau, penyu sisik
dan ular sanca bodo. Penyu hijau ditangkarkan di Ngagelan, Taman
Nasional Alas Purwo dan di Sukomade, Taman Nasional Meru Betiri.
Spesies ikan dilindungi yang diketahui adalah Belida Jawa (Nothopterus
spp.), keberadaan spesies ini diketahui dari penggagalan pengiriman
spesies ini dari Tulungagung ke Gorontalo. Spesies keong yang diketahui
keseluruhan mempunyai habitat ekosistem terumbu karang.
Peningkatan jumlah spesies didukung oleh identifikasi di lapangan
maupun penggagalan penyelundupan dan ketidaklengkapan dokumen
pengiriman baik ke dalam maupun keluar negeri. Golongan serangga
meningkat menjadi 15 spesies pada tahun 2010 yang keseluruhan spesies
tidak ditemukan pada tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah
spesies serangga didukung adanya penangkaran ke-15 jenis kupu-kupu
yang dilindungi.
Keanekaragaman hayati merupakan salah satu indikator kelestarian
lingkungan, karena dapat menggambarkan berfungsinya sistem ekologi
pada sebuah ekosistem. Jumlah spesies yang diketahui dan dilindungi di
wilayah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel ....

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 17

Beberapa spesies yang dalam status terancam adalah Elang Laut,


Elang Bodo, Madu Sriganti, Perkutut, Jalak Putih (Burung); Tupai, Kalong,
Lutung, Kucing Hutan, Macan Tutul, Trenggiling (Hewan Menyususi); Ular
Sowo, Biawak (Reptilia); Katak Kebun, Katak Sawah (Amphibia) (Balai
Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur, 2009).

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 18

2 .3 . A ir
Peningkatan jumlah penduduk membawa banyak konsekuensi,
diantaranya terhadap kecukupan penyediaan air. Berdasarkan dugaan
para ahli kelangkaan air bersih akan terjadi dalam beberapa tahun yang
akan datang. Pada tahun 2040 ketersediaan air bersih akan berkurang
sebanyak

50%

dari

jumlah

kebutuhan,

hal

ini

disebabkan

oleh

peningkatan jumlah penduduk, semakin panjangnya masa harapan hidup


serta hampir selalu terjadi pemborosan dalam setiap pemakaian air.
Secara umum tingkat konsumsi air bersih per kapita (rumah tangga
pelanggan PDAM) menurut standar kuantitas WHO sebesar 150 liter per
hari,

yaknii

mencapai 37.1 m3
per

orang

setara

atau

Gambar 2.9
Kapasitas Curah Hujan berdasarkan Station Pemantauan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010

dengan

101.64 liter per hari.


Karenanya kuantitas
dan kualitas air di
sumber-sumber
di

daratan

air

perlu

dijaga, karena air


adalah salah satu
kebutuhan

dasar

bagi makhluk hidup dalam melangsungkan keberlanjutan hidupnya.


Mengambil standar WHO tersebut, dengan jumlah penduduk 37.476.011
jiwa pada tahun 2010, maka kebutuhan air bersih di Jawa Timur
seharusnya

1.390.360.008

m3 per

orang

atau

setara

dengan

3.809.061.758 liter perhari atau 1.371.262.232.880 liter pertahun.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 19

Kecenderungan kebutuhan air sangat dipengaruhi oleh tingkat


pendapatan dan jumlah penduduk. Berdasarkan data jumlah penduduk
dan tingkat pendapatan penduduk dari tahun ke tahun dapat dilihat
bahwa kebutuhan air bersih di Jawa Timur cenderung terus meningkat.
Tabel 2.6
Sifat Hujan Jawa Timur Tahun 2010
SIFAT HUJAN ( % )
BULAN

ATAS
NORMAL
JANUARI
41,67
FEBRUARI
42,97
MARET
57,50
APRIL
73,98
MEI
97,56
JUNI
65,62
JULI
86,61
AGUSTUS
77,05
SEPTEMBER
100
OKTOBER
70,16
NOPEMBER
62,6
DESEMBER
49,62
Sumber data : BMG Juanda, 2010

NORMAL
30,30
35,16
24,17
14,63
1,63
17,19
5,51
3,28
16,94
19,1
28,24

BAWAH
NORMAL
28,03
21,88
18,33
11,38
0,81
17,19
7,87
19,67
12,90
18,3
22,14

CURAH HUJAN
( mm )
43 1153
46 745
63 696
53 747
56 1270
0 638
0 311
0 435
37 1507
28 1018
12 873
51 806

2.3.1. Kondisi Kuantitas dan Kualitas Air


Untuk

Gambar 2.10

mengetahui

kondisi

kuantitas

kualitas

dan

dapat dilihat dari curah


hujan,

sebagaiamana

Gambar 2.9. Disamping


itu

sebaran

menurut

tempat

hujan
tidak

merata, yaitu tinggi di


pantai

selatan

dan

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 20

semakin rendah ke arah utara dan dari ujung barat ke arah timur
juga semakin menurun jumlah hujannya. Berdasarkan waktu, distribusi
hujanpun tidak merata, dimana lebih dari 80%

dari

seluruh

hujan

turun dalam periode Desember s/d bulan Mei dan sisanya sebesar
20% turun pada bulan Agustus hingga bulan Nopember. Berdasarkan
laporan Badan Meteorololgi dan Geofisika Jawa Timur (GMG-Juanda)
menunjukkan bahwa Intensitas hujan di Jawa Timur Tahun 2010 (Gambar
2.10) adalah curah hujan dibagi hari hujan,dari data curah hujan kita
peroleh sifat hujan yang terdiri dari Atas Normal,Normal dan Bawah
Normal. Dari hasil evaluasi bulanan di ketahui sepanjang tahun 2010 di
Jawa Timur sifat hujannya di atas normal artinya sebagian besar Kab/Kota
intensitas hujannya tinggi.
2.3.1.1. Ketersedian/Kuantitas Air di Jawa Timur
Ketersediaan air di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 mencapai
54.524,25 milyard m3, yang terbagi atas air permukaan sebesar 44.285,32
Gambar 2.11

milyar m3 per tahun


dan ketersediaan air
tanah

sebesar

10.238,93 milyar m3.


Sumber

daya

air

tersebut dimanfaatkan
dalam
bentuk

berbagai
kepentingan

penggunaan

yaitu

kepentingan

domes-

tik : 5.861,06 Juta m3/tahun, industri : 132,08 Juta m3/tahun, dan


pertanian sebesar 18.112,36 Juta m3/tahun. Sedangkan yang belum

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 21

digunakan sebesar 30.418,75 Juta m3/tahun (laporan Pengairan Dalam


Angka, Tahun 2010).
Berdasarkan angka-angka perkiraan ketersediaan dan kebutuhan
air tersebut di atas, jumlah total tahunan air yang tersedia di Jawa Timur
masih lebih besar dari kebutuhan air (Gambar 2.11). Dengan kata lain,
sampai tahun 2010 di Jawa Timur masih surplus air ditinjau dari volume
air tahunan. Meskipun jumlah air surplus tersebut cenderung semakin
berkurang.

Oleh

karena

itu

dimasa

mendatang

dengan

semakin

meningkatnya penduduk dan pembangunan di Jawa Timur maka


ketersediaan air akan menjadi masalah. Pada saat sekarangpun kalau kita
lihat neraca air bulanan, dibeberapa tempat banyak mengalami defisit air,
karena distribusi hujan bulanan tidak merata sepanjang tahun sehingga
pada bulan-bulan tertentu di Jawa Timur secara keseluruhan akan
mengalami defisit.
Tabel 2.5
Fluktuasi Debit yang mengalami Kritis dan Ambang Kritis
Provinsi Jawa Timur 2010
Debit (m3/dtk)
No.
I
1
2

Nama Sungai

Fluktuasi
Max-Min

Ket

Maks

Min

270,63
1197,3
92,54
104,24
960,8
1398,9
98,26
1862,32
1336,41

38,78
196,19
1,34
8,78
12,03
6,84
0
277,7
258,6

231,9
1.001,1
91,2
95,5
948,8
1.392,1
98,3
1.584,6
1.077,8

Kritis
Kritis
Ambang Kritis
Ambang Kritis
Kritis
Kritis
Ambang Kritis
Kritis
Kritis

94,8
617,2

Ambang Kritis
Kritis

Bengawan Solo
K.Bengawan Solo Kauman

K. Bengawan Solo Napel


K. Grindulu

K. Lorok

K. Solo Padangan

K. Madiun Ngawi

K. Kening

K. Solo babat

K. Solo Karang geneng

II.

Brantas

10

K. Pundensari

295,21

200,43

11

K. Brantas

964,20

347,00

Sumber : Data Pengairan dalam Angka Th 2010.

Disisi lain sebagaimana gambaran kondisi lahan dan hutan di Jawa


Timur, ternyata kondisi air permukaan bila dilihat dari fluktuasi debit
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 22

maximum dan minimum, dapat dicermati bahwa tingkat kerusakan sebuah


DAS di Jawa Timur dapat dilihat pada table 2.5. di adalah aliran
maksimum (Q-maks) yang besar dan aliran minimum (Q-min) yang kecil,
sehingga nisbah Q-maks/Q-min adalah besar.
Dampak lain sebagai akibat kerusakan lahan dan hutan adalah
keberadaan Mata Air. Berdasarkan laporan dari Dinas Pengairan Provinsi
Jawa Timur mencatat pada tahun 2010 bahwa Jawa Timur mempunyai
mata air sebanyak 4.389 buah tersebar di 30 kabupaten. Signifikasi data
yang dirilis oleh Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur tidak sesuai dengan
kekritisan hutan, karena pada tahun yang sama kondisi hutan di Jawa
tinggal 17% atau berkurang + 11 %. Namun demikian karena proses
inventarisasi tidak pernah dilakukan update/perubahan sehingga dirasakan
kesulitan untuk memastikan berapa kondisi terkini mata air di Jawa Timur.
Beberapa media massa melaporkan bahwa kondisi mata air yang
tersebar pada 30 Kab/kota telah berkurang sebesar + 50%, dari sisa 50%
dimaksud secara umum telah mengalami penurunan debit airnya. Sebagai
gambaran sebagaimana laporan Perum Jasatirta I, menunjukkan bahwa
kondisi awal, jumlah mata air di wilayah DAS Brantas sebanyak 1.597
buah yang tersebar 10 kabupaten. Kabupaten/Kota Malang dan terdapat
358 sumber mata air dan kota Batu sebanyak 109 sumber mata air.
Kondisi saat ini sumber mata air

yang berada di Batu telah

mengalami kekeringan 52 mata air dan 30 % berada di Kec. Bumiaji.


Letak sumber mata air yang mengalami kekeringan tersebut

20 buah

berada di lahan milik Perhutani dan 32 sumber mata air di lahan rakyat.
Investigasi yang dilakukan di daerah Toyomerto - Gunung Arjuno dan
Sumberdem - Gunung Kawi menunjukkan mengecilnya mata air yang ada
dan bahkan hilangnya beberapa sumber mata air.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 23

Sumber mata air terbesar Kali Brantas yaitu di Sumber Brantas,


Kota Batu sebanyak 50% mata air hilang dalam kurun 2 (dua) tahun
terakhir. 11 (sebelas) mata air mengering, sedangkan 46 mata air
mengalami penurunan debit dari 10 m3/ detik menjadi kurang dari 5 m3/
detik (Jumlah mata air tahun 2007: 170; tahun 2008: 111; tahun 2009:
46).

2.3.1.2. Kuantitas Air di Jawa Timur


2.3.1.2.1.

Sungai

Kualitas air sungai di Provinsi Jawa Timur cenderung semakin


menurun, hal ini berakibat pada kualitas air bersih di Jawa Timur semakin
terbatas. Berdasarkan pemantauan kualitas air sungai di Jawa Timur pada
tahun 2010, menunjukkan hal-hal sebagai berikut :

2.3.1.2.1.1. DAS BENGAWAN SOLO


Kualitas sungai Bengawan Solo secara umum berada pada Kelas II
dan Kelas III, kalau
dicermati

dalam

Gambar 2.12

konsentrasi DO, BOD,


COD
tahun

dan

Tss

2010

pada

(Januari

s/d Nopember 2010),


hasil pemantaun pada
39 titik pantau, dimana
7

titk

pantau

mempunyai Kelas I, 28
titik pantau kelas II

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 24

dan 9 titik pantau mempunyai Kelas III. Hasil Pemantauan dari titik-titik
tersebut masih belum sepenuhnya sesuai dengan Baku Mutu Kelas II dan
III, hal ini dapat diuraikan bahwa :
 Parameter DO (Dissolved Oxygen )
Parameter Oksigen Terlarut (DO) di DAS Bengawan solo wilayah Jawa
Timur secara umum telah memenuhi baku mutu kelas II >= 4 mg/l,
dan Kelas III, khusus untuk parameter Kelas I yang terpenuhi hanya
hanya 41%. Selanjutnya hasil analisis kecenderungan DO pada 9 Titik
Pantau sebagaimana Gambar 2.12, menggambarkan bahwa rata-rata
titk pantau sungan dimaksud selama tahun 2010 belum memenuhi
baku mutu kelas I dan II, dan hanya beberapa segmen saja yang
memenuhi Baku Mutu Kelas I, dan pada bulan berikut kembali turun
tidak memenuhi baku mutu klas I.

 Parameter Biologycal Oxygen Demand (BOD)


Kebutuhan Oksigen untuk mereduksi zat organik secara biologi/ alami
pada DAS Bengawan
Gambar 2.13

Solo

Wilayah

Timur

yang

memenuhi

Jawa
belum
kualitas

baku mutu pada kelas


III sebesar 79%, Kelas
II sebanyak 27% dan
untuk Kelas I <= 2
mg/l yang memenuhi
sebanyak 12%.
Sebagai perbandingan dapat dilihat pada 2.13, dimana secara rata-rata
belum memenuhi baku mutu kelas II <= 3 mg/l.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 25

 Parameter Chemical Oxygen Demand (COD)


Kebutuhan

oksigen

Gambar 2.14

untuk mengurangi zat


orga- nik secara kimiawi
(laboratorium)

menun

jukkan

secara

bahwa

umum di DAS Bengawan


Solo,

telah memenuhi

Baku Mutu Kelas III <=


50 mg/l yaitu sebesar
95%. Sedangkan untuk
baku mutu kelas II yang memenuhi baku mutu kelas II <= 25 mg/l,
sebesar 67%. Dan untuk Kelas I, hanya 22 % yang memenuhi baku
mutu <= 10 mg/l.
 Parameter Total Suspended Solids (TSS),
Kepadatan
Gambar 2.15

yang terlarut di
DAS Bengawan
Solo,

73%
memenuhi

baku
kelas

mutu
III

<=

400 mg/l, dan


28%

belum
memenuhi

baku mutu kelas II <= 50 mg/l dan Kelas I <= 50 mg/l.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 26

2.3.1.2.1.2. DAS BRANTAS


Proses pemantauan baku mutu air dilakukan secara berurutan pada
bulan Januari s/d
Gambar 2,16

Nopember
pada

2010

beberapa

ruas

sungai

di

Kelas I dan II,


Secara

umum

konsentrasi

PH

dan NO3 pada 18


titk
telah

pengamatan
memenuhi

baku mutu Kelas I


dan II sebagaimana PP No. 82 tahun 2001.
Beberapa parameter yang dibawah ambang batas kelas I dan II,
yaitu pada parameter NO2 (Nitrit) hanya 39% yang memenuhi baku mutu
baik Kelas I dan II, Cu (tembaga) yang memenuhi sebesar 30% dan
parameter Fenol terpenuhi sebesar 0,51% atau 95% belum memenuhi
baku mutunya.
 Parameter DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut di 18 Titik Pengamatan sebanyak 63% telah
memenuhi kriteria baku mutu kelas I, 30% memenuhi baku mutu kelas II.
Nilai DO tertinggi yaitu sebesar 6,21 mg/l terdeteksi di pada Juli di Titik
pengamatan PK.1. yang berada di Desa Prambon Kecamatan prambon
Kab. Sidoarjo, dan pada bulan Nopember di Saluran Kanal Mangetan di
Desa Mliriprowo Kec, Tarik Kab. Sidoarjo.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 27

Kalau dilihat dari seluruh ruas sungai DAS brantas yang dimulai dar
AFVOUR

di

Gambar 2.17

Kertosono
Nganjuk
secara umum
sejak

bulan

Januari 2009
s/d
Desember
2010

belum

memenuhi
baku

mutu

kelas 2, pada
bulan Mei s/d Juli 2009 dan Bulan Januari 2010 yang memenuhi baku
mutu kelas II >= 4 mg/l. Hal sama terjadi di Kali Lanang dan Kali Kresek
Kediri.
Selain itu Hasil pemantauan kualitas air di 6 (enam) gunung yang
menjadi sumber Kali Brantas, 2 (dua) sumber air dinyatakan tidak
tercemar dan 4 (empat) sumber lainnya masuk dalam kategori tercemar.
Pemantauan

dilakukan

dengan

menggunakan

parameter

Dissolved

Oxygen (DO)/ oksigen terlarut dan indeks serangga air. 2 (dua) sumber
air yang dinyatakan tidak tercemar adalah Gunung Kawi, Kali Lesti dan
Gunung Argowayang, Kali Jurang Jerot, sedangkan 4 (empat) sumber air
yang dinyatakan tercemar adalah Gunung Wilis, Kali Kuncir; Gunung
Anjasmoro, Kali Konto; Gunung Kelud, Kali Bladak; dan Gunung Arjuno,
Kali Krecek (SLHD Jatim, 2009).

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 28

 Parameter BOD
Kebutuhan Oksigen untuk mereduksi zat organik secara biologi/ alami
pada DAS Brantas di
Gambar 2.18

18 Titik Pengamatan
sebanyak 58% telah
memenuhi

kriteria

baku mutu kelas III,


10% memenuhi baku
mutu kelas II. Dan
hanya

4%

yang

memenuhi baku mutu


kelas I.
Nilai BOD terbesar terpantau di Kali Tengah, di Desa Bambe Kecamatan
Driyorejo Gresik yaitu sebesar 72,24 mg/l, hal ini jauh melampaui
baku mutu yang seharusnya yaitu kali tengah berada pada Kelas I <= 2
mg/l. Grafik 2.18 menggambarkan kondisi BOD di Kali Tengah, hasil
pantau bulan Januari s/d Nopember 2010, dimana pada umumnya
belum memenuhi Baku Mutu kelas I.
 Parameter Chemical Oxygen Demand (COD)
Kebutuhan

oksigen

Gambar 2.19

untuk mengurangi zat


organik secara kimiawi
(laboratorium)

menun

jukkan

secara

bahwa

umum di DAS Brantas,


telah memenuhi Baku
Mutu Kelas III <= 50
mg/l yaitu sebesar 91%. Sedangkan untuk baku mutu kelas II yang

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 29

memenuhi baku mutu kelas II <= 25 mg/l, sebesar 57%. Dan untuk
Kelas I, hanya 9 % yang memenuhi baku mutu <= 10 mg/l.
Hasil pemantauan pada bulan januari s/d Nopemebr 2010 terdeteksi
adanya parameter COD sebesar 216,83 mg/l di Kali Kwangen Jembatan
Perning Mojokerto, dimana seharusnya Kali Kwangen mempunyai
Baku Mutu Kelas II atau <= 25 mg/l. Secara lengkap perkembangan
hasil pemantauan di Kali Kwangen dapat dilihat pada Grafik 2.19.
 Parameter Total Suspended Solids (TSS),
Kepadatan yang terlarut di DAS Brantas, 87% memenuhi baku mutu
kelas III <=
Gambar 2.20

400 mg/l, dan


25%

belum

memenuhi
baku

mutu

kelas II <=
50 mg/l dan
Kelas I <= 50
mg/l.
Hasil
Pemantauan
pada 18 Titik sungai ditemukan parameter Tss terbesar di Kali
Pelayaran di Desa penambangan Kec Balongbendo Sidoarjo.
Selanjutnya bilamana dicermati beban Tss di Hulu Das Brantas
menunjukkan bahwa beban Tss saat pemantauan bulan Januari s/d
September 2010 yang memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan
pada Kelas II <= 50 mg/l hanya sebesar 27% atau 73% di kali Hulu
Das Brantas belum memenuhi baku mutu Kelas II. Bahkan, Pada

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 30

Gambar 2.20 terlihat bahwa beban Tss saat bulan Januari dan Pebruari
melebihi 2.000 mg/l pada Kali Metro dan Kali Amprong.

2.3.1.2.2.

Air Bersih

Berdasarkan hasil pemantauan air bersih di Propinsi Jawa Timur


adalah sebagai berikut:
1. Parameter Fisika
Pemeriksaan Fisika air yang dilakukan di Jawa Timur menunjukkan air
bersih di masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Timur tidak berbau,
tidak berasa
Gambar 2.21

(kecuali

di

Kab. Gresik)
dan memiliki
tingkat keke
ruhan

yang

normal

indi-

kator
air
Indikator

warna

juga

menunjukkan

bahwa

air

fisika
bersih.

bersih

di

Kabupaten/Kota di Jawa Timur masih memenuhi standar baku mutu.


Berdasarkan Gambar 2.21 diatas, jumlah zat terlarut dalam air
bersih di beberapa Kabupaten/Kota menunjukkan nilai diatas baku
mutu (Nilai baku mutu jumlah zat terlarut = 1500 mg/l), yaitu Kota
Surabaya (2674 mg/l) dan Kabupaten Gresik (2016 mg/l). Jumlah zat
padat terlarut (TDS) yang melebihi batas dapat mengakibatkan rasa
tidak enak di lidah, rasa mual akibat NaSO4/MgSO4, penyakit jantung
dan toxemia pada wanita hamil.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 31

2. Kimia Anorganik
Berdasarkan hasil pemeriksaan Anorganik air Bersih di
Kabupaten/Kota Jawa Timur,

rata-rata air bersih memiliki pH 7,


nilai

Gambar 2.22

tersebut
memenuhi

kriteria sebagai
air bersih. Hasil
pemeriksaan
kandungan besi
(Fe),
(F),
(Cd),

Fluorida
Kadmium
Khlorida

(Cl), Khromium (Cr), Mangan (Mn), Nitrat, Nitrit, Seng (Zn), Sianida
dan Timbal (Pb) dalam air bersih di Kabupaten/Kota di Jawa Timur
menunjukkan bahwa konsentrasi zat-zat tersebut masih sesuai
dengan nilai baku mutu yang disyaratkan (Gambar 2.22).
Sedangkan kesadahan dan konsentrasi Sulfat ditunjukkan
sebagai berikut:
Berdasarkan
memiliki

Gambar

3.23,

beberapa

Kabupaten/kota

nilai
Gambar 2.23

kesadahan diatas baku


mutu yang disyaratkan
yaitu 500 mg/l. Daerah
dengan

tingkat

kesadahan air bersih


paling tinggi yaitu di
Kabupaten

Gresik

(1118

disusul

mg/l),

Kabupaten Mojokerto (891 mg/l) dan Kota Surabaya (566 mg/l).

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 32

Gambar 2.24, menunjukkan konsentrasi sulfat dalam air


bersih di Kabupaten/kota Jawa Timur, konsentrasi sulfat di
Kabupaten/Kota di Jawa Timur menunjukkan nilai dibawah baku
Gambar 2.24

mutu yang disya


ratkan

sebagai

air bersih yaitu


400 mg/l.
Konsentrasi
paling

tinggi

ditunjukkan

di

Kabupaten
Bojonegoro yaitu
234,67 mg/l.
Secara perhitungan Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan,
semua parameter kimia anorganik dalam air bersih masih
menunjukan nilai RQ < 1, yang artinya secara prediksi kandungan
konsentrasi zat-zat tersebut masih aman untuk dikonsumsi dalam
jangka waktu 30 tahun kedepan oleh masyarakat dengan berat
badan 55 Kg.

3. Kimia Organik
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap air bersih
di Kabupaten/Kota di Jawa Timur, untuk parameter Kimia Organik
dalam air bersih yaitu konsentrasi Detergen dan Zat Organik
(KmnO4) dalam air bersih di Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 33

menunjukkan nilai dibawah standar baku mutu yang ditetapkan,


yaitu 0,5 mg/l untuk detergen dan 10 mg/l untuk zat organik
(KmnO4).
Berdasarkan Gambar 2.25 diatas, nilai zat organik (KmnO4)
paling

tinggi

Gambar 2.25

ditemukan

di

Kabupaten
Nganjuk

yaitu

8,59 mg/l. Efek


kesehatan yang
muncul apabila
zat
melebihi
baku

organik
nilai
mutu

adalah menimbulkan rasa, bau tidak sedap, menyebabkan sakit


perut dan korosif.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 34

2.3.2.2.3.

Air Laut

Berdasarkan laporan dari BBTKL Provinsi Jawa Timur yang secara


rutin melakukan pemantauan, dan pada Tahun 2010 dapat dirangkum
sebagai berikut :
1. Fisika
Berdasarkan pemantauan fisik air laut yang meliputi warna, bau,
kecerahan, kekeruhan, TSS, Sampah, temperatur dan lapisan minyak,
hanya parameter kekeruhan yang terdapat di beberapa titik lokasi
pemantauan memiliki nilai diatas baku mutu yang ditetapkan yaitu 5
NTU yang terdapat di air laut di Kota Surabaya, Kabupaten Lamongan
dan Sidoarjo. Nilai kekeruhan paling tinggi terdapat di air laut kali
lamong 1 yang bernilai 25,18 NTU.
2. Kimia
Pada pemantauan Kimia air laut di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa
Timur untuk parameter pH, Salinitas, DO, BODs, BOD, Amonia Total,
PO4, Sianida, Sulfida, minyak, fenol, pestisida, PCB, Detergen, Merkuri,
Krom, Arsen, Kadmium, Tembaga, Timbal, Seng dan Nikel masih
sesuai dengan nilai baku mutu yang ditetapkan. Sedangkan untuk
parameter NO3, di beberapa titik di Kota Surabaya, Probolinggo,
Tuban, Lamongan, Pacitan dan Sidoarjo melebihi nilai baku mutu yang
disyaratkan yaitu 0,008 mg/l, konsentrasi paling tinggi ditunjukkan di
Air laut PT QL Hasil Laut yaitu 4,3121 mg/l.
3. Biologi
Pada pemeriksaan E. Coli dan Coliform di Madiun dan lamongan,
hasilnya menunjukkan kedua kabupaten tersebut dalam air lautnya
masih memenuhi nilai baku mutu yang ditetapkan yaitu 1000
JPT/100ml.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 35

2.4.

Udara
Udara memiliki arti sangat penting bagi kelangsungan hidup dari

seluruh makhluk hidup yang ada di dunia ini, sehingga kualitasnya harus
dijaga.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang
pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran
udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/ atau
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga
mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Adapun udara ambien didefinisikan sebagai udara bebas di
permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah
yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi
kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya.
Pemantauan kualitas udara ambien perkotaan di wilayah Propinsi
Jawa Timur diperlukan untuk mengetahui dampak yang dihasilkan oleh
kegiatan (domestik, industri, transportasi) terhadap kualitas udara ambien
suatu wilayah. Kegiatan monitoring udara ambien juga diperlukan untuk
mengetahui tingkat penurunan kualitas udara, memperkirakan dampak
terhadap lingkungan akibat pencemaran udara, dan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan program pemerintah dalam rangka menjaga kualitas
udara.
Berikut disampaikan hasil pemantauan udara di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2010 yang dilakukan oleh BBTKL (Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan) adalah sebagai berikut :

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 36

1. Parameter SO2
Hasil pemantauan kualitas udara ambien sesaat di propinsi Jawa
Timur menunjukkan bahwa:
Berdasarkan hasil pemantauan, sebagian besar kualitas SO2
ambien sesaat di Kabupaten dan kota masih dibawah standar baku mutu
udara ambien yang
ada

(Baku

Gambar 2.26

mutu

udara ambien SO2 =


0,1ppm), namun di
Kab.

Banyuwangi

dan Kota Surabaya


nilai SO2 ambien di
udara melebihi nilai
standar Baku mutu,
yaitu

0,1962

ppm

untuk Kabupaten Banyuwangi dan 0,2451 ppm

untuk Kota Surabaya.

Untuk mengetahu faktor risiko dari parameter tersebut dilakukan analisis


dengan

metode

ARKL

(Analisis

Risiko

Kesehatan

Lingkungan).

Berdasarkan hasil perhitungan ARKL, Daerah yang memiliki nilai RQ > 1


adalah sebagai berikut :
Berdasarkan tabel diatas, nilai SO2 di Kabupaten Jombang, Kota
Kediri,

Kabupaten

Banyuwangi

dan

Kota

sangat

tidak

Tabel 2.7.
Hasil Perhitungan Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan SO2

Tahun
2010

Daerah

Nilai RQ SO2

Dt awal

Surabaya

Jombang

1,085182

27,6 tahun

aman

Kota Kediri

1,053778

28,5 tahun

menimbulkan

Banyuwangi

6,846071

4,4 Tahun

karsinogenik) bila dihirup

Kota Surabaya

8,552354

3,51 Tahun

0,83 m3/jam selam 24 jam

Sumber Data : BBTKL Jatim, 2010

dalam

(dapat
efek

waktu

non

350

hari/tahun serta jangka waktu 30 tahun oleh orang dengan berat badan

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 37

55 Kg atau kurang. Berdasarkan nilai RQ tersebut, Daerah yang paling


beresiko yakni Kota Surabaya dengan nilai risiko (RQ) tertinggi. Dengan
mentehaui nilai RQ maka dapat diprediksi waktu awal terjadinya
gangguan kesehatan pada masyarakat.
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa waktu awal terjadinya
penyakit akibat parameter SO2 tercepat ada di Kota Surabaya yaitu 3,5
tahun, disusul Banyuwangi yang akan berdampak dalam 4,4 tahun. SO2
atau sulfur dioksida adalah gas berbau yang dapat menyebabkan iritasi
pernafasan. SO2 terjadi akibat pembakaran batu bara, bahan bakar
minyak, dan bahan bakar fosil lainnya yang mengandung sulfur.

2. Parameter NO2
Nitrogen dioksida (NO2) adalah gas yang menyebabkan gangguan
pernafasan dalam kadar tinggi, terjadi akibat pembakaran kendaraan
bermotor dan juga mesin berbagai industri. Kualitas NO2 sesaat di tiaptiap kota dan kabupaten di Propinsi Jawa Timur masih berada dibawah
standar baku mutu udara ambien yang ada (baku mutu udara ambien NO2
= 0,05 ppm). Konsentrasi tertinggi terdapat di Kabupaten banyuwangi,
yakni 0,04.
Walaupun

Gambar 2.27

secara

keseluruhan

konsentrasi

di

Kabupaten/kota masih
dibawah nilai standar
baku

mutu,

namun

secara

perhitungan

Anilisis

Resiko

Kesehatan Lingkungan
(ARKL),

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

Kabupaten

II - 38

Banyuwangi memiliki nilai RQ > 1 yaitu 1,2, yang sangat tidak aman
(dapat menimbulkan efek non karsinogenik) bila dihirup 0,83 m3/jam selam
24 jam dalam waktu 350 hari/tahun dalam jangka waktu 30 tahun oleh
orang dengan berat badan 55 Kg atau kurang. Dengan nilai RQ tersebut,
diprediksi masyarakat Banyuwangi akan mengalami dampak kesehatan
akibat menghirup NO2 dalam jangka waktu 27,6 Tahun.

3. Parameter O3

Gambar 2.28

Berdasarkan
grafik di atas, dapat
diketahu

bahwa

dari

pemantauan

O3,

konsentrasi
tinggi

paling

terdapat

Kabupaten
dengan

nilai

di

Pacitan,
0,0022

mg/Nm3.

4. Parameter CO
Karbon Monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, dan beracun yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak
sempurna dari bahan bakar fosil. Kualitas CO sesaat di tiap-tiap
kota/kabupaten di Propinsi Jawa Timur masih berada dibawah standar
baku mutu udara ambien yang ada (baku mutu udara ambien CO = 20
ppm). Kota Surabaya adalah kota di Jawa Timur dengan konsentrasi CO
sesaat tertinggi, yaitu 15,84 ppm.
Dari paparan di atas, setiap parameter polutan yang ada di udara
mengandung faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan
kesehatan pada manusia.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 39

2.4.1. Suspended Particular Meter (SPM)


Berdasarkan laporan BMG Juanda Jawa Timur, dijelaskan berikut ini
kondisi SPM dapat diterangkan pada Gambar 2.29.

Gambar 2.29 adalah Grafik konsentrasi debu (SPM) Stasiun


Meteorologi

Gambar 2.29

Juanda Periode
JanuariSeptember
2010.
Konsentrasi
rata-rata

SPM

pada periode ini


adalah

90,67

g/m3 per hari.


Konsentrasi
minimum SPM terukur pada tanggal 1 Maret 2010 yaitu 23,97 g/m3,
sedangkan konsentrasi maksimum SPM terukur pada tanggal 23 Juni
2010 sebesar 281,91 g/m3.

Nilai baku mutu nasional untuk konsentrasi SPM adalah 230 g/m3.
Pada tanggal 23 Juni 2010 konsentrasi SPM di Stasiun Meteorologi
Juanda melebihi nilai baku mutu nasional yaitu 281,91 g/m3.

SPM yang berada pada konsentrasi yang tinggi di udara dapat


menyebabkan gangguan pernafasan. Selain itu, tingginya konsentrasi
SPM juga berdampak pada berkurangnya jarak pandang/visibility.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 40

2.6. PESISIR DAN LAUT


Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara ekosistem
darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian tanah baik yang kering
maupun yang terendam air laut, dan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisik laut seperti pasang surut, ombak dan gelombang serta perembesan
air laut, sedangkan ke arah laut mencakup bagian perairan laut yang
dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi
dan aliran air tawar dari sungai maupun yang disebabkan oleh kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah,
perluasan permukiman serta intensifikasi pertanian (UU No. 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Dan Jika
dilihat dari tujuannya, wilayah pesisir salah satunya bertujuan untuk
melindungi,

mengonservasi,

memperkaya

sumber

daya

merehabilitasi,
pesisir

dan

memanfaatkan,

pulau-pulau

kecil

dan
serta

sistemekologisnya secara berkelanjutan (UU No. 27 Tahun 2007 tentang


PWP dan PPK).
Tren penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya pesisir dan laut
mengalami tekanan dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Sumber
daya yang paling terdegradasi adalah terumbu karang dan hutan
mangrove.

Dari beberapa data terlihat penurunan penutupan karang

hidup di beberapa lokasi kawasan timur Indonesia dan bahkan di


beberapa kawasan konservasi. Lingkungan pesisir dan lautan yang bersih
dan tidak tercemar merupakan jaminan bagi potensinya sebagai sumber
daya alam. Berbagai pihak harus terus memberikan dorongan kepada
masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan pesisir. Dibutuhkan
suatu gerakan yang melibatkan seluruh unsur masyarakat khususnya
masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir,pemerintah dan dunia usaha,
serta stakeholder lainnya yang terkait dengan kehidupan di wilayah
pesisir.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 41

Provinsi jawa Timur dengan luas perairan 208.138 km2, panjang


garis pantai 1.600 kilometer, dan memiliki 446 pulau, merupakan tempat
hunian bagi banyak biota laut dan sekitar 60 persen penduduk Jawa Timur
bermukim di kawasan pesisir.
2.6.1. Distribusi Mangrove di Jawa Timur
Kawasan Pesisir di Jawa Timur sebanyak 20 Kab/Kota, secara umum
luas lokasi hutan mangrove seluas 7.679,05 Ha. Sebagian besar dari
wilayah pantai diatas memiliki ciri topografi wilayah pantai yang relatif
datar dengan kemiringan 0-3 derajat, banyaknya sungai yang bermuara

No.

Tabel 2.8
Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove Jawa timur 2010
Luas
Persentase
Kerapatan
Lokasi
Lokasi
tutupan
(pohon/ha)
(ha)
(%)

Kabupaten
Pacitan

Blitar

Tulungagung

Malang

340,00

Lumajang

222,00

Jember

Situbondo

724,21

Pasuruan

550,70

70 90
3 - 24

6.000
10.000
500 - 1000

83,3 97,18

2000 2333

60

20

Probolinggo

366,20

Banyuwangi

11

1.236,42

12

Sidoarjo
Tuban

*
4500 5000

13

Lamongan

14

Gresik

678,88

15
16

Sumenep
Bangkalan

825,86

17

Sampang

5 - 87

22,00

pantainya

semakin menjorok kelaut

Menurut data dari


BKSDA

Jawa

(2009),

di

pesisir

Selat

Timur

sepanjang
Madura

terdapat kurang lebih 25

30,00

644,80

mengalami

(sedimentasi).

10

270,20

tersebut

sehingga

2,50

1.000,00

wilayah dikawasan pesisir

pertambahan luas tanah

13,00

15,00

mengakibatkan beberapa

5000
3-24
40 - 65

2.000 3.600

jenis

tumbuhan

mangrove.

Tumbuhan

yang ditemukan sebagian

Kota
18

Probolinggo

19

Pasuruan

20

Surabaya

378, 19

JUMLAH

7.679,05

60

1.233,70

besar

740,00

Sumber Data : LSLHD Kab/Kota dan DPK Jatim, 2010

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

merupakan

jenis

bakau dan api-api, kedua


golongan ini paling umum

II - 42

dijumpai dan dikenal masyarakat pesisir karena selain tumbuh alami di


tepi pantai jenis ini ditanam masyarakat ditepi-tepi tambak tradisional
yang difungsikan sebagai penahan pematang tambak agar tidak longsor.
Sebagian lagi ditanam ditengah tambak untuk mengundang kawanan
burung untuk bersarang dipohon. Oleh karena itu sebagian besar
petambak di daerah Ujung Pangkah Gresik, Sememi (Surabaya) dan Curah
sawo (Probolinggo) merasakan manfaat keberadaan burung tersebut
karena menurut mereka kotoran burung berpengaruh pada produksi ikan
yang mereka panen.
Secara kualitatif kondisi tutupan dan kerapatan mangrove di
Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 2.30. Dan luas Hutan
Mangrove terbesar berada di Kabupaten Sidoarjo yaitu 1.236,42 Ha dan
Kabupaten Probolinggo seluas seluas 1.233,70. Dari total luas Hutan
Mangrove di Jawa Timur 60% telah mengalami mangrove yang ada di
Jawa Timur umumnya menempati daerah muara sungai, kawasan terbesar
adalah

daerah

delta

Brantas

yang

meliputi

Gambar 2.30

Gresik, Surabaya,
Sidoarjo,
Pasuruan

dan

Probolinggo,
karena transport
sedimen

yang

cukup besar dari


Sungai yang bermuara disepanjang pantai tersebut lambat laun daerah
tersebut membentuk tanah yang terus maju kelaut (tanah oloran) hal ini
semakin dipercepat dengan pantai yang landai dengan ombak yang
tenang.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 43

Pada tahun 70-an kawasan ini merupakan belantara mangrove


yang menyimpan keanekaragaman hayati tinggi, hal ini terbukti dengan
digunakannya

daerah

ini

sebagai

daerah

persinggahan

burung

pengembara (migran) yang berasal dari benua eropa menuju Australia,


tempat tinggal dari puluhan jenis burung air diantaranya kuntul (Egretta
alba),

Bangau

Tongtong

(Leptoptilos

javanicus),

Belibis

kembang

(Dendrocygna arquata), Pecuk ular (Anhinga melanogaster), dan jenis


burung air lainnya, namun sekarang

karena semakin bertambah

banyaknya jumlah manusia di Jawa Timur keberadaan mangrove


digantikan oleh lahan-lahan yang memenuhi kebutuhan hidup manusia
seperti tambak udang dan bandeng, pemukiman, tempat rekreasi,
pelabuhan laut, pemukiman dan persawahan.
Hutan mangrove dapat tumbuh pada daerah pesisir Selat Madura
yang memiliki ciri khusus yaitu:
1. Memiiliki topografi pantai yang landai dengan kemiringan 0-5 derajat.
2. Adanya pengaruh pasang surut dan memiliki suplai air tawar
3. Kondisi sedimen pantai yang didominasi oleh substrat lumpur
4. Beriklim sedang dengan kisaran suhu 25 - 30 Derajat Celcius.
Kondisi pesisir Selat Madura di Jawa Timur saat ini telah mengalami
kerusakan lahan, terutama daerah yang pernah digunakan sebagai
tambak intensif yang mengalami kegagalan dan ditinggalkan pemiliknya,
sehingga saat ini banyak lahan tidur yang terdapat di daerah Situbondo
dan Probolinggo. Di Sidoarjo keberadaan mangrove dilindungi oleh Perda
17 Tahun 2003 tentang Kawasan lindung yang menetapkan sepanjang
400 meter pada daerah pasang surut merupakan kawasan lindung, untuk
lebih melindungi mangrove dalam Perda ini juga diatur tentang sanksi 5
Juta rupiah bagi penebangan mangrove pada kawasan lindung. Dengan
kebijakan ini mangrove di Sidoarjo dapat dikatakan relatif terlindungi, hal
ini berbeda dengan Hutan Mangrove di Wilayah Kota Surabaya yang

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 44

sebagian besar diubah menjadi kawasan pengembangan Real Estate dan


budidaya perikanan Payau di Pesisir Timur serta pengembangan kawasan
industri dan Pergudangan untuk Kawasan Utara. Bahkan untuk Wilayah
Gresik sebagian besar mangrovenya telah direklamasi Menjadi kawasan
pergudangan dan industri.
Berikut disampaikan Kondisi ekosistem mangrove pada tiap
kabupaten/kota :
1. Kota Surabaya
Ekosistem hutan mangrove di wilayah kota Surabaya banyak
tersebar di beberapa lokasi pesisir,
antara

lain

Rungkut,
Selain

itu,

Gununganyar,

Sukolilo,
ekosistem

Mulyorejo.
ini

juga

tredapat di Benowo dan Kenjeran


meskipun

luasannya

relative

sedikit. Luas total ekosistem hutan


mangrove di wilayah kota
Surabaya pada tahun 2009
adalah seluas 378,19 Ha.
Daerah dengan luas hutan
mangrove tertinggi adalah
Sukolilo

(119,99

Gununganyar

(96,49

Ha).
Ha)

dan Rungkut (63,78 Ha).


Akan tetapi,

berdasarkan

klasifikasi berdasarkan indeks NDVI terlihat bahwa sebagian besar


hutan mangrove di Kota Surabaya memiliki kerapatan rendah (jarang
atau sangat jarang) dengan prosentase 33,05% dan 37,83%.
Sedangkan hutan mangrove dengan kerapatn tinggi, hanya memiliki
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 45

prosentase sebesar 7,86% (rapat) dan 0,13% (sangat rapat).

Dari

data-data tersebut, dapat dikatakan bahwa secara umum kondisi


mangrove di Kota Surabaya sudah mengkhawatirkan.
Menurut beberapa penelusuran data, kerusakan ekosistem
mangrove di Surabaya banyak disebabkan oleh perubahan peruntukan
lahn (land use) untuk dijadikan lahan tambak (fish ponds) dan
perumahan (housing). Untuk mencegah agar kerusakan terus terjadi,
mak telah dilakukan beberapa upaya konservasi, seperti misalnya di
muara Wonokromo dan muara kali Wonorejo.
2. Kabupaten Sidoarjo
Hutan mangrove di Kabupaten Sidoarjo banyak tersebar di
kawasan delta, muara sungai, peisir pantai berlumpur dan sebagai
tumbuhan yang ditanam di areal tambak.

Berdasarkan hasil

pengamtan dari citra satelit, mangrove banyak ditemukan di wilayah


Sedati, Buduran, Sidoarjo, Candi, Porong dan Jabon.
Menurut hasil analisa citra Landsat yang kemudian dilanjutkan
dengan klasifikasi

Tabel 2.9
Luas ekosistem mangrove di wilayah Kab. Sidoarjo
Menurut Citra Landsat TM-5

tingkat kerapatan
vegetasi,
dapat

maka

diketahui

bahwa luas total


hutan mangrove
di Kab. Sidoarjo
adalah
Ha.

1.236,42
Jenis

Kecamatan
Buduran
Candi
Jabon
Porong
Sedati
Sidoarjo
Tanggulangin
Waru
Grand Total

Sangat
Jarang
48,95
62,37
131,37
9,72
137,58
67,72
10,37
66,65
534,74

Klasifikasi Kerapatan (Ha)


Jarang
Sedang
Rapat
28,53
36,21
86,22
3,61
106,63
39,56
7,43
41,13
349,32

14,09
34,65
55,81
0,40
75,94
24,59
0,32
28,14
233,93

0,91
5,33
29,31
0,09
60,42
8,61
12,52
117,18

Sangat
rapat
0,17

1,02
0,06

1,25

Grand
Total
92,48
138,74
302,70
13,81
381,59
140,54
18,12
148,44
1,236,42

Sumber data : Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, 2010

mangrove yang mendominasi adalah Avicennia sp diikuti jenis Bruguiera


sp, Rhizophora stylosa dan Sonneratia alba. Secara umum, dari table
diatas terlihat bahwa prosentase antara hutan dengan kondisi rusak

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 46

(kerapatan jarang dan sangat jarang) dengan kondisi hutan mangrove


yang masih baik (kerapatan sedang sampai dengan sangat tinggi)
cukup jauh berbeda. Akan tetapi apabila dilihat dari luasanya, hal ini
dinilai lebih baik daripada kondisi di Surabaya. LUas hutan mangrove
yang rusak di Kab. Sidoarjo mencapai 884,06 Ha, sedangkan hutan
mangrove dengan kondisi baik mencapai luas kurang lebih 356,06 Ha,
sedangkan hutan mangrove dengan kondisi baik mencapai luas kurang
lebih 356,36 Ha. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.12.

3. Pasuruan
Ekosistem Mangrove di Pasuruan meliputi kawasan Kabupaten
dan Kota.
mangrove

Ekosistem
di

Pasuruan

tersebar di 5 kecamatan
yang terletak di daerah
pesisir,

antara

lain

Bangil, Kraton, Rejoso,


Lekok dan Nguling.
Berdasarkan
2.10,
kondisi

terlihat

Tabel
bahwa

mangrove

Kabupaten

dan

di
Kota

Tabel 2.10
Luas Ekosistem Mangrove di Wilayah Pasuruan
menurut Citra Landsat TM-5 Tahun 2009
Kecamatan
Klasifikasi Kerapatan (Ha)
S. Jarang Jarang
Sedang
Rapat
Bugukidul
32,83
22,91
10,20
1,04
Gadingrejo
6,34
1,60
0,14
Purworejo
1,85
1,38
0,79
0,12
Total Kota
41,01
25,90
11,14
1,16
Bangil
52,68
27,70
12,45
5,61
Beji
4,34
1,79
0,52
0,17
G. Wetan
7,16
3,50
5,27
0,49
Grati
7,71
5,92
7,50
0,88
Kraton
26,81
15,98
8,51
3,89
Lekok
27,66
6,15
0,60
Nguling
10,91
6,41
2,88
0,06
Pohjentrek
5,96
2,48
0,79
0,12
Rembang
8,39
3,71
0,29
0,06
Winongah
8,01
6,00
4,66
0,37
Total Kab
159,63
79,64
43,48
11,65

Grand
Total
66,97
8,09
4,14
79,20
98,44
6,83
16,43
22,00
55,19
34,40
20,26
9,35
12,45
19,05
294,40

Sumber data : DPK Jatim, 2010

Pasuruan cukup mengkuatirkan.

Hal ini terlihat dari prosentase

ekosistem mangrove dengan tingkat kerapatan yang rendah (sangat


jarang) yaitu sekitar 54,22% di Kabupaten Pasuruan dan 51,78% di
wilayah Kota Pasuruan.

Sebaliknya kawasan hutan mangrove yang

dapat dikategorikan baik hanya sedikit sekali, yaitu kurang dari 5%


saja.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 47

4. Probolinggo
Kondisi ekosistem Mangrove di Probolinggo, secara umum
berdasarkan hasil pengamatan citra satelit Landsat, tampak bahwa
ekosistem hutan mangrove di wilayah Kabupaten dan Kota Probolinggo
dapat dijumpai di sepanjang pantai utara yang berbatasan dengan Selat
Madura.

Tidak banyak dijumpai hutan mangrove yang tumbuh di

sekitar aliran sungai, seperti halnya yang terdapat di Sidoarjo dan


Pasuruan.

Wilayah dimana ditemui ekosistem mangrove antara lain

Tongas, Sumberasih, Dringu, Gending, Pajarakan dan Kraksaan, serta


di pesisir Kota Probolinggo.
Jenis yang banyak dijumpai antara lain Rhizopora sp, Avicennia
sp, Sonneratia

Tabel 2.11
Luas ekosistem mangrove di wilayah Probolinggo
menurut Citra Landsat TM-5
Kecamatan
Dringu
Gending
Kraksan
Pajarakan
Sumberasih
Sumberasih
Tongas
Wonomerto
Total Kab
Kademangan
Mayangan
Wonoasih
Total Kota

S. Jarang
11,30
16,72
19,50
7,34
5,25
13,58
13,18
86,87
3,70
3,96
0,11
7,77

Klasifikasi Kerapatan (Ha)


Jarang
Sedang
Rapat
10,42
8,99
3,15
12,80
7,03
2,31
18,88
16,35
2,62
3,70
2,62
1,20
5,64
4,62
1,81
16,54
14,18
14,13
12,59
13,39
6,57
0,06
80,57
67,24
31,79
5,07
4,69
3,33
6,36
6,93
4,44
0,14
11,58
11,63
7,77

S. Rapat
0,09
0,27
0,09
0,32
0,12
0,29
1,18
0,20

0,20

Sumber data : DPK Jatim, 2010

sp
Grand
Total
33,95
39,13
57,35
14,95
17,64
58,55
46,02
0,06
267,65
16,99
21,69
0,26
38,94

dan

Brugueira

sp.

Seperti halnya
di lokasi-lokasi
lainnya,

eko-

sistem

hutan

mangrove

di

wilayah tersebut juga sudah

mulai terdegradasi, akibat kerusakan lingkungan dan ulah masyarakat.


Masalah lingkungan yang ditemui di lokasi ini antara lain adalah sampah
domestic, penebangan liar dan pengurukan pasir.
Berdasarkan hasil analisa citra satelit sebagaimana tabel 2.11,
luas ekosistem mangrove di wilayah Kab. Probolinggo adalah sebesar
267,65 Ha.

Akan tetapi sebagian besar dapat dikategorikan dalam

kondisi yang rusak (tingkat kerapatan sangat jarang dan jarang), yaitu
kurang lebih seluas 167,5 Ha.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 48

Di wilayah Kota Probolinggo, dapat dideteksi bahwa hanya


terdapat sekitar 38,94 Ha hutan mangrove.

Sebagian besar

dikategorikan dalam tingkat kerapatan jarang dan sedang.

5. Situbondo
Ekosistem mangrove di wilayah Kabupaten Situbondo dapat
ditemui di dua lokasi utama, yaitu di sepanjang pantai (terutama di
kawasan Basuki, Bungatan, Panarukan) serta di sepanjang aliran sungai
(seperti di daerah Panji, Kapongan dan Jangkar).
Luas total hutan mangrove yang dapat ditemui di Kab.
Situbondo adalah
Tabel 2.15
Luas ekosistem mangrove di wilayah Kab. Situbondo
Menurut Citra Landsat TM-5 Akuisisi
Klasifikasi Kerapatan (Ha)
Kecamatan
S. Jarang
Jarang
Sedang
Rapat
S. Rapat
Banyuglugur
9,98
15,33
7,69
0,82
Besuki
15,59
4,95
2,25
1,24
1,80
Bungatan
3,00
1,60
1,40
2,33
0,49
Mlandingan
0,38
0,59
0,68
1,98
0,18
Suboh
9,15
7,39
5,73
1,49
0,88
Grand Total
38,10
29,87
17,74
7,86
3,36

Sumber data : DPK Jatim, 2010

sebesar 96,93 Ha.


Grand
Total
33,82
25,84
8,82
3,81
24,65
96,93

Akan

tetapi,

seperti halnya di
wilayah

lainnya,

sebagian

besar

berada

pada

kondisi

yang

mengkwatirkan. Sekitar 39,31% dapat dikategorikan kerapatan sangat


rendah dan sekitar 30,81 dapat dikategorikan kerapatan rendah.
Hanya sekitar 31% hutan mangrove di Kabupaten ini masih dalam
keadaan baik.

2.6.2. Terumbu Karang


Terumbu karang adalah ekosistem khas daerah tropis dengan
produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Terumbu karang tersusun
atas beberapa jenis karang batu yang didalamnya hidup beraneka ragam
biota perairan. Ekosistem terumbu karang dibagi menjadi 2 (dua) tipe

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 49

yaitu terumbu karang pantai dan terumbu karang penghalang (barrier


reefs). Luas tutupan terumbu karang di Provinsi Jawa Timur tahun 2009
dapat dilihat pada Gambar 2.31 berikut.

Gambar 2.31

Luas Tutupan Terumbu Karang di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009


14.000
12.393

12.000

L u a s (h a )

10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
40

84

700

111

Kab.
Banyuw angi
Kab.
S itu b o n d o

Kab. Jem ber

Kab.
B a n g k a la n
Kab.
Sam pang
Kab.
Pam ekasan
Kab.
Sum enep

K a b . G r e s ik

K o ta S id o a r jo

Kab.
T u lu n g a g u n g
Kab.
T r e n g g a le k
Kab.
P r o b o lin g g o
K o ta
P r o b o lin g g o
Kab.
P as uruan
K o ta
P as uruan
Kab.
L u m a ja n g
K o ta
Surabay a

K a b . B lita r

6
Kab.
Lam ongan

820
155
Kab. T uban

K a b . M a la n g

245 11
K a b . P a c ita n

Lokasi

Secara kuantitatif Kabupaten Sumenep memiliki luasan tutupan


terumbu karang tertinggi di Jawa Timur, potensi terbesar tersebar di 3
(tiga) kecamatan kepulauan yaitu Kecamatan Sapeken dengan luas
5.120,88 hektar, Kecamatan Arjasa 3.495,80 hektar, dan Kecamatan
Kangayan 4.315,96 hektar. Jenis terumbu karang yang banyak dijumpai
adalah Acropora sp., gorgonia (Kipas Laut), Cemeti Laut, Karang Lunak,
dan Karang Masif.
Berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur
2009, kerusakan terumbu karang terparah terjadi di pesisir Laut Utara
Jawa Timur, mulai Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik, serta pesisir
Pulau Madura.
Penyelamatan terumbu karang di kawasan Pantai Utara Jawa Timur
sangat memprihatinkan. Sejauh ini langkah yang dilakukan Dinas Kelautan

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 50

dan Perikanan Jawa Timur baru sebatas sosialisasi larangan penggunaan


bom ikan dan racun sianida, sedangkan pembuatan terumbu karang
buatan hanya dilakukan di 2 (dua) daerah yaitu Kabupaten Situbondo dan
Sampang dengan jumlah 100 unit. Padahal 60 persen terumbu karang di
sepanjang Pantai Utara Jawa Timur rusak parah.
Penyelamatan terumbu karang di kawasan Pantai Utara Jawa Timur
sangat mendesak dilakukan, karena setiap bulan sekitar 20 ton terumbu
karang diambil. Pengambilan terumbu karang melanggar Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 tentag Perikanan dan Peraturan Pemerintah Nomor
60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan.

2.6.3. Padang Lamung


Kondisi ekosistem padang lamun diperairan pesisir Indonesia
sekitar 30-40%. Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun
telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah
industri dan pertumbuhan penduduk dan diperkirakan sebanyak 60%
lamun telah mengalami kerusakan.

Di pesisir pulau Bali dan pulau

Lombok gangguan bersumber dari penggunaan potassium sianida dan


telah berdampak pada penurunan nilai dan kerapatan sepsiens lamun
(Anonymous, 2009).
Rekolonialisasi ekosistem padang lamun dari kerusakan yang telah
terjadi membutuhkan waktu antara 5-15 tahun dan biaya yang dibutuhkan
dalam mengembalikan fungsi ekosistem padang lamun di daerah tropis
berkisar 228.000 684.000 US $/Ha.

Oleh karena itu aktivitas

pembangunan di wilayah pesisir hendaknya dapat meminimalkan dampak


negative melalui pengkajian yang mendalam pada tiga aspek yang terkait
yaitu : aspek kelestarian lingkungan, aspek ekonomi dan aspek social
(Anonymou, 2009).

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 51

Hasil rekapitulasi luas padang lamun dari LSLHD Kab/Kota di Jawa


Timur menunjukkan bahwa luas padang lamun di Jawa Timur yaitu
2.173,92 Ha dengan tingkat kerusakan dalam setiap tahun sebesar 20%.
Luas Padang lamun

terbesar berada di Kabupaten Sumenep yaitu

1.145,98 Ha.
Berdasarkan laporan dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa
Timur sebagaimana Gambar 2.31, menunjukkan bahwa kondisi tingkat
kerusakan padang lamung sejak tahun 2006 s/d 2010 terus mengalami
penurunan.
Kerusakan yang terjadi pada padang lamun dapat disebabkan oleh
natural stress dan anthrogenik stress.

Natural stress bisa disebabkan

gunung meletus, tsunami, kompeisi, predasi.

Sedangkan anthrogenik

stress bisa disebabkan oleh (1) Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan
atau dermaga, (2) Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun
dalam

Gambar 2.31

memperoleh
sinar
matahari, (3)
Aquakultur
(pembabatan
dari

hutan

mangrove
untuk
tambak) dan
(4)

Water

pollution (logam berat dan minyak). Selain beberapa ancaman tersebut


limbah pertanian, industry, dan rumah tangga yang dibuang ke laut,
pengerukan lumpur, lalu lintas perahu yang padat dapat mempengaruhi
kerusakan lamun.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 52

2.7.

Iklim
Perubahan iklim merupakan salah satu isu global yang paling

banyak dibicarakan di seantero dunia. Perubahan iklim yang disebabkan


oleh

pemanasan

global

(global

warming)

menyebabkan

kenaikan

temperatur dan pergeseran musim. Kenaikan temperatur menyebabkan es


dan gletser di

Kutub Utara

dan Selatan mencair.

Peristiwa ini

menyebabkan terjadinya pemuaian masa air laut dan kenaikan permukaan


air laut. Bagi kehidupan nelayan atau masyarakat pesisir hal ini akan
menurunkan produksi tambak ikan dan udang. Pola musim yang tidak
beraturan menyebabkan pada musim kemarau cenderung kering dengan
trend hujan makin turun yang mengakibatkan salah satu dampak
kebakaran lahan dan hutan sering terjadi.
Kondisi perubahan iklim berupa peningkatan suhu wilayah-wilayah
di Provinsi Jawa Timur dilihat dengan membandingkan kondisi suhu ratarata bulanan tahun 2008 dengan tahun 2007. Hasilnya adalah di
Kabupaten Lumajang peningkatan suhu terjadi pada bulan januari, mei,
dan oktober; Kabupaten Nganjuk terjadi selama satu tahun; Kabupaten
Magetan terjadi pada bulan april dan nopember; Kabupaten Bojonegoro
terjadi pada bulan januari; Kabupaten Lamongan justru mengalami
penurunan suhu; dan Kabupaten Sampang terjadi pada bulan januari, juni,
juli, agustus, dan september. Kondisi perubahan iklim di Provinsi Jawa
Timur dapat dilihat pada Gambar 2.32, 2.33, 2.34, 2.35, 2.36, dan 2.37.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh BLH Provinsi Jawa Timur, suhu
tertinggi di Provinsi Jawa Timur adalah 31oC terjadi di Kabupaten Nganjuk,
sedangkan suhu terendah adalah 18,10

C terjadi di Kabupaten

Bondowoso. Suhu udara rata-rata bulanan di Provinsi Jawa Timur pada


tahun 2010 diwakili oleh 8 (delapan) kota dapat dilihat pada Gambar 2.35.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 53

S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. L umajang T ahun 2007-2008


30,00
29,00
28,00
27,00
S uhu ( C) 26,00

L umajang 2008

25,00

L umajang 2007

24,00
23,00
22,00
J an

F eb

Mar

A pr

Mei

J un

J ul

A gs

S ep

Okt

Nop

Des

B ula n

Gambar 2.32. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Lumajang Tahun 2007 - 2008
Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.

S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. Ng anjuk T ahun 20072008


35,00
30,00
25,00
20,00
S uhu ( C)
15,00
10,00
5,00
0,00

Nganjuk 2008
Nganjuk 2007

J an

F eb

Mar

A pr

Mei

J un

J ul

A gs

S ep

O kt

Nop

Des

B ula n

Gambar 2.33. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Nganjuk Tahun 2007 - 2008
Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 54

S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. Mag etan T ahun 20072008


30,00
29,50
29,00
28,50
S uh u ( C) 28,00

Magetan 2008

27,50

Magetan 2007

27,00
26,50
26,00
J an

F eb

Mar

A pr

Mei

J un

J ul

A gs

S ep

Okt

Nop

Des

B ula n

Gambar 2.34. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Magetan Tahun 2007 - 2008
Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.
S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. B ojoneg oro T ahun 2007-2008
29,50
29,00
28,50
28,00
S uh u ( C) 27,50

B ojonegoro 2008

27,00

B ojonegoro 2007

26,50
26,00
25,50
J an

F eb

Mar

A pr

Mei

J un

J ul

Ag

Se

B u la n

Gambar 2.35. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2007 - 2008
Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 55

S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. L among an T ahun 2007-2008


29,50
29,00
28,50
28,00
S uhu ( C) 27,50

Lamongan 2008

27,00

Lamongan 2007

26,50
26,00
25,50
J an

F eb

Mar

A pr

Mei

J un

J ul

Ag

Se

B ula n

Gambar 2.36. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Lamongan Tahun 2007 - 2008
Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.

S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. S ampang T ahun 2007-2008


32,00
31,00
30,00
29,00
S uhu ( C) 28,00

S ampang
2008
S ampang
2007

27,00
26,00
25,00
24,00
J an

F eb

Mar

A pr

Mei

J un

J ul

A gs

S ep

Okt

Nop

Des

B ula n

Gambar 2.36. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Sampang Tahun 2007 - 2008
Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 56

S uhu Udara R ata-rata /B ulan T ahun 2008


35,00
30,00

L umajang

25,00

B ondowos o

20,00

S itubondo

15,00

Nganjuk

10,00

Magetan

S uhu ( C)

B ojonegoro

5,00

L amongan

0,00
J an

F eb

Mar

A pr

Mei

J un

J ul

A gs

S ep

O kt

Nop

Des

S ampang

B ula n

Gambar 2.37. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan 8 (Delapan) Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008
Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 57

2.8. Bencana Alam


2.8.1. KERUSAKAN HUTAN
Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki manfaat nyata
bagi kehidupan baik manfaat ekologi, sosial, budaya maupun ekonomi
sehingga

keberadaan

hutan

harus

dijaga

kelestariannya

demi

kesejahteraan masyarakat. Pada prinsipnya semua hutan dan kawasan


hutan

dapat

dimanfaatkan

dengan

tetap

memperhatikan

sifat,

karakteristik dan daya dukungnya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi


pokoknya. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus sesuai dengan
fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Karena
multi fungsi tersebut, maka hutan perlu dilindungi dari berbagai macam
gangguan.
Sampai saat ini kondisi kawasan hutan di Provinsi Jawa Timur
banyak mengalami permasalahan terkait dengan kerusakan hutan antara
lain : kebakaran hutan, penebangan liar, perambahan, pencurian,
penjarahan dan bencana alam.

A. Gangguan Keamanan Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan


Hutan Produksi
Kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi merupakan
kawasan yang terluas di Jawa Timur yaitu mencapai 82,86%, salah satu
produk unggulannya adalah kayu jati yang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi sehingga menjadi suatu usaha yang menjanjikan baik untuk
pengusaha maupun masyarakat yang tinggal disekitar hutan
Kondisi yang demikian ini dapat menjadi tekanan berat bagi
keberadaan kawasan hutan khususnya kawasan hutan produksi maupun
kawasan hutan lindung, sepuluh tahun terakhir telah terjadi gangguan

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 58

keamanan hutan yang berupa pencurian kayu serta perambahan kawasan


hutan dengan jumlah fluktuasi yang sangat signifikan dalam setiap
tahunnya. Kondisi keamanan Sumber Daya Hutan secara umum dalam
situasi terkendali walaupun masih terjadi pencurian dikategorikan wajar.
Apabila dibandingkan tahun yang lalu (2008) nilai kerugian akibat
gangguan keamanan hutan naik Rp 137 juta (2%), kenaikan disebabkan
terjadinya bencana kebakaran hutan dibeberapa lokasi. Namun apabila
secara keseluruhan nilai kerugian gangguan hutan termasuk bencana
alam menurun Rp. 1,6 M (13%).

B. Gangguan Keamanan Pada kawasan Hutan Konservasi


Pada umumnya pada kawasan hutan konservasi juga mengalami
permasalahan yang sama dengan intensitas dan bentuk yang lebih
bervariasi, untuk gangguan pada kawasan hutan konservasi meluas pada
pencurian hasil hutan non kayu diantaranya: rebung, bamboo, pohon
pakis, humus hutan dan satwa dengan frekensi dan volume yang sangat
berpengaruh bagi kelangsungan ekosistem kawasan hutan konservasi.

C. Daerah Rawan Kebakaran


Daerah rawan kebakaran hutan adalah suatu wilayah dimana
daerah tersebut sangat rentan terhadap terjadinya kebakaran hutan.
Kreteria suatu daerah dikatakan rawan terhadap terjadinya kebakaran
hutan yaitu daerah tersebut merupakan kawasan hutan yang berbatasan
dengan pemukiman atau dekat dengan pemukiman, adanya aktifitas
manusia keluar dan masuk hutan, curah hujan rendah, musim kemarau
dan terdapat gunung berapi.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 59

Di Provinsi Jawa Timur untuk daerah rawan kebakaran hutan


meliputi 23 wilayah pengelolaan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), 4
wilayah pengelolaan Taman Nasional, wilayah pengelolaan Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam serta wilayah pengelolaan UPT Tahura R.
Soerjo.
Berikut data kebakaran hutan di wilayah Provinsi Jawa Timur
seluas + 9.244,06 ha, dengan perincian :
 Kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani seluas 7.265 ha
 Kawasan hutan yang dikelola Taman Nasional seluas 637,10 ha
 Kawasan hutan yang dikelola Balai BKSDA Jatim seluas 3,4635 ha
 Kawasan hutan yang dikelola UPT Tahura R. Soerjo seluas
1.338,50 ha
Pada kawasan hutan produksi kejadian kebakaran hutan relatif
lebih sering terjadi dikarenakan letak lokasi merupakan sangat strategis
serta pada umumnya aktifitas manusia sering keluar dan masuk melewati
kawasan hutan, sehingga mempunyai resiko yang besar terhadap
terjadinya gangguan keamanan hutan.

2.8.2. Banjir dan Tanah Longsor


Bencana banjir, tanah longsor, gagal panen, seakan-akan menjadi
langganan bagi Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan laporan SLHD
Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang telah direkapitulasi menunjukkan
bahwa luas areal yang tergenang adalah 957,28 Ha, 4020 orang
mengungsi, 2 orang meninggal dunia dengan kerugian material
35.997.195.000,- .

Rp.

Jumlah kejadian banjir terbesar pada tahun 2010

terjadi di Kabupaten Jember dengan luas areal tergenang sebesar 197 Ha,
1263 orang mengungsi dengan kerugian material Rp. 8.748.500.000,-

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 60

Sebagai akibat banjir tersebut diatas, Kabupaten Tulungagung


mengalami

gagal

panen

seluas

3.856

Ha

dengan

kerugian

Rp.

3.857.000.000,-. Dan kalau ditinjau dalam skala Provinsi Jawa Timur


didapatkan

data

4.006

Ha

gagal

panen

dengan

kerugian

Rp.

7.085718.500,- .
Bencana banjir menimbulkan jumlah korban jiwa meninggal
sebanyak 2 (dua) orang yaitu di Kabupaten Blitar. Kerugian material paling
tinggi diderita oleh Kota Probolinggo sekitar Rp 20.220.000.000,- (LSLHD
Kota Probolinggo, 2010).

Inventarisasi dan Konsintensi data bencana

alam belum terecord dengan baik, sehingga seringkali tidak sinkron


dengan satuan kerja yang lain.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

II - 61

BAB III
TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

3 .1 .

Kependudukan
Hasil sensus penduduk tahun 2010 di Jawa Timur, menunjukkan

bahwa penduduk Jawa Timur sebesar 37.476.011 jiwa, terdiri dari


18.488.290

Gambar 3.1. Jumlah Penduduk Jawa Timur Tahun 2010

laki-laki dan
18.987.721
perempuan.
Selama
periode lima
puluh tahun
(1961-2010)
penduduk Jawa Timur hanya bertambah tujuh per sepuluh kali lipat yaitu
dari 21.823.020 orang, pada tahun 1961 menjadi 37.476.011 orang pada
tahun 2010. Jumlah penduduk di setiap Kab./Kota bervariasi, dari yang
tertinggi Kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2.765.980 orang dan
yang terendah Kota Mojokerto sejumlah 120.132 orang.
Sejak tahun 2000 pertumbuhan penduduk di Jawa Timur sudah
dibawah 1,00 persen per tahun. Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat
laju pertumbuhan di atas 2,00 persen hanya Kabupaten Sidoarjo tepatnya
2,21 persen, ternyata bencana lumpur Sidoarjo yang terjadi mulai tahun
2007 tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan di daerah tersebut,
sehingga pemerintah perlu berhati-hati dengan tingkat pertumbuhan
penduduk dikaitkan dengan luasan wilayah. Sementara Kab./Kota yang
memiliki tingkat laju pertumbuhan terendah adalah Kabupaten Ngawi
sebesar 0,05 persen, bahkan Kabupaten Lamongan tumbuh minus 0,02
persen per tahun.

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 1

Kepadatan penduduk Jawa Timur rata-rata adalah 795 jiwa/km2,


sedangkan kepadatan penduduk di Kabupaten/Kota bervariasi, kepadatan
penduduk tertinggi di Jawa Timur
Gambar 3.2. Laju Pertambahan Penduduk

pada umumnya berada di daerah


perkotaan

yaitu

Kota

Malang,

Kota Blitar, Kota Pasuruan, Kota


Mojokerto, Kota Probolinggo, Kota
Batu, dan Kota Surabaya, dimana
kepadatan paling tinggi berada di
Surabaya, hal ini sesuai dengan
sebutannya

sebagai

Kota

Metropolitan dimana kepadatannya sepuluh kali lipat kepadatan


rata-rata di Jawa Timur yaitu
7.791 Jiwa/ km2 (kepadatan ratarata Jatim 795 jiwa/km2), sedang kepadatan penduduk terendah berada di
Kab. Pacitan 321 jiwa/km2.
Tingkat kepadatan yang tinggi di suatu daerah akan berdampak
meningkatkan kepadatan dan tingkat pertumbuhan penduduk di daerah
sekitarnya. Tingkat kepadatan yang tinggi di Kota Surabaya berdampak
eksploitasi lahan di Kab. Sidoarjo, Kab. Gresik, dan Kab. Mojokerto dengan
peruntukkan lahan sebagai tempat pemukiman khususnya bagi sebagian
penduduk yang bekerja di Kota Surabaya. Daerah-daerah

tersebut

menjadi alternatif lokasi pembangunan perumahan sederhana hingga Real


estate, akibatnya tingkat pertumbuhan di Kab. Sidoarjo dan Kab. Gresik
menjadi tertinggi di Jawa Timur.
Begitu pula yang terjadi di Kota Malang yang berdekatan dengan
Kota Batu, karena tekanan penduduk di Kota Malang yang merupakan

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 2

kota pendidikan menyebar ke Kota Batu dan Kabupaten Malang. Kondisi


eksisting

Gambar 3.3. Kepadatan Penduduk Jawa Timur Tahun 2010

menunjukkan
eksploitasi
lahan
Kota

di
Batu
sudah

sampai pada kondisi

yang memprihatinkan, padahal seharusnya Kota

Batu merupakan daerah resapan air untuk Daerah Aliran Sungai (DAS)
Brantas yang harus dijaga hutannya sebagai tutupan lahan. Kondisi tata
guna lahan Kota Batu saat ini mulai berubah menjadi pemukiman, tempat
wisata dan pertanian semusim, akibatnya 50 % mata air DAS Brantas di
Kota Batu telah mati dan sisanya sebanyak 57 mata air telah berkurang
kuantitasnya dan dalam kondisi

Gambar 3.4. Piramida Penduduk Jawa Timur

kritis.

Tahun 2010

Berdasarkan

kelompok

Laki-laki

umur dan jenis kelamin, piramida


penduduk

Jawa

Timur

menunjukkan jumlah penduduk


mulai anak-anak 0-4 th meningkat
hingga usia 10-14 th, kemudian
menurun mulai usia 45-49 tahun
Perempuan

hingga tua 65+ th.


Jumlah penduduk laki-laki
dan perempuan di Jawa Timur
menunjukkan angka sex rasio
rata-rata
penduduk

97

yang

perempuan

berarti
lebih

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 3

banyak dibanding laki-laki, angka ini hampir sama di seluruh Kab./Kota di


Jawa Timur, kecuali di Kab. Kediri, Kab. Malang dan Kota Batu yang
memiliki sex rasio 101 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak
dibanding penduduk perempuan.
Gambar 3.5. Migrasi Penduduk Jawa Timur per Kab,/Kota

Penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen


demografi yaitu kelahiran (birth), kematian (death) dan perpindahan
penduduk (migration). Kelahiran yang terjadi akan bersifat penambahan
sedang kematian akan bersifat pengurangan terhadap jumlah penduduk.
Begitu pula halnya dengan migrasi, jumlah penduduk yang masuk bersifat
penambahan dan penduduk yang keluar bersifat pengurangan.
Angka migrasi di Kab./Kota Jawa Timur sangat fluktuatif, dari 38
Kab./Kota yang memiliki angka migrasi posistif tertinggi adalah Kab
Sidoarjo, Kab. Gresik dan Kab. Lamongan, berarti jumlah penduduk yang
datang ke daerah tersebut lebih banyak dibanding jumlah penduduk yang
pindah. Sedangkan di Kab./Kota yang lain jumlah penduduk yang datang
seimbang dengan yang pindah, kecuali Kota Kediri memiliki angka migrasi
negatif yang berarti jumlah peduduk yang pindah lebih banyak dibanding
penduduk yang datang.
Kejadian penduduk yang datang tercacat pada bulan Mei, Juni dan
Juli, bagaimana hal tersebut bisa terjadi diperlukan penelitian lebih lanjut,

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 4

apakah terkait dengan tahun ajaran baru ataukah hal lain. Jenis kelamin
penduduk yang bermigrasi antara laki-laki dan perempuan jumlahnya
relatif sama di semua daerah, hal ini berarti bahwa migrasi tersebut
dilakukan oleh penduduk yang berpasangan atau suami istri.
Sebaran penduduk Jawa Timur ditinjau dari tempat tinggal meliputi
penduduk yang bertempat tinggal di daerah pegunungan atau di pantai
dan pesisir, khusus untuk penduduk di pantai dan pesisir yang terbanyak
berada di Kab. Lumajang dan Pasuruan, penduduk tersebut pada
umumnya berprofesi sebagai nelayan atau petani tambak atau petani
garam.
Angka melek huruf merupakan salah satu indikator pendidikan yang
digunakan

untuk

mengukur

keberhasilan

program-program

pemberantasan buta huruf terutama di daerah pedesaan dimana jumlah


penduduk yang tidak pernah bersekolah/tidak tamat SD masih cukup
tinggi. Indikator angka melek huruf dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari
berbagai media dan kemampuan penduduk untuk berkomunikasi secara
lisan dan tertulis.
Tingkat pendidikan tertinggi bagi penduduk di Jawa Timur diatas
umur 10 tahun menunjukkan bahwa masih cukup banyak penduduk yang
tidak/belum sekolah yaitu sebesar 3.476.789 orang, dari jumlah tersebut
lebih banyak didominasi perempuan (2.656.382 orang) yaitu 3 kali dari
jumlah laki-laki (820.407 orang). Kondisi ini terjadi dimungkinkan karena
masih rendahnya kesadaran untuk menyekolahkan anak, adanya prinsip di
masyarakat pedesaan bahwa anak perempuan tidak perlu bersekolah
karena nantinya hanya akan di rumah saja sebagai ibu rumah tangga,
disamping kemungkinan karena tingkat

ekonomi penduduk masih

rendah/miskin sehingga tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya.

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 5

Daerah yang memiliki penduduk tidak/belum pernah sekolah terbesar


adalah Kab. Jember disusul daerah-daerah di kepulauan Madura.
Pendidikan tertinggi tidak tamat SD, SD, dan SLTP antara laki-laki
dan perempuan jumlahnya sama, perbedaan cukup menyolok terjadi pada
tingat pendidikan SLTA dimana laki-laki dengan pendidikan tertinggi SLTA
lebih banyak dibanding perempuan. Sedangkan apabila diperhatikan
antara tingkat pendidikan, menunjukkan bahwa setelah lulus SD hanya 50
persen saja meneruskan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi (SLTP),
yaitu 6.317.311 orang lulusan SD dan lulusan SLTP 3.703.935 orang.
Sedangkan dari tingkat pendidikan SLTP ke SLTA jumlahnya hampir sama,
maka dapat diasumsikan bahwa setelah lulus SLTA pada umumnya
dilanjutnya ke SLTA.
Di seluruh daerah Jawa Timur, pendidikan SD masih mendominasi,
disusul status pendidikan SLTP dan SLTA, kecuali Kota Surabaya dimana
SLTA merupakan status pendidikan yang cukup dominan. Sedangkan
status pendidikan Diploma, S1, S2 atau S3 masih sangat rendah di semua
Kab./Kota, hal ini berarti bahwa masih belum semua atau masih sangat
sedikit penduduk Jawa Timur yang dapat merasakan pendidikan di
perguruan tinggi.
Kebutuhan sekolah di Jawa Timur sangat besar hal ini dapat dilihat
dari bentuk piramida penduduk dimana penduduk usia sekolah paling
besar. Pada saat ini sudah tersedia cukup banyak sekolah baik negeri
maupun swasta, untuk tingkat SD paling banyak dimiliki Kab. Malang, Kab.
Jember dan Kab. Sumenep serta Kabupaten di kepulauan Madura lainnya,
keadaan ini sudah menjawab permasalahan tingginya penduduk yang
tidak/belum pernah sekolah di daerah yang bersangkutan.

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 6

Gambar 3.6. Tingkat Pendidikan Penduduk Jawa Timur per


Kab,/Kota
Laki-laki

Perempuan
n

Gambar 3.7. Jumlah sekolah di Jawa Timur per Kab,/Kota

3 .2 .

Permukiman
Diketahui

secara

luas

bahwa

kaum

miskin

menanggung

konsekuensi terbesar dari kerusakan lingkungan untuk berbagai alasan :


a. Mata pencaharian sebagian besar kaum miskin terkait langsung
dengan mutu dan produktivitas sumber daya alam (air, tanah, hutan,
perikanan).
b. Keluarga miskin memiliki tingkat akses terendah ke jasa dan manfaat
lingkungan seperti air minum, sanitasi, energi bersih.
c.

Rumah tangga yang berpenghasilan rendah lebih rentan terhadap


bencana alam dan antropogenik karena mereka biasanya hidup di
daerah beresiko lebih tinggi.

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 7

d. Kaum miskin tidak mampu menghadapi kerusakan lingkungan


seefektif segmen masyarakat yang lebih berada.
Kaum miskin pada umumnya
Gambar 3.8. Rumah Tangga Miskin di Jawa
Timur Tahun 2010

memiliki mata pencaharian terkait


dengan

lingkungan,

misalkan

terkait dengan hutan, kehilangan


hutan akan memperlemah mata
pencaharian, sehingga kaum miskin
akan menjadi lebih kesulitan dalam
memenuhi kehidupannya.
tangga miskin di

Jawa

Rumah
Timur

tahun 2010 mencapai jumlah 3.332.264 orang atau 33% dari total jumlah
rumah tangga di Jawa Timur. Sebaran rumah tangga miskin Kab./Kota
paling besar di Kota Blitar (47 %) disusul Kab. Pasuruan dan Kab. Pacitan.
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi
syarat

kesehatan

memiliki

jamban

pembuangan

diantaranya
sehat,

sampah,

bersih,

sarana

limbah,

dsb.

lingkungan akibat

tempat

sarana

air

pembuangan

air

Penurunan

Gambar 3.9. Rumah Tangga dan sumber air

kualitas

kependudukan

beriringan dengan kondisi pemukiman,


semakin banyak penduduk memiliki
rumah sehat maka kualitas lingkungan akan semakin terjaga.
Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan air
bersih semakin bertambah. Berbagai upaya dilakukan agar akses
masyarakat terhadap air air bersih meningkat, salah satunya melalui
pendekatan partisipatori yang mendorong masyarakat berperan aktif
dalam pembangunan perpipaan air bersih di daerahnya. Air bersih yang

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 8

dimiliki dan dipergunakan oleh masyarakat Jawa Timur berasal dari sumur
sebesar 57,80%, air ledeng 14,75 %, dan air sungai 13,8 %.
Penggunaan air ledeng sebagai sumber air minum terbesar
terdapat di Kota Surabaya yaitu 301.190 rumah tangga dan Kab. Malang
sebesar 183.420 rumah tangga. Penggunaan sungai sebagai sumber air
minum terbesar terjadi di Kabupaten Malang (190.052 rumah tangga) dan
Kab. Pasuruan (108.793 rumah
Gambar 3.10.
Rumah Tangga dan pembuangan Sampah

tangga). Untuk penggunaan air


hujan

sebagai

air

minum

terbesar di Kab. Jember (6.668


rumah tangga) dan Kab. Malang
(6.378

rumah

tangga).

Sedangkan untuk air minum


yang

berasal

dari

sumur,

pengguna terbesar di Kabupaten Jember (516.133 rumah tangga) dan


Kab. Kediri (340.502 rumah tangga).
Upaya peningkatan kualitas air bersih akan berdampak positif
apabila diikuti perbaikan sanitasi yang meliputi kepemilikan jamban,
pembuangan

air

limbah

dan

sampah

dilingkungan

sekitar

kita.

Pengelolaan sampah, air limbah maupun tinja yang tidak memenuhi syarat
dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan mengurangi resiko penyakit .
Pengelolaan sampah di Jawa Timur dengan sistem pengelolaan ke
TPS dan TPA menggunakan transportasi angkutan sebanyak 11,47 persen,
10,50 persen ditimbun dan 3 persen, sedang sebanyak 74,91 persen
penduduk pengelola sampah dengan cara lainnya, diantaranya dengan
cara memilah sampah, dan memanfaatkannya menjadi kompos. Data ini
belum sepenuhnya akurat karena belum tersedia data di semua Kab./Kota.
Dalam penyediaan sarana tempat buang air besar pada umumnya
masyarakat sudah memiliki jamban sendiri, jamban bersama atau jamban

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 9

umum, tetapi dari data menunjukkan masih banyak jumlah tempat


buangan akhir tanpa septik tank. Untuk sanitasi rumah tangga, total
rumah tangga yang belum memiliki tangki septik adalah 2.585.273 rumah
tangga atau sebesar 25,36 persen dari total rumah tangga di Provinsi
Jawa Timur menghasilkan limbah cair

domestik yang berpotensi

mencemari air permukaan dan air tanah. Kab./Kota yang terbanyak tidak
memiliki tanki septik adalah Kab. Blitar dan Kab. Banyuwangi sedangkan
yang paling sedikit tidak memiliki tanki septik adalah Kab Situbondo dan
Kota Blitar.
Gambar 3.11. Rumah Tangga dan sumber air minum per
Kab./Kota

Kab./Kota yang memiliki tempat buang air besar sendiri terbesar


berada di Kota Surabaya disusul Kab. Lumajang, sedangkan yang paling
besar memiliki tempat buang air besar umum adalah Kab. Trenggalek dan
Kab. Lumajang.
Gambar 3.12. Rumah Tangga dan tempat buangan akhir

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 10

Gambar 3.13. Rumah Tangga dan tempat buangan akhir tinja


tanpa tanki septik

3 .3 .

Kesehatan
Untuk menggambarkan situasi derajat kesehatan di Provinsi

Jawa Timur digunakan indikator-indikator pembangunan kesehatan antara


lain mortalitas, morbiditas dan status gizi. Mortalitas atau kejadian
kematian dalam masyarakat seringkali digunakan sebagai indikator dalam
menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
kesehatan lainnya. Data kematian di masyarakat pada umumnya diperoleh
melalui survei karena sebagian besar kejadian kematian terjadi di rumah,
sedangkan data kematian yang ada di fasilitas kesehatan hanya
memperlihatkan kasus rujukan.
Gambar 3.14. Jumlah kelahiran menurut Kab./Kota

Perempuan usia subur di Jawa Timur dengan umur antara 19 s.d


49 tahun berjumlah 10.126.152 orang dan pada tahun 2010 terjadi jumlah

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 11

anak lahir sebanyak 28.967 anak. Kejadian anak lahir paling banyak
terjadi di Kabupaten Jember (2040 bayi) disusul Kab. Trenggalek (1.904
bayi). Apabila ditinjau dari jenis kelamin maka anak lahir laki-laki
dibanding perempuan pada umumnya hampir sama di seluruh Kab./Kota
di Jawa Timur, kecuali Kab. Jember dan Kab. Trenggalek lebih banyak
anak lahir perempuan dibanding laki-laki. Sedangkan jumlah anak lahir
paling sedikit terjadi di Kota Batu dan Kota Pasuruan.
Umur harapan hidup adalah
keberhasilan pembangunan kesehatan

Gambar 3.15. Prosentase


Kematian

serta sosial ekonomi, salah satunya


dapat diukur melalui peningkatan Umur
harapan hidup penduduk di wilayah
tersebut.
Umur harapan hidup waktu lahir adalah rata-rata tahun hidup
yang masih akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada tahun tertentu.
Umur harapan hidup digunakan untuk menilai derajat kesehatan dan
kualitas kesejahteraan masyarakat.
Gambar 3.16. Jumlah kematian menurut Kab./Kota

Dalam tahun 2010 di Jawa Timur terjadi kematian sejumlah


16.556 orang, dengan perbandingan 51,94 persen laki-laki dan 48,06
persen perempuan. Sebaran angka kematian di wilayah Kab./Kota paling
banyak terjadi Kota Kediri sejumlah 1.855 orang disusul Kab. Ponorogo
(1.116 orang) dan Kab. Lamongan (805 orang). Sedang angka kematian
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 12

yang paling sedikit terjadi di Kota Batu dan Kota Blitar. Apabila ditinjau
dari jenis kelamin maka angka kematian laki-laki dibanding perempuan di
seluruh wilayah Jawa Timur relatif sama, kecuali Kota Kediri dan Kota
Surabaya angka kematian laki-laki lebih banyak 100 orang dibanding
angka kematian perempuan.
Gambar 3.17. Jumlah penyakit utama di Jawa Timur

Angka kesakitan pada penduduk di Jawa Timur khususnya pada


penyakit utama tampak bahwa infeksi akut lain pernapasan atas paling
dominan terjadi, tercatat 1.696.975 penderita atau 24,3 persen dari
seluruh penderita untuk berbagai jenis penyakit, diikuti penyakit pulpa dan
jaringan periapikal dan penyakit otot dan jaringan. Sedangkan penyakit
diare menempati peringkat ke enam dengan jumlah penderita 389.460
orang atau 5,58 persen, sampai saat ini penyakit diare masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat dan merupakan salah satu penyebab
angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak
dibawah usia 5 tahun. Dari hasil survei SDKI 2002-2003, prevalensi diare
pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun adalah laki-laki 10,8% dan
perempuan 11,2%, sedangkan berdasarkan umur prevalensi tertinggi
terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8%).
Gambar 3.18. Kasus penyakit berbasis lingkungan di Jawa Timur

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 13

Beberapa kasus penyakit dapat terjadi karena buruknya kualitas


lingkungan,

diantaranya

penyakit

diare,

DHF,

malaria,

TBC,

dan

sebagainya. Berdasarkan cacatan Dinas Kesehatan Provinsi tahun 2010


menunjukkan bahwa diare merupakan kasus penyakit yang paling banyak
terjadi di seluruh Kab./Kota, kasus terbanyak terjadi di Kota Mojokerto
sebanyak 67.835 kasus, Kab. Probolinggo 47.134 kasus dan Kab.
Pasuruan 45.974 kasus.
Selanjutnya penyakit malaria merupakan salah satu penyakit yang
juga dapat terpicu karena buruknya kualitas lingkungan, Indonesia
merupakan negara dengan angka kesakitan dan kematian akibat malaria
cukup tinggi. Malaria masih endemis di beberapa wilayah Jawa Timur
yaitu pantai selatan, kepulauan Sumenep dan sekitar gunung wilis. Kasus
penyakit malaria di Jawa Timur paling menonjol terjadi di Kab. Lumajang
sebanyak 5.406 kasus, selanjutnya Kab. Pacitan 285 kasus dan Kab.
Trenggalek 231 kasus.
Peningkatan sanitasi lingkungan dapat menekan kasus penyakit
pada penduduk, disamping diperlukan pula pelayanan kesehatan melalui
rumah sakit klinik, dokter pribadi, bidan, dan sebagainya. Dalam
operasional pelayanan kesehatan dapat timbul limbah domestik (sampah),
limbah cair, maupun limbah infeksius (limbah B3), agar limbah dimaksud
tidak

menjadi

sumber

penularan

penyakit

maka

perlu

dilakukan

pengelolaan sesuai ketentuan yang berlaku, limbah cair harus diolah

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 14

dengan Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) sehingga effluent air limbah


memenuhi baku mutu yang berlaku, limbah infeksius (limbah B3) harus
dibakar di Incinerator dengan efisiensi pembakaran mencapai 9,99 % dan
suhu diatas 1.000 derajad celcius. Jumlah limbah cair dari Rumah sakit di
Jawa Timur pada tahun 2010 adalah 1.379,49 m3/hari sedang limbah
padat 105,52 m3/hari (data ini merupakan data sementara, karena belum
semua rumah sakit tercatat limbah yang dihasilkan).

3 .4 .

Pertanian
Pertanian merupakan sektor ekonomi unggulan di Jawa Timur,

karena lahan pertanian di Jawa Timur sangat subur sehingga masa tanam
padi bisa mencapai 3 kali dalam satu tahun. Berbagai upaya pemerintah
Jawa Timur dilakukan agar produksi pertanian terus meningkat seiring
dengan harapan peningkatan perekonomian petani. Dibalik manfaat dari
pertanian, ternyata sektor pertanian berpotensi mencemari lingkungan,
yaitu dari penggunaan pupuk dan insektisida dapat mencemari air
permukaan. Disamping hal tersebut sektor pertanian juga menghasilkan
gas rumah kaca berupa CO2 dan CH4 terutama dari lahan sawah,
kegiatan peternakan, dan aplikasi penggunaan pupuk urea, gas rumah
kaca tersebut menjadi penyumbang terjadinya pemanasan global. .
Pada tahun 2010 luas lahan sawah di Jawa Timur tercatat sebesar
1.080.861 Ha dengan produksi rata-rata sebesar 59,11 ton/Ha, frekuensi
penanaman 1 kali sampai 3 kali dalam satu tahun. Kabupaten/Kota di
Jawa Timur yang memiliki lahan sawah terluas adalah Kab. Lamongan
sebesar 83.829 Ha atau 7,8% dari seluruh luas sawah di Jawa Timur dan
Kab Jember seluas 80.110 Ha atau 7,4%, frekuensi penanaman pada
umumnya 2 kali dalam satu tahun.
Gambar 3.19. Luas lahan Pertanian menurut frekuensi tanam
dalam se tahun

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 15

Lahan sawah yang sangat produktif dengan frekuensi tanam 3 kali


dalam se tahun paling luas terdapat di Kab. Ngawi, Kab. Bondowoso, Kab.
Banyuwangi, Kab. Jember, dan Kab. Sidoarjo. Sedangkan daerah yang
memiliki lahan sawah dengan dominasi frekuensi tanam 1 kali dalam se
tahun berada di Kab. Pamekasan, Kab. Sampang, Kab. Sumenep, dan
Kab. Grsik.
Produksi

Gambar 3.20. Produksi palawija


Jawa Timur tahun 2010

tanaman

palawija berdasar jenis tanaman


di Jawa Timur pada tahun 2010,
tampak

bahwa

produksi

padi

paling mendominasi yaitu sebesar


11.259.085 ton atau 54,97 % dari
produksi

tanaman

palawija,

disusul jagung 5.266.720 ton atau


25,71 % dan kedele 3.222.636
ton atau 15,73 %.
Jawa Timur memiliki potensi perkebunan cukup bagus, beberapa
produksi perkebunan yang menjadi andalan adalah karet, kopi, cengkeh,
tebu dan kelapa sawit, dan sebagainya. Perkebunan besar yang terluas
adalah perkebunan kopi 31.023 Ha dan karet 25.920 Ha, sedang
perkebunan rakyat yang terluas adalah perkebunan kelapa 289.379 Ha
dan cengkeh 170.195 Ha. Sedangkan produksi perkebunan yang paling
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 16

dominan dari perkebunan besar adalah cengkeh 69.001 ton dan 26.490
ton, dari perkebunan rakyat adalah cengkeh 1.010.286 ton dan kelapa
247.900 ton. Sejak tahun 2010 Jawa Timur memiliki perkebunan kelapa
sawit baik dari perkebunan besar (21.352 Ha) dan perkebunan rakyat
(53.831 Ha), dengan hasil 29.413 ton dan 24.606 ton.
Gambar 3.21. Penggunaan pupuk
untuk perkebunan menurut jenis
tanaman

Gambar 3.22. Penggunaan


pupuk untuk perkebunan

Jenis pupuk yang sering digunakan pada tanaman perkebunan


adalah pupuk organik sebesar 189.473 ton atau 43,33 % dari seluruh
pupuk yang dipergunakan untuk tanaman perkebunan dan NPK sebesar
97.405 ton atau 14,73% . Jenis tanaman kakao dan kopi lebih banyak
menggunakan pupuk organik dibandingkan pupuk kimia, tanaman
tembakau dan tebu lebih banyak menggunakan pupuk SP.36, sedangkan
pupuk urea dipergunakan pada semua jenis tanaman namun jumlahnya
sedikit hanya pada tanaman tebu diperlukan urea banyak banyak.
Gambar 3.23. Penggunaan pupuk
untuk padi dan palawija menurut
jenis tanaman

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

Gambar 3.24. Penggunaan


pupuk untuk perkebunan

III - 17

Jenis pupuk yang sering digunakan pada tanaman padi dan


palawija adalah pupuk urea sebesar 1.075.242,26 ton atau 44,84 % dari
seluruh pupuk yang dipergunakan untuk tanaman padi dan palawija dan
SP.36 sebesar 705.288,85 ton atau 29,4 % . Jenis tanaman padi cukup
banyak menggunakan pupuk urea, SP.36, Phonska, dan ZA, tanaman
jagung cukup banyak menggunakan pupuk urea, SP.36, dan Phonska,
sedangkan tanaman kedele, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar relatif
hanya sedikit menggunakan pupuk.
Gambar 3.25. Prosentase

Gambar 3.26. Prosentase hewan

hewan ternak

unggas

Data luas perubahan lahan pertanian tahun 2009 menunjukkan di


Jawa Timur telah terjadi perubahan lahan pertanian seluas 261,96 Ha,
perubahan yang terbesar untuk perumahan seluas 135,47 dan industri
seluas 74,06 Ha.
Potensi hewan ternak di Jawa Timur pada tahun 2010 tercatat
sebesar 7,62 juta ekor, meliputi sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing,
domba, kuda, dan babi. Jenis hewan ternak terbesar adalah sapi potong
3,75 juta ekor atau 49 % dan kambing 2,82 juta ekor atau 37 %.

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 18

Kabupaten Sumenep memiliki jumlah sapi potong terbanyak di Jawa Timur


yaitu sebesar 316 ribu ekor, Kab. Trenggalek memiliki jumlah kambing
terbanyak yaitu 219 ribu ekor, sedangkan sapi perah paling banyak
terdapat di Kab. Pasuruan yaitu 64 ribu ekor.
Potensi hewan unggas di Jawa Timur pada tahun 2010 tercatat
sebesar 106,6 juta ekor, meliputi ayam petelur, ayam pedaging, ayam
kampung, dan itik. Jenis hewan unggas terbesar adalah ayam pedaging
56,99 juta ekor atau 53,44 % dan ayam petelur 24 juta ekor atau 22,51
%. Kabupaten Malang memiliki ayam pedaging paling banyak di Jawa
Timur, sedangkan Kab. Blitar memiliki ayam kampung dan ayam petelur
dengan jumlah terbanyak.
Dari data luasan lahan sawah, jumlah hewan ternak, dan unggas,
maka dapat diperkirakan jumlah emisi gas metan yang dihasilkan.
Perkiraan emisi gas metan dari lahan sawah tertinggi adalah di Kabupaten
Jember 19.319.274 ton per tahun, Kabupaten Lamongan 16.380.702 ton
per tahun, Kabupaten Bojonegoro 16.205.787 ton per tahun, Kabupaten
Banyuwangi 15.520.401 ton per tahun, dan Kabupaten Ngawi 13.932.477
ton per tahun.
Berdasarkan data luas lahan sawah dan frekuensi tanam, serta
jumlah hewan ternak dan unggas

tersebut di atas maka dapat

diperkirakan besarnya emisi gas metan (CH4) di Jawa Timur yang berasal
dari kegiatan pertanian pada tahun 2010.
Tabel 3.1. Tabel Emisi dari Pertanian
Sumber Emisi CH4 (ton) CO2 (ton)
Lahan Sawah
Pupuk Urea

280.444

308.415

Dari

tabel

disamping

tampak bahwa gas metan yang


disumbangkan ke lingkungan dari
sektor pertanian sebesar 295 ribu

Hewan Ternak

11.876

Hewan Unggas

2.740

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

ton CH4 dan 308 ribu ton CO2,

III - 19

JUMLAH

295.040

308.415 sumbangan terbesar dari lahan


sawah, disusul hewan ternak.

EMISI

Emisi gas metan dari hewan ternak paling banyak disumbangkan


oleh ternak sapi potong (176 ribu ton), sedangkan dari hewan unggas
paling banyak dari ayam pedaging/potong (1,7 ribu ton).
Gambar 3.27. CH4 dari hewan Gambar 3.28.CH4 dari hewan
ternak

unggas

Kabupaten Kota yang menyumbang emisi CO2 akibat pemakaian


Urea paling besar dari Kab Jember (20,98 ribu ton) dan disusul Kab.
Lamongan (19,66 ribu ton), kedua daerah tersebut memiliki lahan sawah
terluas di Jawa Timur.
Gambar 3.29. CO2 dari pemakaian Urea

Sedangkan Kabupaten Kota yang menyumbang CH4 dari lahan


sawah yang terbesar adalah Kab. Jember (19,6 Juta Ton), Kab. Lamongan
(13,8 Juta Ton) dan Kab. Banyuwangi (13,8 Juta Ton).
Gambar 3.30. Emisi gas Metan dari lahan sawah

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 20

3.5.

In d u stri
Di Jawa Timur tercacat ada sekitar 1,12 ribu industri skala

menengah dan besar yang berpotensi mencemari lingkungan air, tanah


dan udara, jenis industri yang dominan adalah Kertas, tekstil, gula,
penyamakan kulit, semen, pupuk, besi dan baja, dan pengolahan ikan.
Sedangkan untuk industri skala kecil diperkirakan ada 12,6 ribu
industri yang berpotensi mencemari air, tanah, dan udara, jenis industri
yang ada meliputi besi dan baja, kapur, kayu lapis, tekstil, pengolahan
ikan, dan karet.
Sebaran industri di Jawa Timur terutama terpusat pada beberapa
Kabupaten Kota saja, daerah yang memiliki banyak industri adalah Kab.
Grsik, Kab. Pasuruan, Kab. Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kab. Malang, dan
Kota Surabaya.
Beban limbah industri di Jawa Timur belum terdata dengan baik,
karena pemantauan kualitas air limbah industri yang dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, Perum Jasa Tirta I Malang hanya
memantau kualitas air limbah saja belum dilengkapi dengan data debit,
sehingga beban limbah industri belum bisa diprediksi/dihitung. Beban
limbah industri yang sudah diketahui berasal dari PT. Ajinomoto, PT. Wing
Surya, PT. Miwon, PG. Lestari, PG. Jombang Baru, PG Tjoekir dan PT.

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 21

Aneka Tuna Indonesia. Beban limbah industri untuk parameter COD yang
terbesar berasal dari PT Miwon yaitu 92,16 ton/hari dan PT Ajinomoto
73,4 ton/hari, sedang untuk paramater BOD dari PT. Miwon 43,2 ton/hari
dan PT. Ajinomoto 12,6 ton/hari.
3 .6 .

Pertambangan
Data pengusahaan pertambangan mineral batuan yang pernah

dikeluarkan

oleh

Pemerintah

Provinsi

Jawa

Timur

berjumlah

21

perusahaan, dengan luas areal 3.485,2 Ha, total produksi sebesar


3.894.111,46

Ton, sehingga disamping sebagai indikator pertumbuhan

perekonomian bekerja baik, juga membutuhkan pengelolaan bagi


pemulihan lahan bekas tambang karena terambilnya potensi Sumber Daya
Mineral yang ada, sehingga ke depan Provinsi Jawa Timur seharusnya
memiliki data pemulihan lahan bekas tambang.
Sedangkan data luas areal pertambangan rakyat yang dominan
adalah tambang Pasir 1860,8 Ha, tambang Batu Kapur 2.439 Ha, dan
tambang Sirtu 1.777.598 Ha. Dari luas areal pertambangan rakyat yang
diusahakan, produksi menurut jenis mineral batuan adalah Pasir Urug
11.795.037 Ton/Th, Marmer 2.596.081 Ton/Th, Batu Kapur 1.222.396,8
Ton/Th, Pasir 587.054 Ton/Th.
Gambar 3.31. Luas
pertambangan rakyat

3 .7 .

Gambar 3.32. Produksi


pertambangan rakyat

Energi
Dalam kegiatan industri, transportasi dan rumah tangga diperlukan

konsumsi bahan bakar. Kebutuhan bakar bakar di Jawa Timur dipengaruhi

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 22

dari jumlah industri dan jumlah kendaraan bermotor, serta jumlah rumah
tangga. Pada tahun 2010 jumlah kendaraan bermotor di Jawa Timur yang
menggunakan bahan bakar premium adalah 10,8 juta didominasi
kendaraan roda dua sebesar 10,2 juta, sedangkan kendaraan berbahan
bakar solar sebanyak 0,5 juta.
SPBU di Jawa Timur berjumlah 299 buah, paling banyak berada di
Kota Surabaya, penjualan rata-rata per bulan

untuk premium 37.343

kiloliter, solar 9.274n kiloliter. Sedangkan bahan bakar untuk konsumsi


industri meliputi LPG, Solar, bensi, minyak pelumas, minyak tanah, gas,
dan batu bara. Konsumsi terbesar untuk bahan bakar industri adalah batu
bara yaitu sebesar 172 juta ton per tahun.
Konsumsi bahan bakar minyak di Jawa Timur pada tahun 2010
mencapai 573 juta kiloliter per tahun, untuk konsumsi transportasi
mencapai 172 juta kiloliter solar dan premium, sedangkan untuk industri
0,61 juta kiloliter solar, premium, minyak pelumas, dan minyak tanah.
Untuk kegiatan industri, selain menggunakan bahan bakar minyak
tersebut juga menggunakan batu bara, LPG dan gas sebagai sumber
bahan bakar. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar paling dominan
dipakai industri yaitu sebesar 172,9 juta ton per tahun, karena batu bara
merupakan alternatif yang paling murah dibanding minyak bumi untuk
pembangkit listrik.
Sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam pengalihan bahan
bakar rumah tangga dari minyak tanah ke LPG, maka pada tahun 2010
tercatat 9.706 ton LPG dikonsumsi rumah tangga di Jawa Timur.
Gambar 3.33. Emisi CO2 akibat pemakaian bahan bakar tahun
2010

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 23

Konsumsi bahan bakar fosil dapat berkontribusi pada pencemaran


udara, dalam tingkat lokal menyebabkan polusi udara yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan, data penyakit utama yang diderita
penduduk Jawa Timur menunjukkan penyakit infeksi pernapasan atas
sebesar 24,3 % dengan jumlah penderita 1.696.975 orang. Di tingkat
regional dampak konsumsi bahan bakar fosil

berkontribusi pada hujan

asam, sedang di tingkat global dapat meningkatkan gas rumah kaca di


atmosfir.
Kontribusi Jawa Timur dalam emisi gas CO2 akibat pembakaran
fosil sebesar 76.807 juta ton per tahun, paling besar dari sektor industri
akibat pembakaran batu bara yaitu 68.708 juta ton.

3 .8 .

Transportasi
Panjang

nasional,

jalan
provinsi,

kabupaten,

dan

kota

Gambar 3.34. Informasi Panjang


Jalan di Jawa Timur

di

Provinsi Jawa Timur berturutturut

adalah

1.899,21

kilometer,

2.000,98

kilometer,

23.491,92

kilometer,

dan

23.491,92

kilometer.

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 24

Terminal kendaraan umum 66 persen adalah terminal B, sedangkan


sisanya adalah terminal A. Untuk pelabuhan laut terdapat 15 pelabuhan
laut di Provinsi Jawa Timur. Pelabuhan laut berkelas internasional adalah
Pelabuhan Tanjung Perak dengan luas kawasan 574,7 hektar, sedangkan
yang berkelas nasional ada 10 buah, dan regional 4 buah. Untuk
pelabuhan udara terdapat 5 (lima) buah pelabuhan udara, 1 (satu) buah
adalah pelabuhan internasional di Bandara Juanda, Kota Surabaya dengan
luas kawasan 51.500 m2 dan sisanya adalah pelabuhan udara domestik.

3 .9 .

Pariwisata
Jumlah pengunjung obyek pariwisata di Provinsi Jawa Timur

mencapai 14.146.762 orang per tahun, lokasi wisata yang dikunjungi


berupa wisata alam, wisata agro, wisata bahari, wisata sejarah, wisata
safari, dan wisata religi. Tempat wisata yang paling favorit dan paling
banyak dikunjungi adalah Taman Wisata Bahari Lamongan dengan
pengunjung berjumlah 1,2 juta orang, disusul Kebun Binatang Surabaya.

Gambar 3.35. Jumlah wisatawan menurut lokasi wisata

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 25

Dalam melayani wisatawan nusantara dan mancanegara, terdapat


28 (dua puluh delapan) hotel berbintang di Jawa Timur, belum termasuk
hotel kelas melati dan losmen. Wilayah Kab./Kota yang memiliki hotel
terbanyak adalah Kab. Pasuruan sebanyak 392 hotel, Kota Batu sebanyak
261 hotel, dan Kota Surabaya sebanyak 135 hotel, tetapi apabila ditinjau
dari jumlah kmar yang tersedia maka Kota Surabaya merupakan daerah
dengan jumlah kamar hotel terbanyak yaitu 6.967 kamar, kemudian Kota
Batu 3.380 kamar dan Kab. Pasuruan 2.179 kamar.
Perkiraan volume limbah padat dari obyek wisata dan perkiraan
pencemaran limbah cair dan volume limbah padat dari hotel belum dapat
dihitung.

3.10. Limbah B3
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) umumnya diguanakan pada
sekgtor

industri,

pertanian,

pertambangan

dan

rumah

tangga.

Penggunaan B3 pada berbagai sektor tersebut akan menghasilkan limbah


B3 yang memerlukan pengelolaan lebih lanjut. Pembangunan di bidang
industri, di satu sisi akan memberikan dampak bermanfaat bagi
kesejahteraan hidup rakyat namun di sisi lain bidang indutri akan
menghasilkan limbah yang diantaranya berbentuk limbah B3. Limbah B3
yang dibuang langsung kde lingkungan dapat menimbulkan bahaya bagi
lingkungan, keselamatan manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Bahan

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 26

kimia dapat menyebabkan kanker, alergi, dan merusak susunan saraf,


juga diketahui dapat mengganggu sistem endokrin yang menyebabkan
kerusakan pada sistem reproduksi dan sistem kekebalan yang terjadi pada
makhluk hidup termasuk janin.
Tabel 3.2. Limbah B3 di Jawa Timur
No

Jenis Limbah B3

Jumlah

Satuan

Jumlah
penghasil

1.

Pelumas Bekas

1.912.247 Ton/th

56 industri

2.

Sludge IPAL

3.860.741 Ton/th

50 industri

3.

Limbah Laboratorium

3.991 Liter/th

13 industri

4.

Kain Majun terkontaminasi

11,3 Ton/th

21 industri

5.

Oli bekas

329.349 Liter/th

56 industri

6.

Lampu TL bekas

0,048 Ton/th

11 industri

7.

Fly Ash

11.773,6 Ton/th

53 industri

8.

Kemasan dan bahan Kimia

810.488 Liter/th

81 industri

Kadaluwarsa

151.340 Ton/th

81 industri

Potensi limbah B3 dii Jawa Timur sangat besar mengingat berbagai


jenis induatri ada di Jawa Timur, pada tahun 2010 tercacat limbah B3
yang besar adalah sludge IPAL yaitu 3.860.741 ton/th dihasilkan oleh 50
industri, dan pelumas bekas yaitu 1.912.247 ton/th dihasilkan oleh 56
industri, sedangkan limbah B3 yang paling sedikit adalah lampu TL bekas.
Pemgelolaan limbah B3 harus dilaksanakan dengan prinsip kehatihatian dan sesuai peraturan yang berlaku serta wajib dilengkapi dengan
perijinan. Dari industri-industri yang terdapat di Jawa Timur, sebanyak 97
industri telah memiliki ijin dalam pengelolaan limbah B3. Jenis-jenis ijin
pengelolaan limbah B3 yang ada meliputi ijin penyimpanan, ijin
pengoperasian alat incinerator, ijin pemanfaat, ijin Tempat Penyimpanan

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 27

Sementara, ijin pengolahan, dan ijin Bioremediasi, serta 83 ijin


pengangkutan/transporter limbah B3.

SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010

III - 28

BAB IV
UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Berangkat dari 5 Isu Pokok Lingkungan Hidup di Jawa Timur


Tahun 2010, maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menetapkan Visi
dan Misi sebagai berikut :
Visi
Terwujudnya Jawa Timur Makmur & Berakhlak Dalam Bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Misi
Mewujudkan MAKMUR bersama WONG CILIK melalui APBD untuk
RAKYAT.
Strategi yang dilakukan melalui 4 tahapan yaitu Pro Job, Pro Poor, Pro
Gender dan Pro Environmental.
Sebagaimana Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 38 Tahun
2009 tentang RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 -2014, maka
prioritas program bidang Lingkungan Hidup adalah Memelihara kualitas
dan fungsi lingkungan hidup, serta meningkatkan perbaikan pengelolaan
sumber daya alam, dan penataan ruang.
Arah kebijakan yang ditempuh dalam pengelolaan sumber daya
alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai berikut :
1. Pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke
seluruh bidang pembangunan.
2. Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat
Provinsi dan kabupaten/kota.
3. Meningkatkan
upaya
harmonisasi
pengembangan
peraturan
perundangan lingkungan, dan penegakannya secara konsisten
terhadap pencemar lingkungan.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 1

4. Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan


pembangunan.
5. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup, baik di
tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota, terutama dalam menangani
permasalahan yang bersifat akumulatif, fenomena alam yang bersifat
musiman dan bencana.
6. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan
hidup, dan berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau
kualitas lingkungan hidup.
7. Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk
informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan dan
informasi kewaspadaan dini terhadap bencana.

3.1. Pengelolaan Lahan


Perkembangan pelaksanaan kegiatan dari pengelolaan lahan pada
tahun 2006 ~ 2009 di provinsi Jawa Timur meliputi :

Optimasi Lahan, yaitu usaha meningkatkan pemanfaatan sumber


daya lahan yang kurang produktip menjadi lahan usahatani yang lebih
produktif, melalui perbaikan aspek teknis, fisik dan kimiawi tanah
serta fasilitasi penanganan faktor pembatas lainnya dalam menunjang
peningkatan areal tanam/indeks pertanaman dan tahun 2009 telah
terealisasi 1.395 hektar;

Reklamasi Lahan sebagai upaya pemanfaatan, perbaikan, dan


peningkatan kesuburan lahan pertanian baik yang rusak secara alami
maupun pengaruh manusia melalui Konservasi Lahan yang merupakan
usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan memperhatikan
kelas

kemampuannya

dan

dengan

menerapkan

kaidah-kaidah

konservasi tanah dan air agar lahan dapat digunakan secara lestari
telah tercapai seluas 1.213 hektar;

System of Rice Intensification (SRI), yaitu usahatani padi sawah


irigasi secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman,

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 2

dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal serta


berbasis pada kaidah ramah lingkungan di 29 kabupaten;

Jalan Usaha Tani (JUT) yaitu suatu prasarana transportasi di


dalam kawasan pertanian (tanaman pangan, hortikultura) guna
memperlancar pengangkutan sarana produksi, hasil produksi dan
mobilitas alat mesin pertanian tercapai total sepanjang 141 kilometer;

Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu usahatani yang


menekankan pada upaya pelestarian pemanfaatan lahan semaksimal
mungkin sepanjang tahun untuk meningkatkan produksi pertanian
(tanaman pangan, hortikultura) dengan memperhatikan kaidah dan
menerapkan teknik-teknik konservasi tanah dan air (terasering,
pembuatan guludan, dan penanaman tanaman penguat teras dll) di
daerah Aliran Sungai tercapai total seluas 2.800 hektar;

Sekolah Lapang Konservasi yaitu metode pendekatan Pendidikan


Orang Dewasa (POD) untuk mengembangkan dan memberdayakan
petani/masyarakat dalam melaksanakan konsevasi DAS Hulu. Untuk
kegiatan Sekolah Lapang Konservasi dimulai tahun 2009 sebanyak 7
paket.
Tabel 3.1. Kegiatan Pengelolaan Lahan 2006-2009 Provinsi Jawa Timur
Kegiatan

Optimasi Lahan (Ha)


Reklamasi Lahan (Ha)
Konservasi Lahan (Ha)
Pengembangan Sri (Paket)
Pengembangan Dampak Sri (Paket)
Jalan Usaha Tani (Km)
Konservasi Daerah Aliran Sungai (Ha)
Sekolah Lapang Konservasi (Paket)
Sumber

2006
158
47
-

Tahun
2007
2008
535
810
450
195
695
260
7
2
7
44
45
1.500
650
3

2009
50
110
100
22
9
5
650
4

Jumlah

: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, Tahun 2009

3.1.2. Lahan Pertanian Berkelanjutan

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 3

1.395
755
1.213
29
18
141
2.800
7

Sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No. 41 tahun 2009


tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, maka
dilakukan Penyusunan Rencana Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LPPB).
Yang dimaksud dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 41 tahun 2009, dalah
bidang

lahan

pertanian

yang

ditetapkan

untuk

dilindungi

dan

dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi


kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Dan maksud
dari Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai dengan
pasal 1 ayat 5 Undang-Undang No.41 tahun 2009, adalah sistem dan
proses

dalam

merencanakan

dan

menetapkan,

mengembangkan,

memanfaatan dan membina, mengendalikan dan mengawasi lahan


pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.
Untuk mendukung Rencana Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LPPB) tersebut yang nantinya tercantum dalam Rencana Tata Ruang dan
Wilayah

(RTRW)

Provinsi

Jawa

Timur,

maka

diperlukan

data

ketersediaan/potensi lahan pertanian masing-masing Kabupaten/kota.


Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 41 tahun 2009 bahwa Lahan
Pertanian Pangan yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dapat berupa: a) Lahan Beririgasi; b) lahan reklamasi rawa
pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan/atau c) lahan tidak
beririgasi.

Tabel 3.1

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 4

DATA LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (LPPB)


PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010
NO.

KABUPATEN/
KOTA

01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.

PACITAN
PONOROGO
TRENGGALEK
TULUNG AGUNG
BLITAR
KEDIRI
MALANG
LUMAJANG
JEMBER
BANYUWANGI
BONDOWOSO
SITUBONDO
PROBOLINGGO
PASURUAN
SIDOARJO
MOJOKERTO
JOMBANG
NGANJUK
MADIUN
MAGETAN
NGAWI
BOJONEGORO
TUBAN
LAMONGAN
GRESIK
BANGKALAN
SAMPANG
PAMEKASAN
SUMENEP
KOTA KEDIRI
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
KOTA P.LINGGO

34.
35.
36.
37.
38.

6.702
33.120
10.935
24.343
30.665
44.371
45.521
35.716

Luas (Ha)
Pasang Surut/
Lebak
32

84.571
65.452
32.682
32.023
36.789
36.788
22.539
31.951
44.085
38.486
30.147
25.446
45.407
38.278
25.938
57.561
10.346
7.960
4.713
6.808
9.187
2.001
1.141
1.395

272
1.979
-

Irigasi

Non Irigasi

Jumlah

5.409
1.680
1.176
2.758
1.073
2.802
4.001
238

12.111
34.800
12.111
27.101
31.738
47.173
49.522
35.986

67.918
489
1.616
1.903
3.330
5.150
4.867
3.784
2.366
1.144
5.069
38.348
27.774
30.710
27.438
21.502
15.872
6.094
16.786
50
-

152.489
66.213
32.682
33.639
38.692
40.118
22.539
37.101
48.952
42.270
32.513
26.590
50.476
76.626
55.691
88.271
37.784
29.462
20.585
12.902
25.973
2.051
1.141
1.395

1.963

1.963

KOTA PASURUAN

1.210

1.210

KOTA MJ.KERTO
KOTA MADIUN
KOTA SURABAYA
KOTA BATU
JAWA TIMUR

586
1.098
373
2.528
930.825

2.283

45
1.368
302.760

631
1.098
1.741
2.528
1.235.868

3.1.2. Penerapan Budidaya Yang Baik dan Benar (GAP)

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 5

Konsep GAP (Good Agriculture Practicess) diartikan sebagai


aplikasi

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

memanfaatkan

sumberdaya

alam

dengan

yang
cara

tersedia
yang

untuk

menjamin

keberlanjutan dalam menghasilkan produk pertanian yang sehat, aman


dan bermutu dengan cara yang manusiawi dan ramah lingkungan.
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah dapat dihasilkannya produk
hortikultura segar yang berkualitas dan aman konsumsi, yang diproduksi
melalui cara-cara yang aman dan tidak membahayakan bagi pekerja
maupun lingkungannya.
Agar penerapan GAP dapat berhasil baik maka perlu tersedianya
buku panduan yang disebut Standar Opetasional Procedur (SOP) budidaya
masing-masing komoditas. Keberadaan SOP budidaya tersebut merupakan
persyaratan dasar dalam penerapan GAP. Buku SOP budidaya pada
dasarnya merupakan petunjuk teknis baku yang bersifat spesifik
(komoditas dan lokasi), jelas dan praktis dari setiap tahapan kegiatan
untuk menjamin produk akhir yang dihasilkan berkualitas baik.
Sosialisasi prinsip-prinsip GAP/SOP hortikultura telah dilakukan
sejak periode tahun 2004-2005, yang dilanjutkan dengan kegiatan
penyusunan SOP maupun penerapan GAP di masing-masing daerah
melalui

alokasi

dana APBD. Kegiatan

penerapan GAP/SOP untuk

komoditas Buah-buahan diawali pada tahun 2005 dengan penumbuhan


Kebun Percontohan di beberapa lokasi sentra.
Model operasional penerapan GAP hortikultura dilakukan pada
kebun/plot percontohan di lahan milik petani dengan luasan sesuai
komoditas yang diusahakan. Untuk buah-buahan dilakukan pada kebun
percontohan seluas 3-5 ha dalam satu hamparan. Sedangkan untuk
sayuran dilakukan pada plot percontohan seluas 1-2 hektar, yang berada
di tengah hamparan areal dampak seluas minimal 5 hektar yang telah
melaksanakan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 6

Penerapan GAP di Jawa Timur sejauh ini diutamakan pada


beberapa komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dengan
pasar khusus yang menghendaki persyaratan mutu dan aman konsumsi.
Komoditas hortikultura unggulan tersebut adalah Cabe merah, Bawang
merah, Kentang, Mangga, Jeruk, Pisang, Manggis, Salak, Apel dan Krisan.
Dimasa mendatang penerapan GAP ini juga akan diperluas cakupannya
pada beberapa komoditas prospektif seperti : Paprika, Jamur, Tomat,
Durian, Anggur, Nanas, Anggrek , Jahe, maupun aneka komoditas
tanaman hias maupun Biofarmaka lainnya.
Hingga tahun 2008, telah terdapat 17 (tujuh belas) kabupaten
yang telah melaksanakan penerapan GAP untuk komoditas hortikultura,
yakni : Malang (Cabe merah, Apel dan Jeruk manis), Pasuruan (Kentang,
Mangga dan Krisan), Probolinggo (Kentang, Bawang merah dan Mangga),
Bondowoso (Kentang dan Mangga), Situbondo (Mangga), Jember (Cabe
merah dan Jeruk siem), Banyuwangi (Cabe merah, Manggis dan Jeruk
siem), Trenggalek (Pisang dan Manggis), Kediri (Cabe merah, Tomat dan
Mangga Podang), Blitar (Cabe merah dan Manggis), Lumajang (Cabe
merah dan Pisang), Magetan (Bawang merah dan Pomelo), Nganjuk
(Bawang merah), Pacitan (Jeruk Siem), Bangkalan (Salak), Pamekasan
(Bawang merah), Sampang (Cabe merah).
3.1.3. Pengembangan Hortikultura Organik
Untuk menyediakan produk segar yang tidak mengandung residu
pestisida maka didorong pengembangan sayuran/buah-buahan organik
yang dilakukan oleh pengusaha maupun petani. Melalui kegiatan tersebut,
diharapkan petani akan lebih terdorong untuk menggunakan pupuk dan
pestisida organik serta dapat menerapkan prinsip-prinsip Pengendalian
Hama Terpadu (PHT)

secara benar. Sehingga produk yang dihasilkan

akan rendah residu kimianya dan aman dikonsumsi.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 7

Meski jumlahnya masih terbatas, di Jawa Timur sudah mulai


bermunculan pelaku usaha hortikultura organik, antara lain yang berada di
wilayah Malang (CV. Kurnia Kitri Ayu, FKPM) dan Batu (PT. Herbal Estate
dan Gapoktan Vegori). Produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha tersebut
dipasarkan di beberapa supermarket dan telah dikemas khusus dengan
menggunakan plastik berlabel organik. Pada beberapa suprmarket, produk
segar organik biasanya juga ditempatkan pada rak khusus atau terpisah
dengan produk lain yang dibudidayakan secara konvensional (masih
menggunakan pupuk dan prstisida kimia)
Selain dilakukan secara swadana oleh petani/pelaku usaha,
pengembangan

hortikultura

organik

juga

didukung

oleh

kegiatan

keproyekan utamanya yang berasal dari dana APBN, baik melalui


anggaran dekonsentrasi maupun tugas pembantuan. Pengembangan
hortikultura melalui anggaran tugas pembantuan telah dimulai sejak tahun
2007, diprioritaskan untuk kelompok komoditas buah-buahan semusim
(semangka, melon, straberi), sayuran daun, jamur dan tanaman obat
rimpang. Adapun kabupaten/kota yang menjadi lokasi kegiatan tersebut
adalah : Pasuruan, Bondowoso, Malang Pacitan, Sampang, Pamekasan,
Mojokerto, Bondowoso dan Kota Batu.

3.1.4. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan


Luas pekarangan Jawa Timur meliputi 593.992 ha atau 13 %
dari luas lahan pertanian keseluruhannya, merupakan sumber penghasil
bahan makanan yang bernilai gizi dan bernilai ekonomi tinggi. Luas
pekarangan yang berada di daerah perkotaan sekitar 27.326 ha sebagian
besar masih belum diusahakan secara optimal.
Ditinjau dari potensi lahan dan tingkat kesadaran masyarakat
yang cukup tinggi dalam mengelola lingkungan sekitarnya, masih terbuka

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 8

peluang untuk meningkatkan optimalisasi lahan pekarangan dengan


tanaman hortikultura.
Kegiatan

ini

bertujuan

untuk

mempertahankan

potensi

pekarangan yang berkesinambungan (tidak semusim) sehingga dapat


meningkatkan gizi dan menambah pendapatan keluarga sekaligus ikut
menjaga/ memelihara kelestarian lingkungan. Melalui

kegiatan ini

diharapkan dapat memotivasi sekaligus menggerakkan upaya penyediaan


buah-buahan/sayuran/bumbu-bumbuan

secara

swadaya.

Kegiatan

optimalisasi pemanfaatan pekarangan/lahan sempit ini juga sangat sejalan


dengan upaya peningkatan pendapatan keluarga melalui pengusahaan
tanaman hortikultura yang meskipun dalam skala kecil tapi tetap memiliki
nilai jual, seperti aneka tanaman hias yang dijual dalam bentuk bibit
ataupun siap dikoleksi.
Sasaran utama dari kegiatan ini adalah pekarangan atau lahanlahan sempit yang ada di lingkungan pemukiman penduduk di perkotaan.
Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan kelompok ibu PKK/Dasa Wisma.
Teknis budidaya yang dilakukan adalah dengan penanaman buah dalam
pot/pekarangan (tabulapot/tabulakar), penanaman sayuran/tanaman hias
dengan sistem vertikal (vertikultur) maupun penanaman Taman Obat
Keluarga (TOGA).

3.2. Rehabilitasi Lahan

Kegiatan Penghijauan yang dilakukan oleh Kab/Kota berdasarkan


laporan dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
menunjukkan bahwa rencana luas penghijauan sebesar 16.912,36 Ha,
dengan jumlah pohon yang akan ditanam sebanyak 12.949.429 ternyata
jumlah lahan yang dapat dihijaukan sebesar 21.576,23 Ha atau melebihi
target sebesar 28% (4.664 Ha) dan pohon yang berhasil ditanam

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 9

melampuai target 411% (53.182.860) atau menjadi 66.132.289 pohon.


Rincian luas dan pohon dapat dilihat pada Grafik 4.1.

Gambar 4.1

Selanjutnya jumlah pohon yang paling banyak adalah Kabupaten


Bojonegoro yaitu 6.855.966 dan untuk luas lahan yang berhasil dihijaukan
seluas 7.697,00 Ha berada di kabupaten Ngawi.
Sedangkan untuk kegiatan Reboisasi pada tahun 2010
berdasarkan
Gambar 4.2

laporan

Dinas

Kehutanan jatim,
2010

berhasil

reboisasi

lahan

seluas 9.899 Ha
atau

6.952.179

dari

rencana

seluas

36.079

dengan

jumlah

pohon

sebanyak

7.420.727 itu berarti kekurangan seluas 26.179 Ha atau 468.548 batang


pohon.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 10

Untuk Kabupaten/Kota yang paling banyak melakukan reboisasi


berada di kab. Tulungagung seluas 3.310 Ha. Dan untuk lebih jelas dapat
dilihat pada gambar 4.2.

3.3. Pengamanan Hutan


Dalam rangka untuk menjembatani penanganan permasalahan
kehutanan di Jawa Timur dan sebagai tindak lanjut terbitnya Instruksi
Presiden Nomor 4 Tahun 2005 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor
3 Tahun 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara illegal di
kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah RI dan di Jawa
Timur ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur Jawa
Timur sebagai berikut :
1. Nomor : 188/226/KPTS/013/2005 tanggal 29 Mei 2005 tentang Tim
Koordinasi pengamanan Hutan dan hasil Hutan Terpadu (TKPH3T)
Provinsi Jawa Timur
2. Nomor : 188/194/KPTS/013/2007 tanggal 15 Mei 2007 tentang Tim
Koordinasi Pengamanan hutan dan Hasil Hutan Terpadu (TKPH3T)
Provinsi Jawa Timur (Perubahan).
3. Pembentukan Posko Pengendalian Kebakaran Hutan dan Bencana
Alam

SK.

Dinas

Kehutanan

provinsi

Jawa

Timur

Nomor

360/75/117.03/2010

Disamping itu,

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur bersama

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, UPT Kementerian Kehutanan, Dinas


Kehutanan Kabupaten / Kota serta para pihak terkait terus melakukan
kegiatan-kegiatan pengamanan hutan, diantaranya adalah koordinasi,
penyuluhan
kesejahteraan

masyarakat
melalui

tentang

penerapan

manfaat
pengelolaan

hutan,

peningkatan

sumberdaya

hutan

bersama masyarakat (PHBM) dan melaksanakan patroli gabungan


dengan kepolisian dan instansi terkait.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 11

3.4.

Kegiatan lain Rehabilitasi Lahan


Kegiatan-kegiatan fisik lainnya adalah kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur
dalam kerangka upaya pengelolaan lingkunga. Kegiatan-kegiatan tersebut
antara lain:
Tabel 3.2
Kegiatan Fisik Lainnya BLH Jatim, 2010
No.
1
2

6
7
8
9
10

Nama Kegiatan

Lokasi Kegiatan

Sampling Air Limbah Industri


Sampling Air Badan Air

Industri
DAS Brantas

BLH Prov. Jawa Timur


BLH Prov. Jawa Timur

Pembangunan IPAL Domestik


Komunal Sepanjang Kali Surabaya di
Kab. Gresik Beserta Jaringan
Perpipaan (Tahun 2009)

DAS Bengawan Solo


RT. 20 - RW 20 Desa
Bambe Kecamatan
Driyoredjo Kabupaten
Gresik

BLH Prov. Jawa Timur


BLH Prov. Jawa Timur

Pembangunan IPAL RS Paru RS Paru


Dungus Madiun milik Pemerintah
Provinsi Jawa Timur
Pembangunan IPAL RS Paru RS Paru
Paru Jember milik Pemerintah
Provinsi Jawa Timur

Kab. Madiun

BLH Prov. Jawa Timur

Kab. Jember

BLH Prov. Jawa Timur

Pembangunan IPAL RS Paru RS Paru


Batu milik Pemerintah Provinsi Jawa
Timur
Pembangunan Laboratorium
Lingkungan BLH Prov. Jatim
Demplot Pengolahan Limbah Ternak
Menjadi Biogas

Kota Batu

BLH Prov. Jawa Timur

BLH Prov. Jatim

BLH Prov. Jawa Timur

Uji Kualitas Udara Emisi


Uji Kualitas Udara Ambien

Industri
Industri

BLH Prov. Jawa Timur


BLH Prov. Jawa Timur

Penghijauan di DAS Brantas

Kab. Malang, Kota Batu,


Kab. Mojokerto, kab.
Tulungagung

BLH Prov. Jawa Timur

Demplot Pengembangan Tanaman


Penyerap Karbon

BLH Prov. Jawa Timur

BLH Prov. Jawa Timur

11

BLH Prov. Jawa Timur

13

Demplot Pengelolaan Sumber Mata


Air

Kab.
Tuban,
Kab.
Probolinggo,
Kab.
Jember
Kab. Pacitan, Trenggalek
dan Kota Batu.

14

Demplot Eco Pesantren

Kab. Pamekasan

12

Instansi Penanggung
Jawab

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

BLH Prov. Jawa Timur

III - 12

Demplot Hutan Kota

Kota
Malang,
Kota
Probolinggo,
Kab.
Lumajang,
bangkalan,
Jombang, Lamongan

BLH Prov. Jawa Timur

Demplot Sumur Resapan


Demplot Pengolahan Limbah Ternak
Menjadi Biogas
Pengadaan SMS Gateway untuk
peningkatan pelayanan pengaduan
pencemaran lingkungan
Pengadaan
papan
himbauan
"Selamatkan DAS Brantas"
Pembuatan materi ajar lingkungan
hidup untuk SD, SMP dan SMA

Kab. Pacitan
Kab. Lamongan

BLH Prov. Jawa Timur


BLH Prov. Jawa Timur

BLH Prov Jatim

BLH Prov. Jawa Timur

BLH Prov Jatim

BLH Prov. Jawa Timur

Se Jawa Timur

BLH Prov. Jawa Timur

Pengadaan alat komposter aerob


untuk bantuan kepada masyarakat
dan sekolah adiwiyata

Se Jawa Timur

BLH Prov. Jawa Timur

Pengadaan Alat BIOPORI untuk Se Jawa Timur


bantuan sekolah Adiwiyata dan
Kab./Kota
Keterangan :
Sumber: Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

BLH Prov. Jawa Timur

15
16
17
18
19
20
21

22

3 .5 .

Pengawasan AMDAL
Kegiatan pengawasan AMDAL dalam bentuk rekomendasi AMDAL/

UKL-UPL/DPPL yang telah ditetapkan oleh Komisi AMDAL Provinsi Jawa


Timur selama tahun 2010 sebanyak 14 dokumen.
Kegiatan pengawasan UKL dan UPL lebih cenderung menjadi
kewenangan Kab./Kota, hal ini sesuai dengan pembagian kewenangan.

3 .6 .

Penegakan Hukum
Pengaduan masalah lingkungan sepanjang tahun 2010 terdapat 9

pengaduan, meliputi 5 pengaduan pencemaran air, 3 pengaduan


pencemaran udara, dan 1 masalah pengaduan pencemaran tanah, sedang
jumlah industri/kegiatan yang diadukan 8 industri.
Tahapan

pelayanan

pengaduan

masyarakat

terhadap

kasus

lingkungan meliputi verifikasi lapangan, pengambilan sampel dan uji

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 13

laboratorium apabila diperlukan, pemberian surat peringatan apabila


terbukti telah mencemari lingkungan.
Gambar 4.1. Jenis pengaduan kasus lingkungan

3 .7 .

Peran Serta Masyarakat


Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan yang

terdapat di Provinsi Jawa Timur adalah sebanyak 38 (tiga puluh delapan),


diantaranya adalah Klub Tunas Hijau, Sahabat Lingkungan, ECOTON,
PPLH Trawas, dan lain-lain. LSM-LSM ini bergerak di bidang advokasi
lingkungan, pengolahan sampah, pengolahan air, dan edukasi lingkungan.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan di Jawa Timur

No.

Nama LSM

Alamat

Aliansi Peduli Lingkungan (APEL)

Jl.Musi No.2 Bendo Pare-Kediri

Bahana Lingkungan Hidup (BLH)

Jl.Tlogo Indah I/52 Tlogo Mas Malang

ECOTON

Jl. Raya Driyorejo Gresik

Forum Peduli Masyarakat dan Lingkungan

Jl.Pucang Sewu 49 Surabaya

Himpunan Mahasiswa Jurs.Biologi (FMIPA)

Klub Tunas Hijau

Sekret Student Center Kampus UNAIR Jl.


Mulyorejo Surabaya
Sekret bace Camp Kompas-ITS Jl.Menur 127
Surabaya
Jl.Semolowaru Indah T-9 Surabaya

Kelompok Kerja Pemerhati Lingkungan Malang

Jl.Andalas No.21 Malang

KSM Hamin

Jl.Mangga V/41 Jember

5
6

Komunitas Peduli Lingkungan Surabaya

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 14

Perum Pondok Indah P-8B Kebon Sari Jember

11

KAPPALA Indonesia
Klub Indonesia Hijau (KIH) Regional 13 Madiun

12

Komplek Sidorukun Indah Gresik

Jl.Madura K-13 Gresik


Pemda Kabupaten Lamongan

10

13
14
15
16
17

Komite Peduli Lingkungan Hidup Lamongan


(KOLILA)
Lembaga Bumi Biru

Jl. Salak Timur VI/5 Madiun

Jl.Bukit Hijau E-77 Malang

Lab/Komunikasi Peran Serta Masyarakat


Lingkungan Jawa Timur
Lembaga Mitra Usaha Masyarakat (LINMAS)

Jl.Cipto 144 A/K Bedali Lawang

MAPALSA IAIN Sunan Ampel Surabaya

Base camp Mapalsa IAIN Sunan Ampel


Surabaya
Jl. Dukuh Kupang XXV Surabaya

Jl.Veteran VI/43 Blitar

19

Mahapala kawaru (Mhs Pecinta Alam kampong


waringin Unggul Univ.Wijaya Kusuma Surabaya
MAPAS-ITATS

20

PUSDAKOTA Surabaya

Jl.Rungkut Lor III/87 Surabaya

21

PATASARLINKARA

Jl.Dr.Cipto 144 A/K Bedali Lawang

22

PPLH UNAIR Surabaya

FKM Unair Surabaya

23

PPLH-PPGT Malang

24

Pengembangan Lingkungan Masyarakat

Ds.,Pucangro-Kali Tengah kab.Lamongan

25

PPLH Trawas

Desa Seloleman Trawas Mojokerto


Jl.Hikmat 47 Betro Sedati Sidoarjo

27

Pusat Kajian Demokratisasi HAM dan Lingkungan


Hidup (PUKADHALI)
Sahabat Lingkungan

28

SIKLUS ITS

Gedung Kaca RL 100 ITS Sukolilo Surabaya

29

SPMAA Tuban

Desa Jonorejo Kec.kelok Tuban

Yayasan Mitra Alam Indonesia

18

26

Jl.Arief Rahman hakim No.100 Surabaya

Jl.Apel 49-51 Mojokerto

31

Yayasan Katulistiwa

Jl.Emolowaru tengah IX/2 Bintang Diponggo


Surabaya
Jl.KH.Pasreh Jaya IA Bumiayu Malang

32

Yayasan Mapenia

Perum Pondok bamboo P.88 Jember

33

Yayasan Karya Mandiri Indonesia

Jl.RE.Mardinata No.2A Pacitan

34

Yayasan Prihati Nusa Padha

30

36

Walhi Surabaya

Jl.Raya kasin No.166 Ampeldento Karang ploso


malang
Jl.Gubeng Kertajaya IX G/17 Surabaya

37

Yayasan Mekar Sejati

Kampung Malang Kulon I No.50 Surabaya

38

Yayasan Dian Masa

Ruko Jemur Sari Blok C-16 Surabaya

35

Yayasan Paramita Jawa Timur

Provinsi Jawa Timur telah memperoleh berbagai penghargaan


lingkungan, baik yang diperoleh oleh personal, kelompok, maupun institusi.
Penghargaan-penghargaan

tersebut

berupa

Penghargaan

Kalpataru,

Penghargaan Sekolah ADIWIYATA, dan Penghargaan ADIPURA. Prestasiprestasi tersebut diperoleh salah satunya adalah berkat kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh BLH Provinsi/ Kota/ Kabupaten ataupun institusi
pemerintah yang lain dalam usaha peningkatan peran serta masyarakat di
bidang pelestarian lingkungan.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 15

1. ADIPURA
Pelaksanaan program Adipura sesuai dengan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 99 Tahun 2006

Maksud :
Mencapai good governance dan good environment
Tujuan :
Mendorong Pemerintah daerah dan masyarakat dalam mewujudkan
kota bersih dan teduh dengan menerapkan prinsip-prinsip good
governance
Sasaran :
- Kota yang bersih dan teduh ( clean and green city)
- Pemda yang mampu/efektif dan masyarakat yang partisipasif
dalam pengelolaan lingkungan perkotaan
Anugerah Adipura Tahun 2010
No.
1

KAB./KOTA
Tulungagung

JENIS PENGHARGAAN
Anugerah

Lumajang

Anugerah

Mojosari

Anugerah

Jombang

Anugerah

Madiun

Anugerah

Gresik

Anugerah

Probolinggo

Anugerah

Blitar

Anugerah

Nganjuk

Anugerah

10

Lamongan

Anugerah

11

Caruban

Anugerah

12

Tuban

Anugerah

13

Kraksaan

Anugerah

14

Wlingi

Anugerah

15

Bangkalan

Anugerah

16

Sidoarjo

Anugerah

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 16

17

Magetan

Anugerah

18

Sumenep

Anugerah

19

Mojokerto

Anugerah

20

Pacitan

Anugerah

21

Bojonegoro

Anugerah

22

Kediri

Anugerah

23

Ponorogo

Anugerah

24

Surabaya

Anugerah

25

Malang

Anugerah

26

Trenggalek

Anugerah

27

Kepanjen

Anugerah

28

Bangil

Anugerah

29

Ngawi

Anugerah

30

Sampang

Anugerah

31

Pasuruan

Anugerah

32

Situbondo

Piagam

33

Pamekasan

Piagam

34

Batu

35

Bondowoso

36

Pare

37

Banyuwangi

38

Jember

2. Penghargaan ADIWIYATA
 Adiwiyata yaitu kopetisi antar sekolah (SD, SLTP,
SLTA) dalam mewujudkan kawasan sekolah yang
berwawasan lingkungan.
 Program ini bertujuan menciptakan kondisi yang
baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan
penyadaran warga sekolah (guru, murid dan pekerja lainnya)
sehingga warga sekolah dapat peduli dan berbudaya lingkungan.
 Sasaran program ini adalah pemberdayaan sekolah-sekolah baik
SD, SLTP dan SLTA/SMK dalam pelaksanaan dan pengembangan
pendidikan lingkungan hidup.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 17

Tahun 2008 Propinsi Jawa Timur telah mendapatkan Piala


Adiwiyata (Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan) sebagai
berikut :
Penerima Penghargaan Adiwiyata Propinsi Jawa Timur Tahun 2008
Katagori
Adiwiyata Mandiri

Penghargaan
Adiwiyata

Penerima

Penghargaan

1.

SDN Kampung Dalem1 Kab.Tulungagung

Presiden RI

2.

SMPN 1 Kedamean Kab.Gresik

Presiden RI

3.

SMA 4 Kab.Gresik

Presiden RI

4.

SMAN Gondang Kab.Mojokerto

Presiden RI

5.

SDN Sumbersono Kabupaten Mojokerto

Presiden RI

6.

SDN Tunjungsekar 1 Kota Malang

Presiden RI

7.

SD ST Theresia Kota Surabaya

Presiden RI

8.

SMPN 1 Dlanggu Kabupaten Mojokerto

Presiden RI

9.

SMPN 5 Kota Malang

Presiden RI

10.

SMPN 1 Sukodono Kabupaten Lumajang

Presiden RI

11.

SMA Semen Gresik Kabupaten Gresik

Presiden RI

12.

SMAN 5 Kota Malang

Presiden RI

13.

SMAN 2 Kota Probolinggo

Presiden RI

SD :

1.

SDN Kandangan III Kota Surabaya

Menteri Neg LH

2.

SDN Dinoyo II Kota Malang

Menteri Neg LH

3.

SDN Gemarang VI Kabupaten Ngawi

4.

SDN Petrokimia Kabupaten Gresik

5.

SD Al Muslim Kabupaten Sidoarjo

6.

SDN Mangunharjo VI Kota Probolinggo

Menteri Neg LH

7.

SDK Santa Maria Kota Blitar

Menteri Neg LH

Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH

SMP :

SMPN2 Kebomas Kabupaten


Gresik

Menteri Neg LH

2.

SMPN 1 Merakurak
Kabupaten Tuban

Menteri Neg LH

3.

SMPN 5 Kepanjen Kota


Malang

4.

SMPN 1 Sumberasih
Kabupaten Probolinggo

5.

SMPN 4 Kota Probolinggo

1.

Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH

6.
SMK/SMA :

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 18

1. SMAN 1 Wringinanom
Kabupaten Gresik
2. SMAN 5 Kabupaten
Jember
3. SMAN 1 Geger
Kabupaten Madiun
4. SMAN 10 Kota Malang
5. SMKN 1 Kota Probolinggo
6. SMAN Tempeh
Kabupaten Lumajang
7.
Penghargaan
Calon
Adiwiyata

Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH

SMKN 6 Kota Malang

SD :
1. SDN Petemon XIII Kota
Surabaya
2. SDK Santa Maria Kota
Surabaya
3. SDN Pandanwangi 1 Kota
Malang
4. SDN Kandangan I / 121
Kota Surabaya
5. SDN Sukabumi 6 Kota
Probolinggo
SMP :
1. SMPN 1 Diwek Kabupaten
Jombang
2. SMPN 7 Kota Madiun
3. SMPN 1 Boyolangu
Kabupaten Tulungagung

Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH

Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH

SMA/SMK :
1. SMAN 4 Kota Probolinggo
2. SMAN 1 Grati Kabupaten
Pasuruan
3. SMAN 1 Kabupaten
Lamongan
4. SMAN 1 Mejayan
Kabupaten Madiun
5. SMKN 1 Panji Kabupaten
Situbondo
6. SMKN 2 Boyolangu
Kabupaten Tulungagung

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH

III - 19

Penghargaan KALPATARU
1. Kalpataru

adalah

Pohon

Kehidupan

yang

mencerminkan
lingkungan

tatanan
yang

serasi

selaras dan seimbang yang


diidamkan
2. Pemberian Penghargaan Kalpataru merupakan bentuk apresiasi
pemerintah atas peran masyarakat, dan penghargaan ini
ditujukan

untuk

mendorong

peran

masyarakat

dalam

pelestarian fungsi lingkungan hidup.


3. Pasal 10 UU No 23 Tahun 1997, huruf I menyebutkan : .
Pemerintah berkewajiban memberikan penghargaan kepada
orang atau kelompok yang berjasa di bidang lingkungan hidup.
4. Penghargaan lingkungan hidup nasional yang diberikan Presiden
pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia, setiap tanggal 5 Juni,
antara lain terdiri dari penghargaan Kalpataru.
5. Penghargaan

Kalpataru

diberikan

kepada

anggota

atau

kelompok masyarakat yang menunjukkan kepeloporan dan


memberikan sumbangsihnya bagi upaya-upaya pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
6. Penghargaan Kalpataru terdiri dari empat Kategori, yaitu
Kategori Perintis Lingkungan, Pengabdi Lingkungan, Penyelamat
Lingkungan dan Pembina Lingkungan.
a. Kategori Perintis Lingkungan diperuntukkan bagi warga
masyarakat yang bukan pegawai negeri dan bukan pula
tokoh

dari

organisasi

formal,

yang

berhasil

merintis

pengembangan dan melestarikan fungsi lingkungan hidup

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 20

secara menonjol luar biasa dan merupakan kegiatan baru


bagi daerah atau kawasan yang bersangkutan.
b. Kategori

Pengabdi

Lingkungan diperuntukkan bagi

petugas lapangan dan atau pegawai negeri (antara lain


pegawai negeri sipil/TNI/Polri, guru, Petugas Lapangan
Penghijauan,

Petugas

Penyuluh

Lapangan,

yang

mengabdikan diri dalam usaha pelestarian fungsi lingkungan


hidup yang jauh melampaui kewajiban dan tugas pokoknya
serta berlangsung cukup lama.
c. Kategori Penyelamat Lingkungan diperuntukkan bagi
kelompok masyarakat yang berhasil melakukan upaya-upaya
pelestarian dan pencegahan kerusakan (penyelamatan)
lingkungan

hidup,

seperti

kelompok

masyarakat

desa/dusun/kampung/rukun warga, paguyuban, kelompok


tani, kelompok masyarakat adat, pondok pesantren, PKK,
Karang Taruna, LSM, Koperasi, Asosiasi Profesi, Organisasi
Kepemudaan, badan usaha, lembaga penelitian dan lembaga
pendidikan.
d. Kategori
Pengusaha

Pembina
atau

Lingkungan

Tokoh

diperuntukkan

Masyarakat

yang

bagi

berhasil

melestarikan fungsi lingkungan hidup melalui pengaruhnya


dalam membangkitkan kesadaran lingkungan dan peran
masyarakat guna melestarikan fungsi lingkungan hidup. Juga
bagi mereka yang berhasil menemukan teknoogi baru yang
ramah lingkungan, seperti pendidik, budayawan, wartawan,
peneliti, artis, pengusaha, manager, tokoh LSM/Ornop, tokoh
agama, tokoh politik dan lain-lain.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 21

Pengusulan calon penerima penghargaan Kalpataru dapat


oleh setiap orang secara individu maupun kelompok, seperti :
warga masyarakat, perguruan tinggi, pers, organisasi swadaya
masyarakat, pejabat pemerintah dll. Disampaikan kepada
Menteri Negara LH dan yang masuk nominasi akan diteliti
kebenarannya dilapangan oleh Dewan Pertimbangan Kalpataru
Sejak

Tahun

1980 hingga

2010,

jumlah

penerima

penghargaan Kalpataru di Provinsi Jawa Timur sebanyak 42


orang/kelompok, terdiri dari :

Perintis Lingkungan sebanyak 11 orang,

Pengabdi Lingkungan sebanyak 16 orang,

Penyelamat Lingkungan sebanyak 13 kelompok


masyarakat

Pembina Lingkungan sebanyak 2 orang.

Penerima Penghargaan Kalpataru


Propinsi Jawa Timur Tahun 1981 2010
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1
2
3
4
5
6

Nama

Kab./Kota
Kategori Penyelamat Lingkungan
Mayar (Alm)
Kab. Sumenep
Kelompok Tani Sumber Makmur Sunu
Kab. Probolinggo
Agus Gunarto, EP
Kab. Blitar
Tim Rowi
Kab. Magetan
Sarni
Kab. Magetan
Kelompok Tani Harapan Masa
Kab. Bangkalan
Arfae
Kab. Sumenep
Julita Joylita Wahyu Mumpuni
Kab. Ponorogo,
Nurhidayati
Kab. Malang
Supeno
Kab. Lumajang
Supri
Kab. Magetan
KPSA Kali Jambe/ Heri Gunawan
Kab. Malang
Titik Tarwati
Kab. Nganjuk
Kategori Perintis Lingkungan
Mukarim
Kab. Mojokerto
Wayan Sutiari Mastoer
Kab. Sampang
Kelompok Tani Murakapi (Surat)
Kab. Bondowoso
Dr. (HC) KH. Abdul Ghofur
Kab. Gresik,
Jadjit Bustami
Kab. Kediri
Kelompok Tani Argo Mulya/ Saekan
Kota Surabaya

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

Tahun
1981
1982
1983
1984
1985
1988
1990
1996
1998
2002
2006
2007
2008
1983
1990
1998
2000
2000
2004

III - 22

No
7
8
9
10
11
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
1
2

Nama

Kab./Kota
H. Sudarno, ST
Kab. Pasuruan
Kelompok Tani Tribakti/Saban Martoprawiro
Kota Surabaya
Sriyatun Jupri
Kota Surabaya
KHOLIFAH,
Kab. Pasuruan
KPSAPUSPITA HIJAU Ketua:MASJIDIN
Kab. Bondowoso
Kategori Pengabdi Lingkungan
Soewono Blong (Alm)
Kab. Banyuwangi
Kelompok Tani Margo Utomo/ Harjo uratman
Kota Blitar
Waras Soebroto (Alm.)
Kab. Gresik
Desa Getas Anyar
Kab. Malang
Poni Soesilo
Kab. Magetan
Pondok Pesantren Sabiil Muttaqin / KH.
Kab. Banyuwangi
Zakariah
Hatip (Alm)
Kota Malang
Suradi
Kab. Magetan
Kelompok Tani Gunung Mere/ H. Ansori (Alm)
Kab. Bondowoso
H. Abd. Malik
Kab. Bondowoso
Pesantren Nurul Huda
Kota Surabaya
Sardi
Kab. Bondowoso
Soewono Blong (Alm)
Kab. Banyuwangi
Kelompok Tani Margo Utomo/ Harjo uratman
Kota Blitar
SUMADI Petugas Kesehatan
Kab. Nganjuk
ENDANG SULISTYOWATI
Kota Probolinggo
Kategori Pembina Lingkungan
Pondok Pesantren An Nuqoyah H. Tsabi
Kab. Kediri
Khozin
LKMD Desa Curah Sawo/ Mustakim
Kab. Lamongan

Tahun
2005
2006
2008
2010
2010
1984
1985
1985
1987
1992
1994
1997
1998
2000;
2003
2007
2008
1984
1985
2010
2010
2004
2006

3. Penghargaan PROPER
 PROPER merupakan perwujudan dari demokratisasi dalam
pengendalian dampak lingkungan yang memberikan kesempatan
kepada

masyarakat

untuk

berperan

secara

aktif

dalam

pengendalian dampak lingkungan.


 Pelaksanaan PROPER di Jawa Timur telah memberikan dampak
positif

berupa

peningkatan

penaatan

perusahaan

dalam

pengelolaan lingkungan yang akhirnya dapat meminimalkan


terjadinya

pencemaran namun di sisi lain PROPER dapat

menimbulkan dampak negatif khususnya bagi perusahaan yang


tidak taat, bahkan ada beberapa industri dengan peringkat hitam
menjadi tutup perusahaannya karena tidak layak mendapat dana
pinjaman dari bank.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 23

 Industri di Jawa Timur sebagai peserta PROPER berjumlah 106


industri , perolehan peringkat PROPER pada tahun 2010 adalah 6
industri memperoleh peringkat Hijau, 56 industri memperoleh
peringkat Biru, 26 industri memperoleh peringkat Merah, 15
industri memperoleh peringkat Hitam, dan 1 industri telah tutup.
PEROLEHAN PROPER TAHUN 2010
PERINGKAT : Hijau
No

Nama Perusahaan

Sektor

Jenis Industri

Kab./Kota

Peringkat
PROPER
2009-2010

PT. Nestle Indonesia


- Kejayan Factory

Agro Industri

Susu

Pasuruan

HIJAU

PT. Semen Gresik


(Persero), Tbk.

Semen

Gresik

HIJAU

PT. Unilever
Indonesia, TbkPabrik Rungkut

Manufaktur

Consumer Goods

Kota
Surabaya

HIJAU

PT. Jawa Power

PEM

PLTU

Probolinggo

HIJAU

Kodeco Energy Co.,


Ltd EP

PEM

Migas

Gresik

HIJAU

PT. Indonesia Power


UBP Perak-Grati
PLTGU Perak

PEM

PLTGU

Pasuruan

HIJAU

Sektor

Jenis Industri

Kab./Kota

Peringkat
PROPER
2009-2010

Agro Industri

Gula

Bondowoso

BIRU

Agro Industri

Gula

Jombang

BIRU

Agro Industri

Gula

Kediri

BIRU

Agro Industri

Gula

Lumajang

BIRU

Agro Industri

Gula

Madiun

BIRU

Manufaktur

PERINGKAT : Biru
No

10

11

Nama Perusahaan
PT. Perkebunan
Nusantara XI
(Persero) PG
Pradjekan
PT. Perkebunan
Nusantara X
(Persero) PG
Tjoekir
PT. Perkebunan
Nusantara X
(Persero) PG
Ngadirejo
PT. Perkebunan
Nusantara XI
(Persero) PG
Djatiroto
PT. Perkebunan
Nusantara XI
(Persero) PG
Pagottan

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 24

12

13

14

15

16

17

18

19

PT. Perkebunan
Nusantara XI
(Persero) PG
Soedhono
PT. PG Rajawali I
Unit PG Rejo
Agung Baru
PT. PG Rajawali I
Unit PG Krebet Baru
II
PT. Perkebunan
Nusantara X
(Persero) PG
Gempolkrep
PT. Perkebunan
Nusantara X
(Persero) PG
Lestari
PT. Perkebunan
Nusantara X
(Persero) PG
Modjopanggung
PT. Perkebunan
Nusantara X
(Persero) PG
Meritjan
PT. Perkebunan
Nusantara X
(Persero) PG
Pesantren Baru

Agro Industri

Gula

Madiun

BIRU

Agro Industri

Gula

Madiun

BIRU

Agro Industri

Gula

Malang

BIRU

Agro Industri

Gula

Mojokerto

BIRU

Agro Industri

Gula

Nganjuk

BIRU

Agro Industri

Gula

Tulung
Agung

BIRU

Agro Industri

Gula

Kota Kediri

BIRU

Agro Industri

Gula

Kota Kediri

BIRU

20

PT. Kutai Timber


Indonesia

Agro Industri

Plywood

Kota
Probolinggo

BIRU

21

PT. Alp Petro


Industry ( AGIP)

Kawasan Jasa

Pengolah Oli
Bekas

Pasuruan

BIRU

Kawasan Jasa

Kawasan
Industri

Pasuruan

BIRU

Kawasan Jasa

Kawasan
Industri

Kota
Surabaya

BIRU

22

23

PT. Pasuruan
Industrial Estate
Rembang (PIER)
PT. Surabaya
Industrial Estate
Rungkut (SIER)

24

PT. Kertas Basuki


Rachmat

Manufaktur

Kertas

Banyuwangi

BIRU

25

PT. Keramik
Diamond

Manufaktur

Keramik

Gresik

BIRU

26

PT. Adiprima
Suraprinta

Manufaktur

Kertas

Gresik

BIRU

27

PT. Surabaya
Mekabox

Manufaktur

Kertas

Gresik

BIRU

28

PT. Miwon Indonesia

Manufaktur

MSG

Gresik

BIRU

29

PT. Timur Megah


Steel

Manufaktur

Pelapisan logam

Gresik

BIRU

30

PT. Smelting

Manufaktur

Peleburan
Logam

Gresik

BIRU

31

PT. Petrokimia
Gresik

Manufaktur

Pupuk

Gresik

BIRU

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 25

32

PT. Surya Zig Zag

Manufaktur

Kertas

Kediri

BIRU

33

PT. Otsuka
Indonesia

Manufaktur

Farmasi

Malang

BIRU

34

PT. Molindo Raya

Manufaktur

Industri Kimia

Malang

BIRU

35

PT. Ekamas Fortuna

Manufaktur

Kertas

Malang

BIRU

36

PT. Sopanusa Tissue


& Packaging
Saranasukses

Manufaktur

Kertas

Mojokerto

BIRU

37

PT. Ajinomoto
Indonesia

Manufaktur

MSG

Mojokerto

BIRU

Manufaktur

Tekstil

Mojokerto

BIRU

Manufaktur

MSG

Pasuruan

BIRU

38

39

PT. Mermaid
Textile Industry
Indonesia
(Mertex)
PT. Cheil Jedang
Indonesia Pasuruan

40

PT. Sorini Towa

Manufaktur

Sorbitol

Pasuruan

BIRU

41

PT. Behaestex

Manufaktur

Tekstil

Pasuruan

BIRU

42

PT. Paberik Tekstil


Kasrie

Manufaktur

Tekstil

Pasuruan

BIRU

43

PT. Kertas Leces


(Persero)

Manufaktur

Kertas

Probolinggo

BIRU

44

PT. Sasa Inti

Manufaktur

MSG

Probolinggo

BIRU

45

PT. Asahimas Flat


Glass, Tbk.

Manufaktur

Kaca

Sidoarjo

BIRU

46

PT. Philip Indonesia

Manufaktur

Lampu

Kota
Surabaya

BIRU

47

PT. Hanil Jaya Steel

Manufaktur

Peleburan
Logam

Sidoarjo

BIRU

48

PT. Ispat Indo

Manufaktur

Peleburan
Logam

Sidoarjo

BIRU

49

PT. Hari Terang


Industri

Manufaktur

Batteray

Surabaya

BIRU

50

PT. Platinum
Ceramic Industries

Manufaktur

Keramik

51

PT. New
Simomulyo

Manufaktur

Pelapisan logam

52

PT. Sepanjang Baut


Sejahtera

Manufaktur

Pelapisan logam

53

PT. Lotus Indah


Textile Industries

Manufaktur

Tekstil

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

Kota
Surabaya
Kota
Surabaya
Kota
Surabaya
Kota
Surabaya

BIRU
BIRU
BIRU
BIRU

III - 26

54

PT. Indonesia Power


UBP Perak-Grati
PLTGU Grati

PEM

PLTGU

Pasuruan

BIRU

55

Kangean Energi Indo


Migas nesia

PEM

EP Migas

Sumenep

BIRU

56

Lapindo Brantas Lap. Wunut

PEM

EP Migas

Sidoarjo

BIRU

57

PT. Pertagas Jawa


Bagian Timur

PEM

EP Migas

Sidoarjo

BIRU

58

PT. Pertamina
(Persero) S&D
Region III - Instalasi
Tg. Perak

PEM

Distribusi Migas

Surabaya

BIRU

59

PT. Paiton Energy

PEM

PLTU

Probolinggo

BIRU

60

PT. PJB UP Gresik

PEM

PLTGU

Gresik

BIRU

61

PT. PJB UP Paiton

PEM

PLTU

Probolinggo

BIRU

62

Hess (Pangkah) Ltd.

PEM

EP Migas

Gresik

BIRU

63

JOB Pertamina
Petrochina East Java

PEM

EP Migas

Bojonegoro

BIRU

64

PT. Santos Maleo

PEM

EP Migas

Sumenep

BIRU

PERINGKAT : Merah
No

65

66

67

68

69

70

Nama Perusahaan
PT. Perkebunan
Nusantara XI
(Persero) PG
Semboro
PT. Perkebunan
Nusantara X
(Persero) PG
Djombang Baru
PT. Perkebunan
Nusantara XI
(Persero) PG
Rejosarie
PT. Kebon Agung PG
Kebon Agung
PT. PG Rajawali I
Unit PG Krebet Baru
I
PT. Amarta
Carragenan
Indonesia

Sektor

Jenis Industri

Kab./Kota

Peringkat
PROPER
2009-2010

Agro Industri

Gula

Jember

MERAH

Agro Industri

Gula

Jombang

MERAH

Agro Industri

Gula

Magetan

MERAH

Agro Industri

Gula

Malang

MERAH

Agro Industri

Gula

Malang

MERAH

Agro Industri

Agar-Agar

Pasuruan

MERAH

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 27

71

PT. Satelit Sriti

Agro Industri

Agar-Agar

Pasuruan

MERAH

72

PT. Perkebunan
Nusantara XI
(Persero) PG
Kedawoeng

Agro Industri

Gula

Pasuruan

MERAH

73

PT. Aneka Tuna


Indonesia

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Pasuruan

MERAH

74

PT. Indo Lakto Pasuruan

Agro Industri

Susu

Pasuruan

MERAH

75

PT. PG Candi Baru

Agro Industri

Gula

Sidoarjo

MERAH

76

PT. Perkebunan
Nusantara XI
(Persero) PG
Assembagoes

Agro Industri

Gula

Situbondo

MERAH

77

PT. Ngoro Industrial


Persada (NIP)

Kawasan Jasa

Kawasan
Industri

Mojokerto

MERAH

78

PT. Wing Surya


Gresik Plant

Manufaktur

Detergent

Gresik

MERAH

Manufaktur

Kertas

Gresik

MERAH

Manufaktur

MSG

Pasuruan

MERAH

79

80

PT. Surabaya Agung


Industri Pulp &
Kertas, Tbk.
PT. Cheil Jedang
Indonesia Jombang Plant

81

PT. Surya Pamenang

Manufaktur

Kertas

Kediri

MERAH

82

PT. Pindad (persero)


divisi amunisi

Manufaktur

Amunisi

Malang

MERAH

83

PT. New Minatex

Manufaktur

Tekstil

Malang

MERAH

84

PT. Pabrik Kertas


Indonesia (Pakerin)

Manufaktur

Kertas

Mojokerto

MERAH

85

PT. Integra Lestari

Manufaktur

Kertas

Kota
Surabaya

MERAH

86

PT. Sorini agro


corporation

Manufaktur

Sorbitol

Pasuruan

MERAH

87

CV. Setia Kawan

Manufaktur

Kertas

88

PT. Suparma, Tbk.

Manufaktur

Kertas

89

PT. Bondi Syad


Mulia (Mulcindo)

Manufaktur

Pelapisan logam

90

PT. Duta Cipta


Perkasa

Manufaktur

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

Tulung
Agung
Kota
Surabaya
Kota
Surabaya
Kota
Surabaya

MERAH
MERAH
MERAH
MERAH

III - 28

PERINGKAT : Hitam
Sektor

Jenis Industri

Kab./Kota

Peringkat
PROPER
2009-2010

CV. Pasific Harvest

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Banyuwangi

HITAM

92

PT. Avila Prima Intra


Makmur

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Banyuwangi

HITAM

93

PT. Blambangan
Raya

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Banyuwangi

HITAM

94

PT. Maya Muncar

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Banyuwangi

HITAM

95

PT. Prima Lautan


Indonesia

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Banyuwangi

HITAM

96

PT. Sari Laut Jaya


Lestari

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Banyuwangi

HITAM

97

PT. Sarifeed
Indojaya

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Banyuwangi

HITAM

98

PT. Sumber
Yalasamudera

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Banyuwangi

HITAM

99

PT. Centram

Agro Industri

Agar-Agar

Pasuruan

HITAM

100

PT. Rex Canning


Indonesia

Agro Industri

Pengolahan Ikan

Pasuruan

HITAM

101

PT. Nipsea Paint &


Chemicals-Surabaya

Manufaktur

Cat

Gresik

HITAM

102

PT. Avia Avian

Manufaktur

Cat

Sidoarjo

HITAM

103

PT. Wing Surya


Surabaya Plant

Manufaktur

Detergent

Surabaya

HITAM

104

PT. Jaya Pari Steel


Corporation

Manufaktur

Baja

Surabaya

HITAM

105

PT. Trans Pasifik


Petrochemical
Indotama

PEM

EP Migas

Tuban

HITAM

No

Nama
Perusahaan

Sektor

Jenis
Industri

Kab./Kota

Peringkat
PROPER
2009-2010

Agro Industri

Agar-Agar

Pasuruan

tutup

No

Nama Perusahaan

91

106

PT. Agar Sehat


Makmur Lestari

Dalam rangka meningkatkan kinerja Badan Lingkungan Hidup


Provinsi Jawa Timur serta untuk meningkatkan peran serta masyarakat,

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 29

maka dilaksanakan kegiatan sesuai rencan program sebagai berikut.


Dalam RPJMD telah ditetapkan program Prioritas dan Program Penunjang
serta arahan kegiatan pokok pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai berikut :

Program Prioritas
a. Program

Pengendalian

Pencemaran

dan

Perusakan

Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam
upaya mencegah perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup,
baik di darat, perairan tawar, dan laut, maupun udara, sehingga
masyarakat memperoleh kualitas lingkungan hidup yang bersih dan
sehat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup
dititik beratkan, antara lain pada:
1.

Pengawasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Industri Hasil


Tembakau

2. Penerapan AMDAL bagi Usaha dan Kegiatan Industri Rokok dan


Perkebunan Tembakau
3.

Penyusunan regulasi pengendalian pencemaran dan perusakan


lingkungan hidup, pedoman teknis, baku mutu (standar kualitas)
lingkungan hidup, dan penyelesaian kasus pencemaran dan
perusakan lingkungan secara hukum

4.

Pengembangan dan penerapan berbagai instrumen pengelolaan


lingkungan

hidup,

termasuk

tata

ruang,

kajian

dampak

lingkungan, dan perijinan


5.

Pemantauan Kualitas Udara dan Air Tanah di Perkotaan, Kualitas


Air Permukaan, serta Kualitas Air Laut di Kawasan Pesisir

6.

Pengawasan Penaatan Baku Mutu Air Limbah, Emisi atau Gas


Buang dan Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun)

7.

Peningkatan

Kelembagaan

Laboratorium

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

Lingkungan,

serta

III - 30

Fasilitas Pemantauan Udara (Ambient) di Kota-kota Besar


8.

Pengembangan

Teknologi

yang

Berwawasan

Lingkungan,

termasuk Teknologi Tradisional dalam Pengelolaan Sumber Daya


Alam, Pengelolaan Limbah, dan Teknologi Industri yang Ramah
Lingkungan
9.

Upaya Konservasi Tanah dan Air pada Budidaya Tanaman


Tembakau

10. Sosialisasi tentang Bahaya Pencemaran Udara akibat Merokok


pada

Masyarakat

sejak

Dini

dan

Publikasi

Pengelolaan

Lingkungan Industri Rokok dan Pendukungnya

a. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam


Program ini bertujuan melindungi sumber daya alam dari kerusakan,
dan mengelola kawasan yang sudah ada untuk menjamin kualitas
ekosistem agar fungsinya senagai penyangga sistem kehidupan dapat
terjaga dengan baik.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup
dititik beratkan, antara lain pada:
1.

Pengembangan koordinasi kelembagaan pengelolaan daerah


aliran sungai (DAS) terpadu.

2.

Pengembangan daya dukung dan daya tampung lingkungan

3.

Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari


ancaman kepunahan.

4.

Pengembangan kemitraan dalam rangka perlindungan dan


pelestarian sumber daya alam.

b. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya


Alam
Program ini bertujuan Merehabilitasi alam yang telah rusak, dan
mempercepat pemulihan cadangan sumber daya alam, sehingga
selain berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan, juga memiliki
potensi dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 31

Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup


dititik beratkan, antara lain pada:
1.

Rehabilitasi daerah hulu untuk menjamin pasokan air irigasi


pertanian, dan mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi di
wilayah sungai dan pesisir

2.

Rehabilitasi ekosistem dan habitat yang rusak di dalam kawasan


hutan dan di luar kawasan hutan, pesisir (terumbu karang dan
mangrove)

serta

pengembangan

sistem

manajemen

pengelolaannya

Program Penunjang
a. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber
daya alam dan fungsi lingkungan hidup melalui tata kelola yang baik
(good

environmental

governance)

berdasarkan

prinsip

transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.


Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup
dititik beratkan, antara lain pada:
1.

Penegakan hukum terpadu dan penyelesaian hukum atas kasus


perusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

2.

Peningkatan pendidikan lingkungan hidup formal dan non formal.

3.

Pengembangan program Good Environmental Governance (GEG)


secara terpadu

4.

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pengelola Sumber Daya


Alam dan Lingkungan Hidup

5.

Pendidikan

Kemasyarakatan

Produktif

melalui

Peningkatan

Sumber Daya Manusia Pengawas Lingkungan

b. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber


Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 32

Program ini bertujuan meningkatkan kualitas dan akses informasi


sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka mendukung
perencanaan pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan
fungsi lingkungan hidup.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup
dititik beratkan, antara lain pada:
1.

Peningkatan pelibatan peran masyarakat dalam bidang informasi


dan pemantauan kualitas lingkungan hidup

2.

Penyebaran

dan

Peningkatan

Akses

Informasi

kepada

Masyarakat, termasuk Informasi Mitigasi Bencana dan Potensi


Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Beberapa kegiatan

fisik perbaikan kualitas

lingkungan

juga

dilakukan oleh masyarakat banyak secara swadaya, ataupun bekerjasama


dan didorong oleh pemerintah provinsi/ kota/ kabupaten. Beberapa contoh
kegiatan fisik perbaikan kualitas lingkungan yang dilakukan oleh
masyarakat adalah Gerakan Sejuta Pohon yang dilaksanakan oleh BLH
Kota/ Kabupaten bersama masyarakat, Rehabilitasi Lahan Kritis dan
Budidaya Kolam Ikan oleh Hj. M. Nasir, Rehabilitasi Hutan Mangrove oleh
Mohson, dan lain-lain.

Data-data yang ada menunujukkan adanya kerjasama yang baik


dan terjalin rapi antara institusi Pemerintah seperti BLH Provinsi/ Kota/
kabupaten dengan masyarakat, baik perorangan, kelompok masyarakat,
tani, dan LSM.

3 .8 .

Kelembagaan
Produk hukum bidang pengelolaan lingkungan yang digunakan

sebagai dasar pengelolaan lingkungan di Provinsi Jawa Timur meliputi


Peraturan Pemerintah (13 buah), Peraturan Daerah (12 buah), Keputusan

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 33

Gubernur (39 buah), Surat Edaran Gubernur (1 buah), dan Surat


Keputusan Kepala Bapedalda (1 buah).
Anggaran pengelolaan lingkungan hidup tahun 2010 di Propinsi
Jawa Timur mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan 1 - 4 (satu
sampai dengan empat) tahun sebelumnya. Anggaran pengelolaan
lingkungan hidup tahun 2010 mencapai Rp 39.264.588.342,- (Tiga puluh
sembilan milyar dua ratus enam puluh empat juta lima ratus delapan
puluh delapan ribu tiga ratus empat puluh dua rupiah).
Sumber anggaran pengelolaan lingkungan hidup tahun 2010
berasal dari APBD,dan APBN sebesar Rp 500.000.000,- (Lima ratus juta
rupiah).
Grafik perbandingan anggaran pengelolaan lingkungan hidup
pemerintah

dan sumber anggaran pengelolaan lingkungan hidup

pemerintah Propinsi Jawa Timur tahun 2004 - 2010 dapat dilihat pada
Gambar berikut.

Grafik 4.4. peningkatan Anggaran dari tahun 2004 - 2010

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 34

Jumlah personil BLH Provinsi Jawa Timur adalah 114 orang yang
terdiri dari 69 personil laki-laki dan 45 perempuan. Strata pendidikan
paling tinggi adalah pada tingkatan master (S2) berjumlah 21 orang (13
laki-laki; 9 perempuan), berikutnya adalah sarjana (S1) dengan jumlah 41
orang (24 laki-laki; 17 perempuan), diploma (D3/ D4) berjumlah 3 orang
(2 laki-laki; 1 perempuan), dan SLTA 22 orang (17 laki-laki; 5 perempuan).
Jumlah total jabatan PPNS dalam lingkungan institusi pengelola
lingkungan di Provinsi Jawa Timur adalah 31 jabatan, sedangkan untuk
PPLHD berjumlah 7 orang, sedang PPNS 6 orang.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim

III - 35

Anda mungkin juga menyukai