Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut dan
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat
mengakibatkan lesi nervus fasialis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun
lebih sering terjadi pada umur 20-50 tahun. Peluang untuk terjadinya bells palsy pada
laki-laki sama dengan para wanita. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2 minggu
pasca persalinan kemungkinan timbulnya bells palsy lebih tinggi dari pada wanita
tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.1,2
Paralisis fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,
misalnya diabetes melitus, hipertensi berat, anestesi lokal pada pencabutan gigi,
infeksi telinga bagian tengah, sindrom Guillain Barre. Apabila faktor penyebab jelas
maka disebut paralisis fasialis perifer dan bukannya bells palsy.1
Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga
atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari
bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu,
rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada
wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk
tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan di dalam hatinya, apakah
wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak.2,3
Permasalahan yang ditimbulkan Bells palsy cukup kompleks, diantaranya
masalah fungsional, kosmetika dan psikologis sehingga dapat merugikan tugas
profesi penderita. Sehingga diperlukan terapi secara cepat dan tepat untuk mencapai
pemulihan terbaik fungsi saraf wajah dan penderita dapat kembali melakukan
aktivitas kerja sehari-hari serta bersosialisasi dengan masyarakat.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
1

Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan


dampak yang kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat
disebabkan oleh bawaan lahir (kongenital), neoplasma, trauma, infeksi,
paparan toksik ataupun penyebab iatrogenik. Yang paling sering
menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah adalah Bells palsy. Bells
palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell.
Bells palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan
II.

yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer.5


ANATOMI
Nervus Fasialis mengandung empat macam serabut :6,7
1. Serabut somatomotorik
Serabut ini mempersarafi otot-otot wajah (kecuali muskulus
levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastricus bagian
posterior dan stapedius di telinga tengah.
2. Serabut viseromotorik (parasimpatis)
Serabut ini datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf
ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung,
sinus paranasal dan glandula submaksiler serta sublingual dan
maksilaris.
3. Serabut viserosensorik
Serabut ini menghantar implus dari alat pengecap di dua pertiga
bagian depan lidah.

4. Serabut somatosensorik
Serabut ini mengatur rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan
raba dari bagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi nervus
trigeminus. Daerah overlapping disarafi oleh dari satu saraf ini
terdapat pada lidah, platum, meatus acusticus eksterna dan bagian luar
dari gendang telinga.
2

Gambar Bagan dan alur perjalanan nervus fasialis


Nervus facialis terutama merupakan saraf motorik, yang
menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Disamping saraf ini membawa
serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa
rongga hidung dan mulut dan juga menghantar berbagai jenis sensasi
termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi
pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, sensasi viseral umum dari

kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari
otot-otot yang disarafinya.6
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang
menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering
dinamai saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya
terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal
fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui
saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum.
Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan sel di
ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar
decenden dari saraf trigeminus (N.V). Hubungan sentralnya identik
dengan saraf trigeminus.6
Inti motorik nervus fasialis terletak pada bagian ventolateral
tegmentum pons bagian bawah. Dari sini berjalan kebelakang dan
mengelilingi inti N.VI dan membentuk genu internal nervus facialis,
kemudian berjalan ke bagian-lateral batas kaudal pons pada sudut ponto
serebelar. 6
Saraf Intermedius terletak pada bagian diantara N.VII dan N.VIII.
Serabut motorik saraf fasialis bersama-sama dengan saraf intermedius dan
saraf vestibulokoklearis memasuki meatus akustikus internus untuk
meneruskan perjalanannya didalam os petrosus (kanalis facialis). 6
Nervus facialis keluar dari os petrosus kembali dan tiba dikavum
timpani. Kemudian turun dan sedikit membelok kebelakang dan keluar
dari tulang tengkorak melalui foramen stilomatoideus. Pada waktu ia turun
ke bawah dan membelok ke belakang kavum timpani di situ ia tergabung
dengan ganglion genikulatum. Ganglion tersebut merupakan set induk dari
serabut penghantar impuls pengecap, yang dinamakan korda timpani.
juluran sel-sel tersebut yang menuju ke batang otak adalah nervus
intennedius, disamping itu ganglion tersebut memberikan cabang-cabang
4

kepada ganglion lain yang menghantarkan impuls sekretomotorik. Os


petrosus yang mengandung nervus fasialis dinamakan akuaduktus fallopii
atau kanalis facialis. Disini nervus facialis memberikan cabang untuk
muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia menerima serabut-serabut
korda timpani. Melalui kanaliskulus anterior ia keluar dari tulang
tengkorak dan tiba di bawah muskulus pterigoideus eksternus, korda
timpani menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan
cabang dari nevus mandibularis.6
Sebagai saraf motorik nervus facialis keluar dari foramen
stilomastoideus memberikan cabang yakni nervus auricularis posterior dan
kemudian memberikan cabang ke otot stilomastoideus sebelum masuk ke
glandula Parotis. Di dalam glatldula parotis nervus facialis dibagi atas
lima jalur percabangannya yakni temporal, servical, bukal, zygomatic dan
marginal mandibularis.6
Jaras parasimpatis (General Viceral Efferant) dari intinya di
nucleus salivatorius superior setelah mengikuti jaras N.VII berjalan
melalui bawah tulang tengkorak dan chorda tympani.7

Saraf superfisial yang berasal dari percabangan nervus fasialis berjalan


di bawah tulang tengkorak dan ke ganglion pterygopalatina berganti

neuron lalu mempersarafi glandula lakrimal, nasal dan palatal.


Chorda tympani berjalan melalui nervus lingualis berganti neuron
mempersarafi glandula sublingual dan glanldula submandibular.
Jaras Special Afferent (indera perasa) : dari intinya nukeus

solitarius berjalan melalui nervus intermedius ke :7

Bawah tulang tengkorak melalui nervus palatina mempersarafi rasa

dari palatum.
Chorda Tympani melalui nervus lingualis mempersarafi rasa 2/3
bagian depan lidah.

Jaras General Somatik different dimulai dari nukleus spinalis


traktus trigeminal yang menerima impuls melalui nervus intermedius dari
MAE dan kulit sekitar telinga. 7
Korteks serebri akan memberikan persaratan bilateral pada
nucleus N VII yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya mernberi
persarafan kontra lateral pada otot wajah bagian bawah. Sehingga pada
lesi LMN akan menimbulkan paralisis otot wajah ipsilateral bagian atas
bawah, sedangkan pada lesi UMN akan menimbulkan kelemahan otot
wajah sisi kontra lateral. 8
Pada kerusakan sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian
bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan
memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti otot wajah bagian
bawah lebih jelas lumpuh dari pada bagian atasnya, sudut mulut sisi yang
lumpuh tampak lebih rendah. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat
maka sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat.7
Lesi LMN bisa terletak di pons, disudut serebelo pontin, di os
petrusus, cavum tympani di foramen stilemastoideus dan pada cabangcabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak disekitar nervus
abducens bisa merusak akar nevus fasialis, inti nervus abducens dan
fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN
tersebut akan disertai kelumpuhan rektus lateris atau gerakan melirik ke
arah lesi, Proses patologi di sekitar meatus akuatikus intemus akan
melibatkan nervus fasialis dan akustikus sehingga paralisis fasialis LMN
akan timbul berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia
( tidak bisa rnengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).9

III.

EPIDEMIOLOGI
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari
paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori,
Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun
1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23
kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells
palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Bells palsy mengenai
laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi,
wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada
laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada
kehamilan

trisemester

ketiga

dan

minggu

pasca

persalinan

kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak


IV.

hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.10


ETIOLOGI

Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan


kongenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik
dan penyakit-penyakt tertentu.6,12
A.

Kongenital
Kelumpuhan yang di dapat sejak lahir bersifat irreversibel dan
terdapat bersamaan dengan anomali pada telinga dan tulang
pendengaran. Pada kelumpuhan saraf fasialis bilateral dapat terjadi
karena adanya gangguan perkembangan saraf fasialis dan seringkali
bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).12
Paralisis fasialis, lebih sering disebabkan trauma persalinan.
Dalam proses persalinan, dapat terjadi fraktur temporal. Pemakaian
forsep telah ditunjuk sebagai penyebab potensial banyak lesi seperti
ini. Setiap neonatus yang dikenali dengan suatu paralisis saraf
ketujuh harus menjalani pemeriksaan sesegera mungkin. Stimulasi
wajah setelah lahir dapat membedakan penyebab kongenital dengan
trauma lahir. Bila cedera terjadi pada proses persalinan, stimulasi
elektris masih dimungkinkan selama beberapa hari. Hal ini
merupakan temuan yang paling baik dalam diagnosis maupun
prognosis paralisis fasialis.11

B.

Infeksi Virus
Banyak kemiripin anatara bells palsy dengan neuropati lainnya
yang disebabkan oleh virus. Polio, mumps, Epstein-barr dan rubella
mempunyai manifestasi neuritik yang progresif.
Herpes simplex virus tipe 1 merupakan virus penyebab utama
terjadinya bells palsy selain virus Epstein-bar. Virus ini dapat
ditemukan pada nasofaring orang yang terkena bells palsy dalam
fase akut. Virus ini predileksinya digangglion sel sensoris dalam fase
laten. Nervus fasialis yang mengandung saraf sensoris terlerak
digangglion genikulatum, dimana apabila terjadi infeksi di nervus
9

fasialis menyebabkan ganglionitis genikulatum yang dapat mendasari


terjadinya bells palsy.
Virus herpes simplex yang bereplikasi di sel ganglion
menimbulkan kerusakan setempat

akan

dan menyebabkan hipofungsi

pada saraf tersebut. Kemudian hal ini dapat diteruskan ke axon yang
dapat menyebabkan radikulitis. Virus ini kemudian menginfeksi sel
schwan yang menyebabkan terjadi inflamasi dan reaksi imunologik.
Infiltrasi limfositik akhirnya menyebabkan terjadinya fragmentasi
pada myelin, demielinisasi dan kromatolisis. Ketika inflamasi dan
reaksi imunologik teratasi, maka terjadilah proses remielinisasi.11
C.

Tumor
Tumor bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab
yang paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara,
paru-paru, dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung
dari tumor regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun
jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari saraf
fasialis

yang

berdampak

sebagai

bermacam-macam

tingkat

kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran


aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi motorik saraf
fasialis secara ipsilateral.11
D.

Trauma
Trauma pada tulang temporal merupakan suatu penyebab lazim
paralisis fasialis. Fraktur dapat transversal atau longitudinal.
Sementara fraktur longitudinal lebih umum terjadi, fraktur transversal
lebih sering mencederai saraf. Energy yang dibutuhkan untuk fraktur
tulang temporal harus cukup besar, paralisis seperti ini sering tidak
diketahui sebelum pasien sadar dari koma setelah suatu kecelakaan
bermotor.11

E.

Vaskular Iskemik
10

Bells palsy dapat disebabkan oleh penurunan sirkulasi darah ke


nervus fasialis. Nervus fasialis mendapat pendarahan dari arteri
labirintina (proximal), arteri meningeal media (sentral) dan arteri
stilomastoid

(distal).

Beberapa

pendapat

mengatakan

bahwa

terganggunya salah satu dari pembuluh darah yang memperdarahi


nervus fasialis menyebabkan iskemik primer, iskemik yang
disebabkan oleh kompresi nervus fasialis dikarenakan kekakuan
kanal falopi menyebabkan iskemik sekunder sedangkan iskemik yang
disebabkan penebalan sarung fibrosa disebut iskemik tersier .6
Nervus fasialis mempunyai system pembuluh darah yang adekuat
dari arteri stilomastoid dan petrosal, sehingga iskemik primer jarang
terjadi kecuali apabila disertai penyakit tambahan seperti diabetes
mellitus. Hilger (1949) mengatakan bahwa iskemik sekunder
merupakan kelanjutan dari iskemik primer. Iskemik sekunder
disebabkan karena dilatasi kapiler dengan peningkatan permeabilitas
yang mengakibatkan terjadinya transudasi yang mengakibatkan
terjadinya kompresi. Kompresi dari kapiler dan venula di kanal falopi
menyebabkan timbulnya zona iskemik dan dikeadaan yang berlanjut
dapat menimbulkan nekrosis. Penyebab dari udem di kanal falopi
tidak begitu jelas, namun beberapa teori mengatakan bahwa hal ini di
picu oleh spasme pembuluh darah yang meningkatkan permeabilitas
sehingga terjadi pengeluaran histamine dan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas. Begitu pula dengan iskemik tersier merupakan
kelanjutan dari iskemik sekunder, dimana penebalan sarung fibrosa
yang mengeras dapat memberikan efek strangulasi pada saraf fasialis
yang akan menimbulkan gejala sisa pada bells palsy.12

F.

Idiopatik
11

Bells Palsy merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui


penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain. Pada Bells Palsy
terjadi

edema

fasialis

karena

terjepit

di

dalam

foramen

stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN.11


G.

Penyakit-penyakit tertentu
Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit
tertentu, misalnya DM, hipertensi berat, anestesi lokal pada
pencabutan gigi, infeksi telinga tegnah, sindroma Guillian Barre.12

V.

PATOFISIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses
inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar
foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara
unilateral.

Patofisiologinya

belum

jelas,

tetapi

salah

satu

teori

menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang


menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi
kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan
nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang
mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar
sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut,
adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus
fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan
infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks
motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi
yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik
primer.13, 14
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi
dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab

12

terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit
di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis
LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os
petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada
cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah
sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena
itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus
rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis
nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan
lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells
palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster)
yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus
ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di
ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.13,14

Gambar Patofisiologi terjadinya Bells Palsy

13

Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah
dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura
palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata
terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa
diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan.
Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar
sehingga

tertimbun. Gejala-gejala pengiring

seperti

ageusia

dan

hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di


foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda
timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.13,14
VI.

MANIFESTASI KLINIS
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi,
karena itu terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis
sentral dan perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang
mendapat persarafan dari 2 sisi tidak lumpuh, yang lumpuh ialah bagian
bawah dari wajah. Pada gangguan N.VII jenis perifer (gangguan berada di
inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan
mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan
sekresi ludah yang berjalan bersama nervus fasialis.
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat
persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus
wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik
(bilateral). Karenanya kerusakan seisi pada upper motor neuron dari saraf
VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah,
sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat
alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan bilateral). Tetapi
pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut seperti menyeringai,

14

memperlihatkan gigi geligi pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi
involunter masih dapat terjadi, bila pederita tertawa secara spontan, maka
sudut mulut dapat terangkat.7
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah baik yang
volunter maupun yang involunter lumpuh. Lesi supranuklir (UMN) saraf
VII sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada
strok dan lesi butuh ruang (space occupying lesion) yang mengenai
korteks motorik, kapsula interna, talamus, meensefalon dan pons di atas
inti saraf VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak
terganggu. Kelumpuhan saraf VII supranuklir pada kedua sisi dapat
dijumpai pada paralisis pseudobulber.7

diagram ini menjelaskan alasan


kenapa pada kelumpuhan saraf
fasialis perifer/LMN menimbulkan
kelumpuhan total setengah wajah,
sedangkan
kelumpuhan
saraf
fasialis sentral/UMN menimbulkan
kelumpuhan hanya 2/3 sisi wajah
yang mengalami parese.

Gambar Persarafan otot wajah


Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi :8,12
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul
di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila

15

mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air
mata akan keluar terus menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada lesi diluar foramen
stilomastoideus,

ditambah

dengan

hilangnya

ketajaman

pengecapan lidah 2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang


terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah
menunjukan terlibatnya saraf intermedius, sekaligus menunjukkan
lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung
dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus
stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1 dan 2) ditambah dengan
hiperakusis.
4. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion
genikulatum)
Gejala dan tanda klinik seperi (1,2,3) disertai nyeri di belakang
dan di dalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti
ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka.
Sindrom Ramsay Hunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang
berhubungan dengan herpes zoster otikus, dengan nyeri dan
pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan di belakang
aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan
pendengaran, agngguan pengecapan, pengeluaran air mata dan
salivasi.
5. Lesi di meatus akustikus internus
Gejala dan tanda linik seperti diatas ditambah dengan tuli
akibat terlibatnya nervus akustikus.
6. Lesi di tempat keluarnya saraf fasialis dari pons

16

Gejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan
tanda terlibatnya saraf trigeminus, saraf akustikus, dan kadangkadang juga saraf abdusen, saraf aksesorius dan saraf hipoglosus.

VII.

DIAGNOSIS
Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan
adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong,
tidak dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada telinga.
Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan. Harus dibedakan antara
lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN.16
A. Anamnesis
Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa
bahwa mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir
semua keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu
sisi wajah.
Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di
regio mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai

17

dengan paresis, tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada

sekitar 25% pasien.


Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran
air mata mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi
orbicularis oculi dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air
mata yang dapat mengalir hingga saccus lacrimalis dan terjadi

kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.


Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang
gangguan rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan
rasa. Hal ini terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang

terlibat.
Mata kering.
Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada
hidung akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron

sensoris.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fungsi motorik otot-otot wajah, dapat digunakan
gradasi fungsi saraf fasialis menurut House-Brackmann dan Freys:9
Grade

Karakteristik

I.

Normal

Fungsi otot wajah normal pada semua area

II.

Disfungsi Ringan

Terlihat kelemahan otot yang ringan pada saat


menutup mata
Sinkinesis ringan pada saat istirahat wajah
terlihat simetris
Gerakan :
- Dahi fungsi ringan sampai baik
- Mata : menutup komplit dengan usaha
minimal
- Mulut : asimetris ringan
Umum
Terlihat sinkinesis, kontraktur
atau spasme hemifasial tapi
tidak berat.Saat istirahat, wajah terlihat simetris.

III.

Disfungsi sedang

18

Gerakan :
- Dahi: pergerakan tertinggal ringan sampai
sedang.
- Mata: menutup sempurna
dengan usaha maksimal.
- Mulut: kelemahan ringan
sampai sedang, simetris dengan usaha
maksimal
IV.
Disfungsi
Sedang Umum
Berat
Kelemahan otot wajah yang nyata. Saat istirahat
terlihat
asimetris ringan
Gerakan :
- Dahi: tidak ada gerakan
- Mata: tidak menutup sempurna
- Mulut: asimetris walau usaha maksimal
V.
Disfungsi Berat
Umum
Saat istirahat, sudah terlihat
asimetris.
Gerakan
- Dahi: tidak ada gerakan
- Mata: tidak bisa menutup
- Mulut: hanya sedikit gerakan
VI.
Total Paralisis
Tidak ada gerakan

Pemeriksaan fungsi saraf motorik


Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab
untuk terciptanya ekspresi wajah seseorang. Berikut urutan dari sisi
superior :
1. M. Frontalis : mengangkat alis keatas
2. M. Sourcilier : mengerutkan alis
3. M. Piramidalis : mengangkat dan mengerutkan hidung ke atas
4. M. Orbikularis okuli : memejamkan kedua mata kuat-kuat

19

5. M. Zigomatikus : tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi


6. M. Relever komunis : memoncongkan mulut kedepan sambil
memperlihatkan gigi.
7. M. Businator : menggembungkan kedua pipi
8. M. Orbikularis oris : bersiul
9. M. Triangularis : menarik kedua sudut bibir ke bawah
10. M. Mentalis : memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke
depan.
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, bandingkan antara kiri dan
kanan.
-

0 : tidak ada gerakan sama sekali

1 : sedikit gerakan

2 : diantara 1 dan 3

3 : gerakan normal dan simetris

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai total 30.6

Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot
menentukan

terhadap

kesempurnaan

ekspresi

muka.

Freyss

menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan


penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap
otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan
gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah
lima belas yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga
untuk setiap tingkatnya. Apabila hipotonus nilai dikurangi 1 atau 2
tergantung gradasinya.6

20

Gustometri
Test Gustometri dilakukan untuk menilai fungsi saraf korda
timpani dengan menilai pengecapan pada lidah 2/3 anterior dengan
rasa manis, asam dan asin. Tes ini sangat subjektif disamping fungsi
pengecapan,khorda timpani juga berperan dalam fungsi salivasi kita
dapat menilai fungsi duktus Whartons dengan mengukur produksi
saliva dalam 5 menit. Bila Produksi saliva berkurang dapat diprediksi
khorda timpani tidak berfungsi baik.menurut Quinn dkk, pada kasus
Bells Palsy sering terdapat kepanjangan topografi saraf fasialis
dimana terdapat kehilangan fungsi lakrimasi sedangkan reflek
stapedius dan fungsi pengecapan masih normal atau dapat juga fungsi
lakrimasi dan reflek stapedius mengalami ganguan, tetapi fungsi
salvias nya masih normal. Hal ini disebabkan karena terdapatnya
multipel inflamasi dan demyelinisasi disepanjang perjalanan saraf
fasialis dari batang otak ke cabang perifer.6

Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan
kanulasi kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyiapkan
tabung polietilen no.50 ke dalam duktus Wharton. Sepotong kapas
yang telah dicelupkan ke dalam jus lemon dataruh di dalam mulut dan
periksa jumlah air liur pada tabung. Volume dapat dibandingkan dalam
1 menit. Berkurangnya air liur 25% dianggap abnormal. Gangguan
yang sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan, karena
keduanya ditransmisikan oleh saraf korda timpani.11

Tes Schimer atau Naso-Lacrimal Refeks


Tes Schirmer dilakukan untuk mengevaluasi fungsi saraf Petrosus
dengan menilai fungsi lakrimasi pada mata kanan dan kiri. Hasil
abnormal menunjukan kerusakan pada Greater Superficial Petrosal

21

Nerve (GSPN) atau saraf fasialis di proksimal ganglion genikulatum.


Lesi pada tempat ini dapat menyebabkan terjadinya keratitis atau ulkus
pada kornea akibat terpaparnya kornea mata yang mengalami
kelumpuhan.6,11

Reflek Stapedius
Pemeriksaan reflex stapedius rutin dilakukan pada kelumpuhan
saraf fasialis. Pemeriksaan ini untuk mengevaluasi fungsi cabang
stapedius dari saraf fasialis. Terjadinya kekeringan pada kornea karena
kelopak mata yang tidak dapat menutup sempurna dan produksi air
mata yang berkurang. Perawatan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan artificial tear solution pada waktu pagi dan siang hari
dan salep mata pada waktu tidur. Pasien juga dianjurkan menggunakan
kacamata bila keluar rumah. Bila telah terjadi abrasi kornea atau
keratitis, maka dibutuhkan penatalaksanaan bedah untuk melindungi
kornea seperti partial tarsorrhaphy.11

Uji Audiologik
Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu
memeriksakan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran
udara, hantaran tulang, timpanometri dan reflek stapes. Uji ini
bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus.11

Sinkinesis
Sinkinesis menentukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf
fasialis yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya
sinkinesis adalah sebagai berikut :6
a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuatkemudian
kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas.
Diberi nilai 2 jika pergerakan normal pada kedua sisi. Jika pada sisi

22

paresis terjadi gerakan berlebih makan dikurangi -1 / -2 tergantung


gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi,
kemudian lihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah.
Penilaian seperti (a).
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara
dengan melihat otot-otot sekitar mulut. 1 jika normal. 0 jika tidak
simetris.

Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai
pada penyembuhan kelumpuhan fasialis yang berat. Diperiksa dengan
cara pasien diminta melakukan gerakan bersahaya seperti mengedip
mata berulang kali maka bibir akan jelas tampak gerakan otot pada
sudut bibir bawah atau suduut mata bawah. Jika positif nilai
dikurangi -1.6

C. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
menegakkan diagnosis Bells palsy. Namun pemeriksaan kadar gula
darah atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah
pasien tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar
serum HSV juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat
menentukan dari mana virus tersebut berasal.11
D. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengetahui kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf.
Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang tersedia antara lain
Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi
maksimal.
23

Elektromiografi (EMG)
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan
ini bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi
pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal,
pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang
mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu
EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut.
Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan
memperlihatkan

potensial

denervasi.

Potensial

fibrilasi

merupakan suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan

sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21 hari.11


Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan
EMG. ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan
pengukuran EMG pada satu titik yang lebih distal dari saraf.
Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat
reduksi 90% pada ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya
dalam sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga berkurang
secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu
penurunan sebesar 25 persen berakibat penyembuhan tidak
lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara 77 persen
pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka

tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.11


Uji Stimulasi Maksimal
Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde
ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian
dinaikkan perlahan-lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa
tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan
bibir bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan.
Tiap gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons

24

normal. Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang normal


dengan sisi yang lumpuh dianggap sebagai suatu tanda
kesembuhan. Penurunan yang nyata adalah apabila terjadi
kedutan pada sisi yang lumpuh dengan besar arus hanya 25
persen dari arus yang digunakan pada sisi yang normal. Bila
dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen penderita Bells Palsy
kembali dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon elektris
hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan fungsi yang
tidak lengkap. Statistik menganjurkan bahwa bentuk pengujian
yang paling dapat diandalkan adalah uji fungsi saraf secara
langsung.11
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster Otikus (Ramsay Hunt Syndrome)
Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Ramsay Hunt tahun
1907, dengan gejala-gejala paralisis fasialis, disertai gangguan
pendengaran, dizziness, dan erupsi herpetic di sekitar daun telinga.
Sesudah periode prodromal dari malaise dan sedikit demam, terjadi
serangan sakit yang hebat di dalam telinga. Kemudian diikuti erupsi
herpes di sekitar gendang pendengar, meatus eksternus dan telinga.
Paralisis fasialis sering disertai oleh gangguan lakrimasi dan salivasi,
serta hilangnya rasa pengecapan pada sisi yang sama. Sering disertai
gejala nervus VIII, yaitu gangguan pendengaran, vertigo dan tinitus.
Perjalanan penyakit singkat, sembuh dalam beberapa hari sampai
minggu, tetapi rasa sakit dapat menetap sampai beberapa bulan
(neuralgia post herpetik).17

Otitis Media
Otitis media akut maupun otitis media kronik dapat
menyebabkan paralisis fasialis. Pada otitis media akut terjadi paresis

25

fasialis karena adanya tekanan edema dalam kanalis fasialis yang


mungkin disebabkan deshiscence dari tulang. Pada otitis media
kronis, paresis fasialis terjadi karena adanya tekanan kolesteatoma
atau abses yang berkapsul di dalam mastoid dan merusak kanalis
fasialis/daerah disekitarnya. Adanya paresis fasialis pada otitis media
kronik

merupakan

suatu

isyarat

berbahaya

akan

terjadinya

komplikasi intrakranial.17

Tumor
Paralisis fasialis dapat disebabkan oleh karena tumor primer
pada nervus fasialis atau tumor sekunder di batang otak, os
temporalis, dan pada wajah atau leher. Tumor primer pada saraf
terbanyak adalah neuroma. Neuroma dapat tumbuh pada semua
bagian dari nervus fasialis atau cabang-cabangnya mulai dari fossa
posterior sampai glandula parotis. Biasanya gejala-gejala timbul
pelan dan progresif.17
Neoplasma primer pada os temporalis baik benigna maupun
maligna dapat mengenai nervus fasialis oleh karena ekstensi langsung.
Kista epidermoid, tumor glomus, neuroma pada nevus X dan XI,
squamous neoplasma ganas dari os temporalis dapat dijumpai.
Squamous carcinoma metastatik, adenokarsinoma, hypernephroma,
dan melanoma maligna dapat juga menyebabkan paralisis fasialis.
Tumor fossa kranii posterior atau tumor batang otak dapat juga
menyebabkan paralisis fasialis. Neuroma akustik, meningioma, dan
kista epidermoid dari fossa posterior dapat menyebabkan disfungsi
nervus fasialis baik oleh karena tumornya maupun akibat operasi dari
tumor-tumor ini. Tumor parotis dapat juga mengakibatkan gangguan
nervus fasialis.17

Trauma

26

Trauma yang bisa menyebabkan paresis fasialis adalah trauma


pada tulang temporal. Fraktur yang mungkin terjadi akibat trauma ini
dapat berupa fraktur longitudinal maupun fraktur transversal. Otore
cairan serebrospinalis lebih sering terjadi pada fraktura transversal
dibandingkan dengan fraktur longitudinal. Kelumpuhan terjadi
mendadak dan komplit.
Paralisis nervus fasialis juga dapat terjadi setelah operasi
mastoidektomi, timpanoplasti, atau pembedahan stapes. Paralisis ini
dapat timbul oleh karena cedera maupun karena edema dari nervus
fasialis.17
IX.

PENATALAKSANAAN
a. Terapi Farmakologi
Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis
permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang
sempit. Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari
onset. Dosis pemberian prednison (maksimal 40-60 mg/hari) dan
prednisolon (maksimal 70mg) adalah 1 mg per kg per hari peroral
selama enam hari diikuti empat hari tappering off. Efek toksik dan hal
yang perlu diperhatikan pada penggunaan steroid jangka panjang,
berupa

retensi

cairan,

hipertensi,

diabetes,

ulkus

peptikum,

osteoporosis, supresi kekebalan tubuh (rentan terhadap infeksi), dan


Cushing syndrome.18
Ditemukannya

genom

virus

di

sekitar

saraf

ketujuh

menyebabkan preparat antivirus digunakan dalam penanganan parese


nervus fasialis idiopatik. Penelitian mengindikasikan bahwa hasil yang
lebih baik didapatkan pada pasien yang diterapi dengan asiklovir/
valasiklovir dan prednisolon dibandingkan yang hanya diterapi dengan
prednisolon. Untuk dewasa diberikan dengan dosis oral 2 000-4 000
mg per hari yang dibagi dalam lima kali pemberian selama 7-10 hari,

27

sedangkan pemberian valasiklovir (kadar dalam darah 3-5 kali lebih


tinggi) untuk dewasa adalah 1000-3000 mg per hari secara oral dibagi
2-3 kali selama lima hari. Efek samping jarang ditemukan pada
penggunaan preparat antivirus, namun kadang dapat ditemukan
keluhan berupa adalah mual, diare, dan sakit kepala.19
Asam nikotinik diindikasikan pada parese nervs fasialis akibat
iskemia pembuluh darah sehingga diharapkan vasodilatasi pembukuh
darah perifer dapat meningkatkan sulai darah ke saraf fasialis. Jika
etiologi

disebabkan

karena

alergi

dapat

diberikan

sodium

kromoglikat.20
b. Terapi Non-Farmakologi
Fisioterapi:
Infra Merah
Infra merah dapat diterapkan untuk menghangatkan otot
dan meningkatkan fungsi, tetapi Anda harus memastikan bahwa
mata dilindungi dengan penutup mata. Waktu penerapan selama
10 sampai 20 menit pada jarak biasanya antara 50 dan 75 cm.20
Terapi Ultrasound
Terapi ultrasound diaplikasikan pada batang saraf (nerve
trunk) di depan tragus telinga dan di daerah antara prosesus
mastoideus dan mandibula.20
Stimulasi Elektrik (Electrical Stimulation)
Stimulasi listrik adalah teknik yang menggunakan arus
listrik untuk mengaktifkan saraf penggerak otot dan ekstremitas
yang diakibatkan oleh kelumpuhan akibat cedera tulang belakang
(SCI), cedera kepala, stroke dan gangguan neurologis lainnya.
Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat
menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki perasaan
gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta bertujuan untuk
mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot.20

28

Massage
Suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu
manipulasi yang dilakukan dengan tangan yang ditujukan pada
jaringan lunak tubuh, untuk tujuan mendapatkan efek baik pada
jaringan saraf, otot, maupun sirkulasi. Pada kasus Bells Palsy
teknik massage yang diberikan yaitu stroking, effleurage, finger
kneading dan tapping.20
c. Indikasi untuk operasi
Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi
denervasi total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan tenik
X.

dekompresi saraf fasialis transmastoid.


KOMPLIKASI
Hampir semua pasien dengan Bell palsy dapat sembuh tanpa
mengalami deformitas kosmetik, tetapi sekitar 5% mengalami gejala sisa
cukup berat yang tidak dapat diterima oleh pasien.
a. Regenerasi motorik yang tidak sempurna.
Bagian terbesar dari nervus facialis terdiri dari serabut saraf
eferen yang merangsang otot-otot ekspresi wajah. Bila bagian
motorik mengalami regenerasi yang tidak optimal, maka dapat

terjadi paresis semua atau beberapa otot wajah tersebut.


Gangguan tampak sebagai (1) inkompetensi oral, (2) epifora

(produksi air mata berlebihan), dan (3) obstruksi nasal.


b. Regenerasi sensoris yang tidak sempurna.
Dysgeusia (gangguan rasa).
Ageusia (hilang rasa).
Dysesthesia gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai
dengan stimulus normal).
c. Reinervasi aberan dari nervus facialis.
Setelah gangguan konduksi neuron pada nervus facialis dimulai
dengan regenerasi dan proses perbaikan, beberapa serabut saraf
akan mengambil jalan lain dan dapat berhubungan dengan

29

serabut saraf di dekatnya. Rekoneksi aberan ini dapat

menyebabkan jalur neurologik yang tidak normal.


Bila terjadi gerakan volunter, biasanya akan disertai dengan
gerakan involunter (seperti gerakan menutup mata yang satu
diikuti dengan gerakan menutup mata disebelahnya). Gerakan
involunter yang menyertai gerakan volunter ini disebut

XI.

synkinesis.
PROGNOSIS
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala
sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:
a.
b.
c.

d.
e.

Usia di atas 60 tahun.


Paralisis komplit.
Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang
lumpuh.
Nyeri pada bagian belakang telinga.
Berkurangnya air mata.
Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita

sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan.
Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40%
sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang
berusia 30 tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan peluang 10-15
persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak
sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala
sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial.21
Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding
penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang
non DM. Hanya 23% kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah.
Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang
kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.21

30

Anda mungkin juga menyukai