Anda di halaman 1dari 24

M a j al a h

KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS

VOL. VIII NO. 17/I/P3DI/SEPTEMBER/2016

Marfuatul latifah

Humphrey Wangke

Dinar Wahyuni

Achmad Wirabrata

Riris Katharina

P U S A T

P E N E L I T I A N

B A D A N

K E A H L I A N

D P R

R I
ISSN: 2088-2351

Majalah

Vol. VIII, No. 17/I/P3DI/September/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KEBIJAKAN PEMBERIAN REMISI


DI INDONESIA
Marfuatul Latifah*)

Abstrak
Keinginan Pemerintah untuk mengubah pemberatan syarat remisi bagi narapidana
kasus narkotika, korupsi, terorisme, dan tindak pidana terorganisir lainnya yang
diatur dalam PP No. 99 Tahun 2012, dianggap kontra produktif terhadap upaya
penegakan hukum di Indonesia, khususnya korupsi. Setidaknya terdapat 3 alasan
yang dikemukakan oleh Menkumham terkait perubahan tersebut, dan tidak semua dari
ketiga alasan tersebut tepat dijadikan landasan perubahan. Namun, alasan tersebut
dapat dijadikan sebagai arah perbaikan kebijakan pemberian remisi di Indonesia saat
ini. Oleh karena itu perubahan UU Pemasyarakatan menjadi kebutuhan guna memberi
batasan pemberian remisi bagi napi tindak pidana tertentu. Selain itu perubahan
dalam UU tersebut juga dapat menciptakan mekanisme yang lebih tepat untuk
mengurangi over-capacity yang dialami hampir seluruh Lapas di Indonesia.

Pendahuluan
Pasal 14 UU No 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan
(UU
Pemasyarakatan)
menyatakan
bahwa
setiap
narapidana
(napi) memiliki hak-hak tertentu yang harus
dijamin selama menjalani masa pidana di
dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Hak tersebut antara lain adalah hak untuk
mendapatkan pembebasan bersyarat, cuti
menjelang bebas, dan remisi. Terkait remisi,
syarat pemberian remisi diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999
Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan
Hak
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
sebagaimana telah diubah dua kali terakhir
dengan Peraturan Pemerintah No. 99
Tahun 2012 (Perubahan Kedua PP No.
32 Tahun 1999). PP tersebut, di samping

memberlakukan syarat umum yang berlaku


bagi napi pada umumnya, juga menambahkan
syarat pemberian remisi bagi napi kasus
narkotika, korupsi, terorisme, kejahatan
terhadap keamanan negara, kejahatan HAM
yang berat, serta kejahatan transnasional
terorganisasi lainnya (selanjutnya disebut
tindak pidana tertentu), sehingga napi
tindak pidana tertentu akan lebih sulit untuk
mendapatkan remisi.
Saat ini muncul wacana untuk
melakukan perubahan ketiga terhadap PP
No. 32 Tahun 1999 oleh Pemerintah. Proses
perubahan PP ditargetkan selesai tahun ini
(2016). Pro dan kontra timbul sebagai reaksi
atas wacana perubahan PP tersebut. Wakil
Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa

*) Peneliti Muda Ilmu Hukum pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: marfulatifa@gmail.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

seharusnya wacana perubahan PP dilihat


dari sisi kemanusiaan, bahwa terpidana
korupsi yang telah menunjukkan sikap baik
dan telah menjalani masa pidana selama 6
bulan, seharusnya tidak diberikan perlakuan
diskriminatif dengan mempersulit hak
mereka untuk mengajukan remisi. Di sisi
lain, muncul penolakan dari 5 Guru Besar.
Penolakan tersebut dilakukan dengan
mengirim surat terbuka pada Presiden
Joko Widodo. Kelima Guru Besar tersebut
merasa bahwa keinginan Pemerintah untuk
melakukan perubahan ketiga atas PP No.
32 tahun 1999 akan menguntungkan napi
kasus korupsi karena akan memudahkan
mereka untuk mengajukan potongan masa
pidana. Korupsi merupakan kejahatan luar
biasa sehingga hukuman yang diberikan juga
harus dibedakan dengan kejahatan biasa.
Oleh karenanya, perbedaan perlakuan dalam
mekanisme pemberian remisi sesuai dengan
sifat dari korupsi sebagai kejahatan luar
biasa.
Menanggapi hal tersebut, Menteri
Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna
Laoly memberi penjelasan kepada media
bahwa perubahan ini dilakukan untuk
memperbaiki sistem pemberian remisi dan
hak warga binaan lain yang diatur dalam
Perubahan Kedua PP No. 32 Tahun 1999,
sehingga bukan sebagai ajang bagi-bagi
remisi bagi koruptor. Proses perubahan
ketiga atas PP No. 32 Tahun 1999 sedang
berjalan dan tentu akan mengubah kebijakan

pemberian remisi di Indonesia. Perubahan


tersebut akan menimbulkan konsekuensi
bagi penegakan hukum di Indonesia, dengan
segala
kelebihan
dan
kekurangannya.
Berdasarkan hal tersebut maka kajian
mengenai arah kebijakan pemberian remisi di
Indonesia perlu dilakukan.

Kebijakan Remisi di Indonesia


Remisi adalah pengurangan masa
menjalani pidana yang diberikan kepada
napi dan merupakan hak seluruh napi yang
dijamin melalui Pasal 14 ayat (1) huruf i UU
Pemasyarakatan. Ketentuan mengenai hak
dan kewajiban warga binaan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah yang telah
mengalami 2 kali perubahan dengan materi
dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Alasan Perubahan dan Arah


Perubahan
Menkumham
menyatakan
bahwa
terdapat 3 alasan mendasar mengapa
perubahan ketiga atas PP No. 32 Tahun 1999
perlu dilakukan. Pertama, diskriminasi
yang ditimbukan oleh ketentuan Pasal 34A
PP No. 99 Tahun 2012; kedua, kebutuhan
untuk mengatasi over-capacity yang terjadi
di Lapas; dan ketiga, penempatan syarat
bersedia bekerjasama dengan penegak
hukum untuk membantu membongkar
perkara tindak pidana yang dilakukannya
(justice collabolator) yang tidak sesuai dengan
kaidah hukum.

Tabel 1. Materi Perubahan PP No. 32 Tahun 1999


Peraturan Pemerintah

Muatan Materi

PP No. 32 Tahun 1999


tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan
Hak
Warga
Binaan Pemasyarakatan

Pemberian remisi diatur dalam Pasal 34 ayat (1).


Memberikan kesempatan bagi setiap napi untuk mendapatkan remisi.
Diatur syarat penambahan masa remisi dan ketentuan yang mengatur mengenai
kemungkinan bagi napi dan Anak Pidana yang menunggu grasi sambil menjalani
pidana, untuk mendapatkan remisi.

PP
No.28
Tahun
(Perubahan pertama)

Penambahan ayat pada Pasal 34 dengan membedakan syarat pemberian remisi


bagi napi pada umumnya dan napi tindak pidana tertentu.
Batas waktu minimal menjalankan masa pidana untuk napi mengajukan remisi
adalah 6 bulan, sedangkan bagi napi tindak pidana khusus adalah telah menjalani
1/3 dari masa pidana.
Selain itu perubahan PP ini juga memberikan ketentuan yang lebih jelas terkait
dengan apa yang dimaksud dengan kelakuan baik

2006

PP No. 99 Tahun
(Perubahan kedua)

2012

Penambahan syarat pemberian remisi pada napi tindak pidana tertentu yaitu
yang bersedia menjadi justice collabolator; telah membayar lunas denda dan uang
pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk napi korupsi, telah mengikuti
program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lapas dan/atau Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme.
Remisi bagi napi yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika hanya
berlaku terhadap napi yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun.

-2-

Secara
normatif,
diskriminasi
yang ditimbulkan oleh perbedaan syarat
mendapatkan remisi bagi napi tindak
pidana tertentu dalam 34A PP No. 99 Tahun
2012 tidak sejalan dengan ketentuan Pasal
14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan
yang menjamin hak seluruh napi untuk
mendapatkan remisi. Selain itu, ketentuan
ini juga tidak sesuai dengan asas persamaan
di muka hukum sebagai salah satu HAM
yang dijamin dalam UUD Tahun 1945.
Dalam asas tersebut, setiap warga negara
Indonesia mendapatkan perlakuan sama
di muka hukum, begitu pula napi karena
walaupun telah diputus bersalah melalui
putusan
pengadilan
yang
mengikat,
namun HAM yang melekat pada napi tidak
serta merta hilang. Artinya, setiap napi
seharusnya memiliki hak dan kewajiban
yang sama. Namun, adanya ketentuan
perbedaan syarat memperoleh remisi
bagi napi tindak pidana tertentu ini pada
dasarnya sebagai upaya pemerintah untuk
memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,
karena napi tindak pidana tertentu sudah
melakukan tindakan yang sangat merugikan
dan membahayakan Indonesia. Alasan
ini tidak dapat dikesampingkan begitu
saja sebab pemenuhan akan rasa keadilan
merupakan hal yang harus didahulukan
dalam penegakan hukum.
Apabila pemerintah Indonesia ingin
menerapkan syarat yang berbeda bagi napi
tindak pidana tertentu untuk mendapatkan
remisi, sebaiknya ketentuan perbedaan
syarat tersebut dituangkan dalam undangundang. Sebab berdasarkan Pasal 28J ayat
(2) UUD Tahun 1945 setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan HAM yang
ditetapkan dengan undang-undang guna
menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain. Untuk
menghindari pengaturan yang tidak selaras,
sebaiknya pengaturan terkait remisi diatur
dalam UU Pemasyarakatan yang mengatur
mengenai hak dan kewajiban warga binaan
dalam proses pemasyarakatan di dalam
Lapas.
Alasan kedua adalah mengurangi
over-capacity yang terjadi di Lapas, sampai
Juni 2016 jumlah napi dan tahanan yang
menghuni seluruh Lapas di Indonesia
berjumlah kurang lebih 152.057 orang
dari perkiraan daya tampung maksimal
118.660 orang. Dari jumlah tersebut

jumlah napi terorisme sebanyak 243 orang


(0,16%), korupsi 4907 orang (3,2%), dan
narkotika 77.351 orang (50,87%). Dengan
memperhatikan jumlah dan prosentase napi
tersebut maka kebijakan pemberian remisi
untuk mengurangi over-capacity yang
terjadi di Lapas tidak dapat diberlakukan
dengan syarat yang sama. Persentase
keseluruhan jumlah napi terorisme dan napi
korupsi tidak sampai 5% dari keseluruhan
penghuni Lapas.
Dengan demikian, alasan penerapan
syarat yang sama tidak dapat menjadi
solusi untuk mengatasi over-capacity yang
terjadi di Lapas saat ini. Selain itu, dengan
adanya keinginan untuk menyamakan syarat
pemberian remisi khususnya bagi napi kasus
korupsi akan mencederai rasa keadilan
masyarakat yang selama ini menginginkan
pemberantasan korupsi secara lebih efektif
di Indonesia. Hal lain yang akan timbul jika
kebijakan ini disetujui adalah menurunnya
efek jera bagi napi korupsi.
Dampak
yang
berbeda
akan
muncul jika penetapan kebijakan untuk
menyamakan syarat remisi diberlakukan
bagi napi narkotika. Hal tersebut bisa
menjadi solusi bagi permasalahan overcapacity yang terjadi di Lapas saat ini
karena jumlah napi narkotika sekitar 50,87%
dari keseluruhan jumlah penghuni Lapas.
Namun, kebijakan tersebut berbahaya jika
ditetapkan bagi pengedar dan produsen
narkotika. Sebaiknya penyamaan syarat
pemberian remisi napi narkotika dengan
napi pada umumnya hanya diberlakukan
bagi pengguna, karena pemenjaraan atas
pengguna narkotika terbukti tidak mampu
menangani masalah kecanduan yang diidap
oleh pengguna narkotika.
Alasan ketiga penempatan syarat
bersedia menjadi justice collabolator tidak
sesuai dengan kaidah hukum. Menurut
Menkumham, syarat kesediaan untuk
menjadi justice collabolator seharusnya
ditempatkan dalam proses pengadilan,
bukan sebagai syarat untuk menerima remisi
yang berada dalam proses pelaksanaan
putusan pengadilan. Pengaturan mengenai
kesediaan untuk menjadi justice collabolator
merupakan aplikasi dari Pasal 37 ayat
(2) Konvensi Anti Korupsi yang telah
diratifikasi oleh Indonesia dengan UU No.
7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United
Nation Convention Against Corruption.
-3-

Namun, dalam ketentuan pasal tersebut,


pengurangan hukuman yang diberikan
negara ditujukan bagi terdakwa yang
membantu dalam proses penyidikan atau
penuntutan, sehingga ketentuan ini pada
dasarnya ditujukan bagi para terdakwa
dalam proses penyidikan dan penuntutan
korupsi.
Di Indonesia ketentuan mengenai
justice collabolator diatur dalam Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.
4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Pelapor
Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang
Bekerjasama di Dalam Perkara Tindak Pidana
Tertentu. Justice collabolator dinyatakan
sebagai pelaku tindak pidana tertentu yang
mengakui kejahatan yang dilakukannya,
bukan pelaku utama dalam kejahatan
tersebut, serta memberikan keterangan
saksi dalam proses peradilan. Artinya, dalam
ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia,
seseorang dapat menjadi justice collabolator
dalam proses peradilan yang sedang
dijalaninya. Ketentuan ini menperjelas bahwa
syarat bersedia menjadi justice collabolator
tidak cocok menjadi syarat pengajuan remisi
bagi napi tindak pidana tertentu.
Menurut Menkumham, perubahan
ketiga atas PP No. 32 Tahun 1999 ini juga
akan mengusung perubahan terhadap sistem
pemberian remisi, yaitu dengan membentuk
Tim Pengawas Pemasyarakatan. Tim tersebut
terdiri atas unsur Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Polri, dan Badan Narkotika
Nasional (BNN) yang akan berfungsi untuk
menentukan kelayakan pemberian remisi bagi
napi, termasuk bagi napi kejahatan luar biasa,
yakni kasus korupsi, narkotika, dan terorisme.
Sehingga kebijakan pemberian remisi akan
mendapatkan masukan yang lebih beragam
dari setiap unsur penegak hukum khususnya
terhadap tindak pidana tertentu.

oleh masyarakat Indonesia, khususnya


berkaitan dengan komitmen Pemerintah
dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Perbedaan syarat yang menyebabkan adanya
pembatasan HAM bagi napi tetap dibutuhkan
guna memenuhi rasa keadilan masyarakat
Indonesia, oleh sebab itu pembatasan hak
napi tindak pidana tertentu harus dituangkan
dalam undang-undang. Pembatasan tersebut
lebih tepat dituangkan dalam Perubahan UU
Pemasyarakatan yang mengatur mengenai
mekanisme pemasyarakatan dan hak serta
kewajiban napi di dalam Lapas.
Khusus untuk alasan over-capacity
yang terjadi di Lapas, tidak dapat diatasi
dengan menyamakan syarat pemberian
remisi napi korupsi dan terorisme dengan
napi lainnya karena jumlahnya tidak akan
siginifikan terhadap pengurangan masalah
over-capacity yang terjadi di Lapas. Namun,
penyamaan syarat pemberian remisi bagi
napi pengguna narkotika dengan napi pada
umumnya dapat menjadi solusi masalah
kepenuhan penghuni yang terjadi di Lapas
saat ini.

Referensi
"Lima Guru Besar Tulis Surat untuk Jokowi,
Ini Isinya" http://nasional. kompas.
com/read/2016/09/04/20354081/lima.
guru.besar.tulis.surat.untuk.jokowi.ini.
isinya, diakses tanggal 6 September 2016
Menteri Yasonna Berkeras Ada Remisi Bagi
Koruptor: Kalau Tidak Lapas Penuh,
http://news.detik.com/berita/3277342/
menteri-yasonna-berkeras-ada-remisibagi-koruptor-kalau-tidak-lapas-penuh,
diakses tanggal 5 September 2016.
"Pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan
untuk Remisi Narapidana Dinilai Bukan
Solusi", http://nasional.kompas.com/read/
2016/09/01/17453061/pembentukan.tim.
pengamat.pemasyarakatan.untuk.remisi.
narapidana.dinilai.bukan.solusi.,
diakses
tanggal 8 September 2016.
Status Pelaporan Jumlah Penghuni Perkanwil,
http://smslap.ditjenpas.go.id /public/grl/
current/monthly/year/2016/month/3,
diakses tanggal 8 September 2016.
Wapres Nilai Remisi Koruptor atas Dasar
Kemanusiaan, http://nasional.harianterbit.
com/nasional/2016/08/12/67233/66/25/
Wapres-Nilai-Remisi-Koruptor-atas-DasarKemanusiann, diakses tanggal 6 September
2016.

Penutup
Wacana perubahan ketiga atas PP No.32
Tahun 1999 dengan meniadakan perbedaan
syarat pemberian remisi antarnapi, baik napi
pada umumnya maupun napi tindak pidana
tertentu, perlu disikapi dengan hati-hati. Tiga
alasan yang dikemukakan oleh Menkumham
tidak sepenuhnya tepat menjadi landasan
dari perubahan kebijakan pemberian remisi
di Indonesia. Penghapusan perbedaan syarat
remisi dianggap tidak sesuai dengan semangat
penegakan hukum yang saat ini diinginkan
-4-

Majalah

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 17/I/P3DI/September/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

IMPLEMENTASI KOMITMEN KTT G-20


Humphrey Wangke*)

Abstrak
KTT G-20 yang berlangsung di Hangzhou, Tiongkok, berakhir dengan dikeluarkannya
Konsensus Hangzhou yang berisi komitmen negara-negara peserta untuk memulihkan
perekonomian dunia yang dirasakan mulai melambat sejak tahun lalu. Namun, negaranegara G-20 seringkali sulit mengimplementasikan komitmen tersebut sehingga
menimbulkan keraguan akan manfaat G-20. Indonesia menyatakan komitmennya
untuk membuat perekonomian dunia lebih transparan tetapi negara-negara maju harus
memulainya terlebih dahulu.

Pendahuluan

moneter, dan reformasi struktural untuk


memperbaiki perekonomian dunia. Hal ini
menjadi pertanda bahwa negara-negara di
dunia lebih mengutamakan kepentingan
nasionalnya daripada kepentingan bersama.
Indonesia yang hadir dalam pertemuan
tersebut kembali menegaskan komitmennya
untuk
menjaga
terwujudnya
sistem
perekonomian dunia yang terbuka dan
kompetitif. Namun di sisi lain, Presiden Joko
Widodo dengan tegas mengingatkan negaranegara lainnya agar tetap mempertahankan
komitmennya
untuk
mencapai
target
pertumbuhan ekonomi dunia 2 persen pada
tahun 2018. Target pertumbuhan 2 persen
disepakati dalam pertemuan G-20 di Brisbane,
Australia tahun 2014. Namun setelah dua tahun
berlalu, belum terlihat tanda-tanda bahwa
kinerja perekonomian negara-negara G-20
akan mengarah pada pertumbuhan 2 persen.
Karena itu dalam pertemuan di Hangzhou,

Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di


Hangzhou, Tiongkok, berakhir tanggal 5
September 2016 dengan menghasilkan
Konsensus Hangzhou yang diharapkan dapat
menciptakan perekonomian dunia yang
inovatif, konektif, dan inklusif. Konsensus
ini dianggap sebagai solusi untuk mengatasi
kelambatan ekonomi yang terjadi secara
global. Meskipun tidak ada aturan mengikat
tetapi konsensus tersebut diharapkan ditaati
agar tercipta pertumbuhan ekonomi global
yang lebih berkualitas.
Presiden
Tiongkok,
Xi
Jinpeng,
yang menjadi tuan rumah mengatakan
bahwa negara-negara G-20 harus mampu
merepresentasikan solidaritas dan kerja sama
yang saling menguntungkan yang dapat dicapai
melalui koordinasi antarnegara anggota secara
intensif. KTT G-20 itu menyampaikan pesan
yang sangat jelas tentang pentingnya komitmen
global dalam menyinergikan kebijakan fiskal,

*) Peneliti Utama Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: dhanny_2000@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

negara-negara G-20 menyetujui, di dalam


komunike bersama yang dikeluarkan pada akhir
pertemuan, bahwa semua sarana yang ada,
seperti moneter, fiskal, dan reformasi struktural
harus digunakan untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang solid dan berkelanjutan.
Pada kesempatan ini, Presiden joko Widodo
menggarisbawahi komitmen Indonesia untuk
tetap menjadikan perekonomian Indonesia
terbuka, kompetitif, dan inklusif sehingga
mampu bersaing dengan negara lainnya.

untuk meningkatkan investasi multilateral.


Segala macam bentuk proteksionisme di
bidang investasi dan perdagangan akan
dihilangkan. Pada bagian lain, negaranegara G-20 juga menjanjikan untuk tidak
menurunkan mata uangnya untuk kepentingan
memicu ekspor. Serangkaian pendekatan ini
diharapkan implementatif sehingga mampu
meningkatkan kapasitas ekonomi negaranegara G-20 dan negara-negara lainnya di
dunia.
Tantangan lainnya yang tengah dihadapi
negara anggota G-20, adalah rendahnya tingkat
pertumbuhan perdagangan global empat tahun
terakhir yang bertengger pada angka tiga
persen. Selain memperkuat perdagangan global,
G-20 juga akan membangun mekanisme yang
kuat dalam investasi global guna mendukung
peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia
yang masih lemah. Berdasarkan data statistik
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO),
tingkat pertumbuhan global terus mengalami
penurunan signifikan sejak 2008 yang rata-rata
mencapai tujuh persen per tahun.
Penurunan terjadi sejak tahun 2009
hingga 2015, yakni sekitar tiga persen per
tahun. Terkait dengan hal ini, Menteri
Perdagangan G-20 berusaha merumuskan
strategi pertumbuhan perdagangan global.
Dari sisi keuangan, negara-negara G-20
terus berupaya agar mata uang tetap stabil di
tengah situasi perekonomian dunia yang tidak
menentu sehingga kegiatan perdagangan
dan investasi tidak terganggu. Gejolak mata
uang dikhawatirkan akan melemahkan
peningkatan pertumbuhan ekonomi global
yang berpotensi memengaruhi hubungan
diplomasi antarnegara yang memang sering
terganggu karena masalah politik dan
keamanan.

Tantangan Global G-20


Hasil yang dicapai dalam KTT G-20 di
Hangzou adalah konsensus. Oleh karena itu,
tantangan pertama yang dihadapi oleh negara
anggotanya adalah mengimplementasikannya
agar perekonomian dunia menjadi lebih
inklusif, inovatif, dan efisien. Tanda-tanda
G-20 sering kesulitan mengimplementasikan
komitmennya
terlihat
dari
fenomena
yang terjadi dalam 6 tahun terakhir ini,
yaitu perekonomian global bukan direvisi
ke atas melainkan selalu ke bawah. Hal
ini menunjukkan bahwa para pemimpin
G-20 gagal mencapai kesepakatan untuk
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
lebih berkualitas, baik, dan inklusif.
Forum pertemuan G-20 selama ini
belum bisa menciptakan kepercayaan dan
mempertebal harapan bahwa kerja sama
ekonomi bukanlah suatu retorika politik.
Karena itu, kesepakatan haruslah sebuah
kebijakan yang mampu menyejahterakan
rakyat di setiap negara. Namun kondisi
semacam ini sulit tercapai karena setiap
negara anggota selalu menghadapi persoalan
internal yang cukup rumit yang seringkali
tidak berkaitan dengan masalah ekonomi.
Perancis, Jerman, AS, dan beberapa negara
anggota lain saat ini akan menghadapi pemilu.
Situasi politik seperti pemilu ini berpeluang
menunda implementasi konsensus karena
hasil pemilu justru menciptakan ketidakadilan
di
negara-negara
yang
bersangkutan.
Sementara rakyat di sejumlah negara lainnya
yang bukan anggota G-20 merasa tidak puas
terhadap globalisasi yang dirasakan belum
inklusif terutama terhadap masyarakat bawah.
Berdasarkan hal tersebut, para pemimpin
G-20 di Hangzhou sepakat mendukung
sistem perdagangan multilateral dan menolak
proteksionisme.
Mereka
juga
sepakat
meningkatkan inovasi dan memperkuat sistem
keuangan global sebagai langkah kerja pertama

Menghindari Pembicaraan Masalah


Politik
Situasi ekonomi global saat ini masih
dalam kondisi lesu dan tidak menentu,
karena itu Tiongkok berusaha mengarahkan
diskusi pada situasi ekonomi global tersebut.
Bagi Tiongkok, KTT G-20 merupakan forum
bagi semua negara G-20 dan organisasi
internasional terkait untuk fokus mencari solusi
atas risiko dan tantangan ekonomi global yang
masih lesu serta melambat pertumbuhannya.
Selaku
tuan
rumah,
pemerintah
Tiongkok berusaha menghindari munculnya
diskusi tentang isu-isu politik dan keamanan
-6-

yang sangat sensitif seperti friksi tajam atas


klaim teritorial di Laut Tiongkok Selatan,
sengketa dengan kekuatan regional seperti
Korea Selatan dan Jepang, atau masalah
internalnya sendiri seperti pembungkaman
terhadap perbedaan pendapat di dalam negeri.
Laut Tiongkok Selatan telah menjadi
isu yang sangat sensitif karena panel arbitrase
internasional di Den Haag Belanda pada bulan
Juni lalu telah menggugurkan klaim Tiongkok
atas hampir seluruh perairan. AS dan negara
lainnya telah meminta Tiongkok untuk
menghormati putusan itu. Namun Tiongkok
menolak putusan itu dan bertekad untuk
terus mengembangkan pulau-pulau buatan
di kepulauan Spratly yang dipersengketakan.
Sementara
hubungan
dengan
Jepang
tetap tegang karena klaimnya atas pulau
berpenghuni di Laut Tiongkok Timur tetap
dikendalikan oleh Jepang. Hubungannya
dengan Korea Selatan yang sebelumnya
hangat menjadi dingin karena Korea Selatan
telah menggelar sistem pertahanan udaranya.
Melalui KTT G-20, Tiongkok nampaknya
justru ingin memperbaiki citranya sebagai
negara dengan ekonomi terbesar di dunia
dan kekuatan yang tumbuh dalam diplomasi
global. Tiongkok justru mempertegas posisinya
sebagai
bangsa
yang
bertanggungjawab
yang dukungannya sangat penting untuk
memecahkan
persoalan
dunia.
Karena
itu, selama KTT berlangsung, Tiongkok
menghindari isu-isu kontroversial dan tetap
fokus pada peran ekonomi yang menjadi inti
KTT. Selama KTT berlangsung, Tiongkok lebih
menampakkan sosok negara yang sedang
berjuang mengatasi masalah perubahan iklim,
motor pembangunan di Asia melalui strategi
One Belt One Road, pembangunan infrastruktur
di Asia melalui Asian Infrastructure Investment
Bank, dan sebagai negara terdepan dalam
mempraktekkan perdagangan bebas global di
tengah bangkitnya nasionalisme ekonomi di
Eropa dan kawasan lainnya.
Tiongkok berharap, pertama, KTT
G-20 dapat berperan lebih terutama dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi global yang
lebih stabil. Kedua, memperkuat kerja sama dan
kemitraan internasional di bidang ekonomi untuk
bersama-sama menghadapi tantangan dan risiko
ekonomi dunia yang masih mengalami kelesuan
serta tekanan. Ketiga, inovasi membangun
kelembagaan dan menciptakan landasan
mekanisme bersama, untuk penanganan krisis
dalam pemerintahan jangka panjang.

Ketidakjelasan substansi pembicaraan


dan kerja sama G-20 mengakibatkan
partisipasi Indonesia di G-20 menjadi
perdebatan. Menteri Kelautan dan Perikanan,
Susi
Pudjiastuti,
dan
Pakar
Hukum
Internasional UI, Hikmahanto Juwana,
menyarankan agar Presiden Joko Widodo
mengevaluasi keberadaan Indonesia di G-20
dan keluar dari forum tersebut jika tidak
bermanfaat bagi kepentingan Indonesia.

Posisi, Peran, dan Manfaat bagi


Indonesia
Pada dasarnya posisi Indonesia di
G-20 sangat jelas, yaitu mendukung secara
penuh wadah formal yang merangkul
negara maju dan berkembang. Keterlibatan
Indonesia di forum ini memberikan peluang
Indonesia untuk go international. Selain itu
bagi Indonesia, G-20 bukan hanya forum
ekonomi melainkan juga forum pertemuan
bagi beragam budaya dan peradaban, dan
Indonesia mengambil peran sebagai jembatan
antar-perbedaan tersebut.
Dari segi ekonomi, Indonesia dapat
dikatakan memiliki daya saing nasional yang
masih lemah dan perlu ditingkatkan dengan
maksimal. Salah satu tujuan Indonesia
ikut serta dalam forum G-20 adalah untuk
meningkatkan kemampuan saingnya di
pasar internasional. Bagi Indonesia, forum
G-20 penting untuk mencari mitra dagang
dan sebagai forum untuk menjaring peluang
dan kesempatan kerja sama. Sebagaimana
disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla,
Indonesia seharusnya bangga menjadi bagian
G-20, serta dapat memberikan masukan
mengenai bagaimana ekonomi internasional
dapat mendorong perkembangan negara
berkembang seperti Indonesia.
Selain itu, menjadi anggota G-20
membantu Indonesia mendapatkan posisi
tawar yang akan diperhitungkan masyarakat
Internasional. Kemudian, alasan penting lain
sekaligus manfaat yang di dapat Indonesia
dari forum G-20 ini adalah terbangunnya citra
Indonesia di mata komunitas Internasional
karena Indonesia selalu membangun toleransi
dan demokrasi sekaligus menjadi jembatan
visi misi yang berbeda antar-negara.
Presiden Joko Widodo telah mengambil
manfaat dari KTT G-20 sebagai ajang
untuk memperkenalkan posisi tawar dan
keterbukaan Indonesia serta kesediaan untuk
bekerja sama. Dengan begitu, pertemuan
-7-

tersebut akan memberikan citra baik tentang


Indonesia, selain juga efisiensi melakukan
minimalisasi biaya pertemuan dengan para
pemimpin dunia.
Presiden Joko Widodo menegaskan
bahwa
Indonesia
siap
bekerja
sama
mengurangi hambatan tarif untuk mencapai
pertumbuhanan ekonomi yang inklusif pada
tahun 2018. Namun di sisi lain, Presiden
juga menghendaki agar negara-negara G-20
meningkatkan komunikasi dan menghindari
kebijakan ekonomi yang bisa menciptakan
dampak negatif dan setiap perekonomian
harus mempunyai agenda pertumbuhan yang
solid dan inklusif.
Dalam pertemuan di Hangzhou, Presiden
Joko Widodo mendesak semua negara
G-20 agar mewujudkan sistem perpajakan
internasional yang adil dan transparan
serta mengimbau setiap negara untuk
tidak membuat kebijakan yang merugikan
negara lain. Penegasan seperti ini penting
dilakukan karena dunia sedang menghadapi
tantangan sulit dalam pemulihan ekonomi.
Situasi ekonomi global saat ini sedang belum
stabil, begitupun situasi geopolitik yang
belum menentu. Karena itu, negara-negara
G-20 diminta berani melakukan reformasi
sistem keuangan internasional yang adil dan
mendorong pertumbuhan ekonomi global.

berkembang, serta meningkatkan kerja sama


dalam pengembangan teknologi di antara
negara-negara anggota G-20.
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga
mengingatkan
pentingnya
pembangunan
infrastruktur dalam upaya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Untuk itu presiden
mengajak negara-negara G-20 bekerja sama
dengan Indonesia dalam menyukseskan
program pembangunan infrastruktur nasional.
Saat ini Indonesia sedang fokus pada percepatan
pembangunan infrastruktur. Berdasarkan hal
tersebut, Indonesia akan menyambut kerja
sama dalam pembangunan infrastruktur dengan
negara-negara G-20 lainnya.

Penutup
Tema KTT G-20 di Hangzhou adalah
inovasi, interkonektif, dan inklusif, berdasarkan
kebutuhan masing-masing negara guna
mendukung pertumbuhan ekonomi dunia yang
lebih stabil dan berkelanjutan, di tengah situasi
yang kurang mendukung. Karena itu semua
negara anggota G-20 siap bekerja sama dan
menghasilkan langkah konkret bagi perbaikan
situasi ekonomi global, dan bagi masa depan
masyarakat dunia yang lebih baik.
Penyelenggaraan KTT G-20 di Hangzhou
seharusnya menjadi agenda puncak diplomasi
tahun ini, yang akan memberikan dampak
bukan hanya secara ekonomi saja tetapi
juga politik dan sosial bagi masyarakat
internasional. Indonesia telah menyatakan
kesiapannya untuk menghapus hambatan
perdagangan dan investasinya, tetapi sambil
mengingatkan agar semua negara di dunia
melakukan hal yang sama.

Harapan
Ditengah ketidakpastian pertumbuhan
ekonomi dunia dan ketidakjelasan validitas
kerja sama G-20, negara-negara anggota
harus mampu meningkatkan komunikasi
dan menghindari kebijakan ekonomi yang
menciptakan dampak negatif. Selain itu,
setiap kebijakan ekonomi harus memiliki
agenda pertumbuhan yang solid dan inklusif.
Indonesia yakin mampu berperan besar dalam
perkembangan ekonomi global. Terlebih
lagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi negara anggota G-20.
Karena itu, Indonesia berkomitmen untuk
menjaga ekonominya terbuka dan kompetitif.
Indonesia berharap negara G-20 juga
berkomitmen untuk menciptakan iklim
ekonomi yang kondusif. Salah satunya
dengan menghilangkan kesenjangan antara
negara maju dan berkembang, terutama di
ranah digital. Untuk itu, negara-negara G-20
dapat memberikan asistensi mengurangi
kesenjangan digital antara negara maju dan

Referensi
Christ Miller, G-20 Meeting Shows Discord,
The Jakarta Post, 9 September 2016, hal.6.
Ganewati Wuryandari, Expectations of RIs
renewed role in G20, The Jakarta Post, 6
September 2016, hal. 6.
Gagasan Baru dari Hangzhou, Kompas, 6
September 2016, hal. 8.
Indonesia memiliki Modal Dasar untuk
Mengembangkan, Kompas, 7 September
2016, hal. 17.
RI Fighting Protectionism, The Jakarta Post,
5 September 2016, hal. 1.
RI Jaga Ekonomi Terbuka, Media Indonesia,
5 September 2016, hal. 1
Solusi dari kekuatan Ekonomi, Kompas, 5
September 2016, hal. 8.
-8-

Majalah

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 17/I/P3DI/September/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KETAHANAN KELUARGA SEBAGAI UPAYA


PENCEGAHAN PERDAGANGAN ANAK
Dinar Wahyuni*)

Abstrak
Terungkapnya berbagai kasus perdagangan anak menyadarkan masyarakat bahwa
perdagangan anak masih terus terjadi. Fenomena perdagangan anak merupakan
indikasi tidak berfungsinya peranan keluarga secara optimal. Karena itu, tulisan ini
mengulas tentang upaya pencegahan perdagangan anak melalui ketahanan keluarga.
Ada tiga komponen dalam membangun ketahanan keluarga, yakni: ketahanan fisik,
sosial, dan psikologis. Peran negara diperlukan dalam mendukung terwujudnya
ketahanan keluarga dalam rangka pencegahan perdagangan anak. Negara harus
menciptakan lingkungan yang kondusif melalui berbagai kebijakannya, termasuk
melalui RUU Ketahanan Keluarga yang akan disusun DPR.

Pendahuluan

anak. Bareskrim Polri juga mencatat kasus


perdagangan orang selama kurun waktu 2012
sampai Mei 2015 mencapai 861 kasus dan 70
persen korban adalah perempuan dan anak.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) mencatat dalam kurun waktu lima
tahun terakhir, kasus perdagangan dan
eksploitasi anak mengalami peningkatan, dari
160 kasus pada 2011, 173 pada 2012, 184 kasus
tahun 2013 meningkat menjadi 263 kasus
di tahun 2014 dan menjadi 345 kasus pada
2015. Dari total 1.125 kasus tersebut, anak
sebagai korban perdagangan berjumlah 252
kasus, anak sebagai korban prostitusi online
sebanyak 303 kasus, dan anak yang mengalami
eksploitasi seks komersial berjumlah 265 kasus.
Masalah perdagangan anak memang
sangat kompleks karena tidak hanya terkait
faktor ekonomi, namun telah meluas ke

Badan Reserse Kriminal Polisi Indonesia


berhasil mengungkap kasus perdagangan 99
anak di kawasan Cipayung, Bogor pada tanggal
30 Agustus 2016 lalu. Kasus ini menambah
panjang daftar perkara perdagangan anak
untuk tujuan eksploitasi seksual. Dalam
Rapat Koordinasi Nasional Gugus Tugas
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
yang berlangsung di Jakarta pada tanggal
23 sampai 25 Agustus 2015, Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, Yohana Yembise menyatakan bahwa
menurut data Mahkamah Agung, Indonesia
merupakan negara dengan TPPO nomor tiga
terbanyak di dunia. Secara rinci, International
Organization for Migration (IOM) merilis data
kasus perdagangan orang sejak Maret 2005
hingga Desember 2014 berjumlah 7.193 kasus
dan 82 persen korban adalah perempuan dan

*) Peneliti Muda Sosiologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: hi_dins@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

Secara struktur, saat ini keluarga cenderung


merupakan nuclear family (keluarga inti
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak), bukan
lagi extended family (keluarga batih yang
terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek, nenek,
paman, dan bibi). Secara fungsi, dari kelima
fungsi seperti yang disebut Zastrow mengalami
pergeseran. Seperti fungsi pengasuhan dan
perawatan yang tidak lagi dilakukan oleh
orang tua (ayah dan ibu) tetapi oleh asisten
rumah tangga. Perubahan-perubahan ini
telah menggoyahkan eksistensi keluarga
sehingga keluarga rentan kegoncangan atau
mudah mengalami disorganisasi. Fenomena
perdagangan anak, menurut Suradi (2013)
adalah indikasi tidak berjalannya fungsi
keluarga. Corak kehidupan materialistis
dan individualistis, memasuki kehidupan
sebagian keluarga di Indonesia. Komunikasi
dan interaksi sosial antara orang tua dan anak
menjadi terbatas dan kurang berkualitas.
Akibatnya proses tumbuh kembang anak akan
terganggu. Adi (2012) menyebut kondisi ini
sebagai isolasi budaya dan isolasi ekonomi yang
disebabkan oleh tingginya mobilitas keluarga.
Dalam kondisi ini, keluarga akan semakin sulit
untuk memelihara hubungan sosial. Selain itu,
perubahan sosial tersebut mendorong ke arah
kehidupan modern yang bertentangan dengan
pemeliharaan jaringan sosial bagi keluarga
dan anak-anaknya. Oleh karena itu, ketahanan
keluarga menjadi hal yang penting dalam
mencegah kasus perdagangan anak.
Menurut Sunarti (2001) ketahanan
keluarga menyangkut kemampuan keluarga
dalam mengelola masalah yang dihadapi
berdasarkan sumber daya yang dimiliki untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Ketahanan
keluarga mempunyai tiga komponen, yakni:
a. Ketahanan fisik apabila terpenuhinya
kebutuhan pangan, sandang, perumahan,
pendidikan dan kesehatan, serta terbebas
dari masalah ekonomi.
b. Ketahanan
sosial
apabila
keluarga
berorientasi pada nilai-nilai agama,
komunikasi
berlangsung
efektif,
komitmen
keluarga
tinggi
(ada
pembagian peran, dukungan untuk
maju, kebersamaan keluarga, membina
hubungan
sosial,
dan
bekerjanya
mekanisme penanggulangan masalah).
c. Ketahanan psikologis keluarga apabila
keluarga mampu menanggulangi masalah
nonfisik, pengendalian emosi secara
positif, dan konsep diri positif.

masalah sosial, politik, dan budaya. Oleh


karena itu, seluruh komponen yang terkait
harus berperan aktif dalam pencegahannya.
Upaya ini dapat dimulai dari lingkungan
keluarga sebagai unit terkecil dalam
masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut,
tulisan ini mengulas upaya pencegahan
perdagangan anak melalui ketahanan keluarga.

Ketahanan Keluarga dan


Perdagangan Anak
Korban kasus perdagangan anak sering
dikaitkan dengan kemiskinan. Namun, pada
kasus 99 anak di Bogor, tidak semuanya
disebabkan dorongan ekonomi. Beberapa
mengaku memiliki masalah dengan keluarga.
Renggangnya hubungan dengan keluarga
menyebabkan orang tua kehilangan kendali
dalam pengawasan anak-anak, sehingga
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
KPAI pernah merilis temuan terkait
perdagangan anak di tahun 2014, dengan
menitikberatkan
peran
keluarga
yang
melatarbelakangi kasus-kasus perdagangan
anak. Selain kurangnya kesadaran untuk
melindungi anak, kemiskinan keluarga, ada
juga pengaruh peran anak dalam keluarga
yang dijadikan salah satu unit ekonomi untuk
menopang kehidupan keluarga. Oleh karena
itu, tampaknya permasalahan perdagangan
anak ini perlu diusut dari kualitas keluarga.
Secara
umum
setiap
keluarga
memiliki sejumlah fungsi. Zastrow (1999)
membagi fungsi keluarga menjadi lima,
yaitu: 1) replacement of the population,
yaitu fungsi keluarga untuk melanjutkan
keturunan; 2) care of the young, yaitu fungsi
pengasuhan dan perawatan terhadap anakanak; 3) socialization of new members,
yaitu fungsi untuk menyosialisasikan nilainilai budaya, norma, dan bahasa kepada
anggota keluarganya; 4) regulation of social
behavior, yaitu fungsi pengaturan perilaku
seksual; 5) source of affection, yaitu fungsi
untuk memberikan kasih sayang. Berjalannya
fungsi-fungsi tersebut dalam keluarga akan
melahirkan individu-individu yang sehat
secara fisik, sosial, dan psikologi. Apabila salah
satu dari kelima fungsi keluarga tersebut tidak
dapat dilaksanakan maka keluarga rentan
mengalami kerapuhan.
Dewasa ini, keluarga mengalami
perubahan struktur dan fungsi seiring
terjadinya perubahan sosial di masyarakat.
- 10 -

Apabila ketiga komponen ketahanan


keluarga tersebut dapat dilaksanakan, maka
akan tercapai ketahanan keluarga yang
kokoh. Ketahanan keluarga yang kokoh akan
melahirkan individu-individu yang berkualitas
dan mampu memilah hal-hal yang sesuai
dengan norma dan budaya yang dimiliki.
Ketahanan keluarga dapat mencegah terjadinya
perdagangan anak.
UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan
Kependudukan
dan
Pembangunan Keluarga, Pasal 48 ayat
(1)
menyebutkan
bagaimana
kebijakan
dilakukan untuk mewujudkan ketahanan
keluarga yaitu dengan cara: (1) meningkatkan
kualitas anak dengan memberikan akses
informasi, pendidikan, penyuluhan, dan
pelayanan tentang perawatan, pengasuhan,
dan perkembangan anak; (2) meningkatkan
kualitas remaja dengan memberikan akses
informasi,
pendidikan,
konseling,
dan
pelayanan tentang kehidupan berkeluarga;
(3) meningkatkan kualitas hidup lansia agar
tetap produktif dan berguna bagi keluarga dan
masyarakat dengan memberikan kesempatan
untuk berperan dalam kehidupan keluarga;
(4) memberdayakan keluarga rentan dengan
memberikan perlindungan dan bantuan untuk
mengembangkan diri agar setara dengan
keluarga lainnya; (5) meningkatkan kualitas
lingkungan keluarga; (6) meningkatkan
akses dan peluang terhadap penerimaan
informasi dan sumber daya ekonomi melalui
usaha mikro keluarga; (6) mengembangkan
cara inovatif untuk memberikan bantuan
yang lebih efektif bagi keluarga miskin; dan
(7) menyelenggarakan upaya penghapusan
kemiskinan terutama bagi perempuan yang
berperan sebagai kepala keluarga. Melalui
kebijakan-kebijakan
tersebut
seharusnya
negara berperan untuk membantu mewujudkan
ketahanan keluarga sehingga perdagangan anak
dapat dicegah.

fisik diperlukan program pemberdayaan


masyarakat dan perluasan lapangan kerja yang
mampu mendorong peningkatan taraf hidup
keluarga dan memberikan akses pendidikan
kepada masyarakat secara luas. Hal tersebut
dilakukan antara lain melalui: program
pengentasan kemiskinan yang dimotori oleh
Kementerian Sosial; serta program Indonesia
Pintar dengan pemberian Kartu Indonesia
Pintar (KIP) bagi anak usia skolah (2-21
tahun) yang berasal dari keluarga miskin dan
rentan untuk meningkatkan angka partisipasi
pendidikan dasar dan menengah serta
meningkatkan angka keberlanjutan pendidikan.
Selain perluasan akses pendidikan, peningkatan
mutu pendidikan dan relevansi pendidikan
dengan kehidupan nyata dalam masyarakat
juga perlu dilakukan.
Kedua, untuk membangun ketahanan
sosial dan ketahanan psikologis diperlukan
program pembangunan sosial budaya dan
pembangunan keluarga sejahtera. Programprogram seperti Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat dari Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, Bina Keluarga Balita dari
Badan
Koordinasi
Keluarga
Berencana
Nasional, Karang Taruna yang diinisiasi oleh
Kementerian Sosial, dan Lembaga Konsultasi
Kesejahteraan Keluarga perlu untuk terus
dikembangkan untuk membantu mewujudkan
ketahanan keluarga.

Penutup
Mengingat
kompleksnya
masalah
perdagangan anak, maka upaya pencegahannya
dapat dimulai dari keluarga sebagai unit
pertama dan utama dalam pembentukan
manusia yang berkualitas. Keluarga memiliki
tugas dalam menjaga kelangsungan dan
keberlanjutan kehidupan baik secara fisik,
sosial, dan psikologis. Namun demikian,
perubahan sosial dan dinamika keluarga
mengancam keharmonisan keluarga. Karena
itu, diperlukan ketahanan keluarga yang kuat
agar keluarga mampu menghadapi perubahan
yang terjadi.
Tiga komponen dalam membangun
ketahanan keluarga adalah ketahanan fisik,
sosial, dan psikologis. Ketiga komponen
tersebut harus berjalan secara seimbang
dan beriringan. Negara harus hadir dalam
mendukung terwujudnya ketahanan keluarga
melalui
kebijakan-kebijakan
sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 48 ayat (1) UU No.
52 Tahun 2009. Untuk memperkuat amanat

Peran Negara Dalam Memperkuat


Ketahanan Keluarga
Dengan semakin tingginya jumlah kasus
perdagangan anak maka perlu dikembangkan
kebijakan sosial yang diarahkan untuk
memperkuat ketahanan keluarga. Mengacu
pada pendapat Sunarti tentang ketahanan
keluarga dan Pasal 48 ayat (1) UU No. 52
Tahun 2009, intervensi negara dapat dilakukan
melalui pengembangan kebijakan:
Pertama, untuk membangun ketahanan
- 11 -

Pasal 48 tersebut, DPR berencana menyusun


RUU Ketahanan Keluarga yang masuk dalam
Program Legislasi Nasional Tahun 2015 - 2019.
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Pasal 28B ayat (1) menyebutkan
bahwa "Setiap orang berhak membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah." Demikian juga ayat (2)
menyatakan bahwa "Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi." Dengan dasar tersebut,
maka selanjutnya pemerintah beserta DPR
RI perlu merumuskan konsep yang lebih jelas
dan komprehensif terkait ketahanan keluarga
sebagai dasar pembangunan keluarga dalam
RUU Ketahanan Keluarga. RUU Ketahanan
Keluarga
diharapkan
menjadi
payung
perlindungan dan pengasuhan keluarga secara
umum dalam mencegah perdagangan anak.

Bareskrim Tangkap 14 Tersangka Perdagangan


Orang,
http://nasional.republika.co.id/
berita/nasional/hukum/16/08/18/
oc3jdq365-bareskrim-tangkap-14tersangka-perdagangan-orang, diakses 6
September 2016.
Jebakan Komunitas Gay, http://x.detik.com/
detail/investigasi/20160906/Germo-GayPun-Mulai-Memangsa-Anak/index.php,
diakses 14 September 2016.
Herien
Puspitawati,
"Kajian
Akademik
Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
Berbasis Ketahanan Keluarga", https://
herienpuspitawati.files.wordpress.
com/2015/05/3-2015-kemiskinanketahanan-keluarga-rev.pdf, diakses pada
tanggal 13 September 2016.
Ketahanan Keluarga: Lingkup, Komponen,
dan
Indikator,
http://febrika.16mb.
com/KPK/Dr.-Euis-Sunarti-LingkupKomponen-Indikator-KETAHANANKELUARGA.pdf, diakses 13 September
2016.
Ketahanan Keluarga, http://www.republika.
co.id/berita/koran/urbana/15/06/30/
nqqwsl39-ketahanan-keluarga, diakses 13
September 2016.
Perdagangan Orang di Indonesia Masih Tiga
Besar Dunia, http://print.kompas.com/
baca/2015/08/24/Perdagangan-Orang-diIndonesia-Masih-Tiga-Besar-Du, diakses 6
September 2016.
Program Indonesia Pintar Melalui Kartu
Indonesia
Pintar,
http://www.tnp2k.
go.id/id/tanya-jawab/klaster-i/programindonesia-pintar-melalui-kartu-indonesiapintar-kip/, diakses tanggal 13 September
2016.
Temuan dan Rekomendasi KPAI tentang
Perlindungan Anak di Bidang Perdagangan
Anak
(Trafficking)
dan
Eksploitasi
Terhadap Anak, http://www.kpai.go.id/
artikel/temuan-dan-rekomendasi-kpaitentang-perlindungan-anak-di-bidangperdagangan-anak-trafficking-daneksploitasi-terhadap-anak/, diakses 15
September 2016.

Referensi
Alawiyah, Faridah. 2015. "Peran Sektor
Pendidikan dalam Peningkatan Kualitas
SDM
sebagai
Upaya
Pencegahan
Perdagangan Orang" dalam Perdagangan
Orang: Pencegahan, Penanganan, dan
Perlindungan Korban. Jakarta: Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data,
dan
Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI
bersama Azza Grafika.
Darahim,
Andarus.
2015.
Membina
Keharmonisan dan Ketahanan Keluarga.
Jakarta: Institut Pembelajaran Gelar
Hidup.
Qoiriah, Nurul. "Tindak Pidana Perdagangan
Orang di Indonesia". Materi disampaikan
pada Focus Group Discussion PraPenelitian Tim Perdagangan Orang
Peneliti Kesejahteraan Sosial Pusat
Penelitian Badan Keahlian DPR-RI.
Jakarta, 14 April 2015.
Soeradi. "Perubahan Sosial dan Ketahanan
Keluarga: Meretas Kebijakan Berbasis
Kekuatan Lokal". Informasi Vol. 18, No.
02, Tahun 2013.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga.
Anak-anak
Korban
Prostitusi
Untuk
Kelompok Gay Dalam Kondisi Labil,
https://news.detik.com/berita/3288852/
anak-anak-korban-prostitusi-untukkelompok-gay-dalam-kondisi-labil,
diakses 8 September 2016.
- 12 -

Majalah

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 17/I/P3DI/September/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PROSPEK EKONOMI DIGITAL BAGI


PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Achmad Wirabrata*)

Abstrak

Kelompok negara G-20 berkomitmen untuk memantapkan ekonomi digital sebagai instrumen
inovatif bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi global, Pemerintah Indonesia memiliki
misi jangka panjang menjadi The Digital Energy of Asia. Adapun potensi ekonomi digital di
Indonesia dapat dilihat dari banyaknya transaksi menggunakan internet. Saat ini pengguna
internet di Indonesia dalam 5 tahun terakhir terus meningkat di atas 12 persen. Meningkatnya
perdagangan digital memberikan dampak yang baik bagi perekonomian. Untuk
memaksimalkan potensi ekonomi digital, terdapat beberapa hambatan seperti permodalan,
pajak, perlindungan konsumen, pembangunan infrastruktur, pengiriman logistik, dan
sumber daya manusia. Pada tahun 2016 pemerintah mempersiapkan roadmap perdagangan
digital untuk mengantisipasi hambatan tersebut serta meningkatkan daya saing. Peran DPR
RI untuk mengawasi program pemerintah berjalan dan mendorong pemerintah menyusun
aturan yang mendukung percepatan pengembangan ekonomi digital.

Pendahuluan

Indonesia tahun 2020 bisa mencapai 130


miliar dolar. Presiden juga mengingatkan
masyarakat
Indonesia
untuk
dapat
melakukan revolusi industri berupa digital
ekonomi yang saat ini telah berkembang di
banyak negara.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia
triwulan I-2016 menunjukkan angka
4,92 persen. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan triwulan 4-2015, yaitu sebesar
5,04 persen tetapi meningkat dibandingkan
triwulan I tahun 2015, yaitu sebesar 4,71
persen. Namun, di tengah lambatnya
pertumbuhan , perekonomian dipercaya
masih akan mampu tumbuh secara optimal
di periode yang akan datang mengingat

Kelompok negara G-20 berkomitmen


untuk memantapkan ekonomi digital sebagai
salah satu bentuk instrumen inovatif bagi
peningkatan pertumbuhan ekonomi global.
Hal ini sejalan dengan tema dan kunci utama
dalam penyelenggaraan KTT G-20 yaitu
pertumbuhan inovatif.
Pemerintah memiliki misi jangka
panjang menjadikan Indonesia menjadi The
Digital Energy of Asia. Berkaitan dengan
hal tersebut, setelah berkunjung ke industri
berbasis digital, seperti kawasan industri
Silicon Valley di California, Presiden Joko
Widodo menginstruksikan 8 Kementerian
untuk berkolaborasi membentuk roadmap
perdagangan digital agar indutri di

*) Peneliti Muda Kebijakan Publik pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: achmad.wirabrata@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

menjanjikan bagi Indonesia di mata investor


asing.
Dalam
memaksimalkan
potensi
ekonomi digital di Indonesia, pemerintah
mengidentifikasi beberapa hambatan seperti
permodalan, pajak, perlindungan konsumen,
pembangunan infrastruktur, pengiriman
logistik, dan sumber daya manusia sehingga
diperlukan reformulasi kebijakan mengenai
ekonomi digital.

masih terdapat sektor potensial yang belum


dikelola dengan baik.
Salah satu sektor yang dipercaya
mampu menopang pertumbuhan ekonomi
tersebut adalah ekonomi digital. Tapscott,
seorang pakar ekonomi digital, (1998)
menjelaskan ekonomi digital sebagai
sebuah sosiopolitik dan sistem ekonomi
yang memiliki ciri sebagai sebuah ruang
intelijen, meliputi informasi, berbagai
akses instrumen informasi dan pemrosesan
informasi, serta kapasitas komunikasi.
Keberadaan ekonomi digital akan ditandai
dengan semakin maraknya perkembangan
bisnis atau transaksi perdagangan yang
memanfaatkan internet sebagai medium
komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi
antarperusahaan ataupun individu.
Ekonomi digital dipercaya akan
mampu menjawab tantangan pembangunan
perekonomian dalam negeri yang belum
stabil. Bentuk ekonomi ini hadir dengan
topografi yang landai, inklusif, dan
memberikan banyak peluang di saat
empat era ekonomi sebelumnya, yakni era
masyarakat pertanian, era mesin pasca
revolusi industri, era perburuan minyak,
dan era kapitalisme korporasi multinasional,
tidak mampu menjawab permasalahan yang
ada.
Di dalam negeri, perkembangan
ekonomi digital sudah tidak dapat diragukan
lagi, terlebih di kota besar seperti Jakarta,
Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar.
Barang kebutuhan dasar yang semula hanya
dapat diperdagangkan dalam transaksi
konvensional, kini sudah dapat dilakukan
dalam
bentuk
perdagangan
digital.
Indonesia telah memiliki perusahaan digital
seperti Go-jek, Blibli, dan Traveloka yang
terus berkembang. Masyarakat (konsumen)
tidak perlu lagi memusingkan waktu dan
biaya tambahan yang harus dikeluarkan
ketika membutuhkan sebuah barang.
Laporan
yang
dipublikasikan
oleh McKinsey & Company (2015)
menyebutkan bahwa perusahaan asal
Indonesia merupakan kompetitor kuat
jika dikaitkan dengan perdagangan digital.
Indonesia merupakan pemain utama dalam
perdagangan digital. Masih dari sumber
yang sama, pertumbuhan perdagangannya
diprediksi akan mampu tumbuh hingga
10 kali lipat dari situasi yang ada saat
ini. Hal ini tentu menjadi portofolio yang

Potensi dan Tantangan


Perkembangan ekonomi digital di
dunia sedemikian pesat yang tergambar
pada beberapa indikator. Nilai investasi
dalam bidang telekomunikasi cukup tinggi
dan dalam tren yang masih terus meningkat.
OECD (2015) mencatat bahwa nilai investasi
bidang telekomunikasi di dunia sejak tahun
2000 mencapai rata-rata 200 miliar dolar
AS per tahun. Sejalan dengan hal tersebut,
total sambungan telekomunikasi yang
terdiri dari telepon analog, digital (ISDN
dan DSL), modem, serat fiber, dan selular
mencapai sekitar 2,1 miliar sambungan pada
tahun 2013. Hal ini menandakan preferensi
masyarakat dunia terhadap telepon selular
semakin tinggi. Jumlah pengguna internet
mengalami peningkatan terutama di Asia.
Pada tahun 2009 pengguna internet di Asia
berjumlah 713 juta orang, di tahun 2015
meningkat lebih dari 200 persen yaitu 1.445
juta orang. Data pengguna internet bisa
dilihat pada Diagram 1 berikut ini.

Diagram 1. Jumlah Pengguna Internet


(dalam juta orang)

Sumber: Emarketer

Dilihat dari segi konsumen, Indonesia


juga merupakan pasar yang sangat potensial.
Sebagai negara dengan jumlah populasi
terbanyak ke-4 di dunia, kekuatan pasar
domestik tentu tidak dapat dipandang
- 14 -

sebelah mata. Terlebih, pendapatan per


kapita yang dimiliki masyarakat Indonesia
menunjukan tren yang selalu positif
meningkat sejak tahun 2006. Industri
digital tentu akan semakin bergairah dengan
kondisi ini.
Pertumbuhan
kelas
menengah
serta penetrasi internet juga tidak dapat
dikesampingkan. Bank Dunia mencatat
bahwa
Indonesia
telah
mengalami
pertumbuhan kelas menengah yang begitu
fantastis sejak krisis moneter tahun 1998.
Pertumbuhan kelas menengah ini diprediksi
akan terus meningkat hingga tahun 2030
dengan populasi sebanyak 141 juta jiwa.
Seperti
yang
sudah
disinggung
sebelumnya, potensi ekonomi digital juga
tidak terlepas dari penetrasi internet yang
ada saat ini. Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) mencatat bahwa
pada tahun 2014, jumlah pengguna internet
di dalam negeri sudah sebanyak 88.1 juta
jiwa dengan penetrasi sebesar 34,9 persen,
meningkat sekitar 16 persen dari tahun
2013 sebesar 71,2 juta jiwa dengan penetrasi
sebesar 28,6 persen. Angka ini diprediksi
akan terus meningkat seiring dengan
majunya teknologi di Indonesia. Litbang
Kompas memprediksi bahwa angka tersebut
akan terus meningkat dan di tahun 2017
jumlahnya akan sebanyak 117 juta jiwa. Hal
ini menjadikan Indonesia sebagai pasar yang
sangat potensial bagi para pedagang atau
pelaku bisnis perdagangan digital.
Potensi yang besar ini tentu tidak
akan mampu digunakan secara optimal
apabila para pemangku kepentingan tidak
mengantisipasi masalah yang akan datang
mengiringi. Salah satu masalah yang cukup
berpotensi adalah hilangnya potensi pajak
dan kekosongan hukum yang mengatur
proses transaksi perdagangan secara digital.
Pusat Studi Prakarsa memperkirakan
bahwa potensi pajak yang bisa digali dari
industri ini bisa mencapai 10-15 triliun
rupiah per tahunnya. Angka ini tentu
bukanlah nominal yang sedikit. Direktur
Jenderal Pajak dalam Surat Edaran
Nomor SE/62/PJ/2013 tentang Penegasan
Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi
e-Dagang menyatakan bahwa tidak ada
pajak baru pada transaksi e-Dagang sehingga
berlaku ketentuan umum dan tidak ada
perbedaan dalam penerapan peraturan
perundang-undangan perpajakan antara

transaksi konvensional dan elektronik.


Ini
tentu
menyebabkan
pemerintah
akan kehilangan potensi penerimaan
negara. Untuk itu penting rasanya bagi
pemerintah untuk melakukan inovasi terkait
pemungutan pajak yang baru dan lebih
aplikatif untuk transaksi digital.
Masalah kekosongan regulasi juga
patut menjadi perhatian bersama. Masih
jelas dalam ingatan pada bulan Maret 2016
lalu telah terjadi aksi unjuk rasa para supir
taksi konvensional atas kehadiran taksi
online. Banyak yang beranggapan bahwa
taksi online merusak tatanan ekonomi yang
sudah ada, namun tidak sedikit pula yang
merasa diuntungkan dengan kehadiran
taksi online. Perdebatan ini tentu dapat
diselesaikan dengan kehadiran sebuah
regulasi.
Di satu sisi, penerapan teknologi
digital
meningkatkan
produktivitas
dan mengurangi biaya produksi. Di sisi
lain, cara berbisnis secara konvensional
pada umumnya menyerap tenaga kerja
lebih
banyak.
Penerapan
teknologi
digital berpotensi menggantikan bisnis
konvensional sehingga dapat mengurangi
penyerapan tenaga kerja. Dalam hal ini
diperlukan kebijakan Pemerintah untuk
memastikan perkembangan ekonomi digital
berdampak positif pada perekonomian
secara keseluruhan.

Upaya Yang Perlu Dilakukan


Pemerintah
Presiden Joko Widodo meminta
semua pemangku kepentingan untuk
mengejar
perkembangan
karena
Indonesia memilik modal dasar
yang
kuat untuk mengembangkan ekonomi
digital. Untuk mengejar ketertinggalan,
Pemerintah menjalin kerja sama dengan
perusahaan perdagangan digital besar
dari Tiongkok, Alibaba Corporation Group
untuk memasarkan produk Indonesia.
Produk Indonesia diharapkan dikenal dan
mendapatkan pasar yang lebih luas sehingga
dapat berkembang. Untuk pengembangan
awal, Pemerintah mendorong program
seribu startup, sebagai usaha rintisan digital
yang dapat menghasilkan 10 miliar dolar
dalam 5 tahun ke depan. Pemerintah juga
menargetkan 8 juta UMKM dapat terhubung
dengan jaringan dagang Alibaba Corporation
Group pada tahun 2020.
- 15 -

Bank Indonesia melaporkan nilai


transaksi perdagangan digital di Indonesia
tahun 2014 mencapai 2,6 miliar dolar
Amerika dan meningkat tahun 2015 menjadi
3,56 miliar dolar Amerika. Diprediksi pada
tahun 2016 ini akan melebihi 4,89 miliar
dolar. Tingginya perputaran uang yang
terjadi dalam proses perdagangan digital
mengharuskan Pemerintah menyiapkan
aturan yang memperkuat penggunaan
sistem digital, aturan keamanan cyber,
serta keamanan data dan internet yang lebih
aman.
Ekonomi
digital
memberikan
dampak pada masalah keamanan, privasi,
dan perlindungan konsumen. Pemerintah
menyiapkan roadmap perdagangan digital
untuk
mengantisipasi
perkembangan
ekonomi digital dengan penekanan pada
7 isu strategis yaitu logistik, pendanaan,
perlindungan
konsumen,
infrastruktur
komunikasi, pajak, pendidikan dan sumber
daya manusia, cyber security. Dengan
disusunnya roadmap ini, diharapkan dapat
mempercepat perkembangan perdagangan
digital yang memiliki daya saing.

Pemerintah diharapkan dapat mempercepat


penyusunan aturan pelaksanaan yang
mendukung program digital ekonomi serta
aturan pajak.

Referensi
Gryseels, Michael est (2015), Sepuluh
Gagasan
untuk
Memaksimalkan
Dampak
Sosio-Ekonomi
TIK
di
Indonesia, McKinsey & Company,
Indonesia.
Tantangan, Arah Kebijakan dan Prospek
Perekonomian
Indonesia,
Bank
Indonesia, 2016.
Ekonomi Digital, Indonesia Memiliki
Modal Dasar unntuk mengembangkan.,
Kompas, 7 September 2016.
Ekonomi Digital Jadi Perhatian Utama
Pertemuan,
http://surabaya.bisnis.
com/read/20160901/95/90956/
ekonomi-digital-jadi-perhatian-utamapertemuan-g20, diakses 5 September
2016.
Indonesia Akan Jadi Pemain Ekonomi
Digital Terbesar di Asia., https://
kominfo.go.id/index.php/content/
detail/6441/Indonesia+Akan+Jadi+Pem
ain+Ekonomi+Digital+Terbesar+di+As
ia+Tenggara/0/berita_satker, diakses 6
September 2016.
Jokowi di KTT G20 Hindari Kebijakan
Ekonomi yang Menciptakan Dampak
Negatif,
http://finance.detik.com/
ekonomi-bisnis/3291039/jokowi-di-kttg20-hindari-kebijakan-ekonomi-yangmenciptakan-dampak-negatif, diakses 6
September 2016.Perdagangan, Layanan
Digital Jadi Langganan, Kompas, 7
September 2016.
Mencermati Ekonomi Digital di Indonesia.,
http://www.theindonesianinstitute.
com/mencermati-ekonomi-digital-diindonesia/, diakses 6 September 2016.
Perdagangan Online, RI Siap Undang
Investor
Sukseskan
E-Commerce.
Neraca. 7 September 2016.
Potensi
Besar
Indonesia
di
Era
Pertumbuhan
Ekonomi
Digital.,
http://www.ui.ac.id/berita/potensibesar-indonesia-di-era-pertumbuhanekonomi-digital.html,
diakses
6
September 2016.

Penutup
Dalam menghadapi persaingan di era
globalisasi ini, banyak negara meningkatkan
perekonomian melalui ekonomi digital.
Presiden Joko Widodo mendukung ekonomi
digital dengan menetapkan Indonesia
sebagai The Digital Energy of Asia.
Indonesia memiliki potensi tingginya jumlah
penduduk, terus meningkatnya jumlah
pengguna internet, serta sumber daya
yang melimpah. Masih terdapat beberapa
potensi yang dapat menjadi penghambat
percepatan pelaksanaan ekonomi digital,
yaitu belum tersedia peraturan yang secara
spesifik mengatur perdagangan digital,
masih rendahnya infrastruktur komunikasi
dan internet, serta masih terdapat
perbedaan teknologi yang signifikan antara
kota dan desa. Pajak yang dihasilkan dari
perdagangan digital dinilai sangat signifikan,
namun belum ada aturan yang jelas,
sehingga dapat mengurangi penerimaan
untuk negara.
Peran
DPR
RI
sesuai
fungsi
pengawasan sangat penting mengawal
perkambangan program digital ekonomi
yang sedang berjalan berkaitan erat
dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
- 16 -

Majalah

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 17/I/P3DI/September/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KTP ELEKTRONIK DAN PEMILIHAN


KEPALA DAERAH SERENTAK 2017
Riris Katharina*)

Abstrak
DPR RI dan Pemerintah telah bersepakat pada tanggal 2 September 2016 bahwa untuk dapat
terdaftar sebagai pemilih dalam Pilkada serentak 2017 harus menggunakan KTP elektronik
atau surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bagi penduduk yang belum
memiliki KTP elektronik namun sudah direkam datanya. Ketentuan ini direkomendasikan untuk
dapat masuk ke dalam Peraturan KPU yang mengatur mengenai Pilkada serentak. Tujuannya
untuk mencegah pemilih fiktif atau mobilisasi pemilih dari luar daerah pemilihan, serta
mendorong agar data kependudukan lengkap dan akurat. Kesepakatan ini dalam perspektif
administrasi publik merupakan kebijakan publik yang dibuat dengan model birokratikpolitik. Hal ini ditandai dengan tidak dilibatkannya kelompok sosial dan masyarakat yang
pada akhirnya menentang kesepakatan ini. Tulisan ini merekomendasikan agar kesepakatan
ini tidak diakomodir dalam Peraturan KPU. Selain merugikan masyarakat pemilih, juga
melanggar ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016.

Pendahuluan

pemilihan untuk memenangkan salah satu


peserta Pilkada saat hari pemungutan suara,
yang selama ini masih merupakan persoalan
dalam pelaksanaan Pilkada. Ketentuan ini
juga diharapkan dapat mendorong agar
data kependudukan lengkap dan akurat.
Dengan demikian, data kependudukan tidak
akan terus menerus dipermasalahkan setiap
kali pemilihan umum (Pemilu). Selain itu,
ketentuan ini diharapkan dapat mendorong
kesadaran masyarakat sekaligus membantu
masyarakat untuk memiliki KTP-el agar lebih
mudah mendapatkan pelayanan publik.
Namun, kesepakatan ini mendapat
tentangan dari Komisi Pemilihan Umum
(KPU). KPU masih keberatan dengan rencana

DPR RI dan Pemerintah dalam


rapat kerja pada tanggal 2 September 2016
bersepakat bahwa persyaratan untuk menjadi
pemilih harus memiliki KTP elektronik (KTPel) atau membawa surat keterangan dari
dinas kependudukan dan catatan sipil untuk
penduduk yang belum memiliki KTP-el namun
sudah melakukan perekaman data dalam
pemilihan kepala daerah (Pilkada). Persyaratan
ini akan dijadikan syarat bagi pemilih yang akan
memberikan hak suaranya dalam Pilkada yang
akan diselenggarakan secara serentak di 101
(seratus satu) daerah pada 15 Februari 2017.
DPR RI meyakini bahwa ketentuan
tersebut dapat mencegah pemilih fiktif atau
pemilih yang dimobilisasi dari luar daerah

*) Peneliti Madya Administrasi Negara pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: riris.katharina@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

ini mengingat di dalam masyarakat masih ada


jutaan masyarakat yang belum melakukan
perekaman data sehingga terancam kehilangan
hak konstitusional untuk memilih. Menurut data
yang disampaikan Kementerian Dalam Negeri,
terdapat 5,2 juta calon pemilih yang belum
melakukan perekaman data kependudukan
sebagai syarat memperoleh KTP-el. Bahkan,
2,4 juta pemilih pemula berpotensi belum
mempunyai KTP-el. Sedangkan menurut
catatan Kompas, masih ada kurang lebih 22
juta warga yang belum memiliki KTP-el. Dalam
perhitungannya, Kompas memperkirakan ada
sekitar 5 juta warga yang belum melakukan
perekaman data dan kependudukan elektronik
yang berada di 101 daerah yang akan
melaksanakan Pilkada serentak pada tahun 2017.
Selain itu, kesepakatan tersebut juga
dinilai melanggar ketentuan Pasal 200A ayat
(4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
Pasal 200A ayat (3) menyatakan bahwa surat
keterangan sementara dari kepala dinas yang
menyelenggarakan urusan kependudukan dan
catatan sipil di kabupaten/kota sebagai syarat
terdaftar sebagai pemilih dapat digunakan
paling lambat sampai dengan bulan Desember
2018 dan ayat (4) menyatakan bahwa syarat
dukungan sebagai pemilih menggunakan KTPel terhitung sejak bulan Januari 2019.

Dalam konteks KTP-el, dalam Pasal 58


ayat (4) UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan disebutkan
bahwa KTP-el digunakan untuk antara lain
pelayanan publik; perencanaan pembangunan;
alokasi anggaran; pembangunan demokrasi; dan
penegakan hukum dan pencegahan kriminal.
Khusus dalam kaitannya dengan Pilkada, manfaat
KTP-el terkait dengan pemanfaatan pembangunan
demokrasi. Pemanfaatan tersebut antara lain
untuk penyiapan data agregat kependudukan
per kecamatan (DAK2) dan/atau penyiapan
data penduduk potensial pemilih Pemilu
(DP4). Hal tersebut menunjukkan keterkaitan
antara KTP-el dan Pilkada. Artinya, KTP-el
memang dimaksudkan akan bermanfaat dalam
pelaksanaan Pilkada. Namun, masalah muncul
ketika, DPR RI dan Pemerintah bersepakat untuk
menjadikan KTP-el sebagai persyaratan seseorang
terdaftar sebagai pemilih, ketika belum seluruh
masyarakat memiliki KTP-el.

KTP Elektronik: Masalah dan


Penyelesaiannya
UU Nomor 24 Tahun 2013 yang disahkan
pada tanggal 24 Desember 2013 menyatakan
bahwa KTP-el merupakan kewajiban Pemerintah
untuk memberikannya kepada setiap penduduk.
KTP-el harus sudah dimiliki oleh setiap
penduduk paling lambat 5 tahun sejak UU ini
disahkan. Artinya, paling lambat pada tahun
2018 setiap penduduk sudah harus memiliki
KTP-el.
Namun, tampaknya Pemerintah pada
awal berlakunya UU Nomor 24 Tahun 2013
berprinsip semakin cepat semakin baik.
Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan
Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2013
tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang
Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis
Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional
yang berisi ketentuan bahwa KTP Nonelektronik tetap berlaku bagi penduduk
yang belum mendapatkan KTP-el sampai
dengan paling lambat tanggal 31 Desember
2014. Namun, kenyataan berkata lain, belum
seluruh penduduk memiliki KTP-el. Akhirnya,
Pemerintah memperpanjang penyelesaian
masalah KTP-el hingga 30 September 2016.
Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2013,
Pemerintah sesungguhnya masih memiliki
waktu setidaknya 2 (dua) tahun lagi untuk
segera menyelesaikan masalah KTP-el ini.

KTP Elektronik dan Pilkada


KTP-el merupakan sebuah bentuk dari
digital government atau e-government yang
muncul sebagai sebuah fenomena pada abad
ke-21. E-government dapat didefinisikan
sebagai aplikasi dari teknologi pada proses
pemerintahan dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada konstituen (Coleman,
2008:4). Dalam e-government, teknologi
informasi digunakan untuk meningkatkan
akses publik kepada informasi, untuk
menyediakan
transaksi
pelayanan
yang
lebih nyaman, dan untuk meningkatkan
partisipasi publik dalam menyusun peraturan
pemerintah, dan hal lainnya. E-government
juga mendorong tujuan yang lebih besar
dalam meningkatkan efisiensi, penguatan, dan
keberlanjutan demokrasi, dan meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi pemerintah.
- 18 -

yang tidak bisa memilih dan kehilangan hak


politiknya. Koordinator Nasional Jaringan
Pendidikan Pemilih (JPPR), Masykurudin
Hafidz, menyatakan kesepakatan itu dapat
menimbulkan ketidakpuasan calon pemilih
dan dapat memicu kemarahan warga
pada Pilkada akibat permasalahan dalam
pengurusan KTP-el. Komisioner Ombudsman,
Amzulian Rifai, bahkan meminta agar Menteri
Dalam Negeri realistis terhadap kondisi yang
ada.
Kedua, dalam perspektif administrasi
publik,
masalah
KTP-el
yang
belum
seluruhnya diterima penduduk dan dicoba
diatasi dengan memberlakukan persyaratan
KTP-el untuk terdaftar sebagai pemilih, telah
memperlihatkan ketidakmampuan Pemerintah
dalam mengidentifikasi masalah dalam
implementasi KTP-el.
Dalam pengalaman empirik berbagai
negara, rintangan dalam e-government dibagi ke
dalam 4 (empat) masalah yaitu: 1. E-government
sebagai proyek pemerintah dilakukan dalam
skala besar, akibatnya hilangnya standar teknis
yang mengakibatkan gagalnya penerapan
e-government; 2. Penduduk tidak mempercayai
Pemerintah untuk mengumpulkan, menyimpan,
dan bertindak atas data personal mereka; 3.
Kebanyakan Pemerintah terfragmentasi secara
birokratis dan secara internal resisten terhadap
perubahan; 4. Akses kepada komputer dan
keahlian tidak terdistribusi secara baik di dalam
populasi (Coleman, 2008:9).
Pemerintah, melalui Kementerian Dalam
Negeri hingga saat ini belum menjelaskan
kepada publik apa yang menjadi kendala
Pemerintah dalam menerapkan KTP-el bagi
seluruh penduduk, sehingga sampai saat ini
masih banyak penduduk yang belum memiliki
KTP-el. Dari keempat tantangan penerapan
e-government tersebut, belum tergambar
secara jelas apa yang menjadi tantangan
utama penerapan KTP-el. Dalam pembahasan
Rancangan UU Pilkada, Pemerintah pada
saat itu menyiratkan keinginan untuk
menyukseskan program KTP-el bagi seluruh
penduduk melalui pencantuman persyaratan
sebagai pemilih.
Dari dua pandangan di atas, sebaiknya
DPR RI dan Pemerintah mencabut kesepakatan
yang sudah dibuat pada tanggal 2 September
2016 dan KPU kembali berpegang kepada
ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016, yaitu
penggunaan KTP-el sebagai persyaratan
pemilih dilakukan pada Januari 2019. Dengan

Munculnya kesepakatan antara DPR RI


dan Pemerintah dalam pembahasan Pilkada
serentak pada tanggal 2 September 2016
mengenai perlu diaturnya persyaratakan
sebagai pemilih harus memiliki KTP-el dan
sudah merekam data kependudukannya dalam
Peraturan KPU telah menimbulkan pertanyaan,
apa yang menjadi sasaran dari kesepakatan ini?
Dilihat dari kaca mata administrasi
publik, kesepakatan antara DPR RI dan
Pemerintah dapat dimaknai dua hal. Pertama,
terkait dengan penyelenggaraan Pilkada
serentak tahun 2017, masalah KTP-el, ketika
belum seluruh penduduk memiliki KTP-el
sesungguhnya belum menjadi kendala. UU
Nomor 10 Tahun 2016 telah mengatur bahwa
penggunaan surat keterangan sementara dari
kepala dinas yang menyelenggarakan urusan
kependudukan dan catatan sipil di kabupaten/
kota sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih
dapat digunakan paling lambat sampai dengan
bulan Desember 2018 dan syarat dukungan
calon perseorangan maupun sebagai syarat
terdaftar sebagai pemilih dengan menggunakan
KTP-el terhitung sejak bulan Januari
2019. Artinya, Pilkada serentak yang akan
diselenggarakan pada tahun 2017 belum wajib
menggunakan KTP-el untuk dapat terdaftar
sebagai pemilih. Ketika sebenarnya tidak ada
masalah, namun tetap dikeluarkan keputusan
yang mensyaratkan KTP-el sebagai persyaratan
pemilih, dapat dikatakan bahwa model
keputusan semacam ini merupakan model
keputusan birokratik-politik. Dalam keputusan
ini ada kepentingan politik dalam Pilkada yang
berusaha dicapai melalui masalah administrasi
kependudukan (KTP-el yang belum seluruh
penduduk memilikinya).
Keputusan dengan model birokratikpolitik
dilakukan
dengan
membangun
koalisi, tawar menawar, perjanjian, kooptasi,
melindungi informasi dan membagi strategi
dalam rangka kepentingan personal ataupun
organisasi (Clay&Scaffer, 1984 dalam Turner
& Hulme, 1997:69). Model birokratik-politik
dicirikan dengan meninggalkan peran kelas
sosial dan kelompok kepentingan. Dalam
hal ini, KPU sebagai pelaksana Pilkada dan
merupakan bagian dari kelompok kepentingan
tidak diajak bicara mengenai kesepakatan
ini, apalagi masyarakat. Akibatnya, berbagai
penolakan
terhadap
kesepakatan
ini
dilontarkan. Komisioner KPU, Hadar Navis
Gumay, khawatir apabila kesepakatan tersebut
dilaksanakan akan ada banyak penduduk
- 19 -

demikian dalam Pilkada serentak tahun 2017


nanti, masih diperkenankan pendaftaran
pemilih dengan KTP non-elektonik. Masalah
pemilih fiktif dalam Pilkada dapat diatasi
dengan memperketat pemutakhiran data calon
pemilih oleh KPU provinsi dan kabupaten/
kota, khususnya oleh Petugas Pemutakhiran
Data Pemilih (PPDP). PPDP yang telah
berpengalaman diharapkan dapat bekerja
profesional untuk menjamin hak para pemilih.
Peran masyarakat luas sebagai stakeholder juga
harus dilibatkan agar lebih aktif menggunakan
hak pilihnya.
Dalam rangka mengatasi masalah KTPel yang belum seluruh penduduk memilikinya
dapat dilakukan dengan cara Pemerintah
mengidentifikasi masalah utama yang dihadapi.
Setelah ditemukan masalah utamanya, lalu
dapat dicari solusinya. Dalam perkembangan
terakhir, Dirjen Kependudukan dan Catatan
Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri
mengeluarkan kebijakan berupa membuka
kanal-kanal
pengaduan
di
Kementerian
Dalam Negeri berupa web, email, alamat
kotak pengaduan, nomor telepon, nomor
faksimile, facebook, twitter, dan SMS, serta
di tingkat provinsi/kabupaten/kota dapat
mengadu melalui nomor handphone dan
WhatsApp pejabat terkait layanan administrasi
kependudukan. Dari kebijakan yang dikeluarkan
ini terkesan bahwa pejabat pemberi layanan
administrasi
kependudukan
yang
tidak
menjalankan tugasnya dengan baik. Bila masalah
itu yang utama, tentunya pengawasan yang
dilakukan oleh Dirjen Dukcapil harus lebih
baik lagi. Membuka kanal-kanal pengaduan
hanya akan efektif bagi penduduk yang melek
informasi dan teknologi. Namun, sebagaimana
disampaikan oleh JPPR, bahwa ada banyak
penduduk yang belum memiliki KTP-el tidak
memiliki akses pada informasi dan teknologi,
contohnya masyarakat yang tinggal di
pedalaman

organisasi yang membuat keputusan tersebut.


DPR RI sebagai lembaga politik memiliki
kepentingan politik dalam Pilkada, sementara di
pihak Pemerintah mencoba mengatasi masalah
KTP-el melalui alat politik, yaitu Pilkada.
Masalah pemilih fiktif dalam Pilkada salah
satunya dapat diatasi dengan pemberlakuan
KTP-el. Namun, belum seluruhnya penduduk
memiliki KTP-el menyebabkan solusi ini tidak
dapat diambil sebagai sebuah kebijakan. Apalagi
berbagai payung hukum telah mengatur bahwa
persyaratan sebagai pemilih dalam Pilkada baru
dapat diterapkan pada bulan Januari 2019.
Tulisan ini merekomendasikan agar
kesepakatan DPR RI dan Pemerintah terkait
penggunaan KTP-el sebagai syarat pemilih
dalam Pilkada serentak 2017 dicabut dan tidak
dimasukkan dalam Peraturan KPU. Untuk
menghindari pemilih fiktif, peran KPU Daerah
sangat penting. Pengalaman Pilkada sebelumnya
diharapkan dapat menghasilkan pemutakhiran
data pemilih yang lebih valid dan dilakukan
secara profesional.
Terkait dengan KTP-el, Pemerintah perlu
mengidentifikasi kendala utama yang dihadapi
penduduk dalam mendapatkan KTP-el. Membuka
kanal-kanal pengaduan tanpa mengetahui
masalah utama dari KTP-el itu, hanya akan
membuat kebijakan tersebut berjalan tidak
efektif.

Referensi:
Hak Suara Pemilih Bisa Hilang: KPU Minta agar
KTP Non-Elektronik dan Kartu Keluarga
Tetap Diizinkan, Kompas, 5 September 2016.
Hsinchun Chen, et.all (ed), Digital Government:
E-Government Research, Case Studies, and
Implementation, Springer, USA, 2008.
Mark Turner & David Hulme, Governance,
Administration & Development: Making
the State Work, Kumarian Press, USA, 1997
Miftah Thoha, Birokrasi Politik & Pemilihan
Umum Di Indonesia, Penerbit Kencana,
Jakarta, 2014.
Soal
Pendataan
e-KTP
untuk
Pilkada,
Ombudsman
Minta
Mendagri
Realistis,
http://www.tribunnews.com/
nasional/2016/09/05/soal-pendataan-e-ktpuntuk-pilkada-ombudsman-minta-mendagrirealistis, diakses tanggal 7 September 2016.
Syarat Memiliki e-KTP Dapat Memicu
Konflik, Kompas, 7 September 2016.

Penutup
Kesepakatan antara DPR RI dan
Pemerintah terkait dengan dijadikannya KTPel sebagai persyaratan terdaftar sebagai pemilih
dalam Pilkada serentak 2017 dalam perspektif
administrasi publik merupakan kebijakan yang
diambil dengan model birokratik-politik. Hal
ini tampak dari tidak dilibatkannya kelompok
masyarakat dan kelompok kepentingan dalam
pembahasannya. Kebijakan dengan model
semacam ini sangat kental kepentingan
- 20 -

Anda mungkin juga menyukai