www.optimaprep.com
PSKIATRI
PPDGJ-III
Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
F70: Ringan (IQ 50-69)
F71: Sedang (IQ 35-49)
F72: Berat (IQ 20-34)
F73: Sangat Berat (<20)
294. Ansietas
Diagnosis
Characteristic
Gangguan panik
Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi
dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di
antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.
Gangguan
penyesuaian
Gangguan cemas
menyeluruh
PPDGJ
Paranoid
merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik
Katatonik
Skizotipal
Waham menetap
hanya waham
Psikotik akut
Skizoafektif
Residual
Simpleks
Terapi Antipsikotik
Key points for using antipsychotic therapy:
1.
2.
3.
4.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Fobia sosial
Ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the
family circle)
Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
Fobia khas
Ansietas terbatas pada objek atau situasi fobik tertentu
Situasi fobik sedapat mungkin dihindari
297. Depresi
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ
Depresi
Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu
Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2
minggu.
DSM-IV Criteria
299. Delirium
Deliriumkesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian
Pedoman diagnostik:
Gangguan kesadaran & perhatian
Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya ingat,
disorientasi)
Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
Gangguan siklus tidur-bangun
Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan
Penyebab:
Penatalaksanaan Delirium
Tujuan Terapi
a. Mencari dan mengobati penyebab delirium
b. Memastikan keamanan pasien
c. Mengobati gangguan perilaku terkait delirium, misalnya agitasi
psikomotor
Penatalaksanaan
Kondisi pasien harus dijaga agar terhindar dari risiko kecelakaan selama
perawatan.
Apabila pasien telah memperoleh pengobatan, sebaiknya tidak menambahkan
obat pada terapi yang sedang dijalanin oleh pasien.
Bila belum mendapatkan pengobatan, pasien dapat diberikan obat anti
psikotik. Obat ini diberikan apabila ditemukan gejala psikosis dan atau agitasi,
yaitu: Haloperidol injeksi 2-5 mg IntraMuskular (IM)/ IntraVena (IV). Injeksi
dapat diulang setiap 30 menit, dengan dosis maksimal 20 mg/hari.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160230/
Likely to be widely used because of its global accessibility, marked sedating effect,
and its ability to treat violent patients without causing stupor
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/psychiatry-psychology/schizophrenia-acute-psychosis/
http://www.nel.edu/26-2005_4_pdf/NEL260405R03_Mohr.pdf
300. Demensia
Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III):
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
Tidak ada gangguan kesadaran (clear
consciousness)
Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling
sedikit 6 bulan
Skizofrenia (F20)
Gejala positif berlangsung minimal 1 bulan
Biasanya ada fase prodromal
Perjalanan penyakit bisa:
Berkelanjutan
Episodik dengan kemunduran progresif/stabil
Episodik berulang
Remisi tak sempurna
Remisi sempurna
Diagnosis
Amnesia
Karakteristik
Gangguan
Disosiatif
Hilang daya ingat mengenai
kejadian stressful atau traumatik yang
baru terjadi (selektif)
Fugue
Stupor
Trans
Motorik
Konvulsi
Anestesi &
kehilangan
sensorik
PPDGJ
305. Ansietas
Diagnosis
Characteristic
Gangguan panik
Gangguan fobik
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.
Gangguan
penyesuaian
Gangguan cemas
menyeluruh
306. Phobia
Fobia Khas
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara
lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian
Kriteria diagnosis:
gejala psikologis, perilaku, atau otonom merupakan manifestasi primer dari
ansietasnya dan bukan sekunder dari gejala lain seperti waham atau pikiran
obsesif,
ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu,
menghindari situasi fobik merupakan gejala yang menonjol
309. Depresi
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ
Terapi Farmakologis
Karakteristik
Gangguan somatisasi
Hipokondriasis
Disfungsi otonomik
somatoform
Nyeri somatoform
Gangguan Dismorfik
Tubuh
Gangguan Hipokondrik
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
Keyakinan yang menetap adanya sekurangkurangnya 1 penyakit fisik yang serius,
meskipun pemeriksaan yang berulang tidak
menunjang
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit/abnormalitas fisik
Mood
disorder
1 or more
episodes of
mania or
hypomania
history of one
or more major
depressive
episodes
Bipolar
disorder
can be mixed
Increase suicide
risk
With/without
psychosis
Epidemiology
Bipolar disorder
Bipolar disorder I
Bipolar disorder II
more common in
women
Etiology
Trauma
Anatomic
abnormalities
Environmental
factors
Genetic
Others
Remain unclear
Exposure to
chemicals or
drugs
314-315. PIKIRAN
1.
2.
3.
4.
Description
Illusion
Delusion
Incoherence
Depersonalization
Derealization
Symptoms
Description
Hallucination
Idea of Reference
Dereism
Loosening of
associations
Idea of reference
Circumstantiality
Waham :
Keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, tiidak
sesuai dengan realitas dan budaya yang berlaku di
lingkungan kehidupan pasien.
Deskripsi Waham :
Waham aneh/bizarre
Waham sistematik
Waham Nihilistik
Waham Somatik
Waham Paranoid ;
- Waham besar
- Waham cemburu
- Waham kejar
Waham kendali
- Thought withdrawal
- Thought insertion
- Thought broadcasting
Waham Erotis / Erotomania
Jenis-jenis waham:
1. waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil dan
aneh (contoh: makhluk angkasa luar menanamkan
elektroda di otak manusia)
2. waham sistematik: keyakinan yang keliru atau
keyakinan yang tergabung dengan satu tema/kejadian
(contoh: orang yang dikejar-kejar polisi atau mafia)
3. waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa diri dan
lingkungannya atau dunia tidak ada atau menuju
kiamat
Jenis-jenis waham:
4.
5.
Jenis-jenis waham:
c.
Jenis-jenis waham:
6. waham cemburu: keyakinan yang keliru yang
berasal dari cemburu patologis tentang
pasangan yang tidak setia
7. erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya
pada wanita, merasa yakin bahwa seseorang
sangat mencintainya
8. waham curiga : kecurigaan yang berlebihan atau
irasional dan tidak percaya dengan orang lain
316. Pertusis
Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit
Pertusis
Stadium:
Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268overview
AGE
2 to 24
months
RSV
Human metapneumovirus
Parainfluenza viruses
Influenza A and B
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus
Streptococcus
pneumoniae
Chlamydia
trachomatis
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenzae (type B
and nontypable)
Chlamydophila pneumoniae
2 to 5 years
S. pneumoniae
M. pneumoniae
H. influenzae (B and
nontypable)
C. pneumoniae
Older than 5
years
Rhinovirus
Adenovirus
Influenza A and B
M. pneumoniae
C. pneumoniae
S. pneumoniae
ADDIPOSE
Carb
Carb
SKEL MUSCLE
Carb
1.Glycogen synthesis
2.Glycogenolysis
3.Gluconeogenesis
4.hepatic Glu uptake
Fat
1.Lipogenesis
2.Ketogenesis
Protein
1.Protein breakdown
2.Protein synthesis
Fat
1.Lipolysis
Fat
1. Lipolysis
2.Trigly formation
Protein
Protein
-----------------
1.Protein synthesis
2.Protein breakdown
Many minor
salivary glands in
mucosa of cheeks,
lips, palate.
Mumps
Salah satu penyebab parotitis
Satu-satunya penyebab parotitis
yang mengakibatkan occasional
outbreak
Disebabkan oleh paramyxovirus,
dengan predileksi pada kelenjar
dan jaringan syaraf.
Penyebaran penyakit ini adalah
melalui droplet dan insidens
puncak pada usia 5-9 tahun.
Imunisasi dengan live attenuated
vaccine sangat berhasil (98%)
Penularan terjadi sejak 6 hari
sebelum timbulnya
pembengkakan parotis sampai 9
hari kemudian.
Bisa tanpa gejala
Mumps Treatment
Conservative, supportive medical care is indicated for
patients with mumps.
No antiviral agent is indicated, as mumps is a selflimited disease.
Encouraging oral fluid intake
Refrain from acidic foods and liquids as they may cause
swallowing difficulty, as well as gastric irritation.
Analgesics (acetaminophen, ibuprofen)
Topical application of warm or cold packs to the
swollen parotid may soothe the area.
AGE
2 to 24
months
RSV
Human metapneumovirus
Parainfluenza viruses
Influenza A and B
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus
Streptococcus
pneumoniae
Chlamydia
trachomatis
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenzae (type B
and nontypable)
Chlamydophila pneumoniae
2 to 5 years
S. pneumoniae
M. pneumoniae
H. influenzae (B and
nontypable)
C. pneumoniae
Older than 5
years
Rhinovirus
Adenovirus
Influenza A and B
M. pneumoniae
C. pneumoniae
S. pneumoniae
Pneumonia
Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
Signs and symptoms :
Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
Di
samping
batuk
atau
kesulitan
bernapas,
hanya
terdapat
napas
cepat
saja.
SEVERE PNEUMONIA
No
tachypnea,
no chest
indrawing
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA
rawat jalan
Kotrimoksasol
(4 mg TMP/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari atau
Amoksisilin
(25 mg/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari.
Do
not
adm
inist
er
an
anti
bioti
c
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA
Tatalaksana Pneumonia
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
5-40% (emedicine)
322. Hypersentivity
Derajat sedang
gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau
laring dengan dispnea, batuk dan mengi.
Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi.
Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
Derajat berat
awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang
sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat
kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis.
Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejangkejang.
Henti jantung dan koma jarang terjadi.
Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan
yang irreversible.
Risiko kematian tertinggi terjadi pada anak dengan stadium klinis 3 atau 4,sehingga harus segera
dimulai terapi ARV.
Anak usia < 12 bulan dan terutama < 6 bulan memiliki risiko paling tinggi untuk menjadi progresif atau
mati pada nilai CD4 normal.
Nilai CD4 dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang dideritanya. Bila mungkin harus ada
2 nilai CD4 di bawah ambang batas sebelum ARV dimulai.
Bila belum ada indikasi untuk ARV lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4 setiap 3-6 bulan sekali, atau
lebih sering pada anak dan bayi yang lebih muda
Palpable purpura
Arthralgias
GI involvement
Glomerulonephritis
Male:Female (1.5:1)
Renal disease is more severe in adults
PATHOGENESIS
Likely mechanism thought to be an immunecomplex mediated disease with deposits in
the glomerular capillaries, dermal capillaries
and GI tract.
Mesangial deposits of IgA are the same as
those seen in IgA nephropathy
PRECIPITATING ANTIGENS
INFECTIONS
Upper respiratory
tract infection
Measles
Rubella
Parvovirus B19
Mycoplasma
Coxsackie virus
Toxocara
Amebiasis
Salmonella
C.difficile
H.pylori
Adenovirus
Legionella
Tuberculosis
Mumps
Streptococcus
Morganella morganii
PRECIPITATING ANTIGENS
Drugs
Vancomycin
Streptokinase
Ranitidine
Cefuroxime
Diclofenac
Enalapril
Captopril
Other:
Food hypersensitivity
Cold exposure
Autosomal recessive
Chronic granulomatous
disease
Myelodysplastic
syndrome
Small cell lung cancer
Breast cancer
GI INVOLVEMENT: more
common in children. Symptoms
include abdominal pain, nausea,
vomiting, diarrhea, constipation
or bowel intussusception. May
present with GI bleeding.
Renal disease
in up to 50% of patients; May
present with hematuria; Usually
resolve spontaneously.
Can have mild
glomerulonephritis leading to
microscopic hematuria and can
lead to a rapidly progressive
glomerulonephritis with RBC
casts
Palpable purpura
Arthritis/arthralgias
more common in adults and
most common in knees and
ankles. Generally self-limiting
DIAGNOSTIC EVALUATION
DIAGNOSIS
Generally a clinical diagnosis
Skin Biopsy: can be helpful and used to
confirm IgA and C3 deposits and
leukocytoclastic vasculitis.
Renal Biopsy: not usually needed for
diagnosis. Will show mesangial IgA deposits
and segmental glomerulonephritis
MANAGEMENT
Usually self-limiting (1-6 weeks)
Steroids:
may decrease tissue edema, may aid in arthralgias
and some abdominal pain
Has not been shown to be beneficial in kidney
disease or dermal manifestations
Does not lessen chance of recurrence
Does not shorten duration of disease
Nefrotik vs Nefritik
Diagnosis
Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata,
perut, tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan
jumlah urin. Urin dapat keruh/kemerahan
Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai,
ascites, edema skrotum/labia. Terkadang
ditemukan hipertensi
Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif 2+,
rasio albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai
hematuria. Hipoalbumin (<2.5g/dl),
hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Penurunan
fungsi ginjal dapat ditemukan.
Jenis GGA
GGA prarenal: dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat
atau kemoterapi, lupus nefritis, nekrosis tubular akut, SHU, HSP
GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi
saluran kemih, sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik
Manifestasi klinis:
Endemic goiter
Hipotiroid: fatigue, weight
gain, cold intolerance, dry
skin, constipation, or
depression
Kretinism
Retardasi mental
Patofisiologi
Saat pertama terjadi defisiensi iodium
pembesaran tiroid sbg proses adaptif (goiter)
benjolan difus lama kelamaan nodular
beberapa nodul menjadi autonomous &
mensekresikan hormon tirod yg tidakbergantung
pada TSH. hormon tiroid yg disekresikan oleh
kelenjar normal berkurang untuk menjaga
euthyroidism sedangkan kelenjar yang
autonomous bisa menyebabkan hyperthyroidism.
Ketika defisiensi iodium semakin parah
produksi hormon tiroid jauh berkurang pasien
mengalami hipotiroid
Recommended daily
allowance (RDA) menurut
WHO:
Adults and adolescents > 12
years - 150 mcg/day
Pregnant women & Lactating
women - 200 mcg/day
Children aged 7-12 years - 120
mcg/day
Children aged 2-6 years 90
mcg/day
Infants 50 mcg/day
331. Morbili
Paramyxovirus
Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg
blm divaksinasi
Anak usia sekolah yang
gagal imunisasi
Prodromal
Hari 7-11 setelah
eksposure
Demam, batuk,
konjungtivitis,sekret
hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)
Enanthem ruam
kemerahan
Kopliks spots muncul 2
hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.
Morbili
KOMPLIKASI
Terapi:
Suportif, pemberian vitamin A 2
x 200.000 IU dengan interval 24
jam.
Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru
Clinical features:
Step ladder fever in
the first week, the
persist
Abdominal pain
Diarrhea/constipation
Headache
Coated tongue
Hepatosplenomegaly
Rose spot
Bradikardia relatif
Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi perifer
Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)
Pemeriksaan serologis
Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
Tubex Test
Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi)
Kultur Typhoid
Bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum
tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di
dalam urine dan feses.
Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah
media empedu (gall) dari sapi
Media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.
typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.
Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena
mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat
pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan
penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan.
Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari-hari.
Mekanisme GNAPS
Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi
dalam glomerulus yang kemudian akan merusak
glomerulus
Proses autoimun kuman Streptokokus yang
bersifat nefritogenik dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak protein
glomerulus (molecular mimicry)
Streptokokus nefritogenik dan membran basalis
glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membran basalis glomerulus.
Hasil:
Positif jika indurasi >= 10mm status terinfeksi TB
Ragu-ragu jika 5-9 mm
Negatif < 5 mm
335. Bronkiolitis
Infection (inflammation) at
bronchioli
Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma
Bronkhiolitis
Bronchiolitis
Vaksin BCG
Vaksin BCG diberikan pada umur <3 bulan, sebaiknya pada
anak dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif.
Efek proteksi timbul 812 minggu setelah penyuntikan.
Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk
anak, 0,05 ml untuk bayi baru lahir.
VaksinBCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas pada insersio M.deltoideus sesuai anjuran WHO,
tidak di tempat lain (bokong, paha).
Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif pada
umur lebih dari 3 bulan.
Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan
bakteri tahan asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH
profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi
dapat diberi BCG.
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam/
kejang: DPL, GDS, elektrolit, urinalisis, kultur darah/urin/feses
Pungsi lumbal dilakukan utk menyingkirkan meningitis
sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan untuk usia 1218 bulan, > 18 bln tidak rutin dilakukan
Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
25-39
339. Dengue
Pemeriksaan Penunjang
Pemantauan Rawat
339. Leukemia
340. Asma
Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik episodik,
nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri
dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi
Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing
Inflammation causes obstruction of airways by:
Acute bronchoconstriction
Swelling of bronchial wall
Chronic production of mucous
Remodeling of airways walls
The cardinal
features
airway hyperresponsiveness
excessive airway
mucus
production
airway
inflammation
elevated serum
immunoglobulin
E (IgE) levels
http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg
Asma persisten
Frekuensi serangan
< 1x /bulan
> 1x /bulan
Sering
Lama serangan
< 1 minggu
1 minggu
Diantara serangan
Tanpa gejala
Normal
Obat pengendali
Tidak perlu
Perlu, steroid
Perlu, steroid
>15%
< 30%
< 50%
Pembahasan
Pada soal diberikan data BB
15 kg dengan tinggi badan
84 cm
IMT anak tersebut adalah
15/ (0,842) = 15/0.7056=
21,25
344. Klasifikasi
dehidrasi
Penanganan
Rehidrasi: dapat diberikan oral/parenteral tergantung
status dehidrasinya
Tanpa dehidrasi TERAPI A
5 cc/kg ORS setiap habis muntah
10cc/kg ORS setiap habis mencret
Pemberian Pertama
30 ml/kgbb selama :
Pemberian Berikut
70 ml/kgbb selama :
1 jam
5 jam
30 menit
2.5 jam
Terapi medikamentosa
Antibiotik, bila terdapat indikasi (eg. kolera, shigellosis, amebiasis, giardiasis)
Probiotik
Zinc
Diberikan dalam dosis 20 mg untuk anak di atas 6 bulan, dan 10 mg untuk bayi berusia
kurang dari 6 bulan selama 10 hari
Causative
Agents
Staphylococci
B cereus
C perfringens
Pathogenesis
Enterotoxin acts on
receptors in the gut that
transmit impulses to
the medullary centers
Diagnosis and
Treatment
Symptomatic
treatment
and cramps
Diarrheal: Lasts for 24 h
Mainly vomiting after 1-6 h and
mainly diarrhea after 8-16 h after
ingestion; lasts as long as 1 d
Enterotoxin produced in
the gut, and food causes
hypersecretion in the
small intestine
Culture of
clostridia in food
and stool
Symptomatic
treatment
Causative
Agents
C botulinum
Enterotoxic E coli
(eg, traveler's
diarrhea)
Diagnosis and
Treatment
Toxin present in
Canned foods (eg, smoked fish,
Toxin absorbed
food, serum, and
mushrooms, vegetables, honey)
from the gut
stool.
Descending weakness and paralysis
blocks the release Respiratory
start 1-4 d after ingestion, followed
of acetylcholine in
support
by constipation.
the neuromuscular Intravenous
Mortality is high
junction
trivalent antitoxin
from CDC
Contaminated water and food (eg,
Enterotoxin
salad, cheese, meat)
causes
Acute-onset watery diarrhea starts
hypersecretion in
Supportive
24-48 h after ingestion
small and large
treatment
Concomitant vomiting and
intestine via
No antibiotics
abdominal cramps may be present.
guanylate cyclase
It lasts for 1-2 d
activation
Pathogenesis
Cytotoxin results
in endothelial
Diagnosis with
damage and leads
stool culture
to platelet
Supportive
aggregation and
treatment
microvascular
No antibiotics
fibrin thrombi
Causative
Agents
Enteroinvasive
E coli
Enteroaggregat
ive E coli
Contaminated imported
cheese
Usually watery diarrhea
(some may present with
dysentery)
Implicated in traveler's
diarrhea in developing
countries
Can cause bloody diarrhea
Pathogenesis
V cholera
C jejuni
Enterotoxin
produces secretion
Shigalike toxin
facilitates invasion
Bacteria clump on
the cell surfaces
Enterotoxin causes
hypersecretion in
small intestine
Infective dose
usually is 107 -109
organisms
Uncertain about
endotoxin
production and
invasion
Supportive treatment
No antibiotics
Causative
Agents
Pathogenesis
Shigella
Salmonella
Yersinia
Organisms invade
epithelial cells and
produce toxins
Infective dose is 102
-103 organisms
Enterotoxinmediated diarrhea
followed by invasion
(dysentery/colitis)
production
Gastroenteritis and
mesenteric adenitis
Direct invasion and
enterotoxin
Polymorphonuclear
leukocytes (PMNs), blood,
and mucus in stool
Positive stool culture
Oral rehydration is mainstay
Trimethoprimsulfamethoxazole (TMPSMX) or ampicillin for severe
cases
No opiates
Polymorphonuclear
leukocytes and blood in stool
Positive stool culture finding
No evidence that antibiotics
alter the course but may be
used in severe infections
346.
Anemia mikrositik
Defisiensi besi (nutritional,
perdarahan kronis)
Keracunan kronik logam (lead)
Thalassemia
Anemia sideroblastik
Inflamasi kronik
Anemia normositik
Anemia hemolitik kongenital
Mutasi hemoglobin
Defek enzim sel darah merah
Kelainan membran sel darah merah
Anemia hemolitik didapat
Antibody-mediated
Anemia hemolitik mikroangiopatik
Anemia hemolitik sekunder pada infeksi akut
Kehilangan darah akut
Penyakit ginjal kronik
Anemia penyakit kronik
Anemia makrositik
Sumsum tulang megaloblastik
Defisiensi vitamin B12
Defisiensi asam folat
Asiduria orotik herediter
Thiamine-responsive anemia
Sumsum tulang tidak megaloblastik
Anemia aplastik
Sindrom diamond-blackfan
Hipotiroidism
Penyakit hati
Infiltrasi sumsum tulang
Anemia diseritropoietik
TETANUS
Diagnosis
Tanda dan Gejala
Riwayat persalinan yang kurang higienis, ditolong oleh tenaga nonmedis dan
perawatan tali pusat yang tidak higienis
Bayi sadar, mengalami kekakuan (spasme) berulang bila terangsang atau
tersentuh
Bayi malas minum
Mulut mencucu (carper mouth)
Trismus (mulut sulit dibuka)
Perut teraba keras seperti papan
Opistotonus
Anggota gerak spastik (boxing position)
Tali pusat kotor/berbau
Pemeriksaan Penunjang
Hanya dilakukan untuk membedakan dengan sepsis atau meningitis
Pungsi lumbal
Darah rutin, kultur, dan sensitivitas
Grade 2 (sedang)
Trismus sedang,
rigiditas lebih jelas,
spasme ringan atau sedang namun
singkat,
penyulit pernafasan sedang dengan
takipneu.
Grade 3 (berat)
http://bja.oxfordjournals.org/content/87/3/477/T1.expansion.html
Tatalaksana
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6
jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari
Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum
5000 U IM
Lini I: Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 710 hari; Lini II Penisilin prokain 100.000 U/kg dosis tunggal selama 7-10
hari
Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Langkah promotif/preventif :
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat
secara steril
Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
348.
Morbili/Rubeola/Campak
Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat
EKSANTEMA AKUT
EXTRACORPUSCULAR HEMOLYSIS
Nonimmune
Immune
Hereditary Spherocytosis
A genetically determined haemolytic aneamia
characterized by spherical shaped RBC,s
Characteristic appearance: round cells with
smaller diameter
Lack of area of central pallor, decrease surface
to volume ratio
Defective vertical protein interaction with lipid
loss of lipid bilayer spherocyte formed
Severity of HS
Mild HS
20 to 30 percent
No anemia,
Little splenomegaly or
jaundice
Normal hemoglobin levels
Moderate HS
60 to 75 percent of cases
Moderate anemia
Have high reticulocyte counts,
Elevated serum bilirubin
concentrations.
splenomegaly mild to
moderate
Severe HS
5 percent
marked hemolysis and
marked anemia,
hyperbilirubinemia, 17-70
micro mole/L
Marked splenomegaly
Gall bladder stones
Blood Chemistry
Bilirubin: Increased
Indirect bilirubin
Urine urobilinogen:
increased
Methaemalbumin:
Increased
LDH: Increased
Haptoglobin: Decreased
Haemopexin: Decreased
350. Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di
common
pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis
http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/healthgeneral/first-aid/451--hemostasis.html
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
Typical deficits
Water: 6 L, or 100 mL per kg
body weight
Sodium: 7 to 10 mEq per kg body
weight
Potassium: 3 to 5 mEq per kg
body weight
Phosphate: ~1.0 mmol per kg
body weight
BERAT BADAN
BBL rendah: berat badan <
2500
BBL sangat rendah : berat
badan bayi baru lahir kurang
dari 1500 gram.
BBL sangat-sangat rendah :
berat badan bayi baru lahir
kurang dari 1000 gram.
354. THALASSEMIA
Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
Diturunkan secara autosomal resesif
Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
Secara genotip:
Thalassemia beta yang mayoritas ditemukan di Indonesia
Thalassemia alfa
PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA
Pucat kronik
Hepatosplenomegali
Ikterik
Perubahan penulangan
Perubahan bentuk wajah
facies cooley
Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
Riwayat keluarga +
Riwayat transfusi
Ruang traube terisi
Osteoporosis
Hair on end pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(contd)
Pemeriksaan darah
Analisis Hb
Pucat
Hair on End
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru
Clinical features:
Step ladder fever in
the first week, the
persist
Abdominal pain
Diarrhea/constipation
Headache
Coated tongue
Hepatosplenomegaly
Rose spot
Bradikardia relatif
Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi perifer
Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)
Pemeriksaan serologis
Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
Tubex Test
Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi)
Kultur Typhoid
Bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum
tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di
dalam urine dan feses.
Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah
media empedu (gall) dari sapi
Media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.
typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.
Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena
mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat
pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan
penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan.
Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari-hari.
357.
Morbili/Rubeola/Campak
Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
Paramyxovirus
Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg
blm divaksinasi
Anak usia sekolah yang
gagal imunisasi
Prodromal
Hari 7-11 setelah
eksposure
Demam, batuk,
konjungtivitis,sekret
hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)
Enanthem ruam
kemerahan
Kopliks spots muncul 2
hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.
Morbili
KOMPLIKASI
Terapi:
Suportif, pemberian vitamin A 2
x 200.000 IU dengan interval 24
jam.
Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:
EKSANTEMA AKUT
ISK
3 bentuk gejala UTI:
Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
Pemeriksaan Penunjang :
Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
Biakan urin dan uji sensitivitas
Kreatinin dan Ureum
Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>10 5 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI
Tatalaksana
Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
Umum (Suportif)
Masukan cairan yang cukup
Edukasi untuk tidak menahan berkemih
Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
Hindari konstipasi
Khusus
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
Pada bayi muda
Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
359. Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma
Marasmus
wajah seperti orang tua
kulit terlihat longgar
tulang rusuk tampak
terlihat jelas
kulit paha berkeriput
terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor
edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Stabilisasi
H 1-2
Transisi
H 3-7
Rehabilitasi
H 8-14
mg
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
tanpa Fe
+ Fe
361.
Jenis vaksin
Hepatit
i s B
Polio
BCG
DTP
Hib
PCV
Rotavirus
e
Influ nza
Campak
MMR
Tifoid
Hepatit
i s A
Varisela
HPV
Lahir
Bulan
5
6
12
15
18
24
Tahun
7
8
10
12
18
3
1
1 kali
6 (Td)
7(Td)
4
4
Ulangan 1 kaliptia tpahun
1
Keterangan
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i)
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http
: //
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html)
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel
1. Vaksin hepatit
i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit
i s B
dan imunoglobulin hepatit
i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit
i s B
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit
Bs mon o valen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan,
a optiml umur 2 bulan. Apabila
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun
diberikan vaksin Td, dibooster setia
p 10 t ahun.
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR
sudah diberikan pada 15 bulan.
2
1
3
2
Ulangan tia 3 t ahun
2 kali, interval 6-12 bulan
1 kali
3 kali
6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n
) pada anak umur kurang dari 9 tahun
diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
interval 0,2,6 bulan.
Di
samping
batuk
atau
kesulitan
bernapas,
hanya
terdapat
napas
cepat
saja.
SEVERE PNEUMONIA
No
tachypnea,
no chest
indrawing
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA
rawat jalan
Kotrimoksasol
(4 mg TMP/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari atau
Amoksisilin
(25 mg/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari.
Do
not
adm
inist
er
an
anti
bioti
c
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA
Tatalaksana Pneumonia
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
364. Bronkiolitis
Infection (inflammation) at
bronchioli
Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma
Bronkhiolitis
Bronchiolitis
Bronchiolitis:
Management
Mild disease
Symptomatic therapy
Moderate to Severe diseases
Life Support Treatment : O2,
IVFD
Etiological Treatment
Anti viral therapy (rare)
Antibiotic (if etiology
bacteria)
Symptomatic Therapy
Bronchodilator: controversial
Corticosteroid: controversial
(not effective)
Tatalaksana Bronkiolitis
Walaupun pemakaian nebulisasi
dengan beta2 agonis sampai saat
ini masih kontroversi, tetapi
masih bisa dianjurkan dengan
alasan:
Pada bronkiolitis selain terdapat
proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian
perifer saluran napas (bronkioli)
Beta agonis dapat meningkatkan
mukosilier
Sering tidak mudah membedakan
antara bronkiolitis dengan
serangan pertama asma
Efek samping nebulasi beta agonis
yang minimal dibandingkan
epinefrin.
Sari Pediatri
Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf
Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf
THT-KL
Rinoskopi posterior:
Massa tumor kenyal, warna abu-abu, merah muda, kebiruan
Mukosa tumor hipervaskularisasi, dapat ulserasi
Physical Exam.
Diagnosis
Treatment
Surgery
Radiotherapy,
chemoradiation,
surgery.
Surgery
Surgery
367. Rhinosinositis
Diagnosis
Clinical Findings
Acute Rhinosinusitis
Chronic sinusitis
Dentogen sinusitis
Telinga
Hidung
Laryng
Trachea
Telinga
Hidung
Laryng
Trachea
Pinset bayonet
Pinset telinga
Alligator forcep
Cerumen hook
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Petunjuk diagnostik:
Otorea rekuren/kronik
Penurunan pendengaran
Perforasi membran timpani
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Weber
Schwabach
Sama dengan
pemeriksa
Diagnosis
Positif
Negatif
Tuli konduktif
Positif
Tuli sensorineural
Tes bisik
Panjang ruangan minimal 6 meter
Nilai normal: 5/6-6/6
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Normal
Keloid
May develop at the same piercing site on the lobe.
Terapi:
374. Tonsilitis
Acute tonsillitis:
Bakteri penyebab: GABHS, pneumococcus,
S. viridan, S. pyogenes.
Detritus tonsilitis folikularis
Detritus bergabung, membentuk alur
tonsillitis lakunaris
Gejala: nyeri tenggotok, odinofagia,
demam, malaise, otalgia.
Th: penicillin atau erythromicin
Tonsilitis kronik
Tonsil membesar dengan permukaan tidak
rata, kriptus melebar, & beberapa terisi
detritus.
Gejala: rasa mengganjal, kering, & halitosis
376. Rhinosinositis
Diagnosis
Clinical Findings
Acute Rhinosinusitis
Chronic sinusitis
Dentogen sinusitis
Ca laring
Granuloma
Karakteristik
Papilloma laring
Granuloma
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
379. Tonsilitis
Acute tonsillitis:
Bakteri penyebab: GABHS, pneumococcus,
S. viridan, S. pyogenes.
Detritus tonsilitis folikularis
Detritus bergabung, membentuk alur
tonsillitis lakunaris
Gejala: nyeri tenggotok, odinofagia,
demam, malaise, otalgia.
Th: penicillin atau erythromicin
Tonsilitis kronik
Tonsil membesar dengan permukaan tidak
rata, kriptus melebar, & beberapa terisi
detritus.
Gejala: rasa mengganjal, kering, & halitosis
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
Weber
Schwabach
Diagnosis
Positive
No lateralization
The sama as
examiner
Normal
Negative
prolong
Conductive deafness
Positive
Lateralize to better
hearing ear
shortened
Sensorineural deafness
AS
Rinne (-): konduktif
Schwabach memendek: sensorineural
AD
Rinne (+): sensorineural
Schwabach memanjang: konduktif
Weber lateralisasi ke kanan tuli konduktif kanan lebih berat atau
sensorineural kiri lebih berat.
382. Tonsillitis
Acute tonsillitis:
Viral: similar with acute rhinits +
sore throat
Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
Detritus follicular tonsillitits
Detritus coalesce lacunar tonsillitis.
Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
Th: penicillin or erythromicin
Chronic tonsillitis
Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
Lymphoid tissue is replaced by scar widened
crypt, filled by detritus.
Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
383. BPPV
BPPV disebabkan oleh debris yang berasal dari
utrikulus (nama lama: otolith, nama baru: canalith)
masuk ke kanalis semisirkularis & melekat pada kupula
atau mengambang di dalam endolimf.
383. Vertigo
Peripheral Vertigo
Central Vertigo
Brainstem, cerebellum,
cerebrum
Onset
Sudden
Gradual
Nausea, vomitting
Severe
Varied
Hearing symptom
Often
Seldom
Often
Compensation/resolution
Fast
Slow
Spontaneous nystagmus
Horizontal, rotatoir
Vertical
Paresis
Normal
Involving
Neurologic symptom
Positional nystagmus
Calory nystagmus
383. Vertigo
Vertigo of peripheral origin
Condition
Details
BPPV
Menieres disease
Vestibular neuronitis
Acute labyrinthitis
Labyinthine infarct
383. Vertigo
Vertigo of central origin
Condition
Details
Migraine
Vascular disease
Multiple sclerosis
Vestibular epilepsy
Cerebellopontine tumours
384. Rhinitis
Diagnosis
Rinitis alergi
Karakteristik
Rhinitis vasomotor keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
perubahan hormonal, dan pajanan obat . Pasien datang dengan keluhan
hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien.
Pada pagi hari saat bangun tidur, kondisi memburuk karena adanya
perubahan suhu yang ekstrem, udara yang lembab, dan karena adanya
asap rokok
Rinitis atrofi /
ozaena
Rinitis
medikamentosa
385. Epistaksis
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring.
Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang
hampir 90% dapat berhenti sendiri.
Klasifikasi
1. Epistaksis Anterior
Paling sering berasal dari Pleksus Kiesselbach, yang merupakan sumber
perdarahan paling sering dijumpai pada anak-anak.
Selain itu juga dapat berasal dari Arteri EthmoidalisAnterior.
Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan
tindakan sederhana.
2. Epistaksis Posterior
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari Arteri Sfenopalatina dan
Arteri Ethmoidalis Posterior.
Sering terjadi pada orang dewasa yang menderita hipertensi, arteriosklerosis,
atau penyakit kardiovaskuler.
erdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Faktor Risiko
1. Trauma.
2. Infeksi/alergi seperti: rhinitis, sinusitis.
3. Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti
pada aterosklerosis, nefritis kronik.
4. Riwayat penggunaan obat-obatan seperti koumarin, NSAID, aspirin,
warfarin, heparin, tiklodipin.
5. Riwayat pemakaian semprot hidung steroid jangka lama.
6. Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal
maupun nasofaring.
7. Kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan
epistaksis ialah perdarahan telangiektasis heriditer (hereditary
hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease).
8. Adanya deviasi septum.
9. Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi,
tekanan udara rendah atau lingkungan udaranyasangat kering.
Normal
Tuli Kondukif
Positif
Negatif
Tuli
Sensorineural
Positif
Tes Weber
Tidak ada
lateralisasi
Lateralisasi ke
telinga sakit
Lateralisasi ke
telinga sehat
Sama dengan
pemeriksa
Memanjang
Memendek
Tes Swabach
388. Otomikosis
Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Lingkungan
Genetik
Otitis media sebelumnya.
Infeksi
Infeksi saluran nafas atas
Autoimun
Alergi
Gangguan fungsi tuba eustachius.