Anda di halaman 1dari 288

Seminar Optima Preparation

Batch Februari 2016


Part IV
No. 291 s/d 390
Office Address:

Jl Padang no 5, Manggarai, Setiabudi, Jakarta


Selatan
(Belakang Pasaraya Manggarai)
Phone Number : 021 8317064
Pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
Medan :
Jl. Setiabudi No. 65 G, Medan
Phone Number : 061 8229229
Pin BB : 24BF7CD2

www.optimaprep.com

dr. Widya, dr. Eno, dr. Yolina


dr. Resthie, dr. Yusuf
dr. Reza
dr. Cemara, dr. Zanetha

PSKIATRI

291. Mental Retardation

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

PPDGJ-III
Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
F70: Ringan (IQ 50-69)
F71: Sedang (IQ 35-49)
F72: Berat (IQ 20-34)
F73: Sangat Berat (<20)

292. Gangguan Persepsi

Persepsi = Proses pemindahan stimulus fisik menjadi


informasi psikologik

Deskripsi gangguan persepsi :


Halusinasi : Penginderaan/persepsi sensoris tanpa
adanya stimulus eksternal
Ilusi : Salah persepsi/salah interpretasi terhadap
stimulus eksternal yg nyata
Derealisasi : persepsi subyektif bahwa lingkungan
berubah aneh/tidak nyata
Depersonalisasi : persepsi subyektif bahwa orangorang disekitarnya berubah asing/aneh
Fugue : menjadi identitas baru disertai amnesia
terhadap identitas lamanya

293.Gangguan Obsesi Kompulsi


Berdasarkan PPDGJ-III, Gejala-gejala obsesifkompulsif harus mencakup hal-hal sebagai berikut :
Harus disadari sebagai pikiran atau implus dari diri sendiri.
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak
berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan oleh penderita.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan
merupakan hal yang memberi kepuasan atau
kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa cemas yang
berlebihan.
Gagasan, bayangan pikiran, atau implus tersebut harus
merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan
(unpleasantly repetitive).

294. Ansietas
Diagnosis

Characteristic

Gangguan panik

Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi
dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di
antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan fobik

Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.

Gangguan
penyesuaian

Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu


<3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita
akibat kematian orang lain.

Gangguan cemas
menyeluruh

Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp


minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan
motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).

PPDGJ

295, 307. Skizofrenia


Skizofrenia

Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1


bulan

Paranoid

merasa terancam/dikendalikan

Hebefrenik

15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,


senyum sendiri

Katatonik

stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea

Skizotipal

perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran


obsesif berulang

Waham menetap

hanya waham

Psikotik akut

gejala psikotik <2 minggu.

Skizoafektif

gejala skizofrenia & afektif bersamaan

Residual

Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang


memenuhi skizofrenia

Simpleks

Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek


tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).

Terapi Antipsikotik
Key points for using antipsychotic therapy:
1.
2.

3.
4.

An oral atypical antipsychotic drug should be considered as


first-line treatment.
Choice of medication should be made on the basis of prior
individual drug response, patient acceptance, individual sideeffect profile and cost-effectiveness, other medications being
prescribed and patient co-morbidities.
The lowest-effective dose should always be prescribed
initially, with subsequent titration.
The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication
should be within the manufacturers recommended range.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006

Obat Antipsikotik Tipikal dan Atipikal

296. Gangguan fobik sosial


Gangguan ansietas fobik terbagi menjadi tiga:
Agorafobia
Ansietas harus terbatas pada setidaknya dua situasi berikut: bayak orang/keramaian,
tempat umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri
Pasien menghindari situasi fobik (house bond)

Fobia sosial
Ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the
family circle)
Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol

Fobia khas
Ansietas terbatas pada objek atau situasi fobik tertentu
Situasi fobik sedapat mungkin dihindari

297. Gangguan Mental Akibat Trauma

297. Terapi PTSD


Direkomendasikan pemberian SSRI (TCA bila
SSRI tidak tersedia)
Fluoxetin 10 mg
Sertraline 25 mg
Respon dan evaluasi penggunaan obat dilakukan
setiap 4-6 minggu

297. Depresi
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.

Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ

Depresi
Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu
Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2
minggu.

Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.
Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode
depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.
PPDGJ

DSM-IV Criteria

298. Gangguan Ansietas

Macam-macam Gangguan Ansietas

299. Delirium
Deliriumkesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian
Pedoman diagnostik:
Gangguan kesadaran & perhatian
Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya ingat,
disorientasi)
Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
Gangguan siklus tidur-bangun
Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan

Penyebab:

SSP: kejang (postictal)


Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia
Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi
Obat-obatan
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.

Penatalaksanaan Delirium
Tujuan Terapi
a. Mencari dan mengobati penyebab delirium
b. Memastikan keamanan pasien
c. Mengobati gangguan perilaku terkait delirium, misalnya agitasi
psikomotor
Penatalaksanaan
Kondisi pasien harus dijaga agar terhindar dari risiko kecelakaan selama
perawatan.
Apabila pasien telah memperoleh pengobatan, sebaiknya tidak menambahkan
obat pada terapi yang sedang dijalanin oleh pasien.
Bila belum mendapatkan pengobatan, pasien dapat diberikan obat anti
psikotik. Obat ini diberikan apabila ditemukan gejala psikosis dan atau agitasi,
yaitu: Haloperidol injeksi 2-5 mg IntraMuskular (IM)/ IntraVena (IV). Injeksi
dapat diulang setiap 30 menit, dengan dosis maksimal 20 mg/hari.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160230/

Acute schizophrenia is typically associated with severe agitation, which


can result from such symptoms as frightening delusions, hallucinations,
or suspiciousness, or from other causes, including stimulant abuse.
Antipsychotics and benzodiazepines can result in relatively rapid calming
of patients.
Benzodiazepine usually use combine with antipsychotic typical
Lorazepam 1-2 mg IM

Parenteral Antipsychotic atypical can also be used:


Ziprasidone 20 mg
Olanzapine (Zyprexa)

With highly agitated patients, intramuscular administration of


antipsychotics produces a more rapid effect.
Haloperidol IM (easier to do) or IV, initially 2-10 mg.
Then every 4-8 hours, according to the response.
The total maximum dose is 18 mg.

Chlorpromazineif haloperidol not available


not recommend for rapid tranquillization because
Local irritant
if given intramuscularly,risk of cardiovascular complications, in particular hypotension,
especially in the doses required for rapid tranquillization.

Likely to be widely used because of its global accessibility, marked sedating effect,
and its ability to treat violent patients without causing stupor

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/psychiatry-psychology/schizophrenia-acute-psychosis/

http://www.nel.edu/26-2005_4_pdf/NEL260405R03_Mohr.pdf

300. Demensia
Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III):
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
Tidak ada gangguan kesadaran (clear
consciousness)
Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling
sedikit 6 bulan

Mild Cognitive Impairment (MCI) dan


Demensia

Mild cognitive impairment (MCI)merupakan permulaan dari


terjadinya demensia. Pada MCI, gangguan umumnya pada analisa
dan pengambilan keputusan sehingga belum mengganggu kegiatan
sehari-hari seperti mandi, makan, memakai sepatu dll seperti yang
terdapat pada demensia.

301. Terapi Insomnia


1.
2.

Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)


Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur) Obat yang


dibutuhkan adalah bersifat Sleep inducing anti-insomnia yaitu
golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada gangguan
anxietas
Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya) Obat yang dibutuhkan adalah
bersifat Prolong latent phase Anti-Insomnia, yaitu golongan
antidepresan (Trisiklik, Tetrasiklik, SSRI) Misalnya pada gangguan
depresi
Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat
yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining Anti-Insomnia,
yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long
acting).

Antidepresan dalam Tatalaksana Insomnia

302-303. Skizofrenia (F20)


Gejala psikotik + kesadaran jernih
Halusinasi auditorik (commenting, commanding)
Waham bizarre:
Waham dikendalikan, dipengaruhi, passivity
Thought echo, broadcasting, insertion, withdrawal
Waham kejar, rujukan, kebesaran yang mustahil

Asosiasi longgar, inkoherensi, neologisme


Perilaku katatonik
Gejala-gejala negatif: menarik diri, malas, afek
tumpul, hilang minat

Skizofrenia (F20)
Gejala positif berlangsung minimal 1 bulan
Biasanya ada fase prodromal
Perjalanan penyakit bisa:
Berkelanjutan
Episodik dengan kemunduran progresif/stabil
Episodik berulang
Remisi tak sempurna
Remisi sempurna

Jenis Skizofrenia (F20)


Berdasarkan gejala yang menonjol
Skizofrenia paranoid (F20.0)
Waham (biasanya: paranoid) + halusinasi

Skizofrenia hebefrenik (F20.1)


Disorganisasi afek, perilaku dan psikomotor

Skizofrenia Katatonik (F20.2)


Gangguan psikomotor: stupor, gelisah, rigiditas,
negativisme, dll

304. Gangguan Disosiatif (Konversi)


Gejala utama adalah adanya kehilangan dari
integrasi normal, antara:
ingatan masa lalu,
kesadaran identitas dan penginderaan segera, &
kontrol terhadap gerakan tubuh

Terdapat bukti adanya penyebab psikologis,


kejadian yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu
Tidak ada bukti adanya gangguan fisik.
PPDGJ

Diagnosis
Amnesia

Karakteristik

Gangguan
Disosiatif
Hilang daya ingat mengenai
kejadian stressful atau traumatik yang
baru terjadi (selektif)

Fugue

Melakukan perjalanan tertentu ke tempat di luar kebiasaan, tapi


tidak mengingat perjalanan tersebut.

Stupor

Sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan volunter & respons


normal terhadap rangsangan luar (cahay, suara, raba)

Trans

Kehilangan sementara penghayatan akan identitias diri &


kesadaran, berperilaku seakan-akan dikuasai kepribadian lain.

Motorik

Tidak mampu menggerakkan seluruh/sebagian anggota gerak.

Konvulsi

Sangat mirip kejang epileptik, tapi tidak dijumpai kehilangan


kesadaran, mengompol, atau jatuh.

Anestesi &
kehilangan
sensorik

Anestesi pada kulit yang tidak sesuai dermatom.


Penurunan tajam penglihatan atau tunnel vision (area lapang
pandang sama, tidak tergantung jarak). Contoh: buta konversi dan
tuli konversi

PPDGJ

305. Ansietas
Diagnosis

Characteristic

Gangguan panik

Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan


perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif
bebas dari gejala di antara serangan panik.

Gangguan fobik

Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.

Gangguan
penyesuaian

Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku


dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak
berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.

Gangguan cemas
menyeluruh

Ansietas berlebih terus menerus disertai ketegangan motorik


(gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).

306. Phobia
Fobia Khas
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara
lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian

Kriteria diagnosis:
gejala psikologis, perilaku, atau otonom merupakan manifestasi primer dari
ansietasnya dan bukan sekunder dari gejala lain seperti waham atau pikiran
obsesif,
ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu,
menghindari situasi fobik merupakan gejala yang menonjol

Acrophobia fear of heights


Agoraphobia fear of open places
Hydrophobia fear of water
Claustrophobia fear of closed spaces
Cynophobia fear of dogs
PPDGJ

308.Manajemen Depresi dan Ansietas

Ansietas berhubungan dengan depresi.Oleh karena itu, pengobatan ansietas


juga menggunakan antidepresan. DOC: antiddepresan SSRI.
Diagnosis dan Tatalaksana Depresi dan Ansietas di Layanan Primer, dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K), 2014

309. Depresi
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.

Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ

Terapi Non Farmakologis


PSIKOTERAPI
interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial
depresi dan hub pasien dengan orang lain
cognitive - behavioral therapy : berfokus pada mengoreksi
pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan
rasa pesimis pasien

ELECTROCONVULSIVE THERAPY (ECT): aman dan


efektif, namun masih kontroversial
diindikasikan pada :
depresi yang berat diperlukan respons
yang cepat, respon terhadap obat jelek

Terapi Farmakologis

Dosis Obat Antidepresan

310. Jenis Skizofrenia (F20)


Berdasarkan gejala yang menonjol
Skizofrenia paranoid (F20.0)
Waham (biasanya: paranoid) + halusinasi

Skizofrenia hebefrenik (F20.1)


Disorganisasi afek, perilaku dan psikomotor

Skizofrenia Katatonik (F20.2)


Gangguan psikomotor: stupor, gelisah, rigiditas,
negativisme, dll

311-312. Gangguan Somatoform


Diagnosis

Karakteristik

Gangguan somatisasi

Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1


seksual, 1 pseudoneurologis).

Hipokondriasis

Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik
somatoform

Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat,


tremor, flushing.

Nyeri somatoform

Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik
Tubuh

Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Jika memang ada kelainan fisik yang kecil,
perhatian pasien pada kelainan tersebut akan
dilebih-lebihkan
PPDGJ

Gangguan Hipokondrik
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
Keyakinan yang menetap adanya sekurangkurangnya 1 penyakit fisik yang serius,
meskipun pemeriksaan yang berulang tidak
menunjang
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit/abnormalitas fisik

313. Bipolar Disorder

Mood
disorder

1 or more
episodes of
mania or
hypomania

history of one
or more major
depressive
episodes

Bipolar
disorder

can be mixed
Increase suicide
risk

With/without
psychosis

Epidemiology
Bipolar disorder

Mean age onset: 20

Bipolar disorder I

one or more manic


or mixed mood
episodes

affects men and


women equally

Bipolar disorder II

one or more major


depressive episodes
and at least one
hypomanic episode

more common in
women

Etiology
Trauma

Anatomic
abnormalities

Environmental
factors

Genetic

Others

Remain unclear

Exposure to
chemicals or
drugs

Secondary Cause of Bipolar Mania

Acute Manic Algorithm Therapy

Acute Depressive Episode

Pharmacological Therapy of Bipolar


Disorder

Pharmacological Therapy of Bipolar


Disorder Cont...

314-315. PIKIRAN

1.
2.
3.
4.

Gangguan Bentuk Pikir :


Ketidak mampuan mengorganisasikan proses pikir
membentuk ide bertujuan
Jenis-2 Gangguan Bentuk / Arus Pikir :
Inkoherensi
: gagasan satu dengan lain tidak
berhubungan, tidak logis, secara keseluruhan tidak
dapat dimengerti.
Asosiasi longgar: bentuk lebih ringan dari inkoherensi.
Asosiasi bunyi : gagasan satu dengan yang lain
dirangkaikan oleh kesamaan bunyi
Neologisme
: membentuk logika baru yang hanya
dimengerti oleh pasien

314. Sign & Symptom


Symptoms

Description

Illusion

Perceptual misinterpretation of a real external stimulus.

Delusion

False belief, based on incorrect inference about external reality,


that is firmly held despite objective and obvious contradictory
proof or evidence and despite the fact that other members of
the culture do not share the belief.

Incoherence

Communication that is disconnected, disorganized, or


incomprehensible.

Depersonalization

Sensation of unreality concerning oneself, parts of oneself, or


one's environment that occurs under extreme stress or fatigue.

Derealization

Sensation of changed reality or that one's surroundings have


altered.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

Symptoms

Description

Hallucination

False sensory perception occurring in the absence of any relevant


external stimulation of the sensory modality involved.

Idea of Reference

Misinterpretation of incidents and events in the outside world as


having direct personal reference to oneself; occasionally observed
in normal persons, but frequently seen in paranoid patients.

Dereism

Mental activity that follows a totally subjective and idiosyncratic


system of logic and fails to take the facts of reality or experience
into consideration. Characteristic of schizophrenia.

Loosening of
associations

a disorder in the logical progression of thoughts, manifested as a


failure to communicate verbally adequately; unrelated and
unconnected ideas shift from one subject to another

Idea of reference

Misinterpretation of incidents and events in the outside world as


having direct personal reference to oneself. If present with
sufficient frequency or intensity or if organized and systematized,
they constitute delusions of reference.

Circumstantiality

Disturbance in the associative thought and speech processes in


which a patient digresses into unnecessary details and
inappropriate thoughts before communicating the central idea.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

5. Sirkumstansial : penyampaian gagasan secara


berbelit dan cenderung terpaku pada detail
6. Tangensial: ketidakmampuan untuk
mempertahankan gagasan bertujuan
7. Flight of Ideas: gagasan yang bertubi-tubi melompat
dari satu topik ke topik lain
8. Verbigerasi: pengulangan kata tanpa tujuan
9. Preserverasi: pengulangan gagasan secara
persisten/tidak responsif terhadap stimulus baru
10. Blocking : Gahasan yang terhenti mendadak
sebelum selesai disampaikan.

Gangguan isi pikir :


Di sini yang terganggu adalah buah pikirannya /
keyakinannya, dan bukan cara penyampaiannya.
Bisa berupa waham, obsesi, fobi, preokupasi dll

Waham :
Keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, tiidak
sesuai dengan realitas dan budaya yang berlaku di
lingkungan kehidupan pasien.

Deskripsi Waham :
Waham aneh/bizarre
Waham sistematik
Waham Nihilistik
Waham Somatik

Waham Paranoid ;
- Waham besar
- Waham cemburu
- Waham kejar
Waham kendali
- Thought withdrawal
- Thought insertion
- Thought broadcasting
Waham Erotis / Erotomania

When you give your idea wings, dont forget to


include landing gear as well.
-David Baird-

315. ISI PIKIR


Waham/delusi
satu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru,
berdasarkan simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal,
tidak konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya
pasien, dan tidak bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan
penyajian fakta.

Jenis-jenis waham:
1. waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil dan
aneh (contoh: makhluk angkasa luar menanamkan
elektroda di otak manusia)
2. waham sistematik: keyakinan yang keliru atau
keyakinan yang tergabung dengan satu tema/kejadian
(contoh: orang yang dikejar-kejar polisi atau mafia)
3. waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa diri dan
lingkungannya atau dunia tidak ada atau menuju
kiamat

Jenis-jenis waham:
4.
5.

waham somatik: keyakinan yang keliru melibatkan fungsi


tubuh (contoh: yakin otaknya meleleh)
waham paranoid:
a. waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan,
biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya adalah orang
yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar
b. waham kejaran (persekutorik): satu delusi yang
menandai seorang paranoid, yang mengira bahwa
dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau
yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Keyakinan bahwa dokter dan keluarga berkomplot untuk
merugikan, merusak, mencederai, atau menghancurkan
diri pasien

Jenis-jenis waham:
c.

waham rujukan (delusion of reference): satu


kepercayaan keliru yang meyakini bahwa tingkah laku
orang lain itu pasti akan memfitnah, membahayakan,
atau akan menjahati dirinya
d. waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa
keinginan, pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya:

thought withdrawal: waham bahwa pikirannya ditarik oleh


orang lain atau kekuatan lain
thought insertion: waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang
lain atau kekuatan lain
thought broadcasting: waham bahwa pikirannya dapat diketahui
oleh orang lain, tersiar di udara
thought control: waham bahwa pikirannya dikendalikan oleh
orang lain atau kekuatan lain

Jenis-jenis waham:
6. waham cemburu: keyakinan yang keliru yang
berasal dari cemburu patologis tentang
pasangan yang tidak setia
7. erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya
pada wanita, merasa yakin bahwa seseorang
sangat mencintainya
8. waham curiga : kecurigaan yang berlebihan atau
irasional dan tidak percaya dengan orang lain

ILMU KESEHATAN ANAK

316. Pertusis
Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit

Pertusis
Stadium:
Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268overview

Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis


Diagnosis :
Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal.
Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi
disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-),
bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis
Penatalaksanaan :
Kasus ringan pada anak-anak umur 6 bulan dilakukan secara rawat
jalan
< 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti
napas, atau sianosis dirawat di RS
Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia
Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

Antibiotik dalam Penatalaksanaan Pertusis


Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali
sehari) selama 10 hari atau makrolid lainnya
Jika terdapat demam atau eritromisin tidak tersedia,
berikan kloramfenikol oral (25 mg/kg/kali, 3 kali
sehari) selama 5 hari sebagai penatalaksanaan
terhadap kemungkinan pneumonia sekunder
Tanda pneumonia sekunder : pernapasan cepat diantara
episode batuk, demam, dan gejala distres pernapasan
dengan onset akut

Jika kloramfenikol tidak tersedia, berikan


kotrimoksazol
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

AGE

COMMON ETIOLOGIES (as in order)

LESS COMMON ETIOLOGIES

2 to 24
months

RSV
Human metapneumovirus
Parainfluenza viruses
Influenza A and B
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus

Streptococcus
pneumoniae
Chlamydia
trachomatis

Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenzae (type B
and nontypable)
Chlamydophila pneumoniae

2 to 5 years

Respiratory syncytial virus


Human metapneumovirus
Parainfluenza viruses
Influenza A and B
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus

S. pneumoniae
M. pneumoniae
H. influenzae (B and
nontypable)
C. pneumoniae

Staphylococcus aureus (including


methicillin-resistant S. aureus)
Group A streptococcus

Older than 5
years

Rhinovirus
Adenovirus
Influenza A and B

M. pneumoniae
C. pneumoniae
S. pneumoniae

H. influenzae (B and nontypable)


S. aureus (including methicillinresistant S. aureus)
Group A streptococcus
Respiratory syncytial virus
Parainfluenza viruses
Human metapneumovirus
Enterovirus

317. Etiologi Pneumonia pada


Anak Berdasarkan Usia

317. Streptococcus Pneumoniae


Streptococcus pneumoniae cells are Grampositive, lancet-shaped cocci (elongated cocci
with a slightly pointed outer curvature).
Usually, they are seen as pairs of cocci
(diplococci), but they may also occur singly and in
short chains.
When cultured on blood agar,they are alpha
hemolytic
They do not form spores, and they are nonmotile.
Like other streptococci, they lack catalase and
ferment glucose to lactic acid

318. Metabolism Effects of Insulin

PHARMACOLOGICAL ACTIONS OF INSULIN


LIVER

ADDIPOSE
Carb

Carb

SKEL MUSCLE
Carb

1.Glycogen synthesis
2.Glycogenolysis
3.Gluconeogenesis
4.hepatic Glu uptake

1.Glucose uptake 1.Glucose uptake


2. Inhibt flow of
2.Glycogen synth
gluconeogenic
3.Inhibt flow gluconeo precursor to liver
(Glycerol)

genic precursor to liver


(Lactate pyruvate)

Fat
1.Lipogenesis
2.Ketogenesis
Protein
1.Protein breakdown
2.Protein synthesis

Fat
1.Lipolysis

Fat
1. Lipolysis

2.Trigly formation

Protein

Protein

-----------------

1.Protein synthesis
2.Protein breakdown

319. Anatomy of Salivary gland


3 major salivary
glands:
The parotid glands
The submandibular
glands
The sublingual
glands

Many minor
salivary glands in
mucosa of cheeks,
lips, palate.

Mumps
Salah satu penyebab parotitis
Satu-satunya penyebab parotitis
yang mengakibatkan occasional
outbreak
Disebabkan oleh paramyxovirus,
dengan predileksi pada kelenjar
dan jaringan syaraf.
Penyebaran penyakit ini adalah
melalui droplet dan insidens
puncak pada usia 5-9 tahun.
Imunisasi dengan live attenuated
vaccine sangat berhasil (98%)
Penularan terjadi sejak 6 hari
sebelum timbulnya
pembengkakan parotis sampai 9
hari kemudian.
Bisa tanpa gejala

Masa inkubasi 12-25 hari, gejala


prodromal tidak spesifik
ditandai dengan mialgia,
anoreksia, malaise, sakit kepala
dan demam ringan Setelah
itu timbul pembengkakan
unilateral/bilateral kelejar
parotis.
Gejala ini akan berkurang
setelah 1 minggu dan biasanya
menghilang setelah 10 hari.
Komplikasi: Ketulian; orkitis
(biasanya unilateral) dilaporkan
sampai 20% pada kasus
gondongan lelaki dewasa

Mumps Treatment
Conservative, supportive medical care is indicated for
patients with mumps.
No antiviral agent is indicated, as mumps is a selflimited disease.
Encouraging oral fluid intake
Refrain from acidic foods and liquids as they may cause
swallowing difficulty, as well as gastric irritation.
Analgesics (acetaminophen, ibuprofen)
Topical application of warm or cold packs to the
swollen parotid may soothe the area.

AGE

COMMON ETIOLOGIES (as in order)

LESS COMMON ETIOLOGIES

2 to 24
months

RSV
Human metapneumovirus
Parainfluenza viruses
Influenza A and B
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus

Streptococcus
pneumoniae
Chlamydia
trachomatis

Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenzae (type B
and nontypable)
Chlamydophila pneumoniae

2 to 5 years

Respiratory syncytial virus


Human metapneumovirus
Parainfluenza viruses
Influenza A and B
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus

S. pneumoniae
M. pneumoniae
H. influenzae (B and
nontypable)
C. pneumoniae

Staphylococcus aureus (including


methicillin-resistant S. aureus)
Group A streptococcus

Older than 5
years

Rhinovirus
Adenovirus
Influenza A and B

M. pneumoniae
C. pneumoniae
S. pneumoniae

H. influenzae (B and nontypable)


S. aureus (including methicillinresistant S. aureus)
Group A streptococcus
Respiratory syncytial virus
Parainfluenza viruses
Human metapneumovirus
Enterovirus

320. Etiologi Pneumonia pada


Anak Berdasarkan Usia

Pneumonia
Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
Signs and symptoms :
Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)

Fast breathing (tachypnea)


Respiratory thresholds
Age
Breaths/minute
< 2 months
60
2 - 12 months
50
1 - 5 years
40

Batuk dan/atau dyspnea


ditambah min salah satu:
Kepala terangguk-angguk
Pernapasan cuping
hidung
Tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam
Foto dada menunjukkan
infiltrat luas, konsolidasi
Selain itu bisa didapatkan
pula tanda berikut ini:
takipnea
Suara merintih (grunting)
pada bayi muda
Pada auskultasi
terdengar: crackles
(ronkii), Suara
pernapasan menurun,
suara napas bronkial

VERY SEVERE PNEUMONIA

Di
samping
batuk
atau
kesulitan
bernapas,
hanya
terdapat
napas
cepat
saja.

SEVERE PNEUMONIA

No
tachypnea,
no chest
indrawing

PNEUMONIA

NO PNEUMONIA

Diagnosis Pneumonia (WHO)


Dalam keadaan
yang sangat berat
dapat dijumpai:
Tidak dapat
menyusu atau
minum/makan,
atau
memuntahkan
semuanya
Kejang, letargis
atau tidak
sadar
Sianosis
Distres
pernapasan
berat

rawat jalan
Kotrimoksasol
(4 mg TMP/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari atau
Amoksisilin
(25 mg/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari.

SEVERE-VERY SEVERE PNEUMONIA

Do
not
adm
inist
er
an
anti
bioti
c

PNEUMONIA

NO PNEUMONIA

Tatalaksana Pneumonia
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.

321. Classification of Hemophilia A & B

5-40% (emedicine)

322. Hypersentivity

322. Syok Anafilaktik


Derajat ringn
keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut, dan tenggorok,
kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata
berair.
Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan.

Derajat sedang
gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau
laring dengan dispnea, batuk dan mengi.
Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi.
Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.

Derajat berat
awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang
sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat
kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis.
Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejangkejang.
Henti jantung dan koma jarang terjadi.
Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan
yang irreversible.

323. Gejala yang menunjukkan


kemungkinan infeksi HIV pada anak
Infeksi berulang: tiga atau lebih episode infeksi bakteri yang lebih berat
(seperti pneumonia, meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan terakhir.
Thrush: Eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan
mukosa pipi.
Pasca masa neonatal, ditemukannya thrush tanpa pengobatan antibiotik,
atau berlangsung lebih dari 30 hari walaupun telah diobati, atau kambuh,
atau meluas melebihi bagian lidah kemungkinan besar merupakan infeksi
HIV.
Juga khas apabila meluas sampai di bagian belakang kerongkongan yang
menunjukkan kandidiasis esofagus.

Parotitis kronik: pembengkakan parotid uni- atau bi-lateral selama 14


hari, dengan atau tanpa diikuti rasa nyeri atau demam.
Limfadenopati generalisata: terdapat pembesaran kelenjar getah bening
pada dua atau lebih daerah ekstra inguinal tanpa penyebab jelas yang
mendasarinya.
Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas: tanpa adanya infeksi virus yang
bersamaan seperti sitomegalovirus.

Gejala yang menunjukkan


kemungkinan infeksi HIV pada anak
Demam yang menetap dan/atau berulang: demam (> 38
C) berlangsung 7 hari, atau terjadi lebih dari sekali dalam
waktu 7 hari.
Disfungsi neurologis: kerusakan neurologis yang progresif,
mikrosefal, perkembangan terlambat, hipertonia atau
bingung (confusion).
Herpes zoster.
Dermatitis HIV: Ruam yang eritematus dan papular. Ruam
kulit yang khas meliputi infeksi jamur yang ekstensif pada
kulit, kuku dan kulit kepala, dan
molluscum contagiosum yang ekstensif.
Penyakit paru supuratif yang kronik (chronic suppurative
lung disease).

Gejala lainnya yg umum pada anak dengan


infeksi HIV, tetapi juga lazim pada anak sakit
bukan HIV
Otitis media kronik: keluar cairan/nanah dari telinga
dan berlangsung 14 hari
Diare Persisten: berlangsung 14 hari
Gizi kurang atau gizi buruk: berkurangnya berat
badan atau menurunnya pertambahan berat badan
secara perlahan tetapi pasti dibandingkan dengan
pertumbuhan yang seharusnya, sebagaimana
tercantum dalam KMS.
Tersangka HIV terutama pada bayi berumur < 6 bulan yang
disusui dan gagal tumbuh.

Risiko kematian tertinggi terjadi pada anak dengan stadium klinis 3 atau 4,sehingga harus segera
dimulai terapi ARV.
Anak usia < 12 bulan dan terutama < 6 bulan memiliki risiko paling tinggi untuk menjadi progresif atau
mati pada nilai CD4 normal.
Nilai CD4 dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang dideritanya. Bila mungkin harus ada
2 nilai CD4 di bawah ambang batas sebelum ARV dimulai.
Bila belum ada indikasi untuk ARV lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4 setiap 3-6 bulan sekali, atau
lebih sering pada anak dan bayi yang lebih muda

324. Henoch Schonlein Purpur


Also called anaphylactoid purpura
HSP is a systemic vasculitic syndrome
with:

Palpable purpura
Arthralgias
GI involvement
Glomerulonephritis

90% of cases reported in children


Peak in children aged 4-7

Male:Female (1.5:1)
Renal disease is more severe in adults

PATHOGENESIS
Likely mechanism thought to be an immunecomplex mediated disease with deposits in
the glomerular capillaries, dermal capillaries
and GI tract.
Mesangial deposits of IgA are the same as
those seen in IgA nephropathy

PRECIPITATING ANTIGENS
INFECTIONS
Upper respiratory
tract infection
Measles
Rubella
Parvovirus B19
Mycoplasma
Coxsackie virus
Toxocara
Amebiasis
Salmonella

C.difficile
H.pylori
Adenovirus
Legionella
Tuberculosis
Mumps
Streptococcus
Morganella morganii

PRECIPITATING ANTIGENS
Drugs

Vancomycin
Streptokinase
Ranitidine
Cefuroxime
Diclofenac
Enalapril
Captopril

Other:
Food hypersensitivity
Cold exposure
Autosomal recessive
Chronic granulomatous
disease
Myelodysplastic
syndrome
Small cell lung cancer
Breast cancer

CLINICAL FEATURES: Tetrad of


symptoms
Abdominal pain

GI INVOLVEMENT: more
common in children. Symptoms
include abdominal pain, nausea,
vomiting, diarrhea, constipation
or bowel intussusception. May
present with GI bleeding.

most commonly seen on lower


extremities and buttocks,
however can also been seen on
the trunk and arms.
Lesions begin as erythematous
macules and progress to
purpuric, non-blanching,
nonpruritic lesions that may
become confluent

Renal disease
in up to 50% of patients; May
present with hematuria; Usually
resolve spontaneously.
Can have mild
glomerulonephritis leading to
microscopic hematuria and can
lead to a rapidly progressive
glomerulonephritis with RBC
casts

Palpable purpura

Arthritis/arthralgias
more common in adults and
most common in knees and
ankles. Generally self-limiting

DIAGNOSTIC EVALUATION

May have mild leukocytosis


Normal platelet count
Normal serum complement levels
Elevated IgA in 50%

DIAGNOSIS
Generally a clinical diagnosis
Skin Biopsy: can be helpful and used to
confirm IgA and C3 deposits and
leukocytoclastic vasculitis.
Renal Biopsy: not usually needed for
diagnosis. Will show mesangial IgA deposits
and segmental glomerulonephritis

MANAGEMENT
Usually self-limiting (1-6 weeks)
Steroids:
may decrease tissue edema, may aid in arthralgias
and some abdominal pain
Has not been shown to be beneficial in kidney
disease or dermal manifestations
Does not lessen chance of recurrence
Does not shorten duration of disease

325. Tatalaksana kejang akut


Pertahankan fungsi vital (airway, breathing,
circulation)
Identifikasi dan terapi faktor penyebab dan
faktor presipitasi
Menghentikan aktivitas kejang

326. Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Z-score menggunakan
kurva WHO weight-forheight
<-2 moderate wasted
<-3 severe wasted gizi
buruk

Lingkar Lengan Atas < 11,5


cm

BB/IBW (Ideal Body Weight;


BB/TB) menggunakan
kurva CDC
80-90% mild
malnutrition
70-80% moderate
malnutrition
70% severe
malnutrition Gizi Buruk

327. Sindrom Nefrotik

Spektrum gejala yang ditandai


dengan protein loss yang masif dari
ginjal
Pada anak sindrom nefrotik mayoritas
bersifat idiopatik, yang belum
diketahui patofisiologinya secara
jelas, namun diperkirakan terdapat
keterlibatan sistem imunitas tubuh,
terutama sel limfosit-T
Gejala klasik: proteinuria, edema,
hiperlipidemia, hipoalbuminemia
Gejala lain : hipertensi, hematuria,
dan penurunan fungsi ginjal

Di bawah mikroskop: Minimal change


nephrotic syndrome (MCNS)/Nil
Lesions/Nil Disease (lipoid nephrosis)
merupakan penyebab tersering dari
sindrom nefrotik pada anak,
mencakup 90% kasus di bawah 10
tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.
Faktor risiko kekambuhan: riwayat
atopi, usia saat serangan pertama,
jenis kelamin dan infeksi saluran
pernapasan akut akut (ISPA) bagian
atas yang menyertai atau mendahului
terjadinya kekambuhan, ISK

Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview

Nefrotik vs Nefritik

Diagnosis
Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata,
perut, tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan
jumlah urin. Urin dapat keruh/kemerahan
Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai,
ascites, edema skrotum/labia. Terkadang
ditemukan hipertensi
Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif 2+,
rasio albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai
hematuria. Hipoalbumin (<2.5g/dl),
hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Penurunan
fungsi ginjal dapat ditemukan.

328. Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut (GGA) ialah penurunan fungsi ginjal mendadak
yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis
Terdapat peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dL per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL per
hari.
GGA dapat bersifat oligurik dan non-oligurik.
Oliguria ialah produksi urin <1 ml/kgBB/ jam untuk neonatus dan <0,8
ml/kgBB/jam untuk bayi dan anak.

Jenis GGA
GGA prarenal: dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat
atau kemoterapi, lupus nefritis, nekrosis tubular akut, SHU, HSP
GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi
saluran kemih, sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik

Tatalaksana Medikamentosa GGA


Terapi sesuai penyakit primer
Bila terdapat infeksi, dosis
antibiotik disesuaikan dengan
beratnya penurunan fungsi
ginjal
Pemberian cairan disesuaikan
dengan keadaan hidrasi
Koreksi gangguan
ketidakseimbangan cairan
elektrolit
Natrium bikarbonat untuk
mengatasi asidosis metabolik
sebanyak 1-2 mEq/kgBB/ hari
sesuai dengan beratnya
asidosis

Pemberian diuretik pada GGA


renal dengan furosemid 1-2
mg/kgBB dua kali sehari dan
dapat dinaikkan secara
bertahap sampai maksimum
10 mg/kgBB/kali. (pastikan
kecukupan sirkulasi dan bukan
merupakan GGA pascarenal).
Bila gagal dengan
medikamentosa, maka
dilakukan dialisis peritoneal
atau hemodialisis.

329-330. Defisiensi Yodium


Defisiensi yodium yang
parah berpengaruh pada
sintesis hormon tiroid
dan/atau pembesaran
tiroid.
Spektrum Iodine
deficiency disorders
(IDDs): endemic goiter,
hypothyroidism,
cretinism, decreased
fertility rate, increased
infant mortality, and
mental retardation

Manifestasi klinis:
Endemic goiter
Hipotiroid: fatigue, weight
gain, cold intolerance, dry
skin, constipation, or
depression
Kretinism
Retardasi mental

Tx: yodium 150 mcg/day


(pd ps. Yg tdk hamil),
levotiroksin, radioactive
iodine, bedah (jika
kompresif)

Patofisiologi
Saat pertama terjadi defisiensi iodium
pembesaran tiroid sbg proses adaptif (goiter)
benjolan difus lama kelamaan nodular
beberapa nodul menjadi autonomous &
mensekresikan hormon tirod yg tidakbergantung
pada TSH. hormon tiroid yg disekresikan oleh
kelenjar normal berkurang untuk menjaga
euthyroidism sedangkan kelenjar yang
autonomous bisa menyebabkan hyperthyroidism.
Ketika defisiensi iodium semakin parah
produksi hormon tiroid jauh berkurang pasien
mengalami hipotiroid

Recommended daily
allowance (RDA) menurut
WHO:
Adults and adolescents > 12
years - 150 mcg/day
Pregnant women & Lactating
women - 200 mcg/day
Children aged 7-12 years - 120
mcg/day
Children aged 2-6 years 90
mcg/day
Infants 50 mcg/day

defisiensi iodium postnatal


pada bayi dan anak bisa
mengganggu perkembangan
mental dan psikomotorik (
terutama kemampuan memori
dan bahasa)
Retardasi mental yang
disebabkan karena kekurangan
iodium posnatal bisa bersifat
reversible dengan terapi
hormon tiroid.
Retardasi mental karena
kekuraan iodium prenatal
bersifat ireversibel

331. Morbili
Paramyxovirus
Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg
blm divaksinasi
Anak usia sekolah yang
gagal imunisasi

Musin: akhir musim


dingin/ musim semi
Inkubasi: 8-12 hari
Masa infeksius: 1-2 hari
sblm prodromal s.d. 4
hari setelah muncul ruam

Prodromal
Hari 7-11 setelah
eksposure
Demam, batuk,
konjungtivitis,sekret
hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)

Enanthem ruam
kemerahan
Kopliks spots muncul 2
hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.

Morbili
KOMPLIKASI

Otitis Media (1 dari 10 penderita


campak pada anak)
Diare (1 dari 10 penderita campak)
Bronchopneumonia (komplikasi
berat; 1 dari 20 anak penderita
campak)
Encephalitis (komplikasi berat; 1
dari 1000 anak penderita campak)
Pericarditis
Subacute sclerosing
panencephalitis late sequellae
due to persistent infection of the
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1:
100,000 orang)

DIAGNOSIS & TERAPI


Diagnosis:
manifestasi klinis, tanda
patognomonik bercak Koplik
isolasi virus dari darah, urin,
atau sekret nasofaring
pemeriksaan serologis: titer
antibodi 2 minggu setelah
timbulnya penyakit

Terapi:
Suportif, pemberian vitamin A 2
x 200.000 IU dengan interval 24
jam.

Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:

Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.


Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.

332. Demam Tifoid

Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi


Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
Penularan : fekal-oral
Masa inkubasi : 10-14 hari
Gejala
Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Clinical features:
Step ladder fever in
the first week, the
persist
Abdominal pain
Diarrhea/constipation
Headache
Coated tongue
Hepatosplenomegaly
Rose spot
Bradikardia relatif

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.

Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi perifer
Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)

Pemeriksaan serologis
Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
Tubex Test

Pemeriksaan biakan Salmonella


The criterion standard for diagnosis of typhoid fever has long been culture isolation of
the organism. Cultures are widely considered 100% specific
Biakan darah pada 1-2 minggu perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif
hingga munggu ke-4

Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi)

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Kultur Typhoid
Bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum
tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di
dalam urine dan feses.
Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah
media empedu (gall) dari sapi
Media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.
typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.
Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena
mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat
pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan
penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan.
Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari-hari.

333. Glomerulonefritis akut Pasca


Streptokokus
Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria, hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi inflamasi
pada glomerulus
Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of acute GN
GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik
deposit kompleks imun di glomerulus
Diagnosis
Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya, hematuri
nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas infeksi,
gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO

Pengobatan: atasi hipertensi dengan diuretik, ACEI, CCB; pemberian


antibiotik

Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis. http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview

Mekanisme GNAPS
Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi
dalam glomerulus yang kemudian akan merusak
glomerulus
Proses autoimun kuman Streptokokus yang
bersifat nefritogenik dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak protein
glomerulus (molecular mimicry)
Streptokokus nefritogenik dan membran basalis
glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membran basalis glomerulus.

Sindrom Nefritik Akut


FILTRASI di
GLOMEROLUS

334. Uji Tuberkulin (tes mantoux)


Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB
(hipersensitivitas tipe IV).
Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan
akumulasi sel-sel inflamasi)
Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU, PPD S
5TU, PPD Biofarma
Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
Pengukuran (pembacaan hasil)
Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal.
Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm

Hasil:
Positif jika indurasi >= 10mm status terinfeksi TB
Ragu-ragu jika 5-9 mm
Negatif < 5 mm

335. Bronkiolitis
Infection (inflammation) at
bronchioli
Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma

Bronkhiolitis

Bronchiolitis

336. BELUM PERNAH VAKSIN


Belum pernh mendapatkn imunisasi tdk puny
antibodi yg cukup.
Apabila usia anak sdh diluar usia yg tertera pada
jadwal imunisasi & blm prnh imunisasi maka
imunisasi harus diberikan kapan saja, pada umur
berapa saja, sebelum anak terkena penyakit tersebut.

Vaksin BCG
Vaksin BCG diberikan pada umur <3 bulan, sebaiknya pada
anak dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif.
Efek proteksi timbul 812 minggu setelah penyuntikan.
Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk
anak, 0,05 ml untuk bayi baru lahir.
VaksinBCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas pada insersio M.deltoideus sesuai anjuran WHO,
tidak di tempat lain (bokong, paha).
Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif pada
umur lebih dari 3 bulan.
Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan
bakteri tahan asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH
profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi
dapat diberi BCG.

337. Kejang demam


Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4 C
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas
usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE,
1993)
Umumnya berusia 6 bulan 5 tahun
Kejang demam sederhana (simpleks)
Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam

Kejang demam kompleks


Lama kejang > 15 menit
Kejang fokal atau parsial menjadi umum
Berulang dalam 24 jam

Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, APCD


(pada infant), epilepsi

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006

Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam/
kejang: DPL, GDS, elektrolit, urinalisis, kultur darah/urin/feses
Pungsi lumbal dilakukan utk menyingkirkan meningitis
sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan untuk usia 1218 bulan, > 18 bln tidak rutin dilakukan
Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial

EEG tidak direkomendasikan, tetapi masih dapat dilakukan


pada kejang demam yang tidak khas, mis: KDK pada anak
berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal
CT scan/ MRI hanya jika ada indikasi, mis: kelainan neurologis
fokal yang menetap, edema papil, dst

Profilaksis Intermiten untuk


Pencegahan Kejang Demam
Faktor risiko berulangnya kejang demam:

Riwayat kejang demam dalam keluarga


Usia kurang dari 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam

Pada saat demam


Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari
Diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam, atau per rektal 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5C

Pengobatan Jangka Panjang Kejang


Demam
Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari atau asam valproat 15-40 mg/kg/hari
fenobarbital biasanya tidak digunakan krn terkait ES autisme
Dianjurkan pengobatan rumatan:
Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis Tods,
CP, hidrosefalus)
Kejang lama > 15 menit
Kejang fokal

Dipertimbangkan pengobatan rumatan :


Kejang berulang dalam 24 jam
Bayi usia < 12 bulan
Kejang demam kompleks berulang > 4 kali

Lama pengobatan rumatan 1 tahun bebas kejang, dihentikan bertahap


dalam 1-2 bulan

338. Retardasi Mental

25-39

339. Dengue

WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in


small hospitals. 1999.

Pemeriksaan Penunjang

Pemantauan Rawat

339. Leukemia

340. Asma
Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik episodik,
nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri
dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi
Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing
Inflammation causes obstruction of airways by:

Acute bronchoconstriction
Swelling of bronchial wall
Chronic production of mucous
Remodeling of airways walls

Supriyatno B. Diagnosis dan tata laksana asma anak.

The cardinal
features
airway hyperresponsiveness
excessive airway
mucus
production
airway
inflammation
elevated serum
immunoglobulin
E (IgE) levels
http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg

Derajat Serangan Asma

Derajat Penyakit Asma


Parameter klinis,
kebutuhan obat,
dan faal paru

Asma episodik jarang

Asma episodik sering

Asma persisten

Frekuensi serangan

< 1x /bulan

> 1x /bulan

Sering

Lama serangan

< 1 minggu

1 minggu

Hampir sepanjang tahun


tidak ada remisi

Diantara serangan

Tanpa gejala

Sering ada gejala

Gejala siang dan malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu


Pemeriksaan fisis
di luar serangan

Normal

Obat pengendali

Tidak perlu

Mungkin terganggu Tidak pernah normal

Perlu, steroid

Perlu, steroid

Uji Faal paru


PEF/FEV1 <60%
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan)
Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
(bila ada serangan)

>15%

< 30%

< 50%

341. Sistem Skoring


Diagnosis oleh dokter
Perhitungan BB saat pemeriksaan
Demam dan batuk yang tidak
respons terhadap terapi baku
Cut-of f point: 6
Anak dengan skor 6 yang
diperoleh dari kontak dengan
pasien BTA positif dan hasil uji
tuberkulin positif, tetapi TANPA
gejala klinis, maka dilakukan
observasi atau diberi INH
profilaksis tergantung dari umur
anak tersebut
Adanya skrofuloderma langsung
didiagnosis TB
Rontgen bukan alat diagnosis
utama
Reaksi cepat BCG harus dilakukan
skoring
Reaksi cepat BCG harus dievaluasi
dengan sistem skoring
Total nilai 4 pada anak balita atau
dengan kecurigaan besar dirujuk
ke rumah sakit

342. Penilaian status Gizi

Status gizi lebih (overweight)/obesitas


ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh
(IMT)
Bila pada hasil pengukuran didapatkan, terdapat
potensi gizi lebih (>+1 SD ) atau BB/TB>110%,
maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin
digunakan untuk menentukan adanya obesitas.
Untuk anak <2 tahun, menggunakan grafik IMT
WHO 2006 dengan kriteria overweight Z score >
+ 2, obesitas > +3, sedangkan untuk anak usia 218 tahun menggunakan grafik IMT CDC 2000
(lihat algoritma). Ambang batas yang digunakan
untuk overweight ialah diatas P85 hingga P95
sedangkan untuk obesitas ialah lebih dari P95
grafik CDC 2000.

Pembahasan
Pada soal diberikan data BB
15 kg dengan tinggi badan
84 cm
IMT anak tersebut adalah
15/ (0,842) = 15/0.7056=
21,25

Data tabel yang diberikan


adalah BB/PB didapatkan
anak berada pada > +3SD
curiga obese, seharusnya
dikonfirmasi dengan grafik
CDC (anak tsb usia >2 thn;
tetapi karena di soal hanya
diberikan grafik WHO IMT,
maka kita gunakan grafik
WHO IMT
Berdasarkan grafik WHO
IMT, didapatkan Z score >
+3 SD OBESITAS

343. Anak Tersedak

344. Klasifikasi
dehidrasi

Penanganan
Rehidrasi: dapat diberikan oral/parenteral tergantung
status dehidrasinya
Tanpa dehidrasi TERAPI A
5 cc/kg ORS setiap habis muntah
10cc/kg ORS setiap habis mencret

Dehidrasi ringan sedang TERAPI B


75 cc/kg ORS dalam 3 jam
Bila per oral tidak memungkinkan, dapat diberikan parenteral
tergantung kebutuhan maintenance cairan + defisit cairan

Dehidrasi berat (parenteral) TERAPI C


Golongan Umur

Pemberian Pertama
30 ml/kgbb selama :

Pemberian Berikut
70 ml/kgbb selama :

Bayi ( < umur 12 bulan )

1 jam

5 jam

Anak ( 12 bln 5 tahun )

30 menit

2.5 jam

Pilar penanganan diare (contd)


Terapi nutrisi
Pemberian ASI harus dilanjutkan
Beri makan segera setelah anak mampu makan
Jangan memuasakan anak
Kadang-kadang makanan tertentu diperlukan selama diare
Makan lebih banyak untuk mencegah malnutrisi

Terapi medikamentosa
Antibiotik, bila terdapat indikasi (eg. kolera, shigellosis, amebiasis, giardiasis)
Probiotik
Zinc
Diberikan dalam dosis 20 mg untuk anak di atas 6 bulan, dan 10 mg untuk bayi berusia
kurang dari 6 bulan selama 10 hari

Obat-obatan anti diare terbukti tidak bermanfaat

Edukasi pada orang tua


Tanda-tanda dehidrasi, cara membuat ORS, kapan dibawa ke RS, dsb.

Causative
Agents

Source and Clinical Features

Staphylococci

B cereus

C perfringens

Improperly stored foods with


high salt or sugar content favors
growth of staphylococci.
Intense vomiting and watery
diarrhea start 1-4 h after
ingestion and last as long as
24-48 h

Pathogenesis

Enterotoxin acts on
receptors in the gut that
transmit impulses to
the medullary centers

Diagnosis and
Treatment

Symptomatic
treatment

Contaminated fried rice (emetic)


Meatballs (diarrheal)
Emetic: Duration is 9 h, vomiting

and cramps
Diarrheal: Lasts for 24 h
Mainly vomiting after 1-6 h and
mainly diarrhea after 8-16 h after
ingestion; lasts as long as 1 d

Emetic enterotoxin (short


incubation and duration) Poorly understood
Diarrheal enterotoxin (long
Symptomatic
incubation and duration) treatment
Increasing intestinal
secretion by activation of
adenylate cyclase in
intestinal epithelium

Inadequately cooked meat,


poultry, or legumes
Acute onset of abdominal
cramps with diarrhea starts 8-24
h after ingestion.
Vomiting is rare. It lasts less
than 1 d.
Enteritis necroticans associated
with C perfringens type C in
improperly cooked pork (40%
mortality)

Enterotoxin produced in
the gut, and food causes
hypersecretion in the
small intestine

Culture of
clostridia in food
and stool
Symptomatic
treatment

345. Food Poisoning

Causative
Agents

C botulinum

Enterotoxic E coli
(eg, traveler's
diarrhea)

Diagnosis and
Treatment
Toxin present in
Canned foods (eg, smoked fish,
Toxin absorbed
food, serum, and
mushrooms, vegetables, honey)
from the gut
stool.
Descending weakness and paralysis
blocks the release Respiratory
start 1-4 d after ingestion, followed
of acetylcholine in
support
by constipation.
the neuromuscular Intravenous
Mortality is high
junction
trivalent antitoxin
from CDC
Contaminated water and food (eg,
Enterotoxin
salad, cheese, meat)
causes
Acute-onset watery diarrhea starts
hypersecretion in
Supportive
24-48 h after ingestion
small and large
treatment
Concomitant vomiting and
intestine via
No antibiotics
abdominal cramps may be present.
guanylate cyclase
It lasts for 1-2 d
activation

Source and Clinical Features

Improperly cooked hamburger meat


and previously spinach
Most common isolate pathogen in
bloody diarrhea starts 3-4 d after
Enterohemorrhagi
ingestion
c E coli (eg, E coli
Usually progresses from watery to
O157:H7)
bloody diarrhea. It lasts for 3-8 d
May be complicated by hemolyticuremic syndrome or thrombotic
thrombocytopenic purpura

Pathogenesis

Cytotoxin results
in endothelial
Diagnosis with
damage and leads
stool culture
to platelet
Supportive
aggregation and
treatment
microvascular
No antibiotics
fibrin thrombi

Causative
Agents

Source and Clinical Features

Enteroinvasive
E coli

Enteroaggregat
ive E coli

Contaminated imported
cheese
Usually watery diarrhea
(some may present with
dysentery)
Implicated in traveler's
diarrhea in developing
countries
Can cause bloody diarrhea

Pathogenesis

V cholera

C jejuni

Enterotoxin
produces secretion
Shigalike toxin
facilitates invasion

Bacteria clump on
the cell surfaces

Contaminated water and food


Large amount of nonbloody
diarrhea starts 8-24 h after

ingestion. It lasts for 3-5 d

Enterotoxin causes
hypersecretion in
small intestine
Infective dose
usually is 107 -109
organisms

Domestic animals, cattle,


chickens
Fecal-oral transmission in
humans

Foul-smelling watery diarrhea


followed by bloody diarrhea
Abdominal pain and fever
also may be present; it starts
1-3 d after exposure and
recovery is in 5-8 d

Uncertain about
endotoxin
production and
invasion

Diagnosis and Treatment

Supportive treatment
No antibiotics

Ciprofloxacin may shorten


duration and eradicate the
organism

Positive stool culture finding


Prompt replacement of fluids
and electrolytes (oral
rehydration solution)
Tetracycline (or
fluoroquinolones) shortens
the duration of symptoms and
excretion of Vibrio

Culture in special media at


42C
Erythromycin for invasive
disease (fever)

Causative
Agents

Source and Clinical Features

Pathogenesis

Shigella

Salmonella

Yersinia

Potato, egg salad, lettuce,


vegetables, milk, ice cream,
and water

Abrupt onset of bloody diarrhea,


cramps, tenesmus, and fever

starts 12-30 h after ingestion.


Usually self-limited in 3-7 d

Beef, poultry, eggs, and dairy


products
Abrupt onset of moderate-tolarge amount of diarrhea with

low-grade fever; in some cases,


bloody diarrhea
Abdominal pain and vomiting
also present, beginning 6-48 h
after exposure and lasts 7-12 d
Pets; transmission in humans
by fecal-oral route or
contaminated milk or ice cream

Acute abdominal pain, diarrhea,


and fever (enterocolitis)

Incubation period not known


Polyarthritis and erythema
nodosum in children
May mimic appendicitis

Organisms invade
epithelial cells and
produce toxins
Infective dose is 102
-103 organisms
Enterotoxinmediated diarrhea
followed by invasion
(dysentery/colitis)

Diagnosis and Treatment

Invasion but no toxin

production

Gastroenteritis and
mesenteric adenitis
Direct invasion and
enterotoxin

Polymorphonuclear
leukocytes (PMNs), blood,
and mucus in stool
Positive stool culture
Oral rehydration is mainstay
Trimethoprimsulfamethoxazole (TMPSMX) or ampicillin for severe
cases
No opiates

Positive stool culture finding


Antibiotic for systemic
infection

Polymorphonuclear
leukocytes and blood in stool
Positive stool culture finding
No evidence that antibiotics
alter the course but may be
used in severe infections

346.

Anemia mikrositik
Defisiensi besi (nutritional,
perdarahan kronis)
Keracunan kronik logam (lead)
Thalassemia
Anemia sideroblastik
Inflamasi kronik
Anemia normositik
Anemia hemolitik kongenital
Mutasi hemoglobin
Defek enzim sel darah merah
Kelainan membran sel darah merah
Anemia hemolitik didapat
Antibody-mediated
Anemia hemolitik mikroangiopatik
Anemia hemolitik sekunder pada infeksi akut
Kehilangan darah akut
Penyakit ginjal kronik
Anemia penyakit kronik

Anemia makrositik
Sumsum tulang megaloblastik
Defisiensi vitamin B12
Defisiensi asam folat
Asiduria orotik herediter
Thiamine-responsive anemia
Sumsum tulang tidak megaloblastik
Anemia aplastik
Sindrom diamond-blackfan
Hipotiroidism
Penyakit hati
Infiltrasi sumsum tulang
Anemia diseritropoietik

347. Tetanus Neonatorum


Tetanus : Penyakit spastik paralitik akut akibat
toksin tetanus (tetanospasmin) yang dihasilkan
Clostridium tetani. Tanda utama : spasme tanpa
gangguan kesadaran
Kejadian tetanus neonatorum sangat
berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan
neonatal, terutama pelayanan persalinan
(persalinan yang bersih dan aman), khususnya
perawatan tali pusat
Komplikasi yang ditakutkan adalah spasme otot
diafragma

TETANUS

Diagnosis
Tanda dan Gejala
Riwayat persalinan yang kurang higienis, ditolong oleh tenaga nonmedis dan
perawatan tali pusat yang tidak higienis
Bayi sadar, mengalami kekakuan (spasme) berulang bila terangsang atau
tersentuh
Bayi malas minum
Mulut mencucu (carper mouth)
Trismus (mulut sulit dibuka)
Perut teraba keras seperti papan
Opistotonus
Anggota gerak spastik (boxing position)
Tali pusat kotor/berbau

Pemeriksaan Penunjang
Hanya dilakukan untuk membedakan dengan sepsis atau meningitis
Pungsi lumbal
Darah rutin, kultur, dan sensitivitas

Derajat penyakit tetanus menurut


modifikasi dari klasifikasi Abletts :
Grade 1 (ringan)

Trismus berat, spastisitas umum,


spasme spontan yang lama dan
sering,
serangan apneu,
disfagia berat,
spasme memanjang spontan yang
sering dan terjadi refleks,
penyulit pernafasan disertai
dengan takipneu, takikardi,
aktivitas sistem saraf otonom
sedang yang terus meningkat.

Trismus ringan sampai sedang,


spamisitas umum,
tidak ada penyulit pernafasan,
tidak ada spasme,
sedikit atau tidak ada disfagia.

Grade 2 (sedang)
Trismus sedang,
rigiditas lebih jelas,
spasme ringan atau sedang namun
singkat,
penyulit pernafasan sedang dengan
takipneu.

Grade 3 (berat)

Grade 4 (sangat berat)


Gejala pada grade 3 ditambah
gangguan otonom yang berat,
sering kali menyebabkan
autonomic storm.

http://bja.oxfordjournals.org/content/87/3/477/T1.expansion.html

Derajat Tetanus menurut Joag Pattel


Grading
Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria,
biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada kematian).
Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria,
biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa
inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari
48 jam (kematian 10%).
Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria,
biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari atau
onset kurang dari 48 jam (kematian 32%).
Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat
minimal 4 Kriteria (kematian 60%).
Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk
puerpurium dan tetanus neonatorum
(kematian 84%).

Kriteria 1: rahang kaku,


spasme terbatas ,disfagia dan
kekakuan otot tulang
belakang.
Kriteria 2: Spasme, tanpa
mempertimbangkan frekuensi
maupun derajat keparahan.
Kriteria 3: Masa inkubasi
7hari.
Kriteria 4: waktu onset 48
jam.
Kriteria 5: Peningkatan
temperatur; rektal 100oF ( >
400 C), atau aksila 99oF ( 37,6
oC ).

Tatalaksana
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6
jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari
Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum
5000 U IM
Lini I: Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 710 hari; Lini II Penisilin prokain 100.000 U/kg dosis tunggal selama 7-10
hari
Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Langkah promotif/preventif :
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat
secara steril
Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan

348.
Morbili/Rubeola/Campak

Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat

EKSANTEMA AKUT

349. Hemolytic Anemiaa


Classification:
INTRACORPUSCULAR HEMOLYSIS
Membrane Abnormalities
Microskeletal defects: Hereditary spherocytosis
Deficiencies in Hexose Monophosphate Shunt: Glucose 6Phosphate Dehydrogenase Deficiency

Haemoglobin defects: Sickle cell, thalassemia


Enzyme defects

EXTRACORPUSCULAR HEMOLYSIS
Nonimmune
Immune

Hereditary Spherocytosis
A genetically determined haemolytic aneamia
characterized by spherical shaped RBC,s
Characteristic appearance: round cells with
smaller diameter
Lack of area of central pallor, decrease surface
to volume ratio
Defective vertical protein interaction with lipid
loss of lipid bilayer spherocyte formed

STRUKTUR NORMAL MEMBRAN ERITROSIT


Defek Membran pada
sferositosis Herediter:
50%
PRIMARY
ankirin
DEFECIENCY
band
SECONDARY
3, then spectrin
and other
DEFECIENCY

Severity of HS
Mild HS
20 to 30 percent
No anemia,
Little splenomegaly or
jaundice
Normal hemoglobin levels

Moderate HS

60 to 75 percent of cases
Moderate anemia
Have high reticulocyte counts,
Elevated serum bilirubin
concentrations.
splenomegaly mild to
moderate

Severe HS
5 percent
marked hemolysis and
marked anemia,
hyperbilirubinemia, 17-70
micro mole/L
Marked splenomegaly
Gall bladder stones

The pattern of inheritance is


almost always recessive and
the parents of an affected
patient are usually
asymptomatic.

Blood Chemistry
Bilirubin: Increased
Indirect bilirubin

Urine urobilinogen:
increased
Methaemalbumin:
Increased
LDH: Increased
Haptoglobin: Decreased
Haemopexin: Decreased

Pemeriksaan Penunjang: Osmotic


fragility test
Principle: When an erythrocyte is
placed in a hypotonic sodium
chloride-(NaCl) solution, a net
influx of solvent (water) into the
cell-will occur and the cell will
swell.
If the cell size reaches a certain
point, the cell membrane will
become leaky and hemoglobin
will diffuse out (hemolysis).
If the NaCl solutions hypotonic
enough, the cell will rupture.
The degree of hemolysis can be
measured by determining the
absorbance of the supernatant
using a spectrophotometer.

Incubated Osmotic fragility test (deprive


RBC off glucose overnight)
RESULT: increased fragility to hypotonic
saline

350. Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di
common
pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis

http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/healthgeneral/first-aid/451--hemostasis.html

Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.

Kelainan Pembekuan Darah

http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg

Bleeding Disorder

351. Diagnostic Criteria and Typical Total Body Deficits


of Water and Electrolytes in Diabetic Ketoacidosis
Diagnostic criteria*
Blood glucose: > 250 mg per dL
(13.9 mmol per L)
pH: <7.3
Serum bicarbonate: < 15 mEq/L
Urinary ketone: 3+
Serum ketone: positive at 1:2
dilutions
Serum osmolality: variable

Typical deficits
Water: 6 L, or 100 mL per kg
body weight
Sodium: 7 to 10 mEq per kg body
weight
Potassium: 3 to 5 mEq per kg
body weight
Phosphate: ~1.0 mmol per kg
body weight

*Not all patients will meet all diagnostic criteria,


depending on hydration status, previous
administration of diabetes treatment and other
factors.
Adapted with permission from Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA. Diabetic
ketoacidosis. In: Porte D Jr, Sherwin RS, eds. Ellenberg and Rifkin's Diabetes
mellitus. 5th ed. Stamford, Conn.: Appleton & Lange, 1997;82744.

CLASSIC TRIAD OF DKA

352. Newborn Baby


USIA GESTASI
Neonatus Kurang Bulan (Pre-term
infant) : Usia gestasi < 37 minggu
Neonatus Lebih Bulan (Post-term
infant) : Usia gestasi > 42 minggu
Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) :
Usia gestasi 37 s/d 42
BERAT LAHIR BERDASARKAN USIA GESTASI
Small for Gestational Age (SGA, Kecil
Masa Kehamilan) : Berat lahir dibawah
2SD / persentil 10th dari populasi usia
gestasi yang sama
Large for Gestational Age (LGA, Besar
Masa Kehamilan) : Berat lahir diatas
persentil 90 untuk populasi usia gestasi
yang sama
Appropriate for Gestational Age (Sesuai
Masa Kehamilan) : Diantaranya

BERAT BADAN
BBL rendah: berat badan <
2500
BBL sangat rendah : berat
badan bayi baru lahir kurang
dari 1500 gram.
BBL sangat-sangat rendah :
berat badan bayi baru lahir
kurang dari 1000 gram.

The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson


Textbook of Pediatrics 17th ed

Lubchenco Intrauterine Growth Curve


x

Week of Gestation (26 to 42 weeks)


Intrauterine Growth as Estimated From Liveborn Birth-Weight Data at 24 to 42 Weeks of Gestation, by Lula O.
Lubchenco et al,Pediatrics, 1963;32:7938007:403

353. Pola defekasi pada bayi baru lahir


Pada bayi baru lahir umumnya mempunyai aktivitas
laktase belum optimal sehingga kemampuan
menghidrolisis laktosa yang terkandung di dalam ASI
maupun susu formula juga terbatas.
Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan
osmolaritas di dalam lumen usus halus yang
mengakibatkan peningkatan frekuensi defekasi.
Rentang frekuensi defekasi pada minggu pertama sangat bervariasi,
minimal 1 kali per hari. (Rochitasari dkk: 2011)
Rentang terluas terdapat pada kelompok ASI yaitu 112 kali per
hari
Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki frekuensi defekasi
paling tinggi pada minggu pertama karena kolostrum ASI yang
merupakan laksatif alami keluar pada satu minggu pertama
setelah bayi lahir.

Pola defekasi bulan pertama


ASI kaya dengan protein dan oligosakarida yang tak
dapat dicerna, sehingga dapat meningkatkan volume,
osmolaritas dan akhirnya dapat meningkatkan
frekuensi defekasi.
Frekuensi menetek yang sering akan menyebabkan
stimulasi pada reflek gastrokolik dan frekuensi defekasi
yang lebih sering
Kandungan prostaglandin dalam ASI juga memiliki
peran terhadap motilitas gastrointestinal yang
membantu terjadinya peristaltik.
Frekuensi defekasi yang sering tersebut tidak
memenuhi kriteria diare, karena bayi tidak mengalami
kehilangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit dari saluran
cerna.

Tanda-tanda bahwa bayi mendapat


cukup ASI

Bayi menyusu 8 12 kali sehari,


menghisap secara teratur
selama minimal 10 menit pada setiap
payudara.
Bayi akan tampak puas setelah
menyusu dan seringkali tertidur pada
saat menyusu, terutama pada
payudara yang kedua
Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi >
6 kali sehari.
Urin berwarna jernih, tidak
kekuningan.

Frekuensi buang air besar (BAB) > 4


kali sehari dengan volume paling
tidak 1 sendok makan, pada bayi
usia 4 hari sampai 4 minggu.
Sering ditemukan bayi yang BAB
setiap kali menyusu, dan hal ini
merupakan hal yang normal
Apabila setelah bayi berumur 5 hari,
fesesnya masih berupa mekoneum,
atau transisi antara hijau kecoklatan,
merupakan salah satu tanda bayi
kurang mendapat ASI.
Berat badan bayi tidak turun lebih
dari 10% dibanding berat lahir
Berat badan bayi kembali seperti
berat lahir pada usia 10 sampai 14
hari setelah lahir.

354. THALASSEMIA
Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
Diturunkan secara autosomal resesif
Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
Secara genotip:
Thalassemia beta yang mayoritas ditemukan di Indonesia

Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)

Thalassemia alfa

-thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen


-thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.

PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA

ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS

Pucat kronik
Hepatosplenomegali
Ikterik
Perubahan penulangan
Perubahan bentuk wajah
facies cooley
Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
Riwayat keluarga +
Riwayat transfusi
Ruang traube terisi
Osteoporosis
Hair on end pd foto
kepala

Diagnosis thalassemia
(contd)
Pemeriksaan darah

CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,


RDW
Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
Hiperbilirubinemia
Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)

Analisis Hb

HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA,


Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb
kualitatif

peripheral blood smear of patient with homozygous beta


thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly bodies,
thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@
2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001100208)

Hepatosplenomegali & Ikterik

Pucat

Hair on End

Hair on End & Facies Skully

Excessive iron in a bone marrow preparation

Tata laksana thalassemia

Transfusi darah, indikasi pertama kali


jika:

Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x berurutan


dengan jarak 2 minggu
Hb>7 disertai gejala klinis spt facies
cooley, gangguan tumbuh kembang

Transfusi darah selanjutnya jika hb<8


g/dL SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL
(dlm bentuk PRC rendah Leukosit)
Medikamentosa
Asam folat (penting dalam
pembentukan sel) 2x 1mg/hari
Kelasi besi menurunkan kadar Fe
bebas dan me<<< deposit hemosiderin).
Dilakukan Jika Ferritin level > 1000
ng/ul, atau 10-20xtransfusi, atau
menerima 5 L darah.
Vitamin E (antioksidan karena banyak
pemecahan eritrosit stress oksidatif
>>)
Vitamin C (dosis rendah, pada terapi
denga n deferoxamin)

Nutrisi: kurangi asupan besi


Support psikososial

Splenektomi jika memenuhi


kriteria
Splenomegali masif
Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
ml/kg/tahun

Transplantasi (sumsum tulang,


darah umbilikal)
Fetal hemoglobin inducer
(meningkatkan Hgb F yg
membawa O2 lebih baik dari Hgb
A2)
Terapi gen

355. Pemeriksaan Laboratorium DBD

356. Demam Tifoid

Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi


Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
Penularan : fekal-oral
Masa inkubasi : 10-14 hari
Gejala
Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Clinical features:
Step ladder fever in
the first week, the
persist
Abdominal pain
Diarrhea/constipation
Headache
Coated tongue
Hepatosplenomegaly
Rose spot
Bradikardia relatif

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.

Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi perifer
Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)

Pemeriksaan serologis
Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
Tubex Test

Pemeriksaan biakan Salmonella


The criterion standard for diagnosis of typhoid fever has long been culture isolation of
the organism. Cultures are widely considered 100% specific
Biakan darah pada 1-2 minggu perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif
hingga munggu ke-4

Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi)

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Kultur Typhoid
Bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum
tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di
dalam urine dan feses.
Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah
media empedu (gall) dari sapi
Media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.
typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.
Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena
mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat
pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan
penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan.
Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari-hari.

Tatalaksana Demam Tifoid

Tatalaksana Demam Tifoid

357.
Morbili/Rubeola/Campak

Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat

Morbili
Paramyxovirus
Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg
blm divaksinasi
Anak usia sekolah yang
gagal imunisasi

Musin: akhir musim


dingin/ musim semi
Inkubasi: 8-12 hari
Masa infeksius: 1-2 hari
sblm prodromal s.d. 4
hari setelah muncul ruam

Prodromal
Hari 7-11 setelah
eksposure
Demam, batuk,
konjungtivitis,sekret
hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)

Enanthem ruam
kemerahan
Kopliks spots muncul 2
hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.

Morbili
KOMPLIKASI

Otitis Media (1 dari 10 penderita


campak pada anak)
Diare (1 dari 10 penderita campak)
Bronchopneumonia (komplikasi
berat; 1 dari 20 anak penderita
campak)
Encephalitis (komplikasi berat; 1
dari 1000 anak penderita campak)
Pericarditis
Subacute sclerosing
panencephalitis late sequellae
due to persistent infection of the
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1:
100,000 orang)

DIAGNOSIS & TERAPI


Diagnosis:
manifestasi klinis, tanda
patognomonik bercak Koplik
isolasi virus dari darah, urin,
atau sekret nasofaring
pemeriksaan serologis: titer
antibodi 2 minggu setelah
timbulnya penyakit

Terapi:
Suportif, pemberian vitamin A 2
x 200.000 IU dengan interval 24
jam.

Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:

Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.


Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.

Konseling & Edukasi


Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.

EKSANTEMA AKUT

358. Infeksi Saluran Kemih


UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang
tidak disirkumsisi)
Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%),
Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending.
Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien:
Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak
teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis
Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan
pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau
menyengat
Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah,
mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin
berbau menyengat
Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview
American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).

ISK
3 bentuk gejala UTI:
Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
Pemeriksaan Penunjang :
Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
Biakan urin dan uji sensitivitas
Kreatinin dan Ureum
Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>10 5 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI

Tatalaksana

Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
Umum (Suportif)
Masukan cairan yang cukup
Edukasi untuk tidak menahan berkemih
Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
Hindari konstipasi
Khusus
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
Pada bayi muda
Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis

Dosis Obat Pada UTI Anak

359. Derajat Serangan Asma

359. Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma

360. Malnutrisi Energi Protein


Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya
(WHO)
Dibagi menjadi 3:
Overnutrition (overweight, obesitas)
Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
Defisiensi nutrien spesifik

Malnutrisi energi protein (MEP):


MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
MEP derajat berat (gizi buruk)

Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:


Marasmus
Kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor
Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and
adolescents.
Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition.
http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview

Marasmus
wajah seperti orang tua
kulit terlihat longgar
tulang rusuk tampak
terlihat jelas
kulit paha berkeriput
terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )

Kwashiorkor
edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)

10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk


No Tindakan
Tindaklanjut
3-6
mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

Stabilisasi
H 1-2

Transisi
H 3-7

Rehabilitasi
H 8-14
mg

2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit


5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro
7. Makanan stab & trans
8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi
10. Siapkan tindak lanjut

tanpa Fe

+ Fe

Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun

361.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014


Umur pemberian vaksin

Jenis vaksin
Hepatit
i s B
Polio
BCG
DTP
Hib
PCV
Rotavirus
e
Influ nza
Campak
MMR
Tifoid
Hepatit
i s A
Varisela
HPV

Lahir

Bulan
5
6

12

15

18

24

Tahun
7
8

10

12

18

3
1

1 kali
6 (Td)

7(Td)

4
4
Ulangan 1 kaliptia tpahun
1

Keterangan
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i)
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http
: //
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html)
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel
1. Vaksin hepatit
i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit
i s B
dan imunoglobulin hepatit
i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit
i s B
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit
Bs mon o valen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan,
a optiml umur 2 bulan. Apabila
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun
diberikan vaksin Td, dibooster setia
p 10 t ahun.
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR
sudah diberikan pada 15 bulan.

2
1

3
2
Ulangan tia 3 t ahun
2 kali, interval 6-12 bulan
1 kali
3 kali

6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n
) pada anak umur kurang dari 9 tahun
diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
interval 0,2,6 bulan.

Batuk dan/atau dyspnea


ditambah min salah satu:
Kepala terangguk-angguk
Pernapasan cuping
hidung
Tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam
Foto dada menunjukkan
infiltrat luas, konsolidasi
Selain itu bisa didapatkan
pula tanda berikut ini:
takipnea
Suara merintih (grunting)
pada bayi muda
Pada auskultasi
terdengar: crackles
(ronkii), Suara
pernapasan menurun,
suara napas bronkial

VERY SEVERE PNEUMONIA

Di
samping
batuk
atau
kesulitan
bernapas,
hanya
terdapat
napas
cepat
saja.

SEVERE PNEUMONIA

No
tachypnea,
no chest
indrawing

PNEUMONIA

NO PNEUMONIA

362. Diagnosis Pneumonia (WHO)


Dalam keadaan
yang sangat berat
dapat dijumpai:
Tidak dapat
menyusu atau
minum/makan,
atau
memuntahkan
semuanya
Kejang, letargis
atau tidak
sadar
Sianosis
Distres
pernapasan
berat

rawat jalan
Kotrimoksasol
(4 mg TMP/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari atau
Amoksisilin
(25 mg/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari.

SEVERE-VERY SEVERE PNEUMONIA

Do
not
adm
inist
er
an
anti
bioti
c

PNEUMONIA

NO PNEUMONIA

Tatalaksana Pneumonia
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.

363. Goals of Treatment KAD


Restore perfusion, which will increase glucose
uptake in the periphery, increase glomerular
filtration, and reverse the progressive acidosis.
Arrest ketogenesis with insulin administration,
which reverses proteolysis and lipolysis while
stimulating glucose uptake and processing,
thereby normalizing blood glucose concentration.
Replace electrolyte losses.
Intervene rapidly when complications,
especially CE, occur.

Prinsip Tatalaksana DKA

364. Bronkiolitis
Infection (inflammation) at
bronchioli
Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma

Bronkhiolitis

Bronchiolitis

Bronchiolitis:
Management
Mild disease
Symptomatic therapy
Moderate to Severe diseases
Life Support Treatment : O2,
IVFD
Etiological Treatment
Anti viral therapy (rare)
Antibiotic (if etiology
bacteria)
Symptomatic Therapy
Bronchodilator: controversial
Corticosteroid: controversial
(not effective)

Tatalaksana Bronkiolitis
Walaupun pemakaian nebulisasi
dengan beta2 agonis sampai saat
ini masih kontroversi, tetapi
masih bisa dianjurkan dengan
alasan:
Pada bronkiolitis selain terdapat
proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian
perifer saluran napas (bronkioli)
Beta agonis dapat meningkatkan
mukosilier
Sering tidak mudah membedakan
antara bronkiolitis dengan
serangan pertama asma
Efek samping nebulasi beta agonis
yang minimal dibandingkan
epinefrin.

Sari Pediatri

365. Syok Anafilaktik pada Anak


Anaphylaxis is a serious allergic reaction that is rapid in onset and
may cause death.
Anaphylaxis involves an immunoglobulin E (IgE)mediated
immediate hypersensitivity reaction resulting in the release of
potent chemical mediators from mast cells and basophils.
Hipersensitivitas tipe 1
most effects involve the cutaneous, respiratory, cardiovascular, and
gastrointestinal systems.
Children withatopy, including asthma, eczema, and allergic rhinitis,
are at higher risk of anaphylaxis.
The severity of a previous reaction does not necessarily predict the
severity of a subsequent reaction.
Certainly, individuals with a previous anaphy- lactic reaction are at
higher risk for recurrence.

Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf

Gejala klinis Syok Anafilaktik


Diagnosis didasarkan atas temuan klinis
Hati-hati karena 69% anak yg menderita anafilaksis tidak
memiliki riwayat alergi terhadap agen kausatifnya.
Gejala bisa timbul dalam hitungan detik hingga beberapa
jam (pada anak rata-rata muncul 5-30 menit
postexsposure)
80% 90% mengalami gejala kutaneus, termasuk flushing,
pruritus, urtikaria, diaphoresis, sensasi panas, dan
angioedema.
Gejala pernapasan muncul hingga 94% kasus
Gejala tersering: rasa tercekik, pruritus, serak, stridor, dada
terasa berat, wheezing, dan hipoksemia.

Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf

Children doses for anaphylactic drug


Continuous infusion of epinephrine (1:10,000) starting at 0.1 mg/kg
per minute up to 1 mg/kg per minute.
Other vasopressors to consider: dopamine, vasopressin, and
norepinephrine.
Glucagon should be given to the hypotensive patient who is taking
b-blockers (The intravenous dose for children weighing 20 kg or less
is 0.02 to 0.03 mg/kg up to 0.5 mg/dose; for children weighing
greater than 20 kg give 1 mg/dose)
Diphenhydramine is the intravenous H1 antihistamine of choice.
The pediatric dose is 1.25 mg/kg per dose up to 50 mg per dose.
Ranitidine (0.5 1 mg/kg up to 50 mg per dose) is an H2
antihistamine that can be given intravenously with established
pediatric use.
Methylprednisolone succinate is the preferred intravenous
corticosteroid and can be given as 1 to 2 mg/kg, up to a maximum
of 125 mg.

THT-KL

366. Keganasan THT


Angiofibroma juvenile:

Ciri-ciri: laki-laki, usia 7-19 tahun, jarang >25 tahun


Gejala klinis: hidung tersumbat yang progresif & epistaksis berulang
yang masif
Obstruksi sekret tertimbun rinorea kronik gangguan
menghidu
Bila menutup tuba tuli, otalgia.
Bila ke intrakranial sefalgia hebat

Rinoskopi posterior:
Massa tumor kenyal, warna abu-abu, merah muda, kebiruan
Mukosa tumor hipervaskularisasi, dapat ulserasi

Sifat: secara histologi jinak, secara klinis ganas karena dapat


mendestruksi tulang
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

366. Keganasan THT


History
Male in 5th decade,
exposed with nickel,
chrom, formalin,
terpentin.

Physical Exam.

Diagnosis

unilateral obstruction &


Tumor
rhinorrea. Diplopia,
sinonasal
proptosis . Bulging of
palatum, cheek protrusion,
anesthesia if involving n.V
Elderly with history of
Posterior rhinoscopy: mass
KNF
smoking, preservative
at fossa Rosenmuller,
food. Tinnitus, otalgia
cranial nerves abnormality,
epistaxis, diplopia,
enlargement of jugular
neuralgia trigeminal.
lymph nodes.
painful ulceration,
Painful ulceration with
Ca tonsil
otalgia & slight
induration of the tonsil.
bleeding.
Lymph node enlargement.
Male, young adult, with Anterior rhinoscopy: red
Juvenile
recurrent epistaxis.
shiny/bluish/gray mass. No angiofibro
lymph nodes enlargement. ma
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Treatment
Surgery

Radiotherapy,
chemoradiation,
surgery.

Surgery

Surgery

367. Rhinosinositis
Diagnosis

Clinical Findings

Acute Rhinosinusitis

Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal


discharge as one of them and: facial pain/pressure or
hyposmia/anosmia.
cheek pain: maxillary sinusitis
retroorbital pain: ethmoidal sinusitis
forehead or headache: frontalis sinusitis

Chronic sinusitis

Subacute: 4 weeks-3 months. Chronic: > 3 months. Symptoms


are nonspesific, may only consist of 1 or 2 from these
chronic headache, post nasal drip, chronic cough, throat
disturbance, ear disturbance, sinobronchitis.

Dentogen sinusitis

The base of maxilla are processus alveolaris, where tooth roots


are located. Tooth infection can spread directly to maxillary
sinus. Symptoms: unilateral sinusitis with purulent nasal secrete
& foul breath.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

368. Rinitis Alergi

369. Benda Asing


Lokasi

Gejala & Tanda

Telinga

Hidung

Obstruksi hidung, rinorea unilateral, sekret kental & bau.


Edema, inflamasi, kadang ulserasi.
Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if
object can be grasped, or suction for many object.

Laryng

Total: laryngeal spasm dysphonia, apneu, cyanosis sudden


death. Removal: heimlich manoeuvre
Partial: hoarseness, croupy cough, odynophagia, wheezing,
cyanosis, hemoptysis, dyspneu, subjective feeling from foreign
body. Removal: laryngoscopy or bronchoscopy.

Trachea

Choking, gagging, audible slap, palpatory thud, asthmatoid


wheeze. Removal: bronchoscopy
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

369. Benda Asing


Lokasi

Gejala & Tanda

Telinga

Metode: suction dengan kateter kecil bisa untuk berbagai


benda. Forsep aligator atau pinset untuk benda yang bisa
dijepit (pipih). Hook untuk benda yang bisa dikait belakangnya
(bulat).

Hidung

Obstruksi hidung, rinorea unilateral, sekret kental & bau.


Edema, inflamasi, kadang ulserasi.
Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if
object can be grasped, or suction for many object.

Laryng

Total: laryngeal spasm dysphonia, apneu, cyanosis sudden


death. Removal: heimlich manoeuvre
Partial: hoarseness, croupy cough, odynophagia, wheezing,
cyanosis, hemoptysis, dyspneu, subjective feeling from foreign
body. Removal: laryngoscopy or bronchoscopy.

Trachea

Choking, gagging, audible slap, palpatory thud, asthmatoid


wheeze. Removal: bronchoscopy

Pinset bayonet

Pinset telinga
Alligator forcep

Cerumen hook

370. Otitis Media


Otitis Media Akut
Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.

Perjalanan penyakit otitis media akut:


1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran

timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

370. Otitis Media


Otitis media supuratif kronik
Infeksi kronik dengan sekresi persisten/
hilang timbul (> 2 bulan) melalui membran
timpani yang tidak intak.
Mekanisme perforasi kronik
mengakibatkan infeksi persisten:
Kontaminasi bakteri ke telinga tengah
secara langsung melalui celah
Tidak adanya membran timpani yang intak
menghilangkan efek "gas cushion" yang
normalnya mencegah refluks sekresi
nasofaring.

Petunjuk diagnostik:
Otorea rekuren/kronik
Penurunan pendengaran
Perforasi membran timpani
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

371. Audiologi Dasar


Rinne

Weber

Schwabach
Sama dengan
pemeriksa

Diagnosis

Positif

Tidak ada lateralisasi

Negatif

Lateralisasi ke telinga Memanjang


yang sakit

Tuli konduktif

Positif

Lateralisasi ke telinga Memendek


yang sehat

Tuli sensorineural

Tes bisik
Panjang ruangan minimal 6 meter
Nilai normal: 5/6-6/6
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Normal

372. Kelainan Telinga Luar


Hematoma of the auricle

Severe blunt trauma to the auricle may cause hematoma.


Edematous, fluctuant, & ecchymotic pinna.
If left untreated may cause infection perichondritis.
Th/: incision & drainage/needle aspiration pressure bandage

Perichondritis of the Auricle


Most often as a result of trauma, with penetration of the skin &
a contaminated wound.
The auricle becomes hot, red, swollen, & tender after the
contaminating injury
infection under the perichondrium necrosis of the cartilage
fibrosis severe auricular deformity (cauliflower ear)
Th/: antibiotics. If there is fluctuance from pus drainage.

Keloid
May develop at the same piercing site on the lobe.

373. Polip Nasi


Polip: jaringan lunak putih keabuan berisi cairan di
cavum nasi, yang disebabkan oleh inflamasi mukosa.
Gejala & tanda:
Hidung tersumbat, rhinorea, hiposmia, bersin-bersin,
nyeri, frontal headache.
Rinoskopi: massa pucat di meatus medius, licin & lembab,
bertangkai & dapat digerakkan.

Terapi:

Kortikosterois (polip eosinofilik berespon baik,


dibandingkan polip neutrofilik)
Polipektomi bila tidak ada perbaikan.

373. Polip Nasi

374. Tonsilitis
Acute tonsillitis:
Bakteri penyebab: GABHS, pneumococcus,
S. viridan, S. pyogenes.
Detritus tonsilitis folikularis
Detritus bergabung, membentuk alur
tonsillitis lakunaris
Gejala: nyeri tenggotok, odinofagia,
demam, malaise, otalgia.
Th: penicillin atau erythromicin

Tonsilitis kronik
Tonsil membesar dengan permukaan tidak
rata, kriptus melebar, & beberapa terisi
detritus.
Gejala: rasa mengganjal, kering, & halitosis

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

375. Meniere Disease


Gejala & tanda: Vertigo episodik (beberapa jam), Tuli sensorineural yang
berfluktuasi, tinnitus telinga terasa penuh

375. Meniere Disease


Pemeriksaan penunjang:
MRI dengan kontras gadolinium untuk eksklusi
kelainan retrokoklear (neuroma vestibular), &
dipertimbangkan pada pasien tuli asimetrik

EEG tidak ada kelainan gelombang otak


EMG tidak ada kelainan otot
Audiometri tuli sensorineural

376. Rhinosinositis
Diagnosis

Clinical Findings

Acute Rhinosinusitis

Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal


discharge as one of them and: facial pain/pressure or
hyposmia/anosmia.
cheek pain: maxillary sinusitis
retroorbital pain: ethmoidal sinusitis
forehead or headache: frontalis sinusitis

Chronic sinusitis

Subacute: 4 weeks-3 months. Chronic: > 3 months. Symptoms


are nonspesific, may only consist of 1 or 2 from these
chronic headache, post nasal drip, chronic cough, throat
disturbance, ear disturbance, sinobronchitis.

Dentogen sinusitis

The base of maxilla are processus alveolaris, where tooth roots


are located. Tooth infection can spread directly to maxillary
sinus. Symptoms: unilateral sinusitis with purulent nasal secrete
& foul breath.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

377. Kelainan Laring


Papillomatosis

Ca laring

Nodul pita suara

Granuloma

Polip pita suara


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

377. Kelainan Laring


Diagnosis

Karakteristik

Polip pita suara

Penyebab: inflamasi kronik. Polip bertangkai, unilateral. Di


sepertiga anterior/medial/seluruhnya. Dapat terjadi di segala
usia, umumnya dewasa. Gejala: parau. Jenis: polip mukoid
(keabu-abuan & jernih) & polip angiomatosa (merah tua).

Papilloma laring

Tumbuh pada pita suara anterior atau subglottik. Seperti buah


murbei, putih kelabu/kemerahan. Sangat rapuh, tidak
berdarah, & sering rekuren.
Gejala: parau, kadang batuk, sesak napas. Terapi: ekstirpasi.

Nodul pita suara

Penyebab: penyalahgunaan suara dalam waktu lama. Suara


parau. Laringoskopi: nodul kecil berwarna keputihan,
umumnya bilateral, di sepertiga anterior/medial.

Granuloma

Penyebab: pemasangan ETT, refluks gastroesofageal. Gejala:


disfonia, odinofagia, batuk, globus. Lesi biasanya unilateral,
1/3 posterior plica vocalis.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

378. Otitis Media


Otitis Media Akut
Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.

Perjalanan penyakit otitis media akut:


1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran

timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

379. Tonsilitis
Acute tonsillitis:
Bakteri penyebab: GABHS, pneumococcus,
S. viridan, S. pyogenes.
Detritus tonsilitis folikularis
Detritus bergabung, membentuk alur
tonsillitis lakunaris
Gejala: nyeri tenggotok, odinofagia,
demam, malaise, otalgia.
Th: penicillin atau erythromicin

Tonsilitis kronik
Tonsil membesar dengan permukaan tidak
rata, kriptus melebar, & beberapa terisi
detritus.
Gejala: rasa mengganjal, kering, & halitosis

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

380. Otitis Eksterna


Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.

Otitis externa sirkumskripta (furuncle)


Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg
terobstruksi
Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak ada
jaringan penyambung di bawah kulit sangat
nyeri
Th/: AB topikal, analgetik/anestesi topikal.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

380. Otitis Eksterna


Otitis eksterna difus (swimmers ear)
Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
Kondisi lembab & hangat bakteri tumbuh
Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
Jika edema berat pendengaran berkurang
Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Otitis Externa

381. Hearing Testing


Rinne

Weber

Schwabach

Diagnosis

Positive

No lateralization

The sama as
examiner

Normal

Negative

Lateralize to deafer ear

prolong

Conductive deafness

Positive

Lateralize to better
hearing ear

shortened

Sensorineural deafness

AS
Rinne (-): konduktif
Schwabach memendek: sensorineural
AD
Rinne (+): sensorineural
Schwabach memanjang: konduktif
Weber lateralisasi ke kanan tuli konduktif kanan lebih berat atau
sensorineural kiri lebih berat.

382. Tonsillitis
Acute tonsillitis:
Viral: similar with acute rhinits +
sore throat
Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
Detritus follicular tonsillitits
Detritus coalesce lacunar tonsillitis.
Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
Th: penicillin or erythromicin

Chronic tonsillitis
Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
Lymphoid tissue is replaced by scar widened
crypt, filled by detritus.
Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

383. BPPV
BPPV disebabkan oleh debris yang berasal dari
utrikulus (nama lama: otolith, nama baru: canalith)
masuk ke kanalis semisirkularis & melekat pada kupula
atau mengambang di dalam endolimf.

Debris di kanalis semisirkularis bergerak karena


gravitasi & mendorong kupula vertigo.
Mayoritas BPPV disebabkan oleh debris di kanalis
semisirkularis posterior, tetapi juga dapat masuk ke
kanalis semisirkularis horizontal & superior.

383. Vertigo
Peripheral Vertigo

Central Vertigo

Inner ear, vestibular nerve

Brainstem, cerebellum,
cerebrum

Onset

Sudden

Gradual

Nausea, vomitting

Severe

Varied

Hearing symptom

Often

Seldom

Often

Compensation/resolution

Fast

Slow

Spontaneous nystagmus

Horizontal, rotatoir

Vertical

Latency (+), fatigue (+)

Latency (-), no fatigue (-)

Paresis

Normal

Involving

Neurologic symptom

Positional nystagmus

Calory nystagmus

383. Vertigo
Vertigo of peripheral origin
Condition

Details

BPPV

Brief, position-provoked vertigo episodes caused by abnormal


presence of particles in semisircular canal. Characteristic
nystagmus (latent, rotatory, fatigable) with Dix-Hallpike test.

Menieres disease

An excess of endolymph, causing distension of endolymphatic


system (vertigo, tinnitus, sensorineural deafness). Therapy: low
salt diet, diuretic, surgery, transtympanic gentamycin

Vestibular neuronitis

Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus

Acute labyrinthitis

Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial infection

Labyinthine infarct

Compromises blood flow to labyrinthine

Labyrinthine concussion Damage after head trauma


Perylimnph fistula

Labyrinth membrane damage resultin in perylimph leakage


into middle ear

383. Vertigo
Vertigo of central origin
Condition

Details

Migraine

Vertigo may precede migraines or occur


concurrently

Vascular disease

Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar


syndrome can affect brainstem or cerebellum
function

Multiple sclerosis

Demyelination disrupts nerve impulses which can


result in vertigo

Vestibular epilepsy

Vertigo resulting from focel epileptic discharges in


the temporal or parietal association cortex

Cerebellopontine tumours

Benign tumours in the interal auditory meatus

384. Rhinitis
Diagnosis

Rinitis alergi

Karakteristik

Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa


edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Rhinitis vasomotor keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
perubahan hormonal, dan pajanan obat . Pasien datang dengan keluhan
hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien.
Pada pagi hari saat bangun tidur, kondisi memburuk karena adanya
perubahan suhu yang ekstrem, udara yang lembab, dan karena adanya
asap rokok
Rinitis atrofi /
ozaena

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada


pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung
tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior,
sekret & krusta hijau.

Rinitis
medikamentosa

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor


topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

385. Epistaksis

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring.
Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang
hampir 90% dapat berhenti sendiri.
Klasifikasi
1. Epistaksis Anterior
Paling sering berasal dari Pleksus Kiesselbach, yang merupakan sumber
perdarahan paling sering dijumpai pada anak-anak.
Selain itu juga dapat berasal dari Arteri EthmoidalisAnterior.
Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan
tindakan sederhana.

2. Epistaksis Posterior
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari Arteri Sfenopalatina dan
Arteri Ethmoidalis Posterior.
Sering terjadi pada orang dewasa yang menderita hipertensi, arteriosklerosis,
atau penyakit kardiovaskuler.
erdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.

Faktor Risiko
1. Trauma.
2. Infeksi/alergi seperti: rhinitis, sinusitis.
3. Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti
pada aterosklerosis, nefritis kronik.
4. Riwayat penggunaan obat-obatan seperti koumarin, NSAID, aspirin,
warfarin, heparin, tiklodipin.
5. Riwayat pemakaian semprot hidung steroid jangka lama.
6. Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal
maupun nasofaring.
7. Kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan
epistaksis ialah perdarahan telangiektasis heriditer (hereditary
hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease).
8. Adanya deviasi septum.
9. Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi,
tekanan udara rendah atau lingkungan udaranyasangat kering.

386. Terapi BPPV


Komunikasi dan informasi:
Karena gejala yang timbul hebat, pasien menjadi cemas dan khawatir
akan adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor otak. Oleh
karena itu, pasien perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV bukan
sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik serta hilang spontan
setelah beberapa waktu, namun kadang-kadang dapat berlangsung
lama dan dapat kambuh kembali.
Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan namun apabila terjadi disekuilibrium pasca BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk
mempercepat kompensasi.
Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral.
Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi
dalam beberapa dosis.

Terapi BPPV kanal posterior:


1. Manuver Epley
2. Prosedur Semont
3. Metode Brand Daroff

387. Tuli Konduktif Kanan


Garpu tala
512 Hz
Tes Rinne

Normal

Tuli Kondukif

Positif

Negatif

Tuli
Sensorineural
Positif

Tes Weber

Tidak ada
lateralisasi

Lateralisasi ke
telinga sakit

Lateralisasi ke
telinga sehat

Sama dengan
pemeriksa

Memanjang

Memendek

Tes Swabach

388. Otomikosis

Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

389. Terapi otitis externa sirkumskripta


Topikal
- Otitis eksterna sirkumskripta pada stadium infiltrat
diberikan salep ikhtiol atau antibiotik dalam bentuk
salep seperti polymixin B atau basitrasin.
- Pada otitis externa sirkumskripta ringan dapat
diberikan asam asetat 2%
- Pada otitis eksterna difus dengan memasukkan
tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga
supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan
kulit yang meradang.Pilihan antibiotika yang dipakai
adalah campuran polimiksin B, neomisin,
hidrokortison dan anestesi topikal.

390. Faktor resiko OMSK

Lingkungan
Genetik
Otitis media sebelumnya.
Infeksi
Infeksi saluran nafas atas
Autoimun
Alergi
Gangguan fungsi tuba eustachius.

Anda mungkin juga menyukai