Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan hidayat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan case report session ini tentang Epiglottitis.
Case report session ini ditulis dalam rangka memenuhi tugas Program Dokter
Internsip Periode November 2015November 2016 RSUD Kolonel Abundjani
Kabupaten Merangin, Jambi.
Penulis menyadari bahwa case report session ini masih memiliki banyak kekurangan
dan kesalahan, untuk itu Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga kedepannya case report ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata Penulis berharap semoga case report ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.

Bangko, Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ............................................................................................

Daftar Isi

.................................................................................................

BAB I Penduhuluan .....................................................................................

BAB II Tinjuan Pustaka ..............................................................................

BAB III Laporan kasus................................................................................

13

BAB IV Pembahasan...................................................................................

20

Daftar Pustaka .............................................................................................

23

BAB I
PENDAHULUAN
Epiglotitis akut, atau biasa disebut juga supraglotitis atau laringitis supraglotik,
adalah keadaan inflamasi akut pada daerah supraglotis dari orofaring, yang meliputi
inflamasi pada epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan ariepiglotika. 1 Pada tahun
1900, Theisen pertama kali melaporkan kasus epiglotitis akut sebagai anginaepiglottides. Sejak itu, epiglotitis akut dipublikasikan secara luas dalam literatur
pediatrik.2
Epiglotitis biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri pada daerah
tersebut, dengan bakteri penyebab terbanyak adalah Haemophilus influenzae tipe b.1
Epiglotitis paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2 4 tahun, namun akhirakhir ini dilaporkan bahwa prevalensi dan insidensinya meningkat pada orang
dewasa.2-4
Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang
secara cepat. Pada pasien dewasa gejala yang terjadi lebih ringan, dan yang paling
sering dikeluhkan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan. 1,4,5 Diagnosis
dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan tanda serta gejala klinis
yang ditemui, dan dari foto Rontgen lateral leher yang memperlihatkan edema
epiglotis (thumb sign) dan dilatasi dari hipofaring.3,5
Tujuan utama dari tatalaksana pada pasien dengan epiglotitis akut adalah
menjaga agar saluran nafas tetap terbuka dan menangani infeksi penyebab atau
penyebab yang lainnya.4
Epiglotitis akut dapat menjadi keadaan yang mengancam jiwa karena dapat
menimbulkan obstruksi saluran nafas atas yang tiba-tiba. Karena itu, dokter harus
mewaspadai kemungkinan terjadinya epiglotitis pada pasien, mendiagnosis serta
memberikan tatalaksana secara cepat dan tepat agar tidak sampai menjadi keadaan
yang mengancam jiwa.2,6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Epiglotitis Akut
2.1. Definisi
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah
supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan
ariepiglotika, sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis
supraglotik.1
2.2. Etiologi
Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri yang paling
sering ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga
disebabkan oleh bakteri lain, seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus
parainfluenzae, Streptococcus -hemolyticus grup A dan grup C, Staphylococcus
aureus, dan yang lebih jarang Klebsiella pneumoniae, Neisseria meningitidis,
Pasteurella multocida, Pseudomonas aeruginosa, dan Bacteroides melanogenicus.
Candida albicans juga pernah dilaporkan baik pada pasien yang imunokompeten
maupun yang imunokompromi. Beberapa virus juga dapat menyebabkan epiglotitis
akut, yaitu virus herpes simpleks, virus parainfluenza, dan virus Epstein-Barr.1,2,4,7
Penyebab non-infeksi dari epiglotitis akut dapat berupa penyebab termal
(makanan atau minuman yang panas, penggunaan obat-obatan terlarang seperti rokok
kokain dan rokok mariyuana), penyebab kaustik, dan benda asing yang tertelan.
Epiglotitis juga dapat terjadi sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah kepala dan
leher.1,2,4
2.3. Epidemiologi
Kasus epiglotitis akut dilaporkan pertama kali oleh Theisen pada tahun 1900
sebagai angina-epiglottides. Sejak itu, epiglotitis akut telah dipublikasikan secara
luas dalam literatur pediatrik.2 Di Amerika Serikat, epiglotitis merupakan penyakit
yang jarang ditemui, dengan insidensi pada orang dewasa sekitar 1 kasus per 100.000
penduduk per tahun, dengan rasio pria-wanita sekitar 3:1, dan terjadi pada usia
dekade kelima dengan usia rata-rata sekitar 45 tahun.1 Namun akhir-akhir ini terdapat

bukti yang menyatakan bahwa prevalensi dan insidensi epiglotitis akut pada orang
dewasa meningkat, dibandingkan dengan pada anak-anak yang relatif menurun.2-4,7
Rasio insidensi antara anak-anak dengan orang dewasa pada tahun 1980 adalah 2,6:1,
dan menurun menjadi 0,4:1 pada tahun 1993. Penurunan angka kejadian epiglotitis
pada anak-anak ini terjadi sejak diperkenalkannya vaksin untuk Haemophilus
influenzae tipe b (Hib). Epiglotitis akut paling sering terjadi pada anak-anak usia 2
4 tahun.1,4
2.4. Anatomi Epiglotis
Epiglotis adalah salah satu kartilago yang membentuk kerangka laring.
Epiglotis merupakan sebuah fibrokartilago elastis yang berbentuk seperti daun,
dengan fungsi utama sebagai penghalang masuknya benda yang ditelan ke aditus
laring. Saat menelan, laring bergerak ke arah anterosuperior. Hal ini membuat
epiglotis mengenai pangkal lidah, sehingga epiglotis terdorong ke arah posterior dan
menempatkannya pada aditus laring. Epiglotis memiliki dua tempat perlekatan di
bagian anterior. Secara superior, epiglotis melekat pada tulang hioid melalui ligamen
hioepiglotika. Secara inferior pada bagian stem, epiglotis melekat pada permukaan
dalam dari kartilago tiroid tepat di atas komisura anterior melalui ligamen
tiroepiglotika. Permukaan kartilago epiglotis memiliki banyak lubang yang berisi
kelenjar mukus.3

Gambar 2.1. Anatomi epiglotis

Epiglotis dapat dibagi menjadi bagian suprahioid dan bagian infrahioid. Bagian
suprahioid bebas baik pada permukaan laringealnya maupun permukaan lingualnya,
dengan permukaan mukosa laring lebih melekat dibandingkan dengan permukaan
lingual.Akibat permukaan mukosa laring melipat ke arah pangkal lidah, terbentuk
tiga lipatan: dua buah lipatan glosoepiglotika lateral dan sebuah lipatan
glosoepiglotika medial. Dua lekukan yang terbentuk dari ketiga lipatan tersebut
disebut dengan valekula (dalam bahasa Latin berarti lekukan kecil). Bagian
infrahioid hanya bebas pada permukaan laringealnya atau permukaan posterior.
Permukaan ini memiliki tonjolan kecil yang disebut tuberkel. Di antara permukaan
anterior dan membran tirohioid dan kartilago tiroid terdapat celah pre-epiglotika
yang berisi lapisan lemak. Yang melekat secara lateral adalah membran kuadrangular
yang memanjang ke aritenoid dan kartilago kornikulata, membentuk lipatan
ariepiglotika.3
2.5. Manifestasi Klinis
Onset dan perkembangan gejala yang terjadi pada pasien epiglotitis akut
berlangsung dengan cepat. Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok,
nyeri menelan/ sulit menelan, dan suara menggumam atau hot potato voice, suara
seperti seseorang berusaha berbicara dengan adanya makanan panas di dalam
mulutnya.1 Prediktor adanya obstruksi saluran nafas adalah perkembangan yang
cepat dalam 8 jam setelah onset gejala, terdapat stridor inspiratoar, saliva yang
menggenang, laju pernafasan lebih dari 20 kali permenit, dispnea, retraksi dinding
dada dan posisi tubuh yang tegak.2 Selain itu, tanda-tanda lain yang dapat ditemukan
pada pasien dengan epiglotitis akut adalah demam, nyeri pada palpasi ringan leher,
dan batuk.1
Tiga tanda yang paling sering ditemui adalah demam, sulit bernafas, dan
iritabilitas. Akan terlihat pernafasan yang dangkal, stridor inspiratoar, retraksi, dan
saliva yang menggenang. Selain itu juga terdapat nyeri tenggorok yang hebat dan
disfagia. Berbicara pun terbatas akibat nyeri yang dirasakan. Batuk dan suara serak
biasanya tidak ditemukan, namun bisa terdapat suara menggumam. Stridor muncul
ketika saluran nafas hampir sepenuhnya tertutup. Laringospasme dapat muncul

secara tiba-tiba dengan adanya aspirasi sekret ke saluran nafas yang telah menyempit
dan menimbulkan respiratory arrest.4,8
Obstruksi saluran nafas pada pasien dengan epiglotitis akut dapat terjadi karena
mukosa dari daerah epiglotis longgar dan memiliki banyak pembuluh darah,
sehingga ketika terjadi reaksi inflamasi, iritasi, dan respon alergi, dapat dengan cepat
terjadi edema dan menutupi saluran nafas sehingga terjadi obstruksi yang
mengancam jiwa.6
2.6. Pemeriksaan dan Diagnosis
Dari pemeriksaan orofaring, dapat terlihat epiglotis dan daerah sekitarnya yang
eritematosa, membengkak, dan berwarna merah ceri, namun pemeriksaan ini jarang
dilakukan karena kemungkinan akan memperparah sumbatan dari saluran nafas.
Ataupun jika perlu dilakukan, maka pemeriksaan ini dilakukan di tempat yang
memiliki alat-alat yang lengkap, seperti di ruang operasi. Dapat juga dilakukan
pemeriksaan laringoskopi direk dengan fiber optik untuk pemeriksaan yang lebih
akurat.1,7
Penggunaan pemeriksaan radiologis pada pasien dengan epiglotitis akut masih
kontroversial. Meskipun diketahui bahwa epiglotitis dapat didiagnosis dari radiografi
lateral leher, masih dipertanyakan apakah prosedur ini aman dan memang
diperlukan.8 Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan gambaran thumb sign,
yaitu bayangan dari epiglotis globular yang membengkak, terlihat penebalan lipatan
ariepiglotika, dan distensi dari hipofaring. Terkadang, epiglotis itu sendiri tidak
membengkak, namun daerah supraglotis masih terlihat tidak jelas dan nampak kabur
akibat edema dari struktur supraglotis yang lain. Pada kasus yang berat, terapi tidak
boleh ditunda untuk melakukan pemeriksaan radiografi. Jika radiografi memang
dibutuhkan, pemeriksaan harus didampingi dengan personil yang dapat mengintubasi
pasien secara cepat ketika obstruksi saluran nafas memberat atau telah tertutup
seluruhnya.2,3,8

Gambar 2.2. Gambaran radiografi lateral leher pada pasien dengan epiglotitis2,6
Pemeriksaan laboratorium tidak spesifik pada pasien dengan epiglotitis dan
dilakukan ketika saluran nafas pasien telah diamankan. Jumlah leukosit dapat
meningkat dari 15.000 hingga 45.000 sel/L.4 Kultur darah dapat diambil, terutama
jika pasien terlihat tidak baik secara sistemik. Kultur biasanya memberikan hasil
yang positif pada 25% kasus.1

Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat. 6 Diagnosis biasanya


dapat ditegakkan dari riwayat perjalanan penyakit dan temuan klinis, serta
pemeriksaan radiografi jika memungkinkan.3
2.7. Diagnosis Banding
Kondisi-kondisi lain yang menyerupai epiglotitis adalah angioedema akut,
obstruksi saluran nafas karena penyebab lain, fraktur atau stenosis laring, aspirasi
benda asing, difteri laringeal, laringitis, abses peritonsilar, abses retrofaringeal, dan
sepsis.1,4
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi
obstruksi saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta mengeradikasi agen
penyebab. Intubasi tidak boleh dilakukan di lapangan kecuali sudah terjadi obstruksi
saluran nafas yang akut. Pada pasien dengan keadaan yang tidak stabil,
penatalaksanaan saluran nafas sangat diperlukan. Tanda dan gejala yang
berhubungan dengan kebutuhan intubasi termasuk distres pernafasan, keadaan
saluran nafas yang membahayakan yang ditemukan saat pemeriksaan, stridor,
ketidakmampuan untuk menelan, saliva yang menggenang, dan keadaan yang makin
memburuk dalam 8 12 jam. Epiglotis yang membesar pada pemeriksaan radiografi
berhubungan dengan obstruksi saluran nafas. Jika masih ragu-ragu, mengamankan
saluran nafas merupakan pendekatan yang paling aman. Keadaan pasien dapat
memburuk secara cepat, dan peralatan untuk membuka saluran nafas harus tersedia.
Jika intubasi gagal, dapat dilakukan trakeostomi atau krikotirotomi segera.1
Pada pasien dengan keadaan yang stabil tanpa tanda-tanda bahaya saluran
nafas, sulit bernafas, stridor, atau saliva yang menggenang, dan hanya memiliki
pembengkakan yang ringan, dapat ditangani tanpa intervensi saluran nafas yang
segera dengan pengawasan ketat di unit perawatan intensif atau ICU. Karena
obstruksi saluran nafas dapat terjadi dengan cepat pada pasien, penilaian serial
berulang dari patensi saluran nafas sangat diperlukan.1

10

Antibiotik intravena dapat dimulai sesegera mungkin dan harus mencakup


Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus dan Pneumococcus,
seperti amoksisilin/asam klavulanat atau sefalosporin generasi kedua atau ketiga,
seperti

sefuroksim,

sefotaksim,

atau

seftriakson.

Kortikosteroid

sering

direkomendasikan untuk epiglotitis. Walaupun begitu, tidak ada data yang


menunjukkan kegunaannya pada keadaan ini. Penggunaan kortikosteroid tidak
mengurangi kebutuhan untuk intubasi, durasi intubasi, ataupun durasi perawatan.3,7

Gambar 2.3. Alur tatalaksana epiglotitis akut7

11

Ekstubasi biasanya dapat dilakukan setelah 48 hingga 72 jam, di mana edema


telah berkurang dan terdapat kebocoran udara di sekeliling selang endotrakeal.
Kriteria untuk ekstubasi termasuk berkurangnya eritema, berkurangnya edema
epiglotis, atau secara empiris setelah 48 jam intubasi. Laringoskopi fiber optik
transnasal dapat dilakukan untuk menilai resolusi dari edema sebelum dilakukan
ekstubasi.3,8
2.9. Komplikasi dan Prognosis
Meskipun epiglotitis akut itu sendiri merupakan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, infeksi lain dapat terjadi secara bersamaan. Komplikasi paling
sering adalah pneumonia. Infeksi konkomitan dengan Haemophilus influenzae yang
lain termasuk meningitis, adenitis servikal, perikarditis, dan otitis media. Selain itu,
dapat juga terjadi abses epiglotis dan uvulitis.7,8
Komplikasi non-infeksi juga dapat terjadi pada pasien dengan epiglotitis.
Pasien dengan obstruksi saluran nafas yang menyeluruh dan respiratory arrest dapat
mengalami kerusakan hipoksik dari sistem saraf pusat dan sistem organ yang lain.
Bahkan pasien yang telah mendapat tatalaksana yang cukup dapat menjadi hipoksik.8
Mortalitas pada pasien anak-anak telah menurun dari 7,1% menjadi 0,9% sejak
digunakannya intervensi saluran nafas profilaksis. Mortalitas pada orang dewasa
sekitar 1 7%, namun jika terjadi obstruksi, mortalitas menjadi 17,6%.8

12

BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama

: Ny.LS

Umur

: 67tahun

JenisKelamin : Perempuan
Pekerjaan

: Pensiunan Guru

Agama

: Kristen Protestan

Suku

: Batak

Alamat

: Bangko

ANAMNESIS
Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 67 tahun di RSUD Kolonel Abundjani
Bangko sejak 30 Maret 2016 dengan :
Keluhan Utama:
Nyeri di tenggorokan yang memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh nyeri di tenggorokan sejak 3 hari SMRS yang memberat 1


hari SMRS. Awalnya pasien mengaku rasa mengganjal ditenggorokan namun

keluhan dirasakan semakin bertambah dan nyeri saat menelan.


Batuk sesekali dan pilek diakui pasien, batuk berdahak namun dahak
sulitdikeluarkan. Dahak warna putih dan bercampur air liur. Pasien mengaku

air liur semakin banyak.


Suara serak dan sulit berbicara sejak 1 hari SMRS
Pasien mengaku badan panas sejak 5 hari SMRS, panas naik turun, menggigil

disangkal, panas tinggi disangkal.


Pasien mengeluh nafas terasa sulit sejak malam SMRS dan mengorok saat
tidur.

Riwayat Penyakit Dahulu :

13

Riwayat menderita penyakit seperti ini sebelumnya disangkal

Riwayat keluarga :

Tidak ada penyakit serupa di keluarga pasien

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Kompos mentis

Tanda vital :

Nadi

: 88 kali/menit

Respirasi

: 24 kali/menit

Tekanandarah : 130/80 mmHg

Suhu

: 37,7 C

Status generalisata :

Kepala

: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Leher

: retraksi suprasternal (+)

Thorax

: retraksi intercostal -/-

Paru

: pergerakan nafas simetris, fremitus taktil teraba simetris kiri

dan kanan, sonor, vesikuler +/+ (meningkat saat inspirasi), ronkhi -/-,
wheezing -/ Jantung : ictus kordis tidak terlihat, BJ I dan II reguler, bising jantung
(-)

Abdomen

: retraksi epigastrial (-), datar, nyeri tekan (-), hepar dan lien

tidak teraba, BU (+) N.

Ekstremitas

: oedem -/-, akral hangat

Status Lokalis (THT)

Telinga: liang telinga lapang, membran timpani utuh, reflek cahaya (+), sekret

(-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik auricula (-)


Hidung
: lapang, konka inferior eutrofi dan hiperemis, tidak ada
deviasi septum, sekret (+)

14

Orofaring
: faring hiperemis, salivasi ++, Tonsil : T1-T1
Laringoskop indirek : epiglottis edema dan hiperemis cherry red

Pemeriksaan Penunjang

Radiologi : Thumb sign pada foto soft tissue servical posisi lateral

Gambar 3.1.Foto Soft Tissue Servical AP dan Lateral


Laboratorium Darah
Hb
: 12,8 gr/dl
Leukosit
: 17.800 sel/mm3

Diagnosis

Diagnosis Kerja : Epiglottitis Akut


Diagnosis lain :
Ancaman sumbatan jalan nafas grade I
Diagnosis banding :
Edema laring
Laringitis

Penatalaksanaan

Observasi Pernafasan
IVFD RL gtt xx/m (makro)
Nebulizer NaCl 10cc/6 jam
15

Inj. Methylprednisolon 2x125mg (IV)


Inj. Ranitidin 2x150mg (IV)
Inj. Cefotaxim 2x1 gr (IV) skin test
Paracetamol tab 3x500 mg (k/p)

Prognosis

Quo ad vitam
Qua ad functionam
Quo ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal
31/3/2016

Observasi
Penatalaksanaan
S :nyeri tenggorok (+), rasa mengganjal (+)
dr,Sp. THT, adv :
O : tanda vital : TD 120/80, N 80 x/menit, RR - IVFD RL gtt xx/m
16

22 x/menit T 36,8
Orofaring: faring hiperemis, salivasi ++,
Tonsil T1-T1
A :Epiglottitis Akut + Ancaman sumbatan
jalan nafas grade I
P :laringoskop

17.00
WIB

Telah dilakukan laringoskopi oleh dr. Eka,


Sp.THT

(makro)
Nebulizer NaCl
10cc/6 jam
Inj.
Methylprednisolon
1x125mg (IV)
Inj. Ranitidin
2x150mg (IV)
Inj. Cefotaxim 2x1
gr (IV) skin test

dr.Sp.THT, adv:
Terapi teruskan

Gambar 3.2.Hasil Endoskopi Ny.LS


Tampak epiglottis edema dan hiperemis,
aritenoid
edema
dan
hiperemis,
pergerakan
pita
suara
terganggu,
penebalan pita suara (-), massa (-).
01/4/2016

S :nyeri tenggorok(+), rasa mengganjal (+)


O : tanda vital : TD 120/80, N 80 x/menit, RR
20 x/menit T 37
Orofaring: faring hiperemis, salivasi ++,
Tonsil T1-T1
A :Epiglottitis Akut + Ancaman sumbatan
jalan nafas grade I

dr,Sp. THT, adv :


- IVFD RL gtt xx/m
(makro)
- Nebulizer NaCl
10cc/6 jam
- Inj.
Methylprednisolon
1x125mg (IV)
- Inj. Ranitidin
2x150mg (IV)
- Inj. Cefotaxim 2x1
gr (IV) skin test

02/4/2016

S :nyeri tenggorok , rasa mengganjal

dr,Sp. THT, adv :


17

O : tanda vital : TD 130/80, N 80 x/menit, RR


20 x/menit T 36,7
Orofaring: pulvitis, faring hiperemis, salivasi
+, Tonsil T1-T1
A :Epiglottitis Akut + Ancaman sumbatan
jalan nafas grade I

IVFD RL gtt xx/m


(makro)
Nebulizer NaCl
10cc/6 jam
Inj.
Methylprednisolon
1x125mg (IV)
Inj. Ranitidin
2x150mg (IV)
Inj. Cefotaxim 2x1
gr (IV) skin test
Hexetidin Alkohol
(obat kumur)
3x5cc

03/4/2016

S :nyeri tenggorok , rasa mengganjal


O : tanda vital : TD 160/90, N 80 x/menit, RR
20 x/menit T 36,7
Orofaring: pulvitis, faring hiperemis, salivasi
+, Tonsil T1-T1
A :Epiglottitis Akut + Ancaman sumbatan
jalan nafas grade I

dr,Sp. THT, adv :


- IVFD RL gtt xx/m
(makro)
- Nebulizer NaCl
10cc/6 jam
- Inj.
Methylprednisolon
1x125mg (IV)
- Inj. Ranitidin
2x150mg (IV)
- Inj. Cefotaxim 2x1
gr (IV) skin test
- Hexetidin Alkohol
(obat kumur)
3x5cc

04/4/2016

S :nyeri tenggorok (-), rasa mengganjal (-)


dr,Sp. THT, adv :
O : tanda vital : TD 120/80, N 78 x/menit, RR - Inj.
20 x/menit T 36,7
Methylprednisolon
Orofaring: faring merah muda, salivasi +,
1x125mg (IV)
- ACC pulang
Tonsil T1-T1
dengan obat
A :Epiglottitis Akut + Ancaman sumbatan
pulang:
jalan nafas grade I
- Methylprednisolon
2x4mg
- Cefixime tab
2x100mg

18

11/04/201
6

Hasil laringoskopi kontrol 7 hari setelah boleh


pulang.
Tampak epiglottis dan aritenoid hiperemis
minimal, valekula tenang, pita suara
tenang, massa (-).

Gambar 3.3. HasilLaringoskopi Ny.LS

19

BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan satu kasus seorang perempuan berusia 67 tahun yang
didiagnosis epiglottis akut. Menurut Chung dalam jurnalnya, epiglotitis paling sering
terjadi pada anak-anak berusia 2 4 tahun, namun akhir-akhir ini dilaporkan bahwa
prevalensi dan insidensinya meningkat pada orang dewasa. Epiglottis akut pada
pasien ini menyebabkan keluhan yang menunjukkan adanya ancaman sumbatan jalan
nafas.
Penyebab epiglottitis pada pasien ini diduga adalah adanya infeksi dari bakteri
yang bermula dari keluhan gangguan saluran nafas bagian atas berupa batuk dan
pilek yang dirasakan pasien.Berbagai literatur menyebutkan bahwa epiglotitis akut
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri.Bakteri yang paling sering ditemukan
adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri
lain, seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus parainfluenzae, Streptococcus
-hemolyticus grup A dan grup C, Staphylococcus aureus, dan yang lebih jarang
Klebsiella pneumoniae, Neisseria meningitidis, Pasteurella multocida, Pseudomonas
aeruginosa,

dan

Bacteroides

melanogenicus.

Beberapa

virus

juga

dapat

menyebabkan epiglotitis akut, yaitu virus herpes simpleks, virus parainfluenza, dan
virus Epstein-Barr.
Pasien pada kasus ini mengeluh nyeri tenggorokan yang dirasakan memberat
sejak 1 hari SMRS. Awalnya keluhan berupa rasa mengganjal di tenggorok yang
kemudian berkembang menjadi nyeri sehingga sulit untuk menelan dan suara serak.
Menurut Grompf pada artikelnya, onset dan perkembangan gejala yang terjadi pada

20

pasien epiglotitis akut berlangsung dengan cepat. Biasanya pasien datang dengan
keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan/ sulit menelan, dan suara menggumam.
Pasien juga mengeluhkan nafas terasa sesak sejak malam SMRS. Ini
merupakan gejala adanya obstruksi saluran nafas. Menurut Chung pada artikelnya,
obstruksi saluran nafas pada pasien dengan epiglotitis akut dapat terjadi karena
mukosa dari daerah epiglotis longgar dan memiliki banyak pembuluh darah,
sehingga ketika terjadi reaksi inflamasi, iritasi, dan respon alergi, dapat dengan cepat
terjadi edema dan menutupi saluran nafas sehingga terjadi obstruksi yang
mengancam jiwa.
Pemeriksaan orofaring pada pasien ini didapatkan faring hiperemis, salivasi +
+, Tonsil T1-T1. Pemeriksaan laringoskop indirek didapatkan epiglottis edema dan
hiperemis cherry red. Untuk lebih memastikan keadaan di tenggorokan dilakukan
pemeriksaan endoskopi dan didapatkan hasil tampak epiglottis edema dan hiperemis,
aritenoid edema dan hiperemis, pergerakan pita suara terganggu, penebalan pita suara
(-), massa (-). Hal ini serupa dengan artikel Grompf tentang epiglottitis yang
menyebutkan bahwa dari pemeriksaan orofaring, dapat terlihat epiglotis dan daerah
sekitarnya yang eritematosa, membengkak, dan berwarna merah ceri.
Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan soft tissue cervical AP dan lateral.
Pada gambaran rontgen tampak thumb sign yang terlihat pada batas vertebrae
cervical IV-V. Menurut Snow dan Balengger, epiglotitis dapat didiagnosis dari
radiografi lateral leher. Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan gambaran
thumb sign, yaitu bayangan dari epiglotis globular yang membengkak, terlihat
penebalan lipatan ariepiglotika, dan distensi dari hipofaring.
Pemeriksaan laboratorium darah terhadap pasien ini didapatkan peningkatan
leukosit yaitu17.800 sel/mm3. Menurut Tolan dalam artikel berjudul epigolottitis
pediatric,pemeriksaan laboratorium tidak spesifik pada pasien dengan epiglotitis dan
dilakukan ketika saluran nafas pasien telah diamankan. Jumlah leukosit dapat
meningkat dari 15.000 hingga 45.000 sel/L.
Berdasarkan dari kumpulan gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan terhadap pasien ini maka diagnosis yang paling tepat
adalah epiglottitis akut. Menurut Snow dan Balengger, diagnosis epiglottitis biasanya
dapat ditegakkan dari riwayat perjalanan penyakit dan temuan klinis, serta

21

pemeriksaan radiografi jika memungkinkan. Epiglotitis dapat menjadi fatal jika


terdiagnosis terlambat.
Rangkaian penatalaksanaan yang dilakukan terhadap pasien ini bertujuan
untuk mencegah sumbatan jalan nafas lebih lanjut dan memperbaiki keadaan
epiglottis yang edema. Obat-obatan tambahan lain diberikan untuk memperbaiki
keluhan lain dari pasien.
Menurut Grompf, penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan
kepada mengurangi obstruksi saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta
mengeradikasi agen penyebab. Snow dan Balengger menyebutkan pemberian
antibiotik intravena dapat dimulai sesegera mungkin dan harus mencakup
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus dan Pneumococcus,
seperti amoksisilin/asam klavulanat atau sefalosporin generasi kedua atau ketiga,
seperti

sefuroksim,

sefotaksim,

atau

seftriakson.

Kortikosteroid

sering

direkomendasikan untuk epiglotitis.


Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam untuk ketiganya. Hal ini didukung
dengan onset gejala yang lebih awal diketahui dan pemeriksaan serta tatalaksana
yang diberikan secara cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi komplikasi yang
akan muncul.Menurut Cummings, mortalitas pada orang dewasa sekitar 1 7%,
namun jika terjadi obstruksi, mortalitas menjadi 17,6%.

22

DAFTAR PUSTAKA

Gompf,

S.G.

Epiglottitis.

2011.

Available

at:

http://http://emedicine.medscape.com/article/763612 [Accessed April 18th, 2012].


2

Chung, C.H. Case and Literature Review: Adult Acute Epiglottitis Rising Incidence
or Increasing Awareness. Hong Kong J Emerg Med. October 2011; 8(4): 227-30.
Available

at:

http://www.hkcem.com/html/publications/Journal/2001-3/227-

231.pdf [Accessed April 18th, 2012].


3

Snow, J.B., Ballenger, J.J. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
16th Ed. USA: BC Decker; 2003: 1090-3, 1195-6, 1198.

Tolan,

R.W.

Pediatric

Epiglottitis.

2011.

Available

at:

http://http://emedicine.medscape.com/article/963773 [Accessed April 18th, 2012].


5

Dhingra, P.L. Acute and Chronic Inflammation of Larynx. In: Dhingra, P.L. Diseases
of Ear, Nose and Throat. 4th Ed. USA: Elsevier; 2007: 265-6.

Chung, C.H. Acute Epiglottitis Presenting as the Sensation of a Foreign Body in the
Throat. Hong Kong Med J. September 2000; 6(3): 322-4. Available at:
http://www.hkmj.org/article_pdfs/hkm0009p322.pdf [Accessed April 18th, 2012].

Wick, F., Ballmer, P.E., Haller, A. Acute Epiglottitis in Adults. Swiss Med Wkly.
2002;

132:

541-546.

Available

at:

http://www.smw.ch/docs/pdf200x/2002/37/smw-10050.PDF [Accessed April 18th,


2012].
8

Cummings, C.W. et al. Cummings Otolaryngology - Head & Neck Surgery. 5th Ed.
USA: Elsevier; 2010: 2806-9.

23

Anda mungkin juga menyukai