Anda di halaman 1dari 22

TUGAS BIOTEKHOLOGI

FERMENTASI ASAM GLUTAMAT

Dosen : Dra. Tatat Hayati

OLEH

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
2015

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas pengembangan bioteknologi
tentang fermentasi Asam Glutamat. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Bioteknologi, kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak, dan
juga kepada teman teman sekelompok kami yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik serta saran yang dapat
membangun, kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah kami selanjutnya, akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita sekalian.

Jakarta, Oktober 2015

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam bioproses, fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses
utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang dihasilkan
melalui fermentasi merupakan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya antibiotik, asamasam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya. Fermentasi mempunyai pengertian
aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai
lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer.
Fermentasi merupakan proses yang relatif murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan
oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk-produknya yang sudah biasa
dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain. Proses fermentasi
dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk protein.
Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub
merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak
digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim.Produk fermentasi
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau pakan.
Di samping hasil-hasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk
menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang digunakan dalam
pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi
fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh
karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang
sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal.
Asam glutamat merupakan asam amino yang dikenal memiliki kekhasan yaitu sebagai
penguat citarasa. Di pasaran asam glutamat dapat kita jumpai dalam bentuk monosodium
glutamat yang banyak digunakan sebagai bahan penyedap makanan.
Hampir disetiap bahan makanan mengandung zat aditif khususnya monosodium glutamat
atau mononatrium glutamat yang merupakan senyawa sintetik yang dapat menimbulkan rasa
enak (flavour potentiator) atau menekan rasa yang tidak diingankan dari suatu bahan
makanan. MSG juga merupakan zat penyedap rasa yang banyak digunakan oleh produsen
makanan untuk membuat produknya menjadi lebih enak. Zat tersebut merupakan pembentuk
protein, sehingga apabila zat makanan ditambahkan vetsin (MSG) akan berasa seperti
ditambah kaldu daging (protein).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.
2.
3.
4.

Apa mikroba yang digunakan untuk pembuatan Asam Glutamat ?


Apa tahapan proses fermentasi Asam Glutamat ?
Apa media yang digunakan dalam proses fermentasi ?
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi Asam Glutamat ?

1.3 TINJAUAN MASALAH


1.
2.
3.
4.

Mikroba yang digunakan dalam fermentasi Asam Glutamat


Proses fermentasi Asam Glutamat
Media fermentasi Asam Glutamat
Faktor faktor yang mempengaruhi fermentasi Asam Glutamat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam Glutamat


Beberapa orang ahli berpendapat bahwasanya defenisi dari Monosodium Glutamate
atau Mononatrium Glutamate adalah garam asam glutamat yang berperan sebagai penghasil
rasa umami (gurih) dengan formula HOO-CCH(NH2)-CH2CH2COONa yang dihasilkan dari
hidrolisa protein nabati atau larutan dari limbah penggilingan gula tebu atau bit (Pramadi
2006). Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah
satu karbonnya berkaitan dengan NH2 yang menjadi ciri asam amino (Sukawan 2008).
2.2 Sejarah Asam Glutamat
Penemuan asam glutamat bermula pada abad ke-8 dengan diawali penggunaan rumput
laut kering sebagai bahan dalam poses pembuatan sup di Jepang (Sugita 2002). Diketahui
bahwa ganggang laut (Laminaria sp) yang digunakan sebagai bumbu penyedap (konbu)
masakan di Jepang, merupakan substansi yang dapat mengaktifkan rasa (Sukawan 2008).
Sejak tahun 1866, Ritthausen, yang merupakan seorang ahli kimia yang berasal dari Jerman,
berhasil dalam penelitiannya mengisolasi asam glutamat. Baru pada 1908, seorang ilmuwan
Jepang, Prof. Kikunae Ikeda menemukan bahwa asam glutamat adalah senyawa yang
bertanggung jawab atas penguatan rasa pada konbu.
2.3 Teknologi Fermentasi Asam Glutamat
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses fermentasi asam glutamat, yaitu :
a. Pemilihan bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan MSG adalah tetes tebu, dextrose,dan
raw sugar. Gula-gula yang dimanfaatkan bakteri sebagai substrat adalah fermentable
sugar (sukrosa, fruktosa dan glukosa). Selain cane molasses, tepung tapioca yang
merupakan pati dan raw sugar juga dapat digunakan untuk bahan baku fermentasi MSG
(Kurihara 2009).
b. Persiapan bakteri dan media

Persiapan bakteri dan media dilakukan dengan laboratory seed culture, yaitu tahap
pembuatan media dan pengembangan mikroba dalam skala laboratorium (Sano 2009).
c. Fermentasi utama asam glutamat
Pada skala industri main fermentor sebagai tangki fermentasi utama, merupakan
tempat terjadinya fermentasi. Pada main fermentor, suhu operasi dijaga konstan 31,5-37 oC
dan pH dijaga sekitar 7,7. Selain itu, dilakukan juga penambahan bahan pendukung, yaitu
urea sebagai sumber karbon. Proses ini berlangsung selama holding time 28-30 jam
disertai dengan pengadukan karena waktu fermentasinya lama maka perlu dilakukan
penambahan media sebagai sumber makanan dari bakteri (Sano 2009).
Pada akhir proses fermentasi ini akan dihasilkan Original Broth (OB) yang terdiri
dari bangkai bakteri, lumpur, sisa media, kotoran dan asam glutamat yang akan diproses
lebih lanjut pada Refinery I. Cairan hasil fermentasi ini telah mengandung asam glutamat
10% dan akan dilakukan pemekatan menjadi larutan OB dengan kandungan asam
glutamat 31% dengan evaporasi menggunakan multy effect evaporator (evaporator dengan
lebih dari dua heater) selama 1 jam dengan suhu 80 oC pada tekanan vakum (Sano 2009).
Kemudian tahap selanjutnya akan tergantung pemanfaatan asam amino glutamat yang
telah dihasilkan, misalnya produksi MSG, akan dilanjutkan dengan tahap kristalisasi dan
netralisasi, serta pengeringan, pengayakan, dan pengemasan.
2.4 Industri Asam Glutamat di Indonesia
Saat ini sekitar 640.000 ton MSG diproduksi setiap tahunnya di 14 negara di seluruh
dunia (Sugita 2002). Menurut Belitz dan Grosch (2009) pada tahun 1978 konsumsi MSG
mencapai 200.000 ton di seluruh dunia. Menurut data 1989, di Indonesia terdapat 9 pabrik
MSG dengan estimasi produksi 16.375 ton per tahun (Ardyanto 2004). Indonesia merupakan
konsumen kedua terbesar produk MSG setelah China, dan produsen MSG yang cukup besar.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bahan Baku Pembuatan Asam Glutamat


Bahan baku (sumber gula) yang digunakan pada industri fermentasi asam glutamat,
umumnya, mengacu pada kondisi geografis tempat pemrosesan. Misalnya Amerika Serikat
menggunakan sirup jagung, Asia Selatan menggunakan tapioka, serta molases pada Eropa
dan Amerika Selatan. Hal yang menarik adalah pemanfaatan sumber gula pada industri
glutamat China yang menggunakan jagung. China sebagai produsen jagnung terbesar di dunia
memanfaatkan instrumen pengalihan ekspor jagung menjadi bahan baku dalam negeri untuk
menjaga tingkat harga di petani serta mendorong industri dalam negeri yang efisien karena
murahnya bahan baku.
Contoh industri dalam negeri yang dibawa dalam tulisan ini adalah PT. Palur Raya.
PT. Palur Raya menggunakan bahan baku berupa tetes tebu sebagai sumber energi/media
pertumbuhan bakteri dalam proses fermentasi dan beet mollases

yang berguna untuk

meningkatkan rendemen MSG. Tetes tebu diperoleh dari pabrik-pabrik gula disekitar lokasi
pabrik sedangkan beet molase diperoleh secara impor dari negara Mesir. Perbandingan
penggunaan molase tebu dan molase beet adalah 200 ton beet untuk 5000 ton molase tebu.
Kualitas bahan baku akan mempengaruhi kualitas MSG yang nantinya dihasilkan . Molase
yang diterima PT. Palur Raya harus memenuhi standar yang ditetapkan yaitu :
Kandungan Utama

Komposisi

Kadar Gula Total (TDS)

Minimal 55 %

Kadar Ca

0,8-1,3 %

Berat jenis

1,4-1,6 kg/L

Brix

Minimal 800

Tabel. 1 Spesifikasi tetes tebu sebagai bahan baku MSG

Sementara itu, ditambahkan pula beberapa bahan pendukung sebagai berikut :


a.
b.
c.
d.

HPO sebagai sumber pospat untuk pertumbuhan mikroba


HSO untuk menurunkan kadar Ca2 yang terkandung dalam tetes tebu
Urea dan amoniak cair sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan mikroba
Defoamer untuk
menghilangkan busa/gelembung selama proses fermentasi

berlangsung
e. Penicillin untuk mengontrol pertumbuhan bakteri dan memudahkan pemanenan asam
glutamat menjadi produk akhir dalam proses fermentasi.

3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Asam Glutamat


a. Baik pada proses pembiakan maupun fermentasi, temperatur proses harus terjaga
kurang lebih 30-350C (optimum 340C) karena proses metabolisme yang berlangsung
bersifat eksoterm. pH dikontrol antara 7-8 dengan cara menambahnkan NH3.
Penurunan pH diakibatkan oleh produksi asam glutamat oleh bakteri.
b. Fermentasi asam glutamat merupakan fermentasi aerobik, oleh karena itu pengaliran
udara (sebagai suplai oksigen) dan aerasi harus cukup agar tidak terbentuk asam
laktat (bila kekurangan oksigen)
c. Kadar gula selama proses fermentasi akan semakin berkurang karena diubah oleh
bakteri menjadi asam glutamat, maka penambahan tetes feeding penting dilakukan
saat fermentasi berlangsung.
d. Efek biotin, kadar yang digunakan 10-20 mg/L. biotin berperan penting dalam
akumulasi asam glutamat dalam jumlah yang besar
e. Efek Penicillin, untuk seleksi mikroba dan mengakumulasi asam glutamat pada saat
fase pertumbuhan, serta memudahkan glutamat untuk dipanen karena glutamat
terekstraksi keluar sel.
3.3 Fermentasi Asam Glutamat di Industri
Walaupun detail dari produksi MSG cenderung berbeda pada tiap-tiap
perusahaan, namun secara umum telah diketahui proses efektif untuk skala industrinya.
Proses produksi, biasanya dijalankan dengan tipe proses fed-batch dimana gula
ditambahkan pada saat proses fermentasi berlangsung. Alasan utamanya menggunakan

proses fed-batch dibanding dengan proses batch, dimana semua komponen tersedia pada
saat awal proses, adalah dengan penggunaan proses batch dibutuhkan konsentrasi gula
yang lebih tinggi. Konsentrasi gula yang tinggi dapat memicu terjadinya oksidasi tidak
sempurna dari gula itu sendiri menjadi laktat ataupun asam asetat yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga menurunkan yields.
Proses pembuatan MSG di PT. Palur Raya menggunakan metode fermentasi asam
glutamat, pada dasarnya proses produksi MSG di PT Palur Raya dapat dikelompokkan
dalam 3 bagian unit produksi yaitu unit fermentasi, unit isolasi, dan unit refining. Proses
fermentasi dilakukan dalam fermentor secara fed batch.
Proses fermentasi asam glutamat dilakukan dengan bantuan bakteri penghasil
asam glutamat. Fermentasi asam glutamat (GA) menggunakan bakteri Micrococcus
glutamicus atau yang sekarang disebut Corynebacterium glutamicus. Bakteri ini
termasuk ke dalam gram positif, tidak membentuk spora, non-motil, serta memerlukan
biotin untuk tumbuh. Bakteri akan mengonversi glukosa dan memetabolismenya menjadi
asam glutamat.
Pembentukan asam glutamat akan menyebabkan terjadi penurunan kadar gula dan
pH. Proses fermentasi selesai setelah 32 jam dan cairan hasil fermentasi disebut Thin
Broth yang kemudian mengalami proses pemisahan antara asam glutamat dengan mother
liquornya yang disebut tahap isolasi. Proses unit isolasi dilakukan pemekatan Thin Broth
menggunakan evaporator dan hasil pemekatannya disebut Concentate Broth ditambah
hydrogen source untuk menurunkan pH hingga 3,2 dan membentuk kristal yang
berwarna coklat bening dan siap melewati unit refining. Proses refining untuk
menjernihkan warna sirup MSG cair dengan menggunakan karbon aktif.
Proses berikutnya dengan pengeringan untuk mendapatkan kristal MSG yang
putih, kering dan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki. Pada makalah ini hanya akan
dibahas mengenai proses fermentasi asam glutamat pada perusahaan tersebut. Proses
fermentasi asam glutamat berlangsung dalam 3 tahap, yakni :
a.

Mollases Treatment
Tahap ini berguna untuk mengurangi kadar Ca dalam bahan baku dengan

menambahkan HSO dan koagulan yang mengendapkan Ca menjadi CaSO. Kadar Ca


yang tinggi dapat menyebabkan MSG yang dihasilkan menjadi berwarna keruh sehingga

kualitasnya menurun, maka dari itu tahap ini perlu dilakukan. Jumlah asam sulfat yang
digunakan tergantung dengan kadar Ca dalam tetes tebu, semakin banyak kadar Ca yang
terkandung maka semakin banyak asam sulfat yang ditambahkan.
Pada proses treatment, air dan asam sulfat ditambahkan terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terbentuknya kerak yang berlebihan di dalam tangki dan
meningkatkan efektifitas pencampuran asam sulfat dengan tetes. Proses ini dipercepat
dengan bantuan steam (500), adanya steam akan meningkatkan reaksi antara ion kalsium
dengan asam sulfat pekat. Penambahan koagulan (aronfis) bertujuan untuk
mengendapkan partikel-partikel yang tidak dapat diendapkan oleh asam sulfat pekat.
Endapan yang dihasilkan kemudian dialirkan ke tahap pemisahan sehingga
dihasilkan tetes yang bersih. Tahap pemisahan yang pertama adalah thickener. Thickener
bekerja dengan memanfaatkan gaya grafitasi, partikel yang besar cenderung akan tertarik
ke bawah sedangkan cairan tetes yang bersih akan berada di atas. Tahap pemisahan
selanjutnya adalah brush stainer yang berfungsi memisahkan tetes dari kotoran yang
berukuran kecil. Saringan yang berada di seluruh permukaan dinding brush stainer akan
menyebabkan tetes bersih meresap melewati saringan sedangkan partikel pengotor akan
tertinggal di saringan. Alat ini dilengkapi dengan agitator yang berfungsi untuk
meratakan tetes dan juga sikat yang berfungsi untuk membersihkan kotoran yang
menempel pada saringan.
Tahap pemisahan selanjutnya menggunakan sand cyclone
memisahkan tetes dari pasir.

yang berfungsi

Tahap ini memanfaatkan gaya sentrifugal dengan

menggunakan tekanan sebesar 2 bar. Gaya sentrifugal menyebabkan partikel pasir


terlempar ke dinding alat sedangkan tetes bersih akan naik ke atas. Tahap pemisahan
yang terakhir adalah dengan menggunakan westfalia separator. Tahap ini juga
memanfaatkan gaya sentrifugal hanya saja gaya nya diperbesar dengan plate-plate yang
berbentuk sirip ikan. Tetes bersih memiliki tingkat keasaman 4-4,5 akibat penambahan
asam sulfat pada mollases treatment.
Endapan dari setiap tahap pemisahan ditreatment kembali dengan ditambahkan
air dan asam sulfat pekat.

Campuran tersebut kemudian dipisahkan dengan

menggunakan SDC (super de canter) yang bekerja secara sentrifugal dengan bantuan ulir
berputar. Ulir akan memisahkan endapan dengan air PPT / precipitate (cairan yang masih

mengandung tetes), air PPT ini dapat digunakan lagi pada proses awal treatment
sedangkan endapannya akan dibuang sebagai limbah.
b. Proses Seeding
Tahap ini merupakan proses pembiakan bakteri sebelum masuk ke dalam
fermentor. Hal ini dilakukan agar bakteri dapat beradaptasi di dalam media seeding
(starting) sebelum fermentasi dilakukan. Media seeding mengandung air, garam, molase,
serta HPO. Proses seeding berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu sterilisasi tangki
dan main filter, sterilisasi dan pengisian media, proses pemasukan bakteri ke dalam
media, serta pencucian tangki. Proses sterilisasi yang dilakukan bertujuan untuk
memusnahkan mikroorganisme yang terdapat pada alat-alat tersebut sehingga fermentasi
dapat dikendalikan dan hasilnya sesuai dengan harapan.
Selama proses seeding, diperlukan pengaturan udara karena bakteri yang
dibiakkan bersifat aerob. Selain itu pengaturan suhu juga penting dilakukan karena
aktivitas bakteri selama proses bersifat eksoterm (menghasilkan kalor). Oleh sebab itu
suhu selama proses harus dijaga tetap 34C dengan cara mengalirkan air dingin. Adanya
peningkatan kecepatan aliran air pendingin menunjukkan adanya peningkatan
pertumbuhan bakteri.
Selain itu adanya pertumbuhan bakteri juga ditandai dengan peningkatan
kecepatan aliran amoniak yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri yang menghasilkan
asam glutamat sehingga terjadi penurunan pH. Oleh karena itu pada saat proses seeding
berlangsung NH3 perlu ditambahkan agar pH tetap stabil. Apabila proses seeding telah
selesai maka diperoleh cairan seeding yang mengandung banyak bakteri penghasil asam
glutamat. Selanjutnya cairan tersebut harus dipindahkan ke fermentor untuk proses
fermentasi.
Pengaliran cairan seeding ke fermentor harus terjaga dari kontaminasi, oleh
karena itu pipa dari seeding ke fermentor harus di sterilisasi terlebih dahulu dengan uap
panas selama 15 menit. Setelah itu barulah cairan seeding dialirkan menuju fermentor.
c. Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan di dalam fermentor secara fed batch. Kapasitas
proses fermentasi ini adalah tetes sebanyak 22,5 ton dengan pH sebesar 4,6 dan brix 16.
Bahan-bahan lain yang ditambahkan untuk proses fermentasi adalah 1 kg MgSO4; 0.5 kg

FeSO4; 0.5 kg mono potasium phospat dan 0.5 kg asam sitrat. Perlu juga ditambahkan
NH3 untuk meningkatkan pH menjadi 7,4.
Penambahan udara ke dalam fermentor sebelum media masuk dimaksudkan
untuk mencegah tekanan vakum di dalam tangki yang memungkinkan terjadinya
kontaminasi. Setelah media masuk ke dalam tangki atur pH sampai 7,4 dan atur suhu
jangan sampai diatas 340 C. Setelah kondisi memenuhi syarat, bakteri dari seeding
masuk.
Selama fermentasi ditambahkan aliran udara bervolume 20 m 3 /menit kemudian
akan naik perlahan untuk memacu pertumbuhan bakteri. Untuk bisa memproduksi asam
glutamat diperlukan udara sebesar 60-70 m3 /menit . Bakteri akan mengonversi glukosa
untuk tumbuh dan mengubahnya menjadi asam glutamat sehingga kadar gula dan pH
turun. Bila kadar gula dibawah 9% maka perlu penambahan tetes dari tangki feeding dan
bila pH turun dapat ditambah dengan NH3. Setelah proses fermentasi selama 28-30 jam,
asam glutamat yang terbentuk 6-8% (Thin broth) dengan kadar gula 2,5-3% (Wulansari
2005).
Feeding adalah tetes yang ditambahkan ke dalam fermentor, berfungsi untuk
menambah senyawa karbon (gula) yang merupakan substrat fermentasi. Molase
mangandung biotin yang berfungsi sebagai vitamin untuk pertumbuhan bakteri. Biotin
menyebabkan terbentuknya lapisan lemak pada bakteri sehingga asam glutamat yang
dihasilkan hanya dalam jumlah sedikit. Penambahan Penicillin pada saat fase log bakteri
dapat memecah lapisan lemak sehingga asam glutamat dapat dikeluarkan dalam jumlah
banyak. Penicillin juga berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri jika
jumlahnya terlalu banyak.
Feeding adalah tetes yang ditambahkan ke dalam fermentor, berfungsi untuk
menambah senyawa karbon (gula) yang merupakan substrat fermentasi. Molase
mangandung biotin yang berfungsi sebagai vitamin untuk pertumbuhan bakteri. Biotin
menyebabkan terbentuknya lapisan lemak pada bakteri sehingga asam glutamat yang
dihasilkan hanya dalam jumlah sedikit. Penambahan Penicillin pada saat fase log bakteri
dapat memecah lapisan lemak sehingga asam glutamat dapat dikeluarkan dalam jumlah
banyak. Penicillin juga berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri jika
jumlahnya terlalu banyak.

3.4 Pengendalian Proses Fermentasi


Selama proses fermentasi, dilakukan control terhadap beberapa faktor yakni O2,
NH4+, pH, asam phosphat dan biotin. Apabila aerasi selama fermentasi cukup akan terbentuk
asam glutamat sedangkan apabila kurang akan terbentuk asam laktat atau suksinat. Ammonia
(NH4+) dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber nitrogen. Apabila jumlahnya kurang
maka akan terbentuk asam -ketoglutarat sedangkan apabila berlebih akan terbentuk
glutamin.
Pengaturan pH juga berpengaruh terhadap hasil fermentasi, dimana pH yang asam
akan membentuk glutamin dan N-acetoglutamin. Sedangkan pada pH netral atau basa lemah,
asam glutamat akan terbentuk optimal. Penambahan asam phosphat yang kurang akan
menghasilkan valin sedangkan adanya biotin yang berlebih akan membentuk asam laktat dan
asam suksinat.
Selain itu juga seperti halnya proses fermentasi pada umumnya, suhu fermentasi
diatur atau diset sesuai dengan suhu optimum dari mikroba yang digunakan agar mikroba
tersebut dapat lebih optimum berperan dalam proses fermentasi.
3.5 Tahap Kristalisasi dan Netralisasi
Kristalisasi merupakan metode yang terpenting dalam purifikasi senyawa-senyawa
yang mempunyai berat molekul rendah (Mc Cabe, et al. 1994). Original Broth yang telah
dihasilkan dari proses fermentasi perlu mengalami pendinginan, kemudian dilakukan
prosesacidification dengan cara penambahan HCl untuk membentuk kristal -GA. Kristal
alpha ini perlu dilakukan pemisahan dalam decanter dari larutannya untuk mendapatkan
kristal -GA yang lebih banyak. Cairan CHE akan menguap dengan sendirinya dan kristal
akan mengalami perubahn bentuk dari bentuk segitiga menjadi bentuk jarum, yaitu kristal GA. Kristal murni asam glutamat ini digunakan sebagai dasar pembuatan MSG. Asam
glutamat yang dipakai harus mempunyai kemurnian lebih dari 99 % sehingga bisa didapatkan
MSG yang berkualitas baik.
Kristal murni -asam glutamat dilarutkan dalam air sambil dinetralkan dengan NaOH
atau dengan Na2CO3 pada pH 6,6-7,0 yang kemudian berubah menjadi MSG. Dari proses ini
dihasilkan larutan monosodium glutamat hasil dari asam glutamat dengan natrium karbonat.
Reaksi yang terjadi :
Bila menggunakan natrium karbonat:
2 COOH(CH2)2CHNH2COOH + Na2CO3 2 COOH(CH2)2CHNH2COONa + CO2 + H2O
Reaksi ini berlangsung pada tekanan atmosfer dan suhu antara 50oC sampai 60oC.
Apabila suhu terlalu tinggi akan merusak bahan baku asam glutamat, sedang apabila suhunya
terlalu rendah reaksi akan lambat karena reaksi ini endothermis. Reaksi yang terjadi
merupakan reaksi penggaraman, maka larutan MSG yang diperoleh bersifat netral dengan pH
sekitar 7. Untuk mencapai hasil yang baik kekentalan larutan harus mencapai 260Be sampai
280Be. Untuk memperoleh larutan yang jernih biasanya kedalam larutan dimasukkan
penyerap kotoran dan zat warna seperti karbon aktif (Ir. Supranto, 1980). Karbon

aktif banyak digunakan dalam industri bahan makanan karena sifat karbon aktif yang
berporous, sehingga mempunyai daya serap yang tinggi, juga karbon aktif ini netral
tak bereaksi.
Penambahan arang aktif sebanyak % (w/v) digunakan untuk menjernihkan cairan
MSG yang berwarna kuning jernih dan juga menyerap kotoran lainnya. Kemudian didiamkan
selama satu jam lebih untuk menyempurnakan proses penyerapan warna serta bahan asing
lainnya yang berlangsung dalam keadaan netral. Cairan yang berisi arang aktif dan MSG
kemudian disaring dengan menggunakan vacuum filter yang kemudian menghasilkan filter
serta cake berisi arang aktif dan bahan lainnya. Bila kekeruhan dan warna filter tersebut
telah sesuai dengan yang diinginkan maka cairan ini dapat dikristalkan (Said, 1991).
3.6 Enzim yang Digunakan
1. Phosphoenol Carboxylase dan -Ketoglutarate Dehydrogenase
Produksi asam L-Glutamat membutuhkan dua enzim penting, yaitu Phosphoenol
Carboxylase dan -Ketoglutarate Dehydrogenase. Phosphoenol Carboxylase akan
mengkatalis karboksilasi dari fosfofenolpiruvat ke dalam bentuk oxaloasetat. Sedangkan Ketoglutarate Dehydrogenase, mengubah -Ketoglutarat menjadi suksinil KoA. Efisiensi
dari fiksasi karbondioksida oksaloasetat bergantung pada hasil dari aktivitas Phosphoenol
Carboxylase. Asam aspartat menunjukan adanya hambatan dan tantangan enzim.
Penghambatan ini telah ditingkatkan oleh asam -Ketoglutarat.
Oleh karena itu, endogenus asam aspartat dan asam -Ketoglutarat harus
diminimalkan apabila produk asam -Glutamat ingin dimaksimalkan. -Ketoglutarate
Dehydrogenase ini penting untuk oksidasi glukosa menjadi CO2. Enzim ini dicegah oleh
cisakonitat, suksinil KoA, NADH, NADPH, piruvat dan oksalat yang kemudian akan diubah
menjadi asetil KoA. Kandungan -Ketoglutarate Dehydrogenase dari bakteri penghasil asam
glutamat sangat menguntungkan untuk sintesis asam glutamat dari asam ketoglutarat,
mencegah oksidasi asam -Ketoglutarat menjadi CO2 dan H2O melalui suksinil KoA. Nilai
Km -Ketoglutarate Dehydrogenase untuk asam -Ketoglutarata adalah sekitar 1 X 17
glutamat dehydrogenase. Enzim ini kemudian mengkatalis formasi asam glutamat menjadi
lebih luas daripada -Ketoglutarate Dehydrogenase. Akibatnya, konsentrasi endogenus Ketoglutarat yang mengatur daur metabolit -Ketoglutarat mengikuti biosinteseis asam
glutamat ataupun oksidasi.
Hal ini ditunjukan dengan cukup tingginya produksi asam glutamat. Perubahan
genetik mikrobia penghasil Asam L-Glutamat Kelebihan produksi dari asam glutamat

ditunjukan dengan adanya strain asing dalam dinding permeabilitas yang telah dimodifikasi.
Akan tetapi, produktivitasnya ditingkatkan oleh adanya perkembangan mikrobia.
Sebagai salah satu contoh, dinding permeabilitas sel asam L-Glutamat dimodifikasi
dengan mutasi berupa mutan temperatur sensitif yang menunjukan pertumbuhan normal pada
300C tetapi tidak tumbuh pada 37C, asam L-Glutamat diproduksi dalam jumlah besar
bahkan medium mengandung biotin secara berlebihan pada kultur bertemperatur 30C
sampai 40C selama pembudidayaan. Sintesis membran dari mutan ini dibentuk agar tidak
mampu betahan pada suhu 37C-40C. Oleh karena itu, terjadi pengurangan asam LGlutamat.
Tidak ada kontrol kimia dari penicillin ataupun asam lemak jenuh C16-C18 yang
dibutuhkan untuk produksi asam L-Glutamat dalam medium yang kaya akan biotin. Usaha
yang lain untuk meningkatkan produksi, yaitu meningkatkan fiksasi karbondioksida. Asam LGlutamat disintesis melalui siklus glioksilat sebagai sistem pembaharuan oksaloasetat tanpa
fiksasi karbondoksida. Peningkatan fiksasi ini memungkinkan terjadinya peningkatan
produksi. Sebagian dari monofluoroasetat yang resistan terhadap mutan diturunkan dari
Brevibacterium lactofermentum yang menunjukan peningkatan produktivitas dari asam
glutamat dengan peningkatan aktivitas Phosphoenol Carboxylase.
Penurunan aktivitasi Isositrat lyase juga turut meningkatkan jumlah asam L-Glutamat.
Fiksasi karbondioksida telah ditingkatkan oleh perubahan mutan tersebut. Piruvat hydrogen
mutan yang tidak resisten diturunkan dari

Brevibacterium lactofermentum yang

menggunakan asam asetis dan glukosa secara kontinu. Asam asetis telah diasimilasi sebagai
subtrat asetil KoA dan glukosa sebagai oksaloasetat. Aplikasi dalam teknik DNA rekombinan
untuk meningkatkan bakteri penghasil asam glutamat merupakan penawaran cara baru.
Berbagai jenis plasmid Brevibacterium lactofermentum dan plasmid Corynebacterium yang
menghubungkan spectinomycin resisten yang ditemukan dicocokan sebagai sistem vektor
yang memungkinkan. Kontraksi dari plasmid ini mengandung kumpulan gen dengan asam
glutamat yang ditunjukan Brevibacterium lactofermentum.

Gambar 2. Jalur pembentukan asam glutamat melalui siklus glioksilat


sebagai sistem pembentuk oksaloasetat tanpa pembentukan
karbondioksida

Gambar 3. Jalur pembentukan asam glutamat melalui fosfoenolpiruvat


dengan pengikatan karbondioksida

2.

Enzim Porcine

1. Bactosoytone sebagai media pertumbuhan bakteri, dibuat tersendiri (oleh Difco Company
di AS), dengan cara hidrolisis-enzimatik dari protein kedelai (Soyprotein). Dalam bahasa
yang sederhana, protein-kedelai dipecah dengan bantuan enzim sehingga menghasilkan
peptida rantai pendek (pepton) yang dinamakan Bactosoytone itu. Enzim yang dipakai pada
proses hidrolisis inilah yang disebut Porcine, dan enzim inilah yang diisolasi dari pankreasbabi.
2. Perlu dijelaskan disini bahwa, enzim Porcine yang digunakan dalam proses pembuatan
media Bactosoytone, hanya berfungsi sebagai katalis, artinya enzim tersebut hanya

mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis dari protein kedelai menjadi Bactosoytone, TANPA
ikut masuk ke dalam struktur molekul Bactosoytone itu. Jadi Bactosoytone yang diproduksi
dari proses hidrolisis-enzimatik itu, jelas bebas dari unsur-unsur babi, selain karena produk
Bactosoytone yang terjadi itu mengalami proses "clarification" sebelum dipakai sebagai
media pertumbuhan, juga karena memang unsur enzim Porcine ini tidak masuk dalam
struktur molekul Bactosoytone, karena Porcine hanya sebagai katalis saja .
3. Proses clarification yang dimaksud adalah pemisahan enzim Porcine dari Bactosoytone
yang terjadi. Proses ini dilakukan dengan cara pemanasan 160oF selama sekurang-kurangnya
5 jam, kemudian dilakukan filtrasi, untuk memisahkan enzim Porcine dari produk
Bactosoytone-nya. Filtrat yang sudah bersih ini kemudian diuapkan, dan Bactosoytone yang
terjadi diambil.
4. Perlu dijelaskan disini, bahwa proses pembuatan Media Bactosoytone ini merupakan
proses yang terpisah sama sekali dengan proses pembuatan MSG. Media Bactosoytone
merupakan suatu media pertumbuhan bakteri, dan dijual di pasar, tidak saja untuk bakteri
pembuat MSG, tetapi juga untuk bakteri-bakteri lainnya yang digunakan untuk keperluan
pembuatan produk biotek-industri lainnya.
5. Sebelum bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses fermentasi pembuatan
MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dalam istilah mikrobiologi:
dibiakkan atau dikultur) dalam suatu media yang disebut Bactosoytone. Proses pada Butir 2
ini dikenal sebagai proses pembiakan bakteri, dan terpisah sama-sekali (baik ruang maupun
waktu) dengan proses pada Butir 1. Setelah bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian
bakteri tersebut diambil untuk digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi
membuat MSG (Proses pada Butir 1).
6. Setelah bakteri tersebut ditumbuhkan pada Media bactosoytone, kemudian dipindahkan ke
Media Cair Starter. Media ini sama sekali tidak mengandung bactosoytone. Pada Media Cair
Starter ini bakteri berbiak dan tumbuh secara cepat.
7. Kemudian, bakteri yang telah berbiak ini dimasukkan ke Media Cair Produksi, dimana
bakteri ini mulai memproduksi asam glutamat; yang kemudian diubah menjadi MSG. Media
Cair Produksi ini juga tidak mengandung bactosoytone.
8. Perlu dijelaskan disini bahwa bakteri penghasil MSG adalah Brevibacterium
lactofermentum atau Corynebacterium glutamicum, adalah bakteri yang hidup dan
berkembang pada media air. Jadi bakteri itu termasuk aqueous microorganism.
9. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-gula (molases) oleh bakteri
(Brevibacterium lactofermentum). Dalam peroses fermentasi ini, pertama-tama akan

dihasilkan Asam Glutamat yang berbentuk glutamine dan diubah menjadi asam glutamat dan
pirolidon karboksilat. Asam Glutamat yang terjadi dari proses fermentasi ini, kemudian
ditambah soda (Sodium Carbonate/ Na2CO3) untuk dinetralisasi kemudian dimurnikan
(dekolorisasi) dan dikristalisasi, sehingga menghasilkan serbuk kristalmurni MSG.

3.7 Kurfa Pertumbuhan Bakteri

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroba


Kurva diatas disebut sebagai kurva pertumbuhan mikroba. Ada empat fase pada
pertumbuhan bakteri sebagaimana tampak pada kurva yaitu fase lambat (lag fase), fase
eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Adapun ciri dari masing- masing fase dapat
diuraikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Fase Pertumbuhan Mikroba
Fase Pertumbuhan
Fase lambat (lag phase)

Ciri-Ciri
Tidak ada pertumbuhan populasi karena
mengalami

perubahan

komposisi

kimiawi dan ukuran serta bertambahnya


substansi intraseluler sehingga siap
Fase eksponensial (exponential phase)

untuk membelah diri.


Sel membelah diri dengan laju yang

Fase stasioner (stationary phase)

konstan, massa menjadi dua kali lipat.


Keadaan
pertumbuhan
seimbang.
Terjadinya penumpukan racun akibat
metabolism, sedang kandungan nutrient
mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi
nutrisi sehingga beberapa sel mati dan

lainnya tetap tumbuh, jumlah sel


Fase kematian (death phase)

menjadi konstan.
Sel menjadi mati akibat penumpukan
racun

dan

habisnya

nutrisi

menyebabkan jumlah sel yang mati


lebih

banyak

penurunan

sehingga
jumlah

mengalami
sel

secara

eksponensial.
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, diantaranya pH,
suhu, aktivitas air, adanya oksigen, dan tersedianya zat makanan. Mikroba menggunakan
komponen-komponen kimia didalam substrat sebagai sumber energi untuk berkembangbiak
dan membentuk sel-sel baru. Aktivitas sel tersebut dilakukan oleh berbagai enzim yang
diproduksi sel mikroba. Berlangsungnya reaksi enzimatis dapat dilihat dari produk akhir
reaksi atau berkurangnya komponen yang dipecah.
Sebagian besar asam L-Glutamat diproduksi oleh bakteri gram positif yang tidak
membentuk spora, non-motile, dan membutuhkan biotin untuk tumbuh.

3.8 Pengeringan dan Pengayakan


Kristal MSG yang dihasilkan dari proses kristalisasi dipisahkan dengan metode
sentrifugasi dari cairannya. Filtrat hasil penyaringan dikembalikan pada proses pemurnian
dan kristal MSG yang dihasilkan setelah disaring kemudian dikeringkan dengan udara panas
dalam lorong pengeringan, setelah itu diayak dengan ayakan bertingkat. Proses ini
dimaksudkan untuk memperoleh keseragaman ukuran dalam bentuk kristal. Alat yang biasa
digunakan adalah vibrating screen yaitu ayakan dengan sistem getaran. Dengan adanya
getaran pada alat, maka kristal akan terpisah melewati lubang-lubang ayakan, sehingga
diperoleh dua produk :
Over size adalah butiran yang tertinggal diatas ayakan.
Under size adalah butiran yang lolos dari ayakan.
Dalam industri biasanya hasil ayakan terbagi dalam 3 ukuran, yaitu LLC (Long Large
Crystal), LC (Long Crystal), dan RC (Regular Crystal), sedangkan FC (Fine Crystal)
yang merupakan kristal kecil dikembalikan ke dalam proses sebagai umpan. Hasil MSG yang
telah diayak dalam bentuk kering kemudian dikemas dan disimpan sementara dalam gudang
sebelum digunakan untuk tujuan lainnya (Said, 1991).

3.8 Sterilisai Media


Pada fermentasi asam glutamat, tingkat pertumbuhan sel bakteri meningkat dengan
penambahan biotin pada medium. Tetapi penambahan biotin mengurangi produktivitas
sintesa dari asam amino dan akumulasinya karena biotin menurunkan permeabilitas sel untuk
asam amino tersebut.
Selain optimasi dari kultur medium pemilihan bakteri yang tepat, maka kondisi juga
perlu diperhatikan. Terutama untuk proses produksi dalam skala besar. Pada fermentasi asam
amino, nilai nutrisi dari kultur media sangat tinggi dan itu akan meningkatkan resiko
pertumbuhan bakteri asing (kontaminan). Untuk itu maka bakteri yang tidak digunakan harus
dieliminir dari fermentor dan kultur media, sehingga kontaminasi dapat dicegah selama
proses fermentasi. Sterilisasi panas dan filtrasi udara adalah metode yang umum digunakan
pada fermentasi asam glutamat.

Anda mungkin juga menyukai