Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini penulis persiapkan untuk melengkapi
tugas mata kuliah Farmakologi Klinik.
Dalam penyusunan makalah ini banyak kesulitan dan hambatan yang
penulis kenaikan pangkat dalam kepegawaian negeri sipil. Hadapi, meskipun
demikian berkat bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, penyusunan makalah
ini dapat terlaksanadengan baik.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, sehingga dengan segala kerendahan hati kami menghar apakan saran
dan kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja kami yang akan
mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan
informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.

Samarinda, 13 Desember 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah pada
satu sisiyang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini
terjadi pada satuatau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf yang
cukup besar ini terletak diotak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa
nyeri disebabkan oleh terganggunyafungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah
distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh
berbagai penyebab.
Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik
sampaisatu menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti
ditusuk.Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat
terkena setrumlistrik.
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2
pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan
wajah dibandingkandengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada
kelompok usia dewasa (dekadeenam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang
terjadi sebelum usia empat puluh tahun.
Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka
yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan
anak-anak.
Trigeminal neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat
mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat
untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan
memblokade sinyalnyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya
saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Trigeminal
neuralgia sebagai nyeri yang ditimbulkankarena kelainan pada gigi, sehingga
pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui penyakit Trigeminal neuralgia
1.2.2 Untuk mengetahui cara penatalaksanaan penyakit Trigeminal neuralgia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Anatomi
Nervus trigeminus merupakan nervus kranialis yang terbesar dan melayani

arkus branchialis pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik


dan aferen somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen
propiroseptif), dengan nuclei sebagai berikut :
a.

Nucleus motorius nervi trigemini


Dari nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung

kea rah ventrolateral menyilang serat-serat penduculus cerebellaris medius (fibrae


pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melalui masticators melalui rami
motori nervi mandibularis dan tensor veli palatine serta mylohyoideus.
b.

Nucleus montius, nervi trigemini dan nucleus spinaalis nervi trigemini


Kedua nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka

dan daerah calvaria bagian ventral sampai vertex. Di antara kedua nucleus di atas
terdapat perbedaan fungsional yang penting: di dalam nucleus Pontius berakhir
serat-serat aferan N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa
raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron kecil dan
menerima serat-serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls
eksteropatif nyeri dan suhu.
2.2

Fisiologis

Fungsi nervus trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan
raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria),
pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi
otot pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup
kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan
pada gigi-gigi rahang atas, sementara Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi
ddengan mudah. Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, m. Masticatores
tidak mengalami gangguan fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V menerima
fibrae corticonucleares dari kedua belah cortex cerebri.Sebagai tambahan terhadap
fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan mandibularis penting pada kedokteran
gigi. Nervus maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum

dan gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi


mandibularis, lidah, dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke
gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket dimana gigi tersebut berasal nervus
alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus
trigeminus. Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang
mandibularis nervus trigeminus.
2.3

Definisi

Secara harfiah, trigeminal neuralgia berarti nyeri pada nervus trigeminus, yang
menghantarkan rasa nyeri menuju ke wajah. Trigeminal neuralgia adalah suatu
keadaan yang mempengaruhi nervus V. Dicirikan dengan suatu nyeri yang muncul
mendadak, berat, seperti sengatan listrik, atau nyeri yang menusuk-nusuk,
biasanya pada satu sisi rahang atau pipi. Pada beberapa penderita, mata, telinga
atau langit-langit mulut pada terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri
berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring.
2.4

Gambaran klinis

Serangan trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai


satu menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk.
Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat terkena
setrum lostrik. Penderita trigeminal neuralgia yang berat menggambarkan rasa
sakit seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajah.
Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun,
bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang minggu. Lalu, tidak sakit lagi
selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa disatu sisi
wajah, tetapi bisa juga menyebar engan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa
dikedua sisi wajah dalam waktu bersamaan.
2.5

Klasifikasi

Trigeminal neuralgia dapat dibedakan menjadi :


1.

Trigeminal neuralgia tipikal

2.

Trigeminal neuralgia atipikal

3.

Trigeminal neuralgia karena sclerosis multiped

4.

Trigeminal neuralgia sekunder

5.

Trigeminal neuralgia paska trauma, dan

6.

Trigeminal trigeminal neuralgia

2.6

Etiologi
Mekanisme patofisiologi yang mendasari trigeminal neuralgia belum

begitu pasti walau sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan


Wilkins, semua teori tentang mekanisme harus konsisten dengan :
1.

Sifat nyeri yang paroksimal, dengan interval bebas nyeri yang lama

2.

Umumnya ada stimulus trigger yang dibawa melalui aferen berdiameter


bedar (bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar
divisi untuk nyeri

3.

Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion dan/atau akarakar saraf sering menghilangkan nyeri

4.

Terjadinya Trigeminal neuralgia pada pasien yang mempunyai kelainan


demieliminasi sentral (terjadi pada pasien dengan sclerosis multiped)
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral

dibanding saraf tepi. Peroksisom nyeri analog dengan bangkitan dan yang
menarik adalah sering dapat dikontrol dengan obat-obatan anti kejang
(karbamazepin dan fenitoin).
Tampaknya sangat mungkin serangan nyeri mungkin menunjukkan seuatu
cetusan aberrant dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan
memasukkan input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral
saraf kelima, atau pada tingkat sinaps sentralnya. Berbagai keadaan patologis
menunjukkan penyebab yang mungkin terjadi pada kelainan ini. Pada kebanyakan
pasien operasi untuk Trigeminal neuralgia ditemukan adanya kompresi atas nerve
root entry zone saraf kelima pada batang otak oleh pembuluh darah (45-95%).
Hal ini meningkat sesuai usia karena sekunder terhadap elongasi arteria karena

penuaan dan arterioskerosis dan mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan


pasien.
Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan dua keadaan penekanan
vaskuler serupa tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler
saraf kelima terjadi pada beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya
tumor jinak sudut serebelopontin (meningioman, sista epidermoid, neuroma
akustik, AVM) dan kompresi oleh tulang (missal sekunder pada penyakit Paget).
Tidak seperti kebanyakan pasien dengan trigeminal neuralgia, pasien ini
mempunyai gejala dan tanda deficit saraf kranial.
Penyebab lain mungkin termasuk cedera perifer saraf kelima (misalnya
karena tindakan dental) atau sclerosis multiple, dan beberapa tanpa patologi yang
jelas.
2.7

Patofisiologi
Trigeminal neuralgia dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan

sister persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang


menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang
mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal
tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus
disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti
meningioms, tumor epidermoid atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus
karena Sklerosis Multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya.
Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun
sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini,
apapun penyebabnya, bias menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada
nukleus/inti saraf ini yang menimbulkan produksi ektopik potensial aksi pada
saraf trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan
pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak
terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial
antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigeminal yang

paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan


terjadinya serangan nyeri.
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral
membuktikan adanya mekanismesentral dan neuralgi. Tentang bagaimana
Multipel Sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya
demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik
utama nervus trigeminus.
Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes,
dianggap bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat
terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai
waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan selama masa regenerasi
masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang berbeda. Pada
orang usia muda, waktu ini relative singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri
bisa berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosisi
yang adekuat akan sangat mempersingkat lamanya nyeri ini.
Peterjanetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial
spasm dalam kelompok Syndromes of Carnial Nerve Hyperactivity. Menurut
dia, semua saraf yang digolongkan dapa sindroma ini mempunyai satu kesamaan:
mereka semuanya terletak pada pons atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh
banyak arteri dan vena.
Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua proses yang
sebenarnya merupakan proses penuaan yang wajar:
1.

Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak

2.

Dengan peningkatan usia, karena terjadinya atrofi, maka otak akan

bergeser atau jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan akibat makin
besarnya kontak neurovaskuler yang tentunya akan memperbesar kemungkinan
terjadinya penekaknan pada saraf yang terkait.
Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab
umum dari sindroma saraf krasial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut,
baik dari arteri maupun vena, adalah penebab utamanya. Letak kompresi
berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian

rostal dari nervus trigeminus, dan seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90% dari
Trigeminal neuralgia penyebabnya adalah adanya arteri salah tempat yang
melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut.
Mengapa terjai perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan
bahwa mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah
dengan beberapa faktor pola hidup, yaitu merokok, pola diet, dan sebagainya.
Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya
kecil, misalnya dengan diameter 50-100 m saja, sudah bisa menimbulkan
neuralgia,

hemifacial

spasm,

tinnitus,

ataupun

vertigo.

Bila

dilakukan

microvaskular decompression secara benar, keluhan akan hilang.


2.8

Diagnosis
Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan tes

neurologis (misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting
adalah distribusi nyeri dan terjadinya serangan nyeri dengan interval bebas nyeri
relative lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya
sering menyerang keduanya. Beberapa kasus dimulau pada divisi 1.
Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya
pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf
trigeminal, misalnya bagian Rahang atau sekkitar pipi. Nyeri sering kali
terpancing bila suatu daerah tertentu diragsang (trigger area atau trigger zone).
Trigger zone sering dijumpai disekitar kuping hidung atau sudut mulut.
Yang unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau
tekanan pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsangan dengan cara lain,
misalnya dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat
itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgia. Pemeriksaan
neurologik pada trigeminal neuralgia hampir selalu normal. Tidak terdapat
gangguan sensorik pada trigeminal neuralgia murni.
Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada trigeminal neuralgia yang
menyertai multiple sklerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien dengan MS juga
menderita trigeminal neuralgia yang dalam hal ini bisa bilateral.

Suatu varian trigeminal neuralgia yang dinamakan tic convulsive ditandai


dengan kontraksi sisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini
perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang biasanya menyertai neuralgia biasa,
yang dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih
sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.
Secara sitematis, anamesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai
berikut:
a.

Anamnesis

1.

Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang


terkena.

2.

Menentukan waktu dimulainya trigeminal neuralgia dan mekanisme


pemicunya.

3.

Menentukan interval bebas nyeri.

4.

Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan.

5.

Menanyakan riwayat penyakit herpes.

b.

Pemeriksaan Fisik

1.

Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminur (termasul refleks


kornea).

2.

Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka


mulut, deviasi dagu).

3.

Menilai EOM.

4.

Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan kepala atau MRI


dilakukan untuk mencari etiologi primer di daerah posterior dan sudut
serebelo-pontin.

2.9

Penatalaksanaan
Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian yaitu :

a.

Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.

b.

Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.

c.

Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.

A.

Terapi Medis (obat)


Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit

ini mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama
menyerang orang yang telah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian
obat harus diperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping.
Dasar penggunaan obat pada terapi trigeminal neuralgia dan neuralgia saraf lain
adalah kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impluse afferent yang
menimbulkan serangan nyeri.
1.

Carbamazepine
Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah

carbamazepin. Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4
hingga 24 jam pemberian, kadang-kadang bahkan secara dramatis. Dosis awal
adalah 3 x 100 hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi
dianjurkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan
dengan respon pengurangan nyeri yang dapat dirasakan oleh pasien. Dosis
maksimal adalah 1200 mg/hari.
Karena diketahui bahwa pasien dapat mengalami remisi dosis dan lama
pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil dan
pemantauan dari efeksampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan
hingga sedikitnya 6

Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserol

Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsorf (1997). Konon,
hasilnya sangat baik dengan gangguan minimal pada kepekaan muka. Hipotesis
yang dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik dan bekerja pada
serabut saraf yang sudah mengalami demielinisasi, menghilangkan compound
action potential pada serabut trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri. Cara ini
cepat dan pasien bisa cepat dipulangkan. Kerugiannya adalah masih tetap bisa
terjadi gangguan sensorik yang mungkin mengganggu atau kumat lagi sakitnya.
2

Microvascular Decompression
Dasar dari prosedur ini adalah anggapan bahwa adanya penekanan

vaskular merupakan penyebab semua keluhan ini. Neuralgia adalah suatu


compressive cranial mononeuropathy. Para penganut cara pengobatan ini
menganggap bahwa penyembuhan yang terjadi adalah yang paling sempurna dan
permanen. Kerugian cara ini adalah bahwa bagaimanapun juga ini suatu
kraniotomi dan pasien perlu tinggal sekitar 4-10 hari di rumah sakit, dilanjutkan
dengan masa rekonvalesensi yang juga perlu 1-2 minggu. Pertimbangan lain
adalah bahwa walaupun jarang, mikrovaskular dekompression bisa menyebabkan
kematian atau penyulit lain seperti stroke, kelemahan nervus fasialis, dan tuli.
Di tangan ahli bedah yang berpengalaman, komplikasi ini tentunya sangat
kecil. Pada operasi yang berhasil, pengurangan atau bahkan hilangnya nyeri sudah
dapat dirasakan setelah 5-7 hari pasca bedah. Dr. Fred Barker dan timnya
melaporkan dalam suatu pertemuan ilmiah tentang pengalamannya dengan
mikrovaskular dekompression pada 1430 pasien yang dilakukan di Universitas
Pittsburgh. Sebagian besar dari pasien tersebut mendapatkan pengurangan nyeri
secara lengkap atau bermakna. Dua tahun setelah operasi, insidens kekambuhan
1% per tahunnya. Kekambuhan ini secara umum dikarenakan adanya pembuluh
darah baru yang muncul pada nervus trigeminus.

Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife

Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Gamma knife


merupakan alat yang menggunakan stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan
cara memfokuskan sinar gamma sehingga berlaku seperti prosedur bedah, namun
tanpa membuka kranium. Gamma Knife pertama kali dikenalkan oleh Dr. Lars
Leksell dari Stockholm, Swedia pada 1950. Cara ini hanya memerlukan anestesi
lokal dan hasilnya konon cukup baik. Sekitar 80-90% dari pasien dapat
mengharapkan kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi.
Cara kerja terapi adalah lewat desentisisasi pada saraf trigeminal setelah
radiasi yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan komputer. Seorang ahli
bedah saraf dari Seattle Dr. Ronald Young mengatakan bahwa dengan Gamma
Knife hasilnya sangat memuaskan juga dengan komplikasi yang minimal.
Meglio dan Cioni melaporkan cara dekompresi baru dengan menggunakan
suatu balon kecil yang dimasukkan secara perkutan lewat foramen ovale. Balon
diisi sekitar 1 ml sehingga menekan ganglion selama 1 hingga 10 menit. Konon
cara ini membawa hasil pada sekitar 90% dari kasus. Belum ada laporan mengenai
berapa banyak yang mengalami residif.
C.

Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan


Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan

pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan
yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi
neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan
teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah presepsinya akan
rasa nyeri) dan teknik relaksasi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu
sisi yang berulang disebut trigeminal neuralgia karena nyeri ini di wajah terjadi
pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Rasa nyeri disebabkan
oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi
persyarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai
penyebab. Pada kebanyakan kasus tampaknya yang menjadi etiologi adalah
adanya kompresi oleh salah satu arteri didekatnya yang mengalami pemanjangan
seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf dari
batang otak.
Kunci diagnosis adalah penyakit. Faktor riwayat paling penting adalah
distribusi nyeri dan terjadinya serangan nyeri dengan interval bebas nyeri relatif
lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering
menyerang keduanya. Beberapa kasus mulau pada divisi 1. Biasanya serangan
nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek ( kurang dari satu menit)
dan dirasakan pada satu bagian saraf trigeminal, misalnya bagian rahang atau
sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang
(trigger area atau trigger zone). Trigger zonez sering dijumpai disekitar cuping
hidung atau sudut mulut.
Obat untuk mengatasi trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat
ini akan memblokade sinyal myeri yang dikirim otak, sehingga nyeri berkurang.
Bila ada efek samping, obat lain bias digunakan sesuai petunjuk dokter.
Beberapa obat biasa diresepkan antara lain carbamazepine (Tegretol, carbatrol),
baclofen. Ada pula obat phenytoin (Dilantin, Phenytek) atau oxacarbazepine
(Trileptal). Dokter mungkin akan member lamotrignine (lamical) atau gabapenti
(neurontin). Pasien trigeminal neuralgia yang tidak cocok dengan obat-obatan bias
memilih tindakan operasi.

DAFTAR PUSTAKA
LOVE S, Coakham HB. Trigeminal neuralgia Pathology and phatogenesis. Brain
2001;124:2347-2360
Joffroy A, Levivier M, Massager N. Trigeminal neuralgia Pathology and
treatment. Acta neurol 2001;101:20-25
Nurmikko TJ , Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology, diagnosis and
current treatment. British Journal of Anaesthesia 2001;87(1):32-117
Kamel HAM ,Toland J. Trigeminal Nerve Anatomy : Illustrated Using Examples
of Abnormaliteis. AJR 2001 jan ;176:247-251
Siddiqui MN , Siddiqui S , Ranasinghe JS, Furgang FA. Pain Management.
Trigeminal neuralgia. Clinical Review Articke. Hospital Physicial 2003
jan; 64-70
Bennetto L, Patel NK, Fuller G. Trigeminal neuralgia and its management. BMJ
2007 JAN 27;334:201-205
Kraftt RM. Trigeminal neuralgia. American Family Physician 2008 May
1;77:1291-1296
Scrivani SJ. Trigeminal neuralgia. Pain Management 2004 ;1(3) :1-6
Dwdhia JD, Tordoff S, Sivakmular G. Trigeminal neuralgia (TGN)
Pathophysiology and management. Journal of Anaesthesia Clinical
Pharmacology 2009;25 (1):3-8.

Anda mungkin juga menyukai