Anda di halaman 1dari 9

Mata Kuliah Penyakit Berbasis Lingkungan

DIARE

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5
1. Amalia Pratiwi
2. Muhammad Andrie Ardiansyah
3. Silmy Aulia Marhamah

(P2. 31. 33. 1. 15. 002)


(P2. 31. 33. 1. 15. 023)
(P2. 31. 33. 1. 15. 040)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI D-IV TINGKAT II
Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120
Telp.(021)7397641, 7397643.Fax (021) 7397769
2016

DIARE
Oleh : Kelompok 5
Penyakit berbasis lingkungan adalah ilmu yang mempelajari proses kejadian atau
fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat yang berhubungan,
berakar (bounded) atau memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen
lingkungan pada sebuah ruang dalam mana masyarakat tersebut bertempat tinggal atau
beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau
dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan
dengan penyakit tersebut dihilangkan (Achmadi, 2013).
Beberapa contoh penyakit berbasis lingkungan seperti Kanker, DBD, Malaria,
Keracunan makanan, diare, dll. Pada bahasan kali ini, kelompok kami akan membahas
penyakit diare.

A. Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) yang jumlahnya lebih banyak dari
biasanya, disertai dengan feses yang cair atau setengah padat dan juga terjadi
peningkatan frekuensi defekasi (buang air besar).
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar (BAB) dengan tinja yang encer
atau cair (Ode, 2012).
B. Klasifikasi Diare
Menurut DepKes RI dalam Ummiati (2009). Klasifikasi diare dibagi menjadi
4, yaitu:
1. Diare akut, berlangsung kurang dari 14 hari. Akibat diare akut adalah dehidrasi,
dimana de2hidrasi adalah penyebab utama kematian pada penderita diare.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Dapat menyebabkan
anoreksia, penurunan berat badan, kemungkinan terjadi komplikasi pada mukosa
usus.
3. Diare persisten, yaitu diare yang terjadi lebih dari 14 hari dan berlangsung secara
terus-menerus. Akibat dari diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.

4. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare
presisten). Mungkin juga disertai penyakit lainnya, seperti demam, gangguan gizi,
dan lain-lain.

C. Etiologi Diare
Faktor-faktor etiologi diare menurut PRITECH/WHO dalam Suraatmaja
(2010) adalah :
1. Kuman Penyebab Khusus (Agen Biologis)
Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius
(Ahlquist dan Camilleri, 2005).
Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Enterovirus (Virus ECHO,
Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain; infeksi
bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit seperti cacing (Ascaris, Trichiuris,
Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans) (Kliegman, 2006).
Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi
namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia, penyebab
utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan Entamoeba
histolytica (Depkes RI, 2000). Beberapa agen infeksius penyebab penyakit diare
tertulis di bawah ini:

Enteroadherent E. coli
Cryptosporidium
Enterophatogen E.coli
Shigella sp.
Nonthyphoid salmonella
Campylobacter jejuni
Enterotoxigonic E. coli

Giardia lamblia
Entamoeba histolytica
Entamoeba coli
Clostridum lamblia

2. Faktor Host
Gizi buruk : atrofi mukosa usus, regenerasi epitel usus berkurang,
pembentukan enzim serta penyerapannya terganggu

Defesiensi zat imunologis

Defisiensi enzim lactase

Alergi makanan

D. Karakteristik Diare
Menurut Mansyoer Arif dalam Haryono (2012), tanda dan gejala diare adalah
sebagai berikut:
a. Mula-mula cengeng dan gelisah (jika penderita bayi/balita)
b. Suhu badan meningkat (demam). Namun, dalam beberapa kasus tidak timbul
demam.
c. Nafsu makan berkurang dan bahkan tidak ada
d. Feses cair dengan atau tanpa darah/lendir
e. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan Karen bercampur dengan cairan
f.
g.
h.
i.

empedu
Anus dan sekitarnya lecet karena perubahan sifat feses yang menjadi asam
Gejala muntah, dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
Dehidrasi, bila terlalu banyak mengeluarkan cairan melalui defekasi
Berat badan turun

E. Riwayat Alamiah Penyakit


A. Tahap prpatogenesis
Pada tahap ini disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri parasite maupun
virus diantaranya rotavirus, E.coli, dan shigella. Penyebaran mikroorganisme Ini
dapat terjadi melalui jalan feical dan oral. Pada tahap ini belum ditemukan tanda
tanda penyakit bila daya tahan tubuh menjamu baik maka tubuh tidak terserang
penyakit dan apabila daya tubuh penjamu lemah maka sangat mudah bagi virus
masuk dalam tubuh.
B. Tahap Patogenesis
Tahap Inkubasi
Virus, bakteri, protozoa (salmonella, shigella, E.coli, V.cholerae) masuk
kedalam tubuh dengan menginfeksi usus baik pada jejenum, ileum, dan colon.
Setelah virus menginfeksi usus, menembus sel dan mengadakan lisis
kemudian virus berkembang dan memproduksi enterotoksin. Masa inkubasi
biasanya sekitar 2 sampai 4 atau lebih dari 3 hari. Pasien sudah buang air besar
lebih dari 4 kali tetapi belum tanpa gejala gejala lain.

Tahap penyakit dini

Pada tahap ini terdapat beberapa dampak yang terjadi antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.

Kehilangan cairan 5% berat badan


Kesadaran baik (somnolen)
mata agak cekung
turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal
lemah dan lesu
tahap penyakit lanjut
a. kehilangan cairan lebih 5 10% berat badan
b. keadaan umum gelisah
c. rasa haus meningkat
d. selaput lender agak kering
tahap akhir
a. kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan
b. denyut nadi cepat sekali
c. mata cekung sekali
d. selaput lender kurang
pada tahap ini bila mendapat penanganan yang baik maka pasien dapat
sembuh sempurna tetapi bila tahap ini tidak mendapat penangan yang baik
maka dapat mengancam jiwa kematian

F. Epidemiologi
Menurut Riskedas 2007
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di
Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi
mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua).
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan
menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9%
pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.
Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu
sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi pada
kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh yang
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab
kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit

menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Table 1. Pola Penyebab Kematian Semua Umur, Riskesdas 2007

Juga didapatkan bahwa penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang
terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian pula penyebab
kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) dan
pnemonia (15,5%).
G. Peranan Lingkungan
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini
akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.
A. Ketersediaan Jamban
Penelitian Dewi Ratnawati dkk (tahun 2006) di Kabupaten Kulon Progo
Yogyakarta dengan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa penggunaan

jamban yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko 2,550 kali
lebih besar balitanya untuk terkena diare akut dibandingkan dengan penggunaan
jamban yang memenuhi syarat dan secara statistik bermakna.
B. Penyediaan Air Bersih
Penelitian Dewi Ratnawati dkk (tahun 2006) di Kabupaten Kulon Progo
Yogyakarta dengan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa
penggunaan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko 1,310 kali lebih besar balitanya untuk terkena diare akut
dibandingkan dengan penggunaan sarana air bersih yang memenuhi syarat namun
secara statistik tidak bermakna.
C.

Sanitasi Lingkungan
Rendahnya mutu sanitasi lingkungan merupakan keadaan yang potensial
untuk menjadi sumber penularan penyakit diare. Hasil penelitian Efrida Yanthi
(tahun 2001) yang melakukan analisis hubungan sanitasi lingkungan dengan
kejadian diare yang menggunakan desain penelitian cross sectional menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan kejadian
diare dengan nilai p=0,000(p<0,05).

H. Tindakan/ Upaya Pencegahan


Dasar pengobatan pada diare karena virus pada umumnya sama seperti diare
yang lain. Pengobatan dengan suportif yaitu memperbaiki kekurangan cairan dan
elektrolit yang dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis, shock dengan kematian.
Penatalaksanaan terdiri dari penggantian cairan dan memperbaiki keseimbangan
elektrolit secara oral maupun intra vena, menurut keaadan masing masing penderita.
Selain memberikan cairan, pemberian makanan juga harus diperhatikan. Terapi
dietetic disesuaikan dengan status gizi penderita yang berdasarkan pada umur dan
berat badan. Anti biiotik tidak diperlukan pada diare karena virus karena diare ini
bersifat self limited (dapat sembuh sendiri)
Obat obatan yang berkhasiat memberhentikan diare secara cepat seperti anti
spasmodic/spasmolitik tidak dianjurkan untuk dipakai, karena akan memperburuk
keadaan. Obat ini dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus, dilatasi
usus gangguan di gesti dan absorpsi lainnya. Obat ini hanya berkhasian untuk
menghentikan perestalitik usus saja tetapi justru akibatnya sangat berbahaya.
Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi
bertambah berat.
Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah adalah :

1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan


melalui lima langkah tuntaskan diare (LINTAS Diare) yang programnya terdiri
dari
a. Berikan oralit
b. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
c. Teruskan ASI-makan
d. Berikan antibiotic secara selektif
e. Berikan nasihat pada ibu/keluarga
2. Meningkatkan tatalaksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar
3. Meningkatkan Survey Kewaspadaan Diri (SKD) dan penanggulanhgan Kejadian
Luar Biasa (KLB) penyakit diare
4. Melakukan upaya pencegahan yang efektif
5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi

DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/54748/4/Chapter%20II.pdf.
26/09/2016 Pukul 13.45 WIB
https://www.academia.edu/17305426/Tugas_VI_EPIDEMIOLOGI_LINGKU
NGAN_RIWAYAT_ALAMIAH_PENYAKIT. 26/09/2016 Pukul 14.00
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletindiare.pdf. 27/09/2016 Pukul 11.30 WIB
http://liyanaputriafifah.blogspot.co.id/2015/04/penyakit-diare.html.
27/09/2016 Pukul 15.00

Anda mungkin juga menyukai