FAKULTAS KEDOKTERAN
Pembimbing :
Dr. Rini Ismarijanti, Sp.S.
Disusun Oleh :
Sari Prasili Suddin (11.2013.069)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada TUHAN yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun referat ini dengan baik dan
benar serta tepat waktunya. Didalam referat ini, penulis akan membahaskan mengenai
neuralgia post herpetikum.
Referat ini telah dibuat dengan pencarian melalui buku-buku rujukan dan juga
penulusuran situs medikal serta telah mendapatkan beberapa bantuan dari pelbagai
pihak untuk membantu dalam menyelesaikan tantangan dan hambatan selama proses
mengerjakan referat ini. Oleh kerana itu, penulis ingni mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
referat ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran
dan kritik yang dapat membangun nilai kerja penulis ini. Kritikan yang berunsur
konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan referat ini
selanjutnya. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan apabila ada
kata-kata yang kurang berkenan penulis memohon maaf sebesar-besarnya.
Akhir kata semoga referat ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau
berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut.
Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif atau nyeri akut atau
nyeri nosiseptif, dan nyeri maladaptif sebagai nyeri kronik juga disebut sebagai nyeri
neuropatik serta nyeri psikologik atau nyeri idiopatik. International Association for
the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri neuropatik adalah nyeri yang
dihasilkan dari penyakit atau kerusakan dari sistem saraf perifer atau sentral, dan
berasal dari kelainan fungsi sistem nervus. Nyeri neuropatik yang didefinisikan
sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik perifer maupun sentral bisa diakibatkan
oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat khemoterapi) metabolik
(diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca
herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus)
maupun dengan stimulus atau juga kombinasi.
Dalam referat ini, akan dibahas mengenai neuralgia post herpetikum, dimana
neuralgia pasca herpes didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan di tempat
penyembuhan ruam, terjadi sekitar 9-15% pasien herpes zoster yang tidak diobati.
Dan pada pasien yang berumur tua memiliki resiko yang lebih tinggi.1
Herpes Zoster dikenal pula sebagai shingles dapat menginfeksi sistem saraf
dengan reaktivasi dari virus ini. Infeksi ini menimbulkan erupsi kulit sepanjang
distribusi dermatomal yang terkena. Fenomena nyeri yang timbul dikenal sebagai
neuralgia paska herpetika. Biasanya gangguan sensorik dikarakteristikan sebagai
nyeri radikular dengan rasa terbakar, gatal, dan dapat sangat mengganggu kehidupan
penderitanya.2
Reaktivasi virus ini biasanya terjadi pada orang tua dan penderita dengan
imunitas menurun seperti pada kasus transplantasi organ atau kemoterapi untuk
kanker dan penderita HIV.2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Definisi
Neuralgia adalah nyeri seperti terbakar, teriris atau nyeri disetetik yang
bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat sampai tahunan. Burgoon, 1957,
mendefinisikan neuralgia pasca herpetika sebagai nyeri yang menetap setelah
fase akut infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap
satu bulan setelah onset ruam herpes zoster. Tahun 1989, Rowbotham
mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap atau berulang setidaknya selama
tiga bulan setelah penyembuhan ruam herpes zoster. Dworkin, 1994,
mendefinisikan neuralgia pasca herpetika sebagai nyeri neuropatik yang
menetap setelah onset ruam (atau 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster).
Tahun 1999, Browsher mendefinisikan sebagai nyeri neuropatik yang menetap
atau timbul pada daerah herpes zoster lebih atau sama dengan tiga bulan
setelah onset ruam kulit. Dari berbagai definisi yang paling tersering
digunakan adalah definisi menurut Dworkin. 3
b. Etiologi
Virus varisella zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang
menginfeksi manusia. Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae. Struktur
virus terdiri dari sebuah icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi oleh
selubung lipid. Di tengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus varisella zoster
memiliki diameter sekitar 180-200 nm. Infeksi primernya secara klinis dikenal
dengan Varicella (chicken pox), umumnya terjadi pada anak-anak. Tipe Virus
yang bersifat patogen pada manusia adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga
disebut dengan varisella zoster virus (VZV). Virus ini berdiam di ganglion
posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis terutama nervus kranialis V
(trigeminus) pada ganglion gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII
(fasialis) pada ganglion genikulatum.1.3
herpes zoster pada negara-negara tersebut bervariasi dari 1.3 sampai 4.8/1000
pasien/tahun, dan data ini meningkat dua sampai empat kali lebih banyak pada
individu dengan usia lebih dari 60 tahun. Data lain menyatakan pada penderita
imunokompeten yang berusia dibawah 20 tahun dilaporkan 0.4-1.6 kasus per
1000; sedangkan untuk usia di atas 80 tahun dilaporkan 4.5-11 kasus per 1000.
Pada penderita imunodefisiensi (HIV) atau anak-anak dengan leukimia
dilaporkan 50-100 kali lebih banyak dibandingkan kelompok sehat usia sama.
Penelitian Choo 1997 melaporkan prevalensi terjadinya neuralgia
pasca herpetika setelah onset ruam herpes zoster sejumlah 8 kasus/100 pasien
dan 60 hari setelah onset sekitar 4.5 kasus/100 pasien. Sehingga berdasarkan
penelitian Choo, diperkirakan angka terjadi neuralgia pasca herpetika sekitar
80.000 kasus pada 30 hari dan 45.000 kasus pada 60 hari per 1 juta kasus
herpes zoster di Amerika Serikat per tahunnya.
Sedangkan belum didapatkan angka insidensi Asia Australia dan
Amerika Selatan, tetapi presentasi klinis dan epidemiologi herpes zoster di
Asia, Australia dan Amerika Selatan mempunyai pola yang sama dengan data
dari Eropa dan Amerika Serikat.
Pada herpes zoster akut hampir 100% pasien mengalami nyeri, dan
pada 10-70%nya mengalamia neuralgia pasca herpetika. Nyeri lebih dari 1
tahun pada penderita berusia lebih dari 70 tahun dilaporkan mencapai 48%.2
Mekanisme nyeri
Proses terjadinya nyeri secara umum dapat dibagi menjadi 4 fase :
1. Fase I : proses stimulasi singkat (nyeri nosiseptif)
2. Fase II : proses stimulasi yang berkepanjangan, yang menyebutkan lesi
atau inflamasi jaringan (nyeri inflamasi)
3. Fase III : proses yang terjadi akibat lesi dari sistem saraf (nyeri neuropatik)
4. Fase IV : proses yang terjadi akibat respon abnormal susunan saraf (nyeri
fungsional)
Fase I disebut juga nyeri nosiseptif. Pukulan, cubitan, aliran listrik dan
sebagainya, yang mengenai bagian tubuh tertentu akan menyebabkan
timbulnya persepsi nyeri. Bila stimulasi tersebut tidak begitu kuat dan tidak
menimbulkan lesi, maka persepsi nyeri yang timbul akan terjadi dalam waktu
singkat.
Fase II, nyeri yang terjadi pada fase II berbeda dengan fase I. Pada fase
II, stimuli yang merangsang jaringan cukup kuat, sehingga jaringan akan
menyebabkan fungsi berbagai komponen sistem nosiseptif berubah.
Ciri khas dari inflamasi ialah rubor, kalor, tumor, dolor dan
fungsiolesa. Rubor dan kalor merupakan akibat bertambahnya aliran darah,
tumor akibat meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, dolor terjadi akibat
aktivasi atau sensitisasi nosiseptor dan berakhir dengan adanya penurunan
fungsi jaringan yang mengalami inflamasi (fungsiolesa).
Perubahan sistem nosiseptif pada inflamasi disebabkan oleh jaringan
yang mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, speri
bradikinin, prostaglandin, leukotrien, amin, purin, sitokin, dan sebagainya,
yang dapat mengaktivasi atau men-sensitisasi nosiseptor secara langsung
maupun tidak langsung.
Fase III dikenal sebagai nyeri neuropatik. Lesi saraf tepi atau sentral
akan mengakibatkan hilangnya fungsi seluruh atau sebagian dari sistem saraf
tersebut. Lesi saraf menyebabkan perubahan fungsi neuron sensorik yang
dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara
neuron dengan lingkungannya. Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan
keseimbangan neuron sensorik, melalui perubahan molekuler, sehingga
aktivitas sistem saraf aferen menjadi abnormal (mekanisme perifer) yang
selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptif sentral (sensitisasi sentral). 4
mekanisme penyebab timbulnya aktivitas abnormal sistem saraf aferen akibat
lesi, yaitu:
1.
2.
3.
4.
aktivitas ektopik
sensitisasi nosiseptor
interaksi abnormal antar serabut saraf
hipersensitifitas terhadap katekolamin
terhadap
stimulus.
Regenerasi
akson
setelah
perlukaan
e. Manifestasi klinis
Komplikasi yang paling sering terjadi pada herpes zoster adalah
timbulnya neuralgia pasca herpetika sehingga neuralgia pasca herpetika bukan
merupakan kelanjutan dari herpes zoster akut, tetapi merupakan penyakit yang
berdiri sendiri yang merupakan komplikasi herpes zoster. Neuralgia pasca
herpetika yaitu suatu kondisi dimana menetapnya nyeri di tempat lesi
walaupun lesi kulit sudah sembuh lama. Dworkin membagi neuralgia pasca
herpetika ke dalam tiga fase:
Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya
< 4 bulan
Neuralgia pasca herpetika: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset
lesi kulit atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
Onset ruam
Nyeri fase akut
ruam sembuh
nyeri sembuh
Neuralgia pasca herpes
NYERI ZOSTER
Ket: Nyeri zoster, nyeri fase akut dan nyeri pasca herpes 1
(allodinia), rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus
bertambah dalam menanggapi rangsang yang berulang.
Beberapa faktor resiko terjadinya neuralgia pasca herpetika adalah
meningkatnya usia, nyeri yang hebat pada fase akut herpes zoster dan beratnya
ruam Herpes Zoster. Dikatakan bahwa ruam berat yang terjadi dalam 3 hari
setelah onset herpes zoster, 72% penderitanya mengalami neuralgia pasca
herpetika. Faktor resiko lain yang mempunyai peranan pula dalam
menimbulkan neuralgia pasca herpetika adalah gangguan sistem kekebalan
tubuh, pasien dengan penyakit keganasan (leukimia, limfoma), lama terjadinya
ruam.1,2,4
f. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan histology)
1. Erupsi berupa vesikel yang nyeri sesuai distribusi dermatom.
2. Setelah erupsi sembuh, nyeri berupa alodonia, hiperalgesia, atau
hiperestesi yang berlanjut sampai 3 bulan atau lebih. Nyerinya hebat dan
seakan-akan seperti tersetrum atau tertusuk.
3. Herpes-zoster dapat mengalami reaktivasi subklinis dengan polanyeri
sesuai distribusi dermatom tanpai disertai erupsi.
4. Tampak jaringan parut pada kulit di tempat bekas munculnya lesi.1
g. Penatalaksanaan1,2,4
Pada dasarnya, penatalaksanaan yang dapat diberikan kepada penderita
neuralgia pasca herpetika terdiri dari terapi farmakologik dan non
farmakologik. Dan penatalaksaan untuk nyeri zoster (nyeri fase akut) dapat
diberikan analgetik non-opioid, antidepresan dan tranquilizer (yang banyak
digunakan adalah kombinasi amitriptilin dan flufenasin), dapat pula diberikan
larutan triamsinolon 0,2% dalam NaCl 0.9% untuk infiltrasi sekitar ruam.
Saat ini terapi NPH difokuskan ada penggunaan psikotropik dan
antikonvulsan. Terapi farmakologis efektif untuk menurunkan kualitas nyeri
dan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk pemakaian antidepresan
trisiklik, antikonvulsan, agen topical, analgesic opioid dan tramadol.1
Anti konvulsan, terutama non-sodium channel blocking agent seperti
gabapentin dan pregabalin tampak cukup efektif. Mekanisme kerja obat
golongan ini diperkirakan melalui penurunan sensitisasi sentral. Misalnya
Dosis
Antidepresan trisiklik
Amitriptilin (Elavil)
Desipramin (Norpramin)
Imipramine (Tofranil)
Nortriptilin (Pamelor)
Antikonvulsan
Fenitoin (Dilantin)
Karbamazepin (Tegretol)
Gabapentin (Neurontin)
Pregabalin (Lyrica)
vaksin
untuk
mencegah
timbulnya
Neuralgia
h. Pencegahan
Cara mencegah Nyeri Post Herpetikum ini adalah dengan mencegah
terinfeksinya virus Zoster itu sendiri. Pencegahan neuralgia pascaherpetika
dapat diusahakan dengan kombinasi agen antiviral dan usaha agresif
mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster. Kombinasi ini diharapkan
akan mengurangi kerusakan saraf dan nyeri akut. Terapi antiviral harus
dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan, dan lebih baik jika dimulai pada
tiga atau empat hari pertama. Terapi antiviral diharapkan dapat menghentikan
replikasi virus, sehingga durasi penyakit akan lebih singkat, dan menurunkan
kejadian neuralgia pascaherpetika. Antiviral yang dapat digunakan adalah
asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Terapi analgetika akan mengurangi
nyeri yang merupakan faktor risiko utama neuralgia pascaherpetika.
Telah dikembangkan vaksin pencegahan herpes zoster
yang
i. Prognosis
Sindrom nyeri yang timbul pada PNH ini cenderung beresolusi denagn
lambat. Pada pasien-pasien dengan PNH, kebanyakan berespon dengan baik
terhadap obat-obatan analgesik, seperti pada antidepressan trisiklik, namun
pada sebagian kasus, nyeri yang dirasakan semakin memburuk dan tidak
berespon terhadap terapi yang diberikan.
Umumnya prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada tindakan
perawatan sejak dini. pada umumnya pasien dengan neuralgia post herpetika
respon terhadap analgesik seperti antidepressan trisiklik. Jika terdapat pasien
dengan nyeri yang menetap dan lama dan tidak respon terhadap terapi
medikasi maka diperlukan pencarian lanjutan untuk mencari terapi yang
sesuai.
Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik
tidak menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya
mengganggu fungsi sensorik. Prognosis ad functionam dikatakan bonam
karena setelah terapi didapatkan perbaikan nyata, dan pasien dapat beraktivitas
baik seperti biasa.
Prognosis ad sanactionam bonam karena walaupun risiko berulangnya
HZ masih mungkin terjadi sebagaimana disebutkan dari literatur, selama
pasien mempunyai daya tahan tubuh baik kemungkinan timbul kembali kecil.5
BAB III
KESIMPULAN
Neuralgia pasca herpetika adalah suatu komplikasi dari infeksi Herpes
Zoster, bukan merupakan kelanjutan dari Herpes Zoster akut. Herpes Zoster
sendiri adalah suatu radang kulit akut dan setempat, khas ditandai adanya
nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada
dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf
sensorik dari nervus kranialis. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular
lalu terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga.
Tujuh sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Keluhan
yang berat biasanya timbul pada penderita usia tua. Frekuensi herpes zoster
menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial
(20%), lumbal (15%), dan sakral (5%). Komplikasi dari Herpes Zoster, selain
Neuralgia Pasca Herpetika, yaitu infeksi sekunder (pada penderita yang
selama
berbulan-bulan
hingga
tahunan.Nyeri
sendiri
dapat
Daftar pustaka
1. Dewanto G, Suwono W.J, Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis &
Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC. 2009. Hal: 118-120
2. Gupta R. Herpes zoster and post herpetic neuralgia. 2012. Diunduh dari
http://ceaccp.oxfordjournals.org/content/12/4/181.full pada tanggal 13 oktober
2014.
3. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu
Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001
4. Meliala L. Neuralgia Pasca Herpes. Nyeri Neuropatik patofisiologi dan
penatalaksanaan. Kelompok studi nyeri Perdossi 2001.
5. Martin. Neuralgia Paska Herpetika. Jakarta 2008. Diunduh dari
http://perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?
view=article&catid=43%3Apaper&id pada tanggal 13 oktober 2014.