Minipro Baihaqi
MINI PROJECT
HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU DAN PENDAPATAN KELUARGA DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 6-59 BULAN DI DESA BULU
KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Program Internsip Dokter Indonesia Wahana Puskesmas Balen
Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Mini Project dalam Kepaniteraan Internsip rotasi Puskesmas di Kecamatan Balen
Rotasi pada tanggal 26 Mei 2021 s/d 25 Agustus 2021. Laporan disusun oleh :
Laporan Mini Project ini telah dikoreksi dan disetujui pada tanggal Agustus 2021.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan Mini Project di Puskesmas Balen ini dengan
sebaik-baiknya. Mini Project ini merupakan salah satu kegiatan dalam pelaksanaan Kepaniteraan
Internsip rotasi Puskesmas periode 26 Mei 2021 s/d 25 Agustus 2021, yang dapat menjadi bekal
pengalaman bagi kami dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan di masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari bantuan serta peran serta semua pihak yang telah
memberikan dukungan kepada kami. Untuk itu, pada kesempatan ini, izinkan kami mengucapkan
terima kasih kepada:
1. dr. Vera Agustina, selaku Kepala Puskesmas Balen dan Pembimbing Internsip
2. Ibu balita, terutama Ibu balita Desa Bulu Kecamatan Balen yang telah menerima dan
menyambut baik kegiatan kami.
3. Ibu Kader posyandu dan bidan koordinator Desa Bulu Kecamatan Balen yang telah
menerima dan menyambut baik kegiatan kami.
4. Orang tua dan keluarga peneliti yang memberikan dukungan moral dan materiil dalam
mengerjakan penelitian ini.
5. Seluruh staf Puskesmas Balen yang telah memberikan pengarahan dan bantuan demi
kelancaran penelitian kami.
6. Seluruh rekan sejawat Dokter Internsip dalam Kepaniteraan Internsip rotasi Puskesmas
Balen periode 26 Mei 2021 s/d 25 Agustus 2021
7. Semua pihak yang telah ikut berperan dalam kelancaran Kepaniteraan Internsip rotasi
Puskesmas Balen dan pembuatan laporan ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan yang kami buat masih jauh dari sempurna sehingga
saran, kritik, ide pikiran serta bantuan dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi
meningkatkan manfaat dari laporan yang kami buat. Semoga laporan kami bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi Dokter Internsip lain serta Puskesmas Balen pada khususnya
iii
DAFTAR ISI
Sampul dalam............................................................................................................... i
Lembar pengesahan...................................................................................................... ii
Kata Pengantar.............................................................................................................. iii
Daftar isi.......................................................................................................................iv
Daftar Tabel..................................................................................................................vi
Daftar Gambar..............................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................................. 3
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting............................................ 35
iv
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 41
LAMPIRAN
Lampiran 1 Information for Consent............................................................................43
Lampiran 2 Informed Consent......................................................................................45
Lampiran 3 Kuesioner..................................................................................................47
Lampiran 4 Leaflet dan Mini x banner.........................................................................49
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
Permasalahan gizi saat ini semakin menjadi perhatian dunia terutama di negara-
negara berkembang, termasuk Indonesia. Global Nutrition Report menunjukkan Indonesia
termasuk dalam 17 negara, diantara 117 negara di dunia yang mempunyai tiga masalah gizi
utama yaitu wasting, overweight, dan stunting pada balita (Kemenkes RI, 2016). Stunting
merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengidentifikasi malnutrisi
kronis (Reinhardt, 2014). Stunting disebut juga sebagai kegagalan pertumbuhan linier.
Kegagalan pertumbuhan linear ditunjukkan dengan rendahnya tinggi badan dan nilai Z-Score
menurut indeks TB/U dibandingkan dengan anak seusianya (Peraturan Menteri Kesehatan
RI, 2010).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 angka stunting di Jawa Timur
mencapai 19,9% melebihi angka rata-rata nasional sebesar 19,3% (Riskesdas, 2018). Pada
tahun 2020, sebanyak 5.192 atau 6,87% balita Kabupaten Bojonegoro dinyatakan menderita
Stunting (Dinas Kesehatan Bojonegoro, 2020). Berdasarkan hasil pendataan Operasi
Timbang pada balita di Kabupaten Bojonegoro, wilayah kerja Puskesmas Balen memiliki
prevalensi stunting yang cukup tinggi. Desa Bulu merupakan desa di Kecamatan Balen yang
memiliki angka kejadian stunting tertinggi yakni mencapai 59 anak (24%) pada operasi
timbang balita Bulan Februari 2021.
Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada empat
program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita
pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular.
Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek
menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok
Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019. Target penurunan prevalensi
stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah menjadi
28% (RPJMN, 2015 – 2019) (Infodantin, 2016).
Stunting sendiri merupakan gangguan pertumbuhan sebagai dampak dari rendahnya
status gizi dan kesehatan pada periode pre dan post-natal. UNICEF framework menjelaskan
tentang faktor penyebab terjadinya malnutrisi. Dua penyebab langsung stunting adalah faktor
penyakit dan asupan zat gizi. Kedua faktor ini berhubungan dengan faktor pola asuh, akses
terhadap makanan, akses terhadap layanan kesehatan dan sanitasi lingkungan. Namun,
penyebab dasar dari semua ini adalah terdapat pada level individu dan rumah tangga tersebut,
seperti tingkat pendidikan, pendapatan rumah tangga.
Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa kejadian stunting balita banyak
dipengaruhi oleh pendapatan dan pendidikan orang tua yang rendah. Keluarga dengan
pendapatan yang tinggi akan lebih mudah memperoleh akses pendidikan dan kesehatan
sehingga status gizi anak dapat lebih baik (Bishwakarma, 2011).
Berdasarkan penelitian Dewi (2015) menyatakan bahwa sebagian orang tua pada
kelompok Balita Stunting berpendidikan dasar sebanyak 104 responden (92,86 %), sebagian
besar memiliki pekerjaan petani sebanyak 75 responden (66,97 %) serta penghasilan
sebagian besar berpendapatan dibawah upah minum regional (< UMR) sebanyak 67
responden (59,82%). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di Desa Bulu
Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pendidikan ibu dan pendapatan keluarga
dengan kejadian stunting di Desa Bulu Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, antara lain
sebagai berikut.
1. Bagi Puskesmas Balen, sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada pihak
manajemen untuk membuat kebijakan yang tepat untuk menurunkan angka stunting di
desa Bulu.
2. Bagi akademisi, sebagai bahan perbandingan dan referensi untuk studi atau penelitian
pada masa yang akan datang.
3. Bagi peneliti, sebagai bahan pengembangan wawasan keilmuan dan wacana
pengembangan penulisan mengenai faktor karakteristik keluarga yang berpengaruh
terhadap tingkat kejadian stunting.
4. Bagi Masyarakat, sebagai bahan informasi khususnya bagi ibu-ibu rumah tangga yang
telah memiliki anak, agar dapat mengetahui tentang kejadian stunting pada anak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan
2.1.1 Pengertian
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu
menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan
dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di
dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare,
yakni: membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi
anak. Pendidikan merupakan suatu proses yang mencakup tiga dimensi, individu,
masyarakat atau komunitas nasional dari individu tersebut, dan seluruh kandungan
realitas, baik material maupun spiritual yang memainkan peranan dalam menentukan
sifat, nasib, bentuk manusia maupun masyarakat.
Pendidikan adalah segala daya upaya dan semua usaha untuk membuat
masyarakat dapat mengembangkan potensi manusia agar memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia,
serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga
negara. Di samping itu pendidikan merupakan usaha untuk membentuk manusia yang
utuh lahir dan batin cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
sekaligus murabbi, pelatih jiwa dan kepribadian sekaligus pendamping atau teman
seperjalanan siswa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar
didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai
akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa
pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani
dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.
filosopis negara Indonesia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasa nasionalisme serta
mampu bersaing di kancah internasional.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dibawah ini secara singkat di jelaskan mengenai jalur pendidikan, yaitu:
a. Pendidikan formal
b. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan
dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap
mesjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja.
c. Pendidikan informal
2.2 Pengetahuan
Pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pengetahuan
adalah hasil kegiatan ingin tahu manusia tentang apa saja melalui cara-cara dan dengan
alat-alat tertentu. Pengetahuan sebagai suatu hasil dari tahu yang terjadi setelah individu
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan yang dimaksud
adalah pengamatan melalui panca indera manusia, meskipun sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
a. Tahu (Know)
b. Memahami (Comprehension)
c. Aplikasi (Aplication)
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih
ada kaitannya satu sama lain, dan mencoba memahami struktur informasi.
e. Sintesis (Syntesis)
f. Evaluasi (evaluation)
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan didalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia
bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat
tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi
sebagai tugas pokoknya media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti
yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu
hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut.
10
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berbengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman
Status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat
dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Makanan yang memenuhi gizi tubuh,
umumnya membawa ke status gizi memuaskan. Sebaiknya jika kekurangan atau
11
kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk jangka waktu yang lama disebut gizi
salah. Manifestasi gizi salah dapat berupa gizi kurang dan gizi lebih.
Status gizi balita diukur berdasarkan 3 indeks, yaitu berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Untuk menilai status gizi balita, angka berat badan dan tinggi badan anak yang telah di
ukur dikonversikan ke dalam nilai yang telah terstandar (Zscore) dengan menggunakan
baku antropometri anak balita yang telah di tetapkan oleh WHO pada 2005. Berdasarkan
nilai Z-score yang telah di konversikan maka dapat ditentukan status gizi anak balita.
Tabel 2.1.
Kategori Status Gizi Balita
Indikator status gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) dapat
memberikan indikasi masalah gizi yang dialami oleh balita tersebut merupakan masalah
gizi yang telah berlangsung lama ataukronis. Seperti: kemiskinan, perilaku hidup yang
tidak sehat, dan polaasuh/pemberian makan yang kurang baik sejak anak dilahirkan yang
menyebabkan anak menjadi pendek dibandingkan anak-anak seumurannya.
12
2.4 Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan
gizi yang kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi
sejak masih dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir. Tetapi, kondisi
stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek dan sangat pendek
adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO- MGRS (Multicentre Growth Reference Study)
2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah
anak balita dengan nilai z- scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan
kurang dari – 3SD (severely stunted).
Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak,
menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat
dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan
kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia. Indonesia menduduki peringkat kelima
dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di
bawah lima tahun di Indonesia tingginya berada di bawah rata-rata.
13
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan
pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Dibawah ini beberapa
penyebab yang menjadi penyebab stunting sebagai berikut:
Hal ini termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi
sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta
menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu
Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan/ mulai
diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk
mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi
kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta
membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak
terhadap makanan maupun minuman.
14
Faktor lain adalah kejadian kurang energi kronis (KEK) pada wanita usia subur
15-49 tahun, baik hamil maupun tidak hamil. Menurut Riskesdas 2013, prevalensi risiko
KEK pada wanita hamil adalah 24,2%, sedangkan pada wanita tidak hamil adalah 20,8%.
Stunting dapat dipengaruhi oleh banyak faktor terutama riwayat terdahulu dibandingkan
dengan diare yang hanya dilihat dalam waktu yang singkat. Faktor lain seperti
keberagaman pangan baik zat gizi makro dan mikro terdahulu juga dapat mempengaruhi
keadaan stunting pada balita.
15
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah segala bentuk
penghasilan atau penerimaan yang nyata dari seluruh anggota keluarga untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari
pendapatan formal, pendapatan informal dan pendapatan subsistem yang dimaksud dalam
konsep diatas adalah sebagai berikut :
16
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang akan dibeli dengan
adanya tambahan uang. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari
penghasilan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur dan berbagai jenis
bahan pangan lainnya. jadi penghasilan merupakan factor penting bagi kualitas dan
kuantitas .antara penghasilan dan gizi jelas ada hubungan yang menguntungkan.
Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga
lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang berlawanan hampir universal.
Pendidikan orang tua terutama ibu merupakan factor yang sangat penting. Tinggi
rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap
kesadaran kesehatan dan gizi anak-anak, perawatan kesehatan, hygiene, pemeriksaan
kehamilan sebelum dan pasca persalinan dan keluarganya. disamping itu pendidikan
berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, pola
hidup, makanan dan tempat tinggal. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah
tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. hal
ini dapat dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari
kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap
adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya
(Suhardjo, 2003).
Ibu sebagai pekerja mempunyai potensi dan hal ini sudah dibuktikan dalam dunia
kerja yang tidak kalah dengan pria. sebagai pekerja, masalah yang dihadapi wanita lebih
berat dibandingkan pria. karena dalam diri wanita harus lebih dahulu mengatasi urusan
17
keluarga, suami, anak-anak dan hal lainnya yang menyangkut tetek bengek rumah
tangganya. pada kenyataannya cukup banyak wanita yang tidak dapat mengatasi masalah
tersebut, sekalipun mempunyai kemampuan teknis cukup tinggi, kalau wanita tidak
pandai menyeimbangkan peran ganda tersebut akhirnya balita akan terlantar. (Anoraga,
2005).
Ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan
perhatian penuh terhadap anak balitanya, apalagi untuk mengurusnya. Meskipun tidak
semua ibu bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan dan beban kerja yang
ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan
yang sesuai untuk balitanya, oleh karena itu didalam sebuah penelitian menunjukkan
bahwa sering kali terjadi ketidaksesuaian antara konsumsi zat gizi terutama Energi dan
Protein dengan kebutuhan tubuh pada kelompok anak yang berusia diatas 1 tahun
(Moehji, 2003).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya Kekurangan Energi Protein
(KEP) adalah para ibu yang menerima pekerjaan tetap sehingga harus meninggakan
balitanya dari pagi sampai sore, anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh
sakit dan tidak mendapatkan perhatian, dan pemberian makanan tidak dilakukan dengan
semestinya. Alangkah baiknya bila badan yang bergerak dibidang sosial menampung bayi
dan anak-anak balita yang ditinggal bekerja seharian penuh dibalai desa, mesjid, gereja,
atau tempat lain untuk diasuh dan diberi makanan yang cukup baik (Pudjiadi, 2003)
18
Menurut Riskesdas 2013, prevalensi pendek secara nasional pada anak usia 5-12
tahun adalah 30,7% dengan sangat pendek sebesar 12,3% dan pendek sebesar
18,4%.Terdapat 15 provinsi di Indonesia dengan prevalensi sangat pendek di atas
prevalensi nasional (12,3%) dan Sulawesi Barat termasuk salah satu dari provinsi tersebut
dengan prevalensi pendek dan sangat pendek diatas 37%.
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Keseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh, seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Beberapa indeks antropometri
yang sering digunakan adalah BB/U, TB/U, dan BB/TB yang dinyatakan dengan standar
deviasi unit z (z- score).
Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah diketahui usianya dan diukur
panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada di
bawah normal. Jadi, secara fisik balita stunting akan lebih pendek dibandingkan balita
seumurnya. Perhitungan ini menggunakan standar z- score dari WHO.
19
Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan
dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai
ketelitian 0,1 cm. Pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan dan lingkar
lengan) sebenarnya sangat mudah dilakukan namun juga sekaligus rawan terhadap bias
dan error data. Untuk menghindari bias dan error data maka hal yang perlu diperhatikan
adalah kualitas alat yang digunakan dan ketelitian pewawancara dalam melakukan
pengukuran.
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut,
dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Anak-anak yang mengalami
stunting lebih awal yaitu sebelum usia 6 bulan, akan mengalami kekerdilan lebih berat
menjelang usia dua tahun. Bila hal tersebut terjadi, maka salah satu organ tubuh yang
paling cepat mengalami resiko adalah otak. Dalam otak terdapat sel-sel saraf yang sangat
berkaitan dengan respon anak termasuk dalam melihat, mendengar, dan berpikir selama
proses belajar. Anak stunting pada usia dua tahun secara signifikan mengalami kinerja
kognitif yang lebih rendah dan nilai yang lebih rendah disekolah pada masa anak- anak.
2.4.7 Pencegahan
20
Pemeberian konseling gizi kepada individu dan keluarga dapat membantu untuk
mengenali masalah gizi, dan membantu individu serta keluarga memecahkan masalahnya
sehingga terjadi perubahan perilaku untuk dapat menerapkan perubahan perilaku makan
yang telah disepakati bersama.
BAB III
GAMBARAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS
21
Kecamatan Balen merupakan salah satu kecamatan yang terletak kurang lebih 10
km kearah timur dari Kabupaten Bojonegoro,
3.1.2 Luas Wilayah
Adapun Luas Wilayah Kecamatan Balen ± 60,52 km².
Tabel 3.1 Tabel Luas Wilayah di UPT Puskesmas Balen
No DESA LUAS WILAYAH
1 Balenrejo 907 Ha
2 Bulaklo 333,357 Ha
3 Bulu 311,4 Ha
4 Kabunan 172,990 ha
5 Kedungbondo 270,920 ha
6 Kedungdowo 640,108 Ha
7 Kemamang 161,1 Ha
8 Kenep 251,448 Ha
9 Lengkong 185,495 Ha
10 Margomulyo 353 Ha
11 Mayangkawis 345,5 ha
12 Mulyoagung 235,070 Ha
13 Mulyorejo 496,83 Ha
14 Ngadiluhur 211,611 Ha
15 Penganten 584,845 Ha
16 Pilanggede 284,573 Ha
17 Pohbogo 149,247 Ha
18 Prambatan 197,297 Ha
19 Sarirejo 267,328 Ha
20 Sekaran 127,676 Ha
21 Sidobandung 300,5 Ha
22 Sobontoro 299,160 Ha
23 suwaloh 272,895 Ha
3.1.3 Batas wilayah
Batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Tuban
Sebelah Selatan : Kecamatan Sukosewu
Sebelah Timur : Kecamatan Sumberrejo
Sebelah Barat : Kecamatan Kapas
22
23
9) Desa Lengkong’
10) Desa Margomulyo
11) Desa Mayangkawis
12) Desa mulyoagung
13) Desa Mulyorejo
14) Desa Ngadiluhur
15) Desa Penganten
16) Desa Pilanggede
17) Desa Pohbogo
18) Desa Prambatan
19) Desa Sarirejo
20) Desa Sekaran
21) Desa Sidobandung
22) Desa Sobontoro
23) Desa Suwaloh
3.3 AdministrasiPemerintahan
JumlahDesa/ Kelurahan
Jumlah Desa : 23 Desa
Jumlah RT : 432 RT
Jumlah RW : 71 RW
24
> 65
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
25-29
20-24
15-19
10-14
5-9
1-4
0-1
-15.0000 -10.0000 -5.0000 0.0000 5.0000 10.0000 15.0000
LAKI LAKI PEREMPUAN
UMUR
LAKI LAKI PEREMPUAN
468 0-1 468
1673 1-4 1703
2191 5-9 2207
2259 10-14 2266
2362 15-19 2348
2422 20-24 2424
2476 25-29 2523
2377 30-34 2520
2418 35-39 2464
2386 40-44 2441
2454 45-49 2467
2339 50-54 2405
2211 55-59 2252
2021 60-64 2026
3432 > 65 3607
25
33489 34121
3.4.2 Pendidikan
26
BAB IV
METODE PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini yaitu anak usia 6-59 bulan yang berada di Desa Bulu,
Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, yaitu sebanyak 245 anak.
Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
e : batas toleransi kesalahan ( d = 0,1 )
Dari rumus diatas, diketahui jumlah populasi sebesar 245 maka didapatkan
besar sampel (n) sebanyak 71 responden
1.3.2.2 Kriteria Sampel
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu yang tercatat bertempat tinggal di Desa Bulu, Kecamatan Balen,
Kabupaten Bojonegoro
b. Ibu yang memiliki anak balita berusia 6-59 bulan.
2. Kriteria Eksklusi
a. Ibu balita yang tidak bersedia menjadi responden
b. Anak memiliki penyakit tertentu yang memerlukan diet khusus
seperti alergi bahan makanan tertentu.
28
Variabel Dependen
No Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala
1. Stunting Status gizi yang Stunting Diukur Nominal
didasarkan pada indeks (<-2SD) menggunaka
Tinggi Badan menurut dan Non n microtoice
Umur (TB/U) yang Stunting dan
merupakan padanan (> -2SD) menggunaka
istilah pendek (stunted) (Peraturan n indeks
dengan z-score <-2SD Menteri TB/U.
(Peraturan Menteri Kesehatan
Kesehatan RI, 2011) RI, 2011).
Variabel Independen
2. Pendidikan Ibu Merupakan Pendidikan Wawancara 1. Tingkat Nominal
formal akhir yang telah dengan Pendidikan
ditamatkan oleh Ibu kuesioner Cukup
(tamat
SMA/SMK/
MA/
sederajat)
2. Tingkat
Pendidikan
Kurang
(tamat
SD/MI/SMP
/MTS/
sederajat)
3. Pendapatan Merupakan gaji/ hasil Wawancara 1. Kurang Nominal
Keluarga upah yang didapatkan dengan (<UMK Rp.
selama satu bulan oleh kuesioner 2.066.781,80
seluruh anggota ).
keluarga yang telah 2. Cukup
bekerja (>UMK Rp.
2.066.781,80
).
29
Alat/instrument pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat tulis,
lembar penjelasan dan informasi penelitian, lembar ketersediaan menjadi sampel
penelitian, kuesioner data diri balita dan karakteristik keluarga.
30
Peneliti melakukan entry atau pemasukan data yang telah melalui proses editing dan
coding ke perangkat computer pada software pengolahan data.
d. Cleaning
Sebelum dilakukan analisi data, peneliti melakukan pengecekan kembali terhadap
kemungkinan ada kesalahan saat pemasukan data ke perangkat komputer. Pengecekan
dilakukan dengan melihat missing, variasi, dan konsistensi data.
4.7.2 Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara univariat dan bivariat.
1) Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
pada variabel independen (variabel bebas yaitu tingkat pendidikan ibu dan pendapatan
keluarga) dan variabel dependen (variable terikat yaitu angka kejadian stunting) yang
diteliti.
2) Analisis Bivariat
Analisis bivariat diperlukan untuk menjelaskan atau mengetahui hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisis bivariat dilakukan setelah
karakteristik masing-masing variabel diketahui. Uji statistik yang digunakan untuk
mengetahui hubungan tingkat Pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan angka
kejadian stunting di Desa Bulu Kecamatan Balen adalah uji Chi-Square karena skala
variable independen dan dependen merupakan skala kategorik. Data yang diolah akan
dianalisa secara analitik dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package of
Science) for Windows 21.0. Hasil analisa data tersebut disajikan dalam bentuk narasi dan
tabel distribusi frekuensi.
31
BAB V
HASIL PENELITIAN
Total 81 100%
32
(50,6%), ibu balita berpendidikan tamat SMA/SMK/sederajat berjumlah 28 (34,6%), dan ibu
balita berpendidikan tamat D1/D3/S1/S2/S3 berjumlah 2 (2,5%).
b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluarga
Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat Pendapatan Keluarga disajikan dalam tabel 4.2
sebagai berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluarga
Total 81 100%
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh balita dengan pendapatan keluarga cukup sebanyak 27
sampel (33,3%) sedangkan balita dengan pendapatan keluarga kurang sebanyak 54 sampel
(66,7%).
c. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Stunting
Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian stunting disajikan dalam tabel 4.3 sebagai
berikut :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Stunting
Status Gizi
Tidak Stunting 59 72.8%
Stunting 22 27.2%
Total 81 100.0%
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh proporsi balita yang mengalami stunting berjumlah 22
anak (27.2%) lebih sedikit dibandingkan balita yang tidak mengalami stunting berjumlah 59
anak (72.8%).
33
tersebut. Analisis ini menggunakan uji Chi-square jika p value <0,05 maka dapat disimpulkan
ada hubungan yang bermakna.
5.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting
Tabel 4.3 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh Ibu balita berpendidikan kurang dan menderita stunting
sebanyak 16 sampel (19,7%) dan yang non-stunting sebanyak 35 anak (43,2%). sedangkan
Ibu balita berpendidikan cukup dan menderita stunting sebanyak 6 anak (7,4%), dan yang
non-stunting sebanyak 24 anak (29,6%).
Dari hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,028 Hal ini menunjukkan bahwa p < α
(0,05) sehingga ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian
stunting balita di Desa Bulu Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.
5.2.2 Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan kejadian Stunting
Tabel 4.4 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh balita dengan pendapatan keluarga kurang dan menderita
stunting sebanyak 10 sampel (12,34%) dan yang non-stunting sebanyak 44 anak (54,32%).
sedangkan balita dengan pendapatan keluarga cukup dan menderita stunting sebanyak 12
anak (14,81%), dan yang non-stunting sebanyak 15 anak (18,51%).
Dari hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,013 Hal ini menunjukkan bahwa p <α
(0,05) sehingga ada hubungan bermakna antara tingkat pendapatan keluarga terhadap
kejadian stunting balita di Desa Bulu Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.
34
BAB VI
PEMBAHASAN
35
36
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin mudah dia menyerap informasi
yang diterima termasuk pendidikan dan informasi gizi yang mana dengan pendidikan gizi
tersebut diharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat (Handayani 1994
dalam Ernawati 2009).
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat
untuk menyerap informasi dan menginplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup
sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan perbaikan gizi. Tingkat pendidikan dapat
disederhanakan menjadi pendidikan tinggi (tamat SMA- lulusan PT) dan pendidikan rendah
(tamat SD– tamat SMP). Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk daerah wajib
belajar 12 tahun (Nuh, 2013) .
Peningkatan pengetahuan memang tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku akan
tetapi ada hubungan yang positif berkaitan dengan perubahan perilaku. Perilaku di tentukan
oleh tiga faktor ; faktor pemungkin (enabling factor), faktor penguat (reinforcing factor) dan
faktor predisposisi (predisposing factor). Pengetahuan adalah salah mungkin tidak dapat
berubah secara langsung sebagai respon terhadap kesadaran ataupun pengetahuan tetapi efek
kumulatif dari peningkatan kesadaran, dan pengetahuan berkaitan dengan nilai, keyakinan,
kepercayaan, minat dan perilaku. Pengetahuan akan menimbulkan kepercayaan bagaimana
seseorang akan mengenal apa yang berlaku, apa yang benar dan kepercayaan ini akan
membentuk suatu gagasan terhadap stimulus. Pengetahuan sangat diperlukan karena
pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku seseorang.3 Dimana perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan bersifat lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Pormes yang menyebutkan bahwa pengetahuan
orang tua tentang gizi berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 4-5 tahun
dengan p value sebesar 0,006. Penelitian lain menyebutkan pengetahuan mempunyai
hubungan dengan terjadinya stunting dimana tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi pada
anak balita stunting yang berada di desa sebagian besar adalah kurang dengan persentase
64,5%, sedangkan untuk wilayah kota sebagian besar yaitu tingkat pengetahuan cukup yaitu
sebesar 86,7%. Begitu juga dengan penelitian Kusumawati mengatakan bahwa pengetahuan
ibu yang kurang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 6-36 bulan dengan p
value sebesar 0,008 memiliki risiko 3,27 kali balita mengalami stunting.
37
Kesimpulan Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi berakibat pada rendahnya anggaran
untuk belanja pangan dan mutu serta keanekaragaman makanan yang kurang. Keluarga lebih
banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu,
gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi
tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.
6.4 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting
Berdasarkan hasil analisa data diperoleh balita dengan pendapatan keluarga kurang dan
menderita stunting sebanyak 10 sampel (12,34%) dan yang non-stunting sebanyak 44 anak
(54,32%). sedangkan balita dengan pendapatan keluarga cukup dan menderita stunting
sebanyak 12 anak (14,81%), dan yang non-stunting sebanyak 15 anak (18,51%). Dari hasil
uji chi square didapatkan nilai p = 0,013 Hal ini menunjukkan bahwa p <α (0,05) sehingga
ada hubungan bermakna antara tingkat pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting balita
di Desa Bulu Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.
Meningkatnya pendapatan keluarga akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan
dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan
menyebabkan menurunnya daya beli pangan yang baik secara kualitas maupun kuantitas.
Tingginya penghasilan yang tidak diimbangi pengetahuan yang cukup, akan menyebabkan
seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari, sehingga pemilihan
suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi.
Keadaan yang tidak stunting terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi
kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat lebih esensial.
Hasil penelitian Dewi (2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan pendapatan keluarga
<UMR dengan kejadian stunting dengan p value 0,036 < 0,05 dengan nilai OR 2,42 karena
meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan
kualitas dan kuantitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan keluarga akan
menyebabkan menurunnya daya beli pangan yang baik secara kualitas maupun kuantitas.
Begitu juga dengan penelitian Aridiyah mengatakan terdapat hubungan yang signifikan
antara pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting pada anak balita baik yang berada di
pedesaan maupun perkotaan. Apabila ditinjau dari karakteristik pendapatan keluarga bahwa
38
akar masalah dari dampak pertumbuhan bayi dan berbagai masalah gizi lainnya salah satunya
disebabkan dan berasal dari krisis ekonomi. Sebagian besar anak balita yang mengalami
gangguan pertumbuhan memiliki status ekonomi yang rendah. sehingga keluarga memiliki
keterbatasan daya beli khususnya pangan untuk pemenuhan gizi keluarga.
Kesimpulan apabila penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk akan
meningkat mutunya. Sebaliknya, penghasilan yang rendah menyebabkan daya beli yang
rendah pula, sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan.
Pada penelitian ini terdapat keterbatasan yang dapat dijadikan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya, diantaranya adalah teknik yang kami gunakan adalah purposive
sampling, yang merupakan teknik sampel non-probabilitas sehingga belum representatif
terhadap populasi. Selain itu penelitian kami belum melibatkan seluruh anak di Desa Bulu
akibat keterbatasan waktu yang singkat. Kelemahan lain dalam penelitian ini terdapat pada
keterbatasan variabel yang dapat menjadi faktor risiko stunting namun belum kami libatkan
dalam penelitian ini seperti prematuritas, panjang badan lahir, lingkar lengan ibu saat hamil,
serta pola asuh anak.
39
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Kesimpulan mengenai penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting anak
usia 6-59 bulan di Desa Bulu Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.
2. Bentuk Mini Project terkait masalah stunting yaitu :
Pembuatan leaflet dan mini x-banner, yang berisi penjelasan terkait stunting pada balita
(pengertian penyakit, gejala, penyebab, penularan, pencegahan, dan pertolongan pertama
sebelum dibawa ke fasilitas kesehatan) sebagai sarana edukasi, diharapkan ibu memiliki
tingkat pengetahuan yang baik terkait stunting sehingga mampu memberikan penanganan
awal serta mencegah terjadinya stunting pada anak masing-masing.
7.2 Saran
1. Saran untuk puskesmas Balen dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat
hendaknya perlu meningkatkan frekuensi penyuluhan terkait stunting, dan penyuluhan
menggunakan bahasa / istilah yang mudah dipahami. Upaya / program yang sudah ada
perlu dilanjutkan, seperti penyuluhan di posyandu, maupun upaya lain yang patut dicoba
yaitu pembagian leaflet dan pemasangan mini x banner di meja posyandu.
40
2. Setelah kami melaksanakan dan memperoleh hasil dari penelitian ini, terdapat beberapa
hal yang sebaiknya perlu dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya yang sejalan
dengan topik ini, yaitu dengan menambah jumlah sampel, menggunakan teknik sampling
yang lain serta menggunakan variabel lainnya seperti prematuritas, panjang badan lahir,
lingkar lengan ibu saat hamil, serta pola asuh anak.
DAFTAR PUSTAKA
Alwin Dakhi. 2018. Hubungan Pendapatan Keluarga, Pendidikan, dan Pengetahuan Ibu tentang
Gizi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Umur 6- 23 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Jati Makmur Binjai Utara. Skripsi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik
Kesehatan Medan Jurusan Gizi Program Studi Diploma Gizi. 2018.
Al-Mahdy, RR Washilatur Rahmah Oktavina. 2013. Hubungan Antara Karakteristik Sisial
Ekonomi Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Anak Balita Umur 25-59 Bulan.
Skripsi. Jember: Universitas Jember.
Aridiyah,. F,.O , Rohmawati,.N , Ririanty,.M. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. E-Journal Kesehatan vol:3
no.1
Budiarto, Eko Dr. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran . EGC: Jakarta
41
Kartikawati. 2011. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunted Growth Pada Anak Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember. Skripsi.Jember :Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember.
Mustamin, Ramlan Asbar, Budiawan. 2018. Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pemberian Asi
Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Provinsi Sulawesi Selatan. Media Gizi
Pangan, Vol. 25, Edisi 1, 2018
Ngaisyah, Dewi RR. 2015. Hubungan Sosial Ekonomi dengan Kejadian Stunting pada Balita di
Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul. Jurnal Medika Respati 10 (4): 1907 – 3887
Niimah, Khoirun & Nadhiroh, S., R. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita . Media Gizi Indonesia Vol 10 no.1
Nining Yuliani Rohmatun. 2014. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pemberian Asi
Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa Sidowarno Kecamatan Wonosari
Kabupaten Klaten. Naskah Publikasi. Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah. Surakarta. 2014
Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 Tahun 2013. Angka Kecukupan Gizi
yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia.. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010 Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. 30 Desember 2010. Jakarta: Direktorat Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian Kesehatan RI.
Schmidt, Charles W. “Beyond malnutrition: the role of sanitation in stunted growth.”
Environmental health perspectives. 122.11 (2014): A298.
42
LAMPIRAN
Hormat kami,
Kami adalah tim peneliti dari dokter internsip Puskesmas Balen dibawah bimbingan
dr. Vera Agustina selaku kepala Puskesmas Balen, akan melakukan penelitian dengan judul:
HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU DAN PENDAPATAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA USIA 6-59 BULAN DI DESA BULU KECAMATAN BALEN
KABUPATEN BOJONEGORO
Dalam penelitian ini kami akan melakukan pengambilan data terhadap ibu balita Barat Desa
Bulu Kecamatan Balen sesuai dengan kuesioner yang telah dilampirkan. Informasi yang telah
didapatkan merupakan kerahasiaan dan tidak akan dibocorkan. Demikianlah penjelasan dan
43
prosedur penelitian ini, apabila ada yang kurang jelas, peneliti bersedia menjelaskan pertanyaan
ibu sekalian. Atas perhatian dan kesediaannya, kami ucapkan banyak terimakasih.
Bojonegoro,………………2021
Yang memberi penjelasan, Yang diberi penjelasan,
(…………………………) (………………………….)
Telah membaca Penjelasan dan Informasi Penelitian / Information for Consent dan diberi
penjelasan sepenuhnya, terkait penelitian:
HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU DAN PENDAPATAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA USIA 6-59 BULAN DI DESA BULU KECAMATAN BALEN
KABUPATEN BOJONEGORO
Maka dengan ini saya menyatakan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian secara sukarela
dan bebas tanpa ada paksaan. Setiap saat saya berhak untuk mengundurkan diri dari
keikutsertaan penelitian walaupun tanpa alasan.
44
Bojonegoro,………………2021
Tanda tangan peneliti, Tanda tangan Subjek,
(…………………………) (………………………….)
Lampiran 3. Kuesioner
IDENTITAS RESPONDEN
KARAKTERISTIK ANAK
Nama
Tempat, Tanggal Lahir
Alamat
No Keteranga
Pertanyaan Jawaban
. n
1 Umur bulan
2 Tinggi Badan cm
3 Berat Badan Kg
4 Jenis Kelamin
5 Diet khusus/Riwayat alergi
KARAKTERISTIK KELUARGA
45
No Keteranga
Pertanyaan Jawaban
. n
1 Nama Ibu
2 Pendidikan Terakhir Ibu
dan sebagainya)?
6 Berapa umur anak ibu pertama kali
a. ≥ 6 bulan
diberikan makanan atau minuman selain
b. < 6 bulan
ASI?
7 Jenis MP-ASI yang rutin diberikan saat usia
sekarang?
46
Total 22 59 81
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6.116 1 .013
b
Continuity Correction 4.875 1 .027
Likelihood Ratio 5.900 1 .015
Fisher's Exact Test .018 .015
47
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.835 1 .028
Continuity Correctionb 4.727 1 .054
Likelihood Ratio 6.032 1 .031
Fisher's Exact Test .038 .032
Linear-by-Linear 5.907 1 .029
Association
N of Valid Cases 81
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.66.
b. Computed only for a 2x2 table
48
49
50
51
52