PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hemodialisis (HD) merupakan tindakan untuk menggantikan
sebagian dari fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita
penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) stadium
V atau gagal ginjal kronik (GGK).
Penderita GGK semakin meningkat jumlahnya, di Amerika pada
tahun 2009 diperkirakan terdapat 116395 orang penderita GGK yang baru.
Lebih dari 380000 penderita GGK menjalani hemodialisis reguler
(USRDS, 2011). Pada tahun 2011 di Indonesia terdapat 15353 pasien yang
baru menjalani HD dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan pasien yang
menjalani HD sebanyak 4268 orang sehingga secara keseluruhan terdapat
19621 pasien yang baru menjalanai HD. Sampai akhir tahun 2012 terdapat
244 unit hemodialisis di Indonesia (IRR, 2013). Tindakan HD saat ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak
penderita mengalami masalah medis saat menjalani HD.
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD
adalah gangguan hemodinamik (Landry dan Oliver, 2006). Tekanan darah
umumnya menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi (UF) atau penarikan
cairan saat HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 20-30% penderita yang
menjalani HD reguler (Tatsuya et al., 2004). Penelitian terhadap pasien
dengan HD reguler yang dilakukan di Denpasar, mendapatkan kejadian
hipotensi intradialitik sebesar 19,6% (Agustriadi, 2009).
Gangguan hemodinamik saat HD juga bisa berupa peningkatan
tekanan darah. Dilaporkan Sekitar 5-15% dari pasien yang menjalani HD
reguler tekanan darahnya justru meningkat saat HD. Kondisi ini disebut
hipertensi intradialitik (HID) atau intradialytic hypertension (Agarwal and
Light, 2010; Agarwal et al., 2008). Pada penelitian kohort yang dilakukan
pada pasien HD didapatkan 12,2% pasien HD mengalami HID (Inrig et
al., 2009). Penelitian yang dilakukan di Denpasar mendapatkan hasil yang
berbeda yaitu 48,1% dari 54 penyandang HD mengalami paradoxical post
dialytic blood pressure reaction (PDBP) (Raka Widiana dan Suwitra,
2011).
1
synthase (NOS) dan ET-1 suatu vasokonstriktor yang kuat. Zat-zat ini
mempunyai efek yang penting terhadap aktivitas simpatis, vasokonstriksi
perifer dan kontrol tekanan darah khususnya termasuk kejadian HID
(Locatelli et al., 2010).
Disfungsi endotel dapat menyebabkan perubahan terhadap tekanan
darah saat HD, baik hipotensi maupun hipertensi intradialitik. Perubahan
ini berhubungan dengan keterkaitan antara endotel, sistem saraf simpatis
dan kontrol dari resistensi vaskular perifer (Raj etal., 2002). Terdapat
perbedaan perubahan kadar NO dan ET-1 saat HD antara kontrol dan
penderita yang prone terhadap hipertensi. Pada saat HD berakhir pada
penderita HID terjadi peningkatan signifikan dari kadar ET-1 dan
penurunan signifikan pada rasio NO/ET-1 dibandingkan dengan kontrol
(Chou et al., 2006). Pada penelitian lain juga ditemukan bahwa pada
individu dengan HID terjadi peningkatan yang signifikan dari kadar ET-1
setelah HD (Shafei et al., 2008). Pada penelitian cohort case control 25
pasien HD reguler yang mengalami episode HID, didapatkan hubungan
antara HID dan disfungsi endotel. Pada penelitian ini didapatkan bahwa
disfungsi endotel dapat menjelaskan sebagian penyebab kejadian HID
(Inrig et al., 2011).
Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa terjadi interaksi
antara disfungsi endotel dengan kejadian HID, tetapi penyebab dari
terjadinya disfungsi endotel pada pasien dengan HID belum sepenuhnya
dapat dipahami. Banyak hal yang belum dapat diterangkan baik
patofisiologi, mekanisme dan strategi terapi yang tepat pada HID. Dari
uraian di atas kami ingin mencari hubungan antara UF yang berlebih saat
HD dengan terjadinya episode HID melalui keterlibatan disfungsi endotel.
Disfungsi endotel ditandai dengan peningkatan konsentrasi ET-1, atau
peningkatan kadar ADMA atau penurunan kadar NO serum saat HD.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa itu hemodialisa ?
2. Bagaimana konsep dasar hemodialisa?
3. Apa saja jurnal yang terkait dengan hemodialisa?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu hemodialisa
2. Untuk mengetahui apa konsep dasar dari hemodialisa
3. Untuk mengetahui jurnal terkait dengan hemodialisa
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemodialisa
Prevalensi penderita PGK yang mendapat terapi pengganti ginjal di
negara berkembang saat ini meningkat dengan cepat, seiring dengan
kemajuan ekonominya. Prevalensi penderita penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA) yang menjalani HD rutin meningkat dari tahun ke tahun. Di
seluruh dunia saat ini hampir setengah juta penderita GGK menjalani
tindakan HD untuk memperpanjang hidupnya (Nissenson and Fine, 2008).
(NKF, 2006)
Indikasi Hemodialisa
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk
yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan
pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan
berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai
penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita
sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer
atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat
dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4
mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4
ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring
ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan
lagi.
Menurut
konsensus
Perhimpunan
Nefrologi
Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal
(LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan
gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa
gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan
adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik
diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa
hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah
10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 810 mg/dL.
Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat
membahayakan
dirinya
juga
dianjurkan
dilakukan
hemodialisa.
muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.
2.3 Kontraindikasi Hemodialisa
Tujuan Hemodialisa
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan
hemodialisa antara lain :
1.
3.
4.
3.
hemodialisa
berfungsi
mempersiapkan
cairan
dialisa
(dialisat),
(NKF,
2006)
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran
semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan
bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan
dengan arah dialisat ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran
darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang
terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah
10
11
12
13
sistim koputerisasis dan secara terus menerus memonitor array saftycritical parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate, tekanan
darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dll. Bila ada yang tidak
normal, alarem akan berbunyi. dua diantara mesin dialisis yang paling
besar adalah fresenius dan gambro.
Dalam hemodialisis memerlukan akses vaskular(pembulu darah)
hemodalisis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah
yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 300
ml/menit secara kontinu selama hemodialis 4-5 jam. AVH dapat berupa
kateter yang dipasang dipembulu darah vena di leher atau paha yang
bersifat temporer. Untuk yang permanen dibuat hubungan antara arteri dan
vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih populer
bila disebut(brescia) cimino fistula. kemudian darah dari tubuh pasien
masuk kedalam sirkulasi darah mesin hemodialisis yang terdiri dari selang
inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ketubuh).
kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk kepembulu
darah pasien.
Darah setelah melalui selang inlet masuk kedialisar. Jumlah darah
yang menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200ml. Dalam dialiser
darah dibersihkan, sampah-sampah secara kontinu menembus membran
dan menyebrang ke kompartemen dialisat. di pihak lain cairan dialisat
mengalir dalam mesin hemodialisis dengan kecepatan 500ml/menit masuk
kedalam dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan dialidat merupakan
cairan yang pekat dengan bahan utama elektr;it dan glukosa , cairan ini
dipompa masuk kemesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah
mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama
proses hamodialisis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila
berada diluar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialisis sama seperti metoda dialisis. Melibatkan
difusi zat terlarut ke sembrang suatu selaput semi permiabel. Prinsip
pemisahan menggunakan membran ini terjadi pada dializer. Darah yang
mengandung sisa-sisa meabolisme dengan konsentrasi yang tinggi
14
15
UF
gerakanncairan
konveksi
disebabkan
merupakan
oleh
proses
gradient
yang
tekanan
memerlukan
transmembran
2.
Mesin Hemodialisa
Listrik
Air yang diolah / dimurnikan dengan cara :
filtrasi
softening
deionisai
reverense osmosis
Saluran pembuangan cairan (drainage)
rinse
desinfeksi & pemanasan
dialyse.
Sirkulat Dialisat
Pencampuran Dialisat :
1. Yaitu dialisat pekat (concetrate) dan air yang sudah di olah
dengan perbandingan 1 : 34.
16
7. Klem
8. Penapung cairan ( Wadah)
9. Kapas Alkohol
Prosedur :
1. Keluarkan alat dari pembungkusnya ( Dialiser, AVBL, slang
infus, Nacl )
2. Tempatkan dialiser pada tempatnya (Holder) dengan posisi
inlet diatas (merah) dan outlet dibawah (Biru)
3. Hubungkan slang dialisat ke dialiser :
a.
b.
c.
d.
e.
C. Prosedur
1. Keluarkan
peralatan
dari
pembungkusnya
4.
18
Jalankan
pompa
b.
c.
100cc/Mnt
Perangkap udara (bubble tra[) di isi bagian
Untuk mengeluarkan udara lakukan tekanan secara
intermiten
darah
dengan
kecepatan
(qb)
Temperatur dialisat
19
b.
c.
d.
e.
Konduktifitas
Aliran (flow)
Monitor tekanan
Detector udara dan kebocoran darah.
D. Memulai Hd
1. Persiapan pasien
a. Timbang berat bada pasien (bila memungkinkan)
b. Tidur terlentang dan berikan posisi yang nyaman.
c. Ukur tekanan darah atau, nadi, suhu, pernafasan.
d. Observasi kesadaran dan keluhan pasien dan berikan
e.
perawatan mental.
Terangkan secara gratis besar prosedur yang akan di lakukan.
1.
Perlengkapan
1.
Jarum punksi :
a.
b.
2.
3.
Heparin injeksi
4.
5.
6.
Kassa
7.
8.
9.
Klem desimfektam
10.
11.
12.
Sarung tangan
13.
Plester
14.
15.
16.
Persiapan
1. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shut atau
20
2.
3.
4.
5.
Prosedur
1. Punksi Fistula (Cimino)
a.
b.
c.
d.
e.
Ambil
darah
untuk
pemeriksaan
lab
(bila
diperlukan)
f.
g.
shunt terpasang.
Letakan duk sebagai pengalas dan penutup
Klem kedua kanula (arteri dan vena),sebelumnya di
d.
e.
f.
g.
di perlukan).
Bolus Heparin injeksi yang sudah di encerkan
h.
i.
dalam bak.
3. Punksi femoral
a. Desinfeksi daerah lipatan paha dan daerah outle
b.
c.
akan di puksi.
Letakan duk sebagai pengalas dan penutup.
Punksi outlet (vena) yaitu jalan masuknya darah ke
dalam tubuh, k/p lakukan anesteshi local.
21
d.
e.
di perlukan)
Bolus heparin injeksi yang sudah di encerkan
f.
g.
2.
h.
i.
dengan
Tekanan
darah
umumnya
menurun
dengan
menjadi
komplikasi
akut
dan
komplikasi
kronik
Penyebab
Bakteri atau zat penyebab demam
Demam
Reaksi anafilaksis yg
berakibat fatal
(anafilaksis)
Tekanan darah rendah
Gangguan irama jantung
Emboli udara
23
1.
Komplikasi Akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah:
hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit
punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007;
Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering
terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun
hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi
adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade
jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara,
neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al.,
2.
2007).
Komplikasi Kronik
Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik.
1. Penyakit jantung
2. Malnutrisi
3. Hipertensi / volume excess
4. Anemia
5. Renal osteodystrophy
6. Neurophaty
7. Disfungsi reproduksi
8. Komplikasi pada akses
9. Gangguan perdarahan
10. Infeksi
11. Amiloidosis
12. Acquired cystic kidney disease
24
Persiapan Penderita
Indikasi hemodialisa :
a.
b.
2.
3.
4.
25
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13. Segera ukur kembali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah
yang digunakan dicatat dalam status yang telah tersedia.
3. Perawatan Pasien Hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisa
a. Mempersiapkan perangkat HD
b. Mempersiapkan mesin HD
c. Mempersiapkan cara pemberian heparin
d. Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor bio
psiko sosial, agar penderita dapat bekerja sama dalam hal
e.
f.
2.
program HD
Mempersiapkan akses darah
Menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, nadi,
pernapasan
g. Menentukan berat badan kering
h. Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu
Perawatan Selama Hemodialisa
Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang diobservasi yaitu
penderita dan mesin HD
1.
26
b.
c.
jam.
Perawatan Sesudah Hemodialisa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara
3.
2.
3.
4.
dicabut
Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium
Kecilkan aliran darah menjadi 75 ml/menit
Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai
saline normal sebanyak 50-100 cc, lalu memakai udara
hingga semua darah dalam sirkulasi ekstrakorporeal
b.
5.
6.
7.
8.
catat
Timbang berat badan lalu dicatat
Kirimkan darah ke laboratorium
27
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMODIALISA
3.1 Pengkajian
A. Identitas
Nama pasien, umur, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, suku, agama,
nama orang tua, alamat rumah, nomor telepon.
B.
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya
mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah
dan edema akibat retensi natrium dan cairan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
28
Data Biologis
a. Makan & minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan
keluhan mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah.
b. Eliminasi
Biasanya terjadi gangguan pengeluaran urine seperti oliguri,
anuria, disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal melakukan
fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
c. Aktivitas
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan
penurunan gerak sebagai akibat dari penimbunan ureum dan zat-zat
toksik lainnya dalam jaringan.
d. Istrahat/tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat
keluhan-keluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan zatzat toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan
sebagainya.
D.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Vital sign
BB
1. Inspeksi
29
Data Psikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body
image, perubahan peran baik dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien
juga biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan
peran dan ketergantungan pada orang lain.
F.
Data Sosial
Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat
penurunan kondisi kesehatan dan larangan untuk melakukan aktivitas
yang berat.
G. Data Penunjang
1. Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil
dan atropik
Laboratorium :
2.
1
30
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3.3 Intervensi
Diagnosa kep./
No
1
masalah kolaborasi
Pola
nafas
tidak
efektif b.d:
Rencana keperawatan
Intervensi
nafas
setelah
efektif
1.
dilakukan
Edema paru
Asidosis metabolic
dengan criteria:
Hb 7 gr/dl
Pneumonitis
perikarditis
tidak sianosis
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Rasional
1.
efektif
Kaji respirasi & nadi
cara
nafas
yang
2.
3.
efektif
Berikan O2
dilakukan
Menentukan tindakan
Melapangkan dada klien
sehingga
menentukan
Untuk
4.
sehingga
antibiotic
Kolaborasi foto torak
berikutnya
kondisi klien pada
longgar
Hemat energi
lebih
pemberian
9.
10. valuasi kondisi klien pada HD
nafas
perikarditis
5.
menyebabkan
11. Evaluasi
asidosis,
pada
HD,
mempercepat pengurangan
HD berikutnya
6.
edema paru
Untuk Hb, sehingga suplai
7.
O2 ke jaringan cukup
Untuk mengatasi infeksi
31
8.
9.
tidak efektif
Mengukur
keberhasilan
tindakan
follou up kondisi
10. Untuk
klien
Resiko
akses
cedera
b.d
vaskuler
&
penusukan
2.
sebelum HD
Monitor kepatenan kateter
3.
pemeliharaan Pasien
akses vaskuler
1.
cedera dg kriteria:
tidak
mengalami komplikasi
HD
4.
5.
6.
heparinisasi
1.
2.
terjadi
rupture vaskuler
Posisi kateter yg berubah
dapat
3.
bisa
terjadi
rupture
vaskuler/emboli
Kerusakan jaringan dapat
pada
shunt/kateter pasca HD
Cegah terjadinya infeksi pd
4.
sensasi
Posisi baring lama stlh HD
dpt
5.
menyebabkan
orthostatik hipotensi
Shunt dapat mengalami
sumbatan
6.
&
dapat
dihilangkan dg heparin
Infeksi
dpt
mempermudahkerusakan
jaringan
Kelebihan
volume
Keseimbangan volume
cairan b.d:
penurunan
haluaran
dengan kriteria:
urine
1.
2.
cairan
&
weight
Udema hilang
kadar
3.
4.
5.
6.
7.
natrium darah
132-145 mEq/l
8.
1.
Pengkajian
merupakan
data,
haluaran
Turgor kulit dan edema
2.
menetukan
kenaikan
dry
weight,
sesuai
pemantauan
3.
terhadap terapi.
UF & TMP yang sesuai
akan kelebihan volume
cairan sesuai dg target BB
bb
9.
interdialisis
Identifikasi sumber masukan
4.
edeal/dry weight
Sumber kelebihan cairan
10.
5.
dapat diketahui
Pemahaman
kerjasama
32
klien
11.
rasional
cairan
Motivasi
pembatasan
klien
untuk
6.
kebersihan mulut
pembatasan cairan
Kebersihan
mengurangi
mulut,
mulut
kekeringan
sehingga
keinginan
klien
untuk
minum
4
Ketidakseimbangan
Keseimbangan
nutrisi
tercapai
setelah
dilakukan
HD
yang
1.
a.
b.
c.
protein
pembatasan diet
terpenuhi,
dengan kriteria:
perubahan membrane
tidak
mukosa oral
terjadi
turgor
kulit
normal
2.
3.
diet
nilai
memantau
perubahan
Pengukuran antropometri
merubah
nutrisi
kolaborasi
4.
2.
sekarang
3.
menentukan
4.
5.
minggu
kolaborasi pemberian infus
6.
protein tinggi
7.
protein,
rendah
mana
&
untuk
yang
dimodifikasi.
Tindakan
HD
muntah
5.
bisa
yang
&
anoreksia,
6.
serum
Protein lengkap akan
7.
keseimbangan nitrogen
Kalori akan energi,
natrium,
memberikan
kesempatan
makan
elaskan rasional pembatasan
8.
diet,
9.
hubungan
dengan
9.
kreatinin
Anjurkan timbang BB tiap
10.
hari
Kaji adanya masukan protein
11.
berguna
&
8.
untuk
menentukan menu
Memberikan
informasi,
faktor
masukan
3,5-5,0 gr/dl
konsumsi
Perubahan BB
protein
kaji pola diet
tanpa udema
kadar albumin plasma
dasar
penambahan atau BB
yang cepat
Sebagai
muntah
1.
dapat
pembentukan
&
perlambatan
penyembuhan
yang
Intoleransi
b.d.:
Keletihan
aktivitas
Setelah
tindakan
dilakukan
keperawatan
1.
Kaji
faktor
menimbulkan keletihan:
Anemia
yang
1.
Menyediakan
tentang
a.
33
indikasi
informasi
tingkat
Anemia
berpartisipasi
Retensi
produk
aktivitas
dalam
yang
ditoleransi,
sampah
b.
dapat
berpartisipasi
aktivitas
dalam
2.
perawatan
&
aktivitas
seimbang/bergantian
c.
d.
dengan
kriteria:
Prosedur dialisis
Ketidakseimbangan
depresi
Tingkatkan
kemandirian
2.
3.
keletihan
Meningkatkan
aktifitas
ringan/sedang
&
&
aktifitas
3.
4.
sambil istirahat
Anjurkan untuk
4.
yang
adekuat
Istirahat
dapat
yang
adekuat
setelah dialisis
keseimbangan
cairan
&
dialisis
sangat
melelahkan
5
Memperbaiki
konsep
Ketergantungan
Perubahan peran
Perubahan
tubuh
dan
keluarga efektif
citra
fungsi Klien & keluarga bisa
mengungkapkan
seksual
perubahan
1.
1.
terhadap
dalam
2.
2.
hidup
Penguatan
3.
keluarga terdekat
Kaji pola koping klien dan
3.
4.
keluarganya
Ciptakan diskusi yang terbuka
tentang
perubahan
menghadapi
6.
seksual
lain
menerima
ditetapkan sekarang
Klien
dapat
masalah
5.
harus dihadapi
Bentuk alternatif aktifitas
6.
yang
Perubahan seksual
dialisis
Gali cara alternatif untuk
penanganan
mengidentifikasi
ekspresikan
7.
&
4.
Ketergantungan dg center
dukungan
5.
a.
b.
c.
d.
&
yang
penangannya
Perubahan peran
perubahan
cinta,
Resiko
prosedur
berulang
infeksi
b.d
infasif
1.
2.
penusukan kateter
Pertahankan teknik
steril
selama
akses
infeskis dg criteria:
Duhu dbn
Al dbn
Tak
ada
kemerahan
vaskuler:
kontak
dg
1.
Mikroorganisme
dicegah
penusukan,
2.
masuk
dapat
kedalam
34
sekitar shunt
Area
shunt
tidak
3.
pelepasan kateter
Monitor area akses
terhadap
nyeri/bengkak
HD
3.
Inflamasi/infeksi
dg
kemerahan,
kemerahan,
ditandai
nyeri,
4.
bengkak, nyeri
Beri pernjelasan pd pasien
4.
bengkak
Gizi yang baik daya tahan
5.
5.
tubuh
Pasien HD mengalami sakit
khonis, imunitas
antibiotik
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan
biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal,
dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis
merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi
ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada
pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi
pengganti ginjal.
Tujuan hemodialisis adalah untuk membuang produk sisa
metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat, membuang
kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah dan bagian
cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif (penghisap) dalam
kompartemen dialisat, mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer
tubuh serta mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Meskipun pasien bisa bertahan hidup dengan bantuan mesin
hemodialisis, namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting
sebagai dampak dari penyakit dan hemodialisis. Oleh karena diperlukan
suatu asuhan keperawatan yang komprehensif untuk meminimalkan
terjadinya komplikasi dari tindakan ini.
4.2 Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
Abedini, S., Meinitzer, A., Holme, I., Marz, M., Weihrauch, G., Fellstrm,
B., Jardine, A., and Holdaas, H. 2010. Asymmetrical Dimethylarginine is
Agarwal, R., and Light, R.P. 2010. Intradialytic Hypertension is a Marker of
Agarwal, R., and Weir, M.R. 2010. Dry-Weight: A Concept Revisyed in an
Effort to Avoid Medication-Directed Approaches for Blood Pressure Control
in Hemodialysis Patients. Clin J am Soc Nephrol.
Aird, W.C., 2007. Phenotypic Heterogeneity of the Endothelium : I. Structure,
Function, and Mechanisms.
Associated with Renal and Cardiovascular Outcomes and All-cause Mortality
Brunner and Suddart. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Editor: Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Jakarta: EGC. 2001
in Renal Transplant Recipients. Kid Int,
Price dan Wilson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi
2. Jakarta : EGC, 1991.
Supriyadi, Wagiyo, Widowati, S.R.. Tingkat Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronik Terapi Hemodialisis. 2011. Journal Kemas 6 (2) pp 107-112
UNPAD Bandung. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Perkemihan
Bagi Dosen Dan Instruktur Klinik Keperawatan. Bandung : UNPAD
Bandung, 2000.
Volume Excess. Nephrol Dial Transplant,
36