Anda di halaman 1dari 70

MAKALAH SISTEM PERKEMIHAN

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HIDRONEFROSIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4
1

BQ. DIAN NURMAYA

(014 STYC 13)

ERNAWATI

(023 STYC 13)

HENI AGUSTINI M. P.

(036 STYC 13)

RAMDINA EKA YANTI

(080 STYC 13)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan dan
rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan Hidronefrosis. Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas Mata Kuliah Sistem Perkemihan karena makalah ini tidak mungkin
dapat diselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu, maka dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Agus Supinganto, Ners., M.Kes., selaku Ketua STIKES YARSI Mataram.
2. Indah Wasliah, Ners., M.Kep., Sp.Anak., selaku Ka. Prodi S1 Keperawatan
STIKES YARSI Mataram.
3. Bq. Nurainun Apriani Idris, Ners., selaku dosen pembimbing akademik.
4. Fitri Romadonika, S. Kep., Ners., M. Kep., selaku dosen Mata Kuliah Sistem
Perkemihan.
5. Semua pihak yang ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis membuat makalah ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa
yang jelas agar mudah dipahami, karena penulis menyadari keterbatasan yang
penulis miliki, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar
pembuatan makalah penulis yang berikutnya dapat menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Mataram, Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................

KATA PENGANTAR............................................................................

ii

DAFTAR ISI..........................................................................................

iii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................

Latar Belakang...................................................................

Rumusan Masalah..............................................................

Tujuan Penulisan................................................................

Manfaat Penulisan..............................................................

Ruang Lingkup...................................................................

Metode Penulisan...............................................................

Sistematika Penulisan........................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................

Konsep Dasar Penyakit Hidronefrosis...............................

Definisi Hidronefrosis.................................................

Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan.......................

Epidemiologi...............................................................

11

Etiologi........................................................................

11

Manifestasi Klinis.......................................................

12

Patofisiologi................................................................

13

Pathway.......................................................................

16

Pemeriksaan Penunjang..............................................

17

Penatalaksanaan..........................................................

17

10 Pencegahan.................................................................

18

11 Komplikasi dan Prognosis..........................................

18

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hidronefrosis...........

19

Pengkajian..............................................................

19

Diagnosa Keperawatan...........................................

29

Intervensi Keperawatan..........................................

29

Implementasi Keperawatan....................................

57

Evaluasi Keperawatan............................................

58

Dokumentasi Keperawatan....................................

60

BAB 3 PENUTUP..................................................................................

64

Simpulan............................................................................

64

Saran...................................................................................

64

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Hidronefrosis merupakan penggembungan ginjal akibat tekanan balik
terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Dalam keadaan normal, air
kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air
kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung
kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat
pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal
menggembung dan menekan jaringan ginjal yang rapuh.Pada akhinya,
tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal
sehingga secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.
Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi
kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung
kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot
yang

normal

di

dinding

ureter

sehingga

terjadi

kerusakan

yang

menetap. Hidronefrosis banyak terjadi selama kehamilan karena pembesaran


rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini
karena mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air
kemih ke kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan
berakhir.
Oleh sebab itu untuk mengatasi dan untuk mencegah komplikasi yang
ditimbulkan dari hidronefrosis pelu dilakukan penatalaksanaan yang spesifik,
yaitu untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, untuk
menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal.
1.2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Rumusan Masalah
Bagaimana definisi dan klasifikasi hidronefrosis?
Bagaimana epidemiologi hidronefrosis?
Apa saja etiologi hidronefrosis?
Bagaimana tanda dan gejala hidronefrosis?
Bagaimana patofisiologi hidronefrosis?
Bagaimana komplikasi dan prognosis hidronefrosis?
Bagaimana pengobatan dan pencegahan hidronefrosis?
Bagaiamana asuhan keperawatan pada anak dengan hidronefrosis?

1.3.

Tujuan Penulisan
Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, diharapkan memberikan
tujuan dan manfaat sebagai berikut :

1.3.1. Tujuan Umum


Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar
mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada anak
hidronefrosis.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tinjauan teoritis hidronefrosis.
2. Untuk mengetahui Pengkajian pada anak dengan hidronefrosis.
3. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan pada anak dengan
hidronefrosis.
4. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan
hidronefrosis.
5. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan pada anak dengan
hidronefrosis.
6. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan pada anak dengan
hidronefrosis.
Manfaat

1.4.

1.4.1. Bagi Mahasiswa


Dapat memberikan manfaat dalam menambah wawasan ilmu
pengetahuan bagi pembaca dan penulis dan untuk mengaplikasikan
ilmu yang diperoleh selama pendidikan. Merupakan latihan dalam
penulisan karya ilmiah dan upaya untuk memperoleh ilmu
pengetahuan.
1.4.2. Bagi Pendidikan
Sebagai kerangka acuan dalam pembuatan makalah tentang
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hidronefrosis serta menambah
pengetahuan

dan

informasi

tentang

Konsep

Dasar

Asuhan

Keperawatan Hidronefrosis.
1.5.

Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi masalah pada
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hidronefrosis.

1.6.

Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah adalah


metode Deskrisif dan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
studi kepustakaan yang mengambil materi dari berbagai sumber buku, jurnal
penelitian, dan media internet.
1.7.

Sistematika Penulisan
BAB 1

: Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Rumusan Masalah,


Tujuan, Manfaat, Ruang Lingkup, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan.

BAB 2

: Tinjauan Pustaka

BAB 3

: Penutup meliputi : Kesimpulan dan Saran

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Konsep Dasar Penyakit Hidronefrosis


2.1.1. Definisi Hidronefrosis

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu


atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin
menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan diginjal
meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002). Hidronefrosis adalah obstruksi
aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan
penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang
dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Wong,
2009). Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih,
tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi
terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka
hanya satu ginjal yang rusak.
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ureter yang dihasilkan oleh
obstruksi aliran keluar urin oleh batu atau kelainan letak arteria yang
menekan ureter sehingga pelvis membesar dan terdapat destruksi
progresif jaringan ginjal (Brunner, 2002). Hidronefrosis adalah
pembesaran ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran
air kemih tersumbat. Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih
proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan
cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi pada
parenkim ginjal (Price, 2001). Dalam keadaan normal, air kemih
mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air
kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabungtabung kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah
pusat pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini akan
menyebabkan ginjal menggembung dan menekan jaringan ginjal yang
rapuh. Pada akhirnya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat
akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan ginjal akan
kehilangan fungsinya.
2.1.2. Anatomi Fisologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan
ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh.

Selain mempunyai fungsi eliminasi, sistem perkemihan juga


mempunyai fungsi lainnya, yaitu sebagai berikut:
1. Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan
sejumlah cairan ke dalam urine dan melepaskan eritropoietin, serta
melepaskan renin.
2. Meregulasi konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan
mengontrol kuantitas kehilangan ion-ion lainnya ke dalam urine,
serta menjaga batas ion kalsium dengan menyintesis kalsitrol.
3. Mengonstribusi stabilisasi ph darah dengan mengontrol jumlah
keluarnya ion hydrogen dan ion bikarbonat ke dalam urine.
4. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi
pengeluaran nutrisi tersebut pada saat proses eliminasi produk
sisa, terutama pada saat pembuangan nitrogen seperti urea dan
asam urat.
5. Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama
kelaparan, deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan.
Aktivitas sistem perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk
menjaga komposisi darah dalam batas yang bisa diterima. Setiap
adanya gangguan dari fisiologis di atas akan memberikan dampak
yang fatal.
Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra. Untuk menjaga fungsi ekskresi, sistem perkemihan
memiliki dua ginjal. Organ ini memproduksi urine yang berisikan air,
ion-ion, dan senyawa-senyawa solute yang kecil. Urine meninggalkan
kedua ginjal dan melewati sepasang ureter menuju dan ditampung
sementara pada kandung kemih. Proses ekskresi urine dinamakan
miksi, terjadi ketika adanya kontraksi dari otot-otot kandung kemih
menekan urine untuk keluar melewati uretra dan keluar dari tubuh.
1. Ginjal
Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada setiap sisi dari
kolumna tulang belakang antara T12 dan L3. Ginjal kiri terletak
agak lebih superior dibanding ginjal kanan. Permukaan anterior
ginjal kiri diselimuti oleh lambung, pancreas, jejunum, dan sisi

fleksi kolon kiri. Permukaan superior setiap ginjal terdapat


kelenjar adrenal.
Posisi dari kedua ginjal di dalam rongga abdomen
dipelihara oleh (1) dinding peritoneum, (2) kontak dengan organorgan visceral, dan (3) dukungan jaringan penghubung. Ukuran
setiap ginjal orang dewasa adalah panjang 10 cm; 5,5 cm pada sisi
lebar; dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar
150 gr.
Lapisan kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian
dalam dan bagian luar. Bagian dalam memperlihatkan anatomis
dari ginjal. Pembuluh-pembuluh darah ginjal dan drainase ureter
melewati hilus dan cabang sinus renal. Bagian luar berupa lapisan
tipis yang menutup kapsul ginjal dan menstabilisasi struktur ginjal.
Korteks ginjal merupakan lapisan bagian dalam sebelah luar yang
bersentuhan dengan kapsul ginjal. Medula ginjal terdiri atas 6-18
piramid ginjal. Bagian dasar piramid bersambungan dengan
korteks dan di antara pyramid dipisahkan oleh jaringan kortikal
yang disebut kolum ginjal.
2. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang
berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam kandung
kemih. Pada orang dewasa, panjangnya kurang lebih 20 cm.
Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel
transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat
melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan
urine ke kandung kemih.
Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran
urine, terjadi kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan
untuk mendorong/mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran
kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang
secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor
di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya ureter berjalan
secara oblique sepanjang beberapa sentimenter menembus

kandung kemih yang disebut dengan ureter intramural kemudian


berlanjut pada ureter submukosa. Tonus normal dari otot detrusor
pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan
demikian mencegah aliran balik urine dari kandung kemih saat
terjadi tekanan di kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik
yang terjadi sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam
ureter sehingga bagian yang menembus kandung kemih membuka
dan memberi kesempatan kandung urine mengalir ke dalam
kandung kemih.
3. Kandung Kemih
Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan
kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme
miksi (berkemih). Dalam menampung urine, kandung kemih
mempunyai kapasitas maksimal, dimana pada orang dewasa
besarnya adalah 300-450 ml. Pada saat kosong, kandung kemih
terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di
atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi.
Kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas 3
lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Pada dinding kandung
kemih terdapat 2 bagian yang besar. Ruangan yang berdinding otot
polos adalah sebagai berikut:
a. Badan (korpus) merupakan bagian utama kandung kemih
dimana urine berkumpul.
b. Leher (kolum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk
corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah
segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang
lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior
karena hubungannya dengan uretra.
Serat-seratnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi
dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40
sampai 60 mmHg, dengan demikian, kontraksi otot detrusor
adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih.
Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain
sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot

ke sel yang lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke
seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot yang berikutnya
sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian
leher dari kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang
disebut trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah
bagian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk ke
dalam uretra posterior dan kedua ureter memasuki kandung kemih
pada sudut tertinggi di trigonum. Trigonum sangat dikenal dengan
mukosanya, yaitu lapisan paling dalam kandung kemih yang
memiliki testur paling lembut dibandingkan dengan lapisanlapisan lainnya yang berlipat-lipat berbentuk rugae. Masingmasing ureter pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara
oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2
sentimeter lagi di bawah mukosa kandung kemih sebelum
mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2
sampai tiga sentimeter, dan dindingnya terdiri atas otot detrusor
yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastis. Otot
pada daerah ini disebut sfingter internal. Sifat tonusnya secara
normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior
agar kosong dari urine, dan oleh karena itu mencegah
pengosongan kandung kemih sampai pada saat tekanan puncak
yang dilakukan oleh otot-otot kandung kemih dalam mendorong
urine keluar melalui uretra.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma
urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter
eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang
berbeda dengan otot pada badan dan leher kandung kemih, yang
hanya terdiri atas otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di
bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara
sadar untuk menahan miksi (berkemih) bahkan bila kendali
involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.

Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus,


yang berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus
sakralis, terutama berhubungan dengan medulla spinalis segmen
S2 dan S3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf
motorik. Serta sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding
kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior
bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk
mencetuskan

reflex

yang

menyebabkan

kandung

kemih

melakukan kontraksi pada proses miksi.


Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah
serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang
terletak dalam dinding kandung kemih, saraf postganglion pendek,
kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain
yang penting untuk fungsi kandung kemih. Hal yang terpenting
adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal
menuju sfingter eksternus kandung kemih, yang mempersarafi dan
mengontrol sfingter otot lurik pada sfingter. Selain itu, kandung
kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis
melalui nervus hipogastrikus, terutama hubungan dengan segmen
L2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama
merangsang pembuluh darah dan sedikit memengaruhi kontraksi
kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan
melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan
sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan terasa nyeri.
4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar
dari kandung kemih melalui proses miksi. Secara anatomis uretra
dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan
cairan mani.
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter
uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan

posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang


dipersarafi oleh system simpatik sehingga pada saat kandung
kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri
atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat
diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat BAK,
sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan urine.
Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan
uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang
inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine
lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas
uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh
kelenjar prostat dan uretra pars membranasea. Pada bagian
posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan
veromontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari
verumontanum ini terdapat Krista uretralis. Bagian akhir dari vas
deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri
dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat
bermuara di dalam duktus prostatikus yang terbesar di uretra
prostatika.
2.1.3. Epidemiologi
Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal
terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan
bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi pada parenkim
ginjal. Epidemiologi dari penyakit hidronefrosis yaitu di Semarang
terdapat 51,9 dari 10.000 penduduk yang menderita atau mengidap
hidronefrosis. Sedangkan di Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya angka
kejadiannya yaitu pria : wanita = 5:1, usia yang terkena hidronefrosis
rata-rata pada usia 41,5 tahun.
2.1.4. Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada
sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis)
yaitu :
a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis
renalis terlalu tinggi
10

b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke


bawah
c. Batu di dalam pelvis renalis;
d. Penekanan pada ureter oleh jaringan fibrosa, arteri atau vena yang
letaknya abnormal, dan tumor.
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan
dibawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih
dari kandung kemih:
a. Batu di dalam ureter;
b. Tumor di dalam atau di dekat ureter;
c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran atau pembedahan;
d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter;
e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter
akibat

pembedahan,

rontgen

atau

obat-obatan

(terutama

metisergid);
f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung
kemih);
g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ
panggul lainnya;
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih
ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker;
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau
cedera;
j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter.
Kadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena
pembesaran rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan
memperburuk keadaan ini karena mengurangi kontraksi ureter yang
secara

normal

mengalirkan

air

kemih

ke

kandung

kemih.

Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun


sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar.
Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi
kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke
kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan

11

jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan


yang menetap.
2.1.5. Manifestasi Klinis
Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara
bertahap. Obstruksiakut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan
pinggang. Jika terjadiinfeksi maja disuria, menggigil, demam dan
nyeri tekan serta piuria akanterjadi. Hematuri dan piuria mungkin
juga ada. Jika kedua ginjal kenamaka tanda dan gejala gagal ginjal
kronik akan muncul, seperti:
a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium);
b. Gagal jantung kongestif;
c. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi);
d. Pruritis (gatal kulit);
e. Butiran uremik (kristal urea pada kulit);
f. Anoreksia, mual, muntah, cegukan;
g. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang;
h. Amenore, atrofi testikuler.(Smeltzer dan Bare, 2002)
2.1.6. Patofisiologi
Hidronefrosis merupakan respons hasil dari proses anatomis
atau fungsional dari suatu gangguan aliran urine. Gangguan ini dapat
terjadi dimana saja di sepanjang saluran urine dari ginjal sampai ke
meatus uretra. Obstruksi total akut ureter pada binatang percobaan
menyebabkan pelebaran mendadak dan peningkatan tekanan lumen
bagian proksimal tempat obstruksi. Filtrasi glomerulus tetap
berlangsung

dengan

peningkatan

filtrasi

pada

tubulus

dan

penumpukan cairan di ruang interstisium. Peningkatan tekanan


interstisium menyebabkan disfungsi tubulus. Kerusakan nefron
ireversibel terjadi dalam waktu kira-kira 3 minggu. Pada obstruksi
parsial, kerusakan ireversibel terjadi dalam waktu yang lebih lama dan
bergantung pada derajat obstruksi.
Sebagian besar penyebab obstruksi saluran kemih yang
diuraikan diatas menyebabkan obstruksi parsial lambat terhadap aliran
urine. Keadaan ini menyebabkan hidronefrosis dan atrofi korteks
ginjal progresif akibat kerusakan nefron yang berlangsung selama
berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Hanya hidronefrosis bilateral

12

yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Statis urine akibat obstruksi


meningkatakan insidensi pielonefritis akut dan pembentukan batu
saluran kemih yang keduanya dapat memperberat obstruksi.
Obstruksi ureter akut oleh batu, bekuan darah, atau kerak
papila renalis akan menyebabkan kolik ureter akibat peningkatan
peristalsis ureter. Kolik ureter merupakan nyeri intermitten yang
sering kali sangat berat pada sudut ginjal posterior dan menjalar
disekitar pinggang (flank) menuju daerah pubis. Obstruksi unilateral
kronis biasanya asimtomatik bahkan pada obstruksi total dan
umumnya berlanjut dengan kerusakan ginjal permanen sebelum
terdeteksi. Obstruksi parsial bilateral kronis memberikan gambaran
gagal ginjal kronis progresif, meliputi hipertensi, kegagalan fungsi
tubulus (poliuria, asidosis tubulus renalis, dan hiponatremia), dan
timbulnya batu saluran kemih atau pielonefritis akut. Penanganan
pasien tersebut dapat mengembalikan fungsi tubulus menjadi normal
bila dilakukan secara dini. Obstruksi bilateral total meneyebabkan
gagal ginjal akut tipe pascaginjal dan selanjutnya dengan cepat
menuju ekmatian bila tidak segera dikoreksi. Oleh karena itu, keadaan
ini termasuk kegawatdaruratan medis (Kimberly, 2011).
Sedangkan menurut Vinay Kumar, dkk (2007) Obstruksi
bilateral total menyebabkan anuria, yang menyebabkan pasien segera
berobat. Apabila obstruksi terletak dibawah kandung kemih, gejala
dominan adalah keluhan peregangan kandung kemih. Secara
paradoks, obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria bukan
oliguria, akibat terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urin
dan hal ini dapat menyamarkan sifat asli kelainan ginjal. Hidronefrosis
unilateral dapat tetap asintomatik dalam jangka lama, kecuali apabila
ginjal yang lain tidak berfungsi karena suatu sebab. Ginjal yang
membesar sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemerksaan
fisik rutin. Kadang-kadang penyebab dasar hidronefrosis, seperti
kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan gejala yang secara
tidak

langsung

menimbulkan

perhatian

ke

hifronefrosis.

13

Dihilangkanya

obstruksi

dalam

beberapa

minggu

biasanya

memungkinkan pemulihan total fungsi, namun seiring dengan waktu


perubahan menjadi ireversibel.
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir
balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di
uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua
ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya
batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak. Obstruksi
parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang
terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya.
Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau
berkas jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan
menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk
abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang
menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia , penyebab
tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat
pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan
akibat pembesaran uterus.
Adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan
distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi.
Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka
ginjal yang lain akan membesar secara

bertahap (hipertropi

kompensatori), akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare,


2002).

14

2.1.7. Pathway
Anoreksia
Bau amonia

Mulut: ureum
bertemu enzim
ptialin
Sistem
pencernaan
Bersifat toksik
dalam tubuh
Peningkatan
ureum dalam
darah
MK:
Ansietas

Gelisah

perubahan
status
kesehatan
MK:
Hipertermi
Panas/
demam

Kegagalan
metabolisme
ginjal

MK:
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh

Mual, muntah
Lambung:
ureum bertemu
HCL
MK: Kurang
Pengetahuan

Kurang
informasi

Gangguan
fungsi ginjal

MK: Nyeri
Akut

Peningkatan
tekanan
ginjal

Kolik
renalis/nyeri
pinggang

Urine
mengalir
balik

Obstruksi
akut
Terbentuknya
jaringan parut

Obstruksi
sebagian atau
total aliran
urine

MK:
Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan

Suplai O2
ke jaringan
turun
HB turun

Anemia

MK:
Intoleransi
Aktivitas

Penurunan
aktivitas

Lelah, letih,
lesu, pucat

Produksi
eritrosit
menurun
Ginjal tidak
bisa
menghasilkan
eritropoeitin

MK:
Gangguan
Eliminasi Urin

Oliguri

MK: Resiko
Tinggi
Infeksi
Pasang
Kateter
Penekanan
pada uretra

15

Metabolisme
meningkat
Proses
infeksi

Peradangan
Infeksi pada
ureter atau
uretra

Penekanan
pada ureter/
uretra

Neoplasma/
tumor di
sekitar ureter
atau uretra

Batu ginjal/
kelainan
kongenital

Penekanan
pada
saluran
kemih

Hipertrofi
prostat

Pembesaran
uterus pada
saat
kehamilan

BPH
(Benigna
Prostat
Hipertrofi)

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Adanya massa di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul,
terutama jika ginjal sangat membesar.
2. USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih.
3. Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui
ginjal
4. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung
5. Laboratorium
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea tinggi
karena ginjal tidak mampu membuang limbah metabolik.
2.1.9. Penatalaksanaan
a. Hidronefrosis akut
1. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri
yang hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan
segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang
dimasukkan melalui kulit).
2. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat
batu, maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk
sementara waktu.
b. Hidronefrosis kronik
1. Diatasi dengan

mengobati

penyebab

dan

mengurangi

penyumbatan air kemih


2. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui
pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali
3. Dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan
fibrosa. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat,
maka dilakukan pembedahan untuk melepaskan ureter dan
menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih yang
berbeda.
4. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
16

a) terapi hormonal untuk kanker prostat


b) pembedahan
c) pelebaran uretra dengan dilator
2.1.10. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan pada hidronefrosis dengan
cara mengurangi faktor penyebab penyakit tersebut, misalnya minum
air minimal 8 gelas sehari untuk mencegah terbentuknya batu di
saluran kemih, menjaga kebersihan diri untuk mencegah resiko
terjadinya infeksi dari saluran kemih, menghindari paparan zat
karsinogenik yang dapat memicu kanker serta menghindari kebiasaan
menahan miksi yang dapat menimbulkan batu ginjal.
2.1.11. Komplikasi dan Prognosis
Jika hidronefrosis tetap tidak diobati, peningkatan tekanan di
dalam ginjal bisa menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring
darah, mengeluarkan produk sampah, dan membuat urin serta
mengatur elektrolit dalam tubuh. Hidronefrosis bisa menyebabkan
infeksi ginjal (pyelonephrosis) gagal ginjal, sepsis, dan dalam
beberapa kasus, ginjal kehilangan fungsi atau kematian. Fungsi ginjal
akan mulai menurun segera dengan timbulnya hidronefrosis tetapi
reversibel jika tidak menyelesaikan pembengkakan. Biasanya ginjal
sembuh dengan baik bahkan jika ada halangan berlangsung hingga 6
minggu. Menurut Wong (2009) penyakit hidronefrosis dapat
menyebabkan komplikasi sebagai berikut:
a. Batu ginjal: Adanya obstuksi dalam hidronefrosis menyababkan
pengeluaran urin terganggu atau bahkan menjadi statis. dengan
adanya kondisi tersebut, maka fungsi ginjal untuk mengekskresikan
zat yang dapat membentuk kristal secara berlebihan terganggu, hal
itu menyababkan zat tersebut mengendap dan mengkristal, dan
lama-kelamaan dapat mengakibatkan batu ginjal.
b. Sepsis: dengan adanya hidronefrosis maka potensi untuk terjadinya
infeksi sangat dapat terjadi akibat kuman dapat masuk ke saluran

17

urinari, kemudian kuman teresbut dapat masuk ke pembuluh darah


yang dapat mengakibatkan septikemia.
c. Hipertensi renovaskuler: Pada keadaan hidronefrosis yang parah
yang mengakibatkan perfusi renal yang buruk maka akan terjadi
sekresi sejumlah besar renin yang berfungsi dalam pelepasan
angiostensin. Angiostensin akan merangsang pengeluaran hormon
adolsteron yang membuat tubula menyerap banyak natrium dan air
sehingga meningkatkan volume dan tekanan darah. Akibat
hidronefrosis maka akan terjadi perubahan respon terhadap
resitensi vaskular dan fungsi renal yang mengakibatkan ginjal
mengalami hipertensi renovaskular.
d. Nefropati obstruktif: Adanya hidronefrosis menyebabkan perubahan
stuktur anatomi disertai penurunan fungsi ginjal.
e. Pielonefritis: Hidronefrosis bisa menyebabkan infeksi ginjal
(pionefritis). aliran balik urin yang membawa kuman dari saluran
f.

urinari yang dapat mengkaibatkan infeksi pada ginjal.


Ileus paralitik: hidronefrosis yang parah dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan elektroli. Adanya ketidakseimabangan tersebut
dapat menimbulkan penurusan fungsi kerja peristaltik usus
sehingga usus dapat mengalami ilius paralitik.

2.2.

Konsep Asuhan Keperawatan Hidronefrosis


Perawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang,
pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien,
mengidentifikasi

masalah

dan

diagnosa

merencanakan

intervensi,

mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.


2.2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses
keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan
diagnosis keperawatan.
a.

Identitas

18

Identitas Klien: Hidronefrosis dapat terjadi pada klien yang


mengalami akumulasi urin di saluran kemih bagian atas.
b. Keluhan Utama
Klien dengan hidronefrosis dapat mengeluh nyeri yang luar biasa di
daerah tulang rusuk dan tulang panggul.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan hidronefrosis mengalami oliguri, nyeri saat berkemih,
dan nyeri panggul.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang mungkin pernah dialami klien
seperti, penyakit batu ginjal, tumor, pembesaran prostat, atau
kelainan kongenital.
e. Riwayat Perinatal
1) Antenatal:
pada klien dengan hidronefrosis, biasanya ibu sang anak
menderita kanker kandung kemih atau infeksi saluran kemih.
2) Intra natal:
pada klien dengan hidronefrosis biasanya saat proses kelahiran
mengalami infeksi, cacat bawaan, terapi penyinaran atau
pembedahan.
3) Post natal:
pada klien dengan hidronefrosis biasanya klien kurang dalam
penatalaksanaan personal hygiene dan mengalami infeksi.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat penyakit di keluarga yang berhubungan
dengan kelainan-kelainan ginjal, seperti BPH, diabetes melitus,
gagal ginjal, dan kelainan ginjal lainnya.
g. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi
sosial, motorik kasar, motorik halus, dan bahasa. Tingkat
perkembangan pada klien dengan hidromnefris dapat dikaji melalui
tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga. Klien dengan
hidronefrosis akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang terhambat, hal ini dikarenakan hidonefrosis menimbulkan
gejala saluran pencernaan yang samar-samar, seperti mual, muntah,
dan nyeri perut. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak
sehingga kebutuhan nutrisinya kurang tercukupi dan akan
mempengaruhi proses tumbuh kembangnya. Selain itu rasa nyeri

19

ditimbulkan membuat anak-anak tidak tersa nyaman dan akan pula


mengganggu proses perkembangannya.
h. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kedaan lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya
hidronefrosis

yaitu

lingkungan/suhu

yang

terlalu

panas.

Lingkungan yang terlalu panas dapat menyebabkan tubuh


mengeluarkan

keringat

berlebih

sehingga

mempengaruhi

keseimbangan cairan dan elektrolit, klien akan mengalami


dehidrasi, penurunan produksi urin, dan urin akan menjadi pekat.
Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal, dengan
demikian ginjal akan mengalami obstruksi sebagian atau total
aliran

urin

yang

kemudian

hidronefrosis.
i. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan

tata

mengindikasikan

terjadinya

laksana kesehatan:

Perubahan

penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah


dalam kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme: Klien hidronefrosis anak
biasanya terjadi akibat cacat bawaan dimana sambungan
ureteropelvik menimbulkan gejala saluran pencernaan yang
samar-samar, seperti mual, muntah, dan nyeri perut sehingga
memungkinkan klien akan mengalami penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi: Klien dengan hidronefrosis akan mengalami
perubahan polea eliminasi urin.
4) Pola aktivitas/bermain: Klien akan mengalami kelemahan
diakibatkan nyeri dan kemungkinan komplikasi yang terjadi.
5) Pola istirahat dan tidur: Klien akan mengalami gangguan
istirahat dan tidur karena nyeri dan kemungkinan komplikasi
yang terjadi. .
6) Pola kognitif dan persepsi sensori: Klien dan keluarga pada
umumnya tidak mengetahui tentang penyakitnya.
7) Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak
terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
8) Pola hubungan-peran: peran orang tua sangat dibutuhkan
dalam merawat dan mengobati anak dengan leukopenia.

20

9) Pola seksual-seksualitas: apakah

selama

sakit terdapat

gangguan atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi


sosial. Pada klien yang menderita hidronefrosis biasanya tidak
ada gangguan dalam reproduksi.
10) Pola mekanisme koping: keluarga

perlu

memeberikan

dukungan dan semangat sembuh bagi klien.


11) Pola nilai dan kepercayaan: bagaimana sistem kepercayaan
yang

dianut

penyakitnya.
j. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum

klien

dan

orang

tua dalam

kesembuhan

: pada kondisi yang masih belum parah,

kemungkinan klien dalam keadaan compos mentis, dan dalam


keadaan yang cukup parah kemungkinan klien berada dalam
tingkat kesadaran sopor.
2) Kepala dan leher
Pada inspeksi kepala dan leher pada klien hidronefrosis
kemungkinan dapat terjadi yaitu, pada mata terlihat adanya
konjungtiva anemis dan bibir pucat, hal ini dapat terjadi karena
fungsi

ginjal

yang

terganggu

sehingga

tidak

dapat

menghasilkan eritropoeitin (produksi eritrosit menurun) dan


dapat menyebabkan suplai O2 ke jaringan turun. Klien jika
sudah dalam keadaan yang kronis juga dapat mengalami
pernapasan cuping hidung, hal ini terjadi karena kegagalan
ginjal untuk membuang limbah metabolik sehingga terjadi
asidosis metabolik.
3) Dada
Pemeriksaan dada pada klien hidronefrosis biasanya masih
belum didapatkan kelainan.
4) Abdomen
Pemeriksaan fisik abdomen

pada

klien

hidronefrosis

kemungkinan dapat diperoleh hasil teraba massa di daerah


suprabubik dengan konsentrasi keras, pada klien juga bisa
diperoleh adanya nyeri ketok di sudut costovertebra, keadaan
ini terjadi karena adanya regangan kapsul ginjal akibat
hidronefrosis.
5) Kulit

21

Pemeriksaan kulit pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat


terjadi pucat, lembab. Hal ini terjadi karena ginjal mengalami
gangguan sehingga produksi eritropoeitin menurun dan suplai
O2 ke jaringan juga menurun.
6) Genetalia dan Rektum
Pada klien hidronefrosis kemungkinan bisa ditemukan
terabanya massa jika hidronefrosis disebabkan oleh tumor.
Selain itu, juga dapat diperoleh adanya pembesaran prostat jika
keadaan tersebut disebabkan oleh BPH.
7) Ekstremitas
Pada klien hidronefrosis kemungkinan tidak didapatkan
kelainan ektremitas. Namun jika hidronefrosis parah pada
kedua bagian ginjal, maka dapat mengakibatkan gejala gagal
ginjal seperti terdapat odem pada extremitas, keletihan, dan
kelemahan.
k. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien dengan
hidronefrosis adalah sebagai berikut:
1) Adanya massa di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul,
terutama jika ginjal sangat membesar.
2) USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih.
3) Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui
ginjal
4) Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung
5) Laboratorium
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea tinggi
karena ginjal tidak mampu membuang limbah metabolik.
l. Terapi
a. Hidronefrosis akut
1. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri
yang hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah
jarum yang dimasukkan melalui kulit).
2. Pasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu jika
terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat
batu.
b. Hidronefrosis kronik
22

1. Diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi


penyumbatan air kemih.
2. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui
pembedahan.
3. Pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan
fibrosa.
4. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
a) terapi hormonal untuk kanker prostat
b) pembedahan
c) pelebaran uretra dengan dilator
m. Analisa Data
Tanggal

No
1

Data Fokus
DO/DS:

Etiologi
Nyeri akut

Problem

Diagnosa

Nyeri akut

Keperawatan
Nyeri akut

- melindungi
daerah nyeri
- meringis
menahan nyeri

berhubungan
Nyeri pinggang

dengan
obstruksi akut

Obstruksi akut

saluran urin

Infeksi,neoplas
ma,
cacat bawaan,
pembesaran
2

DO/DS:

uterus,BPH
Gangguan pola

Gangguan

Gangguan

Jumlah urin

eleminasi urin

eleminasi urin

eleminasi urin

sedikit
Saat berkemih

berhubungan
Oliguri

hanya menetes
anyanganyangan

dengan
obstruksi

Obstruksi

saluran urin 18

sebagian/ total
saluran kemih

Infeksi,
23

neoplasma,
cacat bawaan,
pembesaran
3

DO/DS:

uterus,BPH
Hipertermi

Hipertermi

-Kenaikan suhu
tubuh diatas

berhubungan
Demam

dengan proses

rentang normal
(lebih dari 370)
- Kulit

Hipertermi

infeksi
Metabolisme
meningkat

kemerahan
- Kulit
panas/hangat

Proses infeksi

Ureter/uretra
19

Terpapar
bakteri, kuman,
4

DO/DS:
Bising usus
berlebih
Konjungtiva
pucat
BB menurun
Tidak nafsu
makan
Mual dan

virus, jamur
Ketidakseimban

Ketidakseimbanga

Ketidakseimban

gan nutrisi

n nutrisi kurang

gan nutrisi

kurang dari

dari kebutuhan

kurang dari

kebutuhan tubuh tubuh

kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan

Anoreksia

anoreksia

muntah
Mual,muntah

Ureum bertemu
HCL di lambung

Peningkatan
ureum dalam

24

darah

Gangguan
metabolism
ginjal
5

DO/DS:

Ketidakefektifa

Ketidakefektifan

Ketidakefektifan

warna kulit

n perfusi

perfusi jaringan

perfusi jaringan

pucat
pusing

jaringan

berhubungan 20
dengan produksi
eritrosit

Suplai O2 ke
jaringan turun

menurun

Anemia,HB
turun

Produksi
eritrosit
menurun

Ginjal tidak bisa


menghasilkan
eritropoeitin

Gangguan
fungsi ginjal
6

DO/DS:
- Respon

Intoleransi
aktivitas

abnormal dari
tekanan darah
atau nadi

Intoleransi aktivitas Intoleransi


aktivitas
berhubungan

Penurunan
aktivitas

dengan
kelemahan
25

terhadap
aktivitas
- Tidak bertenaga
- Kelelahan
Sesak napas
atau
ketidaknyamana

Lelah,letih,lesu,
pucat
21

Anemia,HB
turun

n saat
beraktivitas
Produksi
eritrosit
menurun

Ginjal tidak bisa


menghasilkan
eritropoeitin

Gangguan
fungsi ginjal
7

DO/DS:
-Ditemukan

Resiko tinggi
infeksi

Resiko tinggi

Resiko tinggi

infeksi

infeksi

tanda infeksi

berhubungan

seperti demam,

dengan

ISK

Pemasangan

pemasangan

kateter yang

kateter

salah
Oliguri
Obstruksi
sebagian/ total
8

DO/DS:

saluran kemih
Ansietas

Ansietas

Ansietas

26

- Gelisah
- Wajah tegang

berhubungan
Gelisah

dengan

Bingung

perubahan status
Perubahan status

mental

kesehatan
Kolik
renalis/nyeri
9

DO/DS:
- Pengungkapan

pinggang
Kurang
pengetahuan

Kurang

Kurang

pengetahuan

pengetahuan

masalah

berhubungan

Pengungkapan

Kurang

ketidaktahuan

informasi

dengan
kurangnya

tentang penyakit

informasi
Obstruksi akut

tentang penyakit

Obstruksi
sebagian atau
total haluaran
urine
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi saluran urin
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
3. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan obstruksi saluran
urin.
4. Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan anoreksia.


5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan produksi
eritrosit menurun.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
8. Ansietas berhubungan dengan perubahan status mental.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit
2.2.3. Intervensi Keperawatan
27

Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi


dan aktifitas keperawatan perlu di tetapkan untuk untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini
disebut

sebagai

perencanaan

keperawatan

yang

terdiri

dari:

menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan


tujuan, menetapkan kriteria evaluasi, merumuskan intervensi dan
aktivitas keperawatan. Selanjutnya dibuat perencanaan dari masingmasing diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Intervensi Sebelum Operasi
No
1.

Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria


Hasil

Intervensi

Nyeri akut berhubungan NOC :

Pain Management

dengan obstruksi saluran 1. Pain Level,

1. Lakukan

urin

2. Pain control,

pengkajian

3. Comfort level

nyeri secara

Kriteria Hasil :

komprehensif

a. Mampu

termasuk

mengontrol nyeri

lokasi,

(tahu penyebab

karakteristik,

nyeri, mampu

durasi,

menggunakan

frekuensi,

tehnik

kualitas dan

nonfarmakologi

faktor

untuk mengurangi

presipitasi

nyeri, mencari
bantuan)

2. Observasi
reaksi

b. Melaporkan bahwa

nonverbal dari

nyeri berkurang

ketidaknyaman

dengan

an

menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali

3. Gunakan
teknik
komunikasi
28

nyeri (skala,

terapeutik

intensitas,

untuk

frekuensi dan

mengetahui

tanda nyeri)

pengalaman

d. Menyatakan rasa

nyeri pasien

nyaman setelah

4. Kaji kultur

nyeri berkurang

yang

Tanda vital dalam

mempengaruhi

rentang normal

respon nyeri
5. Evaluasi
pengalaman
nyeri masa
lampau
6. Evaluasi
bersama pasien
dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifa
n kontrol nyeri
masa lampau
7. Bantu pasien
dan keluarga
untuk mencari
dan
menemukan
dukungan
8. Kontrol
lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti

29

suhu ruangan,
pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi
nyeri
10. Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi
dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
12. Ajarkan
tentang teknik
non
farmakologi
13. Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri
14. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan

30

istirahat
16. Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen
nyeri
Analgesic
Administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian
obat
2. Cek instruksi
dokter
tentang jenis
obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat
alergi
4. Pilih
analgesik
yang

31

diperlukan
atau
kombinasi
dari analgesik
ketika
pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung
tipe dan
beratnya
nyeri
6. Tentukan
analgesik
pilihan, rute
pemberian,
dan dosis
optimal
7. Pilih rute
pemberian
secara IV, IM
untuk
pengobatan
nyeri secara
teratur
8. Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik

32

pertama kali
9. Berikan
analgesik
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
10. Evaluasi
efektivitas
analgesik,
tanda dan
gejala (efek
samping)
2.

Hipertermi

berhubungan NOC :

dengan proses infeksi.

NIC :

Thermoregulation

Fever treatment

Kriteria Hasil :

1. Monitor

1. Suhu tubuh dalam

sesering

rentang normal

mungkin

2. Nadi dan RR
dalam rentang

suhu

2. Monitor IWL
3. Monitor warna

normal

dan suhu kulit

3. Tidak ada

4. Monitor tekanan

perubahan warna

darah, nadi dan

kulit dan tidak ada

RR

pusing, merasa
nyaman

5. Monitor
penurunan
tingkat
kesadaran
6. Monitor WBC,
Hb, dan Hct
7. Monitor intake
dan output
8. Berikan

anti
33

piretik
9.

Berikan
pengobatan
untuk mengatasi
penyebab
demam

10. Selimuti
pasien
11. Lakukan
tapid sponge
12. Berikan
cairan
intravena
13. Kompres
pasien

pada

lipat paha dan


aksila
14. Tingkatkan
sirkulasi udara
15. Berikan
pengobatan
untuk
mencegah
terjadinya
menggigil
Temperature
regulation
1. Monitor suhu
minimal tiap 2
jam
2. Rencanakan

34

monitoring
suhu

secara

kontinyu
3. Monitor

TD,

nadi, dan RR
4. Monitor warna
dan suhu kulit
5. Monitor
tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
6. Tingkatkan
intake

cairan

dan nutrisi
7. Selimuti
pasien

untuk

mencegah
hilangnya
kehangatan
tubuh
8. Ajarkan pada
pasien

cara

mencegah
keletihan
akibat panas
9. Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan
suhu

dan

kemungkinan
efek

negatif

35

dari
kedinginan
10.

Beritahukan

tentang
indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency
yang
diperlukan
11.

Ajarkan

indikasi

dari

hipotermi dan
penanganan
yang
diperlukan
12.

Berikan

anti

piretik

jika perlu
Vital sign
Monitoring
1. Monitor
TD,

nadi,

suhu,

dan

RR
2. Catat
adanya
fluktuasi
tekanan
darah
3. Monitor VS

36

saat pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi
TD

pada

kedua
lengan dan
bandingkan
5. Monitor
TD,

nadi,

RR,
sebelum,
selama, dan
setelah
aktivitas
6. Monitor
kualitas
dari nadi
7. Monitor
frekuensi
dan

irama

pernapasan
8. Monitor
suara paru
9. Monitor
pola
pernapasan
abnormal
10. Monitor
suhu,
warna, dan

37

kelembaban
kulit
11. Monitor
sianosis
perifer
12. Monitor
adanya
cushing
triad
(tekanan
nadi

yang

melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi
penyebab
dari
perubahan
vital sign

3.

Gangguan eleminasi urin NOC :

Management

berhubungan

Eliminasi Urine :

dengan 1. Eliminasi Urine

obstruksi saluran urin.

Kriteria hasil :

1. Pantau

Menunjukkan eliminasi

eliminasi urine,

urine, yang dibuktikan

termasuk

dengan indicator ;

frekuensi,

1. Identifikasi
dorongan
berkemih
2. Mengosongkan

konsistensi,
bau, volume,
dan warna.
2. Beri informasi

38

kandung kemh
secara tuntas
3. Pola eliminasi
4. Asupan cairan
adekuat.

tentang fungsi
perkemihan
normal.
3. Beri informasi
tentang
kebutuhan
cairan,
berkemih
teratur.
4. Ajarkan pasien
tentang tanda
dan gejala
infeksi saluran
kemih.
5. Ajarkan pasien
untuk segera
berespon jika
ada keinginan
untuk
berkemih.
6. Ajarkan pasien
untuk minum
200 ml cairan
saat makan,
diantara waktu
makan, dan di

4.

Ketidakseimbangan
nutrisi

kurang

kebutuhan
berhubungan
anoreksia.

dari
tubuh
dengan

NOC :

awal petang.
NIC :

1. Nutritional Status :

Nutrition

food and Fluid


Intake
Kriteria Hasil :
1. Adanya

Management
1. Kaji

adanya

alergi
makanan

39

peningkatan berat

2. Kolaborasi

badan sesuai

dengan

dengan tujuan

gizi

2. Berat badan ideal

ahli
untuk

menentukan

sesuai dengan

jumlah kalori

tinggi badan

dan

3. Mampu

nutrisi

yang

mengidentifikasi

dibutuhkan

kebutuhan nutrisi

pasien.

4. Tidak ada tanda


tanda malnutrisi
5. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti

3. Anjurkan
pasien

untuk

meningkatkan
intake Fe
4. Anjurkan
pasien

untuk

meningkatkan
protein

dan

vitamin C
5. Berikan
substansi gula
6. Yakinkan diet
yang dimakan
mengandung
tinggi

serat

untuk
mencegah
konstipasi
7. Berikan
makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasika
n dengan ahli

40

gizi)
8. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat
catatan
makanan
harian.
9. Monitor
jumlah nutrisi
dan kandungan
kalori
10. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
11. Kaji
kemampuan
pasien

untuk

mendapatkan
nutrisi

yang

dibutuhkan
Nutrition
Monitoring
1. BB
dalam

pasien
batas

normal
2. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
3. Monitor

tipe
41

dan

jumlah

aktivitas yang
biasa
dilakukan
4. Monitor
interaksi anak
atau orangtua
selama makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan
dan

tindakan

tidak

selama

jam makan
7. Monitor kulit
kering

dan

perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor
kulit
9. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan

mudah

patah
10. Monitor mual
dan muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein,

Hb,

42

dan kadar Ht
12. Monitor
makanan
kesukaan
13. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
14. Monitor pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori
dan

intake

nuntrisi
16. Catat

adanya

edema,
hiperemik,
hipertonik
papila
dan

lidah
cavitas

oral.
17. Catat

jika

lidah berwarna
magenta,
scarlet
5

Resiko

tinggi

berhubungan

infeksi NOC :

dengan 1. Immune Status


2. Knowledge :
pemasangan kateter.
Infection control

NIC :
Infection Control
(Kontrol infeksi)
1. Bersihkan
43

3. Risk control

lingkungan

Kriteria Hasil :

setelah dipakai

a. Klien bebas dari

pasien lain

tanda dan gejala


infeksi
b. Mendeskripsikan
proses penularan
penyakit, factor
yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya
,
c. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah
timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit
dalam batas normal
e. Menunjukkan
perilaku hidup
sehat

2. Pertahankan
teknik isolasi
3. Batasi
pengunjung
bila perlu
4. Instruksikan
pada
pengunjung
untuk mencuci
tangan saat
berkunjung
dan setelah
berkunjung
meninggalkan
pasien
5. Gunakan
sabun
antimikrobia
untuk cuci
tangan
6. Cuci tangan
setiap sebelum
dan sesudah
tindakan
kperawatan
7. Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung

44

8. Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan
alat
9. Ganti letak IV
perifer dan
line central
dan dressing
sesuai dengan
petunjuk
umum
10. Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan
infeksi
kandung
kencing
11. Tingkatkan
intake nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu
Infection
Protection
(proteksi
terhadap infeksi)
1. Monitor tanda
dan gejala

45

infeksi
sistemik dan
lokal
2. Monitor hitung
granulosit,
WBC
3. Monitor
kerentanan
terhadap
infeksi
4. Batasi
pengunjung
5. Saring
pengunjung
terhadap
penyakit
menular
6. Partahankan
teknik aspesis
pada pasien
yang beresiko
7. Pertahankan
teknik isolasi
k/p
8. Berikan
perawatan
kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit
dan membran
mukosa
terhadap

46

kemerahan,
panas,
drainase
10. Ispeksi kondisi
luka/insisi
bedah
11. Dorong
masukkan
nutrisi yang
cukup
12. Dorong
masukan
cairan
13. Dorong
istirahat
14. Instruksikan
pasien untuk
minum
antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
17. Laporkan
kecurigaan
infeksi
18. Laporkan
kultur positif

47

6.

Ketidakefektifan
jaringan

perfusi NOC :

berhubungan

dengan produksi eritrosit


menurun.

NIC :

1. Circulation status
2. Tissue Prefusion :
cerebral
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasi

Peripheral
Sensation
Management
(Manajemen
sensasi perifer)
1. Monitor

kan status

adanya daerah

sirkulasi yang

tertentu yang

ditandai dengan :

hanya peka

1. Tekanan

terhadap

systole

panas/dingin/t

dandiastole

ajam/tumpul

dalam

2. Monitor

rentang yang

adanya

diharapkan

paretese

2. Tidak ada

3. Instruksikan

ortostatikhip

keluarga untuk

ertensi

mengobservasi

3. Tidak ada

kulit jika ada

tanda tanda

lsi atau

peningkatan

laserasi

tekanan

4. Gunakan sarun

intrakranial

tangan untuk

(tidak lebih

proteksi

dari 15

5. Batasi gerakan

mmHg)

pada kepala,

b. Mendemonstrasi
kan kemampuan
kognitif yang

leher dan
punggung
6. Monitor

ditandai dengan:

kemampuan

1. berkomunika

BAB
48

si dengan

7. Kolaborasi

jelas dan

pemberian

sesuai

analgetik

dengan
kemampuan
2. menunjukkan
perhatian,

8. Monitor
adanya
tromboplebitis
9. Diskusikan

konsentrasi

menganai

dan orientasi

penyebab

3. memproses
informasi

perubahan
sensasi

4. membuat
keputusan
dengan benar
5. menunjukkan
fungsi
sensori
motori
cranial yang
utuh : tingkat
kesadaran
mambaik,
tidak ada
gerakan
gerakan
involunter
7.

Intoleransi
berhubungan
kelemahan

aktivitas NOC :
dengan

1. Energy
conservation
2. Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi

NIC :
Energy
Management
1. Observasi
adanya
pembatasan

49

dalam aktivitas

klien dalam

fisik tanpa disertai

melakukan

peningkatan

aktivitas

tekanan darah,
nadi dan RR
2. Mampu

2. Dorong anak
untuk
mengungkapk

melakukan

an perasaan

aktivitas sehari

terhadap

hari (ADLs)

keterbatasan

secara mandiri

3. Kaji adanya
factor yang
menyebabkan
kelelahan
4. Monitor nutrisi
dan sumber
energi
tangadekuat
5. Monitor pasien
akan adanya
kelelahan fisik
dan emosi
secara
berlebihan
6. Monitor
respon
kardivaskuler
terhadap
aktivitas
7. Monitor pola
tidur dan
lamanya
tidur/istirahat

50

pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi
Medik
dalammerenca
nakan progran
terapi yang
tepat.
2. Bantu klien
untuk
mengidentifika
si aktivitas
yang mampu
dilakukan
3. Bantu untuk
memilih
aktivitas
konsisten
yangsesuai
dengan
kemampuan
fisik, psikologi
dan social
4. Bantu untuk
mengidentifika
si dan
mendapatkan
sumber yang
diperlukan
untuk aktivitas

51

yang
diinginkan
5. Bantu untuk
mendpatkan
alat bantuan
aktivitas
seperti kursi
roda, krek
6. Bantu untu
mengidentifika
si aktivitas
yang disukai
7. Bantu klien
untuk
membuat
jadwal latihan
diwaktu luang
8. Bantu
pasien/keluarg
a untuk
mengidentifika
si kekurangan
dalam
beraktivitas
9. Sediakan
penguatan
positif bagi
yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien
untuk
mengembangk

52

an motivasi
diri dan
penguatan
11. Monitor
respon fisik,
emoi, social
dan spiritual
8.

Ansietas

berhubungan NOC :

dengan perubahan status 1. Anxiety control


2. Coping
mental.
Kriteria Hasil :
a. Klien mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala cemas
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan menunjukkan
tehnik untuk
mengontol cemas
c. Vital sign dalam
batas normal
d. Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

NIC :
Anxiety
Reduction
(penurunan
kecemasan)
1. Gunakan
pendekatan
yang
menenangkan
2. Nyatakan
dengan jelas
harapan
terhadap
pelaku pasien
3. Jelaskan
semua
prosedur dan
apa yang
dirasakan
selama
prosedur
4. Temani pasien
untuk
memberikan
keamanan dan
53

mengurangi
takut
5. Berikan
informasi
faktual
mengenai
diagnosis,
tindakan
prognosis
6. Dorong
keluarga untuk
menemani
7. Lakukan
back/neck rub
8. Dengarkan
dengan penuh
perhatian
9. Identifikasi
tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien
mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien
untuk
mengungkapk
an perasaan,
ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan

54

pasien
menggunakan
teknik
relaksasi
13. Barikan obat
untuk
mengurangi
9

Kurang

pengetahuan NOC :

berhubungan
kurangnya
tentang penyakit

dengan
informasi

1. Kowledge :
disease process
2. Kowledge : health
Behavior
Kriteria Hasil :
a. Pasien dan

kecemasan
NIC :
Teaching : disease
Process
1. Berikan
penilaian
tentang tingkat
pengetahuan

keluarga

pasien tentang

menyatakan

proses

pemahaman

penyakit yang

tentang penyakit,

spesifik

kondisi, prognosis

2. Jelaskan

dan program

patofisiologi

pengobatan

dari penyakit

b. Pasien dan

dan bagaimana

keluarga mampu

hal ini

melaksanakan

berhubungan

prosedur yang

dengan

dijelaskan secara

anatomi dan

benar

fisiologi,

c. Pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan

dengan cara
yang tepat.
3. Gambarkan

kembali apa yang

tanda dan

dijelaskan

gejala yang
55

perawat/tim

biasa muncul

kesehatan lainnya

pada penyakit,
dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan
proses
penyakit,
dengan cara
yang tepat
5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengan cara
yang tepat
6. Sediakan
informasi pada
pasien tentang
kondisi,
dengan cara
yang tepat
7. Hindari
harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi
keluarga
informasi
tentang
kemajuan
pasien
9. Diskusikan
perubahan
gaya hidup

56

yang mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di
masa yang
akan datang
dan atau
proses
pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan
pilihan terapi
atau
penanganan
11. Dukung pasien
untuk
mengeksploras
i atau
mendapatkan
second opinion
dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan,
dengan cara
yang tepat
13. Rujuk pasien
pada grup atau

57

agensi di
komunitas
lokal
14.

Instruksikan
pasien
mengenai
tanda dan
gejala untuk
melaporkan
pada pemberi
perawatan
kesehatan.

2.2.4. Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Implementasi merupakan pelaksanaan
perencanaan keperawatan oleh perawat dan pasien dengan tujuan
untuk membantu pasien dan mencapai hasil yang telah ditetapkan
yang

mencakup

perawatan,

kesehatan,

pencegahan

peyakit,

pemeliharaan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2001).


Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu :
1. Fase Persiapan Pengetahuan tentang rencana, validasi rencana
2. Fase Persiapan Pasien.
3. Fase Persiapan lingkungan.
Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan
pelaksanaan tindakan dan perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan
tanggung jawab perawat secara profesional sesuai standar praktik
keperawatan yaita tindakan dependen (limpahan) dan independen
(kerja sama tim kesehatan lainnya).
2.2.5. Evaluasi Keperawatan
Contoh evaluasi keperawatan kasus hidronefrosis pada anak:

58

No
1

Diagnosa

Evaluasi

Keperawatan
Nyeri akut

S : orang tua klien mengatakan nyeri

berhubungan dengan

yang dirasakan anak masih ada namun

obstruksi akut

sudah berkurang

saluran urin

O : klien masih tanpak meringis

30

A : tujuan belum tercapai


2

Hipertermi

P : lanjutkan tindakan keperawatan


S : klien mengatakan sudah tidak

berhubungan dengan

panas lagi

proses infeksi

O : Suhu tubuh klien dalam rentang


normal (360C-370C)
A : tujuan telah tercapai

P : hentikan tindakan keperawatan.


Gangguan eleminasi S : klien mengatakan anak belum bisa
urin

berhubungan kencing lancar

dengan

obstruksi O : seteleh berkemih masih terlihat

saluran urin

urin menete
A : tujuan belum tercapai
P : lanjutkan tindakan keperawatan
S : orang tua klien mengatakan anak s

4
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
anoreksia

menghabiskan porsi makan yang


disediakan sesuai diet yang
dianjurkan.
O : BB meningkat, mukosa bibir
merah muda
A : tujuan telah tercapai
P : hentikan tindakan keperawatan.

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan.
Rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang

59

terjadi selama tahap pengkajian. Analisa perencanaan dan pelaksanaan


tindakan.
Tolak ukur yang digunakan untuk penilaian pencapaian tujuan
pada tahap ini dan kriteria yang telah dibuat pada tahap perencanaan
sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan apakah masalah teratasi
seluruhnya/sebagian belum sama sekali dan bahkan timbul masalah
baru.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang
terjadi

selama

tahap

pengkajian,

analisa,

perencanaan,

dan

pelaksanaan tindakan. Adapun komponen tahap evaluasi adalah


pertama pencapaian kreteria hasil, kedua keefektifan tahap-tahap
keperawatn, ketiga revisi atau terminasi keperawatn.
Evaluasi perencanaan kreteria hasil tulis pada catatan
perkembangan dalam bentuk SOAPIER :
S (Subyektif)
O (Obyektif)
A (Analisa)
P (Plan of care)
I (Intervensi)
E (Evaluasi)
R (Ressesment)

: Keluhan-keluhan klien
: Apa yang dilihat, dicium, diraba dan dapat
diukur oleh perawat.
: Kesimpulan tentang keadaan klien
: Rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi diagnosa/ masalah keperawatan
klien.
: Tindakan yang dilakukan perawat untuk
kebutuhan klien
: Respon klien terhadap tindakan perawat
: Mengubah rencana tindakan keperawatan
yang diperlukan.

Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat kemampuan klien


dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan
hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil
keputusan:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai
tujuan yang ditetapkan).

60

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami


kesulitan untuk mencapai tujuan )
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (kilen memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).
2.2.6. Dokumentasi Keperawatan
Menurut Harnawati (2008), dokumentasi keperawatan adalah
kegiatan keperawatan mencakup rencana secara sistematis. Semua
kegiatan dalam kegiatan kontrak perawat klien dalam kurun waktu
tertentu, secara jelas, lengkap dan objektif.
Hal

ini

bertujuan

untuk

memberi

kemudahan

dalam

memberikan asuhan keperawatan dan jaminan mutu, di samping


pencatatan kegiatan pendokumentasian keperawatan juga mencakup
penyimpangan

atau

pemeliharaan

hasil

pencatatan

dan

pendokumentasian pada anggota sesama tim kesehatan untuk


kepentingan pengobatan klien serta kepada aparat penegak hukum bila
di perlukan untuk pembuktian.
1. Kegiatan pedokumentasian meliputi :
a. Komunikasi
Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan
perawat untuk mengkomunasikan kepada tenaga kesehatan
lainya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan yang
akan di kerjakan oleh perawat.
b. Dokumentasi proses keperawatan
Pencatatan proses keperawatan merupakan metode
yang tepat untuk pengambilan keputusan yang sistematis,
problem solving, dan riset lebih lanjut. Doumentasi proses
keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah,
perencanaan dan tindakan. Perawat kemudian mengobservasi
dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang di
berikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada
tenaga kesehatan lainya.
c. Standar dokumentasi

61

Perawat

perlu

menampilkan

keterampilan

untuk

memenuhi standar dokumentasi adalah suatu peryataan tentang


kualitas dan kwantitas dokumentasi yang di pertimbangkan
secara

adekuat

dalam

suatu

situasi

tertentu

standar

dokumentasi berguna untuk memperkuat pola pencatatan


sebagai petunjuk atau pedoman praktik pendokumentasian
dalam memberikan tindakan keperawatan.
2. Tujuan Dokumentasi Keperawatan
Tujuan

utama

dari

pendokumentasian

adalah

mengindentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat


kebutuhan

klien,

merencanakan,

melaksanakan

tindakan

Dokumentasi

masalah,

keperawatan dan mengevaluasi tidakan.


Menurut

Nursalam

(2001),

perencanaan, tindakan, dan evaluasi.


1. Dokumentasi pengkajian Keperawatan
a. Dokumentasi pengkajian di tunjukan pada data klien di mana
perawat dapat mengumpulkan dan mengorganisir dalam
catatan kesehatan. Format pengkajian meliputi data dasar, flow
sheetv

dan

catatan

perkembangan

lainnya

yang

memungkinkan dapat sebagai alat komunikasi bagi tenaga


keperawatan atau kesehatan lainnya.
b. Gunakan format yang sistimatis untuk mencatat pengkajian
yang meliputi:
1) Riwayat klien masuk rumah sakit
2) Respon klien yang berhubungan dengan persepsi kesehatan
klien
3) Riwayat pengobatan
4) Data klien rujukan
5) Gunakan format yang telah tersusun untuk mencatat
pengkajian
6) Kelompokan data-data berdasarkan model pendekatan
yang digunakan.
7) Tulis data objektif tanpa hias (tanpa mengartikan), menilai,
memasukan data pribadi. Sertakan pernyataan yang
mendukung interprestasi data objektif .

62

8) Jelaskan observasi dan temuan secara sistimatis, termasuk


definisi karakteristiknya.
9) Ikuti aturan atau prosedur yang dipakai dan disepakati di
instalasi
10) Tuliskan secara jelas dan singkat.
2. Dokumentasi diagnosa keperawatan
Sebagai bukti ukuran pencatatan perawat pernyataan
diagnosa keperawatan bahwa mengidentifikasi masalah actual atau
potensial penyebab maupun tanda dan gejala sebagai indikasi perlu
untuk pelayanan perawatan, Contoh:
a. Proses dan pencatatan diagnosa keperawatan dalam rencana
pelayanan catatan perkembangan.
b. Pemakaian format problem, etiologi untuk tiap masalah
potensial.
c. Pengkajian data pada dokumen, semua faktor mayor untuk
setiap diagnosa.
d. Dokumen dari

pengkajian

atau

mengikuti

diagnosa

keperawatan yang tepat.


e. Ulangi data salah satu informasi pengkajian perawatan, sebagai
perawat prefisional dari kerja sama dengan staf pembuat
diagnosa.
3. Dokumentasi rencana keperawatan
Dokumentasi intervensi mengidentifikasi mengapa sesuatu
terjadi terhadap klien, apa yang terjadi, kapan, bagaimana, dan
siapa yang melakukan intervensi.
a. Why: Harus di jelaskan alasan tindakan dan data yang ada dari
hasil dokumentasi pengkajian dan diagnosa keperawatan.
b. What: Di tulis secara jelas, ringkas dari pengobatan/tindakan
dalam bentuk action verbs.
c. When: Mengandung asfek penting dari dokumen intervensi.
d. Who: Tindakan di laksanakan dalam pencatatan yang lebih
detail.
e. Who: Siapa yang melaksanakan intervensi harus selalu di
tuliskan pada dokumen serta tanda tangan sebagai pertanggung
jawab.
4. Dokumentasi Evaluasi

63

Pernyataan evaluasi perlu di dokumentasikan dalam catatan


kemajuan, di revisi dalam perencanaan perawatan atau di masukan
pada ringkasan khusus dan dalam pelaksanaan dalam bentuk
perencanaan.

BAB 3
PENUTUP
3.1.

Simpulan
Hidronefrosis merupakan obstruksi aliran kemih proksimal terhadap
kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam
pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada
parenkim ginjal. Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih,
tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi
disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal
yang rusak. Oleh karena itu untuk mengatasi berbagai masalah yang
ditumbulkan oleh hidronefrosis perlu adanya problem solving melalui proses
keperawatan. Tujuannya dari penatalaksanaan hidronefrosis adalah untuk
mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis (obstruksi,
infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal.Untuk
mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau
tipe disertasi lainnya.
Saran

3.2.

Untuk mencapai suatu keberhasilan yang baik dalam pembuatan


makalah selanjutnya, maka penulis memberikan saran kepada:
1. Pembaca
Pasien harus menghindari penyebab hidronefrosis. Selain itu keluarga
juga harus berperan aktif untuk kesembuhan pasien dan mampu
melakukan perawatan mandiri kepada pasien setelah perawat mengajrkan
cara perawatn mandiri di rumah.
2. Mahasiswa
Dalam

pengumpulan

data,

penulis

mendapatkan

berbagai

kesulitan. Dengan usaha yang sungguh-sungguh, sehingga penulis


64

mendapatkan data untuk dapat menyelesaikan

makalah ini. Dengan

adanya makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam


pembuatan makalah selanjutnya dan dapat meningkatkan wawasan
mahasiswa dan penulis tentang asuhan keperawatan pada carcinoma
prostat sehingga dapat diaplikasikan dengan memberikan asuhan
keperawatan yang tepat apabila menemui kasus dengan carcinoma prostat.
3. Pendidikan
Pada Prodi Keperawatan, khususnya perpustakaan, agar dapat
menyediakan buku-buku yang sudah mengalami perubahan-perubahan
yang lebih maju sehingga buku tersebut bukan saja sebagai sumber ilmu
tetapi dapat dijadikan sumber referensi untuk materi makalah. Khususnya
untuk makalah-makalah yang akan dijadikan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

65

Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Carpenito, Moyet & Lynda Juall. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Gibson, John. (2003). Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta:
EGC.
Guyton dan Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hoffbrand, AV.dkk. (2005). Kapita Selekta Hematologi. Ed4. Jakarta: EGC.
Price SA, Wilson LM. (2012). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,
edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Smaltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC.
Wong, L. Donna. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol.1. Edisi 6.
Jakarta: EGC

66

Anda mungkin juga menyukai