1. Pantang Menyerah
Sosok yang lahir pada 17 Februari 1908 ini pernah ditolak ketika melamar sebagai guru
di sebuah sekolah karena tak punya gelar diploma dan dikritik atas kemampuannya
berbahasa Arab yang tidak begitu begitulah. Apa yang akan kita lakukan jika kita di
posisi itu? Penolakan itu justru melecut keinginannya untuk pergi ke Mekkah.
Selanjutnya beliau malah mendalami sejarah Islam dan sastra secara otodidak, dan
setelahnya beliau kembali ke tanah air, dengan hal yang baru. Beliau kemudian
merintis karier sebagai wartawan dan guru agama. Selanjutnya menerbitkan majalah yang
bernama Pedoman Masyarakat. Buku Di Bawah Lindungan Kabah dan Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck.
2. Berani
Jika kita tidak mampu melakukan perbaikan dengan tangan kita, maka lakukanlah dengan
lisan kita. Tulisan adalah sebuah pedang yang akan abadi sepanjang zaman, dengan
syarat ada orang-orang yang terus membaca dan menghayatinya. Buya Hamka ini, berani
mengkritik pemerintah melalui kerja sama beliau dengan Bung Hatta -saat itu telah
mengundurkan diri sebagai wakil presiden- dengan menerbitkan sebuah tulisan yang
berjudul Demokrasi Kita pada majalah Panji Masyarakat yang dimiliki oleh Buya
Hamka. Nahas, majalah itu akhirnya dibredel pemerintah karena terbitnya tulisan
tersebut.
3. Pemaaf Dan Tidak Pendendam.
Pada masa rezim presiden Sukarno, Hamka pernah dipenjara dengan alasan yang
mengada-ada, dianggap merencanakan pembunuhan terhadap presiden dan kemudian
dipenjara tanpa melalui proses pengadilan. Semua buku yang ditulisnya dihancurkan dan
beliau mendekam di penjara selama dua tahun empat bulan di sebuah penjara Sukabumi.
Namun, beliau tak pernah menaruh dendam kepada Bung Karno. Ketika Bung Karno
menuliskan amanah bahwa dia ingin Hamka memimpin shalat jenazahnya ketika Bung
Karno meninggal, Hamka justru bersedia. Tokoh-tokoh lain yang pandangannya
berseberangan dengan Hamka, seperti Mohammad Yamin dan Pramoedya Ananta Toer,
semuanya dimaafkan. Hamka bersedia membimbing Mohammad Yamin dalam sakaratul
mautnya dan mau membimbing calon menantu Pramoedya untuk menjadi mualaf.
Saya sudah memaafkannya, bahkan saya harus berterima kasih, karena dalam penjara
saya dapat kesempatan menulis tafsir Al-Quran 30 juz. Setiap manusia pernah punya
salah, tapi Soekarno juga banyak jasanya bagi umat, kata Buya Hamka.
Kalau hidup sekedar hidup, kera dihutan juga hidup, kalau kerja sekedar kerja, kerbau
disawah juga kerja. Buya Hamka