Anda di halaman 1dari 20

TUGAS SISTEM PERSEPSI SENSORI

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GLAUKOMA

DISUSUN OLEH:
Bambang Satriyana (11152013)
Gita Hapsari (11152017)
Maria Ulfah (11152022)
Nida ul Khasanah (11152024)
Kordinator Mata Ajar: Yudha Anggit Jiwantoro, S.Kep, M.Kep

PROGRAM S1 KEPERAWATAN NON REGULER


STIKes PERTAMEDIKA
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga kami semua masih diberikan kesempatan untuk menjalani segala bentuk proses
kehidupan termasuk di dalamnya adalah Proses Belajar.
Rasa terima kasih juga kami haturkan kepada Pembimbing Mata Kuliah Keperawatan Sistem
Persepsi dan Sensori yaitu Bapak Yudha Anggit J, S.Kep,M.Kep, dan Team atas bimbingan dan
kesabaran dalam memberikan arahan kepada kami.
Makalah mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit glaukoma ini
disusun tidak hanya untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan system persepsi sensori
semata, tetapi juga sebagai media pembelajaran yang bertujuan untuk memperkaya wawasan
keilmuan kami, terutama segala informasi yang bersifat update atau terkini terkait dengan
penatalaksanaan pasien dengan glaucoma.
Sebagaimana yang sering kita dengar, Belajarlah sampai ke Liang lahat, yang maknanya proses
untuk belajar dan mencari sesuatu itu tidak pernah memiliki akhir sampai kita menghadapi
kematian. Kami juga berharap semoga semangat untuk belajar dan terus mencari segala informasi
yang bermanfaat dalam kehidupan senantiasa menjadi kekuatan bagi kami dalam meraih apa yang
kami cita-citakan.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, sehingga
saran dan kritik yang membangun sangatlah kami harapkan untuk perbaikan di masa depan.

Bintaro, 29 September 2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata merupakan organ yang fungsinya untuk melihat, sebagai panca indera yang penting
bagi mahluk hidup. Dunia mencatat tanggal 10 oktober sebagai hari penglihatan sedunia
(World Sight Day). Banyak sekali kelainan yang dapat terjadi pada mata, misalnya mata
minus, silindris, mata plus, bintik putih/bayangan pada mata, glaukoma, rabun senja
katarak, buta warna, astigmata, dan sebagainya. Diantara banyak kelainan yang ada,
glaucoma merupakan permasalahan yang harus diperhatikan.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia, yang rata-rata terjadi pada
orang-orang berusia 40 tahun ke atas. Berdasarkan analisa WHO tahun 2012, glaukoma
merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan
bentuk glaukoma yang tersering, yang menyebabkan pengecilan lapangan pandang
bilateral progresif asimtomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai
terjadi pengecilan lapang pandang yang ekstensif.
Glaukoma merupakan kelainan pada mata ditandai dengan meningkatnya tekanan pada
bola mata (tekanan intra okular) dan mengerasnya permukaan bola mata. Angka kejadian
glaukoma di Indonesia menurut PERDAMI (Persatuan Dokter Mata Indonesia) tahun 2013
masih cukup tinggi, sekitar 1 dari 1000 orang yang berusia 40 tahun dan angka kejadian
bertambah seiring usia. Glaukoma sering terjadi pada kedua mata dan tingkat perbandingan
kejadian 4:1 antara wanita dan pria. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan angka
kebutaan sebesar 0, 9%. Pemerintah menargetkan program pemberantasan kebutaan
sampai tahun 2020. Fenomena yang muncul kurang lebih sekitar 50% dari penderita
glaukoma tidak sadar jika matanya bermasalah.
Ada beberapa faktor yang membuat seseorang menderita glaukoma dan sebaiknya mulai
diperhatikan sejak awal, yaitu berkurangnya suplai darah ke jaringan mata, kelemahan
struktur syaraf mata, tekanan pada bola mata yang berlebihan, genetika/riwayat penyakit
glaukoma dalam keluarga, penderita myopia (tidak bisa melihat jauh), luka pada mata,
penyakit diabetes, hipertensi, migrain, penggunaan obat steroid (kortison) dalam jangka
panjang, mata minus yang sangat tinggi.

Penderita glaucoma memiliki gejala umum seperti mata pedih, nyeri (terutama di pagi
hari), sakit kepala, penglihatan kabur mendadak, melihat halo (pelangi di sekitar
objek/benda), mual, muntah, ketidakmampuan mata melakukan penyesuaian dalam ruang
gelap, dan berakhir dengan kebutaan.
Tindakan pencegahan bisa dilakukan untuk menghindari risiko kebutaan antara lain
melakukan pemeriksaan mata secara rutin terutama pada usia diatas 40 tahun, pada tipe
glaucoma yang ringan dapat diobati dengan terapi medikamentosa seperti pemberian tetes
mata, pembedahan atau surgery, laser, dan masih ada beberapa yang lain. Pengobatan juga
bisa bersifat seumur hidup, dengan tujuan untuk menyelamatkan sisa lapang pandang
karena syaraf mata yang mati bersifat irreversible atau tidak dapat dikembalikan kepada
fungsinya semula.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan permasalahan system persepsi sensori: Glaukoma
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan untuk:
a. Mampu memahami Definisi atau Pengertian Glaukoma
b. Mampu memahami Etiologi Glaukoma
c. Mampu memahami Klasifikasi Glaukoma
d. Mampu memahami Patofisiologi Glaukoma
e. Mampu memahami Manifestasi klinis dan Komplikasi dari Glaukoma
f. Mampu memahami Penatalaksanaan dan Pencegahan Glaukoma

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala
patologis yang ditandai dengan peningkatan intra okular (TIO) dengan segala akibatnya.
Saat peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan pada sel ganglion
retina merusak diskus optikus, menyebabkan atropi saraf optik dan hilangnya pandangan
perifer.
Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan hilangnya pandangan
irreversible tanpa timbul gejala lain yang nyata atau dapat timbul secara tiba-tiba dan
menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Derajat peningkatan TIO mampu
menyebabkan kerusakan organic bervariasi. Beberapa orang dapat mentoleransi tekanan
yang mungkin bagi orang lain dapat menyebabkan kebutaan (Indriana N Istiqomah, 2004).
Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit yang berbeda dalam patofisiologi,
persentasi klinis dan penangananya. Biasanya ditandai dengan berkurangnya lapang
pandang akibat kerusakan saraf optikus. Kerusakan ini berhubungan dengan derajat TIO,
yang terlalu tinggi untuk berfungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi
tekanannya, semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung. Peningkatan TIO
terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran normal humor aqueus.
(Brunner & Suddarth, 2010).
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian
tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata
(Sidarta Ilyas, 2000).
Glukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokuler (Long Barbara, 1996).
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan mata tidak normal atau lebih tinggi dari
pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf pengelihatan dan kebutaan.
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala kenaikan tekanan intra
okuker, dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optic sehingga terjadi
atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang (sumber: wikipedia.com)

B. Etiologi
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada umumnya
disebabkan karena aliran aqueous humor terhambat yang bisa meningkatkan tekanan intra
okuler.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif, 2009):
1. Umur
2. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaucoma
3. Tekanan bola mata atau kelainan lensa
4. Obat-obatan
C. Klasifikasi
Glaukoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder dan kongnital. Tipe primer terbagi lagi
menjadi glaukoma sudut terbuka, dan glaukoma sudut tertutup.
1. Glaukoma Primer
Glaukoma jenis ini merupakan bentuk yang paling sering terjadi, struktur yang terlibat
dalam sirkulasi dan atau reabsorpsi aquos humor mengalami patologi langsung. Tipe ini
terbagi menjadi:
a) Glaukoma Sudut Terbuka
Glaukoma sudut terbuka atau glaukoma kronik atau glaukoma simpleks/open angle
glaucoma merupakan bentuk glaukoma primer yang lebih tersembunyi dan membahayakan
serta paling sering terjadi (kurang lebih 90% dari klien glaukoma). Sering kali merupakan
gangguan heriditer yang menyebabkan perubahan generatif. Bentuk ini terjadi pada
individu yang mempunyai sudut ruang (sudut antara iris dan kornea). Terbuka normal
tetapi terdapat hambatan pada aliran keluar aquos humor melalui sudut ruangan. Hambatan
dapat terjadi di jaringan trabekular kanal schlemn atau vena-vena aqueus.
Keadaan ini terjadi pada klien usia lanjut (>40 tahun) dan perubahan karena usia lanjut
memegang peranan penting dalam proses sklearosa badan silier dan jaringan rabekel.
Karena aqueus humor tidak dapat meninggalkanmata pada kecepatan yang sama pada
prodoksinya, TIO meningkat secara bertahap.bentuk ini biasanya bilateral dan dapat
berkembang menjadi kebutaan komplit tampa ada nya serangan akut.gejala relatif ringan
dan banyak klien tidak menyadari hinggga terjadi kerusakan visus yang serius.suatu tanda
berharga yang ditemukan oleh downey yaitu jika diantara kedua mata selalu terdapat

perbedaan TIO 4 mmHg atau lebih, dianggap menunjukan kemungkinan glukomkoma


simpleks meskipun tensinya masih normal (Wijiana N, 2003). Tanda klasik bersifat
bilateral, herediter, TIO meninggi, sudut COA terbuka, bola mata yang tenang, lapang
pandang yang mengecil dengan macam macam skotoma yang khas, perjalanan penyakit
progresif lambat.
b) Glaukoma Sudut Tertutup
Glukoma sudut tertutup/angle closure glaucomal/close angle glaucomal/narrow angle
glaucomalacute glaucoma awitannyamendadak dan harus ditangani sebagai keadaan
emergensi. Mekanisme dasar yang terlibat dalam patofisiologi glaukoma ini adalah
menyempitnya sudut dan perubahan letak irir yang terlalu di depan. Perubahan letak iris
menyebabkan kornea menyempit atau menutup sudut ruangan, yang akan menghalangi
aliran keluar akueos humor. TIO meningkat dengan cepat, kadang-kadang mencapai
tekanan 50-70 mmHg (deWit, 2008), tindakan pada situasi inin harus cepat dan tepat atau
kerusakan saraf optik akan menyebabkan kebutaan pada mata yang terserang.
Tanda dan gejala meliputi nyeri hebat di dalam dan di sekitar mata, timbulnya halo di
sekitar cahaya, pandangan kabur. Klien kadang megeluhkan keluhan umum seperti sakit
kepala, mual, mumtah, kedinginan, demam bahkan prasaan takut mati mirip seranggan
angina, yang dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan pengelihatan,
fotofobia, dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien.peningkatan TIO menyebabkan
nyri yang melalui saraf kornea yang menjalar ke pelipis, oksiput dan rahang melalui
cabang-cabang nervus trigeminius. Iritasi saraf vagal dapat mengakibatkan mual dan sakit
perut.
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang
menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan didalam mata.Kondisi
ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang terlibat dalam sirkulasi
akueos humor. Gangguan ini terjadi akibat:
a. Perubahan lensa, dislokasi lensa, intumensensi lensa yang katarak, terlepasnya
kapsul lensa pada katarak.

b. Perubahan uvea, uveitis anterior, melanoma dari jaringan uvea, neovaskularisasi di


iris.
c. Trauma, hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea/limbus disertai prolaps iris
d. Operasi, pertumbuhan epitel yang masuk cameri oculi anterior (COA), gagalnya
pembentukan COA setelah operasi katarak, uveitis pascaekstraksi katarak yang
menyebababkan perlengketan iris
3.

Glaukoma Kongenital

Glaukoma ini terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan trabekular.


Kondisi ini disebabkan oleh ciri autosom. Resesif dan biasanya bilateral. (Indriana N.
Istiqomah, 2004).
D. Patofisiologi
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi aqueus humor dan aliran keluar aqueus humor
dari mata. TIO normal adalah 12-21 mmHg dan memepertahankan selama terdapat
keseimbangan antara produksi dan aliran keluar aqueus humor. Aqueus humor diproduksi
di dalam badan silier dan mengalir keluar melalui kanal schlemn ke dalam sistem vena.
Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau oleh
peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar aqueus melalui camera oculi
anterior (COA).
Peningkatan tekanan intraokuler >23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama.
Penigkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik dan retina. Iskemia menyebakan
struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya di mulai
dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf
optik dan retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan,
glaukoma dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya
titik buta pada lapang pandang. (Indriana N. Istiqomah, 2004).
Aqueous humor secara kontinou diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus siliari
bilik mata belakang untuk memberikan nutrient pada lensa. Aqueous humor mengalir
melalui jaring-jaring trabukuler, pupil, bilik mata depan, trabukuler meshword dank kanal
schlem. Tekanan intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 12-21 mmHg tergantung
keseimbangan antara produksi dan pengeluaran (aliran) aqueous humor dibilik mata depan.

Peningkatan TIO akan menekan aliran darah kesaraf optic dan retina sehingga dapat
merusak serabut saraf optic menjadi iskemik dan mati selanjutnya menyebabkan kerusakan
jaringan dimulai dari perifer menuju ke fovia sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan
lapang pandang yang dimulai dari daerah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal
(Sunaryo Joko Waluyo, 2009).
E. Manifestasi Klinis
Gejalagejala terjadi akibat peningkatan tekannan bola mata. Penyakit ini berkembang
secar lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebaggian besar tidak
mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien
sering menabrak karena pandangan lebih gelap, lebih kabur, lapang pandang menjadi
sempit hingga kebutaan permanen. (Brunner & Suddarth, 2010).
Keluhan yang sering muncul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek
atau kabur, lapang pandang menjadi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen.
Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah: (Hanawarti, 2008)
1. Mata terasa sakit tanpa ada kotoran pada mata
2. Kornea tampak suram dan edema
3. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah
4. Kemunduran penglihatan yang berlangsung secara cepat
5. Nyeri pada mata dan sekitarnya
6. Lensa keruh
7. Pupil lebar dan reflex berjurang sampai hilang
F. Komplikasi
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat tekanan bola mata
memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada kebutan yaitu kornea terlihat
keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi dengan ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa,
mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi
pada iris yang dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat
dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan
siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak
bisa berfungsi dan memberikan rasa sakit.

10

G. Pemeriksaan diagnostic
Penegakkan diagnosis glaukoma meliputi pemeriksaan mata dengan oftalmoskop untuk
mengkaji kerusakan saraf optikus, tonometri untuk mengukur TIO, perimetri untuk
mengukur luas lapang pandang, dan riwayat okuler dan medis. (Brunner & Suddarth,
2001). Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Oftalmoskopi
Untuk melihat fundus mata bagian dalam yaitu retina, diskus optikus macula dan
pembuluh darah retina.
2. Tonometri
Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang mencurigakan apabila
berkisar antara 21-25 mmHg dan dianggap patilogi bila melebihi 25 mmHg
3. Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang khas pada
glaukoma. secara sederhana, lapang pandang dapat diperiksa dengan tes konfrontasi
4. Pemeriksaan Ultrasonotrapi
Adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur
okuler.
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten
dengan mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan bisa berbeda bergantung pada
klasifikasi penyakit dan responnya terhadap terapi. Terapi obat, pembedahan laser,
pembedahan konvensional dapat dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif yang
diakibatkan oleh glaucoma.
1. Farmakoterapi
Terapi obat merupakan penanganan awal dan utama untuk penangan glaukoma sudutterbuka primer. Meskipun program ini dapat diganti, terapi diteruskan seumur hidup. Bila
terapi ini gagal menurunkan TIO dengan adekuat, pilihan berikutnya pada kebanyakan
pasien adalah trabekuloplasti laser dengan pemberian obat tetap dilanjutkan. Beberapa
pasien memerlukan trabekulotomi. Namun pembedahan laser atau insisional biasanya
merupakan ajuvan bagi terapi obat bukannya menggantikannnya.

11

Obat sistemik dapat menyebabkan rasa kesemutan pada jari tangan dan jari kaki, pusing,
kehilangan nafsu makan, defekasi tidak teratur, dan kadang batu ginjal. Pasien harus diberi
tahu mengenai kemungkinan efek samping. Namun mereka yang sudah menderita penyakit
agak lanjut biasanya mampu menghadapi hal ini.
Antagonis beta-adrenergik. Antagonis beta-adrenergik topikal kini merupakan bahan
hifotensif yang paling banyak digunakan karna efektifitasnya pada berbagai macam
glaukoma dan tidak menyebabkan efek samping yang biasanya disebabkan oleh obat lain.
Bahan kolinergik. Obat kolinergik topikal (misal: pilokarpin hidroklorida, 1%-4%,
asetilkolin klorida, karbol) digunakan dalam penagganan glaukoma jangka pendek dengan
penyumbatan pupil akibat efek langsungnya pada reseptor saraf parasimpatis iris dan badan
silier.
Agonis adrenergik. Mekanisme aksi senyawa adrenergik pada glaukoma belom dipahami
benar. Digunakan bersama dengan bahan penghambat beta-adrenergik, berfungsi saling
sinergi dan bukan berlawanan, agonis adrenergik

topikal menurunkan IOP dengan

meningkatkan aliran keluar humor aqueos, memperkuat dilatasi pupil, menurunkan


produksi aqueos dan menyebabkan kontraksi pemuluh darah konjunktiva.
Inhibitor anhidrase karbonat. Inhibitoranhidraseinhibitor, mis.asetazolamid (Diamox),
diberikan secara sistemik untuk nenurunkan IOP dengan menurunkan pembuatan humor
aqueus. Digunakan untuk menangani gloukoma sudut terbuka (jangka panjang) dan
menangani glaukoma penutupan sudut (jangka pendek) dan glaukoma yang sembuh
sendiri, seperti yang terjadi setelah trauma.
Diuretik Osmotik. Bahan hiperosmotik oral (gliserol atau intravena mis. Manitol) dapat
menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolalitas plasma dan menarik air dari mata ke
dalam pembuluh darah.
2. Bedah laser untuk glaukoma
Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan TIO dapat
diindikasikan sebagai penanganan primer untuk glaukoma, atau bisa juga dipergunakan
bila terapi obat tidak bisa ditoleransi, atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat.
Laser dapat digunakan pada berbagai prosedur yang berhubungan dengan penanganan
glaucoma.

12

3. Bedah konvensional
Prosedur bedah konvensional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil, atau peralatan laser
tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk dilakukan bedah laser (misalnya pasien
yang tak dapat duduk diam atau mengikuti perintah). Prosedur filtrasi rutin berhubungan
dengan keberhasilan penurunan TIO pada 80 sampai 90 % pasien.
4. Implikasi keperawatan
Pasien mungkin memerlukan rawat inap singkat setelah pembedahan. Ambulasi progresif
diperkenankan, bergantung usia dan kondisi fisik pasien. Gerakan dan aktivitas berat yang
dapat mengakibatkan pasien mengalami keadaan yang serupa dengan manuver Valsava
(dengan akibat peningkatan TIO), seperti mengejan, mengangkat beban, dan
membungkuk, dihindari sampai satu minggu. Pasien tidak diperbolehkan mengendarai
kendaraan selama 1 minggu. Mata dibalut selama 24 jam atau lebih lama bila diperlukan,
dan mata tidak boleh kemasukan air. (Brunner & Suddarth, 2010).

13

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat: Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
2. Nutrisi dan cairan: Mual, muntah (glaukoma akut)
3. Neurosensori:
a. Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa di ruang gelap (katarak)
b. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut)
c. Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
d. Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan
e. Peningkatan air mata
4.

Nyeri atau Kenyamanan: Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)


Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala
(glaukoma akut).

5.

Riwayat yang dimiliki oleh penderita, antara lain: Riwayat keluarga glaukoma, DM,
gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh:
peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin. Terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin

B. Pemeriksaan diagnostic
1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan): Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus
humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan
optik.
2. Lapang penglihatan: Penurunan mungkin disebabkan CSV, Massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3. Pengukuran tonografi: Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)

14

4. Pengukuran gonioskopi: Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup


glaucoma
5. Tes Provokatif: digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau
hanya meningkat ringan.
6. Pemeriksaan oftalmoskopi: Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng
optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
7. Darah lengkap, LED: Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosis
9. Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai
dengan mual dan muntah
2. Gangguan

persepsi

sensori:

penglihatan

berhubungan

dengan

gangguan

penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang


progresif
3. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan, adanya
nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan,
ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah
interpretasi, ditandai dengan: pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat
mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah

15

D. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai
dengan mual dan muntah
a. Tujuan

: Nyeri hilang atau berkurang

b. Kriteria hasil :
1) Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
2) pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
3) Ekspresi wajah rileks
c. Intervensi Keperawatan:
1) Kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
2) Kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesic
3) Anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
4) Atur posisi fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
5) Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
6) Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
7) Kolaborasi untuk pemberian therapi analgesik sesuai anjuran

2. Gangguan

persepsi

sensori:

penglihatan

berhubungan

dengan

gangguan

penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang


progresif
a. Tujuan

: Fungsi penglihatan optimal

b. Kriteria hasil :
1) Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
2) Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan
lebih lanjut
c. Intervensi Keperawatan :
1) Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
2) Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan
kehilangan penglihatan
3) Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal,
tidak salah dosis

16

4) Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan,


contoh, kurangi kekacauan, atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek
yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
5) Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi

3. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan, adanya


nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan,
ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup
a. Tujuan

: Cemas hilang atau berkurang

b. Kriteria hasil :
1) Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat
diatasi.
2) Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
3) Pasien menggunakan sumber secara efektif
c. Intervensi Keperawatan :
1) Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini.
2) Berikan informasi yang akurat dan jujur
3) Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah
kehilangan penglihatan tambahan.
4) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
5) Identifikasi sumber/orang yang menolong

17

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan


berhubungan dengan kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah
interpretasi, ditandai dengan: pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat
mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah
a. Tujuan

: Klien mengetahui tentang kondisi, prognosis dan pengobatannya

b. Kriteria hasil :
1) Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan
2) Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
3) Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan
c. Intervensi Keperawatan :
1) Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi
2) Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata
3) Izinkan pasien mengulang tindakan
4) Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan
obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid
topikal
5) Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu
makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur dll)
6) Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
7) Dorong

menghindari

aktivitas,

seperti

mengangkat

berat/mendorong,

menggunakan baju ketat dan sempit


8) Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat
9) Tekankan pemeriksaan rutin
10) Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.

18

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Glaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia, yang rata-rata terjadi pada
orang-orang berusia 40 tahun ke atas. Berdasarkan analisa WHO tahun 2012, glaukoma
merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan
bentuk glaukoma yang tersering, yang menyebabkan pengecilan lapangan pandang
bilateral progresif asimtomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai
terjadi pengecilan lapang pandang yang ekstensif.
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala
patologis yang ditandai dengan peningkatan intra okular (TIO) dengan segala akibatnya.
Saat peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan pada sel ganglion
retina merusak diskus optikus, menyebabkan atropi saraf optik dan hilangnya pandangan
perifer.
Glaukoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder dan kongnital. Tipe primer terbagi lagi
menjadi glaukoma sudut terbuka, dan glaukoma sudut tertutup.
Penderita glaucoma memiliki gejala umum seperti mata pedih, nyeri, sakit kepala,
penglihatan kabur mendadak, mual, muntah, ketidakmampuan mata melakukan
penyesuaian dalam ruang gelap, dan berakhir dengan kebutaan.
Tindakan pencegahan bisa dilakukan untuk menghindari risiko kebutaan antara lain
melakukan pemeriksaan mata secara rutin terutama pada usia diatas 40 tahun, pada tipe
glaucoma yang ringan dapat diobati dengan terapi medikamentosa seperti pemberian tetes
mata, pembedahan atau surgery, laser, dan masih ada beberapa yang lain. Pengobatan juga
bisa bersifat seumur hidup, dengan tujuan untuk menyelamatkan sisa lapang pandang
karena syaraf mata yang mati bersifat irreversible atau tidak dapat dikembalikan kepada
fungsinya semula.

19

B. Saran
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang terlatih dan profesional perlu untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai penatalaksanaan pada penderita dengan gangguan penglihatan
glaucoma. Berbagai metode yang dikembangkan baik dari terapi medikamentosa sampai
dengan pembedahan atau surgery harus benar-benar dipahami oleh perawat. Hal ini
bertujuan agar perawat mampu mempersiapkan pasien sehingga pasien mendapatkan
informasi dengan jelas, juga mempersiapkan pasien pada kondisi dimana mereka memiliki
risiko untuk kehilangan fungsi penglihatannya.
Berbagai edukasi juga perlu diberikan oleh perawat kepada pasien misalkan setelah pasien
menjalani prosedur pembedahan. Pasien mungkin memerlukan rawat inap singkat setelah
pembedahan. Ambulasi progresif diperkenankan, bergantung usia dan kondisi fisik pasien.
Gerakan dan aktivitas berat yang dapat mengakibatkan pasien mengalami keadaan yang
serupa dengan manuver Valsava (dengan akibat peningkatan TIO), seperti mengejan,
mengangkat beban, dan membungkuk, dihindari sampai satu minggu. Pasien tidak
diperbolehkan mengendarai kendaraan selama 1 minggu. Mata dibalut selama 24 jam atau
lebih lama bila diperlukan, dan mata tidak boleh kemasukan air.
Semoga segala informasi yang berkaitan dengan konsep dasar penyakit glaucoma,
penatalaksanaan serta asuhan keperawatan dapat bermanfaat bagi kita semua.

20

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah. EGC. Jakarta. 2010


Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. EGC. Jakarta. 2001
Doengoes, Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3. EGC. Jakarta. 2000
Long C Barbara. Medical Surgical Nursing. 1996
Pearce, Evelyne C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
2015
Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. FKUI. 2000

Anda mungkin juga menyukai