Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

CA PARU
A. DEFINISI
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel
yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.
Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker.
Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia
skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya
silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalam jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen,
lingkungan, terutama asap rokok (Suryo, 2010).
B. ETIOLOGI
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya
faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006).
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus (Wilson, 2005). Kejadian kanker
paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang
rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya
berhenti merokok (Stoppler, 2010).
b. Perokok pasif
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang
tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat
kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005).
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara.
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah
1

perkotaan

dibandingkan

dengan

daerah

pedesaan,

tempat

udara

kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang


ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah
3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru (Amin, 2006).
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru (Amin, 2006).
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini. (Wilson, 2005).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru (Stoppler, 2010).
C. TANDA DAN GEJALA
1. Inspeksi
Secara umum biasanya klien tampak kurus (berkurangnya berat badan),
terlihat lelah, batuk dengan atau tanpa peningkatan produksi sekret.
Pergerakan dada biasanya asimetris apabila terjadi komplikasi efusi pleura
dengan hemoragi. Nyeri dada dapat timbul dalam berbagai bentuk tetapi
biasanya dialami sebagai rasa sakit atau tidak nyaman akibat penyebaran
neoplastik ke mediastinum.
2. Palpasi
Pada palpasi ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun
3. Perkusi
Pada perkusi didapat suara normal sampai hipersonor
4. Auskultasi
Didapatkan bunyi stridor lokal, wheezing unilateral didapat apabila
karsinoma melibatkan penyempitan bronkus dan ini merupakan tanda khas
pada tumor bronkus. Penyebaran tumor keseluruh mediastinum dapat
menimbulkan suara sesak akibat terserangnya saraf rekuren, terjadi
2

disflagia akibat keterlibatan esofagus, dan paralisis hemidiafragma akibat


keterlibatan saraf frenikus.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit karsinoma
paru antara lain:
1. Hematotorak (darah pada rongga pleura)
2. Empiema (nanah pada rongga pleura )
3. Pneumotorak (udara pada rongga pleura )
4. Abses paru
5. Atelektasis (paru-paru mengerut )
E. STADIUM
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru paru: 1986 American Joint
Committee on Cancer.
Gambarn TNM
Tumor primer (T)

Defenisi

T0

Tidak terbukti adanya tumor primer


Kanker yang tersembunyi terlihat

Tx

pada sitologi bilasan bronkus tetapi


tidak terlihat pada radiogram atau
bronkoskopi
Karsinoma in situ

TIS
Tumor dengan diameter 3 cm
dikelilingi paru paru atau pleura

T1

viseralis yang normal.


Tumor dengan diameter 3 cm atau
dalam setiap ukuran dimana sudah

T2

menyerang pleura viseralis atau


mengakibatkan

atelektasis

yang

meluas ke hilus; harus berjarak 2


cm distal dari karina.
Tumor dalam setiap ukuran dengan
T3

perluasan langsung pada dinding


dada,

diafragma,

mediastinalis,

atau

pleura
pericardium

tanpa mengenai jantung, pembuluh


darah besar, trakea, esofagus, atau
korpus vertebra; atau dalam jarak 2
cm dari karina tetapi tidak melibat
karina.
T4

Tumor dalam setiap ukuran yang


sudah menyerang mediastinum atau
mengenai jantung, pembuluh darah
besar, trakea, esofagus, koepua
vertebra, atau karina; atau adanya
efusi pleura yang maligna.

Tidak dapat terlihat metastasis pada


kelenjar limfe regional.

Metastasis pada peribronkial dan/


Kelenjar limfe regional (N)

atau kelenjar kelenjar hilus


ipsilateral.

N0
Metastasis pada mediastinal ipsi
lateral
N1

atau

kelenjar

limfe

subkarina.
Metastasis pada mediastinal atau
kelenjar kelenjar limfe hilus

N2

kontralateral; kelenjar kelenjar


limfe skalenus atau supraklavikular
ipsilateral atau kontralateral.

N3
Tidak diketahui adanya metastasis
jauh
Metastasis

jauh

terdapat

pada

tempat tertentu (seperti otak).


Metastasis jauh (M)
M0

Sputum mengandung sel sel


ganas tetapi tidak dapat dibuktikan
adanya

M1

tumor

primer

atau

metastasis.
Karsinoma in situ.

Kelompok stadium
Karsinoma tersembunyi

TxN0M0

Tumor termasuk klasifikasi T1 atau


T2 tanpa adanya bukti metastasis

pada kelenjar limfe regional atau


tempat yang jauh.
Stadium 0

TISN0M0

Tumor termasuk klasifikasi T1 atau


T2 dan terdapat bukti adanya

Stadium I

T1N0M0

metastasis

pada

kelenjar

limfe

T2N0M0

peribronkial atau hilus ipsilateral.


Tumor termasuk klasifikasi T3
dengan atau tanpa bukti metastasis

Stadium II

T1N1M0

pada kelenjar limfe peribronkial

T2N1M0

atau hilus ipsilateral; tidak ada


metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastasis

Stadium IIIa

T3N0M0

pada

kelenjar

T3N0M0

mediastinal kontralateral, atau pada


kelenjar

limfe

limfe

hilus

skalenus

tau
atau

supraklavikular; atau setiap tumor


yang
dengan
Stadium IIIb

Setiap T N3M0
Setiap T4 N0M0

termasuk
atau

klasifikasi
tanpa

T4

metastasis

kelenjar limfe regional; tidak ada


metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastsis jauh.

Stadium IV

Setiap T, N, M1

Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).


Klasifikasi dan Stadium
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a.

Karsinoma epidermoid (skuamosa).


Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara
khas mendahului timbulnya Kanker. Terletak sentral sekitar hilus, dan
menonjol kedalam bronki besar. Diameter Kanker jarang melampaui
beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah
bening hilus, dinding dada dan mediastinum.

b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).


Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki. Kanker ini
timbul dari sel sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus.
Terbentuk dari sel sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan
sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus,
demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ organ distal.

c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).


Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus
7

dan kadang kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru
paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui
pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak
menunjukkan gejala gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel sel
ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru-paru perifer, tumbuh cepat
dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC)
Tahap terbatas
Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja
dan pada jaringan disekitanya.
Tahap ekstensif
Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru
tempat asalnya, atau Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh
jauh.
2. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
Tahap tersembunyi
Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum) pasien
dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor
diparu-paru.
Stadium 0
Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya pada lapisan
terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
Stadium I
Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan
belum menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya.
Stadium II

Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kalenjer


getah bening di dekatnya.
Stadium III
Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke daerah disekitarnya,
seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kalenjer getah
bening di sisi yang sama ataupun sisi berlawanan dari tumor tersebut.
Stadium IV
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paruparu yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel sel Kanker telah
menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer
adrenalin , hati dan tulang.

F. Patofisiologi
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar
(tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel
kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar
dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli.
Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga
mempunyai

prognosis

buruk.

Sedangkan

pada

sel

skuamosa

dan

adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.


Dari

etiologi

yang

menyerang

percabangan

segmen/

sub

bronkus

menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan


karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.

Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengar pada auskultasi.

PATHWAY KANKER PARU

10

11

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.

12

b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Biopsi : Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), Carcinoembryonic
antigen (CEA), Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) : Tindakan biopsi
tumor atau benjolan yang dilakukan dengan jarum halus 25G berdiameter
0,5mm atau lebih kecil, untuk mengambil contoh jaringan dengan
melakukan aspirasi lalu memeriksanya dibawah mikroskop secara
sitologi.
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
3. Histopatologi.
a.

Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

b. Biopsi Trans Torakal (TTB).


Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
e. Torakotomi.

13

Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam


macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.
4. Pencitraan.
a.

CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

F. PENATALAKSANAAN KANKER PARU


Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
klien.
b) Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien
maupun keluarga.
d) Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan,
2000)
1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru paru yang tidak terkena kanker.
a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi (pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi
bisa diangkat.
c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

14

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis


bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois.
d. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
d. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan

yang

terlokalisir.

Merupakan

pengangkatan

dari

permukaan paru paru berbentuk baji (potongan es).


e. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/
bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas
serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN KANKER PARU
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya eksudat di alveolus
2. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b/d hipoventilasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

b/d

ketidakmampuan pemasukan/ mencerna/ mengabsorbsi zat-zat gizi karena


factor biologis dan psikologi

15

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NO
1.

DIAGNOSA

TUJUAN

&

KRITERIA

KEPERAWATAN
HASIL (NOC)
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan
tidak

efektif

b/d keperawatan

tindakan Airwey suction


jam

3x24

adanya eksudat di diharapkan


alveolus

INTERVENSI (NIC)

Auskultasi

mampu sebulum

mempertahankan

suara

dan

nafas
sesudah

kebersihan suctioning

jalan nafas dengan kriteria :

Informasikan pada klien dan

Mendemonstrasikan batuk keluarga tentang suctioning


efektif dan suara nafas yang Minta klien nafas dalam
bersih, tidak ada sianosis dan sebelum suction dilakukan
(mampu

dyspneu

Berikan

O2

mengeluarkan sputum, mampu menggunakan


bernapas dengan mudah)

dengan

nasal

untuk

memfasilitasi

Menunjukkan jalan nafas suktionnasotrakeal


yang

paten

(frekuensi

Anjurkan

pernafasan rentang normal, istirahat


tidak

ada

suara

abnormal)

nafas setelah

pasien

untuk

napas

dalam

dan
kateter

dikeluarkan

dari nasatrakeal

Mampu mengidentifikasi dan Ajarkan keluarga bagaimana


mencegah faktor yang dapat cara melakukan suksion
menghambat jalan nafas

Hentikan

suksion

dan

berikan oksigen apabila pasien


menunjukan

bradikardi,

peningkatan saturasi O2,dll.


Airway management

Posisikan

pasien

u/

memaksimalkan ventilsi
Identifikasi pasien perlunya
16

pemasangan alat jalan nafas


buatan
Lakukan fisioterpi dada jika
perlu
Keluarkan sekret
Dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
2.

Pola

nafas

tidak Setelah

efektif b/d sindrom keperawatan


hipoventilasi

tindakan Terapi oksigen

dilakukan

jam Beesihkan mulut, hidung,

3x24

diharapkan

mampu dan seckret trakea

mempertahankan

kebersihan Pertahankan jalan napas yang

jalan nafas dengan kriteria :

paten

Mendemonstrasikan batuk Monitor aliran oksigen


efektif dan suara nafas yang Pertahankan posisi klien
bersih, tidak ada sianosis dan Monitor TD, nadi, dan RR
dyspneu

(mampu

mengeluarkan sputum, mampu


bernapas dengan mudah)
Menunjukkan jalan nafas
yang

paten

(frekuensi

pernafasan rentang normal,


tidak

ada

suara

nafas

abnormal)
Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
3.

Gangguan

Respiratory

status

gas

Manajemen Asam Basa

17

pertukaran gas b/d exchange


hipoventilasi

Kegiatan :

Keseimbangan asam basa,

elektrolit

Dapatkan / pertahankan
jalur intravena

Respiratory status: ventilation


Vital sign

Pertahankan

Setelah

kepatenan

jalan nafas
dilakukan

tindakan

Monitor

AGD

dan

keperawatan selama 3X24 jam elektrolit


gangguan

gas

pertukaran

Monitor

status

pasien teratasi dengan kriteria hemodinamik

hasil :

posisi

ventilasi

Mendemonstrasikan adekuat
ventilasi

dan

oksigenasi yang adekuat

peningkatan

Beri

Monitor tanda gagal nafas


Monitor

kepatenan

Memehara kebersiha paru- respirasi


paru dan bebas dari tandatanda distres pernafasan

Mendemonstrasikan

batuk

efektif dan suara nafas yang


bersih, tidak ada sianosis, dan
dispneu,

mampu

bernafas

dengan mudah,.
Tanda tanda vital dalam
batas normal
AGD dalam batas normal
Status neurologis dalam batas
normal
4.

Ketidakseimbangan

Setelah

dilakukan

tindakan a.

Monitoring Gizi
18

nutrisi: kurang dari keperawatan selama x jam


Timbang berat badan pasien
kebutuhan tubuh b/d Status
ketidakmampuan

nutrisi

meningkat, pada interval tertentu

dengan kriteria :

Amati

kecenderungan

pemasukan/

intake makan dan minuman

pengurangan dan penambahan

mencerna/

intake nutrisi

berat badan

mengabsorbsi zat-zat control BB


gizi

karena

biologis
psikologi

factor masa tubuh


dan biochemical measures
energy

Monitor jenis dan jumlah


latihan yang dilaksanakan

Monitor respon emosional


pasien

ketika

ditempatkan

pada suatu keadaan yang ada


makanan
Monitor lingkungan tempat
makanan
Amati rambut yang kering dan
mudah rontok
Monitor mual dan muntah
Amati tingkat albumin, protein
total,

hemoglobin

dan

hematokrit
Monitor tingkat energi, rasa
tidak enak badan, keletihan
dan kelemahan
Amati jaringan penghubung
yang pucat, kemerahan, dan
kering
Monitor masukan kalori dan
bahan makanan
b. Manajemen Nutrisi

19

Kaji apakah pasien ada alergi


makanan
Kerjasama dengan ahli gizi
dalam

menentukan

kalori,

protein

dan

jumlah
lemak

secara tepat sesuai dengan


kebutuhan pasien

Anjurkan masukan kalori


sesuai kebutuhan

Ajari pasien tentang diet yang


benar sesuai kebutuhan tubuh

Monitor catatan makanan


yang masuk atas kandungan
gizi dan jumlah kalori

Timbang berat badan secara


teratur
Anjurkan penambahan intake
protein, zat besi dan vit C
yang sesuai

Pastikan

bahwa

diet

mengandung makanan yang


berserat

tinggi

untuk

mencegah sembelit
Beri makanan protein tinggi ,
kalori tinggi dan makanan
bergizi yang sesuai
Pastikan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan

20

gizinya.
c.

Manajemen

hiperglikemia
Monitor Gula darah sesuai
indikasi

Monitor tanda dan gejala


poliuri,polydipsi,poliphagia,ke
letihan,pandangan kabur atau
sakit kepala.

Monitor tanda vital sesuai


indikasi

Kolaborasi

dokter

untuk

pemberian insulin
Pertahankan terapi IV line

Berikan IV fluids sesuai


kebutuhan

Konsultasi dokter jika ada


tanda hiperglikemi menetap
atau memburuk
Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi

Batasi latihan ketika gula


darah >250 mg/dl khususnya
adanya keton pada urine

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG

21

Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinik Prosesproses Penyakit. Jakarta : EGC.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta:
B First
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta.
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Edisi 2. EGC:Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai