Anda di halaman 1dari 19

Senin, 15 Oktober 2012

IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA


Tugas Makalah
A. PENDAHULUAN
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya
adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera,
sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses
dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1
menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan
dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan
kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung
terhadap pekerjaan, 2) properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin, 3) lingkungan, baik
lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa,
5) nama baik perusahaan.
fakta mengenai ergonomi dan K3 internasional atau secara global:

ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan
dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan
diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di ligkungan kerja.

Hal tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami
kecelakaan kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit di
lingkungan kerja.

Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross
Domestic Prodct (GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan
dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja, terhentinya produksi, dan
biaya-biaya pengobatan pekerja.

Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka kematian,


terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih besar lagi
jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih baik.

Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja konstruksi
memiliki potensi meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih besar.

Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak & gas,
pertambangan, dan perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat paparan asbestos, batu bara
dan silica, masih menjadi perhatian di negara negara maju dan berkembang. Bahkan kematian
akibat kecelakaan kerja dari paparan asbestos saja sudah mencapai angka 100.000 dan selalu
bertambah setiap tahunnya.

Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit akibat
kerja. "Apa yang terjadi di Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan massal sunyi,"
kata seorang narasumber.

B. IDENTIFIKASI BAHAYA
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau
pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang
dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja.
Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul
kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk
hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait
dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk
setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang
terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai,
termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat
mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang
berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan
toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.
Penilaian Pajanan

Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola
pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan
risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group
(kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat
akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi
juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja
tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor
tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat
menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan
durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan
pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja,
higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan
kesehatan.
Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan
pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin
timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan
atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko
dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek
gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan
bahaya dan status kesehatan pekerja.
Penilaian Risiko

Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar
perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan
lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai
dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis
pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam
sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu walk through survey / Inspection yang bersifat umum
sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat,
mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses,
bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung
diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya
melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai data keelakaan kerja dan
penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3,
supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan
lain sebagainya. Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut
untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi
bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis,
standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi
kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas
secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun
melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan
dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap
analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja
maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih
dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan
bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah
pengendalian
yang
dipilih
dari
berbagai
cara
seperti
:
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control,

pengendalian
administratif,
pelindung
peralatan/mesin
atau
pelindung
diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan
dengan risiko, c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan
berkala,
pemantauan
biomedik,
audiometri
dan
lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai
dengan kebutuhan.
9. Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan
pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan
dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya,
guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
C. FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA
Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat
kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya
pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum,
potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain :
1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang
digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang
berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk
bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3)faktor manusia, merupakan potensi
bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak
berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.
Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat
dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi,
suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
a) Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau
gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi
yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat
pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.
Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada
di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium
dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium
yang ada di dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion.
Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion
positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi

pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis
radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (),
partikel beta (), sinar gamma (), sinar-X, partikel neutron.
Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila
berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita.
Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang
membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan
dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan
energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang
dipancarkan matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan sumber
radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :
Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya diperlukan suatu
alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang
secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu
detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.
Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi dan
lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk
membuat detektor radiasi.
Pengaruh radiasi terhadap manusia
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada
perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada
dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek
somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari
individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang
dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat
dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik
sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar
radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan
penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan
pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu
yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas
efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena
kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai
akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.
Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat
paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi
sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul
bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa
saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis

yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada
dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik
dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini
menjadi 100%.
Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan
perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi
dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel
yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha
untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini
disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan
baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar
peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah
dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel
yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau
pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang
relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan
tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat
menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu
populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu.
Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
Contoh : Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran,
Laser : komunikasi, pembedahan .
Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan
Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi
untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang
telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk
dipatuhi, yaitu :
1. Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz
manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika
kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat
dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.
2. Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh melalmpaui
Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan
untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang
terjadinya efek stokastik.
3. Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably
achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan
dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendahrendahnya.
b) Kebisingan

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak
kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet,
2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang
tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling,
1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu
populasi.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi,
dan lama pajanan.
Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,
yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.
Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.
Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .
Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang
yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah
gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas
biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi
dalam 3 kategori:
1) Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan
oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
2) Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara
31,5 . 8.000 Hz.
3) Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang
menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu
bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di
sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.
Skala Intensitas Desibel Batas
Jenis Bunyi
Dengar Tertinggi
Halilintar
Meriam
Mesin uap
Jalan yang ramai
Pluit
Kantor gaduh
Radio
Rumah gaduh
Kantor pada umumnya
Rumah tenang

120 DB
110 DB
100 DB
90 DB
80 DB
70 DB
60 Db
50 DB
40 DB
30 DB

Kantor perorangan
Sangat tenang , Suara daun jatuh,
Tetesan air
Tabel Skala Intensitas Kebisingan

20 DB
10 DB

Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI


Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan
dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat
kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan
energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai
modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3) Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan
adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat
dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L95.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera
pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas
bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas
60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas
60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah
gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan
suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain.
Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi
(miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja
yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras.
Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah.
Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja
yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas
kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara
lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk
mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan
sekitar
20-25
dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa
risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari
pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
c) Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena
mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu

penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis.
Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang
dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu
lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi.
Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas
penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil.
Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin
berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan
penerangan
yang
lebih
tinggi
daripada
orang
yang
lebih
muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan
mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain
sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan
kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan
matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan
mungkin
akan
terjadi
penglihatan
rangkap
atau
kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek
dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.Disamping itu
di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya
tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan /
pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila
pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka
harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. b. Menempatkan sumber-sumber cahaya /
penerangan
sedemikian
rupa
sehingga
tidak
langsung
mengenai
bidang
yang
mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung
memasukkan
sinar
matahari.
d.
Penggunaan
alat-alat
pelapis
bidang
yang
tidak
mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam
ruangan
kerja
sebaiknya
tidak
terjadi
bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan halhal sebagai berikut :
Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
Kelemahan mental
Kerusakan alat penglihatan (mata).

Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.


Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja
(pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan
antara
lain
sebagai
berikut
:
Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari
ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak
mencukupi
ruangan
tempat
kerja,
harus
diganti
dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu
ruangan
panas
(tidak
melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayangbayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang
tetap
dan
menyebar
serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit
kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan
pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan,
meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.

d) Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo,
lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.
Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang
berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan powered tool berasosiasi dengan gejala gangguan
peredaran darah yang dikenal sebagai Raynauds phenomenon atau vibration-induced white
fingers(VWF).
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan
sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:
3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2
dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan
sistem peredaran darah.
10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
< 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak
enak dan kurang ada perhatian.

Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang
digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh
tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh
tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya
debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk
bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:
Pernapasan ( inhalation ),
Kulit (skin absorption )
Tertelan ( ingestion )
Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.
Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana
terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum
terkena.
Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa
menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat
dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )
Contoh :
Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene,
chlorine ,bromine, ozone.
Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ
pernapasan
Contoh :
Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel,
epoxy hardeners, turpentine.
Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
2.

o
o
o

a)

b)

o
o

c)

o
o

d) Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada
kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh
kurang dari 19,5% volume udara.
Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah
oksigenasi normal pada kulit.
Contoh :
o
Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium

Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen

sulphide
e) Kanker
Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia.
Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti
menyebabkan kanker pada hewan .
Contoh :
o Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma) ;
2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru ,
mesothelioma);
o Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates,
beryllium
f) Efek Reproduksi
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia.
Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada
keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.
Contoh :
o
Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol,
mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g) Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.
Contoh :
o
Otak : pelarut, lead, mercury, manganese
o
Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
o
Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
o
Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
o
Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
3.
Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh
kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga
kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll
maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Dimana pun
Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi merupakan salah satu bahaya
yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi eksternal yang
mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari perhatian,
sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan
sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja
umumnya dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut :
a) Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak
bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak
dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi.

Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera,
dan sebagainya.
b) Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu
bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang
diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
c) Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi
sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau
hewan lain.
d) Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan di
tempat kerja, diantaranya :
Daerah pertanian
Llingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh
mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau keracunan
Mycotoxins
yang
merupakan
hasil
metabolisme
jamur.
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri penyebab
penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran pernapasan lainnya seperti
Pneumonia.
Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk dari hewan
Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya : Anthrax yang
penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis, Infeksi Salmonella.
Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk
laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme
pathogen
Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier
fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme yang
hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga
berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
Cara penularan kedalam tubuh manusia
Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk kedalam
tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :
1. Melalui saluran pernapasan
2. Melalui mulut (makanan dan minuman)
3. Melalui kulit apabila terluka

1.
2.
3.
4.
5.

Mengontrol bahaya dari faktor biologi


Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan
pencegahan antara lain dengan :
Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang mengandung
organism patogen
Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali setiap bulan
Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme yang patogen
pada system pendingin.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah
penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.
4.
Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh
penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang
berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang
tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Pembebanan Kerja Fisik
Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan
derajat kesehatan.
Pembebanan tidak melebihi 30 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam
jangka waktu 8 jam sehari.
Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila
mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus
disesuaikan.
Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang
digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di
atas denyut nadi sebelum bekerja.
Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh
kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan
perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian,
motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak
sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat
kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan
tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress
akibat kerja.
Stress
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan
atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan
seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
5.

Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan
pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti
eksim,dll.
Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat
bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang
dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang digunakan
dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan
baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat
terkena debu feed additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet
akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar akibat
kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan
peledakan.
6.

DAFTAR PUSTAKA
Bung okles. 2008. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja
http://okleqs.wordpress.com/2008/05/23/pengenalan-bahaya-di-lingkungan-kerja/. Diakses 08
November 2011
Posted: Mei 23, 2008 in IDENTIFIKASI
BAHAYA. http://okleqs.wordpress.com/category/identifikasi-bahaya/ Diakses 08 November
2011
Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan Darah
Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan Xiv Kelurahan Tegal Sari
Kecamatan Medan Denai Tahun 2008.Managemen Kesehatan Lingkungan Industri.USU.
Sumatera Utara.
Aria
Gusti. 7
Januari
2011 Manajemen
Risiko
dalam
Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja.http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalamkeselamatan-dan-kesehatan-kerja/Diakses 17 Desember 2011
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2016489-radiasi-pengertian-jenisjenis-dan/#ixzz1fpWSbEW8

Tugas individu
Mata Kuliah : Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3)

IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA


DI TEMPAT KERJA

OLEH

NUR KAMRI
NIM : 11B08057

PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN


PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2011

KATA PENGANTAR
Bissmilahirrahmanirrahim..
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga
makalah Identifikasi factor bahaya di tempat kerja dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
Identifikasi factor bahaya di tempat kerja merupakan suatu kegiatan dalam rangka mengenali
factor bahaya seperti bahaya fisik, kima, fisika, fisiologis, psikologis maupun bahaya biologis.
Dengan mengetahu factor bahaya tersebut, maka memungkinkan dilakukan pencegahan agar
tidak terjadi hal yang buruk pada pekerja.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat kekurangan, oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaannya.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN

B. IDENTIFIKASI BAHAYA

C. FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA


1. Potensi Bahaya Fisik

2. Potensi Bahaya Kimia

18

3. Potensi Bahaya Biologis

20

4. Potensi Bahaya Fisiologis

23

5. Potensi Bahaya Psikososial

24

6. Potensi bahaya Proses Produksi

24

DAFTAR PUSTAKA

25

Posted by NurKamri at 19.08

http://nrkamri.blogspot.co.id/2012/10/identifikasi-faktor-bahaya-di-tempat.html
http://nrkamri.blogspot.co.id/2012/10/identifikasi-faktor-bahaya-ditempat.htmlhttp://nrkamri.blogspot.co.id/2012/10/identifikasi-faktor-bahaya-ditempat.html

Anda mungkin juga menyukai