Anda di halaman 1dari 26

RESPONSI KASUS TROPICAL MEDICINE

DENGUE FEVER (DF) DENGAN


PENDARAHAN

Oleh:
Achmad
Diyas Kusuma
Diana
Bonton
Wardanita
Muhammad Cholis Hidayat
Rifqi Aulia Destiansyah
Pembimbing:
dr. Didi Candradikusuma, Sp.PD

Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Univarsitas Brawijaya
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
Malang

2013BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dengue Hemorragic Fever (DF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah penyakit infeksi yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan
subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, dan Karibia. Penyakit ini tidak
menular, namun biasanya merupakan penyakit endemis, dan Indonesia merupakan
salah satu daerah endemis Dengue Fever (Aru, et al. 2006). Indonesia merupakan
salah satu negara endemik Demam Berdarah Dengue yang setiap tahun selalu
terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di berbagai kota dan setiap 5 tahun sekali
terjadi KLB besar (Depkes, 2007). Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap
menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori A
dalam stratifikasi demam berdarah oleh World Health Organization (WHO) yang
mengindikasikan tingginya

angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat

demam berdarah (WHO, 2011). Di Indonesia, jumlah

kasus Demam

Berdarah

cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya angka demam berdarah


di berbagai kota di Indonesia disebabkan oleh sulitnya pengendalian penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada
tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24
orang (41,3%). Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam Berdarah Dengue
cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya pada
tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk
(Nainggolan, 2007)
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) seringkali berkaitan dengan sanitasi
lingkungan yang buruk, perumahan yang minim, dan cadangan air yang tidak
memadai (WHO, 2011). Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada
peningkatan dan penyebaran kasus DHF, antara lain, pertumbuhan penduduk yang
tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, Tidak efektifnya kontrol
vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan sarana transportasi.
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol
2

vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal
pada penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat
penyakit ini. (Aru et al, 2006)
Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DHF, prinsip utama
dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti.
(Suhendro, 2006). Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran
klinis, dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan
secara efektif dan

efisien. Oleh sebab itu penulis memilih DHF sebagai tema

responsi kasus ini, untuk lebih memahami diagnosa dan penatalaksanaan penyakit
ini dalam suatu kasus DHF di RSSA Malang.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama Lengkap

: Ananda Candra

Tanggal lahir

: 07 Maret 1999

Umur

: 14 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jalan Bangkok 45 Malang

Telp

: 085649696456

Pekerjaan

:-

Status

: Belum menikah

Pendidikan

: SMP

Etnis/suku

: Jawa

Agama

: Islam

MRS

: 22 Oktober 2013

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis dan heteroanamnesis dari ibu pasien)

Keluhan utama : Panas (demam)

Deskripsi:

Pasien mengeluh demam sejak 3 hari sebelum MRS. Demam dirasakan


mendadak tinggi secara tiba-tiba pada malam hari, disertai menggigil dan
4

berkeringat. Demam dirasakan terutama pada malam hari, demam naik-turun.Pada


hari pertama demam, ibu pasien mengukur dengan menggunakan termometer
pribadi, didapatkan suhu 40,9 C, dan pada hari kedua demam suhu menjadi 39 C,
sehingga diputuskan oleh keluarga pasien dibawa ke IGD RSSA. Dilakukan
pengukuran hasil trombosit, didapatkan hasil trombosit sebesar 154.000, sehingga
pasien diputuskan untuk rawat jalan dan disarankan kontrol 2 hari lagi. Untuk
pengobatan pasien mendapatkan parasetamol tablet 500 gram. Hari ke 3 demam,
pasien datang ke poli karyawan RSSA dan didapatkan hasil trombosit bertambah
turun dan pasien disarankan untuk opname.
Pasien juga mengeluh mual setiap kali mencoba makan dan minum, perut
kembung, dan nyeri, sehingga nafsu makan pasien turun. Durasi mual & muntah
2-3 kali/hari.
Pasien mimisan 2 hari yang lalu, dengan volume 20 cc. Didapatkan hasil
rumple leede test (+) pada saat dilakukan pemeriksaan di IGD.
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami sakit yang sama. Adik pasien
mengalami sakit yang sama dengan pasien dan sekarang dirawat di RSSA. Di
daerah tempat tinggal pasien, banyak yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien (1 deret kompleks rumah pasien).

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mempunyai riwayat penyakit Tuberkulosis Kelenjar 2 tahun yang lalu
dan rutin meminum obat antituberkulosis, sehingga pasien sudah sembuh

Riwayat alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi

Riwayat imunisasi
Menurut ibu pasien, pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap.

Riwayat Pribadi
Hobi

: Bermain sepak bola

Olahraga

: Setiap hari

Kebiasaan makan

: Telur, ayam, tahu, tempe, daging

Merokok

: Tidak merokok

Minum alkohol

: Tidak minum alkohol

REVIEW OF SYSTEM
Lelah
Penurunan BB
Umum

Kulit
Kepala
leher

Mulut &

Demam
Menggigil
Berkeringat
Rash
Gatal
Luka
Tumor
Sakit kepala
Nyeri
Kaku leher
Trauma
Nyeri
Kering

39C pada hari


kedua
Menggigil
-

Abdomen

Ginjal

Nafsu makan
Anoreksia

Menurun
-

Mual

Muntah
Perdarahan
Melena
Nyeri
Diare
Konstipasi
BAB
Hemoroid
Hernia
Hepatitis
Disuria
Hematuria

Suara serak
Sulit Menelan

Sakit gigi

tenggorok

Payudara

Jantung

Vaskuler

+
+
-

Infeksi

Anemia
Perdarahan
Diabetes
Perubahan BB
Goiter
Toleransi suhu

3-4 gelas 1
hari
-

Infeksi
Batuk
Riak
Nyeri
Mengi
Sesak nafas

Dalam batas
normal
-

Hemoptisis

Asupan cairan

Pneumonia
Nyeri pleuritik
Tuberkulosis
Sekret
Nyeri

Benjolan

Perdarahan
Infeksi
Angina
Sesak nafas
Orthopnea
PND
Edema
Murmur
Palpitasi
Infark

Trauma
Nyeri
Kaku
Bengkak
Lemah
Nyeri
punggung
Kram
Sinkop
Kejang
Tremor
Nyeri
Sensorik
Tenaga
Daya ingat
Kecemasan
Tidur

Hipertensi

Depresi

Klaudikasio
Flebitis
Ulkus
Arteritis
Vena varicose

Halusinasi

Gigi dan Gusi

Pernafa
san

dan
saluran
kencing

Inkontinensia
Nokturia
Frekuensi
Batu

Hemato

Endokrin

Muskulos
keletal

Sistem
syaraf

Emosi

Normal
Normal
Normal

2.3 Pemeriksaan Fisik


Kesan sakit

: Sedang
7

Gizi

: Baik

Tinggi badan

: 160 cm

Berat badan

: 54 kg

BMI

: 19,8 kg/m2

Kesadaran

: Composmentis

GCS

: 456

Tanda vital

: Tensi 110/70 mmHg


Nadi 88 x/mnt
RR 16 x/mnt
Tax 37,60C

Kepala-Leher

: JVP R+1 cmH2O pada < 30o

Telinga

: tidak didapatkan kelainan

Hidung

: tidak didapatkan kelainan

Mulut- Tenggorokan : tidak didapatkan kelainan


Mata

: Conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Thoraks

: Pengembangan dada simetris, nafas spontan adekuat


Stem fremitus D = S
P

Jantung

s/s

v/v

Rh

- /-

Wh

-/-

s/s

v/v

-/-

-/-

s/s

v/v

-/-

-/-

: Iktus invisible, palpable di ICS V MCL sinistra


RHM ~ SL dextra
LHM ~ iktus
8

S1 S2 single, murmur (-)


Abdomen

: Flat, soefl, BU (+) N, nyeri tekan regio epigastrium


Hepar: hepar tidak teraba, liver span 8 cm
Lien: lien tidak teraba, traube space tympani

Punggung

: Mobilitas baik, kelainan bentuk (-)

Ekstremitas

: Edema

-/-/-

Neurologi

: Berdiri dan gaya berjalan dbn, tremor (-), kelemahan (-)

Bicara

: Lancar, afasia (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium 20 Oktober 2013 di RSSA
Hasil Pemeriksaan

Satuan

Angka Normal

Darah Lengkap
Hb

14.20

gr/dl
6

11,4 15,1
3

Eritrosit

4.84

10 /mm

4.0 5.0

Leukosit

12.73

/mm3

4.700 11.300

Hematokrit

39.90

Trombosit

167.000

/mm3

38 42
142.000

MCV

82.40

fL

424.000
80 93

MCH

29.30

pg

27 31

MCHC

35.60

g%

32 36

Eosinofil

0.1

04

Basofil

0.1

01

Neutrofil

88.6

51 67

Limfosit

4.6

25 33

Monosit

6.4

25

Kimia Klinik
9

SGOT

18

U/L

0-32

SGPT

U/L

0-33

Ureum

30.70

mg/dl

16.6-48.5

Kreatinin

0,99

Mg/dl

<1.2

Natrium

143

mmol/l

135-145

Kalium

3.12

mmol/L

3.0-5.0

Klorida

105

mmol/l

98-106

Imunoserologi
NS-1

Positif

Pemeriksaan laboratorium 22 Oktober 2013 di RSSA


Hasil Pemeriksaan
Hb

15.20

Satuan
gr/dl
6

Angka Normal
11,4 15,1

Eritrosit

5.18

10 /mm

4.0 5.0

Leukosit

2.820

/mm3

4.700 11.300

Hematokrit

42.30

Trombosit

94.000

/mm3

38 42
142.000

MCV

81.70

fL

424.000
80 93

MCH

29.30

pg

27 31

MCHC

35.90

g%

32 36

Eosinofil

0.0

04

Basofil

0.0

01

Neutrofil

66.2

51 67

Limfosit

24.5

25 33

Monosit

8.9

25

Pemeriksaan laboratorium 23 Oktober 2013 di RSSA


Hasil Pemeriksaan

Satuan

Angka Normal

Hb
Eritrosit
Leukosit

14.70
5.11
2.43

gr/dl
106/mm3
/mm3

11,4 15,1
4.0 5.0
4.700 11.300

Hematokrit

42.90

38 42
10

142.000

Trombosit

76.000

/mm3

MCV

84.00

fL

424.000
80 93

MCH

28.80

pg

27 31

MCHC

34.20

g%

32 36

Eosinofil

0.0

04

Basofil

0.0

01

Neutrofil

60.9

51 67

Limfosit

32.5

25 33

Monosit

6.6

25

Urinalisis
Kekeruhan
Warna
pH

Jernih
Kuning
7.0

4.5 - 8.0

Berat Jenis

1.015

1.005 1.030

Glukosa

Negatif

Negatif

Protein

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

Bilirubin

Negatif

Negatif

Urobilinogen

+1

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Lekosit

Negatif

Negatif

Darah

Trace-lysed

Negatif

Epitel

1.0

Silinder

LPK

- Hialin

LPK

- Berbutir

LPK

Negatif

- Lain-lain

LPK

10 X

40 X
Eritrosit

2.5

LPB

- Eumorfik

LPB

- Dismorfik

LPB

Lekosit

1.3

LPB

Kristal

LPB

Bakteri

3.7

X 103 /mL

Lain-lain

5
93 x 103 /mL

11

Pemeriksaan laboratorium 24 Oktober 2013 di RSSA


Hasil Pemeriksaan
Hb

15.50

Satuan
gr/dl
6

Angka Normal
11,4 15,1

Eritrosit

5.44

10 /mm

4.0 5.0

Leukosit

209

/mm3

4.700 11.300

Hematokrit

45.10

Trombosit

98.000

/mm3

38 42
142.000

MCV

82.90

fL

424.000
80 93

MCH

28.50

pg

27 31

MCHC

34.40

g%

32 36

Eosinofil

0.0

04

Basofil

0.5

01

Neutrofil

48.3

51 67

Limfosit

42.1

25 33

Monosit

9.1

25

12

CUE&CLUE
Laki-laki/14
tahun
Ax :
Demam hari ke
3, onset
mendadak tinggi
(40,9C pada
hari 1, 39C)
PE :
Rumple leede
test (+)
Lab :
PLT 96.000
NS-1 (+)
Ax :
Nausea
Vomiting
PE :
Nyeri tekan
epigastric

PL
1. AFI day
3 +throm
bocytopen
ia

IDx
1.1DF
1.2DHF gr 1
1.3Other
arboviral
infection

2.
Dyspepsia
syndrome

3.1 due to no
1
3.2 PUD

PDx

PTx
Bed Rest
Diet TKTP
2100 kcal/day
Intake oral
2000 cc/hari
IVFD RL 100200ml/jam ~
40 tpm makro
PO :
Paracetamol
3x500 mg

PMo
Vital
sign,
subjecti
ve, cek
DL tiap
24 jam,
tanda
pendara
han

Metoclopramid
injection 3 x
10 mg
intravena
Per Oral :
Omeprazole
2x20 mg

Subyekt
if

13

BAB III
PEMBAHASAN
Pada bagian ini, kami akan membahas dengan membandingkan apa yang
ada pada teori dengan yang terjadi pada pasien. Dengan menggunakan panduan
dari WHO 2011, kami membuat perbandingan mulai dari pemeriksaan fisik, gejala
klinis,

pemeriksaan

laboratorium,

pemeriksaan

penunjang

lainnya,

dan

penatalaksanaannya.
3.1 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Manifestasi Klinis infeksi virus dengue bisa simtomatis atau asimtomatis.
Berikut bagan manifestasi infeksi virus dengue :

14

Infeksi virus dengue dengan gejala, dimulai dari demam dengue dan
didapatkan hasil pada pemeriksaan sebagai berikut :
1. Demam akut, dengan suhu antara 39C dan 40C dan berlangsung antara 5-7
hari. Biasanya diikuti dengan wajah memerah dan sakit kepala, terkadang juga
didapatkan rasa menggigil.
2. Terkadang didapatkan nyeri retro-orbital, fotofobia, nyeri punggung, otot, serta
sendi.
3. Anoreksia, gangguan perasa, nyeri kolik mengarah ke regio inguinal, sakit
tenggorokan dan depresi umum.
4. Kemerahan yang difus atau erupsi bisa didapatkan pada wajah, leher dan dada
pada 2-3 hari pertama, dan ruam makulopapular atau rubeliformis muncul pada
hari ketiga atau keempat.
5. Manifestasi perdarahan jarang sekali terjadi, seperti epistaxis masif,
hipermenorea, perdarahan saluran cerna.
6. Pada pemeriksaan laboratorium klinis didapatkan :
a. Leukosit normal pada awal demam, lalu menjadi leukopenia ( 5000 sel/mm3
) dengan peningkatan neutrofil dan berakhir selama fase demam.
b. Jumlah platelet normal, trombositopenia ringan (100.000-150.000 sel/mm3)
sering terjadi dan setengah dari pasien DF memiliki platelet <100.000
sel/mm3. Trombositopenia berat (< 50.000 sel/mm3) jarang terjadi.
15

c. Sedikit peningkatan hematokrit (10%) didapatkan sebagai akibat dari


dehidrasi yang berhubungan dengan demam tinggi, muntah, anoreksia, dan
intake oral yang rendah.
d. Biokimia serum biasanya normal, namun enzim hati dan AST mungkin
meningkat.
e. Penggunaan obat analgesik, antipiretik, antiemetik, dan antibiotik dapat
mengganggu fungsi hati dan pembekuan darah.
Berdasarkan data dari pasien ditemukan beberapa gejala klinis seperti yang
tertulis di atas :
1. Demam sejak 3 hari yang lalu,
2. Adanya nyeri pada sendi serta otot
3. Nafsu makan menurun
4. Kemerahan pada bagian wajah
5. Manifestasi perdarahan seperti muncul epistaxis
6. Leukopenia (3820 sel /mm3)
7. Trombositopenia
Perjalanan penyakit dimulai dari fase demam dengue, dengan tanda dan
gejala seperti yang telah dijelaskan di atas, dan jika ditemukan adanya kebocoran

16

plasma, maka menandakan telah masuk ke fase Dengue Haemorrhagic Fever (DF),
Di bawah ini adalah tabel klasifikasi infeksi dengue dan derajat beratnya DF:
Dengue Fever (DF) dapat ditegakkan dengan ditemukannya manifestasi klinis
dan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut, yaitu
1. Demam : onset akut, tinggi dan berkelanjutan, berlangsung selama 2-7 hari
pada kebanyakan kasus.
2. Manifestasi perdarahan seperti uji turniket positif (paling umum), petekiae,
purpura (pada lokasi tusukan vena), ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
dan hematemesis dan/atau melena.
3. Hepatomegali ditemukan pada 90%-98% anak-anak. Frekuensi bervariasi
tergantung waktu dan/atau pemeriksa.
4. Syok, ditemukan dengan takikardi, perfusi jaringan yang rendah dengan
nadi lemah dan pemendekan tekanan darah (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi dengan akral dingin.
5. Pemeriksaan laboratorium :
a. Trombositopenia (100.000 sel/mm3 atau kurang)
b. Hemokonsentrasi; peningkatan hematokrit 5-10% dari batas bawah.
Dari pasien Ananda Candra ditemukan beberapa gejala klinis seperti yang
tertulis di atas :
1. Demam dengan waktu sekitar 5 hari
2. Manifestasi perdarahan dengan uji turniket positif
3. Trombositopenia (52.000 sel/mm3)
4. Peningkatan hematocrit >10% dari batas awal pasien datang.
Dua kriteria klinis pertama (demam 3 hari & uji turniket positif) mampu
menegakkan diagnosis DF. Pemeriksaan lain yang ditemukan pada pasien-pasien
DF adalah sebagai berikut :
1. Suhu tubuh meningkat disertai dengan wajah yang memerah dan gejala lain
mirip demam dengue seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri otot
atau sendi.

17

2. Nyeri tenggorokan, epigastric discomfort, nyeri batas subkosta kanan, dan


nyeri perut menyeluruh.
3. Pada kasus ringan, semua tanda dan gejala mereda setelah demam turun.
Lisis demam bisa terjadi bersamaan dengan keringat dan perubahan nadi
dan pembuluh darah. Perubahan ini menandakan adanya gangguan
sirkulasi transien dan ringan sebagai hasil dari derajat ringan kebocoran
plasma. Pasien biasanya pulih spontan atau setelah terapi cairan dan
elektrolit.
4. Pada kasus-kasus sedang sampai berat, keadaan pasien memburuk
beberapa hari sesudah onset demam. Ada beberapa tanda-tanda
peringatan seperti muntah persisten, nyeri perut, penolakan intake oral,
letargi atau kelelahan atau gelisah, hipotensi postural dan oliguria.
5. Fase kritis, seperti saat kebocoran plasma, dimulai transisi dari fase demam
ke tidak demam. Dibuktikan dengan adanya efusi pleura, ascites dan
peningkatan

hematokrit

Hipoproteinemia/hipoalbuminemia

10%
juga

sampai

merupakan

tanda

15%.
kebocoran

plasma,
4. Mendekati akhir fase demam, pada saat atau sesaat setelah temperatur
turun atau antara 3-7 hari setelah onset demam, ada tanda-tanda dari
kegagalan sirkulasi : kulit menjadi dingin, membengkak, sianosis sekitar
mulut sering didapatkan, dan nadi menjadi lemah dan cepat. Walaupun
beberapa pasien mungkin tampak letargi, biasanya mereka tidak tampak
lelah lalu dengan cepat beralih ke tahap kritis syok. Nyeri perut sering
dikeluhkan sebelum onset syok.

18

Berikut adalah bagan perubahan besar manifestasi pada pasien-pasie


Pendarahan yang terjadi pada kasus pasien diatas terjadi disebabkan vaskulopati

dan trombositopeni, dan pada fase syok disebabkan oleh trombositopeni diikuti oleh
koagulopati, terutama pembekuan intravaskuler menyeluruh dan fibrolisis. Pada DF
juga terbukti pemanjangan PTT dan APTT, menurunnya kadar fibrinogen selama
fase akut yang berkorelasi dengan beratnya penyakit. Penelitian lain membuktikan,
bahwa defek pada fungsi vaskuler dan gangguan hemostasis dapat terjadi pada
setiap derajat DF, dan akan menyebabkan perubahan pada sel endotel yang
kehilangan fungsi proteksi non trombotik serta akan menjadi status prokoagulan
yang akan menyebabkan terbentuknya trombus
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DHF dari DF ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan
diathesis hemoragik. Pada kasus berat, renjatan terjadi secara akut, nilai hematokrit
19

meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding


pembuluh darah. Pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat
menurun sampai lebih dari 30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian.
3.2 Penatalaksanaan Dengue Fever
Pada dasarnya pengobatan DF bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Pasien DF dapat berobat jalan sedangkan pasien DHF dirawat di ruang
perawatan biasa. Tetapi pada kasus DHF dengan komplikasi diperlukan perawatan
intensif. Untuk dapat merawat pasien DHF dengan baik, diperlukan dokter dan
perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan
koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan
memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal
yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit
DHF sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak
baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan
tatalaksana DHF terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa
peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan
baik.
3.2.1 Manajemen Pasien Rawat Jalan
1. Pasien perlu istirahat tirah baring.
2. Kebutuhan cairan yang cukup (bukan air putih), seperti susu, jus buah,
larutan isotonik elektrolit, larutan rehidrasi oral, dan air beras. Hati-hati
hidrasi berlebih pada pasien bayi dan anak kecil.
3. Jaga suhu tubuh di bawah 39C. Jika suhu tubuh di atas 39C, berikan
parasetamol dengan dosis 325 mg atau 500 mg tablet atau dalam
konsentrasi 120 mg per 5 ml sirup. Dosis rekomendasi adalah 10
mg/kg/dosis. Dosis maksimum adalah 4 gram/ hari.
4. Kompres hangat pada dahi, ketiak, dan ekstremitas. Mandi hangat
dianjurkan untuk orang dewasa.
20

Pada pasien ini diberikan terapi seperti


1. Pasien di minta untuk istirahat tirah baring
2. Pemberian cairan Ringer Laktat 0,9% secara Intravena untuk rehidrasi cairan
3. Diberikan kompres hangat pada dahi, ketiak,dan ekstremitas untuk memberikan efek
surface cooling
3.2.2 Manajemen Pasien Rawat Inap
Trombositopenia merupakan indikator sensitif kebocoran plasma namun bisa
juga terdapat pada pasien demam dengue. Peningkatan hematokrit sebesar 10%
diatas batas bawah adalah tanda obyektif awal dari kebocoran plasma. Terapi cairan
intravena harus dimulai pada pasien dengan kebutuhan oral rendah atau pada
pasien dengan peningkatan hematokrit.

Indikasi pemberian cairan intravena diberikan ketika pasien tidak bisa


menerima cairan oral atau pasien muntah-muntah. Diberikan juga pada pasien yang
hematokrit terus meningkat 10%-20% setelah pemberian rehidrasi oral dan terakhir
pada pasien dengan syok. Berikut adalah tabel kebutuhan cairan basal berdasarkan
berat badan ideal.

21

Pemberian cairan intravena harus diubah berdasarkan kedaaan klinis.


Kecepatan pemberian cairan intravena berbeda antara anak-anak dan dewasa.
Berikut tabel perbandingannya.

Manajemen pasien DHF dibedakan berdasarkan grade/tingkatannya, berikut


pembagiannya :
1. Manajemen DHF grade I, II (kasus non-syok)
Pada umumnya, kebutuhan cairan (oral+IV) adalah sekitar maintenance
(untuk satu hari) + 5% defisit (cairan oral dan IV bersama), diberikan selama 48 jam.
Sebagai contoh, anak dengan berat badan 20 kg, defisit 5% adalah 50 ml/kg x 20 =
1.000 ml. Maintenance adalah 1.500 mll untuk satu hari. Sehingga, total M + 5%
adalah 2.500 ml. Volume ini diberikan selama 48 jam pada pasien non syok.
Kecepatan infus sejumlah 2.500 ml ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

2. Manajemen syok : DHF grade 3


22

Dengue Syok Sindrome (DSS) adalah syok hipovolemik disebabkan


kebocoran plasma dan ditandai peningkatan tahanan vaskular sistemik, ditampilkan
dengan pemendekan tekanan nadi (tekanan sistolik dipertahankan dengan
peningkatan tekanan diastolik, misal 100/90 mmHg). Ketika ada hipotensi,
seseorang harus mencurigai bahwa perdarahan berat, dan seringkali perdarahan
gastrointestinal yang tersembunyi, mungkin terjadi pada keadaan kebocoran plasma.
Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan DSS berbeda dengan syok tipe lain
seperti syok sepsis. Sebagian besar kasus DSS akan berespon terhadap 10 ml/kg
pada anak-anak atau 300-500 ml pada dewasa selama satu jam atau dengan bolus,
jika perlu. Dan lagi, pemberian cairan harus mengikuti grafik. Bagaimanapun juga,
sebelum menurunkan kecepatan penggantian intravena, kondisi klinis, tanda vital,
urine output, dan tingkat hematokrit harus diperiksa untuk memastikan perbaikan
kondisi klinis.

Penting diperhatikan bahwa kecepatan cairan intravena diturunkan saat perfusi


perifer membaik; namun harus dilanjutkan selama minumum 24 jam dan dihentikan
saat 36 sampai 48 jam. Cairan berlebih akan menyebabkan efusi masif dikarenakan
peningkatan permeabilitas kapiler. Penggantian volume untuk pasien DSS dapat
dilihat pada grafik berikut :
23

4. Manajemen syok profound : DHF grade 4


Resusitasi cairan awal pada DHF grade 4 lebih banyak dikarenakan untuk
cepat mengembalikan tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan
sesegera mungkin. Bahkan hipotensi ringan harus diperlakukan dengan segera. 10
ml/kg bolus cairan harus diberikan secepat mungkin, idealnya selama 10 15 menit.
Ketika tekanan darah kembali, pemberian cairan intravena selanjutnya diberikan
seperti Grade 3. Jika syok tidak teratasi setelah 10 ml/kg, ulangi 10ml/kg dan hasil
pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dan dikoreksis sesegera mungkin.
Tranfusi darah cepat harus dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah
mereview pre-resusitasi hematocrit) dan dilanjutkan dengan pengawasan ketat,
seperti kateterisasi kandung kemih, kateterisasi vena sentral atau jalur arteri.
Perlu

dicatat

bahwa

mengembalikan

tekanan

darah

penting

untuk

pertahanan hidup dan jika ini tidak bisa tercapai dengan cepat maka prognosisnya
benar-benar buruk. Inotropik bisa digunakan untuk mendukung tekanan darah, jika

24

penggantian volume dipertimbangkan secara tepat seperti tekanan tinggi ven pusan,
atau kardiomegali, atau kontraktilitas jantung yang buruk.
Jika tekanan darah kembali setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa
tranfusi darah, dan terdapat gangguan organ, pasien harus diperhatikan dengan baik
dengan treatment pendukung khusus. Contoh pendukung organ adalah dialisis
peritonial, terapi pengganti ginjal, dan ventilasi mekanik.
Jika akses intravena tidak bisa dilakukan dengan segera, coba larutan
elektrolit oral jika pasien sadar atau rute intraoseus jika sebaliknya. Akses intraoseus
adalah life-saving dan seharusnya dikerjakan sesudah 2-5 menit atau sesudah 2 kali
percobaan pada akses vena perifer atau setelah rute oral gagal.

DAFTAR PUSTAKA

Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marsillus SK., Siti S., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Pusat Penerbitan Buku Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jilid ke III. Edisi ke IV,
Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Aspirator vol. 2:1.
Nainggolan,F. 2007. Epidemiology and Clinical Pathogenesis of Dengue in
Indonesia; presented at Seminar on Management of Dengue Outbreaks;
University of Indonesia; Jakarta; November 22.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. CDC and EH Yearly Report.
Jakarta.

25

Krishnamurti C, Kalayanaroj S, Cutting MA. 2001. Mechanisms of haemorrhage in


dengue without circulatory collaps. Am Med Hyg 2001 ; 65 (6): 840-47.
World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

26

Anda mungkin juga menyukai