Anda di halaman 1dari 29

A.

Sistem Integumen
1. Kulit
Kulit merupakan organ pembungkus tubuh dan merupakan organ terluas
pada manusia luas kulit pada neonatus hanya sekitar 0,025 m2, makin lama makin
bertambah hingga mencapai luas 1,8 m2 ketika dewasa. Ketebalan kulit tidak
sama, kulit yang sangat tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki serta
punggung bagian atas. Kulit yang sangat tipis terdapat di area wajah, leher bagian
depan dan bagian medial dan ekstremitas atas (Sammer, 2004). Individu yang
masih sangat muda dan yang berusia lanjut memiliki kulit yang lebih tipis dan
pada kulit orang dewasa, sehngga paparan suhu yang sama dengan durasi yang
sama path bagian tubuh dan usia yang berbeda akan mengakibatkan luka bakar
dengan kedalaman yang berbeda pula.
Kulit memiliki fungsi yang amat periling bagi tubuh manusia dan
merupakan salah satu indikator kesehatan tubuh manusia. Kulit berfungsi sebagai
salah satu sistem pertahanan tubuh terhadap berbagai perubahan kondisi
lingkungan Kulit berfungsi sebagai barrier terhadap berbagai infeksi baik bakteri,
jamur, maupun virus. Kulit juga berperan penting dalam mengontrol suhu tubuh
serta mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit (McGrath, 2004). Kulit
terdiri dan dua lapisan yaitu, epidermis dan dermis, serta ditunjang dengan
jaringan subkutis dibawah kulit.
1.1. Epidermis
Epidermis memiliki ketebalan bervariasi antara 30-50 m di area
dada, perut bagian depan dan ketebalan 85 m di bagian paha. Epidermis
secara embriologis berasal dari lapisan ektoderm. Diferensiasi epidermis
menyebabkan terbentuknya 5 lapisan, yaitu stratum (lapisan) basal, stratum
spmosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum korneum.
Stratum korneum merupakan lapisan paling luar dan epidermis yang
tersusun dan sel epitel bertanduk, bertugas sebagai perlindungan pertama
terhadap perubahan lingkungan luar. Sel epidermis bermigrasi dari basal
membran dan membentuk lapisan keratin dalam 20 hari. Stratum Basalis
adalah lapisan terdalam dan epidermis yang tersusun dan sel basal dimana
terdapat keratinosit yang memiliki kemampuan pembelahan diri (mitosis).
Sel ini memiliki tonofibril yang melekat erat pada membran basalis. Lapisan

basal ini melekat pada dermis pada area yang disebut dermo-epidermal
junction (membran basalis ). Lapisan ini kaya akan matniks ekstraseluler dan
faktor pertumbuhan (growth factor) yang berperan dalam menstimulasi
lapisan basal epidermis untuk berproliferasi Setiap sel pada membran basal
yang lepas alcan menuju kelapisan spinosum, dimana sel tersebut akan
kehilangan kemampuan membelahnya, ukurannya menjadi lebth besar dan
konsentrasi aimva menjadi lebih rendah. Pada fase selanjutnya terjadi
kerusakan

pada asam nukleat,

mitokondria dan

membran

plasma

(McGrath,2004).
Stratum Spinosum merupakan lapisan yang terdiri dan sel muda yang
bermigrasi dan sel basal dan terdini dan sel berbentuk polihedral yang saling
berikatan satu sama lain oleh desmosom. Tonofibril yang berasal dan keratin
membentuk anyaman seperti jala pada sitoplasma sel untuk memperkuat
struktur lapisan ini
Stratum Granulosum adalah lapisan yang terdini dan sel yang
berbentuk pipih dan tidak memiliki inti Granula keratohialin tampak pada
sitoplasma bensama dengan membrane coating granule yang melepaskan
kandungan lipid ke ruang interselulan
Stratum korneum mempakan hasil akhir dan maturasi keratinosit.
Lapisan korneum terdini dan lapisan polihedral berkornifikasi yang tersusun
secana tumpang tindih tanpa inti sel yang disebut sel korneosit. Lapisan
epidermis ini mencerminkan pematangan bertahap keratinosit yang bergerak dan
lapisan basal ke permukaan.

1.2. Dermis
Dermis disebut juga korium. Dermis memiliki ketebalan yang tidak sama
pada tubuh manusia, ketebalan antara 500-900 pm di lengan dan kaki, ketebalan
sekitar 2250 m di punggung, dan sekitar 400 m di skrotum dan penis. Ketebalan
yang berbeda ini menyebabkan paparan suhu yang sama dengan durasi yang sama
pada bagian tubuh yang berbeda akan mengakibatkan luka bakar dengan ked.alaman
yang berbeda pula. Dermis merupakan suatu matniks jaringan ikat penunjang yang
kuat yang mengandung struktur khusus dimana lokasinya terdapat di bawah
epidermis dan di bawahnya terdapat lapisan sukbkutis. Dermis terbagi dalam 2
bagian yaitu Papillary dermis dan Reticular dermis. Papillary dermis merupakan

lapisan dermis yang paling atas dan tipis terletak di bawah rete ridges dari epidermis
dan berikatan membrane basalis.
Dermis tersusun dari serat kolagen yang saling menyilang secara longgar.
Serat kolagen yang lebih kasar serta tersusun secara horisontal ditemukan pada
lapisan Reticular dermis. Fibroblas merupakan sel utama di lapisan dermis dan
memproduksi serat kolagen, serat elastik dan substansi dasar, 70% berat kering

dermis adalah kolagen. Kolagen memberi kekuatan regangan (tensil streng)


pada dermis. 25% dan jumlah kolagen di kulit merupakan kolagen tipe 1. Pada
dermis juga terdapatnya serat elastin yang tersusun secara longgar dan difus
sehingga kulit memiliki sifat elastis. Pada dermis terdapat unsur penunjang
kulit yang mengandung sel epitel yaitu kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan
folikel rambut sehingga bila terjadi kerusakan kulit akibat luka bakar hanya
sebatas pada lapisan ini, maka masth ada kemungkinan untuk terjadi
epitelisasi spontan.
1.3. Sub Kutan

Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat longgar yang banyak


mengandung sel lemak yang berbentuk lobulus yang dipisahkan oleh septum.
Pada lapisan subkutis ini terdapat serabut saraf, pembuluh darah dan kelenjar
getah bening serta kelenjar apokrin dan kelenjar ekrin Lapisan ini berfungsi
sebagai insulator tubuh, cadangan energi dan sebagai bantalan. Lapisan ini
juga beringsi menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di
bawahnya. Lapisan subkutis memiliki ketebalan yang bervariasi yaitu pada
sangat tipis pada kelopak mata dan cukup tebal pada abdomen yang dapat
mencapai 3 cm.
B. Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, listrik, dan bahan kimia. Luka yang
disebabkan oleh panas api atau cairan yang dapat membakar merupakan jenis yang lazim kita
jumpai dari luka bakar yang parah. Luka bakar merupakan jenis trauma dengan angka morbiditas
dan mortalitas tinggi yang memerlukan suatu penatalaksanaan sebaik-baiknya sejak fase awal
hingga fase lanjut.

C. Etiologi
1. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau
basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya
karena kontak dengan zat zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan
rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian
dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar
kimia.
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
D. Klasifikasi Beratnya Luka Bakar
1. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat - ringannya injuri luka bakar antara
lain kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum,
mekanisme injuri dan usia. Berikut ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor tersebut
di atas:
a) Kedalaman luka bakar Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 5
kategori yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak, meliputi : 1)
Superfisial (derajat 1) 2) Superfisial Kedalaman Partial (Partial Thickness)
3) Dalam Kedalaman Partial (Deep Partial Thickness) 4) Kedalaman Penuh
(Full Thickness) 5) Subdermal
b) Luas luka bakar Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar
meliputi (1) rule of nine, (2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran
luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari metode

tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan


tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut
metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas
luka bakar. Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940an
sebagai suatu alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran /
luas luka bakar. Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam
bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah
genitalia 1 %.
Metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagianbagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih
akurat tentang luas luka bakar. Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat
juga digunakan cara lainnya yaitu mengunakan metode hand palm. Metode ini
adalah cara menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan
telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang
mengalami luka bakar.
c) Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena) Berat ringannya luka bakar
dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala,
leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar
yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar
yang mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik
dan occupasi dan dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu
bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar
yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces.
Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak
adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner.
E. Patofisiologi Luka Bakar
1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar
tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns),
respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri. Sedangkan
pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total

body surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat
sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri.
2. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine,
histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami injuri.
Substansi substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung
mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung
mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar dari sel. Secara
keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan
meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut
menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler.
Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang
mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan
sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap
pelepasan catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya
kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari
pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi
melalui luka terjadi 420 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang
normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml. Keadaan
ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak
diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan ancaman kematian
bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam setelah luka
bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2
atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat
untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar.
Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena
kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian
menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan
sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian
mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal

Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan


menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah
menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan
disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte,
suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko
terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
5. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar
oksigen arteri dan lung compliance.
a) Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini
diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB
yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau
nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, takhipnoe,
kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak,
terdapat carbon dalam sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru
dapat mengkonfirmasikan diagnosis. Patofisiologi pulmoner yang dapat
terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap atau gas yang
dihirup.
b) Keracunan Carbon Monoxide
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi
organik terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen.
Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara
reversibel

berikatan

dengan

hemoglobin

sehingga

membentuk

carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan


secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar
COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah.

F. Penatalaksanaan
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar
menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk
mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang
merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang
dianggap penting. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu :
1. Fase Emergent (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan
membaiknya permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah
injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock
hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase
emergensi adalah (a) perawatan sebelum di rumah sakit, (b) penanganan di bagian
emergensi dan (c) periode resusitasi.
Hal tersebut akan dibahas berikut ini :
a) Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada
tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi
pelayanan

emergensi.

Pre-hospital

care

dimulai

dengan

memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau


menghilangkan sumber panas (lihat tabel).
Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit
1) Jauhkan penderita dari sumber LB
- Padamkan pakaian yang terbakar
- Hilangkan zat kimia penyebab LB
- Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
- Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan
objek yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive)
2) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):
- Perhatikan jalan nafas (airway)
- Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat
- Kaji sirkulasi
- Kaji trauma yang lain
- Pertahankan panas tubuh
- Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
- Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)
b) Penanganan dibagian emergensi

Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari


tindakan yang telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan
atau penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care di
berikan di bagian emergensi. Penanganan luka (debridemen dan
pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang
mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan.
1) Penanganan Luka Bakar Ringan
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan
pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat
dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatikan antara lain
- Kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti
intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan
-

secara mandiri (self care),


lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi
dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung
terjadinya pemulihan maka klien dapat dipulangkan. Perawatan
di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi :
menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap

awal dan pendidikan kesehatan.


a) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian
dosis

ringan

morphine

atau

meperidine

dibagian

emergensi.

Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat


jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada
penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien
yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5
tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang
tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan
karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari
serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.
c) Perawatan luka awal

Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan


luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zatzat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim
atau salep antimikroba topikal dan balutan secara steril. Selain itu juga
perawat

bertanggung

jawab

memberikan

pendidikan

tentang

perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien
dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan
adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range of motion)
secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan
untuk

menurunkan

pembentukan

edema

dan

kemungkinan

terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up


juga harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu.
d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi,
pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan
informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat menolong
dirinya sendiri.
2) Penanganan Luka Bakar Berat.
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada
bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi
pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi
cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine;
pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan
laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan
data; dan perawatan luka.
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut,
yakni sebagai berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma
lain yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi
unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk

memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian


ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti
patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar
dapat dengan segera diketahui dan ditangani.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi
cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer
dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal
dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang
mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat
tempat untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan
pemasangan kanul (cannulation) pada vena central (seperti subclavian,
jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin
diperlukan. Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan
kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat
menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine
setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk
menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu
dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya
aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi
umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu
semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan
untuk

menentukan

adekuat

tidaknya

resuscitasi.

Pemeriksaan

laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood


ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar
gas darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa,
khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya
adalah pemeriksaan xray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma

lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG


terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat,
khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi,
atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau
dysrhythmia.
f) Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik
intravena, seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atau
subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunak tidak
cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindahan
cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obatobatan untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya
disfungsi gastrointestial.
g) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat
perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila
cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya.
Pada LB yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan
bagian ekstremitas diatas jantung akan membantu menurunkan edema
dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi.
Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas
bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan. Perawatan luka
dibagian emergensi terdiri dari penutupan luka dengan sprei kering,
bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan
luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi
kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan
menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini
dapat membantu menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk
LB ringan kompres dingin dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian
dibawa menuju fasilitas kesehatan.
2. Fase akut

Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil,


permeabilitas kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap
terjadi pada 48-72 jam setelah injuri. Fokus management bagi klien pada fase akut
adalah sebagai berikut : mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi,
managemen nyeri, dan terapi fisik.
a. Mengatasi infeksi ; Sumber sumber infeksi pada klien dengan luka bakar
meliputi autocontaminasi dari: Oropharynx,Fecal flora, Kulit yg tidak
terbakar, Kontaminasi silang dari staf , Kontaminasi silang dari
pengunjung, Kontaminasi silang dari udara. Kegiatan khusus untuk
mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan pada semua pusatpusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda dan meliputi penggunaan
sarung tangan, tutp kepala, masker, penutup kaki, dan pakaian plastik.
Membersihkan tangan yang baik harus ditekankan untuk menurunkan
insiden kontaminasi silang diantara klien. Staf dan pengunjung umumnya
dicegah kontak dengan klien jika ia menderita infeksi baik pada kulit,
gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.
b. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan
pembalutan luka.
1) Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi.
Hidroterapi ini terdiri dari merendam(immersion) dan dengan shower
(spray). Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk
klien dengan LB acut. Jika terlalu lama dapat meningkatkan
pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik) melalui luka,
pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi, luka
dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan
berbagai macam larutan seperti sodium hipochloride, providon iodine
dan chlorohexidine. Perawatan haruslah mempertahankan agar
seminimal mungkin terjadinya pendarahan dan untuk mempertahankan
temperatur selama prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak dianjurkan
untuk dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara

hemodinamik tidak stabil dan yang baru dilakukan skin graft. Jika
hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan dibilas di
atas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan penggunaan zat
antimikroba.
2) Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini
dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan
proliferasi bakteri di bagian bawah eschar. Debridemen luka pada LB
meliputi debridemen secara mekanik, debridemen enzymatic, dan
dengan tindakan pembedahan.
a) Debridemen mekanik Debridemen mekanik yaitu dilakukan
secara hati-hati dengan menggunakan gunting dan forcep untuk
memotong

dan

mengangkat

eschar.

Penggantian

balutan

merupakan cara lain yang juga efektif dari tindakan debridemen


mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan
balutan basah ke kering (wet-todry) dan pembalutan kering
kepada balutan kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada
LB dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh karena itu
perlu terlebih dahulu dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri
yang lebih efektif.
b) Debridemen enzymatic

Debridemen

enzymatik

merupakan

debridemen dengan menggunakan preparat enzym topical


proteolitik dan fibrinolitik. Produkproduk ini secara selektif
mencerna

jaringan

yang

necrotik,

dan

mempermudah

pengangkatan eschar. Produk-prduk ini memerlukan lingkungan


yang basah agar menjadi lebih efektif dan digunakan secara
langsung terhadap luka. Nyeri dan perdarahan merupakan
masalah utama dengan penanganan ini dan harus dikaji secara
terusmenerus selama treatment dilakukan.
c) Debridemen pembedahan Debridemen pembedahan luka meliputi
eksisi jaringan devitalis (mati). Terdapat 2 tehnik yang dapat
digunakan : Tangential Excision dan Fascial Excision.

Pada

tangential exccision adalah dengan mencukur atau menyayat

lapisan eschar yang sangat tipis sampai terlihat jaringan yang


masih hidup. sedangkan fascial excision adalah mengangkat
jaringan luka dan lemak sampai fascia. Tehnik ini seringkali
digunakan untuk LB yang sangat dalam.
3) Balutan
a) Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau full thickness pada awalnya
dilakukan dengan menggunakan zat / obat antimikroba topikal.
Obat ini digunakan 1 - 2 kali setelah pembersihan, debridemen
dan inspeksi luka. Perawat perlu melakukan kajian terhadap
adanya eschar, granulasi jaringan atau adanya reepitelisasi dan
adanya tanda tanda infeksi. Umumnya obat obat
antimikroba yang sering digunakan tampak pada tabel
dibawah. Tidak ada satu obat yang digunakan secara umum,
oleh karena itu dibeberapa pusat pelayanan luka bakar ada
yang memilih krim silfer sulfadiazine sebagai pengobatan
topikal awal untuk luka bakar.
b) Metode terbuka dan tertutup
Luka pada LB dapat ditreatmen dengan menggunakan
metode/tehnik belutan baik terbuka maupun tertutup. Untuk
metode terbuka digunakan / dioleskan cream antimikroba
secara merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara tanpa
dibalut. Cream tersebut dapat diulang penggunaannya sesuai
kebutuhan, yaitu setiap 12 jam sesuai dengan aktivitas obat
tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat
lebih mudah diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM
sendi, dan perawatan luka menjadi lebih sederhana/mudah.
Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah meningkatnya
kemungkinan terjadinya hipotermia, dan efeknya psikologis
pada klien karena seringnya dilihat. Pada perawatan luka
dengan metode tertutup, memerlukan bermacammacam tipe
balutan yang digunakan. Balutan disiapkan untuk digunakan
sebagai penutup pada cream yang digunakan. Dalam

menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai dari bagian


distal kearah proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak
terganggu. Keuntungan dari metode ini adalah mengurangi
evavorasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka ,
balutan juga membantu dalam debridemen. Sedangkan
kerugiannya

adalah

membatasi

mobilitas

menurunkan

kemungkinan efektifitas exercise ROM. Pemeriksaan luka juga


menjadi terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika sedang
mengganti balutan saja.
c) Penutupan luka
Penutupan Luka Sementara sering digunakan sebagai pembalut
luka. Setiap produk penutup luka tersebut mempunyai indikasi
khusus. Karakteristik luka (kedalamannya, banyaknya eksudat,
lokasi luka pada tubuh dan fase penyembuhan/pemulihan) serta
tujuan tindakan/pengobatan perlu dipertimbangkan bila akan
memilih penutup luka yang lebih tepat.
4) Terapi fisik
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani
kontraktur meliputi terapi posisi, ROM exercise, dan pendidikan pada
klien dan keluarga.
a) Posisi Terapeutik
Tehnik-tehnik posisi tersebut mempengaruhi bagian tubuh
tertentu

dengan

tepat

untuk

mengantisipasi

terjadinya

kontraktur atau deformitas.


b) Exercise
Latihan ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada
fase akut untuk mengurangi edema dan mempertahankan
kekuatan dan fungsi sendi. Disamping itu melakukan
kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat efektif dalam
mempertahankan fungsi dan ROM. Ambulasi dapat juga
mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah
dan harus dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM
pasif termasuk bagian dari rencana tindakan pada klien yang
tidak mampu melakukan latihan ROM aktif.

c) Pembidaian (Splinting)
Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi dan
mencegah atau memperbaiki kontraktur. Terdapat dua tipe
splint yang seringkali digunakan, yaitu statis dan dinamis.
Statis splint merupakan immobilisasi sendi. Dilakukan pada
saat immobilisasi, selama tidur, dan pada klien yang tidak
kooperatif yang tidak dapat mempertahankan posisi dengan
baik. Berlainan halnya dengan dinamic splint. Dinamic splint
dapat melatih persendian yang terkena.
d) Pendidikan Pendidikan pada klien dan keluarga tentang posisi
yang benar dan perlunya melakukan latihan secara kontinue.
Petunjuk tertulis tentang berbagai posisi yang benar, tentang
splinting/pembidaian dan latihan rutin dapat mempermudah
proses belajar klien dan dapat menjadi lebih kooperatif.
3. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan
luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk
peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal.
Tindakan-tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau
meminimalkan deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan
memberikan support emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses
rehabilitasi.
G. Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka bakar tergantung pada kedalaman luka bakar. Jackson (1959)
menggambarkan tiga zona kerusakan jaringan luka bakar (Arturson, 1996):
- Zona pusat koagulasi ini adalah bagian tengah dari luka bakar dengan
-

nekrosis coagulative lengkap.


Zona stasis adalah dipinggiran zona koagulasi. Sirkulasi lamban dalam zona
ini tetapi dapat pulih setelah resusitasi awal yang memadai dan perawatan

luka yang tepat.


Zona terluar dari hiperemi ini adalah perangkat untuk zona stasis. Ini adalah
hasil dari vasodilatasi intens seperti yang terlihat dalam fase inflamasi setelah
trauma. Hal ini akhirnya pulih sepenuhnya.

Pada tingkat pertama dan kedua derajat luka bakar ringan, penyembuhan
spontan adalah tujuan utama. Tingkat dua luka bakar ringan sembuh dari epitel folikel
rambut sisa, yang berada banyak dalam dermis superfisial. Penyembuhan selesai dalam
waktu 5-7 hari dan bekas luka hampir kurang. Ditingkat dua dalam dan luka bakar tingkat
tiga, penyembuhan secara sekunder, yang melibatkan proses epithelisasi dan kontraksi,
Inflamasi (reaktif), proliferasi (reparatif) dan pematangan (renovasi) merupakan tiga fase
dalam penyembuhan luka. Proses ini sama untuk semua jenis luka, yang membedakan
adalah durasi dalam setiap tahap.
1. Fase Inflamasi
Fase ini sama di semua luka traumatis segera setelah cedera, respon inflamasi tubuh
yang dimulai pembuluh darah dan komponen seluler.
- Respon Vaskular: Segera setelah luka bakar ada sebuah vasodilatasi lokal dengan
ekstravasasi cairan diruang ketiga. Dalam luka bakar yang luas peningkatan
permeabilitas kapiler dapat digeneralisasi dengan ekstravasasi besar cairan plasma
-

dan membutuhkan pengganti.


Respon seluler: Neutrofil dan monosit adalah sel pertama yang bermigrasi di
lokasi peradangan. Kemudian pada neutrofil mulai menurun dan digantikan oleh
makrofag. Migrasi sel ini diinisiasi oleh faktor chemotactic seperti kalikrein dan
peptida fibrin dilepaskan dari proses koagulasi dan zat dilepaskan dari sel mast
seperti tumor necrosis faktor, histamin, protease, leukotreins dan sitokin. Respon
seluler membantu dalam fagositosis dan pembersihan jaringan yang mati serta
racun yang dikeluarkan oleh jaringan luka bakar.

2. Fase Proliferasi
Pada luka bakar ketebalan parsial re-epitelisasi dimulaidalam bentuk migrasi
keratinosit dari lapisan kulit unsur tambahan dalam dermis beberapa jam setelah
cedera, inibiasanya meliputi luka dalam waktu 5-7 hari. Setelah reepithelisasi
membentuk zona membran antara dermis dan epidermis. Angiogenesis dan
fibrogenesis membantu dalam pemulihan dermis. Penyembuhan setelah luka bakar
dieksisi dan grafting.

3. Fase Remodelling
Fase Remodelling adalah fase ketiga dari penyembuhan dimana pematangan graft
atau bekas luka terjadi. Pada tugas akhir ini fase penyembuhan luka pada awalnya ada
peletakan protein struktural berserat yaitu kolagen dan elastin sekitar epitel, endotel
dan otot polos sebagai matriks ekstraseluler. Kemudian dalam fase resolusi matriks
ekstraseluler ini remodeling menjadi jaringan parut dan fibroblast menjadi fenotip
myofibroblast yang bertanggung jawab untuk kontraksi bekas luka. Di tingkat dua
dermal mendalam dan ketebalan penuh luka bakar yang tersisa untuk penyembuhan
sendiri dari fase resolusi ini adalah berkepanjangan dan waktu bertahun-tahun dan
bertanggung jawab untuk jaringan parut hipertrofik dan kontraktur. Hiperpigmentasi
pada luka bakar ringan adalah karena respon terlalu aktif dari melanosit dan
hipopigmentasi terlihat pada luka bakar dalam adalah karena penghancuran melanosit
dari pelengkap kulit. Didaerah kulit yang dicangkokkan sekali inervasi dimulai,
tumbuh dengan saraf mengubah kontrol melanosit yang biasanya mengarah untuk
hiperpigmentasi pada individu berkulit gelap dan hipopigmentasi pada individu
berkulit putih.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. sesak nafas
yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan
disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan
saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan
ekspansi paru.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyebab,lamanya kontak,
pertolongan pertama yang dilakuakan serta keluhan klien selama menjalani
perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase :
fase emergency (48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam
pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
d. Riwayat penyakit masa lalu

Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat
dan alkohol
e. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan

kesehatan

keluarga

dan

penyakit

yang

berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,


kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
f. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi
perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan
nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan
kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan
sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini
disebabkan karena adanya rasa nyeri

g. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar
mencapai derajat cukup berat

- TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga

tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama


Pemeriksaan kepala dan leher
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah

terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda
asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok

kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar


Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung
yang rontok.
Mulut

Sianosis karena kurangnya suplai darah ke otak, bibir kering karena intake

cairan kurang
Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan

serumen
Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai

kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan


Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru,

auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi


Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada
area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.

Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.

- Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada

muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri


Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun
bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat

(syok neurogenik)
Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut
kaidah rule of nine atau Lund and Browden.

I. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan
Kriteria hasil :
- Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
- Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
- Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan tepat

Intervensi :
1)

Tutup luka sesegera mungkin, kecuali perawatan luka bakar metode pemejanan
pada udara terbuka
Rasional :
Suhu berubah dan tekanan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan
ujung saraf.

2) Ubah pasien yang sering dan rentang gerak aktif dan pasif sesuai indikasi
Rasional :
Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan kekuatan otot tetapi tipe
latihan tergantung indikasi dan luas cedera.
3)

Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat dan penutup


tubuh
Rasional :
Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor, sumber panas eksternal
perlu untuk mencegah menggigil.

4) Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10)
Rasional :
Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya, keterlibatan jaringan atau kerusakan
tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridement.
5) Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Rasional :
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan
mekanisme koping.
6)

Dorong penggunaan tehnik manajemen stress, contoh relaksasi, nafas dalam,


bimbingan imajinatif dan visualisasi.
Rasional :
Memfokuskan kembali perhatian, memperhatikan relaksasi dan meningkatkan rasa
control yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologi.

7) Kolaborasi pemberian analgetik


Rasional :

Dapat menghilangkan nyeri


2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
Kriteria Hasil :
-

Menunjukkan regenerasi jaringan


Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar

Intervensi :
1) Kaji atau catat ukuran warna kedalaman luka, perhatikan jaringan metabolik dan
kondisi sekitar luka
Rasional :
Memberikan informasi dasar tentang

kebutuhan penanaman

kulit

dan

kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area grafik.


2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi
Rasional :
Menyiapkan jaringan tubuh untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui rute abnormal luka.
Kriteria Hasil :
-

Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran urine


individu, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab.

Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Rasional :
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon
kardiovaskuler .
1)

Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi warna dan hemates sesuai
indikasi
Rasional :
Secara umum penggantian cairan harus difiltrasi untuk meyakinkan rata-rata
haluaran urine 30-50 ml / jam (pada orang dewasa). Urine bisa tampak merah

sampai hitam pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan
keluarnya mioglobin.
2) Perkirakan deranase luka dan kehilangan yang tak tampak
Rasional :
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan
kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran
urine, khususnya selama 24-72 jam pertama setelah terbakar.
3) Timbang berat badan tiap hari
Rasional :
Pergantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan
selanjutnya. Peningkatan berat badan 15-20% pada 72 jam pertama selama
pergantian cairan dapat diantisipasi untuk mengembalikan keberat sebelum
terbakar kira-kira 10 hari setelah terbakar.
4) Selidiki perubahan mental
Rasional :
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidakadekuatan
volume sirkulasi atau penurunan perfusi serebral.
5)

Observasi distensi abdomen, hematemesess, feses hitam, hemates drainase NG


dan feses secara periodik.
Rasional :
Stress (curling) ulkus terjadi pada setengah dan semua pasien pada luka bakar
berat (dapat terjadi pada awal minggu pertama).

6) Kolaborasi kateter urine


Rasional :
Memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan menengah stasis atau reflek
urine, potensi urine dengan produk sel jaringan yang rusak dapat menimbulkan
disfungsi dan infeksi ginjal.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat ;
kerusakan perlindungan kulit
Kriteria Hasil :

Tidak ada tanda-tanda infeksi :


Intervensi :
1) Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi
Rasional :
Tergantung tipe atau luasnya luka untuk menurunkan resiko kontaminasi silang
atau terpajan pada flora bakteri multiple.
2)

Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang
datang kontak ke pasien
Rasional : Mencegah kontaminasi silang

3)

Cukur rambut disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci dari batas yang
terbakar
Rasional : Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri

4) Periksa area yang tidak terbakar (lipatan paha, lipatan leher, membran mukosa )
Rasional :
Infeksi oportunistik (misal : Jamur) seringkali terjadi sehubungan dengan depresi
sistem imun atau proliferasi flora normal tubuh selama terapi antibiotik
sistematik.
5)

Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan


gunting dan forcep.
Rasional : Meningkatkan penyembuhan

6) Kolaborasi pemberian antibiotik


Rasional : Mencegah terjadinya infeksi
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan
Kriteria Hasil :
Menyatakan

dan

mempertahankan

menunjukkan
posisi,

fungsi

keinginan
dibuktikan

berpartisipasi
oleh

tidak

dalam
adanya

aktivitas,
kontraktor,

mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau
menunjukkan tehnik atau perilaku yang memampukan aktivitas.
Intervensi :

1)

Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau khususnya untuk luka
bakar diatas sendi.
Rasional :
Meningkatkan posisi fungsional pada ekstermitas dan mencegah kontraktor yang
lebih mungkin diatas sendi.

2) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali pasif kemudian aktif
Rasional :
Mencegah secara progresif, mengencangkan jaringan parut dan kontraktor,
meningkatkan pemeliharaan fungsi otot atau sendi dan menurunkan kehilangan
kalsium dan tulang.
3) Instruksikan dan Bantu dalam mobilitas, contoh tingkat walker secara tepat.
Rasional : Meningkatkan keamanan ambulasi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan status

hipermetabolik
Kriteria Hasil :
Menunjukkan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
dibuktikan oleh berat badan stabil atau massa otot terukur, keseimbangan nitrogen
positif dan regenerasi jaringan.
Intervensi :
1) Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif atau tidak ada bunyi
Rasional :
Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam
36-48 jam dimana makanan oral dapat dimulai.
2)

Pertahankan jumlah kalori berat, timbang BB / hari, kaji ulang persen area
permukaan tubuh terbuka atau luka tiap minggu.
Rasional :
Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat, sesuai penyembuhan luka,
persentase area luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang
diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.

3) Awasi massa otot atau lemak subkutan sesuai indikasi

Rasional :
Mungkin berguna dalam memperkirakan perbaikan tubuh atau kehilangan dan
keefektifan terapi.
4) Berikan makan dan makanan sedikit dan sering
Rasional :
Membantu mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan
pemasukan.
7.

Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi


aliran darah.
Intervensi :
1) Tinggikan ekstermitas yang sakit dengan tepat
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi sistematik atau aliran baik vena dan dapat menurunkan
odema atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstriksi jaringan
oedema.
2) Pertahankan penggantian cairan
Rasional : Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan

8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi : kecacatan .


Kriteria Hasil :
1) Menyatakan kesadaran, perasaan dan menerimanya dengan cara sehat
2)

Mengatakan ansietas atau ketakutan menurun sampai tingkat yang dapat


ditangani.

3)

Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang


efektif.
Intervensi :

1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan


Rasional :
Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,
memperjelas kesahalan konsep dan meningkatkan kerjasama.

2)

Libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan


kapanpun mungkin
Rasional :
Meningkatkan rasa kontrol dan kerjasama menurunkan perasaan tak berdaya atau
putus asa

3) Dorong pasien untuk bicara tentang luka bakar bila siap


Rasional :
Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus-menerus untuk membuat
beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
4) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan
berikan jawaban terbuka atau jujur.
Rasional :
Pertanyaan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu
pasien atau orang terdekat menerima realita dan mulai menerima apa yang
terjadi.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan krisis situasi kecacatan.
Kriteria Hasil :
-

Menyatakan penerimaan situasi diri


Bicara dengan keluarga atau orang terdekat tentang situasi perubahan yang terjadi.
Membuat tujuan realitas atau rencana untuk masa depan
Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif

Intervensi :
1) Kaji makna kehilangan atau perubahan pada pasien atau orang terdekat
Rasional :
Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tak diantisipasi membuat
perasaan kehilangan aktual yang dirasakan.
2) Bersikap realistik dan positif selama pengobatan pada penyuluhan kesehatan dan
menyusun tujuan dalam keterbatasan.
Rasional :
Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan baik antara pasien dan
perawat.

3)

Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan


keyakinan yang salah.
Rasional :
Meningkatkan pandangan positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun
tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas.

Anda mungkin juga menyukai