Anda di halaman 1dari 3

BAB V

Strategi 1: Penguatan komitmen para pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun non
pemerintah,dalam penyelenggaraan Pelayanan KB (Advokasi).
Salah satu keberhasilan program Keluarga Berencana adalah adanya dukungan yang tinggi dari
pemerintah. Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan mengenai Keluarga Berencana dalam

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut,


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 1 menyebutkan bahwa KB adalah upaya
mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak-hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga berkualitas. Disebutkan pula bahwa suami dan isteri mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama dalam melaksanakan KB dan bahwa dalam menentukan cara KB
pemerintah wajib menyediakan bantuan pelayanan kontrasepsi. Pemerintah sendiri telah
membentuk uatu lembaga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) BKKBN juga bekerja sama dengan perguruan tinggi dan LSM untuk
mengadvokasi kabupaten/ kota agar pemerintah daerah juga mendukung program KB. Tanpa
dukungan pemerintah daerah melalui peraturan perundangan, pelatihan, dan anggaran yang
cukup, maka sebagus apa pun kebijakan yang dilakukan tidak akan terjadi keberhasilan
pelaksanaan KB. Program-program BKKBN memang meningkatkan cakupan peserta KB
aktif, namun laju pertumbuhan penduduk juga meningkat sejak tahun 2000 hingga tahun
2010 bukannya mengalami penurunan. kemunduran itu diawali penyerahan urusan KB
kepada pemerintah daerah sejak 2004 lalu. Daerah menilai program KB tidak penting. Juga
rendahnya komitmen anggaran daerah terhadap bidang kependudukan. Rata-rata daerah
hanya mengalokasikan 0,4% dana APBD-nya untuk bidang kependudukan.
Bahkan dari 511 kabupaten/kota yang memiliki urusan kependudukan, hanya 20 daerah yang
kelembagaannya utuh. Bahkan, ada daerah yang tidak memasukkan urusan kependudukan ke
satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Sehingga saat ini perlu Kebijakan di pemerintahan
daerah agar lebih memperhatikan urusan kependudukan dan Keluarga
Berencana.

Strategi 2:
Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas Pelayanan KB, termasuk pelayanan
KIE dan Konseling (Bina Suasana)
Ketersediaan tenaga kesehatan sebagai pemberi Pelayanan KB semakin membaik, walaupun
belum mencapai target yang diinginkan dan belum merata di seluruh wilayah Indonesia.
Target yang diinginkan adalah tersedianya 100 bidan per 100.000 penduduk. Saat ini baru
tersedia 49,5 bidan per 100.000 penduduk. Provinsi Aceh dan Bengkulu memiliki rasio

yang terbaik, yaitu masing-masing 193,4 dan 142,3 bidan per 100.000 penduduk. Rasio
terendah ditemukan di DKI Jakarta dan Jawa Barat, masing-masing 21,5 dan 23,5 bidan
per 100.000 penduduk. Target ketersediaan dokter umum yang diinginkan adalah 40 per
100.000 penduduk. Saat ini di tingkat nasional baru tersedia 13,6 dokter umum per 100.000
penduduk. Rasio terbaik terdapat di Sulawesi Utara dan Yogyakarta, yaitu masing-masing
38,7 dan 35,5 dokter umum per 100.000 penduduk. Sementara rasio terendah terdapat
di Jawa Barat dan Jawa Timur, yaitu masing-masing 6,4 dan 7,4 dokter umum per 100.000
penduduk (Pusdatin, April 2013). Ketersediaan pelayanan kesehatan masih perlu ditingkatkan
hingga mencapai target, saat ini ada kecenderungan masyarakat lebih memilih pelayanan
kesehtan swasta daripada pelayanan kesehatan dari pemerintah, oleh karena itu, pemerintah
perlu menggaet pihak swasta untuk bekerjasama memberikan pelayanan KB tidak hanya
melakukan praktek secara mandiri.
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar meningkat sejalan dengan
meningkatnya jumlah Puskesmas (termasuk Pustu), adanya Poskesdes dan Polindes di
tiap desa, dan dijaminnya pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin. Walaupun
demikian akses terhadap pelayanan kesehatan ini belum merata di seluruh wilayah
Indonesia. Di Daerah Tertinggal Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) ketersediaan
sarana dan tenaga pelayanan kesehatan terbatas. Strategi untuk meningkatkan jangkauan dan
pemerataan pelayanan kesehatan di daerah tertinggal harus terus digalakkan dan optimalisasi
metode kontrasepsi jangka panjang.
Pelayanan KB yang berkualitas adalah bila tingkat komplikasi, ketidakberlangsungan dan
kegagalan rendah atau berada dalam batas toleransi. Data rutin Program Kesehatan Ibu dan
Anak tahun 2012 menunjukkan bahwa tingkat komplikasi, ketidakberlangsungan dan
kegagalan kontrasepsi berada dalam batas toleransi, yaitu berturut-turut untuk ketiganya
adalah 2,24%, 2,61%, dan 0,06%. Walaupun demikian kualitas Pelayanan KB masih perlu
terus ditingkatkan dengan dilakukan pelatihan untuk petugas kesehatan dalam pelayanan KB
secara berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitasnya.
Strategi 3:
Peningkatan permintaan Pelayanan KB melalui perubahan nilai tentang jumlah anak ideal
dalam keluarga (bina suasana)

Strategi 4:
Penurunan unmet need melalui peningkatan akses, konseling, dan penguatan KB pasca
persalinan serta penurunan ketidakberlangsungan penggunaan kontrasepsi melalui
peningkatan penggunaan MKJP dan pembinaan KB (pemberdayaan)
Unmet need di Indonesia mengalami penurunan dari 9,1%(SDKI,2007) menjadi 8,5%(SDKI, 2012).

Jumlah kebutuhan ber-KB yang terpenuhi meningkat sejalan dengan naiknya tingkat
pendidikan wanita, mulai dari 76% untuk wanita yang tidak sekolah sampai dengan 87%
untuk wanita yang tamat SMTA. Hal ini disebabkan oleh adanya upaya konseling dan
pemberian informasi mengenai KB. Namun penurunan unmet need tersebut belum mencapai
target yaitu sebesar 6,5%. Untuk menurunkan unmet need dibutuhkan penguatan pelayanan
konseling, baik jangkauan maupun kualitasnya.Unmet need juga berkaitan dengan rendahnya

kualitas Pelayanan KB. Unmet need dan CPR akan mempengaruhi TFR, yang pada gilirannya
akan mempengaruhi AKI. Penggunaan MKJP masih rendah dibandingkan dengan
pengguanaan KB suntik dan pil, namun angka drop out untuk pengguna KB suntik dan pil
juga lebih banyak sehingga menyebabkan tidak ada peningkatan CPR yang berarti sejak
tahun 2007-2012. Peningkatan penggunaan MKJP dinilai dapat menurunkan angka drop out
sehingga diharapkan ada peningkan CPR yang lebih signifikan. Oleh karena itu, strategi
peningkatan penggunaan MKJP harus lebih diperhatikan dan diperluas jangakauannya
terutama untuk daerah terpencil karena dapat memperkecil intensitas kunjungan pelayanan
KB ke daerah terpencil yang memang sulit dijangkau.
Strategi 5 : Penurunan kejadian kehamilan pada remaja usia 15-19 tahun melalui
pendewasaan usia nikah dan peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja
Dalam pelayanan KB, khususnya konseling KB, penting untuk diperhatikan permasalahan
dari hulu yaitu mulai dari remaja dengan peningkatan pengetahuan remaja dan masyarakat
tentang pendewasaan usia menikah/perencanaan yang matang untuk melahirkan di usia ideal.
Dengan dilakukannya konseling KB pada remaja angka kelahiran pada remaja mengalami
penurunan dari 51 dari 1000 kehamilan (SDKI,2007) menjadi 48 dari 1000 kehamilan (SDKI,
2012). Namun, angka tersebut dinilai masih tinggi apalagi jika ditambah dengan jumlah
remaja perempuan 15-19 tahun yang telah menjadi ibu dan atau sedang hamil anak pertama
meningkat dari sebesar 8,5 persen menjadi sebesar 9,5 persen. Usia kawin pertama perempuan juga
belum ideal, yaitu masih 20,1 tahun

Untuk remaja sendiri ada program yang disebut dengan generasi berencana untuk
mencapai Tegar Remaja yaitu remaja yang menunda usia pernikahan, remaja
yang berprilaku sehat, terhindar dari resiko Triad KRR (Seksualitas, NAPZA,
dan HIV/AIDS), bercita-cita mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera,
serta menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman
sebayanya. Untuk menurunkan Total Fertility Rate (TFR) ada dua faktor kunci
yang sangat mempengaruhinya dan perlu terus ditingkatkan, yaitu pertama;
usia kawin yang dilakukan oleh remaja melalui Pendewasaan Usia Perkawinan
(PUP), dan kedua; kesertaan ber KB dengan menggunakan alat kontrasepsi
modern..

program KB pada masa mendatang tidak bisa lagi memaksa. Yang dapat
dilakukan adalah menanamkan nilai-nilai pada masyarakat tentang makna
membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera
harus ada sinergi kebijakan antarkementerian di pemerintahan mendatang.
"Tidak boleh ada kebijakan yang bertentangan. Misalnya Jaminan Persalinan
(Jampersal) bisa diberikan kepada peserta KB untuk kelahiran anak pertama dan
kedua saja," katanya.

Anda mungkin juga menyukai