Anda di halaman 1dari 3

A.

Pendahuluan
Peningkatan Produktivitas perusahaan sangat ditentukan oleh keberhasilan
pelaksanaan manajemennya, sehingga dalam dunia usaha sering didengar istilah The
6Ms of Management yang terdiri atas method, manpower, material, money, market, and
Machinery. Dari 6 faktor tersebut yang menjadi penggerak utama dalam proses
peningkatan produktivitas dan keberhasilan usaha adalah karyawan (manpower).
Produktivitas kerja karyawan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor.
1. faktor yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri, seperti pendidikan,
kualitas diri, keahlian, minat kerja, dan kemampuan individu
2. faktor-faktor dari luar diri karyawan, seperti gizi, kesehatan, sikap dan etika kerja,
tingkat penghasilan, jaminan sosial, kesempatan kerja, dan lingkungan kerja yang
berupa kondisi dimana karyawan bekerja dimana kondisi kerja menyangkut :
a. semua aspek fisik kerja seperti pencahayaan, ventilasi, kebisingan, tempat
duduk dan meja kerja dan sebagainya
b. aspek psikologis kerja seperti persepsi karyawan terhadap aspek fisik kerja,
hubungan dengan atasan, rekan kerja, bawahan dan sebagainya.
c. Aspek peraturan kerja
Manajemen perusahaan perlu meneliti lingkungan kerja guna memastikan
pengaruh relatif dari faktor-faktor fisik atas keluaran(outpun/hasil kerja) untuk
menuntut adanya penciptaan lingkungan kerja dan pengadaan sarana kerja yang dapat
menjamin kesehatan dan keselamatan kerja para karyawan sehingga dapat membuat
karyawan nyaman dalam melakukan pekerjaannya.
Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja, yaitu kelelahan fisik
sebagai akibat jangka pendeknya dan kelelahan psikis sebagai akibat jangka
panjangnya. Hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki keterbatasan, terutama yang
berkaitan dengan aspek fisik dan psikologis. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja
dan keluaran dalam proses produksi dan menambah tingkat kelelahan kerja.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka meminimalkan kelelahan
kerja adalah Ergonomi. Salah satu penelitian ergonomi mengenai rancangan tempat
duduk telah memanfaatkan teknik antropometris dan penilaian subjektif terhadap rasa
nyaman. Hasilnya telah membuahkan perumusan pedoman untuk mengevaluasi sarana
tempat duduk dari segi kebutuhan pada umumnya. Sejauh dapat diperaktekkan, tempat
duduk dan permukaan kerja yang dapat disetel atau keduanya memberikan cara yag
efaktif untuk mengatasi perbedaan individu.
B. Dasar Teori
1. Produktifitas Kerja
Secara umum produktifitas kerja adalah ukuran kuantitas dan kualitas
tampilan kerja (work performance) yang dihasilkan dibandingkan dengan sumber
daya yang digunakan untuk menghasilkan tampilan kerja itu. Dengan kata lain,
produktivitas mencerminkan keberhasilan atau kegagalan dalam memproduksi
barang dan jasa dikaitkan dengan kuantitas, kualitas, dan penggunaan sumber
daya yang efisien.
Anoraga (1998, h.56-60) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja antara lain :
1. Pekerjaan yang menarik

2.
3.
4.
5.
6.

Upah yang baik


Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan
Penghayatan atau maksud dan makna pekerjaan
Lingkungan kerja yang baik
Promosi dan pengembangan diri karyawan sejalan dengan perkembangan
perusahaan
7. Ketertiban karyawan dalam kegiatan-kegiatan organisasi
8. Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi
9. Kesetiaan pada pemimpin dalam diri karyawan
10. Disiplin kerja keras
2. Prinsip-prinsip Umum desain Tempat duduk yang Ideal
Sikap atau posisi duduk yang paling baik adalah sedikit lordosa (bagian
tulang belakang, tepatnya bagian kecil dari tulang belakang di atas pantat, secara
alami melengkung ke dalam atau mencekung) pada pinggang dan sedikit
mungkin kifosa (bagian tulang belakang melengkung ke luar atau mencembung)
pada punggung.
Wickens (1992, h.438-441) mengemukakan prinsip-prinsip umum desain
tempat duduk antara lain:
1. Tempat duduk dapat menegakkan lordosa tulang belakang.
2. Tekanan pada sendi dan beban statis dari otot-otot punggung dapat
diminimalkan.
3. Postur yang tetap dapat dikurangi.
4. Tempat duduk dapat disesuaikan dengan mudah.
5. Ketinggian dan kemiringan tempat duduk yang sesuai.
6. Kedalaman dan lebar tempat duduk yang sesuai.
7. Perlu ada bantalan tempat duduk.
Sedangkan Singleton (1972, h.30) mengemukakan bahwa ada lima aspek
postur yang ideal dari posisi duduk, yaitu:
1. Aspek keseluruhan tubuh.
Tempat duduk dan meja kerja memungkinkan ada variasi kecil dari
seluruh postur termasuk pergerakan dari bagian tubuh yang tidak aktif.
2. Aspek kepala dan leher.
Elemen display yang utama seharusnya memiliki ketinggian tepat di
depan mata agar kepala seimbang dengan bahu membentuk garis pandang
horizontal. Tempat duduk seharusnya dapat menyangga kepala dan leher
agar pergerakan kepala yang cepat dan sering dapat dicegah.
3. Aspek batang tubuh.
Tempat duduk memiliki sandaran punggung yang cocok dengan
lokasi permukaan kerja agar pelengkungan tulang belakang yang berlebihan
sebagai usaha untuk menstabilkan otot dapat dikurangi, memudahkan
bernafas, dan mempertahankan stabilitas maksimum.
4. Aspek bagian atas tubuh (lengan).
Kursi memiliki sandaran tangan agar lengan atas seluruhnya vertikal
dan lengan bawah horizontal.
5. Aspek bagian bawah tubuh (tungkai).
Meliputi ukuran, ketinggian, dan kedalaman tempat duduk yang dapat
disesuaikan dan bila perlu ada sandaran kaki.
C. Pembahasan
1. Pengaruh Persepsi terhadap Tempat duduk terhadap Produktivitas Kerja

Hasil survey yang dilakukan oleh Harris (dalam Evans, 1984, h.259)
menunjukkan bahwa karyawan dan para eksekutif merasa bahwa pengadaan
sarana-sarana tambahan yang memadai (seperti penerangan, temperatur, dan
tempat duduk) mempengaruhi produktivitas kerja. Sebagian besar karyawan
merasa ketegangan tulang punggung tidak berkaitan dengan pekerjaan tetapi
berkaitan dengan tempat duduk yang tidak nyaman.
Tempat duduk dan meja sebagai permukaan kerja mempunyai pengaruh
yang penting terhadap kondisi fisik seseorang dan menjadi sarana penunjang
utama dalam bekerja.
Dalam satu hari kerja (kurang lebih 8 jam) karyawan menghabiskan 90
persen dari waktu kerjanya dalam posisi duduk berhadapan dengan meja. Apabila
tinggi, posisi atau bentuk tempat duduk yang digunakan karyawan dalam bekerja
tidak dirancang sebagaimana mestinya maka akan mengakibatkan perasaan
kurang nyaman, ketegangan otot yang luar biasa dan rasa letih selama jangka
waktu bekerja (Anastasi, 1993, h.329).
Schuler dan Jackson (1999, h.232) mengemukakan bahwa tempat duduk
yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera punggung para karyawan.
Seseorang yang mengalami problem sakit punggung yang menetap ini tidak dapat
bertahan duduk selama lebih dari beberapa jam selama sehari kerja. Akibatnya
pekerja tersebut tidak dapat bekerja dengan baik dan produktivitas kerjanya
menurun (Bridger, 1995, h.59).
Ketinggian optimal untuk tempat duduk dan meja kerja secara positif
mempengaruhi keakuratan energi yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas
psikomotorik, apabila ketinggian optimal untuk tempat duduk dan meja kerja
telah dipenuhi maka energi yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas
psikomotorik tersebut akan dapat digunakan semestinya dan tidak akan terbuang
percuma sehingga hasil kerja pun akan memuaskan dan produktivitas kerja
meningkat.
Salah satu penelitian ergonomi mengenai rancangan tempat duduk telah
memanfaatkan teknik antropometris dan penilaian subjektif terhadap rasa
nyaman. Sejauh dapat dipraktekkan, tempat duduk dan permukaan kerja yang
dapat disetel atau keduaya memberikan cara yang efektif untuk mengatasi
perbedaan individu (Anastasi, 1993, h.329).
Apabila karyawan merasakan bahwa tempat duduknya nyaman, maka
kelelahan kerja baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikis akan berkurang
(Anoraga, 1998, h.110). Apabila kelelahan kerja berkurang maka tidak akan
banyak terjadi kesalahan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecepatan dan
ketepatan kerja karyawan pun akan meningkat sehingga kinerja dan keluaran
dalam proses produksi akan meningkat.

Anda mungkin juga menyukai