penerimaan SDA yang lain. Dari data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP),
pada tahun 2013 PNBP migas berkontribusi sebesar 203 triliun rupiah atau 89% dari
keseluruhan penerimaan sumber daya alam, sedangkan pada tahun 2014, jumlah
tersebut meningkat menjadi 216 triliun rupiah atau 90% dari keseluruhan penerimaan
sumber daya alam. Apabila dilihat dari kontribusi PPh migas terhadap penerimaan
pajak dalam negeri secara keseluruhan, peranan PPh migas juga tidak kalah penting.
Industri ini mampu menyumbang 88 triliun rupiah pada tahun 2013 atau sebesar
8,55% dari total penerimaan pajak dalam negeri dan 87 triliun rupiah atau sebesar
7,88% pada tahun 2014. Jumlah ini hanya kalah dari penerimaan PPh non migas dan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), yang
memang menjadi andalan penerimaan pajak.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyadari bahwa industri migas memiliki
keunikan karakteristik dan keistimewaan tersendiri, yang tentunya akan sangat
berpengaruh terhadap penerimaan pajak dari sektor industri migas itu sendiri. Oleh
karena itu, pada tahun 2012 DJP membentuk satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
yang secara khusus bertugas mengadministrasikan para Wajib Pajak yang bergerak
pada sektor industri migas, yaitu Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi
(KPP Migas). Selain bertujuan untuk memberikan pelayanan perpajakan yang lebih
optimal terhadap Wajib Pajak industri migas, pembentukan KPP Migas ini juga
bertujuan untuk mempermudah pengawasan penyetoran pajak dari para Wajib Pajak
industri migas yang terkenal cukup rumit proses bisnisnya.
Melihat keunikan karakteristik dan peranan pajak dari industri migas, maka
dibutuhkan suatu pembahasan tersendiri dalam rangka memahami bagaimana proses
bisnis dalam industri migas dan aspek-aspek perpajakan yang terkait dengan industri
migas. Oleh karena itu, makalah ini secara khusus disusun dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
GAMBARAN UMUM INDUSTRI MIGAS
Sebagaimana disebutkan sebelumnya dalam bagian pendahuluan, bahwa
industri migas adalah industri yang unik dan memilik karakteristik yang berbeda
dengan industri pada umumnya. Dalam industri migas ada berbagai kegiatan yang
terkait, yaitu meliputi usaha pencarian (exploration), pengembangan (development),
serta produksi cadangan migas, usaha pengolahan migas (refinery); dan usaha
angkutan dengan kapal laut (tanker) serta usaha pemasaran migas serta produkproduk hasil pengolahan yang lain. Pencarian (exploration) minyak dan gas bumi
merupakan
kegiatan
untung-untungan
(gambling),
karena
meskipun
telah
dipersiapkan secara cermat dengan biaya yang besar, tidak ada jaminan bahwa
kegiatan tersebut akan berakhir dengan penemuan cadangan minyak (PSAK 29,
1991). Sedangkan kegiatan lain tidak jauh berbeda dengan kegiatan pada industri lain,
seperti refinery yang tidak banyak berbeda dengan kegiatan pengolahan pada industri
lain dan usaha tanker yang merupakan bagian dari usaha perkapalan, serta usaha
lainnya.
Landasan Hukum Industri Migas
Pada era sebelum tahun 1960, industri migas di Indonesia menganut aturan
dari Indische Mijn Wet Tahun 1899. Aturan ini mengatur industri migas dalam bentuk
kerja sama konsesi, dimana pemerintah menyerahkan suatu daerah tertentu kepada
perusahaan swasta dalam rangka penguasaan dan pemilikan sumber daya alam yang
terkandung di daerah tersebut. Seluruh hasil migas yang diperoleh menjadi milik
perusahaan swasta tersebut, sedangkan pemerintah hanya mendapatkan sejumlah
royalti tertentu sesuai perjanjian.
Pada masa tahun 1960-1966, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi. Peraturan ini ditetapkan dalam rangka mengatasi kelemahan pada aturan
sebelumnya yang dianggap bertentengan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam
peraturan ini, industri migas menganut konsep kerja sama kontrak karya, dimana
pemegang kuasa pertambangan adalah perusahaan milik Negara (Pertamina),
sedangkan perusahaan swasta (baik asing maupun dalam negeri) hanya bertindak
sebagai kontraktor (mining right dan economic right).
Kerja sama kontrak karya memiliki kelemahan yang utama, yaitu keberadaan
mining right dan economic right pada pihak kontraktor, sedangkan Perusahaan
Negara belum diberikan wewenang manajemen untuk mengarahkan dan menentukan
kegiatan kontraktor. Oleh sebab itu, pada tahun 1966-2001 diperkenalkan konsep
kerja sama kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC) melalui
pemberlakuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Dalam kontrak bagi hasil, ditetapkan
bahwa wewenang berada di tangan Pemerintah Republik Indonesia (dalam hal ini
diwakili oleh Pertamina). Peranan kontraktor hanya sebagai penyandang dana dan
pelaksana kegiatan operasi perminyakan. Model kerja sama ini pun memiliki
kelemahan yang utama, dimana regulator, supervisor dan pelaku hanya dipegang oleh
satu institusi yaitu Pertamina.
Tahun 2001 diterbitkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi, yang menandai perubahan mendasar dalam industri Migas
nasional. Melalui UU Migas ini penguasaan dan pengusahaan Migas yang
sebelumnya dipegang Pertamina (berdasarkan UU No. 8 Tahun 1971) dicabut.
Penguasaan minyak dan gas bumi kembali diserahkan ke pemerintah sebagai
pemegang Kuasa Pertambangan (Pasal 4 Ayat 2), di mana kemudian pemerintah
membentuk Badan Pelaksana (BP Migas) untuk menyelenggarakan Kegiatan Usaha
Hulu. Kegiatan Usaha Hulu (eksplorasi dan eksploitasi) ini dilaksanakan dan
dikendalikan oleh Badan Pelaksana melalui Kontrak Kerja Sama. Sedangkan
pengusahaan Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan melalui pemberian Izin Usaha yang
terbuka bagi Badan Usaha. Dengan demikian, melalui UU Migas, pengusahaan Migas
menjadi terbuka. Badan Usaha (semacam BUMN, BUMD, Koperasi, Usaha Kecil,
dan Badan Usaha Swasta) dan Bentuk Usaha Tetap (perusahaan multinasional/asing)
berkesempatan terlibat bisnis Migas.
Lebih khusus lagi, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah sebagai
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
terdiri
atas
kegiatan
usaha
Pengolahan,
adalah
kegiatan
penerimaan,
atas.
Menggunakan jasa yang diperlukan sehubungan dengan kegiatan di atas.
Setelah proses eksplorasi, kegiatan berikutnya adalah pengembangan.
Pengembangan
merupakan
setiap
kegiatan
yang
dilakukan
dalam
rangka
mengembangkan cadangan terbukti minyak dan gas bumi sampai siap berproduksi.
Pengembangan cadangan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a
Penyediaan peralatan dan persediaan, yang meliputi: penyediaan angkutan alatalat berat, pembuatan jalan dan lokasi pengeboran, dan pengadaan alat dan
fasilitas pengeboran yang antara lain terdiri dari rig unit, mud logging unit,
bumi.
Penyediaan sistem pengurusan yang telah diperbaiki.
Proses berikutnya adalah eksploitasi atau produksi. Produksi adalah semua
kegiatan dalam rangka pengangkatan minyak dan gas bumi ke permukaan bumi dari
cadangan terbukti serta pengakutannya ke stasiun pengumpul yang antara lain
meliputi kegiatan sebagai berikut:
a
berproduksi kembali.
Proses pemisahan antara minyak, gas bumi, dan endapan dasar & air (Basic
Seiliment & Water/BS&W).
Proses pemisahan minyak meliputi pemisahan gas dan cairan separator dan
lokasi distribusi.
Pengumpulan minyak mentah di tangki penimbunan.
Proses pengumpulan meliputi:
1 Pengumpulan sementara minyak dan gas bumi dari sumur ke tempat
penimbunan sementara sebelum proses pemisahan minyak, gas bumi dan
2
bumi ke luar melalui katup saluran di pusat pengumpulan produksi. Dalam keadaan
dimana secara fisik atau operasional tidak seperti biasanya, fungsi produksi berakhir
pada saat minyak, gas bumi atau kondensat untuk pertama kali dialirkan ke pipa
utama, kendaraan pengangkut, pengilangan atau ke terminal laut.
Jenis Pertambangan Hulu Migas
Secara umum, kegiatan pertambangan hulu migas dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
A Onshore
Onshore adalah kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi mulai dari
eksplorasi, pengembangan, dan eksploitasi dimana wilayah kerja pertambangan
berada di daratan. Mobilitas piranti pertambangan onshore baik crew, peralatan
pengeboran, dan logistik sangat mudah dan tinggi. Juga storage area yang luas
sehingga menekan operational cost. Crew juga lebih nyaman bila bekerja di
onshore karena interaksi antar crew lebih intensif dan lebih luas, serta
komunikasi antar crew lebih mudah baik di dalam maupun di luar area.
Kebutuhan rig (alat pengebor) di onshore adalah untuk drilling
menembus reservoir minyak dan gas. Dalam produksi, selain mengandalkan
aliran alami dari sumur (umumnya untuk sumur baru), perusahaan minyak juga
mengandalkan pompa angguk untuk meningkatkan tekanan keluar dari reservoir.
B Offshore
Offshore adalah kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi mulai dari
eksplorasi, pengembangan, dan eksploitasi/produksi dimana wilayah kerja
pertambangannya terletak di lautan atau perairan baik itu dangkal maupun dalam.
Karena wilayah kerja pertambangan berbeda di perairan, maka kegiatan
pengeboran dilakukan dengan menggunakan rig yang khusus untuk perairan.
Begitu deposit hidrokarbon ditemukan, maka tahap berikutnya adalah
membangun platform untuk aktivitas pengeboran dan eksploitasi.
Aspek Perpajakan Hulu Migas
Prinsip Pengenaan Pajak
a
Block Basis
Penghitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan (PPh) Migas dihitung
berdasarkan kegiatan usaha pada
migas.
Ring Fence Policy
Ring fence policy adalah kebijakan yang membatasi hak dan kewajiban
suatu KKKS di satu wilayah kerja pertambangan (WKP) tidak bisa
dikonsolidasikan ke WKP lainnya yang dimiliki oleh KKKS yang sama.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1994
tentang Syarat-Syarat dan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan
Gas Bumi, yang menyatakan kepada setiap kontraktor diberikan satu wilayah
kerja pertambangan (WKP). Tujuan dari kebijakan ini adalah agar KKKS yang
dimiliki satu perusahaan induk dan beroperasi di beberapa wilayah kerja tidak
dapat melakukan konsolidasi biaya dari beberapa wilayah tersebut, baik untuk
tujuan cost recovery maupun untuk tujuan perhitungan PPh Badan (tax
consolidation).
diusahakan oleh satu entity san setiap entity baik operator maupun partner yang
mempunyai penyertaan di suatu block wajib memiliki NPWP sendiri. Dalam hal
Wajib Pajak mengelola beberapa block, maka Wajib Pajak tersebut harus
membentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap WKP dan wajib memiliki
NPWP sendiri untuk tiap-tiap WKP.
Dalam PSC dimungkinkan terjadinya pengalihan interest atas pengelolaan
suatu WKP yang biasa dikenal dengan istilah Farm in Farm out. Apabila terjadi
pengalihan interest atas WKP, pemilik interest yang baru harus membentuk
badan tersendiri untuk penyertaan di WKP tersebut dan wajib mempunyai NPWP
c
sendiri.
Uniformity Principle
Sesuai dengan surat Menteri Keuangan nomor S-443a/MK.012/1982
tentang
interpretasi
dari
Keputusan
Menteri
Keuangan
nomor
pengecualian.
Assume and discharge
Pemerintah menanggung dan membebaskan kontraktor dari pajak-pajak
Indonesia lainnya termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pungutan ekspor
dan impor terhadap barang-barang, peralatan dan barang-barang persediaan yang
dibawa ke Indonesia oleh kontraktor. Dengan diterbitkannya PP 79/2010,
kontrak-kontrak yang ditandatangani setelah berlakunya PP 79/2010 tersebut,
kontraktor berkewajiban membayar sendiri pajak-pajak tidak langsung tersebut
Periode Pra-1984
Pada periode ini UU pajak yang berlaku adalah Ordonansi Pajak
perseroan tahun 1925. Periode ini dibagi dalam :
1 Periode
sebelum
berlakunya
Kep.
Menteri
Keuangan
No.
267/KMK.012/1978
Pada periode ini setiap KPS berkewajiban untuk menghitung
besarnya Net Operating Income (NOI) dari produksi migas yang dihasilkan
setiap tahun buku yang besarnya dihitung dari Equity to be split (ETS) yang
merupakan sisa dari total production dikurangi cost oil/recovery sebesar
maksimum 40%. Selanjutnya dari NOI tersebut ditetapkan besarnya bagian
Pertamina/Pemerintah dan bagian kontraktor, umumnya sebesar 85% : 15%
untuk minyak. Dalam jumlah 85% NOI tersebut dianggap bahwa semua
kewajiban pajak dan pungutan kepada pemerintah termasuk di dalamnya dan
pembayaran dianggap telah dilakukan melaui pemerintah. Dengan demikian
bagian kontraktor senesar 15% dianggap merupakan penghasilan bersih
2
Kep.
Menteri
Keuangan
No.
267/KMK.012/1978
Ketentuan ini mengatur :
a Besarnya bagian Pertamina/Pemerintah dan bagian kontraktor adalah
65,91% dan 34, 09%. Penetapan ini diperoleh berdasarkan Ordonansi
1925, besarnya tarif pajak perseroan sebesar 45% dan tarif efektif Pajak
atas Bunga, Dividen dan Royalti (PBDR) adalah 11% yang diperoleh
dari 20% x (100% - 45%), total pajak menjadi 56%.
setelah pajak adalah 44% (100% - 56%).
Penghasilan
Berdasarkan kontrak
kontraktor.
Ketentuan mengenai pembatasan cost recovery maksimum sebesar 49%
dihapuskan.
Perhitungan depresiasi atas assets didasarkan pada metode double
d
e
declining balance.
Penetapan investment credit sebesar 20%
Penetapan Domestic Market Obligation (DMO) dengan harga pasar
untuk 5 tahun. DMO adalah kewajiban Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap untuk menyerahkan sebagian minyak dan gas bumi dari bagiannya
kepada negara melalui Badan Pelaksana dalam rangka penyediaan
minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang
f
b
terutang oleh Kontraktor sebesar 35% dari Penghasilan Kena Pajak dan 20% dari
keuntungan sesudah dikurangi Pajak Penghasilan.
Dalam Pasal 33 UU No 7 Tahun 1983 diatur bahwa, Penghasilan kena
pajak yang diterima atau diperoleh dalam bidang penambangan minyak dan gas
bumi sehubungan dengan Kontrak Bagi Hasil, yang masih berlaku pada saat
berlakunya Undang-undang ini, dikenakan pajak berdasarkan ketentuanketentuan Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan Undang-undang Pajak atas
Bunga, Dividen dan Royalti 1970 beserta semua peraturan pelaksanaannya.
Dengan demikian, ketentuan dalam Undang-undang ini baru berlaku terhadap
penghasilan kena pajak yang diterima atau diperoleh dalam bidang penambangan
minyak dan gas bumi yang dilakukan dalam Kontrak Bagi Hasil, apabila
perjanjian tersebut dibuat setelah berlakunya undang-undang ini.
First Trance Petroleum (FTP) diberlakukan atas kontrak yang
ditandatangani mulai tahun 1988, sebesar 20% dari produksi (gross). Tujuan
pengenaan FTP ini adalah untuk menjamin pemerintah menerima bagian hasil
produksi.
Indonesia.
Periode Pasca 1994
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Pajak
Penghasilan sejak 1 Januari 1995 maka tarif PPh berubah menjadi 30% dan pajak
deviden tetap 20%. Dengan adanya penurunan tarif tersebut, maka penetapan
besarnya bagian kontraktor melalui cara gross-up sebagai dasar perhitungan
Penghasilan Kena Pajak harus disesuaikan lagi agar hak Pertamina/Pemerintah
tidak berkurang sebagai akibat penurunan pendapatan pajak. Besarnya bagian
hasil Pertamina/Pemerintah sebesar 73,22% diperoleh dari berdasarkan UU No.
10/1994, besarnya tarif PPh 30% dan berdasarkan tarif efektif besarnya PBDR
adalah 14%.
Dalam Pasal 33 A UU Nomor 10 Tahun 1994 diatur bahwa Wajib Pajak
yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi
berdasarkan Kontrak Bagi Hasil yang masih berlaku pada saat berlakunya
Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak
Bagi Hasil sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama
dimaksud. Dengan demikian, ketentuan Undang-undang ini baru diberlakukan
untuk pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak di bidang pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi yang
dilakukan dalam bentuk kontrak bagi hasil yang ditanda tangani setelah
berlakunya Undang-undang ini.
Untuk kewajiban kontraktor selaku Wapu diperluas untuk PPh Pasal 23
dengan menambahkan hadiah dan jasa-jasa lain di luar jasa teknik, jasa
manajemen, jas konstruksi dan jasa konsultan. Dan untuk PPh Pasal 26 diperluas
dengan menambahkan jasa-jasa lain seperti imbalan sehubungan dengan
pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, serta pension dan pembayaran
d
berkala lainnya.
Periode Pasca UU No. 36 Tahun 2008
Dengan berlakunya Undang-undang No. 36 Tahun 2008, tarif PPh
berubah menjadi 25% dan pajak deviden tetap 20%. Dengan adanya penurunan
tarif tersebut, maka penetapan besarnya bagian kontraktor melalui cara gross-up
sebagai dasar perhitungan Penghasilan Kena Pajak harus disesuaikan lagi agar
hak Pemerintah tidak berkurang sebagai akibat penurunan pendapatan pajak.
Besarnya bagian hasil Pemerintah sebesar 71.16%, besarnya tarif PPh 28% dan
berdasarkan tarif efektif besarnya PBDR adalah 40%.
Kewajiban Perpajakan Kontraktor Migas
Berdasarkan Section V butir 5.3.2 PSC antara lain diatur bahwa Pemerintah
(d/h. Pertamina) akan menanggung, kecuali kewajiban kontraktor untuk membayar
PPh Badan dan PPh final atas laba setelah pajak, semua pajak-pajak Indonesia
lainnya atas kontraktor, termasuk PPN, transfer tax, pajak-pajak atas impor dan
ekspor bahan baku, peralatan dan perlengkapan dan lain-lain. Berdasarkan Section V
butir 5.3.2 PSC tersebut maka kewajiban perpajakan kontraktor hanyalah terbatas
pada PPh Badan dan PPh final atas laba setelah pajak dan PPh pemotongan dan
pemungutan, sedangkan pajak lainnya akan ditanggung oleh pemerintah, yaitu pajakpajak tersebut apabila sudah dibayar oleh kontraktor akan dikembalikan oleh
pemerintah kepada kontraktor. Kewajiban perpajakan kontraktor migas meliputi
kewajiban formal dan kewajiban material.
a
Kewajiban Formal
Kewajiban formal perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)
sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009,
berlaku sama terhadap Wajib Pajak KKKS maupun Wajib Pajak non migas
lainnya, sebagai berikut:
Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
Setiap blok (wilayah kerja pertambangan) harus diusahakan oleh satu entitas
dan di suatu blok wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Menyelenggarakan pembukuan dan wajib menyimpan pembukuan tersebut
selam 10 tahun di Indonesia
Melakukan pembayaran dan pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Kewajiban Material
Kewajiban material Wajib Pajak KKKS meliputi kewajiban:
1 PPh Badan
Kontraktor harus membayar PPh Badan dan pajak final atas laba setelah
crude oil, gas bumi bukan merupakan Barang Kena Pajak (BKP).
Untuk kontrak-kontrak yang ditangani sebelum Undang-undang Migas
No. 22 Tahun 2001 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
20/PMK.03/2005 bahwa PPN tidak dipungut atas impor barang modal
dikenakan PPN.
Sama halnya dengan PPN, maka kontraktor tidak akan dibebani dengan
PBB, Pajak daerah, dan Retribusi daerah untuk kontrak-kontrak yang
Atas barang dan peralatan dalam rangka cost recovery tidak dapat dilakukan
produksi komersial.
Saat mulai produksi komersial suatu Wilayah Kerja ditetapkan oleh Menteri
yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi Kegiatan Usaha Minyak
dan Gas Bumi (Menteri ESDM) melalui persetujuan rencana pengembangan
berjalan.
Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran (Work Program & Budget/WP&B)
dan Authorization for Expenditure (AFE) oleh BPMIGAS mengacu pada
practice);
kegiatan operasi perminyakan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran
yang telah mendapatkan persetujuan Kepala Badan Pelaksana
2
3
sebagaimana.
Audit dilakukan berdasarkan standar atau norma, jenis, kategori dan besaran
biaya yang diterbitkan oleh Badan Pelaksana.
Biaya-biaya tertentu harus memenuhi persyaratan tambahan sebagai berikut:
a untuk biaya penyusutan hanya atas barang dan peralatan yang digunakan
b
Indonesia yang berasal dari luar negeri hanya untuk kegiatan yang:
tidak dapat dikerjakan oleh institusi/lembaga di dalam negeri;
tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia; dan
tidak rutin.
untuk pemberian imbalan sehubungan dengan pekerjaan kepada
karyawan/pekerja dalam bentuk natura/kenikmatan dilakukan sesuai
bidang perpajakan;
untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat dan lingkungan
yang dikeluarkan hanya pada masa eksplorasi;
Menteri ESDM.
Batasan maksimum biaya yang berkaitan dengan remunerasi tenaga
kerja asing ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah
mendapatkan pertimbangan dari Menteri ESDM.
Batasan maksimum remunerasi tenaga kerja asing ini telah diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Keuangan nomor 258/PMK.03/2011 tentang Batasan Maksimum
Tenaga Kerja Asing untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi.
4
Penyusutan
Dimulai pada bulan harta tersebut digunakan (Placed Into Service).
Menggunakan metode Declining balance.
Aktiva yang tidak dapat digunakan lagi tetap disusutkan sesuai masa
manfaat awal.
Kelompok aktiva diatur dalam lampiran PP ini.
Gas Cost
a Biaya langsung minyak bumi dibebankan pada produksi minyak bumi,
sedangkan biaya langsung gas bumi dibebankan pada produksi gas
b
bumi.
Dalam hal terdapat biaya bersama minyak dan gas bumi, maka diatur
sebagai berikut:
Biaya bersama dialokasikan sesuai proporsi nilai relatif hasil
produksi.
Apabila dalam suatu lapangan atau Wilayah Kerja diperoleh baru
satu jenis produksi, minyak bumi atau gas bumi, sementara jenis
produksi yang lainnya belum diperoleh, maka biaya bersama
untuk gas bumi dilakukan hanya terhadap nilai penjualan gas bumi.
Dalam hal pengembalian Biaya Operasi minyak bumi atau gas bumi
tidak mencukupi dari hasil produksinya atau nilai penjualannya, diatur
sebagai berikut:
Apabila Biaya Operasi gas bumi melebihi nilai produksinya, maka
penutupan
dan
pemulihan
tambang
Indonesia di Indonesia.
Dalam hal total realisasi biaya penutupan dan pemulihan tambang
(abandonment and site restoration) lebih kecil atau lebih besar dari
jumlah yang dicadangkan, selisih tersebut menjadi pengurang atau
penambah Biaya Operasi yang dapat dikembalikan dari masing-masing
Wilayah Kerja atau Lapangan yang bersangkutan sesuai dengan
Jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil
dan pajak penghasilan meliputi:
1 biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan/atau
keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang participating interest, dan
2
pemegang saham;
pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan
pemulihan tambang yang disimpan pada rekening bersama Badan Pelaksana
dan kontraktor dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang
3
4
berada di Indonesia;
harta yang dihibahkan;
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan serta tagihan atau denda yang timbul akibat
milik negara;
insentif, pembayaran iuran pensiun, dan premi asuransi untuk kepentingan
pribadi dan/atau keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus, dan pemegang
saham;
biaya tenaga kerja asing yang tidak memenuhi prosedur rencana penggunaan
tenaga kerja asing (RPTKA) atau tidak memiliki izin kerja tenaga asing
(IKTA);
biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan operasi
18
19
20
21
22
eksploitasi;
23 biaya pelatihan teknis untuk tenaga kerja asing;
24 biaya terkait merger, participating interest; akuisisi, atau biaya pengalihan.
D Penghitungan Pajak Terutang
Perhitungan pajak terutang bersumber dari perhitungan bagi hasil (uniformity
principle). Penghasilan bruto Kontraktor dalam rangka penghitungan Pajak
Penghasilan, adalah:
1 nilai realisasi penjualan atas:
minyak dan/atau gas bagian Kontraktor dari Equity Share dan FTP
Share;
minyak dan/atau gas yang berasal dari Pengembalian Biaya Operasi;
minyak dan/atau gas tambahan yang berasal dari pemberian insentif atau
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak untuk 1 (satu) Tahun Pajak bagi
Kontraktor dalam rangka Kontrak Bagi Hasil, penghasilan bruto tersebut
dikurangi:
a Biaya Bukan Modal tahun berjalan;
b Penyusutan Biaya Capital tahun berjalan;
c Biaya Operasi yang Belum Dapat Dikembalikan dari tahun-tahun
sebelumnya.
Dalam hal jumlah pengurang tersebut lebih besar dari penghasilan
bruto, sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai
dengan berakhirnya kontrak.
Penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi
Kontraktor adalah Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Besarnya
pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor yang kontraknya
ditandatangani sebelum berlakunya peraturan pemerintah ini, di hitung
berdasarkan tarif pajak perseroan atau pajak penghasilan pada saat kontrak
ditandatangani.
Atas Penghasilan Kena Pajak dimaksud setelah dikurangi Pajak
Penghasilan Badan terutang Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang
berlaku.
dilakukan oleh tim bersama yang terdiri dari DJP, BPKP, dan BP Migas
sebagaimana dituangkan dalam MoU.
Atas pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan pada masa eksploitasi akan
diterbitkan Surat Ketetapan Pembayaran Pajak Penghasilan Minyak dan Gas
Bumi setelah dilakukan pemeriksaan pajak.
FDC sebagai BUT, sebuah entitas yang diakui hak dan kewajiban perpajakannya
Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Pasal 2
1 Yang menjadi subjek pajak adalah:
a 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak;
2
2
b badan; dan
c bentuk usaha tetap.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya
Republik
Indonesia
Nomor
bruto.
Pasal 1 ayat (2)
Handling Charge:
Untuk melaksanakan kegiatan tambahan tersebut pada huruf a ada
kemungkinan BUT-FDC memerlukan
dimungkinkan
adanya
pembebanan
biaya
handling, sehingga
"handling
charge"
kepada
Indonesia
Nomor
per bulan
Untuk Kelompok Manager
US$
9.350
per bulan
a. Untuk Kelompok Rig Supervisor/Rig
Superintendent atau Tool Pusher
US$
5.830
US$
4.510
per bulan
b. Untuk Kelompok Assistant Rig Supervisor/
Assistant Rig Superintendent atau
Assistant Tool Pusher
per bulan
US$
3.245
per bulan
Ketentuan Deem Salary ini berdasarkan juga pada hal-hal di bawah ini:
1 Berlaku bagi tenaga asing/expatriate baik NDC maupun FDC.
2 Penghasilan Kena Pajak tersebut telah meliputi seluruh jenis
penghasilan yang diterima expatriate termasuk pemberian dalam bentuk
3
4
Tidak dipotong PPh Pasal 23 atas Jasa Pengeboran yang dilakukan BUT.
(PER-70/ PJ/2007)
Dipotong PPh Pasal 23 atas jasa keagenan yang diberikan oleh NDC.
(PER-70/ PJ/2007). Dasar Pengenaan pajaknya adalah 30% dari jumlah
Jasa Pengeboran;
S-3473/PJ.51/1997 tanggal 15/12/1997;
S-1288/PJ.531/2000 tanggal 14/8/2000 perihal PPN atas penyerahan
Jasa Katering sebagai bagian dari Penyerahan Jasa Drilling kepada PSC;
S-252/PJ.532/2000 tanggal 18/2/2000 perihal PPN atas penyerahan jasa
katering sebagai bagian dari penyerahan jasa pengeboran minyak;
Atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masukan yang harus dibayar oleh
Kontraktor
Production
Sharing
akan
dikembalikan
(di-reimburse)
oleh
09/PJ.531/2000).
NDC wajib memungut PPN dan membuat Faktur Pajak atas penyerahan
jasa keagenan sebesar 10% dari komisi yang diterima, dan menyetorkan
biasa). (SE-09/PJ.531/2000)
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Kontraktor Utama (NDC)
selaku agen hanya yang berhubungan langsung dengan jasa keagenan.
Lain-lain.
a Pembukuan dan Pencatatan
WP tidak Melampirkan Pembukuan dalam SPT Tahunan Badan
Berikut adalah aturan yang dijadikan dasar oleh WP BUT
yang bergerak dalam bidang pengeboran minyak asing (Foreign
Drilling Company/FDC) tidak melampirkan laporan keuangan
dalam SPT Tahunan Badannya.
Berdasarkan Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
maupun di luar.
Bunga dari penggunaan uang/dana baik yang ditempatkan di
Daftar Pustaka
Ditjen Migas. 2014. Statistik Minyak dan Gas Bumi 2013. Jakarta:
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral.
IAI. 1994. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 29
Akuntansi Minyak dan Gas Bumi. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan
Akuntansi Indonesia.
Kementerian ESDM. 2011. Buku Peluang Investasi Sektor ESDM. Jakarta:
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
KPP Migas. 2012. Buku Panduan Kantor Pelayanan Minyak dan Gas Bumi.
Jakarta: KPP Minyak dan Gas Bumi.
Medco Energi. 2015. Laporan Keuangan Konsolidasian Tanggal 31
Desember 2014 dan Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal
Tersebut Beserta Laporan Auditor Independen. Jakarta: PT Medco
Energi Internasional Tbk.
Medco Energi. 2015. Laporan Tahunan 2014. Jakarta: PT Medco Energi
Internasional Tbk.
Pemerintah RI. 2015. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2014
(Audited). Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Pusdatin ESDM. 2014. Handbook of Energy & Economic Statistics of
Indonesia. Jakarta: Ministry of Energy and Mineral Resources.
PWC. 2014. Oil and Gas in Indonesia: Investment and Taxation Guide 6 th
Edition May 2014. Jakarta: PT Pricewaterhouse Coopers Consulting
Indonesia.
SKK Migas. 2013. Mengenal Kontrak Hulu Migas Indonesia. Jakarta: Satuan
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Shobah, S., Widhiyanti, H.N., Audrey, P. 2015. Cost Recovery Dalam
Kontrak Kerjasama Minyak Dan Gas Bumi Di Indonesia Ditinjau Dari
Hukum Kontrak Internasional. Jurnal Hukum UB. Malang: Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya Malang.