Anda di halaman 1dari 25

1

PORTOFOLIO ILMU PENYAKIT DALAM


DOKTER INTERNSIP

CONGESTIVE HEARTH FAILURE dengan


DIABETES MELITUS TIPE II
Oleh:
dr. Ana Faridatun Niamah
Pendamping:
dr. Yekti Wibowo

PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK


RSUD NGANJUK
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses
pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari
organ penggerak yang disebut jantung, dan sistem saluran yang terdiri dari arteri
yang mengalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah menuju
jantung.1
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindrom klinis ditandai oleh sesak
napas dan kelelahan (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur dan fungsi jantung. Gagal jantung kongestif merupakan masalah
dunia luas, yang menyerang lebih dari 20 juta orang. Prevalensi gagal jantung
meningkat sesuai usia, menyerang sekitar 6-10% dari orang usia diatas 65 tahun.
Insidennya lebih banyak pada pria dibanding wanita.1
Di negara industri, penyakit jantung koroner (PJK) menjadi penyebab
utama pada pria dan wanita, yaitu sekitar 60-75% dari kasus gagal jantung.
Hipertensi berperan dalam gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasienpasien penyakit jantung koroner. PJK dan hipertensi, kedua-duanya sama-sama
meningkatkan resiko gagal jantung.3,4
Gagal
kontraktilitas

jantung
dan

kongestif

daya

pompa

merupakan

akibat

sehingga

diperlukan

dari

berkurangnya

inotropik

untuk

meningkatkannya dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban. Gagal


jantung juga dianggap sebagai remodeling progresif akibat beban/penyakit pada
miokard, sehingga pencegahan progresivitasnya dengan penghambat ACE.
Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung
kongestif. Yang terdiri dari kriteria mayor (paroksismal nokturnal dyspnea,
distensi vena leher, ronki paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3,
peninggian tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular) dan kriteria minor
(edema ekstremitas, dyspnea, hepatomegali, efusi pleura, takikardia (>120/menit).
Diagnosis dapat ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.1,5

BAB II
STATUS PENDERITA
A.

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. S

Umur

: 46 tahun

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Sukomoro

Pekerjaan

: Petani

Tanggal periksa

: 20 Oktober 2014

Ruang

: Ruang Perawatan Puspa Indah

No. Rekam Medis

: 14308969

B.

ANAMNESIS

: sendiri

: orang lain

1. Keluhan Utama

: Sesak nafas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD RSUD Nganjuk dengan keluhan sesak nafas


yang dialami sejak 7 hari yang lalu dan memberat 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan tidak terus-menerus. Sesak
dipengaruhi aktivitas walaupun berjalan hanya beberapa meter saja
(ngosrong), namun beberapa hari ini sesak juga terjadi ketika tidur,
sehingga pasien sehingga pasien merasa lebih nyaman tidur malam dengan
memakai 2 susun bantal.
Selain itu pasien mengeluhkan perut terasa penuh dan mual. Bengkak
kedua kaki dialami sejak 3 hari yang lalu dan pasien merasa lemas.
Pasien mengeluhkan sering berdebar tanpa disertai nyeri dada.
3.

4.

Riwayat Penyakit Dahulu :


-

Hipertensi (+)

DM (tidak tahu)

Riwayat Penyakit Keluarga :


-

Jantung (ayah)

5.

C.

Riwayat Kebiasaan
-

Riwayat minum alkohol (-)

Riwayat minum jamu-jamuan (+)

Merokok (+), sekarang (-)

Minum Kopi (+)


PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum
Cukup, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
berlebih.
2. Tanda Vital
Tensi

: 130/70 mmHg

Nadi

: 104 x / menit

Pernafasan

: 34 x /menit

Suhu

: 36 2 oC

3. Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider
nevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (+),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), mimik wajah
(kesakitan)
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-). Sekret (-)

10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),
spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi :

batas kiri atas

: SIC II Linea Para Sternalis

batas kanan atas

: SIC II Linea Para Sternalis

Sinistra
Dextra
batas kiri bawah

: SIC VI 1 cm lateral Linea

Medio
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah

: SIC VI Linea Para Sternalis

Dextra
pinggang jantung

: SIC III Linea Para Sternalis

Sinistra
(batas jantung terkesan membesar)
Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, reguler, bising
jantung (-)
Pulmo :
Inspeksi

: pergerakan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi

: fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi +/


+), ekspirasi S memanjang (+)

12. Abdomen
Inspeksi

: Dalam batas normal

Palpasi

: supel, nyeri (-), undulansi (-)

Perkusi

: timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

13. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
akral dingin
Oedem
+ +
14. Sistem genetalia: dalam batas normal.
D.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thoraks (tanggal 21 Oktober 2014)

Kesimpulan :
-

Cardiomegali

Laboratorium 21 Oktober 2014


Jenis Pemeriksaan
Leukosit
Hitung Jenis (Diff)
Hitung Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW-SD

Hasil

Normal
9.65
3.80-10.60
65.1/
20.2/ 40.0-70.0/25.0-40.0/3.013.4/1.00/0.3 10.0/2.0-4.0/0-2.0.
5.66
4.40-6.00
17.6
13.2-17.2
49.6
40.0-52.0
87.6
80.0-100.0
31.1
26.0-34.0
35.5
32.0-36.0
261
150-400
45.9
37-54

satuan
103/ul
%
106/ul
g/dl
%
Fl
Pg
g/L
103/ul
Fl

RDW-CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
LED/BBS
GDA
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Albumin
Uric acid

14.7
10.8
9.7
22.2
0.25
51
264
33.9
38.2
31.8
1.15
4.24
6.0

11.0-15.0

0-10
<200
<35
<45
18.0-40.0
0.90-1.30
3.50-5.20
3.5-7.2

%
Fl
Fl
%
%
mm/jam
mg/dl
U/l
U/l
mg/dl
mg/dl
g/dl
mg/dl

EKG:

E.

RESUME

Berdasarkan Anamnesa didapatkan :

Pasien datang ke UGD RSUD Nganjuk dengan keluhan sesak nafas


yang dialami sejak 7 hari yang lalu dan memberat 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan tidak terus-menerus. Sesak
dipengaruhi aktivitas walaupun berjalan hanya beberapa meter saja
(ngosrong), namun beberapa hari ini sesak juga terjadi ketika tidur,
sehingga pasien sehingga pasien merasa lebih nyaman tidur malam
dengan memakai 2 susun bantal. Sesak yang dialami pasien tidak
dipengaruhi cuaca. Pasien juga mengeluhkan perut terasa penuh dan
mual. Bengkak kedua kaki dialami sejak 3 hari yang lalu dan pasien
merasa lemas. Pasien mengeluhkan sering berdebar tanpa disertai nyeri
dada.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan :


-

Pernafasan

:28 x /menit

Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan :


-

Pada pemeriksaan Laboratorium: GDA 264 mg/dl

Pada foto thorak : tampak cardiomegali dan EKG LVH

F.

DIAGNOSIS
Congestive Heart Failure (CHF) dengan Diabetes Melitus tipe II

G.

DIFFERENTIAL DIAGNOSA

Asma bronkiale

Liver disease

Renal dysfunction

G. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
a. Edukasi tentang penyakitnya
b. Tirah baring
2. Medikamentosa

10

1.

O2 2-4 L/menit

2.

Infus RL 7 tpm

3.

Inj. Ranitidin 2x1

4.

Inj. Furosemide 1x1 IV (1-0-0)

5.

Inj. Diphenhidramine 2x1 ampul

6.

Humulin R 3x 4 iu

7.

PO: Spironolaktone 25 mg 1x1

H. FOLLOW UP
Nama

: Tn. S

Diagnosis : CHF dengan Diabetes mellitus tipe 2


Tabel flowsheet penderita
Tgl
21/10/14

Subyektif
Sesak nafas
berkurang,
mual (+),
bengkak
kaki (+).

Obyektif
T: 110/80
N: 84
RR: 28
S : 36,4
GDA 212
Oedem
+
+

Assesment
CHF
dengan
DM tipe2

Therapy
O2 2-4 L/menit

Infus RL 7 tpm

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Furosemide 1x1


IV

Inj. Diphenhidramine
2x1

22/10/14.

23/10/14

Sesak
berkurang,
lidah pahit.

T: 150/100
N: 80
RR: 24
S : 36,7
GDA
234mg/dl
Oedem
+
+

CHF
dengan
DM tipe 2

Sesak nafas T: 140/100


(-), mual
N: 80
(-).
RR: 24
S : 36,5

CHF
dengan
DM tipe2

HumulinR 3x4iu

Spironolaktone 25

mg 1x1
O2 2-4 L/menit prn
Infus RL 7 tpm
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Furosemide 1x1 IV
HumulinR 3x6iu
Spironolaktone 25 mg

1x1
Infus RL 7 tpm

Inj. Ranitidine 2x1

Inj. Furosemide 1x1

10

11

24/10/14

GDA
162
mg/dl
Oedem
+
+
min min
Keluhan (-) T: 130/90
N: 80
RR: 20
S : 36,7
GDA
178mg/dl
Oedem
-

IV

HumulinR 3x6iu

Spironolaktone 25
mg 1x1

CHF
dengan
DM tipe2

Vivace 2,5mg 1x1

Betaone 2,5 mg 1x1

Furosemide -0-0

Spironolaktone 25 mg
1x1

Glucodex -0-0

Pasien boleh pulang.

11

12

12

13

BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT

3.1 Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung (cardiacoutput = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang.1
Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam
tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui
perubahan-perubahan neurohumoral serta dilatasi ventrikel. Salah satu respon
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling
pressure) dari jantung atau preload.
Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema
paru dan bendungan di sistem vena maka keadaan ini disebut gagal jantung
kongestif. Apabila tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang
sering terjadi pada infark miokard akut sehingga dalam waktu singkat
menimbulkan

berbagai

tanda-tanda

kongestif

sebelum

jantung

sempat

mengadakan mekanisme kompensasi yang kronis maka keadaan ini disebut gagal
jantung kongestif akut.2
3.2 Epidemiologi1,2
Penyakit gagal jantung merupakan salah satu masalah penyebab kematian di
seluruh dunia. Prevalensi kejadian pada populasi dewasa dalam satu kota
sebanyak 2%, prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia, 6-10% pada usia
>65 tahun. Meskipun berdasarkan penelitian insiden relative lebih rendah pada
perempuan daripada laki- laki, pada dasarnya setengah dari perempuan
disebabkan karena pola hidup yang kurang sehat.
3.3 Etiologi

13

14

Gagal jantung dapat disebabkan oleh karena kelainan fungsi dan struktur
jantung. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gagal jantung adalah
Preserved Ejection Fraction dan Depressed Ejection Fraction, dimana yang
paling dominan dalam megakibatkan gagal jantung adalah Coronary Artery
Disease (60-75%). Meskipun begitu tetapi hipertensi dan diabetes mellitus pun
juga memiliki peranan yang dominan dalam menyebabkan penyakit gagal jantung,
berikut adalah etiologi yang dapat menyebabkan gagal jantung.

Gambar 3.1 Etiologi dari Congestive Hearth Disease (CHF).1

14

15

3.4 Patofisiologi1,2,3,4,5
Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah di dalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron, serta
penglepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Respon neurohumoral ini akan membawa keuntungan untuk sementara
waktu. Namun setelah beberapa saat, kelainan sistem neurohumoral ini akan
memacu perburukan gagal jantung, tidak hanya karena vasokontriksi serta retensi
air dan garam yang terjadi akan tetapi juga karena adanya efek toksik langsung
dari noradrenalin dan angiotensin terhadap miokard.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi peninggian afterload, peninggian
preload dan hipertrofi/dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.

15

16

Gambar 3.2 Patofisiologi Gagal Jantung kongestif

16

17

3.5 Klasifikasi1,5,8
1. Klasifikasi Gagal jantung sistolik dan diastolik
a. Gagal jantung sistolik
gagal jantung sistolik terjadi akibat terganggunya kemampuan jantung untuk
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Hal ini disebabkan oleh adanya
penekanan kontraktilitas darah keseluruh miokard. Gagal jantung sistolik
akut terlihat pada miokarditis akibat virus, keracunan alcohol, dan anemia,
sedangkan gagal jantung sistolik kronis dapat terjadi setelah kardiomiopati
atau infark miokard.
b. Gagal jantung diastolik
gagal jantung diastolic terjadi akibat dari pengisian jantung yang terganggu.
Hal ini biasa tampak pada wanita lanjut usia. Empat mekanisme patologi
yang dihasilkan pada gagal jantung jenis ii telah diketahui.
- Penyakit struktural
Kerusakan katup jantung
Abnormalitas anatomi seperti hipertropi konsentrik
Efusi pericardial
- Abnormal fisiologis
Peningkatan volume sistolik akhir
Pengurangan waktu pengisisan sebagaimana tampak pada takikardia
- Abnormalitas non-miosit
Peningkatan jaringan ikat
Perikarditis kontriktif
- Abnormalitas miosit
2.
Klasifikasi gagal jantung kongestif berdasarkan New York Association
(NYHA) :

17

18

Gambar 3.3 Klasifikasi Gagal jantung menurut NYHA


3.

Klasifikasi gagal jantung kongestif berdasarkan American Heart


AAssociation (AHA)

Gambar 3.4 Klasifikasi gagal jantung menurut AHA


3.6 Gejala Klinik
Pada tahap simtomatik di mana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas
seperti cepat capek (fatik), sesak nafas (dyspnea in effort, orthopnea),
kardiomegali, peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali dan edema

18

19

sudah jelas maka diagnosis gagal jantung mudah dibuat. Tetapi bila sindrom
tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri/LV
dysfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang
hilang timbul tidak khas, sehingga harus ditopang oleh pemeriksaan foto rontgen,
ekokardiografi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
3.7 Pemeriksaan Penunjang1,2,5,7,8
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, EKG/foto
thorax, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung
kongestif:

Gambar 3.5 Kriteria Diagnosis gagal Jantung


Major atau Minor
Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor
Menurut

Dauglas,

pemeriksaan

penunjang

yang

dapat

dilakukan

untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:


1.

Elektro kardiogram (EKG)


Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,
takikardi, fibrilasi atrial.
19

20

2.

Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .

3.

Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram


dopple)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.

4.

Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.

5.

Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.

6.

Enzim hepar
Meningkat dalam gagal / kongesti hepar.

7.

Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.

8.

Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.

9.

Analisa gas darah (AGD)


Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

10.

Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin


Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

11.

Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung kongestif.

3.8 Terapi1,3,4,5

20

21

Gambar 3.6 Algoritma terapi gagal jantung kongestif


Non farmakologi

Anjuran umum:
1. edukasi: terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
2. aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang
masih bisa dilakukan
3. gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang

Tindakan umum:
1. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 gram pada gagal jantung
ringan dan 1 gram pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
2. Hentikan rokok
3. Aktivitas fisik ( latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama 2030menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan

21

22

beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan


dan sedang)
4. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut

Farmakologi
1. Diuretik
Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretik regular dosis rendah tujuanuntuk mencapai tekanan vena jugularis
normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop
diuretik atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat
dinaikkan, berikan diuretic intravena, atau kombinasi loop diuretic dan
tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton dengan dosis 25 -50 mg/hari
dapat mengurangi mortalitas pada paien dengan gagal jantung sedang
sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik
2. Penghambat ACE
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal,
dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
3. Penyekat beta
Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Penyekat
beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metoprolol. Biasa
digunakan dengan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.
4. Antagonis penyekat reseptor angiotensin II
Masih merupakan alternatif bila pasien tidak toleran terhadap penyekat
enzim konversi angiotensin
5. Glikosida jantung (digitalis)

22

23

Digitalis merupakan

indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai

derajat gagal jantung.


6. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat
Memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran dengan
penghambat ACE.
7. Antikoagulan dan antiplatelet.
Aspirin dindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada
penderitadengan fibrilasi atrialdengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan
riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

23

24

BAB IV
PENUTUP
Pasien datang ke UGD RSUD Nganjuk dengan keluhan sesak nafas yang
dialami sejak 7 hari yang lalu dan memberat 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak dirasakan tidak terus-menerus. Sesak dipengaruhi aktivitas walaupun
berjalan hanya beberapa meter saja (ngosrong), namun beberapa hari ini sesak
juga terjadi ketika tidur, sehingga pasien sehingga pasien merasa lebih nyaman
tidur malam dengan memakai 2 susun bantal. Selain itu pasien mengeluhkan perut
terasa penuh dan mual. Bengkak kedua kaki dialami sejak 3 hari yang lalu dan
pasien merasa lemas. Pasien mengeluhkan sering berdebar tanpa disertai nyeri
dada.
Pada pasien sebelumnya didapatkan riwayat hipertensi dan penggunaan obat
ACE inhibitor tanpa resep dari dokter. Dimana kondisi tersebut sudah berlangsung
sejak lama sehingga pasien masuk ke UGD RS Nganjuk dengan diagnosa gagal
jantung kongestif.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu
memompa darah dalam jumlah memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh. Gejala dari gagal jantung kongestif gejala yang timbul dapat berupa
dispnea, akibat penimbuan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas,
dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah meningkatkan
oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui
istirahat/pembatasan aktivitas, mengurangi beban awal dengan pembatasan cairan,
pemberian diuretik dan vasodilator, mengurangi beban akhir dengan pemberian
ACE antagonis dan prasosin, serta memperbaiki kontraktilitas dengan pemberian
inotropik.

24

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci, A. S., Braunwald Eugene, Kasper, D. L., Hauser, S. L., Longo L.,
Jameson, J. L., Loscalzo Joseph. 2008. Disorder of the hearth. Harrisons
Principles of Internal Medicines. 17th Editions. United States of America.
2. L., Man Dauglas. 2008. Hearth Failure and Cor Pulmonal. Harrisons
Principles of Internal Medicines. 17th Editions. United States of America.
3. Silbernagl, Stefan., Lang, Florian.2000. Hearth Failure. Hearth and
Circulation. Color atlas of Patophysiology. Page 224-226.
4. Marulam M Panggabean, Daulat M, Gagal jantung. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Aru W Sudoyo (Editor), Balai Penerbit UI. Jakarta, 2006.
5. PAPDI, gagal jantung kronik. Panduan pelayanan medik PB
PAPDI.Jakarta 2006.
6. Karim S, Peter K. EKG dan Penanggulangan beberapa penyakit jantung
untuk dokter umum, FK UI 2005.
7. Guyton, A. C., dan Hall, J. E. 2006. Aliran Darah Otot dan Curah Jantung
Selama Kerja Fisik; Sirkulasi Koroner dan Penyakit Jantung Sistemik.
Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
8. Epstein, F. H., Ross, Russell. 2000. Atherosclerosis an Inflammatory
Disease. Volume 340. Number 2. The New England Journal of Medicines.
P: 115- 126.
9. Price S. A, Wilson L. M. 2005. Anatomi Sistem Kardiovaskular dan
Gangguan Sistem Kardiovaskular. Edisi VI. Volume 1. Alih bahasa :
Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA. Jakarta. EGC : 517546

25

Anda mungkin juga menyukai