Anda di halaman 1dari 3

Integrasi Sarana Pengelolaan Sanitasi dan Ruang Terbuka Hijau:

sebuah Strategi Penyediaan Ruang Publik di Permukiman Kumuh


30 September 2015 23:23:29

Menurut Project for Public Spaces in New York pada tahun 1984, ruang publik yang dimaksud secara
umum pada sebuah kota, adalah bentuk ruang yang digunakan manusia secara bersama-sama berupa
jalan, pedestrian, taman-taman, plaza, fasilitas transportasi umum (halte) dan museum. Pada umumnya
ruang publik adalah ruang terbuka yang mampu menampung kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan
dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang ini memungkinkan terjadinya pertemuan antarmanusia
untuk saling berinteraksi. Pada ruang ini seringkali timbul berbagai kegiatan bersama, sehingga ruangruang terbuka ini dikategorikan sebagai ruang umum (Studyanto, 2009). Ruang publik biasanya didesain
agar dapat memiliki akses yang besar terhadap lingkungan sekitar. Pemerintah bertanggung jawab dalam
menyediakan ruang publik kepada masyarakat secara gratis. Masyarakat, selain berhak untuk
memanfaatkan dan menikmati keberadaan ruang publik, memiliki kewajiban untuk menjaganya agar tidak
rusak dan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Masyarakat yang dimaksud dalam hal ini adalah seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali, mulai dari
para pejabat, konglomerat, aparat, karyawan, buruh, petani dan lain-lain. Semua lapisan masyarakat
berhak untuk mendapatkan layanan berupa ketersediaan ruang publik yang layak. Salah satu komponen
masyarakat yang ada di perkotaan adalah masyarakat permukiman kumuh yang juga berhak untuk
mendapatkan akses layanan tersebut.
Permukiman kumuh adalah kawasan yang hampir tidak bisa dipisahkan dari keberadaan perkotaan di
Indonesia. Berdasarkan data dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU dan
PR), di Indonesia terdapat 38.431 ha yang tersebar di 4.108 kawasan. Permukiman kumuh tersebut
timbul dikarenakan arus urbanisasi yang tidak terkontrol sehingga berakibat perkotaan tidak mampu
menampung para pendatang dengan layak.
Beberapa akibat yang muncul dari keberadaan permukiman kumuh adalah ketidakteraturan bangunan,
sarana sanitasi yang buruk, ketersediaan air bersih yang terbatas, tidak tersedianya ruang terbuka hijau
serta terbatasnya ruang publik untuk aktivitas warga. Salah satu penyebab terhambatnya penyediaan
fasilitas-fasilitas tersebut adalah terbatasnya lahan yang tersedia di permukiman kumuh. Salah satu
dampak dari terbatasnya lahan yang ada di permukiman kumuh adalah ketersediaan ruang publik yang
sangat minim, khususnya terkait dengan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (biasanya berupa taman).
Pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memiliki sebuah target berupa
capaian 0 % permukiman kumuh pada tahun 2019, seperti yang tertuang dalam program 100 0 100.
Penyediaan ruang publik di permukiman padat penduduk yang identik dengan sebutan permukiman
kumuh adalah salah satu cara meningkatkan kualitas suatu permukiman atau dengan kata lain bisa

menjadi bagian dalam mengentaskan permukiman kumuh. Integrasi Pemanfaatan Ruang untuk Sarana
Sanitasi dan Ruang Terbuka Hijau Masalah keterbatasan lahan di suatu kawasan memaksa perlunya
efektivitas pemanfaatan suatu lahan agar bermanfaat untuk berbagai fungsi. Salah satu segmen yang
bisa diintegrasikan dengan penyediaan ruang publik berupa Ruang Terbuka Hijau adalah sarana
pengelolaan sanitasi. Salah satu fasilitas pengolahan limbah rumah tangga yang biasanya ada di suatu
permukiman adalah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal, seperti yang terdapat di
permukiman padat penduduk di RW 09 Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagajarsa, Kota Jakarta
Selatan. IPAL tersebut berfungsi untuk mengolah air limbah rumah tangga yang berasal dari 40 KK yang
ada di wilayah tersebut. Air limbah tersebut diolah di instalasi IPAL sehingga menghasilkan air yang layak
untuk dibuang ke sungai. IPAL yang merupakan hasil kerja sama antara Satuan Kerja Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP), Masyarakat dan Badan Pengelola
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jakarta ini juga berfungsi sebagai ruang publik berupa
taman bermain bagi anak-anak. Ruang publik tersebut bermanfaat sebagai sarana alternatif bermain bagi
anak-anak yang dapat diakses dengan mudah karena terletak di pinggir permukiman. Konsep integrasi
penggunaan lahan tersebut merupakan sebuah solusi atas keterbatasan lahan dalam suatu wilayah.
Gambar berikut merupakan IPAL yang ada di RW 09, Kelurahan Lenteng Agung. Gambar 2. IPAL di RW
09 Kelurahan Lenteng Agung (Sumber: Dokumentasi Kunjungan Lapangan Youth Program Kemen PU
dan PR 2015) Permukiman lain yang memiliki IPAL terpusat adalah di RW 04 Desa Minomartani,
Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, IPAL tersebut hanya
berfungsi sebagai sarana pengolahan sanitasi saja. Padahal area IPAL tersebut masih memiliki beberapa
ruang yang masih bisa dimanfaatkan sebagai area terbuka hijau. Gambar 3. IPAL di RW 04 Kelurahan
Minomartani (Sumber: Dokumentasi Pribadi) Pengembangan Sistem Integrasi Pengolahan Sanitasi
dengan Ruang Terbuka Hijau sebagai Ruang Publik Integrasi sarana pengolahan sanitasi dan ruang
terbuka hijau di permukiman padat penduduk dapat dikembangkan lebih lanjut dengan beberapa
penambahan fungsi, sebagai berikut. 1. Pemisahan Pengolahan Limbah Grey Water dan Black Water
Limbah black water merupakan limbah kotoran manusia sementara grey water merupakan limbah dari
aktivitas seperti mandi, cuci dan lain-lain. Limbah ini dipisah dengan tujuan agar limbah black water dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biogas. 2. Area Pengolahan Limbah Kotoran Manusia
menjadi Biogas Kotoran manusia berpotensi untuk diolah menjadi biogas yang kemudian dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak atau untuk menghidupkan listrik. Listrik yang
dihasilkan oleh instalasi ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan listrik di fasilitas-fasilitas umum yang ada
di permukiman, seperti: lampu penerangan jalan, sekolah, masjid, taman bermain, balai pertemuan warga
dan lainnya. 3. Pembuatan Area Taman Area taman memiliki banyak fungsi, misalnya: sebagai taman
bermain bagi anak-anak, lokasi senam rutin bagi Ibu-Ibu atau sebagai lapangan badminton bagi BapakBapak. Area taman ini juga bisa dimanfaatkan sebagai panggung pertunjukan pada kegiatan-kegiatan
tahunan, seperti: panggung 17 Agustusan. 4. Pembuatan Area Jogging Track Jogging Track yang
mengelilingi area pengolahan sanitasi dapat dimanfaatkan sebagai sarana olah raga bagi warga di sekitar

permukiman. 5. Pembuatan Area Pertanian Mandiri Pengolahan kotoran manusia menjadi biogas
menghasilkan produk samping berupa pupuk organik. Pupuk tersebut dapat dimanfaatkan bagi area
pertanian mandiri di sekitar lokasi instalasi. Area pertanian mandiri ini sekaligus sebagai ajang
pemanfaatan pupuk organik yang dihasilkan dari pengolahan kotoran manusia menjadi biogas. Area ini
merupakan ruang publik bagi para Ibu-Ibu di sekitar permukiman untuk menyalurkan hobi bercocok
tanam atau sebagai penghasilan tambahan bagi lembaga swadaya yang ada di permukiman. Penutup
Permukiman kumuh merupakan bagian dari suatu perkotaan, sehingga penyediaan ruang publik di
permukiman kumuh juga merupakan hak bagi warga yang menempati permukiman tersebut. Kondisi
keterbatasan lahan di permukiman kumuh merupakan suatu tantangan dalam penyediaan ruang publik.
Salah satu gagasan dalam penyediaan ruang publik di permukiman padat penduduk adalah dengan
mengintegrasikan ruang publik dengan sarana pengolahan sanitasi. Selain mengatasi masalah
pembuangan dan pengolahan sanitasi di permukiman tersebut, integrasi penggunaan lahan ini juga
berpotensi untuk dijadikan sebagai ruang publik berupa taman bermain, jogging track, area pengolahan
limbah kotoran manusia menjadi biogas serta area pertanian mandiri. Integrasi ini merupakan suatu
langkah dalam penyediaan ruang publik sekaligus dalam meningkatkan kualitas suatu permukiman. Yang
lebih penting lagi dengan adanya ruang publik di permukiman padat penduduk adalah tersedianya ruang
publik dapat diakses dengan mudah dan terjangkau. Selain integrasi antara penyediaan ruang publik
dengan sarana sanitasi, masih banyak dimungkinkan integrasi pemanfaatan lahan secara bersama-sama
untuk dijadikan sebagai ruang publik. Adakah ide lainnya? Semoga bisa menjadi inspirasi!!!
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/zakariyaaf/integrasi-sarana-pengelolaan-sanitasi-dan-ruangterbuka-hijau-sebuah-strategi-penyediaan-ruang-publik-di-permukiman -kumuh_560c0c753f23bdb809fc630d

Anda mungkin juga menyukai