KELAS A - 2015
ANGGOTA :
25010115120021
3. Rini Fajarani
25010115120036
4. Monalisa
25010115120043
5. Kecenderungan lokasi geografis serangan penyakit sehingga dapat dengan mudah dideteksi
lokasi kejadian penyakit
6. Sifat-sifat biologis kuman patogen sehingga menjadi bahan informasi untuk pencegahan
penyakit, khususnya untuk pembunuhan kuman penyakit
2.
3.
4.
dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan tingkat kedua dan ketiga sudah berada dalam
keadaan pathogenesis atau penyakit sudah tampak. Bentuk-bentuk upaya pencegahan yang
dilakukan pada setiap tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Fase penyakit
Kondisi normal kesehatan
Kelompok target
Populasi total dan kelompok
terpilih
factor Populasi total dan kelompok
Primary
Keterpaparan
secondary
Tertiary
penyebab khusus
terpilih dan individu sehat
Fase patogenesitas awal
Pasien
Fase lanjut (pengobatan dan Pasien
rehabilitasi)
DAFTAR PUSTAKA
b. Promosi
c. Ekspresi
d. Inkubasi
e. Laten
2. Upaya pencegahan meliputi pencegahan aneka akibat penyakit yang tidak diinginkan, seperti
kematian dini, kecacatan, disfungsi sisa, komplikasi, rekurensi, yaitu ....
a. Pencegahan Penyakit
b. Pencegahan Premordial
c. Pencegahan Primer
d. Pencegahan Sekunder
e. Pencegahan Tersier
3. Contoh pencegahan sekunder , yaitu .....
a. Pemakaian alat bantu untuk berjalan terhadap pasien yang menderita patah tulang pada
kakinya.
b. Pemberian imunisasi kepada balita di posyandu
c. Pemakaian helm dan kacamata saat berkerja sebagai buruh bangunan
d. Pemeriksaan serologis
e. Pemberitahuan atau pendidikan kesehatan dan keselamatan kerja bagi para pekerja dengan
poster.
4. Contoh upaya pencegahan primer, yaitu :
a. X - Ray Massal
b. Penyuluhan Kesehatan
c. Pemberian makanan khusus
d. A dan B
e. B dan C
5. Contoh penyakit dengan masa inkubasi pendek dan durasi pendek , yaitu .....
a. Korela
b. B dan C
c. Skizofenia
d. Sifilis
e. A dan C
KELAS A - 2015
ANGGOTA :
25010115120021
3. Rini Fajarani
25010115120036
4. Monalisa
25010115120043
a
b
Ratio
Proporsi
Digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam
populasinya. Proporsi Tidak mempunyai satuan (dimensi), karena satuan
dari pembilang dan penyebutnya sama, sehingga saling meniadakan.Nilai
proporsi antara 0 dan 1. Apabila menggunakan angka dasar 100 maka
20
100 =0,5 100 =50
40
Jadi, ada 20 kasus dari 40 orang.
Rate
Rate adalah perbandingan antara jumlah kejadian terhadap jumlah
desebut presentase. Contoh:
numerator
F
denominator
Keterangan
Numerator adalah jumlah orang atau individu yang mengalami
peristiwa.
Denominator adalah jumlah populasi berisiko (jumlah total orang
atau keseluruhan individu yang mungkin mengalami peristiwa).
F adalah faktor pengali, biasanya kelipatan 10, mengkonversi rate
dari suatu fraksi ke suatu jumlah keseluruhan.
Ciri-ciri dari rate : Mempunyai satuan ukuran, yaitu per satuan waktu,
besarnya tidak terbatas. Secara teoritis nilainya terbentang antara 0 sampai
tak terhingga.
b) Tipe ukuran yang digunanakan dalam epidemiologi
Ukuran-ukuran frekuensi penyakit
Ukuran epidemiologis selalu dipengaruhi oleh berbagai factor,
diantaranya factor person atau orang, yng dinilai di sini adalah dari aspek
jumlah atau fekuensi orang yang berkaitan dengan suatu peristiwa, selain
itu factor place atu tempat adalah faktor yang berkaitan dengan darimana
orang-orang yang mengalami peristiwa tersebut berasal. Dalam
epidemiologi, ada tiga ukuran penyakit yang harus dibedakan, yaitu:
I. Insiden
Insiden adalah gambaran tentang frekuensi penderita baru
suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di satu
kelompok msyarakat. Angka insidenb ini hanya dapat di hitung
pada suatu penelitian yang bersifat longitudinal karena untuk
menghitung angka insiden diperlukan dua angka yakni jumlah
penderita baru dan jumlah penduduk yang mungkin terkena
penyakit tersebut.
incidance rate pada umumnya di paaki dalam mengukur
besar atau ferkuensi dari penyakit infeksi yang di alami suatu
kelompok masyarakat. Bila suatu kelompok masyarakat
mempunyai incidance rate ayng lebih tinggi dari suatu kelompok
masyarakat yang lain, maka ini berarti kelomppok pertama tedi
mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan kejadian
tertentu (penyakit infeksi) di banding kelompok dua.
Manfaat dari insiden antara lain:
Merupakan alat ukur untuk penelitian etiologi suatu
jumlahkasusinsidensselamaperiodewaktutertentu
jumlahorangberesikopadapermulaanwaktu
jumlahkasusinsidenterjadidalamperiodewaktu
jumlahorangwaktu
II. Prevalen
Prevalens adalah proporsi populasi yang sedang menderita sakit
pada saat tertentu. Ciri pravalens meliputi berbentuk proporsi,
tidak mempunyai satuan, dan besarnya antara 0 dan 1 Prevalen
berguna untuk menentukan situasi penyakit yang ada pada suatu
jumlahkasusyangadapadasatutitikdalamwaktu
totaljumlahorangpadawaktu
Pevalen periode
Prevalen periode adalah seorang individu berada dalam
keadaan sakit kapan saja selama satu periode waktu.
Rumus prevalen periode
prevalen periode=
jumlahkasusyangadaselamasuatuperiodewaktu
jumlahorangselamaperiode
III. Mortalitas
Merefleksikan jumlah kematian dalam suatu populasi
Ukuran-ukuran dalam mortalitas:
Death to Case Ratio (DTCR)
DTCR=
(kematiandaripenyakittertentuselamaperiodetertentu)
(kasusbarudaripenyakityangdiidentifikasiselamaperiodeyangsama)
PNMR=
(kematianibuolehsebabyangberkaitandengankehamilan , kelahirandannifas)
( bayiyanglahir hidup)
(bayiyangmeninggal)
(bayiyanglahir hidup)
(kematianbayiumurdalam28 haripertamakehidupannya )
(bayiyang lahir hidup)
(meninggaldiantarakasusinsidens)
( jumlahkasusinsidens)
(kematiankarenasebabtertentu)
(kematiansemuasebab)
PM grup
PM grup
3.
Ukuran-ukuran asosiasi
Merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara suatu
eksposur/faktor risiko dan kejadian suatu penyakit
Memasukkan suatu perbandingan frekuensi penyakit antara dua
atau lebih kelompok dengan berbagai derajat eksposur
Beberapa ukuran assosiasi digunakan untuk mengestimasi efek
5. Ukuran-ukuran dampak
Ukuran dampak digunakan untuk merefleksikan dampak suatu faktor
pada frekuensi atau risiko dari suatu masalah kesehatan serta
merefleksikan kelebihan jumlah kasus karena suatu faktor atau jumlah
kasus yang dapat dicegah oleh eksposur (pemajan)
Ukuran dampak dibagi menjadi:
Ukuran perbedaan dampak
Fraksi efek
DAFTAR PUSTAKA
1. Jumlah penduduk Jakarta pertengahan tahun 2012 berjumlah 11.000.000 orang. Pada tahun
tersebut terdapat kematian 200.000 oran. Angka Kematian Kasarnya adalah.....
a. 20
b. 25
c. 18
d. 15
e. 16
Jawaban :
CDR = D X 1000 / P
= 200.000 X 1000 / 11.000.000 = 18,18 = 18 Jiwa
2. Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk sebanyak 100.000 orang rentan terhadap penyakit
dan ditemukan lapiran penderita baru pada bulan Januari 50 orang, Februari 100 orang, Juni 150
orang, dan September 10 orang, serta Desember 90 orang. Nilai insidensi adalah .....
a. 0,5 %
b. 0,66 %
c. 0,4%
d. 0,3 %
e. 0,1 %
Jawaban :
SCREENING / PENYARINGAN
KELAS A - 2015
ANGGOTA :
25010115120021
3. Rini Fajarani
25010115120036
4. Monalisa
25010115120043
SCREENING
1.
DEFINISI SCREENING
- Screening atau Penyaringan adalah upaya mendeteksi / mencari penderita dengan penyakit
tertentu ( terutama penyakit menahun ) dalam masyarakat dengan melaksanakan pemisahan
berdasarkan gejala yang ada atau pemeriksaan laboratorium untuk memisahkan yang sakit dan
yang kemungkinan sakit, selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan. ( Suparyanto,
2010 )
- Screening atau penyaringan kasus ( Uji Tapis ) adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit
yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan
cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin
tidak menderita.
- Screening untuk pengendalian penyakit adalah pemeriksaan orang - orang asimptomatik untuk
mengklasifikasikan mereka ke dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau diperkirakan
tidak mengidap penyakit ( as likely or unlikely to have the disease ) yang menjadi obejk
screening.
- Uji screening dapat memisahkan orang yang nampaknya sehat tapi kemungkinan mempunyai
penyakit ( tes + ) dan orang yang kemungkinan tidak mempunyai penyakit ( tes - ).
- Uji screening tidaklah bersifat diagnostik tapi mendeteksi penyakit sedini mungkin. Orang orang dengan temuan positif atau mencurigakan harus dirujuk ke dokter untuk diagnosis dan
pengobatannya.
- Orang dengan test screening (+) --------- dirujuk ------------ pemeriksaan
2.
TUJUAN SCREENING
Untuk memberi gambaran kepada tenaga kesehatan tentang sifat - sifat suatu penyakit,
sehingga mereka selalu waspada dan mereka selalu mengadakan pengamatan terhadap
(waspada mulai dini).
Untuk mendidik masyarakat melakukan general check up
Prescriptive Screening , sebagai landasan petunjuk / anjuran terhadap individu. Misalnya : tes
tuberkulin (+) dianjurkan profilaksis INH.
3.
SASARAN SCREENING
Mencari atau mengidentifikasi orang - oran tanpa gejala klinis yang muncul ( asimptoma
tik ) yang nantinya akan diklasifikasikan dalam kategori yang diperkirakan mengidap
atau tidak mengidap penyakit ( as likely or unlikely to have the disease ).
Penderita penyakit menular atau penyakit infeksi.
Penderita penyakit kronis atau menahun.
Orang - orang yang beresiko tinggi sebagai penderita.
4.
5.
- dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan dilakukan secara efektif
- Lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan situasi penyakit dalam masyarakat untuk
usaha penanggulangannya.
- cukup sederhana dan relatiif mudah
7.
EFEK SCREENING
Jika pengobatan dini tidak berpengaruh terhadap perjalanan penyakit, usia saat terjadinya
stadium lanjut penyakit atau kematian tidak akan berubah, walalupun ada perolehan lead time,
yaitu periode dari saat deteksi penyakit ( dengan screening) sampai dengan saat diagnosis
seharusnya dibuat jika tidak ada screening.
8.
JENIS SCREENING
Opportunistik screening
Adalah penjaringan yang dilakukan pada pasien yang datang untuk memeriksakan
kesehatannya
2. Mass Screening
Adalah screening yang dilakukan secara masal (melibatkan populasi secarakeseluruhan),
misalnya X - Ray Massal
3.
Selectiv Screening
Adalah screening yang dilakukan pada kelompok tertentu, misalnya kelompok penduduk
10.
2. Spesifisitas
Kemampuan daripada tes tersebut yang secara benar menempatkan mereka yang betul betul tidak menderita pada kelompok sehat atau kemampuan menemukan yang tidak menderita
penyakit. Dengan hasil negatif dan benar tidak sakit.
Rumus :
Rumus :
Sensitifitas : (TP / TP + FN ) x 100%
Spesifisitas : (TN / TN + FP ) x 100%
*Semakin tinggi sensitifitas test, akan makin tinggi FN
*Semakin tinggi spesifitisitas test, akan makin tinggi FP
Penjelasan tabel 1 :
a. Positif sebenarnya (TP) , yaitu mereka yang oleh tes screening dinyatakan menderita
dan yang kemudian didukung oleh diagnosis klinis yang positif
b. Positif palsu (FP) , yaitu mereka yang oleh tes screening dinyatakan menderita, tetapi
pada diagnosis klinis dinyatakan sehat / negatif
c. Negatif Sebenarnya (TN) , yaitu mereka yang pada tes screening dinyatakan sehat dan
pada diagnosis klinis ternyata betul sehat
d. Negatif Palsu (FN), yaitu mereka yang pada tes screening dinyatakan sehat, tetapi oleh
diagnosis klinis ternyata menderita.
Penilaian hasil screening dengan menghitung sensitivitas dan spesifisitas mempunyai
beberapa kelemahan sebagai berikut :
a. Tidak semua hasil pemeriksaan dapat dinyatakan dengan tegas ya atau tidak
b. Perhitungan ini tidak sesuai dengan kenyataan karena perhitungan sensitivitas dan
spesifisitas setelah penyakit di diagnosis, sedangkan tujuan screening adalah mendeteksi
penyakit yang belum tampak dan bukan untuk menguji kemampuan alat tes yang digunakan.
B. Predictive Values / Nilai Ramal
Besarnya kemungkinan dengan menggunakan nilai sensifisitas dan spesifisitas serta
prevalensi terhadap proporsi penduduk yang menderita.
Selain sensitifitas dan spesifisitas , ada juga predictive value, yang terdiri dari PPV/PV+ (
Postive Predictive Value ) dan NPV/PV- ( Negative Predictive Value ).
- PPV : Proporsi yang sakit di antara yang hasil ujinya positif.
Rumus : PPV atau PV+ = (TP / TP+FP ) x 100%
- NPV : Proporsi yang tidak sakit diantara yang hasil ujinya negatif
Rumus : NPV atau PV- = (TN / TN+ FN ) x 100%
C. Reliabilitas
Kemampuan suatu tes memberikan hasil yang sama / konsisten bila tes diterapkan lebih
dari satu kali pada sasaran yang sama dan kondisi yang sama.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi :
a. Variasi cara screening : stabilitas alat, fluktuasi keadaan (demam)
b. Kesalahan / perbedaan pengamat: pengamat beda / pengamat sama dengan hasil yang
beda.
Upaya meningkatkan reliabilitas :
a. Pembakuan /standarisasi cara screening
b. Peningkatan ketrampilan pengamat
c. Pengamatan yang cermat pada setiap nilai pengamatan
d. Menggunakan dua atau lebih pengamatan untuk setiap pengamatan
e. Memperbesar klasifikasi kategori yang ada, terutama bila kondisi penyakit juga
bervariasi / bertingkat.
D. Penyaringan Bertingkat
Bentuk penyaringan yang dilakukan dengan menggunakan dua jenis tes terhadap satu
penyakit tertentu. Penyaringan bertingkat dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu bentuk seri
dan bentuk paralel.
- Bentuk Seri ialah penyaringan yang menggunakan dua macam tes secara bersamaan
sehingga seseorang dapat dinyatakan positif, apabila hasil tes memberikan asil positif pada kedua
tes penyaringan yang selanjutnya diadakan pemeriksaan klinis untuk diagnosis.
- Bentuk Paralel ialah penyaringan denan dua macam tes terhadap satu penyakit tertentu
dan bai mereka yang positif pada salah satu tes penyaringan tersebut, dapat dinyatakan positif
dan dilanjutkan denan pemeriksaan klinis untu diagnosis.
D. Derajat Screening (yied)
Kemungkinan menjaring mereka yang sakit tanpa gejala melalui screening, sehingga
dapat ditegakkan diagnosis pasti serta pengobatan dini.
Derajat penyaringan ditentukan ole beberapa faktor tertentu :
a. Tingkat sensitivitas tes penyaringan
b. Besarnya prevalensi penyakit dalam masyarakat
c. Frekuensi penyaringan dalam masyarakat
d. Konsep sehat serta kehidupan kesehatan masyarakat sehari - hari
DAFTAR PUSTAKA
b.
c.
d.
e.
TN / TN + FP
TP/ TP+ FP
TN/ TP + FP
TP / TN + FN
Keterangan
TP
TN
FN
FP
Periode dari saat awitan penyakit (secara subklinis) sampai dengan saat diagnosis
seharusnya dibuat jika tidak ada screening
Periode dari saat awitan penyakit ( secara subklinis ) sampai dengan saat deteksi
penyakit ( dengan screening )
Periode dari saat deteksi penyakit ( dengan screening ) sampai dengan saat diag
nosis seharusnya dibuat jika tidak ada screening.
Periode dari saat diagnosis seharusnsya dibuat jika tidak ada screening sampai
dengan saat kematian jika tidak ada screening
Periode dari saat deteksi penyakit sampai dengan saat penderita dinyatakan sem
buh.
Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) di antara pengunjung RS Jantung XYZ adalah
70%. Uji toleransi pembebanan fisik (exercise tolerance test) terhadap 1462 pengunjung RS
memberikan hasil positif pada 932 orang. Pemeriksaan lebih lanjut terhadap mereka yang uji
toleransinya positif, menunjukkan bahwa hanya 818 orang yang benar - benar menderita PJK.
5. Sensitifitas uji toleransi pembebanan fisik untuk mendeteksi PJK adalah :
a. 20 %
b. 26%
c. 74%
d. 80%
e. 57%
Jawaban :
Jumlah pengunjung RS Jantung XYZ = 1462
Prevalensi PJK diantara pengunjung RS = 70 %
Hasil uji positif = 932 orang
Status Uji positif = 818 orang
Hasil Uji Toleransi
Pembebanan Fisik
Status Penyakit
Positif ( + )
Negatif ( - )
Positif ( + )
818
114
Negatif (- )
205
325
Jumlah
1023
439