FR TB PDF
FR TB PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1 Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis, sebagian besar kuman TB menyerang paru
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).
Mycobacterium tuberculosis ini merupakan kuman berbentuk batang lurus atau
sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul dengan ukuran panjang 14/m dan tebal 0,30-0,60/m. Mempunyai dinding sel yang unik, berupa lapisan
lilin yang komposisi utamanya adalah mycolic acid, asam lemak (lipid) yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisik sehingga disebut juga Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat
mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup dalam keadaan
dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan TB aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositosis malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya.
Sumber penularan yang utama adalah penderita TB paru dengan BTA
positif, yang ditularkan melalui percikan dahak (droplet) yang mengandung basil
TB pada saat batuk, bersin maupun bicara (Miller, 2002). Orang lain akan tertular
apabila droplet tersebut terhirup dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pernafasan, dan dari paru ke bahagian tubuh lainnya (extrapulmonar) melalui
melalui bronchus (saluran nafas), sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
atau percontinuitatum (melalui penyebaran langsung). Daya penularan dari
seseorang penderita ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
2.1.3
Cara penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif (DepKes RI, 2007) :
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2.1.5
kuman tuberkulosis (BTA) di dalam dahak atau jaringan paru penderita (Miller,
2002). Suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu
- pagi - sewaktu (SPS). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
10
dalam
Interpretasi
Hasil
Pemeriksaan
Hasil
Keterangan
Negatif
1+
2+
3+
11
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (DepKes RI, 2007). Dalam pengobatan
TB digunakan OAT dengan jenis, sifat dan dosis sebagaimana pada Tabel 2.1.
Jenis OAT
Sifat
Isoniazid (H)
Bakterisid
Rifampicin (R)
Bakterisid
Pyrazinamide (Z)
Bakterisid
Streptomycin (S)
Bakterisid
Ethambutol (E)
Bakteriostatik
3x seminggu
5
(4-6)
10
(8-12)
10
(8-12)
25
(20-30)
15
(12-18)
15
(15-20)
10
(8-12)
35
(30-40)
30
(20-35)
12
13
14
Berat Badan
30 37 kg
38 54 kg
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
3 tablet 2KDT
55 70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
keberhasilan
pengobatan
dan
untuk
mengetahui
apakah
15
Perhitungan angka konversi untuk pasien TB baru BTA positif :
16
TIPE PASIEN
TB
Pasien baru BTA
positif dengan
pengobatan
kategori 1
URAIAN
HASIL BTA
Akhir tahap
Intensif
Negatif
Sebulan sebelum
Akhir Pengobatan
Positif
Dilanjutkan
dengan OAT
sisipan selama 1
bulan. Jika setelah
sisipan masih
tetap positif,
tahap lanjutan
tetap diberikan.
Negatif
OAT dilanjutkan.
Positif
Gagal, ganti
dengan OAT
Kategori 2
mulai dari awal.
Akhir intensif
Negatif
Positif
Akhir Intensif
TINDAK
LANJUT
Tahap lanjutan
dimulai.
Negatif
Sembuh.
Gagal, ganti
dengan OAT
Kategori 2
mulai dari awal.
Berikan
pengobatan tahap
lanjutan sampai
selesai, kemudian
pasien dinyatakan
Pengobatan
Lengkap.
Ganti dengan
Kategori 2 mulai
dariawal.
Teruskan
pengobatan
dengan tahap
lanjutan.
17
Positif
Sebulan sebelum
Akhir Pengobatan
Negatif
Positif
Akhir Pengobatan
(AP)
Negatif
Positif
Beri Sisipan 1
bulan. Jika setelah
sisipan masih
tetap positif,
teruskan
pengobatan tahap
lanjutan. Jika ada
fasilitas, rujuk
untuk uji
kepekaan
obat.
Lanjutkan
pengobatan
hingga selesai.
Pengobatan gagal,
disebut kasus
kronik, bila
mungkin lakukan
uji kepekaan obat,
bila tidak rujuk ke
unit pelayanan
spesialistik.
Sembuh.
Pengobatan gagal,
disebut kasus
kronik, jika
mungkin, lakukan
uji kepekaan obat,
bila tidak rujuk ke
unit pelayanan
spesialistik
18
b. Umur
Umur berhubungan dengan kejadian penyakit TB paru, dimana umur dapat
mempengaruhi kerja dan efek obat karena metabolisme obat pada orang yang
muda berbeda dengan orang tua. Insidensi tertinggi TB paru biasanya pada
usia muda atau produktif, yaitu umur 15-45 tahun (Crofton, 2002). Dewasa ini
19
c. Status gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu
(Supriasa, 2001). Terdapat bukti yang jelas bahwa gizi buruk mengurangi daya
tahan tubuh terhadap penyakit tuberkulosis. Faktor kelaparan atau gizi buruk
pada masyarakat miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak
mengurangi daya tahan terhadap penyakit TB (Crofton, 2002).
Menurut Hernilla (2006), orang yang menkonsumsi vitamin C lebih dari
90 mg/hari dan mengkonsumsi lebih dari rata-rata jumlah sayuran dan buahbuahan secara signifikan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit
tuberkulosis. Status gizi berpengaruh pada cara tubuh kita melawan basil
tuberkel. Apabila gizi yang masuk dalam tubuh cukup, akan berpengaruh pada
daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman
tuberkulosis paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi
20
daya tahan tubuh terhadap penyakit, karena kekurangan kalori dan protein serta
kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru.
d. Pendidikan
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan penderita, hal ini menunjukkan
bahwa
pendidikan
mempengaruhi
kesuksesan
pengobatan
penderita.
dengan
penderita
dengan
tingkat
pengetahuan
tinggi.
e. Tingkat pendapatan
Pendapatan keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya
pencegahan penyakit, karena dengan pendapatan yang cukup maka akan ada
kemampuan menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan
lingkungan rumah yang sehat dan makanan yang bergizi (Desmon, 2006).
Kemiskinan memudahkan infeksi tuberkulosis berkembang menjadi penyakit
tuberkulosis. Sembilan puluh persen penderita TB terjadi pada penduduk
21
dengan status ekonomi rendah atau miskin dan umumnya terjadi pada negara
berkembang termasuk Indonesia (Crofton, 2002 dan WHO, 2003).
Menurut Pertiwi (2004), orang yang memiliki penghasilan yang rendah
memiliki risiko 2,4 kali untuk menderita penyakit TB dibandingkan dengan
orang yang memiliki penghasilan yang tinggi. Hasil penelitian Mahpudin
(2006) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian TB paru BTA positif salah satunya adalah pendapatan perkapita
dengan OR 2,145.
Tingkat pendapatan yang rendah diduga mempengaruhi perubahan
konversi sputum menjadi negatif pada akhir masa intensif. Hal ini karena
dengan kondisi keuangan yang kurang baik maka orang akan sulit membayar
biaya berobat, transport, memperbaiki pola makan dan sebagainya sehingga
pengobatan dihentikan sendiri karena kehabisan dana (Robert, 2002).
f. Kepatuhan berobat
Menurut Rowley (2001) kepatuhan atau yang dikenal dengan adherensi
adalah tindakan nyata untuk mengikuti aturan atau prosedur dalam upaya
perubahan sikap dan perilaku individu yang dipengaruhi oleh pendidikan
kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan, sosio demografi, faktor
psikososial berbentuk kepercayaan terhadap perubahan perilaku. Kepatuhan
berobat dalam hal ini adalah kegiatan meminum obat Isoniazid (H), Rifampisin
(R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) pada dua bulan pertama setiap hari,
diminum sekaligus dan tidak pernah lupa. Kepatuhan berobat pada penelitian
ini menyangkut aspek jumlah serta jenis OAT yang diminum, keteraturan
waktu minum obat yang harus diminum pada fase intensif. Gagal dan tidaknya
konversi BTA sangat ditentukan pengobatan. Sedangkan pengobatan dapat
berhasil dipengaruhi oleh kepatuhan. Namun variabel kepatuhan tidak berdiri
sendiri melainkan dipengaruhi sakit dan penyakitnya, sistem pelayanan
kesehatan dan pengobatannya.
22
g. Merokok
Merokok tembakau merupakan faktor penting yang dapat menurunkan
daya tahan tubuh (Leung, 2010) sehingga dapat mempengaruhi kesembuhan
pengobatan penderita TB paru. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia
beracun dan bahan bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen).
Bahan berbahaya dan racun dalam rokok bahkan tidak hanya mengakibatkan
gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang
disekitarnya yang tidak merokok. Merokok dapat menyebabkan sistim imun di
paru
menjadi
lemah
sehingga
mudah
untuk
perkembangan
kuman
mycobacterium.
23
Hal ini menyebabkan penderita tidak menuntaskan pengobatannya dan bahkan
putus obat.
Untuk itu diperlukan Pengawas Minum Obat (PMO) untuk menjaga agar
penderita tidak putus berobat atau teratur berobat, WHO tahun 1995 telah
merekomendasikan strategi DOTS sebagai pendekatan terbaik penanggulangan
TB. Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek yang diawasi oleh PMO untuk menjamin seseorang menyelesaikan
pengobatannya (Depkes, 2007).
a)
Persyaratan PMO
(1) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
penderita.
(2) Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
(3) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
penderita.
(4) Bersedia membantu penderita dengan sukarela.
b)
(1) Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
(2) Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.
(3) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu
yang telah ditentukan.
(4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang
mempunyai
gejala-gejala
tersangka
tuberkulosis
untuk
segera
24
perilaku penerimanya (Depkes, 2002). Dukungan emosional sehingga merasa
nyaman,merasa diperhatikan, empati, merasa diterima dan ada kepedulian.
Dukungan kognitif dimana pasien memperoleh informasi, petunjuk, saran atau
nasehat.
Menurut Mukhsin (2006), hubungan yang saling mendukung antara
pelayanan kesehatan dan penderita, serta keyakinan penderita terhadap
pelayanan kesehatan lanjutan merupakan faktor-faktor yang penting bagi
penderita
untuk
menyelesaikan
pengobatannya.
Pelayanan
kesehatan
3) Ketersediaan obat
Salah satu strategi DOTS adalah jaminan ketersediaan OAT bahkan harus
yang bermutu untuk penanggulangan TB dan diberikan kepada pasien secara
cuma-cuma (Kemenkes-RI. 2009). Dengan jaminan ketersediaan obat OAT,
tidak terjadi kegagalan pengobatan karena obat tidak dimakan secara rutin.
Obat yang tersedia tidak lengkap juga dapat mengakibatkan terjadi resistensi
OAT dan akan menambah kasus MDR-TB.
25
2.2.2.2 Aspek kesehatan lingkungan
Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host),
dan lingkungan (environment). Pada umumnya, lingkungan rumah yang buruk
(tidak memenuhi syarat kesehatan) dan sanitasi lingkungan yang buruk akan
berpengaruh pada penyebaran penyakit menular termasuk penyakit TB
(Atmosukarto, 2000).
1) Kondisi rumah
Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana
orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Pada umumnya, lingkungan
lingkungan fisik dan sosial rumah yang buruk (tidak memenuhi syarat
kesehatan) yang berpengaruh pada penyebaran penyakit TB meliputi
kelembaban udara, ventilasi rumah, suhu rumah, pencahayaan rumah,
kepadatan penghuni rumah dan lantai rumah.
Bakteri mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri lain, akan
tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air
membentuk lebih dari 80 % volume sel bakteri dan merupakan hal yang
essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gould &
Brooker, 2003). Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara
yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri patogen termasuk
bakteri tuberkulosis. Kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan
dalam rumah adalah 4060 % dan kelembaban udara yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah < 40 % atau > 60 % (Depkes RI, 2000).
Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), kuman tuberkulosis bertahan
hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai
bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol,
karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai
risiko penghuninya menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan
rumah yang dimasuki sinar matahari. Penelitian Girsang tahun 2000,
menyatakan kuman mycobacterium tuberculosis akan mati dalam waktu 2 jam
oleh sinar matahari.
26
2) Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebagainya
(Notoatmodjo,
2010).
Lingkungan
sangat
mempengaruhi
27
Sel bakteria tumbuh dan memperbanyak diri, replikasi terjadi berulangulang sehingga jumlah yang besar selama infeksi atau pada permukaan tubuh.
Untuk tumbuh dan berkembang, organisme harus mensintesa atau memerlukan
banyak biomolekul.
Obat antimikroba mengganggu dengan proses yang spesifik bahan-bahan
esensial untuk pertumbuhan dan atau perkembangan mikroba tersebut.
Mekanisme kerja antimikroba dapat dipisahkan pada kelompok seperti
penghambat sintesa dinding sel, penghambat fungsi membran sitoplasma,
penghambat sintesa asam nukleat, penghambat fungsi ribosom (Baron, 1996).
Sama seperti mekanisme kerja obat antimikroba, resistensi kuman
terhadap obat umumnya terjadi dalam 4 jalur, yaitu adanya proses enzimatik,
penurunan permeabilitas terhadap antibiotik, modifikasi letak reseptor obat dan
peningkatan sintesa metabolit antagonis terhadap antibiotik.
Prinsip pengobatan TB paru dengan masa pengobatan tahap insentif
selama 2 bulan dengan terapi pemberian pengobatan kombinasi adalah untuk
memastikan tidak terjadinya mutan resisten pada satu obat (single resistance),
kemudian 4 bulan diteruskan dengan tahap lanjutan untuk membunuh kuman
yang masa pertumbuhannya lambat. Isoniazid dan Rifampisin adalah dua OAT
yang sangat poten membunuh lebih dari 99% basil TB dalam 2 bulan awal
pengobatan (WHO, 2003)
Bersama kedua obat ini Pirazinamid dengan efek yang tinggi yang bekerja
terhadap basil semidorman yang tidak dipengaruhi oleh OAT yang lain.
Penggunaan obat ini bersamaan dengan OAT yang lain mengurangi masa
pengobatan dari 18 bulan menjadi 6 bulan. Oleh karena itu munculnya strain
resisten terhadap salah satu atau lebih obat-obat ini menjadi perhatian yang
utama sebagai penyebab kejadian gagal konversi.
28
2.3
ASPEK
INTERNAL
PENDERITA
Aspek penderita :
Jenis Kelamin
Umur
Status gizi
Tingkat pendidikan
Tingkat pendapatan
Kepatuhan berobat
Kebiasaan merokok
Penyakit penyerta
Konversi
(+)/(-)
ASPEK
EKSTERNAL
PENDERITA
Kondisi rumah
Sanitasi lingkungan