Anda di halaman 1dari 27

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus


merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya (PERKENI, 2014). Pada tahun 2013 data penderita diabetes
mellitus di dunia berjumlah 347 juta orang (WHO, 2013), dan diperkirakan pada
tahun 2035 akan terjadi peningkatan sebesar 50% menjadi 592 juta orang (IDF,
2014). Indonesia menempati urutan ke 7 dari 10 negara dengan penderita diabetes
melitus terbanyak di dunia total penderita mencapai 8,7 juta orang (IDF, 2013).
Hiperglikemia adalah efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari
waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh,
khususnya saraf dan pembuluh darah (WHO, 2013). Contohnya neuropati perifer,
yaitu kelainan fungsi saraf perifer, dan disfungsi sistem saraf otonom yang sering
menjadi komplikasi diabetes yang tidak terkontrol (Guyton, 2007). Penyakit
pembuluh darah perifer menyebabkan timbulnya ganggren kaki pada penderita
diabetes dan merupakan penyebab utama amputasi kaki nontraumatik (Price,
2005). Gangren/ulkus kaki diabetes merupakan istilah umum untuk masalah kaki
yang terjadi pada pasien diabetes melitus, gangguan kaki seperti ulserasi, infeksi
dan gangrene adalah yang paling umum terjadi, bersifat kompleks dan berakibat
biaya yang mahal pada diabetes melitus (Nain et al, 2011).
Ulkus kaki diabetes merupakan luka kronik yang sulit sembuh dengan
penanganan yang sulit dan merupakan faktor yang berpengaruh dalam tindakan
amputasi (Ravari et al, 2013). Gangguan ulkus kaki diabetic merupakan kasus
yang paling banyak dirawat dirumah sakit di indonesia. Angka kematian akibat
ulkus dan gangrene berkisar 17-23% sedangkan amputasi akibat gangrene berkisar
15-30%. Sementara angka kematian 1 tahun pasca amputasi sebesar 14.8%.

UNIVERSITAS INDONESIA

Jumlah itu meningkat pada tahun ke tiga pasca amputasi menjadi 37%, rata-rata
umur pasien hanya 23.8 bulan pasca amputasi (pdpersi, 2011).
Beberapa metode berbeda dalam penanganan ulkus kaki diabetes, diantaranya
seperti advance moist wound dressing, bioengineered tissue or skin substitutes,
growth factor, electric stimulation, low potential laser therapy dan negative
pressure wound therapy (NPWT) (Ravari, et al, 2013). System NPWT dapat
digunakan untuk luka bedah, luka kronik seperti ulkus kaki diabetes dan ulkus
vena serta luka tekan (PR Newswire Europe Including UK Disclos, 2014). Tehnik
NPWT merupakan terapi baru
untuk penyembuhan luka dengan system
1
noninvasive yang berfungsi untuk melokalisasi dibawah tekanan udara.
Mekanisme dari terapi ini adalah memberikan tekanan udara secara terus menerus
melalui pompa khusus, yang dihubungkan ke resilient, foam sebagai balutan di
permukaan atau di dasar luka akan mengumpulkan exudat (Ravari, 2013). NPWT
adalah terapi modalitas untuk luka kronik dan luka yang sulit sembuh (NewsRx,
2014). Studi eksperimen menunjukan bahwa NPWT meningkatkan pembentukan
granulasi jaringan, menurunkan area luka (luas luka), pembelahan sel, perfusi
daerah tepi luka dan mengurangi edema jaringan lokal maupun interstisial. Selain
itu studi percobaan pada tikus diabetes membuktikan NPWT menstimulasi
proliferasi sel (Fraccalvieri et al, 2011).
1.2.

Metodologi Pencarian
1.2.1. Pertanyaan klinis
Apakah penggunaan Negative Pressure Wound Therapy dapat
membantu mempercepat proses penyembuhan ulkus kaki diabetes?
1.2.2. Analisis PICO

Unsur
PICO

Analisis

Kata kunci

Pasien yang mengalami ulkus kaki diabetes


Negative pressure wound therapy

Diabetic foot ulcer/DFU


Negative pressure

(Terapi)
P
I

wound
C

Perawatan luka dengan Moist wound care

therapy/NPWT/VAC
Moist dressing/Moist
wound care

UNIVERSITAS INDONESIA

Mempercepat proses penyembuhan ulkus

Diabetic ulcer

kaki diabetik
1.2.3.

Metode penelusuran jurnal

Penelusuran jurnal dilakukan dengan menggunakan internet online data base diantaranya
GOOGLE SHOLAR, PROQUEST, dan EBSCO dengan kata kunci NPWT OR VAC
and Moist dressing and Diabetic foot ulcer OR DFU dan ditemukan beberapa artikel
terkait. Pemilihan artikel mempertimbangkan metode penelitian yaitu penelitian
eksperimen murni dengan randomize controlled trial, dengan batasan waktu 2005-2014.
Beberapa hasil penelusuran tidak digunakan oleh kerana perbedaan variabel dependen
dalam penelitiannya. Adapun jumlah artikel/jurnal yang ditemukan adalah 5 jurnal RCT,
dan 1 sistematic review.

1.3.

Tujuan Penerapan

1.3.1. Mengetahui efektifitas NPWT terhadap penyembuhan ulkus kaki


diabetik
1.3.2. Menganalisa kemungkinan penerapan NPWT dalam managemen ulkus
diabetik diindonesia.
1.4.

Manfaat Penulisan

Hasil penulisan makalah ini dapat menjadi pertimbangan dalam penatalaksanaan


pasien dengan ulkus kaki diabetic di indonesia. Dengan penulisan ini dapat
memberikan keyakinan kepada praktisi maupun pengambil kebijakan untuk
memepertimbangkan penggunaan tehnik NPWT dengan system VAC pada
perawatan ulkus kaki diabetic.

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Ulkus Kaki Diabetik

UNIVERSITAS INDONESIA

Ada tiga komplikasi diabetes yang turut meningkatkan resiko terjadinya infeksi
kaki, yaitu ; neuropati dimana neuropati sensorik menyebabkan hilangnya
perasaan

nyeri

dan

sensibilitas

tekanan,

sedangkan

neuropati

otonom

menimbulkan peningkatan kekeringan dan pembentukan fisura pada kulit.


Penyakit vaskuler perifer menyebabkan sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk
yang berdampak pada lamanya kesembuhan luka dan terjadinya gangrene.
Penurunan daya imunitas disebabkan karena hiperglikemia yang menggangu
kemampuan leukosit khusus yang berfungsi untuk menghancurkan bakteri
(Smeltzer & Bare, 2002).
Infeksi kaki diabetic adalah definisi yang sederhana dari beberapa infeksi yang
terjadi pada seseorang dengan diabetes mellitus, antara lain termasuk paronychia,
cellulitis, myositis, abscesses, necrotizing fasciitis, septic arthritis, tendonitis, dan
osteomyelitis. Diabetic foot ulcer terjadi akibat berbagai faktor yang bervariasi,
seperti perubahan mekanik dalam bentuk kaki, neuropati perifer, dan penyakit
aterosklerosis (Uppin & Godhi, 2013).
Diabetic foot ulcer merupakan komplikasi yang serius dari diabetes mellitus.
Prevalensi diabetic foot ulcer diantara penderita diabetes dilaporkan antara 410%, dengan perkiraan timbulnya penyakit ini seumur hidup hampir 25%.
Diabetes mellitus menghambat proses penyembuhan luka sehingga diabetes foot
ulcer ini menjadi penyebab amputasi tungkai yang memperburuk kwalitas hidup
pasien dan meningkatkan angka kesakitan. Ulkus kaki diabetic sering
menyebabkan perawatan yang panjang dirumah sakit dan memberikan beban yan
besar tidak hanya pada pasien, tapi bagi lingkungan dengan mempertimbangkan
biaya medis (Yotsu et al, 2014).
Neuropati perifer merupakan suatu penyebab penting ulcerasi yang sulit untuk
dikontrol pada kaki penderita diabetes. Gangguan atau hilangnya sensasi
menyebabkan hilangnya rasa nyeri dengan kerusakan kulit akibat trauma dan
penekanan dari sepatu yang sempit. Penyakit vaskuler dengan berkurangnya
suplai darah juga berperan dalam berkembangya lesi, dan lazim terjadi infeksi.
Penyakit pembuluh darah perifer dan2 neuropati menyebabkan timbulnya ganggren
kaki pada penderita diabetes (Price, 2005).

UNIVERSITAS INDONESIA

Skema 2.1. Patogenesis ulkus kaki diabetik


(Sumber: Uppin. V. M & Godhi, A. S (2013), Comparative study effect of topical
insulin with normal saline dressing in healing of diabetic foot ulcer- a hospital
based one year randomized controlled trial, Nehru Medical College, Karnataka )
Pasien diabetes mellitus cenderung terjadi pemanjangan proses penyembuhan luka
yang disebabkan oleh adanya gangguan vascular perifer yang menyebabkan
penurunan kemampuan oksigen, nutrisi serta antibiotic untuk menjangkau
jaringan yang cedera (Smeltzer & Bare, 2002). Hal ini menyebabkan ulkus kaki
diabetes menjadi luka kronik yang sulit sembuh dengan penanganan yang sulit
dan merupakan faktor yang berpengaruh dalam tindakan amputasi (Ravari et al,
2013).
Evaluasi luka dapat dilekukan dengan mengkaji kedalaman luka, ukuran,
penampilan, pengeluaran, dan lokasi luka. Terdapat beberapa sisitem yang
digunakan dalam pengkajian luka, antara lain Wagner system yang digunakan
UNIVERSITAS INDONESIA

selama 25 tahun untuk ulkus kaki diabetic. Selain itu juga terdapat sitem
pengkajian dengan menggunakan PEDIS klasifikasi (Uppin & Godhi, 2013).
2.2. Negative Pressure Wound Therapy
NPWT (Negative Pressure Wound Therapy) digunakan secara luas dalam
managemen dan mempercepat penyembuhan luka (Fraccalvieri et al, 2011).
NPWT adalah terapi modalitas yang diindikasikan sejak lebih dari 15 tahun yang
lalu (Vig et al, 2011). NPWT adalah noninvasive system yang diciptakan untuk
mengontrol lokasi lingkungan luka dengan tekanan udara negative (Blume et al,
2008). Tehnik dalam NPWT memerlukan tempat terbuka dan menempatkan foam
dressing ke dalam lobang luka kemudian menggunakan control tekanan udara
(Abad & Safdar, 2012).
Kontrol

tekanan

negative

dalam

NPWT

menggunakan vacuum assisted closer device (VAC)


terapi sistim dari KCI USA, San Antonio, TX, USA,
dengan tekanan constant 125 mmHg dengan range
antara 50 sampai 200 mmHg (Blume et al, 2008).
VAC terapi dapat digunakan pada berbagai macam
ukuran luka, yang ditunjukkan secara khusus
digunakan untuk luka yang dalam, luka yang
komplikasi, luka yang tidak sembuh dengan
kumpulan
et al,kronik
2006).membutuhkan
Penggunaan Negative Pressure
Wound etiologi
Therapy(Adros
pada luka
tindakan debridement terlebih dahulu, untuk mengangkat jaringan mati. NPWT
tidak dapat menggatikan debridement dan betul-betul dipertimbangkan dengan
baik, kontraindikasinya adalah luka yang nekrosis (Vic et al, 2011).
Adapun indikasi dan kotraindikasi penggunaan NPWT VAC adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1
Indikator dan Kontraindikator pengunaan VAC
Indikator
Diabetic Foot wounds
Pressure Ulcers

Kontraindikator
Malignancy in the wound
Untreated Osteomyelitis

UNIVERSITAS INDONESIA

Non-enteric and unexplored


fistula
Necrotic tissue with eschar
present
Exposed organ and blood vessels

Chronic wounds
Acute and traumatic wounds
Dehisced surgical wounds
Partial-thickness burns
Flaps and grafts

Sumber : Andros et al (2006), Consensus Statement on Negative Pressure Wound


Therapy (V.A.C Therapy) For The Management of Diabetic Foot Wounds.
2.3. Peran Negative Pressure Wound Therapy dalam penyembuhan ulkus
diabetic
Peran NPWT dalam proses penyembuhan ulkus kaki diabetes telah dikemukakan
sebagai metode baru untuk mendalangi lingkungan luka kronik dengan cara
mengurangi bakteri dan cairan kronik didalam sel (eksudat), meningkatkan
vaskularitas dan cytokine, dan memperluas viscoelasticity dari tepi jaringan luka.
VAC secara umum ditoleransi dengan baik dengan sedikit kontraindikasi atau
komplikasi, dan menjadi metode perawatan luka yang terbaru (Nain et al, 2011).
Penggunaan NPWT (VAC) dipercaya dapat
mempercepat penyembuhan luka, dengan
memudahkan
memperkecil

pengeluaran
ukuran

luka,

eksudat,
menurunkan

edema, meningkatkan angiogenesis, dan


mempengaruhi

pertumbuhan

jaringan

melalui pemindahan barrier untuk migrasi


sel dan proliferasi (Abad & Sufdar, 2012).
Tujuan perawatan primer dalam aplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah penurunan mobilitas, nyeri, tekanan
nekrosis,

perdarahan,

hematoma,

infeksi

dan

shock

toksik.

NPWT

dikontaindikasikan pada jaringan yang nekrotik atau eschar. Terapi tidak


ditempatkan diatas organ yang terbuka atau pembuluh darah, osteomilitis yang
tidak terawatt (Dumville et al, 2013).

UNIVERSITAS INDONESIA

Skema 2.2. Treatment Ulkus Kaki Diabetic dengan metode NPWT (V.A.C)
Sumber : Andros et al (2006), Consensus Statement on Negative Pressure Wound
Therapy (V.A.C Therapy) For The Management of Diabetic Foot Wounds

BAB 3
Critical Appraisal atau Sintesis Hasil Penelitian

UNIVERSITAS INDONESIA

Critical appraisal Adalah suatu proses mengintegrasikan beberapa hasil penelitian


yang dianggap memenuhi unsur Validitas (validity), kepentingan (importancy) dan
kemampulaksanaan (applicability) untuk menghasilkan suatu temuan baru yang
akan diterapkan sebagai evidence base nursing practice (EBN) (Kelana, 2011).
Dalam penelitian ini terdapat delapan jurnal terkait efektifitas negative pressure
wound therapy dalam penyembuhan ulkus kaki diabetikum. Beberapa metode
penelitian yang digunakan dalam jurnal tersebut diantaranya sistimatic review, dan
open label cohor study, serta randomized control trial (RCT). sistimatic review
merupakan suatu metode tinjauan pustaka yang dilakukan secara sistimatik
dengan menggabungkan beberapa studi yang sesuai dengan kriteria reviewer
dengan rancangan penelitian RCT dan tidak menggunakan analisa statistic secara
formal. Open label cohort prospective studi merupakan metode penelitian
observasional analitik yang dilakukan untuk melihat seberapa besar faktor resiko
akan menyebabkan efek dibandingkan dengan kelompok tanpa resiko. Randomize
controlled trial (RCT) merupakan penelitian yang baik untuk meningkatkan
validitas pengontrolan pada variabel perancu dalam penelitian.
Metodologi yang digunakan pada jurnal pertama adalah open label cohort studi
yang dilakukan untuk mengevaluasi NPWT dalam pengobatan ulkus kaki diabetic
akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Lavery dkk ini tidak menggunkan
kelompok control, sehingga tidak bisa dibandingkan keefektifan NPWT dalam
penyebuhan luka diabetes. Pada jurnal yang ke dua telah menggunakan metode
simple randomized control trial dengan membagi sampel kedalam 2 kelompok
yakni kelompok intervensi dan kelompok control namun dalam jurnal ini tidak
dijelaskan bagaimana prses pelaksanaan RCT serta tidak dijelaskan apakah
sampelnya homogeny atau tidak. Pada jurnal yang ke tiga pun menggunakan
metode RCT dengan sampel yang homogen dan berdistribusi normal yang
menandakan bahwa kelompok intervensi dan kelompok control memiliki ciri-ciri
yang sama sehingga dapat mengurangi bias. Jurnal yang keempat juga
menggunakan metode RCT tetapi tidak dijelaskan lebih rinci tentang metode
penelitiannya. Pada jurnal NPWT yang kelima, enam dan delapan menggunakan
disain RCT dengan tehnik yang baik dimana sampel yang digunakan dibagi dalam

UNIVERSITAS INDONESIA

10

dua kelompok control dan intervensi yang sebelumnya diberikan kode nomor
dalam amplop dan disamarkan sampai studi berakhir. Jurnal ke tujuh merupakan
jurnal dengan metode sistimatic review, namun tidak dijelaskan secara rinci
bagaimana kriteria pengambilan jurnal RCT yang dilakukan oleh reviewer. Dari
semua metode RCT dalam jurnal diatas, tidak terdapat blinded yang disebabkan
oleh karena terdapatnya perbedaan fisik antara NPWT dengan Intervensi lainnya
pada kelompok control, sehingga sangat sulit untuk menyembunyikan hal tersebut
kepada peneliti maupun responden. Dari hasil penjelasan diatas, metode penelitian
yang digunakan diatas merupakan metode yang baik untuk menjawab fenomena
tentang efektivitas NPWT terhadap penyembuhan ullkus diabetic.
Metode pengambilan data yang digunakan tedapat perbedaan tergantung jenis
disainnya. Pada jurnal sistimatic review pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan penelitian sebelumnya melalui online database yaitu MEDLINE,
PubMed, CHINAL. Pengambilan 9
data pada jurnal open label cohort study RCT
dilakukan

oleh

peneliti

sendiri,

pengumpulan

data

dilakukan

dengan

menggunakan alat ukur yan telah disediakan. Data yang diambil adalah efek yang
ditimbulkan dari intervensi yang diberikan (NPWT) meliputi ukuran luka, volume
luka, granulasi jaringan, epitelisasi, dan pengkajian luka dengan menggunakan
penilaian wagner dan texas ulcer classification wound. Data yang diperoleh ini
merupakan data dari hasil uji klinis sesuai dengan metodologi penelitian yang
dilakukan.
Sampel yang digunakan bervariasi, ada yang dalam jumlah besar tetapi ada pula
yang dalam jumlah kecil. Jurnal 1 dengan total 30 subjek yang sesuai dengan
kriteria inklusi dan ekslusi yang diberikan intervensi NPWT 80 mmHg dengan
penggantian balutan dilakukan selama 3 hari sekali. Jurnal 2 terdapat 23 partisipan
yang dibagi dalam kelompok control dan intervensi dimana kelompok control 10
subjek mendapatkan intervensi NPWT 125mmHg dan balutan diganti setiap 3 hari
sedangkan kelompok control dengan 13 subjek mendapatkan Moist wound
therapy dan balutan diganti 2 kali setiap hari. Jurnal 3 terdiri dari 67 partisipan
yang dibagi dalam 2 kelompok, 30 subjek mendapatkan NPWT dan 37 subjek

UNIVERSITAS INDONESIA

11

mendapatkan conventional treatmen tidak dijelaskan secara rinci berapa tekanan


NPWT yang digunakan serta waktu penggantian balutan pada masing-masing
kelompok. Jurnal yang ke 4 terdiri dari 30 reponden tetapi tidak dijelaskan berapa
jumlah masing-masing subjek dalam kelompok intervensi dan control, kelompok
intervensi mendapatkan NPWT dengan tekanan yang bervariasi antara 50-125
mmHg dilakukan secara intermiten 3 kali sehari kemudian balutan diganti bila
diperlukan sehingga tidak jelaskan berapa waktu maksimal yang digunkan untuk
penggantian balutan, dan indikasi apa yang digunakan untuk penggantian balutan.
Sedangkan pada kelompok control diberikan conventional dressing menggunakan
normal salin dan dilakukan penggantian balutan 2 hari sekali. Jurnal ke 5 total
responden 24 subjek, terdiri dari 12 kelompok intervensi dan 12 kelompok
control, kelompok intervensi mendapatkan tindakan NPWT dengan tekanan
100mmHg tindakan dilakukan oleh perawat terlatih yang bukan merupakan
anggota peneliti tidak dijelaskan kapan dilakukan penggantian balutan pada
subjek penelitian. Sementara untuk kelompok control diberikan conventional
treatment dengan menggunakan hidrocoloid, dan tulle. Jurnal selanjutnya (6)
terdiri dari 335 responden yang terbagi dalam 2 kelompok 169 subjek intervensi
dan control sebanyak 166 subjek, diberikan NPWT dengan tekanan bervariasi
antara 50-200 mmHg pada intervensi dan AMWT sesuai dengan wound ostomy
and continence nurses society guidelines kepada kelompok control tidak
dijelaskan kapan dilakukan penggantian balutan pada masing-masing kelompok.
Pada jurnal ke 7 systematic review sampel yang digunakan adalah sampel dari
empat hasil penelitian sebelumnya dengan jumlah 206 subjek namun tidak di
rincikan berapa yang menjadi kelompok intervensi dan berapa kelompok control,
selain itu juga dalam sistimatica review ini tidak menjelaskan secara rinci terkait
kriteria inklusi dan ekslusi subjek penelitian, serta kapan dilakukan penggantian
balutan pada masing-masing kelompok. Jurnal ke 8 terdapat 162 partisipan yang
terbagi dalam 2 kelompok, 77 subjek dalam kelompok control yang mendapatkan
terapi NPWT dengan tekanan yang tidak dijelaskan, balutan diganti setiap 48 jam
atau 2 hari. Sedangkan pada kelompok control terdapat 85 subjek yang
mendapatkan moist wound therapy. Dari semua jurnal yang ada subjek penelitian
dilakukan tindakan debridemen terlebih dahulu, sebelum diberikan NPWT, dan

UNIVERSITAS INDONESIA

12

jenis NPWT yang digunakan dalam jurnal sama yaitu VAC (vacuum assisted
closer device).
Evaluasi dilakukan sesuai dengan rancangan pada masing-masing jurnal. Jurnal 1
mengevaluasi hasil tindakan pada minggu ke 4, namun setiap kali melakukan
penggantian balutan dilakukan observasi terhadap keadaan luka. Jurnal ke 2
dievaluasi pada hari ke 112, dan diobservasi juga pada setiap kali mengganti
balutan. Jurnal ke 3 diobservasi saat menganti balutan, namun evaluasi terhadap
hasil intervensi dilakukan pada 2-8 bulan. Jurnal ke 4 evaluasi dilakukan pada
minggu ke 8 (56 hari) setelah tindakan, namun diobservasi juga setiap kali
mengganti balutan. Jurnal ke 5 dievaluasi pada 48-72 jam tidak dijelaskan apakah
ini juga dilakukan penggantian balutan atau tidak. Jurnal ke 6 evaluasi dilakukan
pertama kali di minggu ke 4 (28 hari setelah intervensi) kemudian dievaluasi lagi
setiap minggu sampai hari ke 112 atau sampai luka menutup dengan waktu antara
3-9 bulan. Jurnal ke 7 evaluasi dilakukan pada minggu ke 6, tidak dijelaskan
secara rinci apakah terdapat kesamaan waktu evaluasi diantara 4 jurnal RCT
dalam systematic review ini. Jurnal ke 8 evaluasi dilakukan pada hari ke 112, dan
dilakukan observasi setiap kali melakukan penggantian balutan yaitu setiap 2 hari
(48 jam).

Tabel 3.1 Metodologi Penelitian


Judul

Peneliti

Tindakan
Intervensi
Kontrol

Sampel

Inklusi

UNIVERSITAS INDONESIA

Ekslusi

13

Negative
Pressure
Wound
therapy with
Low
Pressure and
Gauze
Dressings to
Treat
Diabetic
foot wounds
Comparision
of VacuumAsisted
Closure and
Moist
Wound
Dressing in
the
treatment of
diabetic
Foot Ulcer
Vacuum
Assisted
Closure
Improves the
Quality of
life in
patient with
diabetic foot
Role of
Negative
Pressure
Wound
Therapy in
Healing of
Diabetic
Foot Ulcer
Negative
pressure
wound
therapy Vs
Standard
wound
dressing in
the
treatment of
diabetic foot
amputation

Lavery et al,
2014

NPWT 80
mmHg

Tidak Ada
(Responden
biasa, tanpa
intervensi
control)

30
I (30)

- Usia >18 tahun - Pasein dengan


osteomilitis
- Kematian
jaringan

Ravari H, et
al 2013

NPWT
VAC 125
mmHg

Moist wound
care

23
I (10)
K(13)

- Usia 18-75 tahun - Pasien


gag
- Ukuran
luka
ginjal denga
>35cm
hemodialisis
- Memiliki riway
komplikasi
terhadap
perawatan
- Pasein
denga
kemoterapi

Karatep et al,
2011

NPWT
VAC

Conventiona
l treatmen
wound care

67
I (30)
K(37)

- Pasien
dengan - Tidak dijelaskan
diagnose
Diabetes
mellitus dengan
ulkus

Nain et al,
2011

NPWT
using VAC
dengan
tekanan 50125mmHg 3
kali sehari.

Conventiona
l Saline
moistened
gauze
dressing 2
kali sehari

30
I (-)
K(-)

Sepulveda et
al, 2009

NPWT 100
mmHg

Conventiona
l treatmen
wound care

24
I (12)
K(12)

- Usia 20-75 tahun - Ukuran luka 50- 200cm


-

Osteomilitis
Malignancy
Septikemia
Pasien
denga
terapi
kortikosteroid
- Pasien
denga
kemoterapi

- Usia>18 tahun - Kaki Charcot


- Transmetatarsal - Hiperglikemia td
amputation
terkontrol
- Adecuat perfusi
(HbA1C>12)
- Sedang
dalam
pengobatan
steroid
- Imunosupresive
- Mengkonsumsi
obat CA
- Mendapatkan
terapi GF ata

UNIVERSITAS INDONESIA

14

a RCT
Comparatio
n Negative
Pressure
wound
therapy
using VAC
with
Advanced
Moist wound
therapy in
the
treatment of
diabetic foot
ulcers
Negative
pressure
wound
therapy:
sistimatic
Review on
Effectiveness
and safety
Negative
pressure
wound
therapy after
partial
diabetic foot
amputation :
a
multicenter
RCT

Blume et al,
2008

NPWT
VAC 50200 mmHg

AMWT
(hydrogel dan
alginate)

335
I (169)
K(166)

Vikatmaa et
al, 2008

NPWT

Modern moist
wound
treatment

206
I (-)
K(-)

Armstrong et
al, 2005

NPWT
VAC

Moist wound
Therapy

162
I (77)
K(85)

HBOT 30 ha
terakhir
- Usia >18 tahun - Pasien
denga
- Stage
2-3
normothermic
(wagners
with HBOT
scale)
- Mengggunakan
- Luka
after
obat
debridemang
kortokosteroid
- Pasien
denga
kemoterapi

Tidak
dijelaskan

Tidak
dijelaskan

- Usia >18 tahun - Terapi


- Luka amputasi
kortikosteroid
diabetes
- Obat
- Grade 2-3 (Texas
Immunosupres
grade)
f
- Dalam proses
kemoterapi
-

UNIVERSITAS INDONESIA

15

Tujuan akhir dari uji klinis ini adalah untuk mengetahui efektivitas dari intervensi
negative pressure wound therapy dengan model vacuum assisted closer device
(VAC) dalam perawatan ulkus kaki diabetes. Jurnal pertama dengan disain open
label cohort studi, menunjukan 43.3% dari subjek yang mendapatkan terapi
NPWT dengan tekanan 80mmHg mengalami 50% penurunan area luka dalam
waktu 4 minggu, akan tetapi tidak dijelaskan dalam jurnal apakah 43.3% ini dari
30 responden atau 13 responden yang mendapatkan intervensi, mengingat pada
disain ini tidak menggunakan kelompok kontrol, tetapi pada data demografi,
terdapat 2 kalompok subjek yang dibagi dari total partisipan (30 partisipan), dan
diperoleh 13 yang mendapatkan intervensi. Selain itu juga hasil penilaian dalam
area dan volume luka terdapat perbedaan yang signifikan dengan p-value < .001,
sedangkan pada analisa post hoc dengan sidek tes diidentifikasi perbedaan
signifikan dalain pair wise comparasi pada minggu ke 3 (p.01) dan minggu ke 5
(p.01). Penilaian dengan menggunakan Texas ulcer classification.
Hasil penelitian pada jurnal ke 2 dilakukan evaluasi pada kedalam luka, ukuran
luka serta wagner skor sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok.
Evaluasi kedalaman luka sebelum intervensi 19 7 mm dan sesudah 12 4 mm
dengan p..007 pada kelompok intervensi, sedangkan kelompok control sebelum
176 mm dan sesudah 20 8 mm dengan p.05, sedangkan perbedaan antara
kedua kelompok signifikan dengan p.02. Evaluasi pada ukuran luka kelompok
control sebelum 39.5 9.1 cm2 dan sesudah 28.8 8.5 cm2 dengan p.02
perbandingan pada kelompok control sebelum 36.9 10.cm2 dan sesudah 54.2
12.5 cm2 dengan p.1, sedangkan perbedaan antara dua kelompok menunjukan ada
perbedaan signifikan ukuran luka kelompok NPWT dengan moist dressing pada
p.03. Evaluasi wagner skor pada kelompok intervensi dan control menunjukan
terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah dengan p.02.
Hasil penelitian pada jurnal ke 3 menunjukkan ukuran luka 35.76.4 cm pada
kelompok control, sedangkan kelompok intervensi 29.75.2 cm dengan p.67 tidak
signifikan, sama halnya dengan ukuran luka. Namun dalam penelitian ini terdapa
hasil yang signifikan pada granulasi jaringan dimana pada kelompok control mean
5.31.4 dan intervensi 4.21.9 dengan p.<0.05.

UNIVERSITAS INDONESIA

16

Hasil penelitian jurnal ke 4 menunjukkan

observasi yang dilakukan diminggu

pertama masih terdapat wound discharge pada kedua kelompok, akan tetapi di
akhir periode observasi menunjukkan wound discharge ditemkuan pada kelompok
intervensi sebanyak 13.33% pada minggu ke 7 dan 8 dibandingkan pada
kelompok control sebanyak 33.33%. Untuk penilaian terhadap granulasi jaringan
dilakukan observasi sejak minggu pertama dengan 4 (26.67%) subjek tidak
menunjukkan tanda granulasi pada kelompok intervensi, sedangkan kelompok
control terdapat 10 (66.67%). Evaluasi dilakukan lagi pada akhir minggu ke 2
dengan hasil 75% pada kelompok intervensi mengalami granulasi jaringan,
sedangkan kelompok control hanya 30% dengan p<.05. walaupunhasil uji statistic
menujukkan tidak signifikannya watu penutupan luka yang dinilai pada minggu
ke 4, namun hasil penelitian menunjukkan 9 (60%) subjek pada kelompok
intervensi mengalami penutupan luka, dibandingkan dengan kelompok control
hanya 3 (20%) subjek.
Hasil penelitian pada jurnal ke 5 menunjukan granulasi jaringan secara umum
terjadi pada hari ke 25.6 (12). Sedangkan granulasi pada kelompok intervensi di
hari ke 18.8 (6) dibandingkan dengan kelompok control 32.3 (14) hari dengan
statistic signifikansi p.007. Akumulasi probabilitas curve untuk waktu granulasi
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan log-rank test p.002.
HAsil penelitian pada jurnal ke 6 menunjukan lebih dari 14.3% NPWT subjek
mencapai penutupan luka dibandingkan dengan kelompok control (AMWT).
Dalam penelitian ini evaluasi dilakukan terhadap lamanya penutupan luka, lama
perawatan, granulasi jaringan, dan secondary amputasi. Analisis dilakukan dengan
menggunakan uji ANCOVA untuk data numeric-numerik, dengan hasil penelitian
menunjukan NPWT aman dan lebih efektiv dibandingkan dengan AMWT.
Hasil penelitian pada jurnal ke 7 tidak dijelaskan dengan rinci mean dan standar
deviasi antara kelompok intervensi dan control terkait reepitelisaasi dan granulasi,
hanya dalam uji statistic yang di lakukan menunjukkan terdaapat perbedaan
signifikan antara kelompok intervensi dan control terkait reepitelisasi dan
granulasi dengan p.04 (reepitelisasi) dan p.002 (granulasi). Sedangkan pada
evaluasi volume luka p.005 menunjukan ada perbedaan signifikan, akan tetapi

UNIVERSITAS INDONESIA

17

pada evaluasi penutupan luka tidak dijelaskan tentang hasil perhitungan


signifikansinya, hal ini dikarenakan hasil penelitian dalam jurnal ini menggunakan
penelitian sebelumnya melalui online data base yang tidak menutup kemungkinan
dapat memberikan efek bias dalam penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian pada jurnal ke 8 menunjukkan dari 162 subjek penelitian dan
dievaluasi selama 112 hari menunjukan terdapat perbedaan signifikan antara
kelompok intervensi (NPWT) dengan kelompok control (Moist wound) dengan
p.005 dalam penutupan luka dan p.002 dalam granulasi jaringan.

UNIVERSITAS INDONESIA

18

Tabel 3.2. Hasil Penelitian


Peneliti
Lavery et al, 2014

Ravari H, et al 2013

Karatep et al, 2011

Nain et al, 2011

Kriteria
Umur
Jenis Kelamin
Pengecilan Area luka (Wagner)
Kedalaman Luka
Ukuran luka
Skor Wagner
Umur
Durasi Luka
Ukuran luka
Granulasi
Umur
Wound discharge
Granulasi jaringan
Ukuran luka
Bacterial load
Waktu penutupan luka (4 mggu)
Umur (SD)

Hasil Penelitian
Intervensi
54.910.6
76.9
50%
124 mm
28.88.5
Ada perbedaan
68.511.1 (57-79th)
11.39.2 minggu
35.76.4 cm
5.31.4
61.337.63
13.33%
75%
-16.1413.04cm
40% tdk ada perkembangan
22.817.4 hari

Kontrol
55.112.5
52.9
<50%

208 mm
54.212.5
Ada perbedaan

66.312.6 (54-78TH)
8.87.2minggu
29.75.2 cm
4.21.9
55.4011.54
33.33%
30%
-5.9814.41cm
20%tdk ada perkembangan
42.832.5

61.5(10)

62.1(8)

18.8 (6)

32.3(14)

5812
43.2% (169)
96 hari (95%CI 75.0-114.0)
63.636.57 hari

5912
28.9% (166)

Sepulveda et al, 2009

Blume et al, 2008

Granulasi jaringan dalam hari


(SD)
Umur
Penutupan luka
Lama penutupan luka (hari)
Lama perawatan

78.139.29 hari

Signifikansi*
P .01<0.05
P .02<0.05
P .03<0.05
P<0.02
P .56>0.05
P .67>0.05
P .65>0.05
P <0.05
P.10><0.05
Tidak dijelaskan
P<0..05
P<0.05
P>.10

x
P.878 ( 2)

P.007
P.007
P.001
P>.10

UNIVERSITAS INDONESIA

19

Granulasi jaringan
Secondary amputasi

Vicatmaa et al, 2008

Armstrong et al, 2005

Reepitelisasi sebelum 112 hari


Granulasi jaringan
Volume luka% (SD)
Penutupan luka (SD)
Umur
Penutupan Luka
Granulasi jaringan (hari)

70.8%

36.4%

p.019

4.1% (7 dari 169 orang)

10.2% (17 dari166 orang)

p.035

-59% (9.7)
22.8 (17.4)
57.2 (13.4)
43 dari 77 (56%)
42 hari

-0.1% (14.7)
42.8(32.5)
60.1(12.2)
33 dari 85 (39%)
84 hari

p.04
p.002
p.005
p.005
p.002

*Significancy p<0.05

UNIVERSITAS INDONESIA

20

UNIVERSITAS INDONESIA

21

BAB 4
ANALISA SWOT dan ANALISA PENERAPAN

4.1. Analisa SWOT


4.1.1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan yang dimiliki dalam praktek keperawatan indonesia saat ini
berupa:
a. Semakin

tingginya

tingkat

pendidikan

sumber

daya

manusia

keperawatan yang dibuktikan dengan tingkat pendidikan yang tinggi


(minimal D3 keperawatan) yang dapat menunjang pelaksanaan
penerapan NPWT dalam perawatan luka.
b. Tindakan NPWT merupakan salah satu tindakan non invasive, yang
tentunya bisa dilakukan oleh tenaga keperawatan.
c. Dukungan pemerintah dalam meningkatkan kwalitas hidup manusia
termasuk didalamnya penderita ulkus kaki diabetik.
d. Perkembangan teknologi yang meningkat tajam
4.1.2. Kelemahan (weakness)
a. Kurangnya motivasi tenaga keperawatan dalam mengembangkan
ketrampilan.
b. Belum meratanya ketersediaan tenaga keperawatan yang professional
disemua daaerah.
c. Belum tersedianya alat dan bahan yang dapat menunjang tindakan
keperawatan diseluruh wilayah Indonesia, khususnya penerapan
Negative pressure wound therapy.
4.1.3. Kesempatan (opportunity)
a. Adanya pendidikan lanjut bagi tenaga keperawatan untuk lebih
meningkatkan pengetahuan.
b. Adanya pelatihan-pelatihan baik formal dan informal yang ditujukan
untuk peningkataan kwalitas tenaga keperawatan.
c. Adanya system Jaminan kesehatan Nasional (JKN) yang berorientasi
pada peningkatan kwalitas kesehatan masyarakat yang dapat menunjang
pelaksanaan pelayanan kesehatan, termasuk keperawatan.
21
UNIVERSITAS INDONESIA

22

4.1.4. Hambatan (Threat)


a. Biaya (cost) yang tinggi untuk pengadaan alat dan bahan
b. Biaya untuk pelatihan.

4.2. Aplikabilitas
Hasil penelitian ini sepenuhnya bisa digeneralisasikan untuk pertimbangan
penggunaannya pada EBN sehubungan dengan banyak faktor yang mempengaruhi
proses penyembuhan ulkus kaki diabetes saat ini di Indonesia khususnya bagi
pasien yang dalam perawatan di rumah sakit.
Penerapan NPWT pada pasien ulkus kaki diabetes mempunyai nilai aplikabilitas
yang tinggi dengan tingkat rekomendasi A dimana intervensi ini sangat
direkomendasikan bagi praktisi untuk memberikan intervensi atau prosedur
tersebut pada pasien sesuai kriteria atau ditemukan bukti yang kuat bahwa
intervensi ini meningkatkan kesehatan dan keuntungan yang didapati melebihi
efek negative yang membahayakan (Kelana, 2011). Akan tetapi berbagai
keterbatasan yang dimiliki memungkinkan sulitnya penerapan intervensi ini di
Indonesia. Ketebatasan yang sangat mungkin berdampak pada penerapan ini
adalah ketersediaan alat yang masih sulit didapatkan, serta kebutuhan sumber
daya manusia yang mampu untuk melaksanakan prosedur ini dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang ada membuktikan bahwa penerapan NPWT
pada ulkus diabetes dapat mempercepat granulasi dan penutupan luka
dibandingkan dengan dressing lainnya, hal ini berdampak pada pemendekan hari
rawat pasien dirumah sakit, yang tentunya menunjang visi dan misi dari seluruh
rumah sakit yaitu unutk menurunkan lama rawat bagi setiap pasien. Pelaksanaan
NPWT yang mudah dilakukan dan merupakan tindakan noninvasive, menjadikan
NPWT sebagai tindakan yang dapat dilakukan oleh tenaga keperawatan.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa walaupun penyediaan alat dan materian
NPWT sedikit lebih mahal dengan dressing lainnya, akan tetapi dengan
pemendekan hari rawat oleh karena aplikasi NPWT bisa menekan biaya
perawatan dibandingkan dengan penggunaan dressing lainnya.

UNIVERSITAS INDONESIA

23

Strategi yang dapat dilakukan untuk menunjang pelaksanaan penerapan NPWT ini
adalah dengan memberikan masukan kepada para pengambil kebijakan bahwa
dengan penerapan NPWT dapat memberikan kontribusi yang besar untuk
penurunan LOS pasien, yang berdampak pada biaya perawatan yang lebih pendek.
Kerja sama dalam pengadaan alat dan bahan dengan pemberi jaminan kesehatan
dapat dipertimbangkan sebagai strategi yang bisa dilakukan, selain itu juga
pengadaan pelatihan dan kursus bagi tenaga keperawatan terkait penerapan
NPWT pada ulkus diabetik harus dilakukan.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

UNIVERSITAS INDONESIA

24

5.1. Kesimpulan
Hasil analisis jurnal tentang efektifitas NPWT dalam penyembuhan ulkus kaki
diabetes yang terdiri dari 8 jurnal (systematic review, RCT, open label cohort
studi) menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan NPWT dalam
penyembuhan ulkus kaki diabetik. Metode penelitian klinis yang digunakan,
dengan sampel yang besar, menunjukaan keakuratan hasil penelitian ini, dan hasil
penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam penatalaksanaan pasien dengan ulkus
kaki diabetes.
5.2. Saran
Penelitian dalam analisi jurnal ini tidak menunjukan adanya blinded sehingga
tidak menutup kemungkinan terjadinya bias dalam proses penelitian. Keterbatasan
dalam akses jurnal melalui online database menyebabkan terbatasnya jurnal yang
diperoleh. Untuk itu disarankan agar dapat dilakukan kembali analisis jurnal
terkait NPWT dalam penyembuhan ulkus kaki diabetes dengan merujuk pada
hasil metaanalisis serta jurnal RCT dengan blinded sehingga lebih menguatkan
hasil dari efektifitas NPWT.

DAFTAR PUSTAKA
24

UNIVERSITAS INDONESIA

25

Armstrong et al (2005), Negative pressure wound therapy after partial diabetic


foot amputation: a multicenter, randomized control trial, www.thelancet.com,
vol 366.
Abad. C & Safdar. N., (2012), from ulcer to infection: an update on clinical
practice and adjunctive treatments of diabetic foot ulcers, Springer.
Adros et al, Consensus statement on negative pressure wound therapy (VAC
therapy) for the management of diabatic foot wounds, KCI.
Blum et al (2008), Comparation of negative pressure wound therapy using
vacuum-assisted closure with advanced moist wound therapy in the treatment
of
diabetic
foot
ulcers,
Diabetic
care
journal,
Vo.
31.
http://search.proquest.com/
Dumville et all (2013), Negative pressure wound therapy for treating foot wounds
in people with diabetes mellitus (Protocol), Published by JohnWiley & Sons,
Ltd.
Fraccalvarvieri et al (2011), Negative pressure wound therapy using gauze and
foam: histological, immunohistochemical and ultrasonography morphological
analysis of the granulation tissue and scar tissue. Preliminary report of a
clinical study, International wound journal.
Guyton. A, Hall. J (2006), Buku ajar fisiologi kedokteran (textbook of medical
physiology), EGC, Jakarta
IDF (2014), prevalensi penderita diabetes. http://www.idf.org/
Kelana Kusuma Dharma (2011), Metodologi penelitian keperawatan; pedoman
melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian, TIM, Jakarta Timur.
Karatepe et al (2011), Vacuum assisted improves the quality of life in patients with
diabetic foot. http://ebsco.journal.
Lavery et al (2014), Negative pressure wound therapy low pressure and gauze
dressing
to
treat
diabetic
foot
wounds,
http://sagepublication.com/content/8/2/346.
Nain et al (2011), Role negative pressure wound therapy in healing of diabetic
foot ulcer, Journal of surgical technique and case report, Vol 3. www.jstcr.org.
NewRx (2014), Diabetes findings in the area of diabetic foot reported from
research cente, http://search.proquest.com/docview/1490957016/
Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) (2011), Neuropati diabetic
menyerang
lebih
dari
50&
penderita
diabetes.
www.pdpersi.co.id/conten/news.

UNIVERSITAS INDONESIA

26

PR Newswire Europe Including UK Disclose (2014), Global Negative Pressure


Wound Therapy Market - Forecast to 2019: Includes profiles of ConvaTec,
Devon, Kinetic Concepts, Mlnlycke, Prospera, Smith & Nephew and
Spiracur,
http://search.proquest.com/docview/1525779994/FFFB80320AD245DFPQ/34
?accountid=17242.

PERKENI
(2014),
prevalensi
http://www.perkeni.org/.

penderita

diabetes

melitus

2013.

Price, S. A., (2005), Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit; ahli


bahasa, Bram U ; editor edisi bahasa indonesia, Huriawati Hartono, Ed. 6,
EGC, Jakarta.
Rivari et al (2013), comparation of vacuum assisted closure and moist wound
dressing in the treatment of diabetic foot ulcer, Journal of cutaneous and
aesthetic surgery, vol 6. www.jcasonline.com
Smeltzer, Suzanne. C., Bare , (2002), Buku ajar keperawatan medical-bedah
Brunner & Suddart/ editor, Suzanne C. Smeltzer, ahli bahasa, Agung Waluyo,
EGC, Jakarta.
Sepulveda et al (2009), Negative pressure wound therapy versus standar woun
dressing in the treatment of diabeticfoot amputation. A randomize controlled
trial, www.elsevier.es/cirugia.
Uppin, V.M., Godhi. A.S, (2013), comparative study of effect of topical insulin
with normal saline dressing in healing of diabetic foot ulcers-a hospital based
one year randomized controlled trial. http://search.proquest.com/
Vig et al (2011), Evidence-based recommendation for the use of negative pressure
wound therapy in chronic wounds:steps towards an international consensus,
Journal of tissue viability, www.elsevier.com/locate/jtv.
Vikatmaa et al (2008), Negative pressure wound therapy; a systematic review on
effectiveness and safety, www.elsevier.com.
World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi penderita diabetes,
http://www.who.int/topics/diabetes_melitus/en
Yotsu et al (2014), Comparison of characteristics and healing course of diabetic
foot ulcers by etiological classification: neuropathic, ischemic, and neuroischemic,
Journal
of
diabetes
and
its
complication,
doi:
10.1016/j.jdiacomp.2014.03.013
UNIVERSITAS INDONESIA

27

P E R N YAT AAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini ;
Nama

: Gresty Natalia Maria Masi

NPM

: 1306345876

Dengan ini menyatakan bahwa makalah ini adalah hasil karya sendiri berdasarkan
dari literatur yang saya pelajari dan bukan dari bagian makalah lain yang pernah
saya kumpulkan. Bila dikemudian hari ternyata terdapat unsur ketidakjujuran
akademik, saya bersedia menanggung sanksi akademik sesuai dengan peraturan
yang berlaku.

Yang Membuat Pernyataan

Gresty Natalia Maria Masi

UNIVERSITAS INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai