Kabupaten Garut
INDIKATOR EKONOMI
KABUPATEN GARUT TAHUN 2015
G a r u t, Desember 2015
Badan Perencanaan Daerah
Kabupaten Garut
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR. ........................................................................................................
ii
iv
vi
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................
BAB II METODOLOGI
2.1 Metodologi Penghitungan .............................................................................
15
18
18
22
ii
DAFTAR ISI
halaman
3.1.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) ........................................................
26
33
36
36
41
45
47
50
51
54
56
59
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 3.1.1 PDRB adh Berlaku Kabupaten Garut Tahun 2010 2014.....................
20
Tabel 3.1.2 PDRB adh Konstan 2010 Kabupaten Garut Tahun 2010 2014............
21
Tabel 3.1.3 Kontribusi Penciptaan Nilai Tambah Bruto (NTB) terhadap Perekonomian
di Kabupaten Garut Tahun 2010 2014 ...........................................
24
Tabel 3.1.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kab.Garut Tahun 20112014 ..........
27
Tabel 3.1.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kab. Garut Menurut Kelompok Kategori
Tahun 2011 2014 .........................................................................
31
Tabel 3.1.6 Pendapatan Perkapita Kabupaten Garut atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2010 2014 ........................................................................
34
Tabel 3.1.7 Pendapatan Perkapita Kabupaten Garut atas Dasar Harga Konstan 2010
Tahun 2010 2014 ........................................................................
35
Tabel 3.1.8 Perkembangan Perbandingan Struktur Ekonomi serta Peranan Kategorikategori Ekonomi Kab.Garut terhadap Jawa Barat Periode 2010 2014
39
Tabel 3.1.9 Perkembangan Location Quotient (LQ) Kab.Garut Periode 2010 2014
41
Tabel 3.1.10 Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Garut terhadap
Jawa Barat Tahun 2011 2014 .......................................................
42
44
Tabel 3.1.12 Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Garut dan Propinsi Jawa Barat
Kurun Waktu 2010 2014 ..............................................................
46
50
53
55
58
Tabel 3.5.1 Rata-rata Konsumsi Perkapita Penduduk Makanan dan Non Makanan
di Kabupaten Garut Tahun 2001, 2003, dan 2005 - 2014 ....................
60
iv
DAFTAR ISI
halaman
Tabel 3.5.2 Perkembangan Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Kelompok Makanan
di Kabupaten Garut Periode 2001 - 2014 ..........................................
61
62
DAFTAR ISI
DAFTAR GRAFIK
halaman
Grafik 3.1.1 Perkembangan Besaran NTB yang Tercipta pada Kelompok Kategori
di Kabupaten Garut Periode 20102014 ..........................................................
22
Grafik 3.1.2 Kontribusi Kategori Dalam Perekonomian Kabupaten Garut Tahun 2014 ............
25
Grafik 3.1.3 Pergeseran Struktur Ekonomi Kabupaten Garut Periode 20102014 ..................
26
30
32
36
Grafik 3.1.7 Perbandingan Struktur Ekonomi Kabupaten Garut dengan Propinsi Jawa Barat
Tahun 2014 .................................................................................................
40
43
Grafik 3.4.1 Laju Inflasi Kabupaten Garut Tahun 1998 2014 ...........................................
57
vi
DAFTAR ISI
LAMPIRAN-LAMPIRAN
halaman
Tabel 1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Garut Tahun 2010 2014....................
64
Tabel 2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Kabupaten Garut Tahun 2010 2014...........
65
Tabel 3 Distribusi Persentase PDRB adh Berlaku Kab. Garut Tahun 2010-2014.....................
66
Tabel 4 Distribusi Persentase PDRB adh Konstan 2010 Kab. Garut Tahun 2010-2014...........
67
68
Tabel 6 Laju Pertumbuhan PDRB Adh Konstan Th 2010 Kab. Garut Th 20112014................
69
70
Tabel 8 Indeks Perkembangan PDRB Adh Konstan Th 2010 Kab. Garut Th 20102014..........
71
72
73
vii
Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan data Sosial Ekonomi masyarakat khususnya mengenai kesejahteraan rakyat,
perlu dipenuhi untuk mengetahui apakah hasil-hasil pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh
lapisan masyarakat terutama yang menyangkut berbagai aspek pemenuhan kebutuhan hidup
seperti sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, keamanan dan kesempatan kerja. Selain data
sosial, data ekonomi pun sangat dibutuhkan dan ditunggu-tunggu kehadirannya sebagai dasar
pijakan dan bahan pengambilan keputusan bagi para pelaku ekonomi.
Dalam meningkatkan efektifitas pelaksanaan program pembangunan, penggunaan data
statistik baik dalam perencanaan, pemantauan maupun evaluasi tidak dapat dihindari. Perencanaan
pembangunan tanpa didukung oleh data statistik yang baik, mustahil akan berjalan dengan baik
dan mencapai sasarannya.
Dengan berlatar belakang seperti uraian di atas, maka Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Garut bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut pada tahun
anggaran 2015 kembali menyajikan Indikator Makro. Publikasi Indikator Makro tahun 2015 akan
berisi data-data ekonomi Kabupaten Garut tahun 2014. Kesinambungan penyajian publikasi ini
sangat dibutuhkan untuk analisa dan pemenuhan kebutuhan akan data yang tepat waktu, akurat
dan dapat disajikan secara runtun tahun demi tahun, sehingga bisa dibandingkan dan dianalisis
fluktuasinya.
Pendahuluan
kualitas sumber daya manusia akan lebih terarah. Dengan demikian tercapai kualitas manusia yang
mampu menghadapi tantangan di masa depan.
Metodologi
BAB II
METODOLOGI
2.1. METODOLOGI PENGHITUNGAN
Pendapatan
Nasional/Regional
secara
berkala,
untuk
digunakan
sebagai
bahan
Angka-angka
pendapatan nasional/regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi dari hasil pembangunan
ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah pusat/daerah, maupun
swasta.
Metodologi
Distribusi
PDRB
harga
berlaku
menurut
lapangan
usaha
menunjukkan
struktur
perekonomian atau peranan setiap kategori ekonomi dalam suatu wilayah. Kategorikategori ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu
wilayah.
4. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDB dan PNB per satu orang
penduduk.
5. PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata
ekonomi per kapita penduduk suatu negara.
Metodologi
System of National Accounts (SNA 2008) melalui penyusunan kerangka Supply and Use Tables
(SUT).
Perubahan tahun dasar PDB dilakukan secara bersamaan dengan penghitungan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi untuk menjaga konsistensi hasil penghitungan.
2.1.1.5 Maksud SNA 2008
SNA 2008 merupakan standar rekomendasi internasional tentang cara mengukur aktivitas
ekonomi yang sesuai dengan penghitungan konvensional berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi.
Rekomendasi yang dimaksud dinyatakan dalam sekumpulan konsep, definisi, klasifikasi, dan aturan
neraca yang disepakati secara internasional dalam mengukur item tertentu seperti PDRB.
SNA dirancang untuk menyediakan informasi tentang aktivitas pelaku ekonomi dalam hal
produksi, konsumsi dan akumulasi harta dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan analisis,
pengambilan keputusan, dan pembuatan kebijakan. Dengan menggunakan Kerangka SNA,
fenomena ekonomi dapat dengan lebih baik dijelaskan dan dipahami.
Apa Manfaat Perubahan Tahun Dasar?
Manfaat perubahan tahun dasar PDRB antara lain :
Metodologi
Meningkatkan nominal PDRB, yang pada gilirannya akan berdampak pada pergeseran
kelompok pendapatan suatu daerah dari pendapatan rendah, menjadi menengah, atau tinggi
dan pergeseran struktur perekonomian;
Akan merubah besaran indikator makro seperti rasio pajak, rasio hutang, rasio investasi dan
saving, nilai neraca berjalan, struktur dan pertumbuhan ekonomi;
Akan menyebabkan perubahan pada input data untuk modeling dan forecasting.
Telah terjadi perubahan struktur ekonomi selama 10 (sepuluh) tahun terakhir terutama
dibidang informasi dan teknologi serta transportasi yang berpengaruh terhadap pola distribusi
dan munculnya produk-produk baru;
Rekomendasi PBB tentang pergantian tahun dasar dilakukan setiap 5 (lima) atau 10 (sepuluh)
tahun1;
Adanya pembaharuan konsep, definisi, klasifikasi, cakupan, sumber data dan metodologi
sesuai rekomendasi dalam SNA 2008;
Tersedianya sumber data baru untuk perbaikan PDRB seperti data Sensus Penduduk 2010 (SP
2010) dan Indeks harga produsen (Producers Price Index /PPI);
Tersedianya kerangka kerja SUT yang menggambarkan keseimbangan aliran produksi dan
konsumsi (barang dan jasa) dan penciptaan pendapatan dari aktivitas produksi tersebut.
Metodologi
2.1.1.8
Terdapat 118 revisi di SNA 2008 dari SNA sebelumnya dan 44 diantaranya merupakan
revisi utama. Beberapa revisi yang diadopsi dalam penghitungan PDRB tahun dasar 2010
diantaranya:
Valuasi : Nilai tambah lapangan usaha dinilai dengan Harga Dasar ( Basic Price).
Merupakan harga keekonomian barang dan jasa ditingkat produsen sebelum adanya intervensi
pemerintah seperti pajak dan subsidi atas produk. Valuasi ini hanya untuk penghitungan PDB,
sedangkan PDRB menggunakan harga produsen.
Klasifikasi :
Klasifikasi yang digunakan berdasarkan Internasional Standard Classification (ISIC rev.4) dan
Central Product Classification (CPC rev.2). BPS mengadopsi kedua klasifikasi tersebut sebagai
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2009 (KBLI 2009) dan Klasifikasi Baku Komoditi
Indonesia 2010 (KBKI 2010).
Perbandingan Perubahan Konsep dan Metode dari SNA sebelumnya dan SNA 2008 antara
SNA1993, para 16.76: constant price series should not be allowed to run for more than five, or at the most, ten years without
Metodologi
Konsep Lama
Konsep Baru
2. Metode penghitungan
output bank komersial.
3. Biaya eksplorasi mineral
dan pembuatan produk
Menggunakan metode
Charge (IBSC) .
Measured (FISIM)
Dicatat sebagai
konsumsi antara
original
Perubahan Klasifikasi dari PDRB Tahun Dasar 2000 ke PDRB Tahun Dasar 2010
Klasifikasi PDRB menurut lapangan usaha tahun dasar 2000 (2000=100) menggunakan
Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia 1990 (KLUI 1990) sedangkan pada PDRB tahun dasar 2010
(2010=100) menggunakan KBLI 2009. Perbandingan keduanya pada tingkat paling agregat dapat
dilihat pada tabel berikut :
rebasing
10
Metodologi
1.
A.
2.
B.
3.
Industri Pengolahan
C.
Industri Pengolahan
4.
D.
E.
Pengadaan Air
Konstruksi
5.
Konstruksi
F.
6.
7.
8.
H.
I.
J.
K.
Jasa Keuangan
L.
Real Estat
9.
Jasa-jasa
Jasa Pendidikan
Sementara klasifikasi PDRB menurut pengeluaran tahun dasar 2010 secara garis besar
tidak banyak mengalami perubahan seperti tabel berikut :
11
Metodologi
4. Perubahan Inventori
5. Perubahan Inventori
5. Ekspor
6. Ekspor
6. Impor
7. Impor
Laju Pertumbuhan Ekonomi ( LPE ) ini disebut juga indeks berantai baik harga berlaku maupun
harga konstan. Pada umumnya yang sering digunakan adalah LPE harga konstan, karena
menggambarkan pertumbuhan produksi riil dari masing-masing sektor.
Laju pertumbuhan ekonomi diperoleh dengan cara membagi nilai sektor / subsektor PDRB
X 100 %
PDRB (n-1,k,i)
Keterangan :
LPE
= a.d.h konstan
= tahun berlaku
= subsektor / sektor
12
Metodologi
Distribusi Persentase
Yang lebih populer dengan distribusi persentase ini adalah untuk mengamati struktur
perekonomian yang dikenal dengan kontribusi / pangsa sektor ekonomi. Besarnya persentase
masing-masing sub sektor / sektor diperoleh dengan cara membagi nilai PDRB subsektor /
sektor dengan nilai total PDRB, dikali 100 persen.
NTB (n,b,i)
D (n,i) =
X 100 %
PDRB (n,b)
Keterangan :
D
= Distribusi persentase
= Tahun berlaku
= Sektor
= a.d.h berlaku
b. Indeks Harga Bahan Pokok ( IPB ) adalah Modified Laspeyres Formulas dengan
rumus sebagi berikut :
i=1
P ni
(ni 1)
Qoi
P (ni 1)
X 100
IPB n =
k
i=1
Poi Qoi
Keterangan :
IPBn = Indeks Harga Kebutuhan Pokok pada
minggu ke n
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
13
Metodologi
Pni
P
X 100
(ni 1)
Pni
P(n-1) Q oi
P(n-1)
Poi Qoi
c. Laju Inflasi
Perubahan persentase IHK atau lebih dikenal dengan inflasi selain dihitung dengan
membandingkan IHK bulan berjalan dengan IHK bulan sebelumnya juga dihitung dengan
membandingkan IHK bulan berjalan dengan IHK bulan Desember tahun sebelumnya. Metode ini
dinamakan metode Point to Point artinya laju inflasi tahun 2015 sampai dengan bulan berjalan
dihitung dari persentase perubahan IHK bulan berjalan terhadap IHK bulan Desember tahun 2014.
Laju inflasi bulanan dihitung berdasarkan persentase perubahan IHK bulan berjalan terhadap
IHK bulan sebelumnya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
In
IHKn
=
IHK (n - 1)
- 1
X 100
Dimana :
In
IHKn
IHK(n-1)
14
Metodologi
Laju inflasi tahunan sampai dengan bulan berjalan dihitung berdasarkan persentase perubahan
IHK bulan berjalan terhadap IHK Desember tahun sebelumnya, dapat dirumuskan sebagai
berikut :
In (t)
IHKn
=
- 1
X 100
IHK Des (t - 1)
Dimana :
In(t)
IHK
IHK
Des(t-1)
15
Metodologi
4. Spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud, namun demikian perlu
disadari bahwa tidak ada ukuran baku yang benar-benar dapat mengukur tingkat
kesejahteraan seseorang atau masyarakat.
16
BAB III
INDIKATOR EKONOMI KABUPATEN GARUT
3.1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, strategi pembangunan haruslah
ditekankan pada bidang pembangunan produksi dan infrastruktur untuk memacu pertumbuhan
ekonomi serta peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan tujuan dan strategi
pembangunan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan haruslah diarahkan pada bidang-bidang
yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Khususnya di bidang ekonomi, pembangunan
harus lebih ditekankan pada peningkatan yang bersamaan antara pertumbuhan ekonomi dengan
pendapatan perkapita sehingga akan mendongkrak daya beli untuk memenuhi segala kebutuhan
masyarakat.
Berbagai kebijakan makro ekonomi yang diarahkan pada upaya untuk mendorong secara
simultan, peningkatan kinerja kategori riil maupun moneter harus tetap dikembangkan. Indikator
yang kerap digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan bidang ekonomi suatu wilayah
adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik yang dihitung dari sisi produksi dan
penggunaan serta disajikan atas dasar harga berlaku ( current price) dan harga konstan (constan
price).
Dengan diketahuinya nilai PDRB diharapkan dapat dijadikan dasar oleh pengambil
keputusan untuk :
1. Penyediaan data ekonomi makro bagi perencana dan evaluasi pembangunan.
2. Menggambarkan derajat kesenjangan masyarakat.
3. Memperlihatkan pergeseran aktivitas perekonomian masyarakat.
18
sangat tergantung pada faktor tersebut. Adanya keterbatasan dua faktor di atas menyebabkan
PDRB bervariasi antar daerah.
Secara makro besaran PDRB yang dihitung atas dasar harga berlaku di Kabupaten Garut
pada tahun 2014 mengalami kenaikkan pertumbuhan dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 10,09
persen, atau dari semula sebesar Rp 33.687,51 miliar menjadi Rp 37.085,19 miliar. Pertumbuhan
PDRB atas dasar harga berlaku dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar
10,94 persen. Perkembangan PDRB yang dihitung atas dasar harga berlaku belum dapat dijadikan
sebagai indikator yang menggambarkan peningkatan volume produk barang atau jasa di wilayah
Garut (kinerja perekonomian), karena pada besaran PDRB tersebut masih terkandung inflasi yang
sangat mempengaruhi harga barang/jasa secara umum. Untuk menganalisis perkembangan dari
volume produk barang/jasa atau pertumbuhan ekonomi secara makro umumnya digunakan PDRB
yang dihitung atas dasar harga konstan.
Dari hasil perhitungan, BPS mencatat PDRB yang dihitung atas dasar harga konstan tahun
2010 di Kabupaten Garut pada tahun 2014 mencapai Rp 30.541,24 miliar, atau mengalami
pertumbuhan 4,81 persen. Kondisi tersebut merupakan indikasi quantum (volume) produk
barang/jasa secara umum perekonomian Kabupaten Garut secara makro berkembang positif
dengan besaran 4,81 persen. Besaran peningkatan PDRB yang dihitung berdasarkan harga
konstan tersebut yang kerap dipakai sebagai indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE).
19
Tabel 3.1.1.
2010
2011
2012
2013*)
2014**)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
10.274.621,53
11.139.939,55
11.781.702,65
13.118.170,86
14.504.538,16
924.494,43
980.076,95
882.684,89
917.632,68
930.398,04
1.890.139,87
2.063.039,77
2.204.903,74
2.438.999,91
2.723.905,02
15.797,62
16.216,34
16.771,23
15.003,51
17.486,59
11.784,75
12.975,74
14.271,85
15.990,05
16.908,52
6. Konstruksi
1.356.154,84
1.547.329,87
1.739.077,58
1.958.534,01
2.157.687,58
5.045.739,28
5.636.722,58
6.268.097,81
7.028.266,52
7.569.557,83
880.384,35
933.792,91
1.000.534,58
1.128.396,83
1.294.335,85
813.285,04
907.481,82
1.018.104,09
1.114.880,82
1.219.424,30
508.230,90
574.561,37
583.577,26
637.000,66
708.271,15
593.571,63
666.040,23
766.434,90
881.338,74
1.007.840,66
386.664,77
441.614,78
491.543,59
553.676,44
607.887,45
126.707,31
135.706,13
147.160,64
161.894,95
176.781,83
981.613,56
1.118.827,90
1.266.682,31
1.286.500,24
1.399.802,77
815.008,56
979.424,58
1.152.410,16
1.303.486,09
1.518.429,05
158.375,85
177.192,57
189.541,28
196.419,91
214.854,94
682.647,61
777.489,54
840.972,26
931.318,31
1.017.077,94
25.465.221,91
28.108.432,64
30.364.470,83
33.687.510,52
37.085.187,67
PDRB
Keterangan :
*)
Angka Perbaikan
**)
Angka Sementara
20
Tabel 3.1.2.
KATEGORI
2010
2011
2012
2013*)
2014**)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
10.274.621,53
10.456.643,75
10.614.052,18
10.957.009,41
11.161.548,24
924.494,43
909.012,98
791.288,95
843.340,70
853.577,97
1.890.139,87
1.961.916,32
2.028.467,77
2.157.364,29
2.294.637,75
15.797,62
16.637,26
17.139,71
18.050,68
18.918,92
11.784,75
12.581,92
13.433,02
14.143,63
14.852,22
1.356.154,84
1.492.985,20
1.620.784,74
1.741.046,97
1.843.072,32
5.045.739,28
5.433.189,81
5.825.293,52
6.146.664,91
6.524.503,25
880.384,35
925.581,94
967.024,17
1.007.361,09
1.088.865,30
813.285,04
870.331,95
936.638,68
979.219,27
1.029.765,08
508.230,90
574.963,85
583.752,55
637.574,54
733.784,53
593.571,63
644.344,81
690.227,87
753.151,02
815.703,55
386.664,77
426.104,57
462.621,74
496.994,53
535.114,01
126.707,31
132.953,98
138.684,30
147.603,17
155.150,13
981.613,56
973.254,69
1.071.295,54
1.039.243,02
1.047.869,58
815.008,56
958.285,52
1.056.808,44
1.148.221,46
1.288.697,48
158.375,85
166.738,10
176.722,45
182.655,92
194.673,45
682.647,61
771.323,16
821.105,31
868.837,17
940.510,50
25.465.221,91
26.726.849,82
27.815.340,92
29.138.481,77
30.541.244,30
PDRB
Apabila disimak tabel di atas, seperti tahun-tahun sebelumnya, kategori andalan atau
kategori yang memberi sumbangan terbesar adalah pertanian, dimana pada tahun 2014 kategori ini
memberikan sumbangan nilai tambah yang dihitung atas dasar harga berlaku sebesar
Rp 14.504,54 miliar, atau dengan share 39,11 persen terhadap perekonomian. Sedangkan
sumbangan NTB pertanian terhadap PDRB yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2010
mencapai Rp 11.161,55 miliar. Kondisi tersebut dapat dimengerti, karena kegiatan ekonomi
sebagian besar penduduk di wilayah Kabupaten Garut masih tampak didominasi oleh kategori
pertanian. Hal ini terlihat dari sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di kategori ini
serta sebagian besar lahan di wilayah Kabupaten Garut digunakan untuk kegiatan di kategori
pertanian (hampir mencapai 3/4 dari total luas wilayah Kabupaten Garut).
21
Selain pertanian, kategori yang juga cukup dominan di Kabupaten Garut adalah
perdagangan, hotel dan restoran. Di sepanjang tahun 2014 kategori perdagangan besar dan eceran
;reparasi mobil dan sepeda motor mampu menciptakan nilai tambah (atas dasar harga berlaku/adh
berlaku) sebesar Rp 7.569,56 miliar, atau mengalami peningkatan Rp 541,29 miliar dari tahun
sebelumnya. Di tahun 2014, secara makro terjadi pertumbuhan nilai barang yang di perdagangkan
di Garut sekitar 7,70 persen yang tampak dari pertumbuhan nilai tambah atas dasar harga berlaku
pada kategori perdagangan. Sedangkan pertumbuhan volume barang yang diperdagangkan dapat
ditunjukkan oleh persentase tumbuhnya nilai tambah yang dihitung atas dasar harga konstan
sebesar 6,15 persen.
Grafik 3.1.1.
2011
PRIMER
2012
SEKUNDER
2013
2014
TERSIER
kategori dalam pembentukan PDRB, sehingga akan tampak kategori-kategori yang dominan dalam
memicu pertumbuhan ekonomi.
22
dipengaruhi oleh kemampuan tiap-tiap kategori dalam penciptaan nilai tambah. Dari struktur
perekonomian juga akan memberikan gambaran secara umum tentang potensi ekonomi suatu
wilayah.
Selain itu, struktur ekonomi suatu wilayah juga dapat menggambarkan mesin-mesin
pertumbuhan di wilayah bersangkutan. Semakin tinggi share suatu kategori terhadap PDRB secara
kasar merupakan indikator semakin potensial kategori tersebut dalam mendongkrak pertumbuhan
ekonomi jika dikembangkan.
Sampai dengan tahun 2014 perekonomian Kabupaten Garut masih tampak didominasi
oleh kategori pertanian, yakni dengan kontribusi pembentukan nilai tambah sebesar 39,11 persen
terhadap PDRB. Hal ini dapat dipahami karena kategori pertanian dengan pengelolaan yang
cenderung masih tradisional, tidak tergantung pada bahan impor dan berbasis teknologi
sederhana, merupakan usaha yang banyak digeluti oleh masyarakat Garut sampai saat ini. Dari
sisi penciptaan nilai tambah, kecepatan kategori ini dalam menciptakan nilai tambah sangatlah
lambat dibandingkan dengan kategori lainnya terutama industri manufaktur, sehingga tidaklah
mengherankan jika wilayah yang didominasi oleh kategori pertanian cenderung pertumbuhan
ekonominya sangat lamban. Kendati demikian, kategori pertanian merupakan kategori yang
sangat tahan terhadap gejolak moneter yang ada, ini terbukti pada masa krisis, kategori pertanian
merupakan penyanggah perekonomian di Indonesia pada umumnya. Apabila ditelaah lebih dalam,
kontribusi nilai tambah di kategori pertanian cenderung mengalami penurunan dari tahun ke
tahun selama periode 2010-2014, dimana semula sebesar 40,35 persen ditahun 2010, menurun
menjadi 39,11 persen di tahun 2014. Kondisi tersebut dapat dimaklumi karena selain penciptaan
nilai tambah di kategori lain yang lebih cepat, terutama pada kategori industri dan perdagangan,
juga karena luas lahan pertanian yang terus mengalami penurunan karena peningkatan jumlah
penduduk yang berimplikasi pada peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman. Hanya saja
dengan kinerja yang cukup baik ditahun 2013 dan 2014, kontribusi pertanian mengalami sedikit
peningkatan dari tahun 2012 sebesar 38,80 persen menjadi sebesar 38,94 persen tahun 2013 dan
39,11 pada tahun 2014. Peningkatan kontribusi kategori pertanian tersebut merupakan kedua
kalinya selama dekade terakhir.
Selanjutnya, kategori lainnya yang juga tampak cukup dominan adalah kategori
perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor, dimana pada tahun 2014
memberikan sumbangan nilai tambah terhadap pembentukan PDRB Garut sebesar 20,41 persen.
Berbeda dengan kategori pertanian, peranan kategori ini tampak mengalami peningkatan yang
cukup signifikan selama periode 2010-2014, yakni meningkat 0,60 persen, atau dari semula 19,81
persen di tahun 2010. Namun terjadi penurunan kontribusi pada tahun 2014, yakni dari semula
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
23
20,86 persen di tahun 2013 menjadi 20,41 persen di tahun 2014. Sedangkan kategori penyediaan
akomodasi dan makan minum memberikan kontribusi sebesar 3,29 persen. Pada dasarnya,
kategori penyediaan akomodasi dan makan minum di Kabupaten Garut memiliki potensi yang
cukup besar untuk dikembangkan lebih jauh, karena sektor pariwisata akhir-akhir ini berkembang
cukup pesat yang tampak dari perkembangan jumlah kunjungan baik wisatawan nusantara
maupun mancanegara. Kendala umum yang dihadapi untuk dapat mengembangkan potensi
tersebut adalah sulitnya menumbuhkan minat para investor baik lokal maupun internasional untuk
menanamkan investasi di Kabupaten Garut yang infrastrukturnya terlihat masih sangat minim
terutama pada wilayah selatan.
Tabel 3.1.3.
(Persen)
Kelompok Kategori
2010
2011
2012
2013*
2014**
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
43,12
39,63
3,49
12,95
7,34
0,06
0,05
43,93
20,05
3,32
3,23
2,04
2,37
1,57
0,48
3,98
3,48
0,63
2,77
41,71
38,80
2,91
13,09
7,26
0,06
0,05
45,20
20,64
3,30
3,35
1,92
2,52
1,62
0,48
4,17
3,80
0,62
2,77
41,66
38,94
2,72
13,15
7,24
0,04
0,05
45,19
20,86
3,35
3,31
1,89
2,62
1,64
0,48
3,82
3,87
0,58
2,76
41,62
39,11
2,51
13,26
7,34
0,05
0,05
45,12
20,41
3,49
3,29
1,91
2,72
1,64
0,48
3,77
4,09
0,58
2,74
PRIMER
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan & Penggalian
SEKUNDER
Industri Pengolahan
Listrik, Gas & Air Bersih
Bangunan/Konstruksi
TERSIER
Perdagangan Besar dan Eceran;
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Mamin
Informasi dan Komunikasi
43,98
40,35
3,63
12,86
7,42
0,06
0,05
43,17
19,81
3,46
3,19
2,00
2,33
1,52
0,50
3,85
3,20
0,62
2,68
Angka Perbaikan
Angka Sementara
1) Atas Dasar Harga Berlaku
**)
24
Grafik 3.1.2.
0%
2%
3%
3%
4%
1%
4%
3%
2%
39%
3%
E
F
G
H
20%
7%
6%
J
K
3%
0%
0%
L
M,N
O
25
disepanjang periode 2010-2014. Sampai dengan tahun 2014 kontribusi kelompok kategori ini
mengalami peningkatan 0,40 persen dibanding tahun 2010, yakni sebesar 12,86 persen di tahun
2010 menjadi sebesar 13,26 persen di tahun 2014.
Struktur ekonomi Kabupaten Garut, selama periode 2009-2013, tampak tidak berubah
secara signifikan, namun pergeseran dari kelompok kategori primer ke arah sekunder dan tersier
tetap terjadi walaupun relatif kecil jika dibandingkan dengan pergeseran struktur ekonomi yang
terjadi di Jawa Barat pada umumnya. Pergeseran struktur ekonomi Kabupaten Garut periode
2010-2014 dapat dilihat pada Grafik 3.1.3.
Grafik 3.1.3.
TERSIER
13,26
13,15
13,09
12,95
12,86
SEKUNDER
PRIMER
45,12
41,62
45,19
41,66
45,20
41,71
43,93
43,12
43,17
43,98
krisis yang berawal pada pertengahan tahun 1997, salah satu agenda yang
menempati skala prioritas cukup tinggi pada pembangunan nasional adalah recovery ekonomi.
Pemulihan kondisi perekonomian tersebut harus didukung oleh kondisi sosial politik yang kondusif.
Salah satu indikator makro yang sering dipakai untuk mengevaluasi kinerja pembangunan adalah
laju pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh
keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Laju pertumbuhan
ekonomi secara teknis merupakan pertumbuhan dari volume produk yang dihasilkan di suatu
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
26
wilayah pada satuan waktu tertentu. Secara kategorial, pertumbuhan suatu kategori ekonomi
merupakan gambaran kecepatan peningkatan volume produk yang dihasilkan di kategori yang
bersangkutan. Dengan demikian indikator ini dapat pula digunakan oleh para perencana untuk
menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi ke depan. Secara makro, untuk mengukur
besarnya laju pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perkembangan besaran PDRB yang
dihitung atas dasar harga konstan. Pada publikasi kali ini harga konstan yang dipakai adalah harga
konstan tahun 2010.
Perekonomian Kabupaten Garut pada tahun 2014 ditandai oleh pertumbuhan sebesar 4,81
persen. Perkembangan yang cukup positif dari perekonomian di Kabupaten Garut tersebut tidak
lepas dari performa ekonomi yang baik pada kategori yang merupakan sumber pertumbuhan
paling dominan di wilayah ini, yaitu kategori pertanian yang mampu tumbuh 1,87 persen.
Tabel 3.1.4.
(2)
(3)
2013**)
(4)
2014***)
(5)
1,51
3,23
1,87
-12,95
6,58
1,21
3,39
6,35
6,36
3,02
5,31
4,81
6,76
5,29
5,01
8,56
7,42
5,86
7,22
5,52
6,15
4,48
4,17
8,09
7,62
4,55
5,16
1,53
9,22
15,09
7,12
9,12
8,31
8,57
7,43
7,67
4,31
6,43
5,11
10,07
-2,99
0,83
10,28
8,65
12,23
5,99
3,36
6,58
6,45
5,81
8,25
4,07
4,76
4,81
*)
Angka Perbaikan
Angka Sementara
1)
Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000
**)
Jika diamati lebih jauh, pada tahun 2014 tampak seluruh kategori ekonomi di Kabupaten
Garut memperlihatkan kinerja yang cukup menggembirakan. Peningkatan kinerja tertinggi terjadi
kategori informasi dan komunikasi yang mampu tumbuh sebesar 15,09 persen, sedangkan
terendah terjadi pada kategori administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial yang
hanya mampu tumbuh sebesar 0,83 persen.
27
28
Kinerja kategori jasa keuangan dan asuransi pada tahun 2014 mengalami pertumbuhan
sebesar 8,31 persen, setelah tahun sebelumnya tumbuh 9,12 persen. Pertumbuhan tersebut
disumbang oleh semua kategori pembentuknya.
Peningkatan kinerja yang relatif tinggi juga terjadi pada kategori industri pengolahan. Pada
tahun 2014 ini industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 6,36 persen. Kondisi ini tidak
terlepas dari meningkatnya accesibilitas Kabupaten Garut yang tentunya berimplikasi pada
perkembangan jumlah kedatangan wisatawan di Kabupaten Garut. Kondisi tersebut memicu
peningkatan permintaan barang/jasa di Kabupaten Garut termasuk produk kategori industri
pengolahan. Kinerja produksi yang sangat konsisten tersebut tampak menyebabkan peningkatan
share kategori ini terhadap perekonomian Kabupaten Garut di setiap tahunnya.
Kategori transportasi dan pergudangan dengan pertumbuhan 8,09 persen setelah tumbuh
sebesar 4,17 persen ditahun sebelumnya. Kategori yang tumbuh relatif rendah, atau tumbuh di
bawah rata-rata, di tahun 2014 adalah kategori pertanian dengan pertumbuhan 1,87 persen.
Pertumbuhannya lebih rendah bila dibandingkan tahun sebelumnya tumbuh 3,23 persen.
Kategori jasa lainnya di tahun 2014 mengalami pertumbuhan meningkat yaitu sebesar 8,25
persen, setelah tumbuh 5,81 persen di tahun sebelumnya. Pertumbuhan kategori administrasi
pemerintahan pada tahun ini mengalami sedikit kenaikkan jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, yaitu hanya mampu tumbuh sebesar 0,83 persen sedangkan tahun sebelumnya turun
2,99 persen. Kenaikkan volume produksi terjadi pada
29
Grafik 3.1.4.
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
2011
2012
2013
2014
-5,00
-10,00
-15,00
1)
Dengan mengelompokkan kategori ekonomi menjadi tiga kelompok, yaitu kategori primer,
sekunder dan tersier. Tampak pada tahun 2014 peningkatan kinerja tertinggi terjadi pada kelompok
30
kategori tersier, dengan pertumbuhan sebesar 7,06 persen, diikuti oleh kelompok kategori sekunder
dengan pertumbuhan sedikit lebih rendah yakni 6,13 persen. Selanjutnya kelompok kategori primer
memperlihatkan peningkatan kinerja terendah, yakni hanya mampu tumbuh sebesar 1,82 persen.
Tabel 3.1.5.
2011
2012
2013*
2014**
(1)
(5)
(6)
(7)
(8)
PRIMER
1,49
0,35
3,46
1,82
SEKUNDER
6,42
5,62
6,82
6,13
TERSIER
8,05
7,18
5,32
7,06
4,95
4,07
4,76
4,81
PDRB
*)
Angka Perbaikan
Angka Sementara
1)
Atas Dasar Harga Konstan 2010
**)
31
Kelompok kategori tersier menunjukkan kinerja yang sedikit menurun pada tahun 2014
dibanding periode 2011-2014. Perkembangan yang positif dari kelompok ini pada kategori
transportasi dan pergudangan; informasi dan komunikasi; jasa perusahaan; administrasi
pemerintahan; dan jasa kesehatan yang diperlihatkan. Sedangkan untuk kategori perdagangan
besar dan eceran; penyediaan akomodasi; jasa keuangan; real estate; jasa pendidikan dan jasa
lainnya sedikit mengalami penurunan pertumbuhan pada tahun ini, yaitu masing-masing hanya bisa
mencapai pertumbuhan sebesar: 1,55; 1,85; 0,25; 2,53; 5,35 dan 4,74 persen.
Gambaran tersebut secara secara makro dapat dijadikan sebagai indikator semakin
membaiknya perekonomian Kabupaten Garut.
Grafik 3.1.5.
8,05
7,18
6,42
5,62
4,95
4,07
4,00
1,00
5,32
4,76
4,81
1,82
1,49
0,35
0,00
1
2
PRIMER
1)
7,06
6,13
3,46
3,00
2,00
6,82
SEKUNDER
3
TERSIER
4
PDRB
32
33
Tabel 3.1.6.
Tahun
Harga Berlaku
(Rp)
Kenaikan
(%)
(1)
(2)
(3)
2010
2011
2012
2013*)
2014**)
10.512.715
11.470.816
12.258.003
13.462.027
14.680.308
9,11
6,86
9,82
9,05
Keterangan :
*) Angka perbaikan
**) Angka sementara
34
Tabel 3.1.7.
Harga Konstan
(Rp)
Kenaikan
(%)
(1)
(2)
(3)
2010
2011
2012
2013*)
2014**)
10.512.715
10.907.004
11.228.930
11.644.168
12.089.864
3,75
2,95
3,70
3,83
Catatan
*) Angka perbaikan
**) Angka sementara
1)
Pada PDRB per kapita yang dihitung atas dasar harga konstan seperti tampak pada Tabel
3.1.7. lebih menggambarkan perkembangan secara riil dari pendapatan perkapita yang diterima
oleh penduduk atau dalam pengertian secara makro daya beli masyarakat di wilayah Kabupaten
Garut. Hal yang menarik untuk dikaji adalah walaupun pendapatan perkapita pada periode 20102014 meningkat relatif tinggi yang berkisar antara 6,86 sampai 9,82 persen, namun daya beli
masyarakat secara riil pada periode yang sama hanya mengalami peningkatan berkisar 2,95 sampai
3,83 persen yang tercermin dari peningkatan PDRB perkapita yang dihitung atas dasar harga
konstan. Kondisi tersebut mencerminkan tingginya inflasi yang terjadi pada periode bersangkutan
sehingga mengkoreksi peningkatan daya beli yang diakibatkan oleh meningkatnya pendapatan
yang diterima. Kendati demikian, dari Tabel 3.1.7. dapat dilihat pendapatan riil yang sangat
berpengaruh pada daya beli masyarakat Kabupaten Garut secara makro di sepanjang periode 20102014 cenderung terus mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi terjadi
pada tahun 2014 sebesar 3,83 persen, sedangkan peningkatan terendah terjadi pada tahun 2012
yang hanya meningkat 2,95 persen. Pada kasus-kasus khusus, perkembangan PDRB per kapita
yang dihitung atas dasar harga konstan tersebut sering pula dipakai sebagai indikator
pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
35
Grafik 3.1.6
Pendapatan Perkapita Kabupaten Garut
Tahun 2010 - 2014
(Rupiah)
16.000.000
14.000.000
12.000.000
10.000.000
8.000.000
Berlaku
6.000.000
Konstan
4.000.000
2.000.000
2010
2011
2012
2013
2014
36
pertanian yang tercipta di Kabupaten Garut adalah sebesar Rp. 10.274,62 miliar, dimana nilai
tambah yang tercipta tersebut menyumbang sebesar 9,39 % terhadap penciptaan nilai tambah
pertanian di Jawa Barat. Selanjutnya di tahun-tahun berikutnya sumbangan nilai tambah kategori
pertanian Kabupaten Garut cenderung mengalami kenaikkan yang tampak cukup signifikan, dimana
sampai dengan tahun 2014 kategori pertanian Kabupaten Garut memberikan share sebesar 9,76
persen terhadap pembentukan nilai tambah kategori pertanian di Provinsi Jawa Barat.
Walaupun sumbangan kategori pertanian Kabupaten Garut tampak sangat dominan, namun
secara makro total nilai tambah yang tercipta (PDRB) ternyata masih terlihat sangat kecil, dimana
pada tahun 2010 PDRB Kabupaten Garut tercatat sebesar Rp. 25.465,22 miliar dan hanya
memberikan kontribusi sebesar 2,81 persen terhadap perekonomian Jawa Barat. Hal yang lebih
memprihatinkan adalah share tersebut cenderung mengalami penurunan pada tahun-tahun
selanjutnya, dimana pada tahun 2014 share-nya mengalami penurunan menjadi sebesar 2,65
persen terhadap perekonomian Jawa Barat. Penurunan share tersebut dapat dimaklumi karena
penciptaan nilai tambah untuk Kabupaten Garut masih sangat mengandalkan kategori pertanian
yang relatif lebih lambat dibandingkan Jawa Barat yang pembentukan PDRB nya telah berbasis
kategori industri pengolahan. Kondisi ini disebabkan karena siklus produksi kategori pertanian jauh
lebih lama dibandingkan industri pengolahan. Selain itu, efek multiflier terhadap perekonomian
secara makro yang ditimbulkan kategori industri jauh lebih tinggi dibandingkan kategori pertanian,
sehingga efektifitasnya dalam mendongkrak perekonomian relatif lebih tinggi. Hal tersebut karena
kategori industri pengolahan memiliki keterkaitan kategori, baik backward maupun foreward, yang
jauh lebih tinggi dibandingkan kategori pertanian.
Dominannya share produk kategori pertanian Kabupaten Garut terhadap penciptaan nilai
tambah pertanian di Provinsi Jawa Barat dibandingkan tingkat II lainnya, tidak lepas dari beberapa
keunggulan kompratif (comparative advantages) Kabupaten Garut, seperti kondisi tanah yang
relatif lebih subur dan cocok untuk beragam komoditi pertanian dan jumlah penduduk yang besar.
Hal tersebut berimplikasi pada sistem pertanian yang tampak sangat beragam dan hampir sebagian
besar komoditi produk pertanian sangat dominan share-nya terhadap produk komoditi yang sama
di Jawa Barat, seperti berbagai palawija, sayur-sayuran dan juga padi.
Perbandingan Struktur Ekonomi dan Perkembangan kontribusi setiap kategori ekonomi
Kabupaten Garut terhadap Provinsi Jawa Barat periode 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 3.1.8.
Pada tabel tersebut tampak struktur ekonomi Kabupaten Garut sangat berbeda dengan Jawa Barat.
Empat kategori penyumbang terbesar Kabupaten Garut terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
37
berturut-turut sebagai berikut: pertanian; jasa pendidikan; administrasi pemerintahan; dan jasa
lainnya. Sedangkan kontribusi kategori di Jawa Barat berturut-turut sebagai berikut: industri
pengolahan; perdagangan besar dan eceran; pertanian; dan konstruksi.
Selanjutnya secara umum pergeseran struktur ekonomi yang terjadi di Kabupaten Garut
dan Jawa Barat terlihat sama, yakni pergeseran dari kategori primer menuju kategori sekunder dan
tersier. Kondisi tersebut tampak dari kontribusi kelompok kategori primer yang mengalami
penurunan diikuti peningkatan pada kategori sekunder dan tersier. Kendati demikian dari sisi
kecepatan pergeseran, Provinsi Jawa Barat tampak lebih lambat dibandingkan Kabupaten Garut, ini
terlihat dari penurunan kategori primer Jawa Barat yang lebih rendah dibandingkan Garut, dimana
pada periode 2010-2014 share kategori primer di Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 1.84
persen, sedangkan pada Kabupaten Garut mengalami penurunan sebesar 2,36 persen pada periode
yang sama. Hal tersebut merupakan refleksi bahwa kecepatan pertumbuhan kelompok kategorikategori primer baik di Kabupaten Garut maupun di Jawa Barat relatif lebih cepat dibandingkan
kelompok kategori lainnya.
38
Tabel 3.1.8.
KATEGORI
2010
(1)
(2)
43,98
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
40,35
Pertambangan dan Penggalian
3,63
12,86
SEKUNDER
Industri Pengolahan
7,42
Pengadaan Listrik dan Gas
0,06
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
0,05
Konstruksi
5,33
43,17
TERSIER
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 19,81
Transportasi dan Pergudangan
3,46
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
3,19
Informasi dan Komunikasi
2,00
Jasa Keuangan dan Asuransi
2,33
Real Estate
1,52
Jasa Perusahaan
0,50
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,85
Jasa Pendidikan
3,20
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
0,62
Jasa lainnya
2,68
100,00
PDRB
PRIMER
Jawa Barat
2014
2010
(3)
(4)
41,62
39,11
2,51
13,26
7,34
0,05
0,05
5,82
45,12
20,41
3,49
3,29
1,91
2,72
1,64
0,48
3,77
4,09
0,58
2,74
100,00
13,15
9,83
3,32
52,13
44,51
0,59
0,08
6,96
34,72
15,41
4,12
2,39
2,29
2,23
1,09
0,35
2,60
1,98
0,59
1,66
100,00
2014
(5)
11,31
8,81
2,51
52,09
43,34
0,75
0,08
7,93
36,60
15,86
4,63
2,52
2,56
2,47
1,05
0,38
2,32
2,40
0,64
1,76
100,00
SHARE GARUT
THD JABAR
2010
2014
(6)
(7)
9,39
11,53
3,07
0,69
0,47
0,30
1,68
2,15
3,49
3,61
2,36
3,75
2,45
2,93
3,92
3,94
4,16
4,54
2,97
4,52
2,81
9,76
11,78
2,65
0,67
0,45
0,17
1,61
1,95
3,27
3,41
2,00
3,47
1,98
2,91
4,13
3,34
4,32
4,52
2,41
4,13
2,65
Jika diamati kontribusi penciptaan nilai tambah kategorial, pada periode 2010-2014,
Kabupaten Garut terhadap Jawa Barat, tampak ada delapan kategori yang mengalami peningkatan
kontribusi, yakni kategori konstruksi meningkat 0,49 persen; perdagangan besar dan eceran
meningkat 0,60 persen; transportasi dan pergudangan meningkat 0,03 %; penyediaan akomodasi
dan makan minum meningkat 0,09 persen; jasa keuangan meningkat 0,39 persen; real estate
meningkat meningkat 0,12 persen; jasa keuangan meningkat 0,39 persen; real estate meningkat
0,12 persen; jasa pendidikan meningkat 0,89 dan jasa lainnya meningkat 0,06 persen. Kondisi
tersebut menggambarkan rata-rata kecepatan pertumbuhan dari dua kategori tersebut pada
periode 2010-2014 di Kabupaten Garut berada diatas rata-rata pertumbuhan kategori yang sama di
kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat. Sedangkan kategori lainnya mengalami penurunan
kontribusi, dimana kategori yang mengalami penurunan tertinggi terjadi pada kategori pertanian
diikuti pertambangan yang masing-masing menurun sebesar 1,24 dan 1,12 persen. Kondisi tersebut
merupakan implikasi dari kecepatan pertumbuhan kategori pertanian dan pertambangan di Provinsi
39
Jawa Barat cenderung jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kategori yang sama di
Kabupaten Garut.
Grafik 3.1.7.
Perbandingan Struktur Ekonomi Kabupaten Garut
dengan Provinsi Jawa Barat Tahun 2014
40
tersebut, tampak kategori yang mengalami surplus produksi terbesar di Kabupaten Garut adalah
kategori pertanian. Sebaliknya kategori industri dan pengadaan listrik dan gas di Kabupaten Garut
mengalami devisit produk yang paling besar.
Tabel 3.1.9.
KATEGORI
2010
(1)
(2)
PDRB
1,00
2011
2012
2013
2014
(3)
(4)
(5)
(6)
4,17
0,94
0,17
0,09
0,60
0,78
1,29
0,81
1,35
0,84
1,05
1,45
1,33
1,56
1,72
1,07
1,63
4,27
0,89
0,17
0,08
0,61
0,76
1,31
0,79
1,38
0,78
1,09
1,49
1,31
1,63
1,74
1,05
1,62
4,29
0,97
0,17
0,07
0,61
0,75
1,29
0,77
1,34
0,76
1,06
1,53
1,29
1,59
1,71
0,97
1,60
4,44
1,00
0,17
0,06
0,61
0,73
1,29
0,75
1,31
0,74
1,10
1,56
1,26
1,63
1,70
0,91
1,56
1,00
1,00
1,00
1,00
LPE ini
menggambarkan perubahan (dalam persentase) PDRB yang dihitung berdasarkan harga konstan.
Jadi LPE dapat dijadikan indikator yang mendeskripsikan perkembangan volume produk domestik
yang dihasilkan suatu wilayah/negara. Dengan demikian perkembangan ekonomi, baik secara
makro maupun kategorial, yang tergambar dari perkembangan produk yang dihasilkan di suatu
wilayah/negara dapat direfleksikan oleh indikator LPE, dimana LPE kerap diderifasikan sampai pada
tingkat kategori ekonomi.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, secara makro pada tahun 2014, ekonomi Kabupaten
Garut mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan Jawa Barat, dimana
ekonomi Garut tumbuh sebesar 4,81 persen, sedangkan Jawa Barat mampu tumbuh 5,73 persen.
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
41
Jika dikaji secara kategorial, tampak ada tiga kategori di Kabupaten Garut yang memiliki kinerja di
atas kategori yang sama di Jawa Barat, yakni kategori industri, kategori pertanian dan kategori
pertambangan. Sedangkan enam kategori lainnya memperlihatkan kinerja dibawah kinerja kategori
yang sama di Jawa Barat.
Tabel 3.1.10.
KAB. GARUT
PROP. JABAR
2011
2014
2011
SELISIH
GARUT
THD JABAR
2014
2011
2014
(2)
(3)
(4)
(5)
1,77
-1,67
3,80
5,31
6,76
10,09
7,68
5,13
7,01
13,13
8,55
10,20
4,93
-0,85
17,58
5,28
12,99
4,95
1,87
1,21
6,36
4,81
5,01
5,86
6,15
8,09
5,16
15,09
8,31
7,67
5,11
0,83
12,23
6,58
8,25
4,81
0,98
-0,12
5,93
-0,57
7,71
8,46
7,48
7,31
7,22
16,05
7,98
7,48
8,65
0,37
9,63
6,70
10,59
6,02
1,18
1,72
5,19
5,18
4,64
7,97
5,93
7,50
7,35
15,95
5,30
5,51
7,06
0,68
12,92
13,26
8,81
5,73
(6)
(7)
0,79
-1,55
-2,13
5,88
-0,94
1,63
0,20
-2,18
-0,20
-2,92
0,57
2,72
-3,72
-1,22
7,95
-1,42
2,40
-1,07
0,69
-0,50
1,18
-0,37
0,37
-2,11
0,22
0,59
-2,19
-0,86
3,01
2,16
-1,95
0,15
-0,68
-6,68
-0,56
-0,92
Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Garut dimana kategori yang paling potensial yakni
pertanian, tumbuh cukup tinggi di tahun 2014, dengan pertumbuhan sebesar 1,87 persen,
sedangkan kategori pertanian di Provinsi Jawa Barat sebesar 1,18 persen. Pertumbuhan kategori
pertanian di Kabupaten Garut tersebut tampak cukup efektif dalam mendongkrak perekonomian
secara makro.
42
Grafik 3.1.8.
Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Garut dan
Jawa Barat Selama Kurun Waktu 2011-2014
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
2011
2012
KAB. GARUT
2013
2014
PROP. JABAR
Apabila dikaitkan antara indikator LQ dengan perbandingan LPE Garut - Jawa Barat (seperti
tampak pada Tabel 3.1.10.) maka kategori-kategori di Kabupaten
menjadi empat, yaitu kelompok pertama kategori potensial (dengan LQ > 1) yang memiliki kinerja
di atas rata-rata (Perbandingan LPE kategori Garut dengan Jabar lebih besar dari 0). Kelompok
kedua yaitu kategori-kategori potensial yang memiliki kinerja di bawah rata-rata. Kelompok ketiga,
yaitu kategori-kategori yang tidak potensi namun kinerjanya di atas rata-rata. Selanjutnya yang
terakhir, kelompok keempat yaitu kategori-kategori yang tidak potensi dan kinerjanya di bawah
rata-rata.
Pada tahun 2014 di Kabupaten Garut, yang termasuk kelompok pertama adalah kelompok
pertanian, perdagangan besar dan eceran, jasa keuangan, real estate, dan administrasi
pemerintahan. Kategori potensial memiliki kinerja di bawah kinerja kategori yang sama di Provinsi
adalah kategori pertambangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, jasa perusahaan, jasa
pendidikan dan jasa lainnya atau masuk kategori kelompok kedua. Sedangkan yang masuk kategori
kelompok ketiga atau merupakan kategori dengan LQ lebih kecil 1, namun memiliki kinerja di atas
rata-rata kategori yang sama di Jawa Barat adalah industri pengolahan, pengadaan air pengelolaan
sampah limbah, dan transportasi dan penggudangan. Sedangkan emapat kategori lainnya, yakni
listrik gas dan air, konstruksi, informasi dan komunikasi, dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial
43
masuk kedalam kelompok keempat, yaitu dengan kategori LQ dibawah satu dan kinerja pada tahun
2014 yang berada di bawah rata-rata.
Tabel 3.1.11.
GARUT
KATEGORI
(1)
JAWA BARAT
% SHARE THD
LPE
% SHARE THD
LPE
(2)
(3)
(4)
(5)
0,70
14,58
0,10
0,04
0,73
0,04
1,78
0,78
0,47
9,79
2,28
39,82
0,00
0,06
0,03
0,51
0,00
0,05
0,00
0,06
0,35
7,27
0,62
10,80
1,30
26,94
0,95
16,61
0,28
5,81
0,32
5,58
0,17
3,60
0,18
3,18
0,33
6,86
0,44
7,60
0,21
4,46
0,13
2,21
0,13
2,72
0,06
1,07
0,03
0,54
0,03
0,46
0,03
0,61
0,02
0,27
0,48
10,01
0,29
5,10
0,04
0,86
0,08
1,42
0,25
5,11
0,16
2,76
4,81
100,00
5,73
100,00
3.1.11 juga dapat menjelaskan fenomena ekonomi seperti yang telah dibahas sebelumnya. Dari
tabel tersebut terlihat mesin pertumbuhan paling dominan di Provinsi Jawa Barat, yakni industri
pengolahan, pada tahun 2014 ini kembali berjalan efektif dengan pertumbuhan di atas kategori
perdagangan. Kategori industri pengolahan di Jawa Barat tampak mendongkrak LPE dengan
sumbangan positif terbesar 39,82 persen yang merupakan konsekuensi dari terdongkraknya kinerja
kategori tersebut akibat kembali menggeliatnya produksi pada industri tekstil dan otomotif di
Provinsi ini. Kondisi ini menyebabkan kembali membaiknya laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
secara makro. Sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Barat terbesar di tahun 2014 disumbang oleh
kategori industri pengolahan diikuti kategori perdagangan besar dan eceran dan konstruksi,
masing-masing sebesar 2,28, 0,95 dan 0,62 persen dari total LPE yang mencapai 5,73 persen.
Sedangkan kategori-kategori lainnya walaupun tumbuh relatif baik, namun hanya memberi
sumbangan terhadap LPE di bawah setengah persen.
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
44
digunakan sebagai base line yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kendati
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
45
masih terdapat banyak kelemahan pada indikator ini, seperti tidak menggambarkan tingkat
pemerataan pendapatan, namun sampai saat ini masih banyak digunakan sebagai indikator makro
untuk menentukan maju mundurnya pembangunan di suatu kawasan.
Tabel 3.1.12.
Perkembangan PDRB Per Kapita Kabupaten Garut dan Provinsi Jawa Barat
Kurun Waktu 2010 - 2014 (Juta Rupiah)
KATEGORI
2010
2011
2012
2013
2014
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
10.513
20.975
11.471
23.074
12.258
25.223
13.462
27.815
14.680
30.376
10.513
20.975
10.907
21.878
11.229
22.833
11.644
23.845
12.090
24.834
10.462
10.462
11.603
10.971
12.965
11.604
14.353
12.201
15.696
12.744
46
kecepatan perkembangan PDRB perkapita yang dihitung atas dasar harga konstan Jawa Barat
secara makro tampak lebih cepat dibandingkan Kabupaten Garut. Kendati demikian, inflasi yang
terjadi relatif lebih tinggi wilayah yang berbasis industri dibandingkan yang berbasis pertanian, ini
tampak dari kecepatan gab/selisih yang terlihat jauh lebih tinggi PDRB perkapita atas dasar berlaku
dibandingkan atas dasar harga konstan. Walaupun secara kasar, kondisi tersebut juga
mengindikasikan bahwa dari sisi produksi, tingkat harga di Kabupaten Garut (yang berbasis
pertanian) relatif lebih stabil dibandingkan Jawa Barat yang berbasis industri pengolahan.
instrumen
tangguh
bagi
pengambil
kebijakan
pada
berbagai
tingkatan
dalam
kebutuhan dasar (basic need approach). Dengan demikian kemiskinan dipandang sebagai ketidak
mampuan penduduk, untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran (konsumsi). Secara umum ada dua cara penyajian informasi
kemiskinan yang dilakukan oleh BPS, yaitu :
47
kemiskinan dan statistik Persentase penduduk miskin (head count ratio), Indeks
kedalaman kemiskinan (poverty gap index / P1) serta Indeks Keparahan Kemiskinan
(severity of poverty index / P2).
untuk
keperluan
intervensi
Pemerintah,
sehingga
menghasilkan
data
rumahtangga (ruta) dalam tiga golongan, yaitu ruta sangat miskin, miskin dan
mendekati miskin.
Metode pengukuran kemiskinan dikaitkan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan garis
kemiskinan pendapatan (income based poverty line), salah satu contoh penggunaan pendekatan ini
adalah penetapan batas US $ 1 per kapita per hari sebagai indikator kemiskinan dalam goal 1:
millennium development goal.
(consumption based poverty line) yang selama ini digunakan oleh BPS dalam mengestimasi jumlah
penduduk miskin di Indonesia. Selanjutnya pendekatan karakteristik penduduk atau rumahtangga
miskin, yang dipakai pada pendataan BPS yang memfasilitasi penyaluran BLT/SLT tahun 2005 dan
telah di mutakhirkan oleh PPLS pada tahun 2011 yang difokuskan pada penjaringan rumahtanggarumahtangga sasaran (RTS) untuk sumber data berbagai intervensi yang akan dilakukan baik oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
48
Pendekatan yang selama ini dilakukan oleh BPS dalam mengestimasi jumlah penduduk
miskin di Indonesia
Kemiskinan
menggambarkan
batas
kecukupan
pengeluaran/konsumsi
yang
direfleksikan melalui besaran rupiah minimal yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan nonmakanan.
Secara teknis penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
bulan di bawah garis kemiskinan.
Kebutuhan dasar makanan (GKM) setara dengan besaran minimal jumlah rupiah per bulan
untuk pemenuhan kebutuhan kalori 2100 kkal per kapita per hari, dimana paket komoditi
kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging,
telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak).
Sedangkan kebutuhan dasar bukan makanan (GKNM) setara dengan besaran rupiah per
bulan untuk pemenuhan kebutuhan minimum perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan
yang diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis di pedesaan.
49
BLT/SLT
yang
direalisasi
sejak
Oktober
2005,
tampak
cukup
Walaupun,
efektif
untuk
mempertahankan daya beli masyarakat terutama pada masyarakat lapisan bawah, namun kenaikan
penduduk miskin di Kabupaten Garut masih terlihat cukup signifikan, yakni dari 338.300 jiwa
ditahun 2004 menjadi 386.100 jiwa pada tahun 2005, sehingga persentase penduduk yang berada
dibawah GK menjadi sebesar 17,43 persen. Dengan demikian, sebagai dampak peningkatan BBM
ditahun 2005 penduduk miskin di Kabupaten Garut mengalami kenaikan sekitar 47,8 ribu jiwa,
atau naik sekitar 14,13 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 3.2.1.
Garis Kemiskinan
Tahun
Penduduk
(Rupiah/kapita
[1]
[2]
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2.132.961
2.174.560
2.216.820
2.259.801
2.302.891
2.346.310
2.390.307
2.422.326
2.450.430
2.477.114
2.502.410
2.526.186
Jumlah
Penduduk
Miskin
/bulan)
(000)
[3]
[4]
111.974
122.972
134.031
154.245
167.197
180.406
202.350
213.707
226.308
234.661
338.7
338.3
386.1
434.5
435.5
410.6
365.4
335.6
330.9
314.6
320.9
318.3
Persentase
[5]
15.48
15.37
17.43
19.61
19.31
17.87
15.70
13.94
13.47
12.72
12.79
12.47
50
Memasuki tahun 2006, dimana masih sangat terasa dampak kenaikan harga barang di
Kabupaten Garut, jumlah penduduk miskin terus mengalami peningkatan, bahkan lebih tinggi
dibandingkan tahun 2005. Menurut cacatan BPS, pada tahun 2006 terjadi peningkatan penduduk
miskin sebesar 48,4 ribu jiwa, sehingga terjadi peningkatan yang cukup signifikan persentase
penduduk Kabupaten Garut yang berada di bawah GK, yakni sebesar 19,61 persen. Memasuki
tahun 2007, walaupun masih terjadi peningkatan penduduk miskin, namun besarannya relatif
rendah, sehingga ukuran kemiskinan secara makro ( Head Count Index / P0) atau persentase
penduduk yang berada dibawah GK mengalami penurunan menjadi sebesar 19,31 persen.
Kemudian, pada tahun 2008 sampai 2010, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan daya beli masyarakat, BPS mencatat ukuran kemiskinan makro di Kabupaten Garut
mengalami penurunan cukup signifikan terutama pada tahun 2010. Penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan di Kabupaten Garut pada tahun 2008 sebesar 410,6 ribu jiwa, atau turun 24,9 ribu
jiwa dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan demikian ukuran kemiskinan (persentase penduduk
miskin) di Kabupaten Garut pada tahun 2008 mengalami penurunan 5,72 persen, atau menjadi
sebesar 17,87 persen terhadap penduduk Kabupaten Garut. Selanjutnya di tahun 2011, dengan
LPE yang relatif tinggi, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Garut kembali mengalami penurunan
dengan jumlah yang lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebesar 4,7 ribu jiwa, atau
jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 330,9 ribu jiwa. Sehingga persentase penduduk miskin
mengalami penurunan sebesar 1,4 persen menjadi 13,47 persen di tahun 2011. Penduduk miskin
mengalami penurunan kembali sebesar 4,93 persen menjadi 12,72 persen di tahun 2012, atau
jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 314,6 ribu jiwa. Akan tetapi tahun 2013 penduduk miskin
mengalami kenaikkan sebesar 2,00 persen, menjadi 12,79 persen di tahun 2013 atau jumlah
penduduk miskin menjadi sebesar 320,9 ribu jiwa. Sedangkan tahun 2014 turun menjadi 12,47
persen dan penduduk miskin menjadi 318,3 ribu jiwa atau mengalami penurunan sebesar 0,81
persen.
3.2.2.
penduduk miskin dengan tepat di wilayah kecamatan dirasakan sangat sulit. Hal ini disebabkan
karena minimnya indikator-indikator yang tersedia untuk keperluan pengukuran kemiskinan sampai
pada tingkat kecamatan. Untuk itu maka pada publikasi ini pemetaan sebaran penduduk miskin
menurut kecamatan digambarkan melalui Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
51
rumahtangga sasaran hasil pendataan program perlindungan sosial (PPLS) yang dilakukan BPS
pada tahun 2011. PPLS ini pertama kali dilaksanakan pada tahun 2005, selanjutnya tiap kurun
waktu 3 tahun sekali yaitu tahun 2008 dan yang terakhir pada tahun 2011. Output dari Pendataan
Program Perlindungan Sosial ini diserahkan kepada Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) yang nantinya digunakan sebagai data base
adalah pendataan tersebut sebenarnya lebih difokuskan pada rumahtangga sasaran yang akan
mendapat Intervensi, bukan dalam pengertian ketat rumahtangga miskin agar mereka yang
mendekati miskin juga masuk dalam rumahtangga sasaran intervensi. Dengan demikian ukuran
kemiskinan yang didapatkan untuk keperluan tersebut akan lebih tinggi dibandingkan ukuran
kemiskinan yang didasarkan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.
Dari Tabel 3.2.2. dapat dilihat Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial
menurut jumlah rumahtangga Kelompok 1, Kelompok 2 dan Kelompok 3 menurut kecamatankecamatan di Kabupaten Garut. Dari tabel tersebut tampak Status Kesejahteraan rumahtangga di
Kabupaten Garut pada tahun 2012 sebesar 227.369 rumahtangga yang terdiri dari Kelompok 1
(paling miskin) sebesar 66.042 615.804 rumahtangga, Kelompok 2 sebesar 80.664 rumahtangga
dan Kelompok 3 sebesar 80.663 rumahtangga.
52
Tabel 3.2.2
Informasi Status Kesejahteraan Rumah Tangga dan Individu di Kabupaten GARUT (3205)
Sumber: Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial. Maret 2012
Nama Kecamatan
CISEWU
CARINGIN
TALEGONG
BUNGBULANG
MEKARMUKTI
PAMULIHAN
PAKENJENG
CIKELET
PAMEUNGPEUK
CIBALONG
CISOMPET
PEUNDEUY
SINGAJAYA
CIHURIP
CIKAJANG
BANJARWANGI
CILAWU
BAYONGBONG
CIGEDUG
CISURUPAN
SUKARESMI
SAMARANG
PASIRWANGI
TAROGONG KIDUL
TAROGONG KALER
GARUT KOTA
KARANGPAWITAN
WANARAJA
SUCINARAJA
PANGATIKAN
SUKAWENING
KARANGTENGAH
BANYURESMI
LELES
LEUWIGOONG
CIBATU
KERSAMANAH
CIBIUK
KADUNGORA
BLUBUR LIMBANGAN
SELAAWI
MALANGBONG
Jumlah
Sumber: TNP2K
Kelompok 1
(paling miskin)
524
586
707
1.151
494
789
2.578
1.207
766
1.107
1.721
870
2.041
525
2.357
3.146
2.569
3.065
1.700
3.256
1.315
2.125
1.822
1.261
1.335
2.169
2.315
827
447
1.103
1.376
479
1.944
1.780
1.119
2.180
1.075
988
1.596
2.464
1.149
4.014
66.042
Kelompok 2
1.589
1.139
1.632
1.570
778
1.094
3.426
2.017
1.180
1.889
2.633
1.052
2.210
914
2.659
2.854
3.820
2.992
1.089
3.551
1.034
2.001
1.654
1.819
2.075
2.665
2.826
1.248
920
1.099
1.568
619
2.684
2.037
1.400
2.510
1.241
655
2.152
2.895
1.730
3.744
80.664
Kelompok 3
1.470
1.006
1.058
2.055
919
792
2.835
2.205
1.597
2.107
3.031
1.239
1.935
991
2.266
1.757
4.352
2.488
640
2.952
655
1.727
1.472
2.355
2.602
3.294
3.209
1.491
1.179
1.190
1.526
732
3.005
2.034
1.463
2.854
1.355
427
2.705
2.902
1.693
3.098
80.663
TOTAL
3.583
2.731
3.397
4.776
2.191
2.675
8.839
5.429
3.543
5.103
7.385
3.161
6.186
2.430
7.282
7.757
10.741
8.545
3.429
9.759
3.004
5.853
4.948
5.435
6.012
8.128
8.350
3.566
2.546
3.392
4.470
1.830
7.633
5.851
3.982
7.544
3.671
2.070
6.453
8.261
4.572
10.856
227.369
53
3.3. Investasi
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang mengalami pergeseran struktur
ekonomi dari agraris ke industri. Untuk menjadi negara industrialisasi dibutuhkan investasi yang
cukup besar. Seperti telah dikatakan bahwa kategori industri merupakan mesin yang mempercepat
perputaran roda perkembangan di suatu negara. Hal tersebut disebabkan kategori industri
merupakan kategori yang dapat menciptakan nilai tambah sangat cepat dan daya serap tenaga
kerja yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan secara makro yang secara
otomatis berdampak pada kenaikan daya beli masyarakat di suatu wilayah.
Investasi atau pembentukan modal adalah pertambahan netto terhadap modal riil
(peralatan, bangunan, persediaan/stok). Investasi memiliki fluktuasi yang tinggi atau mudah
berubah-ubah karena profitabilitas dari investasi sangat tergantung dari penerimaan dan produk.
Dengan demikian investasi dapat dipacu oleh tingkat kebutuhan (demand) dan tingkat pendapatan
yang tinggi. Investasi relatif sulit diprediksi karena tergantung pula pada unsur-unsur di luar sistem
investasi itu sendiri seperti terhadap politik, kepercayaan, pajak, pengeluaran pemerintah,
kebijaksanaan legislatif dan lain sebagainya.
Perkembangan investasi dipompa oleh penguatan teknologi, pertumbuhan penduduk dan
faktor-faktor dinamis lainnya yang mempengaruhi derajat profitabilitasnya. Jika investasi
berkembang dengan cepat dan berkesinambungan maka secara langsung akan mendongkrak
peningkatan pendapatan regional. Dengan demikian investasi memainkan peranan aktif terhadap
peningkatan pendapatan regional atau perekonomian secara makro.
54
Investasi dapat dianalogikan sebagai roda penggerak perekonomian suatu wilayah, dan
merupakan komponen utama dalam proses pembangunan. Investasi memerlukan suatu
pengukuran yang akurat baik efesiensi maupun efektivitasnya. Efesiensi investasi selama ini diukur
dengan Incremental Capital Output Rasio ( ICOR ) yang menggambarkan besaran investasi yang
harus ditanam untuk meningkatkan output satu satuan.
Berdasarkan data PDRB menurut penggunaan (expenditure), tercatat nilai investasi yang
digambarkan oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang dihitung atas dasar harga berlaku
Kabupaten Garut selama periode 2010 2014 mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yakni
dari semula sebesar Rp 5.836 miliar menjadi Rp 8.162 miliar, atau meningkat rata-rata 9,96 persen
per tahun. Peningkatan yang cukup menggembirakan tersebut tidak lepas dari peranan dari
Pemerintah Daerah dalam menciptakan iklim yang cukup menggairahkan untuk para investor untuk
menanamkan modalnya di Kabupaten Garut. Selain itu, jumlah penduduk dan tingkat demand yang
meningkat juga merupakan faktor penting dalam memicu laju pertumbuhan investasi. Namun
peningkatan tersebut belumlah menggambarkan kenaikan dari volume investasi yang ditanamkan,
karena PMTB yang dihitung atas dasar harga berlaku lebih menggambarkan perkembangan dari
nilai investasi yang ditanamkan di suatu wilayah. Untuk melihat perkembangan dari volume
investasi yang ditanamkan di Kabupaten Garut dapat ditelaah dari perhitungan PMTB atas dasar
harga konstan.
Tabel 3.3.1.
2010
2011
2012
2013
2014
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
5.836
6.325
6.855
7.585
8.162
8,38
8,38
10,64
7,61
5.836
6.236
6.419
6.663
6.908
6,84
2,94
3,81
3,67
Dari Tabel 3.3.1. tampak volume dari investasi yang ditanamkan di Kabupaten Garut
menunjukkan perkembangan yang positif. Peningkatan volume investasi tertinggi terjadi pada
tahun 2011 yakni sebesar 6,84 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan peningkatan
volume terkecil terjadi pada tahun 2012 yang hanya meningkat 2,94 persen.
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
55
3.4. Inflasi
Salah satu indikator yang kerap digunakan untuk memantau perkembangan harga-harga
yang sangat mempengaruhi daya beli masyarakat secara umum adalah laju inflasi yang juga dapat
digunakan untuk menghitung peningkatan kebutuhan hidup dari rumahtangga. Begitu pentingnya
inflasi sehingga pemerintah selalu mengumumkan setiap bulannya dan merespon angka inflasi
tersebut dengan berbagai intervensi yang sifatnya khusus maupun yang berkesinambungan.
Kebijaksanaan pemerintah dalam program pengendalian inflasi antara lain program operasi pasar
(OP), regulasi ekspor dan impor serta intervensi moneter.
Dengan demikian laju inflasi suatu wilayah juga dapat digunakan sebagai alat ukur
kemampuan pemerintah dalam mengendalikan perkembangan harga. Disamping itu laju inflasi
merupakan refleksi perekonomian secara langsung yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan
moneter. Keberhasilan bidang moneter juga merupakan gambaran kinerja pemerintah dalam
mengatur wilayahnya, karena kondisi sosial politik juga sangat mempengaruhi fluktuasi hargaharga di suatu negara atau daerah.
Indikator yang sering digunakan sebagai dasar penghitungan laju inflasi di suatu wilayah
adalah indeks harga konsumen (IHK). Secara teknis, laju inflasi merupakan besaran perubahan
IHK dalam satuan waktu. Perubahan persentase IHK atau lebih dikenal dengan inflasi selain
dihitung dengan membandingkan IHK bulan berjalan dengan IHK bulan sebelumnya juga dihitung
dengan membandingkan IHK bulan berjalan dengan IHK bulan Desember tahun sebelumnya.
Metode ini dinamakan metode Point to Point artinya laju inflasi tahun 2014 sampai dengan bulan
berjalan dihitung dari persentase perubahan IHK bulan berjalan terhadap IHK bulan Desember
tahun 2013. Selanjutnya untuk mengestimasi inflasi tahunan yang terjadi pada tahun 2015, karena
data IHK yang ada baru sampai dengan bulan November 2015, inflasi dihitung dengan metode
perubahan IHK tahun ke tahun, dimana inflasi dihitung dari perubahan IHK bulan November 2015
terhadap IHK bulan November 2014.
Secara khusus penghitungan IHK belum dilakukan di Kabupaten Garut, karena survei biaya
hidup (SBH) sebagai dasar penghitungan IHK di Jawa Barat hanya di laksanakan di 8 kota. Dengan
demikian, pemantauan harga-harga di Kabupaten Garut mengacu pada Kota Tasikmalaya sebagai
rujukan untuk Kabupaten Garut. Hal ini dilakukan karena di antara 7 kota, karakteristik konsumsi
rumahtangga di Kota Tasikmalaya lah yang relatif lebih sama dengan konsumsi rumahtangga di
Kabupaten Garut. Dengan demikian, laju inflasi yang terjadi di Kota Tasikmalaya dapat digunakan
56
sebagai dasar penentuan kenaikan kebutuhan rumahtangga di Kabupaten Garut akibat kenaikan
harga-harga.
Gambaran umum laju inflasi tahunan di Kabupaten Garut pada periode tahun 1998 - 2014
ditunjukkan oleh Grafik berikut ini.
Laju Inflasi
*)
Grafik 3.4.1.
80
60
40
20
0
Inflasi
98
99
'00
73,55
1,58
4,57
'01
'02
16,71 10,29
'03
'04
'05
'06
'07
'08
'09
10
11
12
13
14
3,88
5,92
20,83
8,44
7,72
12,07
4,17
5,56
4,17
3,87
6,89
8,09
Memasuki pertengahan tahun 1997, perekonomian yang sebelumnya begitu optimis secara
perlahan pudar seiring dengan bertiupnya badai krisis moneter yang kemudian melemahkan
seluruh sendi-sendi perekonomian baik nasional maupun daerah termasuk Kabupaten Garut.
Terdepresiasinya rupiah terhadap dolar, dimana pada puncak krisis harga per satu dolar mencapai
Rp. 15.000, telah menyebabkan inflasi sampai pada level 65,47 persen disepanjang tahun 1998.
Kondisi tersebut menyebabkan anjloknya daya beli masyarakat di Kabupaten Garut yang berakibat
pada lesunya perekonomian dan meledaknya kasus PHK yang berimplikasi pada meningkatnya
jumlah penduduk miskin.
Pada masa pemulihan (recovery) yang berawal tahun 1999, laju inflasi tampak mengalami
anti klimaks, hal tersebut ditunjukkan oleh laju inflasi yang kembali pada level satu digit, yakni 1,58
persen disepanjang tahun 1999. Seiring dengan merangkaknya pertumbuhan ekonomi ke arah
yang lebih baik, laju inflasi pada periode 2000-2012 tampak relatif stabil, walaupun pada tahun
2001 laju inflasi di Kabupaten Garut terlihat relatif tinggi. Namun pada dua tahun terakhir laju
inflasi terlihat kembali meningkat, yakni masing-masing sebesar 20,80 dan 8,44 persen disepanjang
tahun 2005 dan 2006. Kondisi tersebut dipicu oleh kenaikan harga BBM yang sangat dramatis pada
awal triwulan IV tahun 2005, yakni dengan rata-rata sekitar 125 %.
57
Secara umum, di sepanjang tahun 2007, kenaikan harga-harga di Kabupaten Garut (yang
merujuk pada laju inflasi Kota Tasikmalaya) tampak cukup moderat, yakni sebesar 7,72 persen, ini
merefleksikan peningkatan beban hidup masyarakat di Kabupaten Garut meningkat sebesar 7,72
persen selama tahun 2007. Namun demikian, pergerakan inflasi di tahun 2008 kembali mengalami
peningkatan menjadi bahkan menembus dua digit, yakni sebesar 12,07 persen. Peningkatan laju
inflasi tersebut kemungkinan disebabkan karena melambungnya harga minyak mentah di pasar
internasional akibat krisis energi dan pangan dunia sehingga memicu kembali kenaikan harga BBM.
Kontribusi peningkatan beban hidup tersebut
inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok kebutuhan perumahan yang
merupakan dua kelompok pengeluaran yang memiliki bobot cukup besar untuk kebutuhan
rumahtangga. Memasuki tahun 2009, seiring dengan kembali stabilnya harga minyak mentah di
pasar internasional yang kembali menurunkan harga BBM di Indonesia, laju inflasi tampak kembali
terkendali, dimana di sepanjang tahun 2009 tingkat harga-harga secara umum mengalami
peningkatan sebesar 4,17 persen, sedangkan tahun 2014 meningkat menjadi 8,09 persen.
Demikian pula di tahun 2015, peningkatan harga-harga masih tampak cukup terkendali
walaupun terlihat mengalami sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya, dimana selama
kurun waktu 11 bulan inflasi secara umum telah mencapai 5,38 persen. Hal tersebut merupakan
suatu indikasi bahwa beban hidup rumahtangga secara makro di Kabupaten Garut pada tahun 2015
mengalami peningkatan sebesar kurang lebih 5,38 persen, dengan struktur kebutuhan yang sama
dengan tahun sebelumnya.
Perkembangan harga-harga bulanan di Kabupaten Garut bulan Januari sampai dengan
Nopember 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.4.1 berikut.
Tabel 3.4.1.
2014
2015
Nop
Des
Jan
Peb
Mrt
Aprl
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Inflasi
Bulanan
1,08
2,44
-0,3
-0,2
0,3
0,29
0,21
0,72
0,52
0,58
-0,08
0,59
0,41
Inflasi
Tahunan *)
5,51
8,09
-0,3
-0,5
7,76
0,09
0,31
1,03
1,56
2,11
1,85
2,45
2,86
Inflasi Tahun
ke tahun **)
5.60
-0,3
5,84
5,9
6,18
6,09
6,4
6,04
5,74
5,81
6,08
5,38
58
Selanjutnya sumbangan inflasi yang juga cukup tinggi tampak terjadi pada bulan Nopember
dengan besaran inflasi sebesar 0,72 persen. Sedangkan deflasi di sepanjang tahun 2015 terjadi
pada bulan Januari, Pebruari, dan September masing-masing sebesar -0,3; -0,2 dan -0,08 persen.
3.5.
secara langsung berdampak pada penurunan daya beli masyarakat di seluruh lapisan tanpa
terkecuali terutama pada golongan masyarakat lapisan bawah (rumahtangga miskin). Fenomena
tersebut secara tidak langsung menyebabkan setiap rumahtangga (secara makro) harus berusaha
menekan biaya pengeluarannya, atau lebih mementingkan pengeluaran-pengeluaran yang
dianggap paling pokok dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terutama untuk pengeluaran
makanan. Dengan demikian pola konsumsi masyarakat atau rumahtangga secara makro akan lebih
mementingkan pengeluaran untuk kebutuhan makanan dibandingkan non makanan. Teori tersebut
dapat dibuktikan dan dapat digambarkan secara jelas dari pola proporsi/persentase pengeluaran
perkapita menurut makanan dan non makanan, dimana semakin miskin seseorang/rumahtangga
maka proporsi pengeluaran untuk makanan terutama makanan pokok akan semakin membesar.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa pola pengeluaran dapat digunakan sebagai
indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, sehingga pergeseran komposisi
pengeluaran makanan ke arah bukan makanan dapat dijadikan suatu indikasi kenaikan tingkat
kesejahteraan penduduk secara makro.
59
Tabel 3.5.1.
Tahun
(1)
2001
2003
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Rp
(2)
61.505
100.901
124.080
137.596
138.711
161.867
185,803
195.267
205.249
221.293
234.420
247.242
Non Makanan
Jumlah
%
(3)
Rp
(4)
%
(5)
Rp
(6)
%
(7)
70,86
67,11
65,61
63,40
62,05
57,61
59,01
61,00
57,98
57.05
57,67
55,53
25.291
49.448
65.040
79.427
84.837
119.080
129,048
124.830
148.766
166.616
172.065
197.976
29,14
32,89
34,39
36,60
37,95
42,39
40,99
39,00
42,02
42,95
42,33
44,47
86.796
150.349
189.121
217.023
223.548
280.947
314,851
320.096
354.016
387.909
406.485
445.218
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Dari Tabel 3.5.1. memperlihatkan pola pengeluaran masyarakat Garut selama periode
2001-2014, tampak pola konsumsi masyarakat di Kabupaten Garut secara makro mengalami
pergeseran yang cukup signifikan. Porsi makanan pada tahun 2001 sebesar 70,86 dan
mengalami penurunan yang cukup tajam di tahun 2014 menjadi sebesar 55,53 persen, atau
menurun 15,33 persen. Kondisi tersebut juga merupakan salah satu indikasi peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang cukup signifikan pada periode 2001-2014, dimana pola
konsumsi masyarakat telah mengalami pergeseran ke arah konsumsi barang-barang kebutuhan
sekunder atau tersier. Hal ini tampaknya dipicu oleh perkembangan dari peningkatan
pendapatan regional yang cukup positif pada periode tersebut.
Selanjutnya Tabel 3.5.2. menyajikan perkembangan distribusi persentase pengeluaran
rumah tangga menurut kelompok komoditi makanan selama tahun 2001-2014. Pada periode
2001-2014 tampak pergeseran pola konsumsi kelompok komoditi makanan, dari kelompok
komoditi makanan yang bersifat pokok seperti padi-padian kepada makanan-makanan lainnya
yang tidak bersifat pokok, seperti telor/susu, sayur-sayuran, buah-buahan, bahan minuman,
makanan jadi dan tembakau. Tampak penurunan yang cukup signifikan dari porsi pengeluaran
untuk kelompok komoditi padi-padian selama periode 2001-2014 di Kabupaten Garut secara
umum, yaitu dari semula 33,06 persen menjadi 22,53 persen. Penurunan porsi pada periode
yang sama juga terjadi pada kelompok komoditi umbi-umbian, ikan, daging, kacang-kacangan,
minyak dan lemak, bumbu-bumbuan serta konsumsi lainnya. Peningkatan porsi pengeluaran
Indikator Ekonomi Kabupaten Garut Tahun 2015
60
makanan tertinggi terjadi pada kelompok komoditi makanan jadi yang meningkat 10,76 persen,
atau dari semula 11,12 menjadi 21,88 persen. Selanjutnya peningkatan porsi terendah tampak
pada kelompok komoditi telur dan susu yang hanya meningkat 0,40 persen.
Tabel 3.5.2.
Kelompok Makanan
2001
(1)
(2)
1. Padi padian
2. Ubi-ubian
3. Ikan
4. Daging
5. Telor dan susu
6. Sayur-sayuran
7. Kacang-kacangan
8. Buah-buahan
9. Minyak dan Lemak
10. Bahan Minuman
11. Bumbu-bumbuan
12. Konsumsi Lainnya
13. Makanan dan Minuman Jadi
14. Tembakau /Sirih
Makanan
2014
(3)
33,06
1,89
6,83
5,16
4,55
4,32
4,06
3,16
4,32
3,22
2,84
4,46
11,12
12,99
22,53
0,86
5,52
4,80
4,95
5,43
3,11
3,99
3,97
3,82
1,79
2,65
21,88
14,68
100,00
100,00
61
Tabel 3.5.3.
2001
2014
(1)
(2)
(3)
50,27
43,13
21,73
18,26
6,48
2,26
34,27
8,98
8,04
2,66
0,99
2,93
100,00
100,00
62
T A H U N
2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
10,274,621.53
924,494.43
1,890,139.87
15,797.62
11,784.75
1,356,154.84
5,045,739.28
880,384.35
813,285.04
508,230.90
593,571.63
386,664.77
126,707.31
981,613.56
815,008.56
158,375.85
682,647.61
25,465,221.91
11,139,939.55
980,076.95
2,063,039.77
16,216.34
12,975.74
1,547,329.87
5,636,722.58
933,792.91
907,481.82
574,561.37
666,040.23
441,614.78
135,706.13
1,118,827.90
979,424.58
177,192.57
777,489.54
28,108,432.64
11,781,702.65
882,684.89
2,204,903.74
16,771.23
14,271.85
1,739,077.58
6,268,097.81
1,000,534.58
1,018,104.09
583,577.26
766,434.90
491,543.59
147,160.64
1,266,682.31
1,152,410.16
189,541.28
840,972.26
30,364,470.83
13,118,170.86
917,632.68
2,438,999.91
15,003.51
15,990.05
1,958,534.01
7,028,266.52
1,128,396.83
1,114,880.82
637,000.66
881,338.74
553,676.44
161,894.95
1,286,500.24
1,303,486.09
196,419.91
931,318.31
33,687,510.52
2014
(6)
14,504,538.16
930,398.04
2,723,905.02
17,486.59
16,908.52
2,157,687.58
7,569,557.83
1,294,335.85
1,219,424.30
708,271.15
1,007,840.66
607,887.45
176,781.83
1,399,802.77
1,518,429.05
214,854.94
1,017,077.94
37,085,187.67
64
T A H U N
2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
10,274,621.53
924,494.43
1,890,139.87
15,797.62
11,784.75
1,356,154.84
5,045,739.28
880,384.35
813,285.04
508,230.90
593,571.63
386,664.77
126,707.31
981,613.56
815,008.56
158,375.85
682,647.61
25,465,221.91
10,456,643.75
909,012.98
1,961,916.32
16,637.26
12,581.92
1,492,985.20
5,433,189.81
925,581.94
870,331.95
574,963.85
644,344.81
426,104.57
132,953.98
973,254.69
958,285.52
166,738.10
771,323.16
26,726,849.82
10,614,052.18
791,288.95
2,028,467.77
17,139.71
13,433.02
1,620,784.74
5,825,293.52
967,024.17
936,638.68
583,752.55
690,227.87
462,621.74
138,684.30
1,071,295.54
1,056,808.44
176,722.45
821,105.31
27,815,340.92
10,957,009.41
843,340.70
2,157,364.29
18,050.68
14,143.63
1,741,046.97
6,146,664.91
1,007,361.09
979,219.27
637,574.54
753,151.02
496,994.53
147,603.17
1,039,243.02
1,148,221.46
182,655.92
868,837.17
29,138,481.77
2014
(6)
11,161,548.24
853,577.97
2,294,637.75
18,918.92
14,852.22
1,843,072.32
6,524,503.25
1,088,865.30
1,029,765.08
733,784.53
815,703.55
535,114.01
155,150.13
1,047,869.58
1,288,697.48
194,673.45
940,510.50
30,541,244.30
65
T A H U N
2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
2014
(6)
40.35
3.63
7.42
0.06
0.05
5.33
19.81
3.46
3.19
2.00
2.33
1.52
0.50
3.85
3.20
0.62
2.68
100.00
39.63
3.49
7.34
0.06
0.05
5.50
20.05
3.32
3.23
2.04
2.37
1.57
0.48
3.98
3.48
0.63
2.77
100.00
38.80
2.91
7.26
0.06
0.05
5.73
20.64
3.30
3.35
1.92
2.52
1.62
0.48
4.17
3.80
0.62
2.77
100.00
38.94
2.72
7.24
0.04
0.05
5.81
20.86
3.35
3.31
1.89
2.62
1.64
0.48
3.82
3.87
0.58
2.76
100.00
39.11
2.51
7.34
0.05
0.05
5.82
20.41
3.49
3.29
1.91
2.72
1.64
0.48
3.77
4.09
0.58
2.74
100.00
66
T A H U N
2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
2014
(6)
40.35
3.63
7.42
0.06
0.05
5.33
19.81
3.46
3.19
2.00
2.33
1.52
0.50
3.85
3.20
0.62
2.68
100.00
39.12
3.40
7.34
0.06
0.05
5.59
20.33
3.46
3.26
2.15
2.41
1.59
0.50
3.64
3.59
0.62
2.89
100.00
38.16
2.84
7.29
0.06
0.05
5.83
20.94
3.48
3.37
2.10
2.48
1.66
0.50
3.85
3.80
0.64
2.95
100.00
37.60
2.89
7.40
0.06
0.05
5.98
21.09
3.46
3.36
2.19
2.58
1.71
0.51
3.57
3.94
0.63
2.98
100.00
36.55
2.79
7.51
0.06
0.05
6.03
21.36
3.57
3.37
2.40
2.67
1.75
0.51
3.43
4.22
0.64
3.08
100.00
67
T A H U N
2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
8.42
6.01
9.15
2.65
10.11
14.10
11.71
6.07
11.58
13.05
12.21
14.21
7.10
13.98
20.17
11.88
13.89
10.38
5.76
-9.94
6.88
3.42
9.99
12.39
11.20
7.15
12.19
1.57
15.07
11.31
8.44
13.22
17.66
6.97
8.17
8.03
11.34
3.96
10.62
-10.54
12.04
12.62
12.13
12.78
9.51
9.15
14.99
12.64
10.01
1.56
13.11
3.63
10.74
10.94
10.57
1.39
11.68
16.55
5.74
10.17
7.70
14.71
9.38
11.19
14.35
9.79
9.20
8.81
16.49
9.39
9.21
10.09
2014
68
T A H U N
2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.77
-1.67
3.80
5.31
6.76
10.09
7.68
5.13
7.01
13.13
8.55
10.20
4.93
-0.85
17.58
5.28
12.99
4.95
1.51
-12.95
3.39
3.02
6.76
8.56
7.22
4.48
7.62
1.53
7.12
8.57
4.31
10.07
10.28
5.99
6.45
4.07
3.23
6.58
6.35
5.31
5.29
7.42
5.52
4.17
4.55
9.22
9.12
7.43
6.43
-2.99
8.65
3.36
5.81
4.76
1.87
1.21
6.36
4.81
5.01
5.86
6.15
8.09
5.16
15.09
8.31
7.67
5.11
0.83
12.23
6.58
8.25
4.81
2014
69
T A H U N
2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
2014
(6)
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
108.42
106.01
109.15
102.65
110.11
114.10
111.71
106.07
111.58
113.05
112.21
114.21
107.10
113.98
120.17
111.88
113.89
110.38
114.67
95.48
116.65
106.16
121.10
128.24
124.23
113.65
125.18
114.83
129.12
127.12
116.14
129.04
141.40
119.68
123.19
119.24
127.68
99.26
129.04
94.97
135.68
144.42
139.29
128.17
137.08
125.34
148.48
143.19
127.77
131.06
159.94
124.02
136.43
132.29
141.17
100.64
144.11
110.69
143.48
159.10
150.02
147.02
149.94
139.36
169.79
157.21
139.52
142.60
186.31
135.66
148.99
145.63
70
T A H U N
2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
2014
(6)
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
101.77
98.33
103.80
105.31
106.76
110.09
107.68
105.13
107.01
113.13
108.55
110.20
104.93
99.15
117.58
105.28
112.99
104.95
103.30
85.59
107.32
108.50
113.99
119.51
115.45
109.84
115.17
114.86
116.28
119.64
109.45
109.14
129.67
111.58
120.28
109.23
106.64
91.22
114.14
114.26
120.02
128.38
121.82
114.42
120.40
125.45
126.88
128.53
116.49
105.87
140.88
115.33
127.27
114.42
108.63
92.33
121.40
119.76
126.03
135.90
129.31
123.68
126.62
144.38
137.42
138.39
122.45
106.75
158.12
122.92
137.77
119.93
71
T A H U N
2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
2014
(6)
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
106.53
107.82
105.15
97.47
103.13
103.64
103.75
100.89
104.27
99.93
103.37
103.64
102.07
114.96
102.21
106.27
100.80
105.17
111.00
111.55
108.70
97.85
106.24
107.30
107.60
103.47
108.70
99.97
111.04
106.25
106.11
118.24
109.05
107.25
102.42
109.16
119.72
108.81
113.05
83.12
113.05
112.49
114.34
112.02
113.85
99.91
117.02
111.40
109.68
123.79
113.52
107.54
107.19
115.61
129.95
109.00
118.71
92.43
113.85
117.07
116.02
118.87
118.42
96.52
123.55
113.60
113.94
133.59
117.83
110.37
108.14
121.43
72
NILAI ABSOLUT
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(Dalam Jutaan Rupiah)
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010
(Dalam Jutaan Rupiah)
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun
(Jiwa)
PDRB Perkapita Adh Berlaku
(Rupiah)
PDRB Perkapita Adh Konstan 2010
(Rupiah)
INDEKS PERKEMBANGAN
( 2000 = 100,00 )
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(Dalam Jutaan Rupiah)
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010
(Dalam Jutaan Rupiah)
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun
(Jiwa)
PDRB Perkapita Adh Berlaku
(Rupiah)
PDRB Perkapita Adh Konstan 2010
(Rupiah)
INDEKS BERANTAI
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(Dalam Jutaan Rupiah)
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010
(Dalam Jutaan Rupiah)
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun
(Jiwa)
PDRB Perkapita Adh Berlaku
(Rupiah)
PDRB Perkapita Adh Konstan 2010
(Dalam Jutaan Rupiah)
INDEKS HARGA IMPLISIT
T A H U N
2010
2011
2012
2013
2014
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
25,465,221.91
28,108,432.64
30,364,470.83
33,687,510.52
37,085,187.67
25,465,221.91
26,726,849.82
27,815,340.92
29,138,481.77
30,541,244.30
2,422,326
2,450,430
2,477,114
2,502,410
2,526,186
10,512,714.60
11,470,816.40
12,258,002.99
13,462,026.81
14,680,307.65
10,512,714.60
10,907,004.00
11,228,930.49
11,644,167.73
12,089,863.65
100.00
110.38
119.24
132.29
145.63
100.00
104.95
109.23
114.42
119.93
100.00
101.16
102.26
103.31
104.29
100.00
109.11
116.60
128.05
139.64
100.00
103.75
106.81
110.76
115.00
100.00
110.38
108.03
110.94
110.09
100.00
104.95
104.07
104.76
104.81
100.00
101.16
101.09
101.02
100.95
100.00
109.11
106.86
109.82
109.05
100.00
103.75
102.95
103.70
103.83
100.00
105.17
109.16
115.61
121.43
73