Anda di halaman 1dari 51

Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan dan Pengumpulan Data Dan

Statistik Sosial Ekonomi Kabupaten Garut (Inmak)


Tahun Anggaran 2015

INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN GARUT


TAHUN 2015

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH


PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GARUT

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena perkenan-Nyalah


publikasi Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 dapat diselesaikan.
Publikasi ini berisi indikator-indikator sosial di Kabupaten Garut

yang

mencakup bidang Kependudukan, Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan


Perumahan di tahun 2014. Data-data yang digunakan untuk menyusun indikatorindikator tersebut berasal dari survei yang dilakukan oleh BPS setiap tahunnya
seperti SUSENAS dan SAKERNAS.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan publikasi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran untuk kesempurnaan publikasi ini
di masa yang akan datang sangat kami harapkan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu hingga publikasi ini dapat terselesaikan.
Semoga publikasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Garut, Desember 2015


Badan Perencanaan Daerah
Kabupaten Garut,

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ....... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ...... ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ..... iii
DAFTAR GRAFIK .................................................................................... ...... v
BAB I

PENDAHULUAN ......................................................................... ......1


1.1. Latar Belakang ............................................................................1
1.2. Tujuan ........................................................................................2
1.3. Konsep dan Definisi ......................................................................2

BAB II KEPENDUDUKAN ........................................................................ ......6


2.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk .......................................6
2.2. Kepadatan Penduduk ....................................................................9
2.3. Komposisi Penduduk ................................................................... 10
BAB III KESEHATAN ............................................................................... .... 14
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.

Angka Kesakitan (Morbidity Rate) ............................................... 15


Kesehatan Balita ........................................................................ 17
Angka Kematian Bayi (AKB) ........................................................ 20
Angka Harapan Hidup (AHH0) ..................................................... 21

BAB IV PENDIDIKAN .............................................................................. .... 24


4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.

Angka Partisipasi Kasar (APK) ..................................................... 24


Angka Partisipasi Murni (APM) .................................................... 26
Angka Partisipasi Sekolah (APS) .................................................. 27
Angka Melek Huruf (AMH) .......................................................... 27
Tingkat Pendidikan Tertinggi ...................................................... 28

BAB V KETENAGAKERJAAN .................................................................... .... 30


5.1. Penduduk Usia Kerja .................................................................. 30
5.2. Angkatan Kerja .......................................................................... 32
5.3. Kesempatan Kerja ..................................................................... 34
5.4. Tingkat Pengangguran Terbuka .................................................. 35
5.5. Pekerja Menurut Lapangan Usaha ............................................... 36
5.6. Pekerja Menurut Status Pekerjaan ............................................... 37
BAB VI PERUMAHAN .............................................................................. .... 39
6.1. Kualitas Rumah Tinggal .............................................................. 40
6.2. Fasilitas Rumah Tinggal .............................................................. 41
6.3. Status Kepemilikan Rumah Tinggal .............................................. 43

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | ii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Garut Menurut


Jenis Kelamin Tahun 1971-2010 Berdasarkan Hasil Sensus
Penduduk............................................................................

Tabel 2.2

Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Garut Menurut


Jenis Kelamin Tahun 2001-2014 Keadaan Pertengahan Tahun

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2014 ........

11

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2014 ........

12

Tabel 2.5

Rasio Beban Ketergantungan Penduduk Tahun 1990, 2000,


2010, dan 2014 ..................................................................

13

Tabel 3.1

Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan


Selama Sebulan Menurut Jenis Keluhan dan Jenis Kelamin di
Kabupaten Garut Tahun 2014 (Persen) .................................

15

Jumlah Penduduk yang Kegiatan Sehari-hari Terganggu Akibat


Keluhan Kesehatan (Penderita Sakit) Selama Satu Bulan di
Kabupaten Garut Tahun 2014 ..............................................

16

Persentase Penderita Sakit Selama Satu Bulan Berdasarkan


Lamanya Sakit (Terganggu) di Kabupaten Garut Tahun 2014
(Persen) .............................................................................

16

Proporsi Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan yang


Berobat Jalan Selama Sebulan Menurut Tempat Berobat di
Kabupaten Garut Tahun 2014 ..............................................

17

Tabel 3.5

Persentase Balita 2-4 Tahun Yang Pernah Diberi ASI Menurut


Lamanya Disusui di Kabupaten Garut Tahun 2014 (Persen) ....

19

Tabel 4.1

APK Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di


Kabupaten Garut Tahun 2014 ..............................................

25

Tabel 4.2

APM Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di


Kabupaten Garut Tahun 2014 ..............................................

26

Tabel 4.3

APS Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Kabupaten


Garut Tahun 2014 ..............................................................

27

Tabel 4.4

Angka Melek Huruf Penduduk Kabupaten Garut Usia 10 Tahun


Keatas Tahun 2014 .............................................................

28

Tabel 4.5

Persentase Penduduk Kabupaten Garut Usia 10 Tahun Keatas


Menurut Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2014 ................

29

Tabel 5.1

Jumlah Penduduk Usia Kerja (Usia 15 Tahun Keatas) di


Kabupaten Garut Tahun 2013-2014 ......................................

31

Tabel 5.2

Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun atau Lebih Menurut Status


Ketenagakerjaan di Kabupaten Garut Tahun 2014 .................

32

Tabel 3.2

Tabel 3.3

Tabel 3.4

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | iii

Tabel 5.3

Komposisi Angkatan Kerja dan Pengangguran di Kabupaten


Garut Tahun 2014 ..............................................................

34

Tabel 5.4

Jumlah Usia Kerja dan Persentase Kesempatan Kerja di


Kabupaten Garut Tahun 2013-2014 ......................................

35

Tabel 5.5

Proporsi Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di


Kabupaten Garut Tahun 2014 ..............................................

37

Tabel 5.6

Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan


di Kabupaten Garut Tahun 2009-2014 ..................................

38

Tabel 6.1

Persentase Rumah Tangga Menurut Beberapa Indikator


Kualitas Perumahan di Kabupaten Garut Tahun 2014 .............

40

Tabel 6.2

Persentase Rumah Tangga Menurut Beberapa Fasilitas


Perumahan di Kabupaten Garut Tahun 2014 .........................

42

Tabel 6.3

Persentase Rumah Tangga Menurut Indikator Kepemilikan


Rumah Tinggal di Kabupaten Garut Tahun 2014 ....................

43

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | iv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1

Perkembangan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kabupaten


Garut Periode 2001-2014 ....................................................

10

Grafik 3.1

Persentase Penolong Kelahiran Balita di Kabupaten Garut


Tahun 2014 .......................................................................

18

Grafik 3.2

Perkembangan AKB di Kabupaten Garut Periode 2002-2012 ...

21

Grafik 3.3

Perkembangan AHH0 di Kabupaten Garut Periode 2010-2014 .

22

Grafik 3.4

Perbandingan AHH0 Jawa Barat dan Kabupaten Garut Periode


2010-2014 .........................................................................

22

Grafik 3.5

Perbandingan Kenaikan AHH0 Seluruh Kabupaten/Kota di Jawa


Barat Tahun 2014 ...............................................................

23

Grafik 5.1

Aktifitas Penduduk Usia Kerja Selama Seminggu Yang lalu di


Kabupaten Garut Tahun 2014 ..............................................

31

Grafik 5.2

TPAK Kabupaten Garut Tahun 2013 - 2014 ...........................

33

Grafik 5.3

Perkembangan TPT Kabupaten Garut Tahun 2011 - 2014 ......

36

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | v

PENDAHULUAN

BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Pembangunan sesungguhnya adalah suatu proses jangka panjang yang

berkelanjutan dari tahun ke tahun. Pembangunan dilaksanakan di semua sektor,


seperti sektor pertanian, industri, dan lainnya,

Hasil dan dampak dari

pembangunan tersebut harus dipantau secara berkesinambungan. Pemantauan


proses pembangunan dan hasilnya bisa dilakukan dengan melihat data yang
tersedia.
Salah satu data yang dapat digunakan untuk memantau jalannya
pembangunan adalah data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Susenas merupakan survei rutin yang dilakukan setiap tahun oleh BPS. Dari
Susenas dapat dihasilkan berbagai indikator makro seperti indikator yang berkaitan
dengan kependudukan, kesehatan, pendidikan dan perumahan serta data yang
berkaitan dengan pola konsumsi masyarakat. Selain Susenas, BPS juga melakukan
suatu survei yang berkaitan dengan ketenagakerjaan yaitu Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas) yang dilakukan setiap tahun. Dari Sakernas ini dapat
dihasilkan berbagai indikator ketenagakerjaan seperti, Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).
Data-data tersebut sudah dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat
secara luas. Pemanfaatan data oleh pemerintah mulai dari merumuskan masalah
perencanaan,

pemantauan

atau

evaluasi

kekurangan

serta

keberhasilan

pembangunan sebagai bahan penyusunan kebijakan. Sedangkan pemanfaatan


oleh masyarakat diantaranya oleh para ilmuwan atau para kalangan pendidikan
dalam melakukan studi ilmiah atau sebagai data pendukungnya. Karena data sosial
ekonomi merupakan data yang selalu dinanti oleh pemerintah dan masyarakat,
maka BPS berusaha untuk menyediakannya dengan mutu, kelengkapan dan
ketepatan waktu yang makin membaik.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 1

PENDAHULUAN
1.2.

BAB I

Tujuan
Secara umum tujuan penyusunan publikasi Indikator Sosial Kabupaten

Garut Tahun 2014 adalah tersedianya data pokok berupa indikator makro tentang
kondisi

sosial

kependudukan,

masyarakat

Kabupaten

indikator

kesehatan,

Garut

yang

indikator

terdiri

dari

pendidikan,

indikator
indikator

ketenagakerjaan dan indikator mengenai perumahan.

1.3.

Konsep dan Definisi

Rumahtangga dan Anggota Rumahtangga


Rumahtangga dalam hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu rumahtangga
biasa dan rumahtangga khusus.
1) Rumahtangga biasa adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami
sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya makan bersama dari
satu dapur. Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah jika
pengurusan kebutuhan sehari-harinya dikelola bersama menjadi satu.
2) Rumahtangga khusus, yaitu orang-orang yang tinggal di asrama, tangsi,
panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan, dan sekelompok
orang yang mondok dengan makan (indekos) dan berjumlah 10 orang atau
lebih. Namun di dalam Susenas, rumah tangga khusus tidak dicakup.
Anggota rumahtangga adalah semua orang yang biasanya bertempat
tinggal di suatu rumahtangga, baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan
maupun sementara tidak ada. Anggota rumahtangga yang telah bepergian 6 bulan
atau lebih, dan anggota rumahtanega yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan pindah/akan meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih, tidak dianggap
sebagai anggota rumahtangga. Orang yang telah tinggal di suatu rumahtangga 6
bulan atau lebih atau yang telah tinggal di suatu rumahtangga kurang dari 6 bulan,
tetapi berniat menetap di rumahtangga tersebut dianggap sebagai anggota
rumahtangga.
Kepala rumahtangga adala h seseorang dari sekelompok anggota
rumahtangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumahtangga
tersebut atau orang yang dianggap/ditunjuk sebagai kepala di dalam rumahtangga
tersebut.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 2

PENDAHULUAN

BAB I

Pendidikan
Sekolah adalah sekolah formal mulai dari pendidikan dasar, menengah
dan tinggi, termasuk pendidikan yang disamakan.
Tidak/belum pernah sekolah adalah mereka yang tidak atau belum
pernah sekolah. Termasuk mereka yang tamat/belum tamat Taman Kanakkanak
yang tidak melanjutkan ke SD.
Masih bersekolah adalah mereka yang sedang mengikuti pendidikan di
pendidikan dasar, menengah atau tinggi.
Tidak sekolah lagi adalah mereka yang, pernah mengikuti pendidikan
dasar, menengah atau tinggi, tetapi pada saat pencacahan tidak sekolah lagi.
Jenjang pendidikan tertinggi yang pernah/sedang diduduki
(ditamatkan) adalah jenjang pendidikan yang pernah diduduki (ditamatkan) oleh
seseorang yang sudah tidak sekolah lagi atau sedang diduduki oleh seseorang yang
masih sekolah.
Angka Melek Huruf (AMH) adalah proporsi seluruh penduduk berusia 15
tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
Angka partisipasi sekolah adalah proporsi dari seluruh penduduk dari
berbagai kelompok umur tertentu (7-12, 13-15, 16-18, dan 19-24) yang masih
duduk di bangku sekolah.

Kesehatan
Seseorang dianggap mengalami keluhan kesehatan apabila selama
sebulan yang lalu mengalami berbagai keluhan yang mengakibatkan terganggunya
kesehatan. Berobat jalan adalah jika seseorang yang mengalami keluhan
kesehatan selama sebulan yang lalu mengunjungi fasilitas kesehatan atau tempat
pengobatan lainnya dalam rangka mengurangi keluhan kesehatan yang dialami.
Ketenagakerjaan
Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja
(15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak
bekerja dan pengangguran.
Penduduk yang termasuk buka nangkatan kerja adalah penduduk
usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau
melaksanakan kegiatan lainnya.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 3

PENDAHULUAN

BAB I

Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan


maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan,
paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut
termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu
usaha/kegiatan ekonomi.
Penganggur terbuka, terdiri dari:
a. Mereka yang mencari pekerjaan.
b. Mereka yang mempersiapkan usaha.
c. Mereka yang tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan.
d. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.
Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang tidak bekerja dan
pada saat survei orang tersebut sedang mencari pekerjaan.
Mempersiapkan suatu usaha adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha/pekerjaan yang baru,
yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan/ keuntungan atas resiko sendiri,
baik dengan atau tanpa mempekerjakan buruh/pekerja dibayar maupun tidak
dibayar. Mempersiapkan yang dimaksud adalah apabila tindakannya nyata,
seperti: mengumpulkan modal atau perlengkapan/alat, mencari lokasi/tempat,
mengurus surat ijin usaha dan sebagainya, telah/ sedang dilakukan.
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan
pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Mulai tahun 2001 status pekerjaan
dibedakan menjadi 7 kategori yaitu : berusaha sendiri, berusaha dibantu butuh
tidak tetap/buruh tidak dibayar, berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar,
buruh/karyawan/pegawai, pekerja bebas di pertanian, pekerja bebas di non
pertanian, dan pekerja tidak dibayar/pekerja keluaarga.

Perumahan
Luas lantai adalah luas lantai yang ditempati dan digunakan untuk
keperluan sehari-hari. Bagian-bagian yang digunakan bukan untuk keperluan
sehari-hari tidak dimasukkan dalam perhitungan luas lantai seperti lumbung padi,
kandang ternak, jemuran, dan warung (sebatas atap).
Dinding adalah sisi luar/batas dari suatu bangunan atau penyekat dengan

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 4

PENDAHULUAN

BAB I

rumahtangga atau bangunan lain.


Atap adalah penutup bagian atas suatu bangunan sehingga orang yang
mendiami di bawahnya terlindung dari teriknya matahari, hujan, dan sebagainya.
Untuk bangunan bertingkat, atap yang dimaksud adalah bagian teratas dari
bangunan tersebut.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 5

KEPENDUDUKAN

BAB II

BAB II
KEPENDUDUKAN

Salah satu masalah yang sangat penting untuk diperhatikan dalam proses
pembangunan yang mengedepankan peningkatan kualitas sumber daya manusia
adalah masalah kependudukan (demografi). Hal tersebut dapat dipahami karena
begitu pentingnya sumber daya manusia dalam pelaksanaan pembangunan, baik
sebagai subyek atau pelaksana pembangunan, maupun sebagai obyek atau
target dari pembangunan itu sendiri. Jumlah penduduk yang

besar dan

berkualitas merupakan suatu modal dasar atau asset pembangunan, sebaliknya


dengan jumlah penduduk yang besar namun kualitasnya rendah hanya akan
menjadikan beban dari pembangunan itu sendiri.
Dengan demikian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tidak
terkendali cenderung akan menjadi beban perekonomian, dimana pada akhirnya
dapat menekan tingkat kesejahteraan rumahtangga. Masalah kependudukan
tersebut antara lain mengenai jumlah, komposisi dan distribusi penduduk
menurut umur dan jenis kelamin, sehingga dengan informasi tersebut dapat
diidentifikasi masalah kependudukan dengan mudah dan diharapkan dapat
menunjang arah kebijakan pembangunan manusia yang akan digulirkan baik
ditingkat nasional maupun regional.

2.1. Jumlah Dan Laju Pertumbuhan Penduduk


Seperti telah dibahas sebelumnya, jumlah penduduk yang besar disuatu
negara atau daerah dapat merupakan potensi yang sangat besar untuk
menunjang kelancaran proses pembangunan jika kualitasnya baik. Di sisi lain,
terlampau banyak jumlah penduduk justru akan menjadi beban pembangunan,
jika jumlah penduduk yang besar tesebut memiliki kualitas yang rendah. Dari
pertimbangan

pemikiran

tersebut,

maka

lahirlah

paradigma

baru

dari

pembangunan, yakni pembangunan yang terpusat pada manusia (human


centered development).

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 6

KEPENDUDUKAN

BAB II

Tahun 2014 penduduk Kabupaten Garut tercatat sebanyak 2.526.186 jiwa,


dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 1.274.098 jiwa dan penduduk
perempuan sebanyak 1.252.088 jiwa, dengan laju pertumbuhan 0,95 persen.
Sementara Penduduk tahun 2013 tercatat sebanyak 2.502.410 jiwa, dengan
komposisi laki-laki sebanyak 1.262.697 jiwa dan perempuan sebanyak 1.239.713
jiwa, dengan pertumbuhan 1,02 persen. Laju pertumbuhan penduduk yang
relatif kecil merupakan gambaran berhasilnya sederetan program Keluarga Kecil
Sejahtera/Keluarga Berencana dengan tujuan utama untuk menekan laju
pertumbuhan penduduk

yang diharapkan berimplikasi pada peningkatan

pendapatan perkapita untuk mewujudkan derajat kesejahteraan masyarakat


yang dapat dibanggakan.
Tabel 2.1.
Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Garut
Menurut Jenis Kelamin Tahun 1971 2010
Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk

Tahun

Laki-laki
(Jiwa)

Perempuan
(Jiwa)

Jumlah
(Jiwa)

Rata-rata
LPP
(Persen)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1971

568 893

613 661

1 200 407

2,74

1980

728 538

754 497

1 483 035

2,38

1990

868 643

879 973

1 748 616

1,64

2000

1 043 242

1 007 850

2 051 092

1,66

2010

1 224 092

1 198 234

2 422 326

1,67

Sumber : Sensus Penduduk 1971, SP1980, SP1990 , SP2000, SP2010

Dari Tabel 2.1, tampak sampai dengan dekade 80-an, laju pertumbuhan
penduduk (LPP) di Kabupaten Garut masih relatif tinggi, yakni di atas 2 persen.
Hasil Sensus Penduduk tercatat di tahun 1971 jumlah penduduk Kabupaten
Garut baru mencapai 1.200.407 jiwa, kemudian meningkat menjadi sebesar
1.483.035 jiwa di tahun 1980, selanjutnya kembali mengalami peningkatan pada
tahun 1990 dan 2000 jumlah masing-masing menjadi sebesar 1.748.616 dan
2.051.092 jiwa. Disisi lain, apabila diamati pola perkembangannya, selama
periode

1971-1980,

jumlah

penduduk

di

peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata

Kabupaten

Garut

mengalami

(LPP) 2,38 persen per tahun,

kemudian terlihat melambat cukup signifikan pada dekade 1980-1990 dengan


Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 7

KEPENDUDUKAN

BAB II

pertumbuhan yang mengalami penurunan menjadi 1,64 persen pertahun, namun


pada

periode

1990-2000

pertumbuhan rata-rata

mengalami

sedikit

sebesar 1,66 persen.

percepatan,

yakni

dengan

Pada tahun 2010 terjadi

peningkatan kembali menjadi 1,67 persen. Pada dekade terakhir tersebut


merupakan satu indikasi dimana migrasi penduduk keluar Kabupaten Garut
mengalami penurunan atau sebaliknya migrasi penduduk masuk Kabupaten
Garut mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Garut
merupakan salah satu tujuan migrasi yang dipicu oleh perkembangan
perekonomian yang cukup pesat.

Tabel 2.2.
Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Garut
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2001 2014
Keadaan Pertengahan Tahun

Tahun

Laki-laki
(Jiwa)

Perempuan
(Jiwa)

Jumlah
(Jiwa)

LPP
(%)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

2001

1.036.856

1.014.693

2.051.549

1.98

2002

1.057.270

1.034.671

2.091.941

1.97

2003

1.078.002

1.054.959

2.132.961

1.96

2004

1.099.026

1.075.534

2.174.560

1.95

2005

1.120.384

1.096.436

2.216.820

1.94

2006

1.142.107

1.117.694

2.259.801

1.94

2007

1.163.885

1.139.006

2.302.891

1.91

2008

1.185.829

1.160.481

2.346.310

1.89

2009

1.208.065

1.182.242

2.390.307

1.88

2010

1.224.092

1.198.234

2.422.326

1.34

2011

1.237.697

1.212.733

2.450.430

1.16

2012

1.250.607

1.226.507

2.477.114

1.09

2013

1.262.697

1.239.713

2.502.410

1.02

2014

1.274.098

1.252.088

2.526.186

0.95

Sumber : BPS

Selanjutnya dari Tabel 2.2. tampak perkembangan penduduk Kabupaten


Garut selama periode 2001-2014 (keadaan pertengahan tahun) relatif stabil pada
kisaran 0,95 - 1,97 persen pertahunnya. Sampai dengan tahun 2014 (dari hasil
Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 8

KEPENDUDUKAN

BAB II

Proyeksi) penduduk Kabupaten Garut diperkirakan telah mencapai 2.526.186


jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing
sebesar 1.274.098 dan 1.252.088

jiwa, atau secara umum mengalami

pertumbuhan 0,95 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat 2.502.410 jiwa.
Secara umum pada periode 2001-2014 jumlah penduduk di Kabupaten Garut
mengalami peningkatan sejumlah 474.637

jiwa, atau rata-rata pertumbuhan

pada periode tersebut sebesar 1,61 persen per tahun.

2.2. Kepadatan Penduduk


Kendati Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Garut akhir-akhir ini
tampak relatif terkendali, namun secara makro jumlah penduduk terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sementara di sisi lain secara
agregat luas wilayah Kabupaten Garut tidak mengalami peningkatan. Hal
tersebut secara langsung berdampak pada tingkat kepadatan penduduk
(population

density)

yang

secara

otomatis

terus

menerus

mengalami

peningkatan. Indikator tingkat kepadatan penduduk ini dapat dijadikan suatu


gambaran akan kemampuan suatu wilayah dalam memberikan daya dukung
berupa sarana atau prasarana dan daya tampung terhadap penduduk.

Kabupaten Garut yang memiliki luas sekitar 3.065,19 km2 dengan jumlah
penduduk sebesar 2.526.186 jiwa di tahun 2014, maka tingkat kepadatan
penduduk pada tahun tersebut tercatat sebesar 824 orang per km2. Sementara
jika dibandingkan dengan tahun 2004, dimana jumlah penduduk sebanyak
2

2.174.560 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 709 orang per km , maka

selama kurun waktu sepuluh tahun telah terjadi peningkatan kepadatan


penduduk sekitar 115 orang per km2. Perkembangan indikator tingkat kepadatan
penduduk di Kabupaten Garut selama periode 2001-2014 dapat dilihat dari Grafik
2.1.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 9

KEPENDUDUKAN

BAB II

Grafik 2.1.
Perkembangan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kabupaten Garut
Periode 2001-2014
(Jiwa/Km2)

2.3. Komposisi Penduduk


Salah satu gambaran demografi yang kerap dianalisis dan dapat dijadikan
sebagai dasar perencanaan wilayah yang amat penting adalah struktur
kependudukan yang ditunjukkan oleh komposisi penduduk menurut umur dan
jenis kelamin. Gambaran perilaku demografi tersebut dapat dideskripsikan
melalui piramida penduduk. Di samping itu penggolongan penduduk menurut
jenis kelamin juga diperlukan untuk mendapatkan indikator penting yang
menggambarkan perbandingan kuantitas kelompok penduduk laki-laki dan
perempuan (Sex ratio). Penghitungan indikator tersebut dapat dilakukan untuk
penduduk secara agregat ataupun menurut kelompok umur tertentu.
Dari Tabel 2.3, tampak rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Kabupaten
Garut pada tahun 2014 adalah sebesar 101,76

yang berarti ada sekitar 102

penduduk laki-laki diantara 100 penduduk perempuan. Rasio Jenis Kelamin


terbesar terlihat pada kelompok umur 5-9 tahun, yakni sebesar 104,77
sedangkan terendah sebesar 79,81 terdapat pada kelompok umur 75+ tahun. Di
samping itu, secara umum karakter kependudukan di Kabupaten Garut memiliki
pola

semakin tua umur penduduk (kelompok umur penduduk) rasio jenis

kelaminnya cenderung semakin mengecil.


Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 10

KEPENDUDUKAN

BAB II

Tabel 2.3.
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Tahun 2014
Kelompok
Umur

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

Sex Ratio

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

0-4

135.658

130.244

265.902

104,16

5-9

136.622

130.400

267.022

104,77

10-14

139.288

133.830

273.118

104,08

15-19

121.726

116.335

238.061

104,63

20-24

100.341

99.970

200.311

100,37

25-29

96.347

94.135

190.482

102,35

30-34

92.163

90.634

182.797

101,69

35-39

91.297

89.798

181.095

101,67

40-44

81.219

80.640

161.859

100,72

45-49

73.221

71.395

144.616

102,56

50-54

58.784

58.866

117.650

99,86

55-59

46.454

46.047

92.501

100,88

60-64

36.573

36.374

72.947

100,55

65-69

25.762

27.916

53.678

92,28

70-74

18.958

20.840

39.798

90,97

75+

19.685

24.664

44.349

79,81

1.274.098

1.252.088

2.526.186

101,76

Jumlah

Sumber : BPS Kab. Garut

Sebagai gambaran, rasio jenis kelamin penduduk kelompok usia 0-4 tahun
sebesar 104,16 dan terus mengalami penurunan sampai sebesar 79,81 pada
kelompok umur paling tua yaitu usia 75 tahun atau lebih. Kondisi ini sejalan
dengan teori demografi yang menyatakan bahwa semakin tua kelompok umur
penduduk maka rasio jenis kelaminnya akan semakin mengecil, karena jumlah
penduduk laki-laki semakin tua umumnya akan semakin banyak berkurang
dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan yang lebih mampu untuk
dapat bertahan hidup, selain itu faktor hormonal dan gaya hidup sangat
berpengaruh. Sementara faktor kejanggalan kemungkinan dapat terjadi karena
adanya faktor kesalahan pelaporan umur oleh responden yang biasanya
cenderung menuakan atau memudakan umurnya beberapa tahun dari umur
yang sebenarnya.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 11

KEPENDUDUKAN

BAB II

Tabel 2.4.
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Tahun 2014
Kelompok
Umur

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

Sex Ratio

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

0-14

411.568

394.474

806.042

104,33

15-64

798.125

784.194

1.582.319

101,78

65 +

64.405

73.420

137.825

87,72

1.274.098

1.252.088

2.526.186

Jumlah

101,76

Sumber : BPS Kab. Garut

Selain yang telah disebutkan sebelumnya, komposisi penduduk menurut


umur seperti terlihat pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4, dapat pula dipakai untuk
mendeskripsikan atau menghitung angka beban ketergantungan yang lebih
dikenal sebagai Dependency Ratio (DR). Angka beban ketergantungan tersebut
dapat memberikan gambaran perbandingan penduduk yang produktif dengan
penduduk yang tidak produktif, biasanya sering dikaitkan dengan tingkat
kesejahteraan atau kemakmuran penduduk (rumahtangga) di suatu daerah.
Semakin tinggi angka tersebut dapat dijadikan suatu indikator semakin tinggi
pula beban yang harus ditanggung oleh penduduk-penduduk yang produktif.
Dari Tabel 2.5, tampak angka beban ketergantungan di Kabupaten Garut
selama periode tahun 1990 2014 mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Rasio Beban Ketergantungan Umur (RKU) pada tahun 1990 sebesar 75,80
persen, kemudian turun menjadi sebesar 64,74 persen pada tahun 2000 dan
selanjutnya kembali mengalami penurunan menjadi sebesar 63,27 persen pada
tahun 2010 dan selanjutnya kembali turun pada tahun 2014 menjadi 59,65
persen. Interpretasi dari angka-angka tersebut adalah dari 100 orang penduduk
usia produktif di tahun 2014 harus menanggung 60 orang penduduk yang tidak
produktif yang meliputi 51 orang anak-anak dan 9 orang usia lanjut.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 12

KEPENDUDUKAN
Tabel 2.5.
Rasio Beban Ketergantungan Penduduk
Tahun 1990, 2000, 2010 dan 2014

Tahun

Anak

Tua

DR

(2)

(3)

(4)

1990

69,00

6,80

75,80

2000

56,74

8,00

64,74

2010

54,93

8,34

63,27

2014

50,94

8,71

59,65

(1)

Sumber : SP90, SP00, SP2010 dan Proyeksi Penduduk

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 13

BAB II

KESEHATAN

BAB III

BAB III
KESEHATAN

Pada hakekatnya pembangunan di bidang kesehatan bertujuan agar


pelayanan kesehatan dapat diperoleh secara mudah, murah serta adil dan
merata atau dengan kata lain dapat menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat.
Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut telah secara intensif dilakukan oleh
pemerintah baik pusat maupun daerah, dalam kapasitasnya sebagai pelayan
masyarakat. Upaya-upaya ini diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara umum, dimana derajat kesehatan penduduk merupakan salah
satu dimensi penting sebagai pencerminan mutu dari Sumber Daya Manusia
(SDM) di suatu wilayah. Dengan demikian dapatlah dikatakan penduduk dengan
kondisi fisik yang sehat merupakan aset pembangunan yang potensial,
sebaliknya penduduk justru akan menjadi beban pembangunan jika kondisi
fisiknya sakit-sakitan. Sampai saat ini, sederetan program untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat telah dilaksanakan oleh pemerintah, diantaranya
dengan memberikan penyuluhan kesehatan; penyediaan fasilitas kesehatan
seperti Puskesmas, Posyandu,

Pos Obat Desa, Pos Bersalin Desa dan lain

sebagainya serta penyediaan fasilitas air bersih.


Demikian pula di Kabupaten Garut, Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas
Kesehatan, telah banyak mewujudkan berbagai program pembangunan yang
merupakan implementasi dari kepeduliannya di bidang kesehatan. Upaya-upaya
tersebut dilakukan guna mencapai visi pembangunan yang telah dicanangkan
Pemerintah Daerah khususnya di sektor Kesehatan.
Untuk mencapai visi pembangunan tersebut, maka perlu upaya Pemerintah
Kabupaten Garut melalui intervensi lebih intensif dengan berbagai program
pembangunan kesehatan yang lebih terarah dan dapat tepat menjangkau
sasaran.

Oleh karena itu perencanaan dan strategi-strategi dalam membuat

program-program pembangunan tersebut mutlak memerlukan informasi/data


yang dapat menyajikan gambaran yang sebenarnya di lapangan (represent

reality) dan mutakhir (up to date).

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 14

KESEHATAN

BAB III

3.1. Angka Kesakitan (Morbidity Rate)


Salah satu indikator yang sering digunakan untuk melihat derajat
kesehatan penduduk di suatu region adalah angka kesakitan. Indikator tersebut
memperlihatkan besarnya penduduk yang mengalami keluhan kesehatan,
kemudian komposisi jenis keluhan dan lain sebagainya. Selain itu juga dipakai
untuk memberikan gambaran rata-rata lama gangguan kesehatan yang
berimplikasi pada kerugian secara makro di wilayah yang bersangkutan.
Tabel 3.1.
Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan selama Sebulan
menurut Jenis Keluhan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Garut Tahun 2014
(Persen)
Laki-laki

Perempuan

Laki-laki +
Perempuan

(2)

(3)

(4)

Panas

28,41

27,41

27,90

Batuk

32,54

32,71

32,63

Pilek

30,73

29,99

30,36

Asma, sesak nafas/cepat

4,86

4,47

4,66

Diare, buang-buang air

2,58

1,69

2,13

33,82

35,09

34,45

Keluhan Kesehatan
(1)

Penduduk yg mempunyai keluhan


kesehatan

Sumber: BPS Kabupaten Garut

Dapat

diperlihatkan

proporsi

penduduk

yang

mempunyai

keluhan

kesehatan selama sebulan, seperti tampak pada Tabel 3.1. Pada tahun 2014,
selama satu bulan ada sebanyak 30,34 persen dari penduduk Kabupaten Garut
mempunyai keluhan kesehatan, dimana proporsi penduduk laki-laki yang
mempunyai keluhan kesehatan sedikit lebih rendah, yakni sebesar 33,82 persen,
sedangkan perempuan mencapai 35,09 persen. Seperti tahun-tahun sebelumnya,
jika dilihat komposisinya, pada tahun 2014 keluhan kesehatan yang dominan
adalah pilek, batuk, dan panas, yaitu masing-masing sebesar 30,36 persen;
32,63 persen dan 27,90 persen dari penduduk Kabupaten Garut.
Selanjutnya dari penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan tersebut,
persentase penduduk yang terganggu kegiatan sehari-harinya (penduduk yang
menderita sakit) selama sebulan adalah sebesar 48,22 persen, atau dengan

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 15

KESEHATAN

intensitas kurang lebih 419.322 orang.

BAB III

Dengan demikian jika dirata-ratakan

dalam satu hari kurang lebih 13.977 penduduk Garut menderita sakit.

Tabel 3.2.
Jumlah Penduduk yang Kegiatan Sehari-hari Terganggu
Akibat Keluhan Kesehatan (Penderita Sakit) Selama Satu Bulan
di Kabupaten Garut Tahun 2014
Rincian

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki +
Perempuan

(1)

(2)

(3)

(4)

Penduduk Mempunyai keluhan


kesehatan (Orang)
Proporsi penduduk yang terganggu
kegiatan sehari-harinya (Persen)
Jumlah penduduk yang terganggu
kegiatan sehari-harinya (Orang)

430.746

438.824

869.750

49,31

47,15

48,22

212.404

206.918

419.322

Tabel 3.3. menggambarkan komposisi penderita sakit berdasarkan


lamanya terganggu kegiatan sehari-hari selama sebulan.

Dari tabel tersebut

terlihat secara umum kebanyakan penduduk Garut yang menderita sakit


terganggu kegiatannya selama < 4 hari , yakni 53,98 persen dari total penderita
sakit.

Baik bagi laki-laki maupun perempuan, persentase lamanya terganggu

atau jumlah hari sakit terbesar adalah <4 hari, dimana perempuan dengan
persentase sebesar 55,44 persen, sedangkan pada laki-laki 52,55 persen. Tetapi
pada tahun 2014 laki-laki cenderung menderita sakit lebih lama dibandingkan
perempuan, ini tampak dari rata-rata jumlah hari sakit laki-laki lebih lama
dibandingkan perempuan, yakni masing-masing sebesar 5,22 dan 4,96 hari.
Tabel 3.3.
Persentase Penderita Sakit Selama Satu Bulan Berdasarkan Lamanya Sakit
(Terganggu) di Kabupaten Garut Tahun 2014 (Persen)
Laki-laki

Perempuan

Laki-laki +
Perempuan

(2)

(3)

(4)

<4 hari

52,55

55,44

53,98

4 hari 7 hari

33,25

33,86

33,55

8 hari

14,20

10,70

12,47

Jumlah

100,00

100,00

100,00

5,22

4,96

5,09

Lamanya Terganggu
(1)

Rata-rata lama sakit per Orang


(hari)

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 16

KESEHATAN

BAB III

Kemudian, salah satu indikator yang dapat menggambarkan tingkat


pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh masyarakat adalah persentase penderita
sakit yang melakukan rawat jalan ke fasilitas medis. Persentase penderita sakit
yang melakukan rawat jalan di Kabupaten Garut pada tahun 2014 relatif tinggi,
yakni sebesar 52,04 persen dari seluruh penduduk yang mengalami keluhan
kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang paling dominan digunakan oleh
penduduk Garut yang memiliki keluhan pada tahun 2014 ini adalah fasilitas
Petugas Tenaga Kesehatan Lainnya yaitu sebesar 43,49 persen, disusul fasilitas
Praktek Dokter/Klinik/Poliklinik yaitu sebesar

31,32 persen, selanjutnya

puskesmas/Pustu/Pusling sebesar 25,47 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa


tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh masyarakat di Kabupaten Garut
telah memperlihatkan perkembangan yang cukup menggembirakan.

Kondisi

demikian pulalah yang merupakan salah satu pemicu pertumbuhan jumlah yang
cukup signifikan dari tenaga medis di Kabupaten Garut dalam lima tahun terakhir
seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Tabel 3.4.
Proporsi Penduduk Yang Mengalami Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan Selama
Sebulan Menurut Tempat Berobat di Kabupaten Garut
Tahun 2014
Tempat Berobat
(1)

Persentase
(%)
(2)

Praktek Dokter /Klinik/Poliklinik

31,32

Puskesmas/Pustu/Pusling

25,47

Petugas Tenaga Kesehatan lainnya

43,49

Persentase yang berobat jalan

52,04

Sumber: BPS Kab. Garut

3.2. Kesehatan Balita


Banyak hal yang dapat direfleksikan oleh indikator kesehatan balita di
suatu daerah.

Selain dapat mencerminkan derajat kesehatan secara umum,

indikator tersebut antara lain juga dapat merefleksikan tingkat kesehatan


perumahan, sanitasi lingkungan, pengetahuan kesehatan penduduk, tingkat
kecukupan, keterjangkauan serta kualitas dari fasilitas-fasilitas kesehatan di

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 17

KESEHATAN

BAB III

daerah yang bersangkutan. Kondisi tersebut dapat dimengerti karena kesehatan


balita sangatlah rentan, sehingga banyak hal yang dapat mempengaruhinya.
Kesehatan Balita selain dipengaruhi oleh kesehatan ibu, juga dipengaruhi
oleh banyak faktor lain, diantaranya penolong kelahiran.

Data komposisi

penolong kelahiran balita dapat dijadikan salah satu indikator kesehatan


terutama dalam hubungannya dengan tingkat kesehatan ibu dan anak serta
pelayanan kesehatan secara umum.

Dilihat dari kesehatan ibu dan anak,

persalinan yang ditolong tenaga medis seperti dokter dan bidan diasumsikan
lebih baik dari pada yang ditolong oleh dukun, famili atau lainnya.
Dari Grafik 3.1. tampak peranan tenaga kesehatan sebagai penolong
kelahiran di Garut

saat ini sangat dominan yaitu sebesar 60,33 persen. Hal

tersebut karena hampir semua desa memiliki bidan desa walaupun masih
terdapat kebiasaan ibu yang melakukan persalinan ditolong oleh dukun beranak.
Adapun peranan penolong kelahiran balita oleh bukan tenaga kesehatan, yakni
sebesar 39,67 persen.
Grafik 3.1.
Persentase Penolong Kelahiran Balita
di Kabupaten Garut Tahun 2014

39.67
60.33

Penolong kelahiran Tenaga Medis


Penolong kelahiran Tenaga Non Medis

Salah satu faktor penting untuk perkembangan anak adalah pemberian Air
Susu Ibu (ASI) yang merupakan zat sempurna untuk pertumbuhan bayi dan

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 18

KESEHATAN

dapat mempercepat perkembangan berat badan anak.


mengandung

zat

yang

dapat

menolak/pencegah

BAB III

Di samping itu ASI

penyakit

serta

dapat

memberikan kepuasan dan mendekatkan hati ibu dan anak sebagai sarana
menjalin hubungan kasih sayang.
Secara umum proporsi balita yang pernah diberi ASI di Kabupaten Garut
pada tahun 2014 menunjukkan angka yang relatif tinggi, yakni 97,17 persen.
Tabel 3.5. menunjukkan distribusi anak berumur 2-4 tahun menurut lamanya
disusui.

Penyajian hanya untuk balita berumur 2-4 tahun dimaksudkan agar

gambaran

yang

diperoleh

tentang

praktek

pemberian

ASI

tidak

bias

(underestimate) karena pengaruh balita berumur kurang dari 2 tahun.

Dari

sebaran tersebut tampak hal yang cukup menggembirakan, yaitu sebagian besar
balita 2-4 tahun diberikan ASI dengan rentang waktu lebih dari 12 bulan, yakni
sebesar 92,61 persen.

Sedangkan persentase pemberian ASI kurang dari 12

bulan terlihat sangat rendah, yakni hanya 7,39 persen.

Kondisi di atas

menunjukkan bahwa saat ini tampak telah banyak para ibu yang sudah
menyadari pentingnya ASI bagi bayi serta menyadari bahwa salah satu kodratnya
sebagai seorang ibu adalah menyusui anaknya. Ini merupakan suatu indikator
dari keberhasilan program Pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
balita yang telah berhasil menyentuh ke sebagian besar lapisan masyarakat
khususnya di Kabupaten Garut.
Tabel 3.5.
Persentase Balita 2-4 Tahun Yang Pernah Diberi ASI Menurut Lamanya Disusui
di Kabupaten Garut Tahun 2014 (Persen)
Umur Balita (Tahun)
Lamanya disusui
Laki-laki

Perempuan

Jumlah

(2)

(3)

(4)

99,19

94,39

96,69

12 bulan

9,57

5,29

7,39

13-24 bulan

73,58

84,07

78,91

25+

16,85

10,65

13,70

Total

100,00

100,00

100,00

(1)

Pernah diberi ASI

Sumber: BPS Kab. Garut

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 19

KESEHATAN

BAB III

3.3. Angka Kematian Bayi (AKB)


Angka Kematian (Mortality Rate) dapat dibedakan menurut umur, dan
umumnya resiko kematian sangat besar terjadi pada kelompok umur dini atau
usia kurang dari satu tahun (bayi). Berbagai faktor dapat menjadi penyebab
kematian bayi, baik kondisi sosial ekonomi penduduk maupun faktor lingkungan.
Oleh karena itu AKB sering dijadikan salah satu indikator untuk menggambarkan
kemajuan pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah.
indikasi

penurunan

AKB

merupakan

pertanda

adanya

Adanya

kemajuan

hasil

pembangunan khususnya di bidang kesehatan.


Angka Kematian Bayi di negara-negara berkembang umumnya sangat
tinggi, yakni masih di atas 50-an per seribu kelahiran hidup.

Contohnya, di

Indonesia berdasarkan hasil Supas 1995, tercatat AKB sebesar 51. Sedangkan di
negara-negara maju, seperti Jepang dan Swedia AKB umumnya berada pada
level di bawah 10.
Selama ini orang beranggapan bahwa kekayaan suatu wilayah berbanding
lurus dengan tingkat kesehatan penduduk, termasuk bayi dan anak-anak.
Kenyataan di atas mendorong para ahli untuk melakukan penelitian yang
mengaitkan antara jumlah kematian bayi dan faktor ekonomi.

Seperti yang

dikemukakan Taylor, 1983, bahwa pembangunan ekonomi tidak akan dengan


sendirinya

menyebabkan

penurunan

kematian

bayi

serta

terhambatnya/terhentinya penurunan kematian bayi di beberapa negara


berkembang. Dengan demikian, walaupun tingkat perekonomian terus membaik,
tidak menutup kemungkinan bahwa tingkat kematiannya tetap tinggi atau
bahkan mengalami peningkatan.
Dari beberapa penelitian, ternyata tingkat pendidikan ibu mempunyai
peranan yang sangat besar dalam mengurangi jumlah kematian bayi. Hal ini
disebabkan karena dengan pendidikan yang cukup memadai, maka dengan
sendirinya

akan

meningkatkan

keahlian

dan

tingkat

inovasi

untuk

mengembangkan gagasan-gagasan baru, termasuk dalam masalah merawat


anak, pemahaman akan gizi yang baik dan higienis, sehingga sangat berguna
dalam mencegah bayi dari berbagai serangan penyakit. Selain itu, hal lain yang

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 20

KESEHATAN

BAB III

mempengaruhi AKB adalah ASI dan Imunisasi yang erat kaitannya dengan daya
tahan tubuh anak terhadap serangan penyakit.
Sampai dengan tahun 2012 (data tahun 2013 tidak tersedia) AKB di
Kabupaten Garut masih relatif tinggi, yakni sebesar 49,95 (angka proyeksi); ini
berarti masih ada sekitar 50 kematian bayi di bawah 1 tahun per 1000 kelahiran
hidup.

Kendati demikian tampak ada kecenderungan terus menurun selama

kurun 2002-2012, seperti tampak pada Grafik 4.2.. Penurunan yang relatif tinggi
terjadi antara tahun 2004 sampai 2012 yaitu dengan penurunan rata-rata
sebesar 1,37 poin per tahun, sedangkan tahun-tahun lainnya menurun dengan
level yang hampir sama dan relatif rendah.
Grafik 3.2.
Perkembangan AKB di Kabupaten Garut Periode 2002-2012

AKB

AKB

2002
57.02
2003
56.98
2004 57.02 55.94
56.98
58
2005
54.83 55.94 54.83
56
53.79
2006
53.79
52.77 52.42
54
2007
52.77
51.65
50.87 50.62
52
2008
52.42
49.95
2009
51.65
50
2010
50.87
48
2011
50.62
46
20122002 2003
49.95 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
AKB

3.4. Angka Harapan Hidup (AHH0)


Seperti halnya AKB, Angka Harapan Hidup (AHH0) juga merupakan
parameter yang sangat peka untuk menilai derajat kesehatan penduduk di suatu
wilayah.

Sehingga meningkatnya umur harapan hidup sering dijadikan suatu

indikator keberhasilan pembangunan di banyak negara.

Peningkatan AHH0

tersebut terjadi seiring dengan membaiknya kondisi sosial ekonomi penduduk,


kesehatan dan lingkungan.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 21

KESEHATAN

BAB III

Grafik 3.3.
Perkembangan AHH0 di Kabupaten Garut Periode 2010-2014

70.55
70.50

70.49
70.47

70.45
70.43
70.40
70.35

70.39
70.34

70.30
70.25
70.20
2010

2011

2012

2013

2014

Upaya Pemerintah Kabupaten Garut melalui intervensi dengan sederetan


program untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduknya tampak telah
membuahkan hasil yang cukup menggembirakan walaupun kenaikannya tidak
begitu besar. Ini terlihat dari kecenderungan meningkatnya besaran Angka
Harapan Hidup saat lahir (AHH0) selama kurun waktu 2010-2014, seperti tampak
pada Grafik 3.3. Dari grafik tersebut tampak dari tahun 2010 ke tahun 2014
besaran meningkat 0,15 tahun, yaitu dari 70,34 tahun menjadi 70,49 tahun.
Grafik 3.4.
Perbandingan AHH0 Jawa Barat dan Kabupaten Garut
Periode 2010 2014

72.50
72.00
71.50

71.82

71.56

71.29

71.00
70.50

70.34

70.43

70.39

72.23

72.09

70.47

70.49

70.00
69.50
69.00
2010

2011

2012

Jawa Barat

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 22

2013
Garut

2014

KESEHATAN

BAB III

Bila dibandingkan dengan Jawa Barat, besaran AHH0 Kabupaten Garut


masih berada dibawah. Dari Grafik 3.5 terlihat pada tahun 2010 AHH0 Jawa Barat
sebesar 71,29 tahun dan besarannya meningkat menjadi 72,23 tahun pada tahun
2014 atau naik sekitar 0,94 tahun. Dan jika dibandingkan ke seluruh
kabupaten/kota maka kenaikan AHH0 Kabupaten Garut menduduki peringkat ke
18.
Grafik 3.5.
Perbandingan Kenaikan AHH0 Seluruh Kabupaten/Kota
Di Jawa Barat Tahun 2010 2014

JAWA BARAT
Majalengka
Tasikmalaya
Pangandaran
Ciamis
Cianjur
Kota Banjar
Indramayu
Sukabumi
Kota Tasikmalaya
Bekasi
Sumedang
Kuningan
Cirebon
Subang
Bogor
Kota Cirebon
Garut
Kota Depok
Kota Sukabumi
Karawang
Purwakarta
Kota Bandung
Bandung Barat
Kota Bekasi
Kota Bogor
Bandung
Kota Cimahi

0.94
0.44
0.41
0.38
0.35
0.32
0.31
0.30
0.27
0.23
0.23
0.21
0.20
0.18
0.17
0.16
0.15
0.15
0.13
0.11
0.10
0.09
0.08
0.07
0.06
0.04
0.04
0.03
0.00

0.20

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 23

0.40

0.60

0.80

1.00

PENDIDIKAN

BAB IV

BAB IV
PENDIDIKAN

Dalam pelaksanaan pembangunan, pendidikan merupakan elemen yang


sangat penting. Hal tersebut dapat dimengerti, karena dengan pendidikan
kualitas individu masyarakat sangat mungkin dapat ditingkatkan. Dengan
semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat akan menyebabkan semakin
baik pula kualitas sumber daya manusianya. Sebagaimana telah ditunjukan oleh
sejarah perkembangan bangsa-bangsa didunia, bahwa keunggulan suatu negara
di dalam berbagai bidang tidak hanya tergantung pada keunggulan sumber daya
alam yang dimilikinya saja, melainkan juga pada keunggulan sumber daya
manusianya sehingga mampu memanfaatkan dan mengolah secara efektif dan
efisien sumber daya alam yang ada. Selain itu dengan semakin tingginya tingkat
pendidikan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan peran
aktifnya dalam berbagai kegiatan pembangunan.
Untuk melihat sejauh mana implementasi pembangunan dalam bidang
pendidikan, diperlukan suatu informasi mengenai indikator pendidikan yang
dapat memberikan gambaran atau petunjuk tentang berbagai macam persoalan
tersebut. Didalam bagian ini akan dibahas mengenai angka partisipasi kasar,
angka partisipasi murni, tingkat pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi
sekolah dan lain-lain.

4.1. Angka Partisipasi Kasar


Angka Partisipasi sekolah Kasar (APK) merupakan salah satu indikator
tingkat

pendidikan yang mengukur proporsi anak sekolah pada suatu tingkat

pendidikan tertentu terhadap kelompok umur yang sesuai dengan jenjang


pendidikan tersebut. Selain itu angka ini memberikan gambaran secara umum
jumlah anak yang menerima pendidikan pada tingkatan jenjang tertentu serta
biasanya tidak memperhatikan umur anak. Dimana APK yang akan dipaparkan
dalam bahasan ini adalah APK untuk anak yang bersekolah di tingkat SD, SLTP
dan SLTA menurut jenis kelamin.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 24

PENDIDIKAN

BAB IV

Angka Partisipasi Kasar suatu jenjang pendidikan bisa mempunyai nilai


lebih dari 100 persen. Hal ini disebabkan oleh adanya siswa yang berusia di luar
batas usia sekolah (baik lebih muda ataupun lebih tua). Dimana batasan usia
sekolah untuk Sekolah Dasar (SD)

adalah 7 sampai 12 tahun, usia Sekolah

Menengah Pertama (SMP) adalah 13 sampai 15 tahun dan usia Sekolah


Menengah Atas (SMA) adalah 16 sampai 18 tahun.

Tabel 4.1.
APK Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan
di Kabupaten Garut, Tahun 2014
Jenjang Pendidikan

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

(1)

(2)

(3)

(4)

SD
SLTP
SLTA

105,89
85,36
57,38

106,74
80,55
67,32

106,28
82,80
62,17

Sumber : Susenas Kabupaten Garut 2014

Berdasarkan Tabel 4.1. hal yang menarik adalah Angka Partisipasi Kasar
(APK) hampir seluruh jenjang pendidikan untuk penduduk perempuan pada
tahun 2014 cenderung lebih tinggi dibandingkan APK penduduk laki-laki, kecuali
APK jenjang pendidikan SLTP. Besaran APK SD pada tahun 2014 adalah sebesar
106,28 persen, kondisi ini merupakan suatu indikasi bahwa terdapat siswa SD
yang usianya di luar batasan usia sekolah dasar yaitu dibawah 7 tahun atau
diatas 12 tahun.
Selain itu berdasarkan tabel tersebut dapat diperlihatkan, bahwa semakin
tinggi tingkat jenjang pendidikan ternyata APK-nya semakin rendah, hal tersebut
berlaku baik

untuk penduduk laki-laki maupun penduduk perempuan. Hal ini

dimungkinkan, karena ketidakmampuan keluarga untuk menyekolahkan anakanaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, karena semakin tinggi jenjang
pendidikan akan semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan oleh
rumahtangga. Selain itu penyebab yang juga masih dominan adalah masih

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 25

PENDIDIKAN

BAB IV

banyaknya anggapan bahwa cukup dengan hanya dapat membaca dan menulis
saja sudah cukup untuk memberikan bekal pada anak-anaknya dalam mencari
pekerjaan.

4.2. Angka Partisipasi Murni (APM)


Indikator lain yang sering digunakan untuk mengukur tingkat pendidikan
penduduk adalah Angka Partisipasi Murni (APM). Angka Partisipasi Murni
menunjukkan proporsi anak sekolah pada suatu kelompok umur tertentu yang
bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya. APM selalu
rendah

dibandingkan

APK

karena

pembilangnya

lebih

kecil

sementara

penyebutnya sama. APM membatasi usia siswa sesuai dengan usia sekolah dan
jenjang pendidikannya sehingga angkanya lebih kecil.

Tabel 4.2.
APM Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan
di Kabupaten Garut, Tahun 2014

Jenjang Pendidikan

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

(1)

(2)

(3)

(4)

98,78
75,32
49,85

96,10
72,31
46,68

97,55
73,72
48,32

SD
SLTP
SLTA

Sumber : Susenas Kabupaten Garut 2014

Dari Tabel 4.2. tampak Angka Partisipasi Murni untuk jenjang pendidikan
Sekolah Dasar di Kabupaten Garut pada tahun 2014 adalah sebesar 97,55
persen, artinya lebih 97 persen penduduk usia 7-12 tahun di Kabupaten Garut
sedang bersekolah di jenjang pendidikan SD. Besaran APM SD ini merupakan
implikasi dari program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang digulirkan
oleh Pemerintah Kabupaten Garut.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 26

PENDIDIKAN

BAB IV

Ditinjau dari jenis kelamin, pada tahun 2014 ini , APM perempuan lebih
rendah dari pada APM laki-laki di seluruh jenjang pendidikan.

4.3. Angka Partisipasi Sekolah (APS)


Angka Partisipasi Sekolah (APS) hampir sama dengan APK maupun APM,
yaitu jumlah anak laki-laki dan atau anak perempuan pada kelompok umur
tertentu yang sedang bersekolah dengan tanpa melihat jenjang pendidikan yang
sedang diikutinya.

Tabel 4.3.
APS Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
di Kabupaten Garut, Tahun 2014

Kelompok Umur

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

(1)

(2)

(3)

(4)

07 12
13 15
16 18

99,67
85,75
61,59

98,00
87,11
55,12

98,91
86,47
58,47

Sumber : Susenas Kabupaten Garut 2014

Pada Tabel 4.3. tampak bahwa APS anak perempuan lebih rendah
daripada APS anak laki-laki hampir pada semua kelompok umur. Hanya pada
kelompok umur 13-15 tahun

APS anak laki-laki lebih kecil daripada anak

perempuan masing-masing sebesar 85,75 dan 87,11 persen.

4.4.

Angka Melek Huruf (AMH)


Angka Melek Huruf (AMH) merupakan persentase penduduk yang berumur

sepuluh tahun keatas yang dapat membaca dan menulis kata-kata/kalimat yang
sederhana baik huruf latin atau huruf lainnya. Indikator ini secara makro dapat

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 27

PENDIDIKAN

BAB IV

menggambarkan kualitas mutu sumber daya manusia (SDM) yang diukur dalam
aspek pendidikan, dimana semakin tinggi persentase Angka Melek Huruf (AMH)
dapat menunjukkan bahwa semakin tinggi pula mutu kualitas SDM suatu
masyarakat.
Angka Melek Huruf Latin Kabupaten Garut untuk penduduk usia 10 tahun
atau lebih pada tahun 2014 tercatat sebesar 97,05 persen dengan perbandingan
antara laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 98,47 dan 95,61 persen.
Hal ini menggambarkan bahwa sampai dengan tahun 2014 masih lebih banyak
penduduk perempuan yang buta huruf dibandingkan dengan penduduk laki-laki.
Kemungkinan masih berhubungan dengan kultur masyarakat, pada era
terdahulu,

terutama

untuk

daerah

pedesaan

yang

cenderung

lebih

mengutamakan pendidikan anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

Tabel 4.4.
Angka Melek Huruf Penduduk Kabupaten Garut
Usia 10 Tahun Keatas Tahun 2014
Jenis kelamin

Huruf Latin

Huruf
Lainnya

(1)

(2)

(3)

Laki-laki
Perempuan
Laki-laki +
Perempuan

98,47
95,61
97,05

90,60
92,65
91,62

Sumber: Susenas Kabupaten Garut 2014

4.5. Tingkat Pendidikan Tertinggi


Selain dari paparan yang telah disebutkan, gambaran kualitas SDM
penduduk laki-laki dan perempuan Kabupaten Garut juga dapat dilihat dari
persentase penduduk menurut jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Adapun tingkat pendidikan tertinggi yang pernah ditamatkan oleh penduduk
Kabupaten Garut berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 28

PENDIDIKAN

BAB IV

Dari Tabel 4.5, tampak persentase tingkat pendidikan tertinggi (ijazah


tertinggi yang dimiliki) penduduk usia 10 keatas di Kabupaten Garut terbesar
adalah hanya memiliki ijasah SD/MI atau sederajat, yaitu sebesar 38,09 persen
dengan perbandingan 38,20 persen untuk laki-laki dan 37,99 persen untuk
perempuan. Sedangkan persentase penduduk usia 10 tahun lebih yang tidak
menamatkan SD (putus sekolah di SD) dan yang masih bersekolah di SD juga
tampak cukup besar, yakni sebesar 26,08 persen dengan perbandingan 24,71
persen untuk penduduk laki-laki dan 27,49 persen untuk penduduk perempuan.
Sementara persentase penduduk yang memiliki ijasah tertinggi untuk jenjang
pendidikan SLTA dan yang lebih tinggi, untuk penduduk laki-laki lebih tinggi
dibandingkan penduduk perempuan. Hal ini merupakan gambaran bahwa secara
umum di Kabupaten Garut pada tahun 2014 rata-rata lama sekolah penduduk
laki-laki lebih tinggi dibandingkan penduduk perempuan, atau dengan kata lain
derajat pendidikan penduduk laki-laki masih relatif lebih tinggi dibandingkan
penduduk perempuan.

Tabel 4.5.
Persentase Penduduk Kabupaten Garut Usia 10 Tahun Keatas
Menurut Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2014
Ijasah Tertinggi Yang dimiliki

Laki-laki

Perempuan

Total

(1)

(2)

(3)

(4)

Tdk punya ijazah SD


SD/MI/sederajat
SLTP/MTs/sederajat/kejuruan
SMU/MA/sederajat
Perguruan Tinggi
Jumlah

Sumber: Susenas Kabupaten Garut 2014

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 29

24,71
38,20
18,23
15,88
2,99

27,49
37,99
19,67
12,43
2,41

26,08
38,09
18,94
14,18
2,70

100,00

100,00

100,00

KETENAGAKERJAAN

BAB V

BAB V
KETENAGAKERJAAN

Masalah ketenagakerjaan di kota dan hubungannya dengan urbanisasi,


migrasi, dan struktur pekerjaan mulai menjadi topik yang ramai dibicarakan oleh
para ahli sejak tahun 1970-an. Sejak itu, bermunculan banyak penelitian yang
menyoroti masalah tenaga kerja di kota. Masalah itu dianggap berkaitan erat
dengan kemiskinan di pedesaan, penerapan teknologi padat modal di sektor
industri di kota dan terjadinya urban bias (kecenderungan mengutamakan kota)
serta kebijakan pembangunan di kota yang cenderung mengabaikan daerah
pedesaan.
Angka pengangguran yang tinggi terutama dialami kaum muda yang baru
menyelesaikan pendidikan lanjutan, yang kebanyakan berasal dari masyarakat
kota kelas menengah. Aspirasi akan pekerjaan kantor di sektor modern
dianggap sebagai sebab utama pengangguran yang dialami kelompok ini dan
berhubungan dengan lambatnya pertambahan lapangan pekerjaan baru yang
dapat memenuhi harapan mereka.
Pada bagian ini disajikan gambaran umum mengenai ketenagakerjaan di
Kabupaten Garut yang meliputi komposisi angkatan kerja, lapangan pekerjaan,
jenis pekerjaan dan status pekerjaan.

5.1. Penduduk Usia Kerja


Batasan penduduk usia kerja adalah penduduk berusia 15 tahun keatas
menurut ketentuan Lembaga Internasional (ILO). Sedangkan di Indonesia sering
digunakan batasan usia 10 tahun keatas dikarenakan dengan adanya penduduk
yang berusia kurang dari 15 tahun telah bekerja atau membantu bekerja.
Penduduk usia kerja di Kabupaten Garut tahun 2013 sebanyak 1.706.810
orang, kemudian di tahun 2014 jumlahnya meningkat menjadi 1.731.567 orang.
Dari sejumlah penduduk usia kerja di tahun 2014 tersebut meliputi penduduk
laki-laki sebanyak 868.181 orang dan penduduk perempuan sebanyak 863.386
orang.

Peningkatan

penduduk

usia

kerja

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 30

ini

tentu

saja

akan

sangat

KETENAGAKERJAAN

menguntungkan

apabila

bisa

dikelola

dengan

baik

dalam

BAB V

arti

dapat

memanfaatkan potensi ini bagi kemajuan Kabupaten Garut.

Tabel 5.1.
Jumlah Penduduk Usia Kerja (Usia 15 Tahun Keatas)
Di Kabupaten Garut Tahun 2013 2014
Tahun

Penduduk Usia Kerja


Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

(1)

(2)

(3)

(4)

2013

856.267

850.543

1.706.810

2014

868.181

863.386

1.731.567

Sumber: Sakernas 2013-2014


Grafik 5.1.
Aktifitas Penduduk Usia Kerja Selama Seminggu Yang lalu di Kabupaten Garut
Tahun 2014 (Atas: Laki-laki; Bawah: Perempuan)

0.68

11.65

8.47
6.09
73.11

5.67

35.79

47.73

7.81
Bekerja

Pengangguran

mengurus RT

Lainnya

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 31

3.01
Sekolah

KETENAGAKERJAAN

BAB V

Berdasarkan aktifitas yang dikerjakan selama seminggu yang lalu,


sebanyak 54,50

persen penduduk melakukan aktifitas bekerja, 24,14 persen

mengurus rumahtangga dan sisanya melakukan aktifitas lainnya seperti mencari


pekerjaan atau bersekolah. Jika dilihat menurut jenis kelamin maka, terlihat
perbedaan yang sangat mencolok dimana penduduk laki-laki lebih banyak yang
bekerja sedangkan perempuan lebih banyak yang mengurus rumahtangga.

5.2. Angkatan Kerja


Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk yang aktif
secara ekonomi, yaitu penduduk yang sedang bekerja dan penduduk yang
sedang mencari pekerjaan. Pada tahun 2014, jumlah angkatan kerja di
Kabupaten Garut ,mencapai 1.003.916 orang dengan rincian 687.629 orang lakilaki dan 334,916 orang perempuan. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya
maka jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan sebesar 24.757 orang.
Tabel 5.2.
Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun atau Lebih Menurut Status
Ketenagakerjaan
di Kabupaten Garut Tahun 2014
Status
Ketenagakerjaan

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki +
Perempuan

(1)

(2)

(3)

(4)

Angkatan Kerja

- Bekerja

687.629

334.916

1.003.916

634.761

308.966

943.727

- Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Jumlah

52.868

25.950

78.818

180.552

528.470

709.022

868.181

863.386

1.731.567

Sumber: Sakernas Agustus 2014

Banyaknya penduduk yang berada pada kelompok angkatan kerja di suatu


wilayah dapat menggambarkan besaran Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) di wilayah yang bersangkutan. Secara umum TPAK di Kabupaten Garut di
tahun 2014 tercatat sebesar 59,05 persen dengan komposisi dimana laki-laki
jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan, yaitu masing-masing sebesar 79,20

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 32

KETENAGAKERJAAN

BAB V

persen dan 38,79 persen. Hal ini dapat dimengerti karena penduduk laki-laki
merupakan pencari nafkah utama di dalam keluarga sehingga porsi yang masuk
kedalam angkatan kerjanya pun akan lebih besar dibandingkan perempuan. Bila
dibandingkan dengan tahun 2013 maka TPAK Kabupaten Garut mengalami
kenaikan, dari 58,82 persen menjadi 59,05 persen pada tahun 2014. TPAK untuk
daerah perkotaan ternyata lebih tinggi daripada TPAK daerah pedesaan, hal ini
berarti potensi penduduk untuk beraktifitas secara ekonomi lebih tinggi di
perkotaan daripada di pedesaan.

Grafik 5.2.
TPAK Kabupaten Garut Tahun 2013-2014
78.08
79.20

39.42

LAKI-LAKI

61.98

56.81

38.79

PEREMPUAN
2013

KOTA

DESA

2014

Tabel 5.3 menggambarkan kualitas angkatan kerja di Kabupaten Garut


masih tampak sangat rendah yang ditunjukkan oleh jumlah angkatan kerja yang
berpendidikan tidak lulus SD dan lulusan SD sederajat masih sangat tinggi yakni
sebesar 628.576 jiwa atau 61,47 persen dari total angkatan kerja. Demikian juga
dengan angkatan kerja pendidikan lulusan SLTP atau sederajat juga

tampak

mengambil porsi yang cukup tinggi yakni sebesar 16,49 persen atau sebanyak
168,613 jiwa. Angkatan kerja yang berpendidikan relatif tinggi yakni lulusan
SLTA sederajat hanya mengambil porsi sebesar 17,72 persen atau sebanyak
181.222 jiwa. Sedangkan angkatan kerja yang berpendidikan lulusan perguruan
tinggi tampak hanya sebanyak 44.134 jiwa atau dengan persentase 4,32 persen
dari total angkatan kerja di Kabupaten Garut.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 33

KETENAGAKERJAAN

BAB V

Untuk tingkat pengangguran, tampak didominasi oleh jenjang pendidikan


lulusan SLTA sederajat yakni sebesar 38.546 orang dari sejumlah 78.818
penganggur atau sekitar 48,91 persen. Jenjang pendidikan dengan tingkat
pengangguran yang juga cukup tinggi tampak pada lulusan SLTP sederajat
dengan tingkat pengangguran sebesar 20.52 persen atau 20.979 jiwa yang
masih menganggur. Jika di persentasekan menurut angkatan kerja di masingmasing tingkat pendidikan maka terlihat bahwa pendidikan SLTA/MA sederajat
memiliki persentase pengangguran yang cukup tinggi dibandingkat tingkat
pendidikan lainnya yaitu sebesar 21,27 persen lalu disusul oleh tingkat
pendidikan SLTP sederajat (12,44%) dan yang paling rendah adalah tingkat
pendidikan perguruan tinggi, hanya sebesar 2,68 persen. Hal ini menandakan
bahwa banyak lulusan dari SLTA/sederajat belum sepenuhnya masuk dalam
dunia kerja. Penyebabnya bisa bermacam-macam, diantaranya adalah tidak
cocoknya antara pekerjaan yang ditawarkan dengan pendidikan atau bisa juga
lapangan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya sangat sedikit atau tidak
ada di Kabupaten Garut.
Tabel 5.3.
Komposisi Angkatan Kerja dan Pengangguran di Kabupaten Garut
Tahun 2014
Pengangguran

Jenjang Pendidikan

Angkatan
Kerja (AK)

Jumlah

% terhadap
AK

(1)

(2)

(3)

(4)

1. Tidak/belum pernah sekolah/tidak-belum


tamat SD
2. Lulusan SD / MI sederajat
3. SLTP / MTs sederajat
4. SLTA / MA sederajat
5. Diploma I/II/III/Akademi/Universitas
Jumlah

179.290

5.331

2,97

449.286
168.613
181.222
44.134

12.777
20.979
38.546
1.185

2,84
12,44
21,27
2,68

1.022.545

78.818

7,71

Sumber: Sakernas Agustus 2014

5.3. Kesempatan Kerja


Pengertian

kesempatan

kerja

yang

sebenarnya

adalah

besarnya

permintaan tenaga kerja. Akan tetapi karena sulitnya data yang diperlukan, maka

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 34

KETENAGAKERJAAN

BAB V

pada tulisan ini kesempatan kerja mempunyai arti jumlah penduduk yang bekerja
pada waktu tertentu atau banyaknya angkatan kerja yang bekerja. Tabel 5.4.
menggambarkan jumlah dan persentase kesempatan kerja tahun 2013 2014
yang ada di Kabupaten Garut. Tampak pada periode 2013 2014 kesempatan
kerja di Kabupaten Garut mengalami kenaikan dari 91,86 persen di tahun 2013
menjadi 92,29 persen di tahun 2014.
Tabel 5.4.
Jumlah Usia Kerja dan Persentase Kesempatan Kerja
Di Kabupaten Garut Tahun 2013 2014
Jumlah

Jumlah Yang

Angkatan Kerja

Bekerja

(1)

(2)

(3)

2013

1.003.916

922.194

91,86

2014

1.022.545

943.727

92,29

Tahun

Tingkat Kesempatan
Kerja
(4)

Sumber: Sakernas 2013-2014

5.4. Tingkat Pengangguran Terbuka


Tingkat pengangguran terbuka adalah perbandingan antara banyaknya
orang yang mencari pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, baik yang sudah
pernah bekerja maupun belum pernah bekerja terhadap angkatan kerja.
Pada gambar dibawah, nilai TPT kabupaten Garut berflungtuasi. Pada
tahun 2011 terlihat nilai TPT Kabupaten Garut sebesar 9,87 persen, lalu
selanjutnya turun menjadi 6,22 persen di tahun 2012. Namun naik kembali di
tahun 2013 menjadi 8,14 dan akhirnya turun kembali pada tahun 2014 menjadi
2014. Angka tingkat pengangguran terbuka tersebut adalah angka yang dihitung
dengan dasar penduduk usia kerja yang berumur 15 tahun ke atas, bukan angka
TPT yang biasa digunakan, dimana penduduk usia kerja adalah penduduk yang
berumur 10 tahun ke atas.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 35

KETENAGAKERJAAN

BAB V

Grafik 5.3
Perkembangan TPT kabupaten Garut Tahun 2011 - 2014

5.5. Pekerja Menurut Lapangan Usaha


Proporsi penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan

biasa

dipakai sebagai salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian
dalam menyerap tenaga kerja. Indikator tersebut juga biasa digunakan sebagai
salah satu ukuran untuk menunjukan struktur perekonomian suatu wilayah.
Untuk mengamati perkembangan penyerapan tenaga kerja menurut sektor
atau komposisi tenaga kerja menurut sektor ekonomi, dapat disimak Tabel 5.5.
yang menggambarkan perkembangan tahun 2014. Dari tabel tersebut tampak,
sampai dengan tahun 2014 sektor pertanian masih merupakan sektor dengan
serapan tenaga kerja paling dominan, yakni sebesar 33,36 persen dari total
tenaga kerja di Kabupaten Garut. Kondisi tersebut merupakan indikasi bahwa 33
persen rumahtangga di Kabupaten Garut masih menggantungkan hidupnya di
sektor ini. Dengan demikian, kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Garut, khususnya bidang ekonomi,
seharusnya diarahkan pada program-program yang dapat meningkatkan kinerja
sektor pertanian secara makro.
Disisi lain, penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan, hotel,
restoran yang juga merupakan sektor cukup dominan di Kabupaten Garut
mengambil porsi sebesar 25,20 persen. Sedangkan sektor jasa-jasa dan Industri

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 36

KETENAGAKERJAAN

BAB V

pengolahan mengambil porsi masing-masing sebesar 16,92 dan 9,53 persen di


tahun 2014.
Tabel 5.5.
Proporsi Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha
di Kabupaten Garut Tahun 2014
2013

Lapangan Usaha
(1)

1.
2.
3.
4.
5.

(2)

Pertanian
Industri
Perdagangan, Hotel & Restoran
Jasa-jasa
Lainnya

33,35
9,53
25,20
16,92
14,61

Jumlah

100,00

Sumber : Sakernas Agustus 2014

5.6. Pekerja Menurut Status Pekerjaan


Komposisi penduduk yang bekerja juga dapat digambarkan menurut status
pekerjaan, sehingga dapat digunakan sebagai indikator tidak langsung untuk
mengetahui produktifitas kerja.

Komposisi tenaga kerja menurut status

pekerjaan juga dapat dijadikan indikator komponen-komponen utama nilai


tambah bruto yang dominan menjadi sumber pendapatan masyarakat. Semakin
tinggi porsi tenaga kerja yang berstatus berusaha maka secara makro akan
semakin tinggi porsi dari komponen surplus usaha pada PDRB yang menjadi
sumber

pendapatan

masyarakat.

Sebaliknya,

dengan

makin

tingginya

persentase tenaga kerja yang berstatus buruh/karyawan/pegawai maka akan


semakin tinggi porsi komponen upah/gaji pada NTB yang menjadi sumber
pendapatan masyarakat.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di tahun 2014 ini distribusi
persentase pekerja menurut status pekerjaan yang mengalami penurunan terjadi
pada pekerja yang berstatus buruh/karyawan/pekerja bebas, yakni dari semula
sebesar 49,18 persen pad tahun 2010 menjadi 43,11 persen pada tahun 2014.
Sedangkan

kenaikan

persentase

terjadi

pada

berusaha

dibantu

buruh

tetap/dibayar dari 1,74 persen di tahun 2013 persen menjadi 3,66 persen di

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 37

KETENAGAKERJAAN

BAB V

tahun 2014. Perkembangan komposisi pekerja menurut status pekerjaan kurun


waktu 2010 - 2014 di Kabupaten Garut secara lengkap disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6.
Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
di Kabupaten Garut Tahun 2009 - 2014
Tahun

Pekerjaan

2010

2011

2012

2013

2014

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

28,07
9,29

23,97
12,89

22,08
16,08

22,81
19,99

22,66
19,27

5,83

5,79

1,48

1,74

3,66

49,18

45,93

48,00

43,18

43,11

7,63

11,43

12,37

12,27

11,30

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

(1)

1. Berusaha Sendiri
2. Berusaha dibantu
buruh tidak tetap
3. Berusaha dibantu
buruh tetap/dibayar
4. Buruh / Karyawan/
Pekerja Bebas
5. Pekerja tak dibayar
Jumlah

Sumber : Sakernas Agustus 2014

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 38

PERUMAHAN

BAB VI

BAB VI
PERUMAHAN

Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan hidup yang harus dipenuhi dalam


mempertahankan

kelangsungan

hidupnya.

Berdasarkan

tingkat

intensitas

kebutuhannya, manusia memiliki tiga kebutuhan primer yaitu sandang,


pangan dan papan. Papan dimaksudkan sebagai rumah tempat tinggal yang
dapat menjadi tempat berlindung bagi manusia dari cuaca dan alam sekitarnya.
Dewasa ini rumah tidak hanya merupakan sarana pengaman bagi manusia akan
tetapi juga harus memenuhi kebutuhan manusia dari sisi sosial, budaya dan
ekonomi. Rumah merupakan
tinggal

yang

layak

bangunan

yang

berfungsi

sebagai

tempat

huni, sarana pembinaan keluarga, cermin harkat dan

martabat penghuninya serta aset bagi pemiliknya.


Dengan demikian kebutuhan dasar akan rumah tempat tinggal dengan
lingkungan sekitar yang baik dan sehat haruslah terpenuhi. Undang-undang
No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman sebagai pengganti dari
Undang- undang No. 4 Tahun 1992 mencantumkan bahwa salah satu tujuan
diselenggarakannya

perumahan

dan

kawasan

pemukiman

adalah

untuk

menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu dan berkelanjutan. Oleh
karena itu, penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman menjadi
tugas bagi negara, dimana penyelenggaraan pembinaannya dilaksanakan oleh
pemerintah baik pusat maupun daerah.
Sebagai salah satu kebutuhan dasar, rumah dan kelengkapannya menjadi
salah satu indikator penentu kesejahteraan rakyat dan harus memenuhi
standard minimal baik dari segi kesehatan maupun kualitas teknis. Salah
satu
rumah

indikator perumahan
tangga

yang

dapat

mencerminkan

kesejahteraan

adalah kualitas material seperti jenis atap, dinding dan lantai

terluas. Indikator lain yang meliputi fasilitas rumah secara umum adalah luas
lantai hunian, sumber air minum, fasilitas tempat buang air besar, dan sumber
penerangan. Kualitas rumah yang baik dan tersedianya fasilitas yang memadai
dan sesuai standar kesehatan akan memberikan kenyamanan bagi penghuninya.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 39

PERUMAHAN

BAB VI

6.1. Kualitas Rumah Tinggal


Rumah tinggal yang dapat dikategorikan ke dalam rumah yang layak huni
harus memenuhi beberapa kriteria seperti dinding terluas yang terbuat
dari tembok atau kayu, dengan beratapkan beton, genteng, sirap, seng maupun
asbes dan memiliki lantai terluas bukan tanah. Tabel 6.1 menunjukkan
persentase penduduk menurut beberapa indikator kualitas perumahan.
Kriteria rumah sehat lainnya adalah apabila rumah tersebut memiliki luas
lantai yang memenuhi kebutuhan ruang setiap anggota rumah tangga. Besarnya
kebutuhan ruang per orang ini dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di
dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan,
kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya.
Tabel 6.1.
Persentase Rumah Tangga Menurut
Beberapa Indikator Kualitas Perumahan
di Kabupaten Garut Tahun 2014
Indikator
(1)
Lantai terluas bukan tanah

2014
(2)
97,30

Atap beton dan genteng

98,42

Dinding terluas tembok dan kayu

63,38

Luas lantai perkapita > 7,2 m

77,19

Sumber : Susenas Kabupaten Garut Tahun 2014

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, World Health Organization), rumah


tinggal yang sehat seharusnya memiliki luas lantai per orang minimal 10 m2.
Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan, rumah dikatakan memenuhi salah
satu persyaratan sehat jika penguasaan luas lantai per orangnya minimal 8 m2.
BPS sendiri menggunakan batasan 7,2 m2 sesuai kriteria yang digunakan dalam
MDGs. Di Kabupaten Garut lebih dari 75 persen rumah tangga pada tahun
2014 telah memiliki luas lantai lebih dari 7,2 m2.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 40

PERUMAHAN

BAB VI

6.2. Fasilitas Rumah Tinggal


Selain kualitasnya, kenyamanan rumah tinggal juga ditentukan oleh
kelengkapan fasilitasnya yang sesuai dengan standar kesehatan. Yang termasuk
dalam

fasilitas tersebut adalah tersedianya air minum

dan sanitasi yang

layak, serta adanya penerangan yang baik. Air bersih merupakan kebutuhan
yang sangat penting bagi rumah tangga. Ketersediaan dalam jumlah yang
cukup terutama untuk
tujuan

dari

keperluan

minum

dan

memasak

merupakan

program penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan

pemerintah. Sedemikian pentingnya ketersediaan fasilitas ini hingga menjadi


salah satu target yang harus dipenuhi dalam tujuan pembangunan milenium
(Millenium Development Goals - MDGs). Target tersebut adalah menurunkan
hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak
dan sanitasi layak pada 2015.
Berdasarkan kriteria yang digunakan dalam MDGs tersebut, rumah tangga
yang memiliki sumber air minum layak adalah rumah tangga yang air
minumnya bersumber dari ledeng, air hujan atau dari pompa, sumur terlindung
dan mata air terlindung yang jarak dari tempat pembuangan limbah (tangki
septik) terdekat lebih dari 10 m. Dalam hal ini, menggunakan air kemasan
maupun isi ulang untuk minum tidak termasuk memiliki sumber air minum yang
layak.
Pada

Tabel

6.2

tampak

bahwa

persentase

rumah

tangga

yang

menggunakan air minum layak pada tahun 2014 mencapai 44,21 persen. Bila
dilihat lagi dengan lebih mendetil terhadap sumber air minum yang digunakan
maka terlihat bahwa di Kabupaten Garut 31,23 persen rumah tangganya
menggunakan air dari sumur terlindung dan 26,36 persen menggunakan mata
air terlindung. Baik sumur terlindung maupun mata air terlindung apabila jarak
keduanya dari tempat penampungan kotoran terdekat lebih dari 10 m, maka
kedua sumber air minum ini cukup sehat untuk digunakan.
Sistem pembuangan kotoran manusia sangat erat kaitannya dengan
kondisi lingkungan dan resiko penularan penyakit, khususnya penyakit saluran
pencernaan seperti thypus, kolera, bermacam-macam cacing dan sebagainya.
Penyediaan sarana

jamban

adalah bagian dari usaha

sanitasi

untuk

mencegah atau sekurangnya mengurangi kontaminasi terhadap lingkungan.

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 41

PERUMAHAN

BAB VI

Tabel 6.2.
Persentase Rumah Tangga Menurut
Beberapa Fasilitas Perumahan di Kabupaten Garut Tahun 2014
Fasilitas Perumahan
Air minum layak

1)

(1)

Sumur terlindung dan mata air


terlindung
Sanitasi layak

2)

2014
(2)
44,21
57,59
35,79

Fasilitas tempat buang air besar :


Sendiri

56,57

Bersama

19,25

Umum

16,27

Tidak ada
Sumber penerangan listrik

7,91
99,46

Sumber : Susenas Kabupaten Garut Tahun 2014


Catatan : 1) Air yang bersumber dari ledeng dan air hujan serta da ri
pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung yang jaraknya ke
tempat pembuangan limbah terdekat >10 m
2) Fasilitas tempat BAB sendiri atau bersama, jenis kloset leher
angsa dan tangki septik sebagai tempat pembuangan akhir kotoran

Rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak adalah rumah
tangga yang memiliki fasilitas buang air besar sendiri atau bersama dengan
jenis kloset leher angsa dan tangki septik sebagai tempat pembuangan akhir
kotoran. Di Kabupaten Garut, persentase rumah tangga yang memiliki sanitasi
layak pada tahun 2014 hanya sebesar 35,79 persen.
Fasilitas perumahan lainnya yang juga penting adalah penerangan. Sumber
penerangan yang ideal adalah yang berasal dari listrik (PLN dan Non PLN),
karena cahaya listriknya lebih terang dibandingkan sumber penerangan lain.
Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014, 99,46 persen rumah tangga telah
menikmati fasilitas listrik yang berarti hanya sangat sedikit rumah tangga
(dibawah 1 persen) yang belum menggunakan listrik sebagai sumber
penerangan utama.
Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 42

PERUMAHAN

BAB VI

6.3. Status Kepemilikan Rumah Tinggal


Status kepemilikan rumah tinggal merupakan salah satu indikator untuk
melihat

tingkat

kesejahteraan

dan

juga

peningkatan

taraf

hidup

masyarakat. Kondisi ekonomi rumah tangga sangat berpengaruh terhadap


kepemilikan rumah tinggal. Status kepemilikan rumah tinggal yang dicakup disini
adalah rumah milik sendiri, kontrak, sewa, bebas sewa, rumah dinas, rumah
milik orang tua/saudara atau status kepemilikan lainnya. Rumah tangga
yang menempati rumah milik sendiri dapat dikatakan telah mampu memenuhi
kebutuhan akan tempat tinggal yang terjamin dan permanen dalam jangka
panjang.

Tabel 6.3.
Persentase Rumah Tangga Menurut Indikator
Kepemilikan Rumah Tinggal di Kabupaten Garut, Tahun 2014
Indikator
(1)
Milik sendiri

2014
(2)
90,64

Kontrak

0,86

Sewa

0,19

Bebas sewa / dinas

8,31

Lainnya

0,00

Sumber : Susenas Kabupaten Garut Tahun 2014

Indikator Sosial Kabupaten Garut Tahun 2015 | 43

Anda mungkin juga menyukai