(symptom) adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien. Suatu sindrom
adalah kelompok tanda dan/atau gejala yang terjadi bersama-sama sebagai suatu kondisi yang
dapat dikenali yang mungkin kurang spesifik dibandingkan gangguan atau penyakit yang
jelas. Dalam kenyataannya, sebagian besar kondisi psikiatrik adalah sindrom.
Kemampuan mengenali tanda dan gejala spesifik memungkinkan dokter dapat
mengerti dalam berkomunikasi dengan dokter lain, membuat diagnosis secara akurat,
menangani pengobatan dengan berhasil, memperkirakan prognosis dengan dapat dipercaya,
dan menggali masalah psikopatologi, penyebab dan psikodinamika secara menyeluruh.
Secara garis besar tanda dan gejala psikiatrik mempunyai akar dalam perilaku normal
dan mewakili berbagai titik dalam spektrum perilaku dari normal sampai patologis.
Tanda dan gejala psikiatri tersebut adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
II.1. KESADARAN
Gangguan Kesadaran:
Disorientasi: gangguan orientasi waktu, tempat atau orang.
Kesadaran yang berkabut: kejernihan ingatan yang tidak lengkap dengan gangguan
persepsi dan sikap.
Stupor: hilangnya reaksi dan ketidaksadaran terhadap lingkungan sekeliling.
Delirium: kebingungan, gelisah, konfusi, reaksi disorientasi yang disertai dengan rasa takut
dan halusinasi.
Koma: derajat ketidaksadaran yang berat.
Koma vigil: koma di mana pasien tampak tertidur tetapi segera dapat dibangunkan (juga
dikenal sebagai mutisme akinetik).
Keadaan temaram (twilight state): seringkali digunakan secara sinonim dengan kejang
parsial kompleks atau epilepsi psikomotor.
Somnolensi: mengantuk abnormal yang paling sering ditemukan pada proses organik.
II.2. PERHATIAN
Perhatian adalah jumlah usaha yang dilakukan untuk memusatkan pada bagian
tertentu dari pengalaman; kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktivitas,
kemampuan untuk berkonsentrasi.
Gangguan Perhatian:
1. Distraktibilitas: ketidakmampuan untuk memusatkan atensi; penarikan atensi kepada
stimulasi eksternal yang tidak penting atau tidak relevan.
2. Inatensi selektif: hambatan hanya pada hal-hal yang menimbulkan kecemasan.
3. Hipervigilensi: pemusatan perhatian yang berlebihan pada semua stimulasi internal dan
eksternal, biasanya merupakan akibat sekunder dari keadaan delusional atau paranoid.
4. Trance: perhatian yang terpusat dan kesadaran yang berubah, biasanya terlihat pada
hipnosis, gangguan disosiatif, dan pengalaman religius yang luar biasa.
Gangguan Sugestibilitas:
Gangguan sugestibilitas adalah kepatuhan dan respon yang tidak kritis terhadap gagasan atau
pengaruh dari luar diri pasien.
1. Folie a deux (atau folie a trois): penyakit emosional yang berhubungan antara dua (atau
tiga) orang.
2. Hipnosis: modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang ditandai dengan
peningkatan sugestibilitas.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mood:
Mood adalah suatu emosi yang meresap yang dipertahankan, yang dialami secara subjektif
dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain. Contohnya adalah depresi, elasi,
kemarahan.
1. Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan
2. Mood eutimik: mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya mood yang tertekan
atau melambung.
3. Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan seseorang tanpa pembatasan,
seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap kepentingan atau makna seseorang.
4. Mood yang iritabel (irritable mood): ekspresi perasaan akibat mudah diganggu atau dibuat
marah.
5. Pergeseran mood (labile mood): osilasi antara euforia dan depresi atau dibuat marah.
6. Mood yang meninggi (elevated mood): suasana keyakinan dan kesenangan; suatu mood
yang lebih ceria dari biasanya.
7. Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
8. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy): perasaan kegairahan yang kuat.
9. Depresi: perasaan kesedihan yang psikopatologis.
10. Anhedonia: hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua aktivitas rutin dan
menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi.
11. Duka cita (berkabung): kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata.
12. Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau menyadari emosi
atau mood seseorang.
1.
2.
3.
b.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
a.
b.
c.
Stupor katatonik: penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali sampai titik imobilitas
dan tampaknya tidak menyadari sekeliling.
d. Rigiditas katatonik: penerimaan postur yang kaku yang disadari, menentang usaha untuk
digerakkan.
e. Posturing katatonik: penerimaan postur yang tidak sesuai atau kaku yang disadari, biasanya
dipertahankan dalam waktu yang lama.
f. Cerea flexibilitas (fleksibilitas lilin): seseorang dapat diatur dalam suatu posisi yang
kemudian dipertahankannya; jika pemeriksa menggerakkan anggota tubuh pasien, anggota
tubuh terasa seakan-akan terbuat dari lilin.
3. Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk menggerakkan atau
terhadap semua instruksi.
4. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang dicetuskan oleh
berbagai keadaan emosional.
5. Stereotipik: pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang.
6. Mannerisme: pergerakan tidak disadari, dan bersifat habitual.
7. Otomatisme: tindakan atau tindakan-tindakan yang otomatis yang biasanya mewakili suatu
aktivitas simbolik yang tidak disadari.
8. Otomatisme perintah: otomatisme mengikuti sugesti (juga disebut kepatuhan otomatik).
9. Mutisme: tidak bersuara tanpa kelainan struktural.
10. Overaktivitas:
a. Agitasi psikomotor: overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya tidak
produktif dan sebagai akibat respons atas ketegangan dari dalam (inner tension).
b. Hiperaktivitas/hiperkinesis: kegelisahan dan aktivitas destruktif, seringkali disertai dengan
dasar patologi pada otak.
c. Tik: pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
d. Tidur berjalan (somnambulisme): aktivitas motorik saat tertidur.
e. Akathisia: perasaan subjektif terhadap ketegangan motorik sebagai akibat sekunder dari
medikasi antipsikotik atau medikasi lain yang dapat menyebabkan kegelisahan; duduk dan
berdiri berulang secara berganti-ganti dan berulang; dapat disalahartikan sebagai agitasi
psikotik.
f. Kompulsi: impuls tidak terkontrol untuk melakukan tindakan berulang.
i. Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.
ii. Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.
iii. Nimfomania: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang wanita.
iv. Satiriasis: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang laki-Iaki.
v. Trikotilomania: kompulsi untuk mencabut rambut.
vi. Ritual: aktivitas kompulsif otomatis dalam sifat, menurunkan kecemasan yang orisinil.
g. Ataksia: kegagalan koordinasi otot, iregularitas gerakan otot.
h. Polifagia: makan berlebihan yang patologis.
11. Hipoaktifitas/hipokinesis: penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti pada retardasi
psikomotor; perlambatan pikiran, bicara dan pergerakan yang dapat terlihat.
12. Mimikri: aktivitas motorik tiruan dan sederhana pada anak-anak.
13. Agresi: tindakan yang kuat dan diarahkan tujuan yang mungkin verbal atau fisik; bagian
motorik dari afek kekerasan, kemarahan atau permusuhan.
14. Memerankan (acting out): ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls yang tidak
disadari dalam bentuk gerakan; fantasi yang tidak disadari dihidupkan secara impulsif dalam
perilaku.
15. Abulia: penurunan impuls untuk bertindak dan berpikir, disertai dengan ketidakacuhan
tentang akibat tindakan; disertai dengan defisit neurologis.
16. Vagaboundage : jalan-jalan seperti berkelana tanpa tujuan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
3. Sirkumstansialitas: bicara yang tidak langsung yang lambat dalam mencapai tujuan tetapi
pada akhirnya mulai lagi dari titik awal untuk mencapai tujuan yang diharapkan; ditandai
dengan pemasukan detail-detail yang tidak bermakna.
Contoh : apa pekerjaan nona? dijawab tahun 2000 kita kan baru lulus SMU kong
ta pe tanta pangge ka Manado,waktu itu musim rok mini di toko-toko kong dia tawarkan
jadi SPG di Matahari,ada stou 2 taun kita disitu.Disana no atik baku dapa deng doI kong
paitua pangge pi jo pa de pe Om pe caffe.Taon 2003,2004
2007 Juli kita schwangger des brenti no...(penanya sudah tertidur)
5. lnkoherensi: pikiran yang, biasanya, tidak dapat dimengerti; berjalan bersama pikiran atau
atau kata-kata dengan hubungan yang tidak logis atau tanpa tata bahasa, yang menyebabkan
disorganisasi; terputusnya asosiasi antar ide-ide yang ekstrim sehingga tidak dapat dimengerti
sama sekali.
Contoh : ada tiga durian kemarin mandi sudah ke pasar saya Agnes Monica
tidak lupa menggosok sepatu Hypermart low price low hipssssst.
6. Perseverasi: respon terhadap stimulus sebelumnya yang menetap setelah stimulus baru
diberikan, sering disertai dengan gangguan kognitif.
7. Verbigerasi: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak mempunyai arti.
8. Ekolalia: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa seseorang oleh seseorang lain secara
psikopatologis; cenderung berulang dan menetap, dapat diucapkan dengan mengejek atau
intonasi yang terputus-putus.
9. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep.
10. Jawaban yang tidak relevan: jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaan yang
ditanyakan (pasien tampaknya mengabaikan pertanyaan).
Contoh : Ada dimana sayang? jawaban diujung Hp yang lain Ooooh iiiyo kakanda
segera kesana!
11. Pengenduran asosiasi: aliran pikiran di mana gagasan-gagasan bergeser dari satu subjek ke
subjek lain dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan; jika berat, bicara mungkin
membingungkan (inkoheren).
12. Keluar dari jalur (derailment): penyimpangan yang mendadak dalarn urutan pikiran tanpa
penghambatan; seringkali digunakan secara sama dengan pengenduran asosiasi.
13. Lompat gagasan (flight of ideas): verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan terus
menerus yang menghasilkan terus pergeseran terus menerus dari satu ide ke ide lain; ide-ide
cenderung dihubungkan, dan dalam bentuk yang kurang parah pendengar mungkin mampu
untuk mengikutinya.
Contoh : tadi ada supervisor yang masuk Cuma sebentar,ya saya akan jadi pedagang
grosir menjual pasir di pasar hati-hati kesasar di Makasar- ombak besar pernah
menyambar Sumbar..
14. Asosiasi bunyi (clang assosiation): asosiasi kata-kata yang mirip bunyinya tetapi berbeda
artinya; kata tidak mempunyai hubungan logis, dapat termasuk permainan sajak dan
permainan kata.
15. Penghambatan (blocking): terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum pikiran atau
gagasan diselesaikan; setelah suatu periode terhenti singkat; orang tampak tidak teringat pada
apa yang telah dikatakan atau apa yang akan dikatakan (juga dikenal sebagai pencabutan
pikiran).
Contoh : sering terjadi pada saat Co-Ass ujian.
16. Glossolalia: ekspresi pesan-pesan yang relevan melalui kata-kata yang tidak dipahami (juga
dikenal sebagai "berbahasa lidah"); tidak dianggap sebagai gangguan pikiran jika terjadi pada
praktek keagamaan tertentu.
Gangguan Spesifik Pada Isi Pikiran:
1. Kemiskinan isi pikiran: pikiran yang memberikan sedikit informasi karena tidak ada
pengertian, pengulangan kosong atau frasa yang tidak jelas.
2. Gagasan yang berlebihan: keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak beralasan yang
dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan suatu waham.
3. Waham: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan
eksternal tidak sejalan dengan inteligensia pasien dan latar belakang kultural, yang tidak
dapat dikoreksi dengan suatu alasan apapun.
a.
Waham yang kacau dan aneh (bizzare delusion): keyakinan palsu yang aneh, mustahil dan
sama sekali tidak masuk akal (sebagai contohnya: orang dari angkasa luar telah menanamkan
suatu elektroda pada otak pasien).
b. Waham tersistematisasi: keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh suatu tema atau
peristiwa tunggal (sebagai contohnya: pasien dimata-matai oleh agen rahasia, mafia atau
bos).
c. Waham yang sejalan dengan mood (mood congruent delusion): waham yang sesuai
dengan mood (sebagai contoh: seorang pasien depresi percaya bahwa ia bertanggungjawab
untuk penghancuran dunia).
d. Waham yang tidak sejalan dengan mood (mood incongruent delusion): waham dengan isi
yang tidak mempunyai hubungan dengan mood atau merupakan mood netral (sebagai
contohnya, pasien depresi mempunyai waham kontrol pikiran atau siar pikiran).
e.
f.
g.
h.
i.
ii.
iii.
i.
j.
i.
ii.
iii.
Waham nihilistik: perasaan palsu bahwa dirinya dan orang lain dan dunia adalah tidak ada
atau berakhir.
Waham kemiskinan: keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan terampas semua
harta miliknya.
Waham somatik: keyakinan yang palsu menyangkut fungsi tubuh pasien (sebagai
contohnya, keyakinan bahwa otak pasien adalah berakar atau mencair).
Waham paranoid: termasuk waham persekutorik dan waham referensi, kontrol dan
kebesaran (dibedakan dari ide paranoid, dimana kecurigaan adalah lebih kecil dari bagian
waham).
Waham persekutorik: keyakinan palsu bahwa pasien sedang diganggu, ditipu atau disiksa;
sering ditemukan pada seorang pasien yang senang menuntut yang mempunyai
kecenderungan patologis untuk mengambil tindakan hukum karena penganiayaan yang
dibayangkan.
Waham kebesaran: gambaran kepentingan, kekuatan atau identitas seseorang yang
berlebihan. (sebagai contoh, seorang laki-laki yang ditinggal lari istrinya mengaku memiliki
penis khusus yang hanya boleh dipakai untuk senggama dengan Zulaika Rivera.Seorang
wanita mengaku jauh lebih cantik dari Nadine Chandrawinata padahal dia labiopalatoschizis.)
Waham referensi: keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain ditujukan pada dirinya; bahwa
peritiwa, benda-benda atau orang lain, mempunyai kepentingan tertentu dan tidak biasanya,
umumnya dalam bentuk negatif, diturunkan dari idea referensi, di mana seseorang secara
salah merasa bahwa ia sedang dibicarakan oleh orang lain (sebagai contohnya, percaya
bahwa orang di televisi atau di radio berbicara padanya atau membicarakan dirinya).
Waham menyalahkan diri sendiri: keyakinan yang palsu tentang penyesalan yang dalam
dan bersalah. (sebagai contoh, seorang pemuda di Aceh karena ulahnya merasa sebagai
penyebab Tsunami.)
Waham pengendalian: perasaan palsu bahwa kemauan, pikiran atau perasaan pasien
dikendalikan oleh tenaga dari luar.
Contoh : sasasaya dokter ada yang suruh suruh masuk ke tempat hiburan sex yang tidak
bisa saya tolaaaak.
Penarikan pikiran (thought withdrawal): waham bahwa pikiran pasien dihilangkan dari
ingatanya oleh orang lain atau tenaga lain.
Penanaman pikiran (thought insertion): waham bahwa pikiran ditanam dalam pikiran
pasien oleh orang atau tenaga lain.
Siar pikiran (thought broadcasting): waham bahwa pikiran pasien dapat didengar oleh
orang lain, seperti pikiran mereka sedang disiarkan di udara.
iv. Pengendalian pikiran (thought control): waham bahwa pikiran pasien dikendalikan oleh
orang atau tenaga lain. Contoh : Seorang laki-laki mengatakan bahwa ada microchips
didalam kepalanya yang berisi program kegiatan sehari-hari.
k.
8. Obsesi: pikiran kukuh (persisten) yang patologis, sekalipun tidak dikehendaki pasien, pikiran
mana yang tidak dapat ditentang dan tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha
logika; biasanya disertai dengan kecemasan.
9. Kompulsi: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu tindakan yang jika ditahan,
menyebabkan kecemasan; perilaku berulang sebagai respon suatu obsesi atau dilakukan
menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang sebenarnya. Contoh : Seseorang merasa belum
mengunci pintu dan berulang kali mengeceknya bahkan sampai tidak tertidur sepanjang
malam.
II.6. BICARA
Gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa; komunikasi verbal.
Gangguan Bicara:
1. Tekanan bicara (pressure of speech): bicara cepat yaitu peningkatan jumlah dan kesulitan
untuk memutus pembicaraan. Dapat terjadi pada orang cerewet,lagi marah atau jatuh
cinta.
2. Kesukaan/banyak bicara (logorrhea): bicara yang banyak sekali, bisa koheren, bisa
inkoheren.
3. Kemiskinan bicara (poverty of speech): pembatasan jumlah bicara yang digunakan;
jawaban mungkin hanya satu suku kata (monosyllabic).
4. Bicara yang tidak spontan: respon verbal yang diberikan hanya jika ditanya atau
dibicarakan langsung; tidak ada bicara yang dimulai dari diri sendiri.
5. Kemiskinan isi bicara: bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi memberikan sedikit
informasi karena ketidakjelasan, kekosongan, atau frasa yang stereotipik.
6. Disprosodi: hilangnya irama bicara yang normal.
7. Disartria: kesulitan artikulasi, bukan dalam penemuan kata atau tata bahasa.
8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan: hilangnya modulasi volume bicara
normal; dapat mencerminkan berbagai keadaan patologis mulai dari psikosis sampai depresi
sampai ketulian.
9. Gagap (stuttering): pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang sering,
menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.
10. Cluttering: bicara yang aneh dan disritmik, yang mengandung semburan kata-kata yang
cepat dan menyentak. Orang mabuk alkohol.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Gangguan Afasik:
Gangguan dalam pengeluaran bahasa (neurologis)
Afasia motorik: gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan kognitif di mana
pengertian adalah tetap tetapi kemampuan untuk bicara adalah sangat terganggu; bicara
terhenti-henti, susah payah dan tidak akurat (juga dikenal sebagai afasia Broca, tidak fasih
dan ekspresif).
Afasia sensoris: kehilangan kemampuan organik untuk mengerti arti kata; bicara adalah
lancar dan spontan, tetapi membingungkan dan yang bukan-bukan (juga dikenal sebagai
afasia Wernicke, fasih dan reseptif).
Afasia nominal: kesulitan untuk menemukan nama yang tepat untuk suatu benda (juga
dikenal sebagai afasia anomia dan amnestik).
Afasia sintatikal: ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan yang tepat.
Afasia Jargon: kata-kata yang dihasilkan seluruhnya neologistik; kata-kata yang tidak
masuk akal yang diulang-ulang dengan berbagai intonasi dan nada suara.
Afasia global: kombinasi afasia yang sangat tidak fasih dan afasia fasih yang berat.
II.7. PERSEPSI
Proses pemindahan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis; proses mental di
mana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran.
Gangguan Persepsi:
1. Halusinasi: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa stimulasi eksternal yang nyata;
mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi waham sehubungan dengan pengalaman
halusinasi tersebut.
a. Halusinasi hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat akan tertidur biasanya
dianggap sebagai fenomena yang nonpatologis.
b.
Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari tidur; biasanya
dianggap tidak patologis.
c. Halusinasi dengar (auditoris): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara tetapi juga bunyibunyi lain, seperti musik; merupakan halusinasi yang paling sering pada gangguan psikiatrik.
Contoh : Dokter ada orang yang ja basuruh pakita tiap pagi keliling
kampung,kemanapun pergi selalu tu suara-suara itu iko.
d. Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk
(sebagai contohnya, orang) dan citra yang tidak berbentuk (sebagai contohnya, kilatan
cahaya); paling sering pada gangguan organik.
e. Halusinasi penciuman (olfaktoris): persepsi membau yang palsu; paling sering pada
gangguan organik.
f. Halusinasi pengecapan (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu, seperti rasa
kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kejang; paling sering pada gangguan
organik. Contoh : Makanan yang berubah rasa padahal itu makanan favoritnya.
g. Halusinasi perabaan (taktil; haptic): persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi
permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom limb); sensasi adanya gerakan
pada atau di bawah kulit (kesemutan).
h. Halusinasi somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam atau terhadap
tubuh; paling sering berasal dari bagian viseral tubuh (juga dikenal sebagai halusinasi
kenestetik).
1. Halusinasi liliput: persepsi yang palsu di mana benda-benda tampak lebih kecil ukuranya
(juga dikenal sebagai mikropsia).
J. Halusinasi yang sejalan dengan mood (mood-congruent hallucination): halusinasi di
mana isi halusinasi adalah konsisten dengan mood yang tertekan atau manik (sebagai
contohnya, pasien yang mengalami depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien
adalah orang yang jahat; seorang pasien manik mendengar suara yang mengatakan bahwa
pasien memiliki harga diri, kekuatan dan pengetahuan yang tinggi).
k. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (mood-incongruent hallucination):
halusinasi di mana isinya tidak konsisten dengan mood yang tertekan atau manik (sebagai
contohnya, pada depresi, halusinasi tidak melibatkan tema-tema tersebut seperti rasa
bersalah, penghukuman yang layak, atau ketidakmampuan; pada mania, halusinasi tidak
mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang tinggi).
1. Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang berhubungan dengan
penyalahgunaan alkohol kronis yang terjadi dalam sensorium yang jernih, berbeda dengan
delirium tremens (DTs), yaitu halusinasi yang terjadi dalam konteks sensorium yang
berkabut.
m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain, (sebagai contohnya,
suatu sensasi auditoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu sensasi visual; suatu bunyi
dialami sebagai dilihat, atau suatu penglihatan dialami sebagai didengar).
n. Trailing phenonemon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat halusinogenik
di mana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang terpisah dan tidak kontinu.
2. Ilusi: mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimulasi eksternal yang nyata.
Gangguan yang Berhubungan dengan Gangguan Kognitif dan Kondisi Medik:
Agnosia, ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasikan kepentingan kesan
sensoris.
1. Anosognosia (ketidaktahuan tentang penyakit): adanya ketidakmampuan untuk
mengenali suatu defisit neurologis yang terjadi pada pasien.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
a.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Deja pense: ilusi bahwa suatu pikiran baru dikenali sebagai pikiran yang sebelumnya telah
dirasakan atau diekspresikan.
Jamais vu: perasaan palsu tentang ketidakkenalan terhadap situasi nyata yang telah dialami
oleh seseorang.
Hipermnesia (daya ingat yang meninggi): peningkatan derajat penyimpanan dan
pengingatan.
Eidetic image: ingatan visual tentang kejelasan halusinasi.
Screen memory: ingatan yang dapat ditoleransi secara sadar menutup ingatan yang
menyakitkan.
Represi: suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh pelupaan secara tidak disadari
terhadap gagasan atau impuls yang tidak dapat diterima.
Letologika: ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau suatu kata benda
yang tepat.
Photographic memory : ingatan yang kuat sejelas dan sepasti sebuah gambar.
Tingkat Daya Ingat:
Daya ingat yang segera (immediate memory): reproduksi atau pengingatan hal-hal yang
dirasakan dalam beberapa detik sampai menit.
Daya ingat yang baru saja (recent memory): pengingatan peristiwa yang telah lewat
beberapa hari.
Daya ingat yang agak lama (recent past memory): pengingat peristiwa yang telah lewat
selama beberapa bulan.
Daya ingat yang jauh (remote memory): pengingatan peristiwa yang telah lama terjadi.
II.9. INTELIGENSIA
Kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakkan dan menyatukan secara
konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi yang baru.
Retardasi Mental:
Kurangnya inteligensia sampai derajat di mana terdapat gangguan pada kinerja sosial dan
kejuruan:
ringan (IQ 50 atau 55 - kira-kira 70)
sedang (IQ 35 atau 40 - 50 atau 55)
berat (IQ 20 atau 25 - 35 - 40)
sangat berat (IQ di bawah 20 atau 25)
Istilah yang lama ialah idiot (usia mental kurang dari 3 tahun), imbesil (usia mental kira-kira
8 tahun).
Demensia:
Pemburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa pengaburan kesadaran.
1. Diskalkulia (Akalkulia): hilangnya kemampuan untuk melakukan perhitungan; bukan
karena gangguan psikologis.
2. Disgrafia (Agrafia): Hilangnya kemampuan untuk menulis dalam gaya yang kursif;
hilangnya struktur kata.
3. Aleksia: Hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki; bukan disebabkan oleh
gangguan penglihatan.
Pseudodemensia:
Gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak disebabkan oleh suatu kondisi
organik; paling sering disebabkan oleh depresi (sindroma demensia dari depresi).
Berpikir Konkret:
Berpikir harfiah; penggunaan kiasan yang terbatas tanpa pengertian nuansa arti; pikiran satudimensi.
Berpikir Abstrak:
Kemampuan untuk mengerti nuansa arti; berpikir multidimensional dengan kemampuan
menggunakan kiasan dan hipotesis dengan tepat.
II.10. TILIKAN (INSIGHT)
Kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu situasi
(seperti sekumpulan gejala).
Tilikan Intelektual:
Kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif tentang suatu keadaan tanpa kemampuan
untuk menerapkan pengetahuan dalam cara yang berguna untuk mengatasi situasi.
Tilikan Sejati:
Kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif tentang suatu situasi, disertai dengan daya
pendorong motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.
Tilikan yang Terganggu:
Kehilangan kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif dari suatu situasi.
Suatu ringkasan tentang tingkat tilikan menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut:
1. Penyangkalan penyakit sama sekali.
2. Agak menyadari bahwa mereka sakit dan membutuhkan bantuan tetapi dalam waktu yang
bersamaan menyangkal penyakitnya.
3. Sadar bahwa mereka adalah sakit tetapi melemparkan kesalahan pada orang lain, pada
faktor eksternal, atau pada faktor organik.
4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada diri pasien.
5. Tilikan intelektual: menerima bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau kegagalan dalam
penyesuaian sosial adalah disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan tertentu
dalam diri pasien sendiri tanpa menerapkan pengetahuan untuk pengalaman di masa depan.
6. Tilikan emosional sejati: kesadaran emosional tentang motif dan perasaan di dalam diri
pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan perubahan
dasar dalam perilaku pasien.
II.11. PERTIMBANGAN (JUDGEMENT)
Kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan untuk bertindak secara tepat di
dalam situasi tersebut.
Pertimbangan Kritis:
Kemampuan untuk menilai, melihat dan memilih berbagai pilihan di dalam suatu situasi.
Pertimbangan Otomatis:
Kinerja refleks di dalam suatu tindakan.
Pertimbangan yang Terganggu:
Kehilangan kemampuan untuk mengerti suatu situasi dengan benar dan bertindak secara
tepat.