Anda di halaman 1dari 24

Majalah

Vol. VIII, No. 20/II/P3DI/Oktober/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PEMBENTUKAN SATUAN TUGAS


SAPU BERSIH PUNGLI
Trias Palupi Kurnianingrum*)

Abstrak
Buruknya pelayanan publik di Indonesia secara tidak langsung menyebabkan
maraknya praktik pungli. Urgensi pembentukan Satgas Saber Pungli diperlukan
selain untuk memberikan efek jera dan sanksi yang tegas bagi para pelaku pungli
juga sebagai langkah nyata karena lembaga pengawasan internal pada masingmasing instansi pemerintah belum menjalankan fungsi dan tugas secara optimal.
Penanganan praktik pungli memerlukan koordinasi yang baik antar-aparat penegak
hukum, namun hal tersebut tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan partisipasi
masyarakat dan juga DPR RI dalam pemberantasan praktik pungli.

Pendahuluan

Fenomena kasus pungli yang melibatkan


pejabat pemerintahan seperti bom waktu
yang terus bermunculan ke publik. Pada 11
Oktober 2016 Kepolisian Daerah Metro Jaya
bersama Markas Besar Polri menangkap
tersangka yang diduga melakukan pungli di
Kementerian Perhubungan melalui sebuah
operasi tangkap tangan. Sebagai respons
atas kondisi tersebut, Presiden Joko Widodo
kemudian menginstruksikan pembentukan
Satgas Sapu Bersih (Saber) Pungli melalui
Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan
Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Urgensi
pembentukan Satgas Saber Pungli ini
dilakukan sebagai langkah tegas dan nyata dari
pemerintah untuk memulihkan kepercayaan
publik, memberikan keadilan dan kepastian
hukum, serta merupakan tindak lanjut dari

Penegakan hukum terhadap kasus


penyalahgunaan wewenang seperti pungutan
liar (pungli) masih lemah. Meskipun masuk
dalam kategori pelanggaran, namun praktik
pungli marak terjadi pada fasilitas pelayanan
publik. Hal ini ditegaskan oleh anggota
Ombusman
Republik
Indonesia
(ORI),
Alamsyah Saragih, bahwa beberapa instansi
pelayanan publik seperti pengurusan STNK
di Sistem Administrasi Satu Atap (SAMSAT),
kantor Imigrasi, kantor Kependudukan dan
Catatan Sipil (DUKCAPIL), Badan Layanan
Perizinan Terpadu (BLPT), dan berbagai
instansi pelayanan publik lainnya dinilai
rawan dengan praktik pungli. Bahkan jumlah
maladministrasi dengan imbalan (pungli)
menurut ORI mencapai 51% dari seluruh
laporan terkait praktik pungli pada tahun 2016.

*) Peneliti Muda Hukum pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: triaspalupikurnianingrum@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

kebijakan reformasi hukum yang direncanakan


oleh Presiden Joko Widodo sebelumnya.
Pembentukan Satgas Saber Pungli dilakukan
karena pengawasan internal yang ada di
instansi pelaksana layanan publik dianggap
masih lemah dan membuka ruang untuk
terjadinya praktik pungli.
Pembentukan Satgas Saber Pungli
sebagai langkah tegas dan nyata dari Presiden
Joko Widodo dianggap sebagai gagasan yang
bagus, namun menurut pengamat kebijakan
publik, Agus Pambagio, pembentukan Satgas
Saber Pungli belum tentu akan mendapatkan
kepercayaan publik. Hal ini karena kepolisian
masih menjadi komponen pelaksana dari tim
tersebut, sedangkan kepolisian juga merupakan
salah satu lembaga yang rawan pungli dalam
pelayanan publik. Berdasarkan hal tersebut,
maka artikel ini akan mengkaji tentang upaya
pemerintah melakukan pemberantasan pungli
melalui pembentukan Satgas Saber Pungli.

lembaga pelaksanaannya secara operasional


apabila diperlukan. Operasi tertib ini dilakukan
untuk menghilangkan praktik-praktik pungutan
yang dilakukan oleh oknum aparatur pemerintah
yang tidak berdasarkan peraturan seperti pungli
dalam berbagai bentuknya, serta meningkatkan
daya dan hasil guna aparatur pemerintah.
Seiring waktu, pada tahun 2004
Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden
No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi. Terdapat 12 instruksi
kepada para pemimpin birokrasi, di antaranya
adalah instruksi untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik, baik dalam bentuk jasa
maupun perizinan melalui transparansi
dan standarisasi pelayanan yang meliputi
persyaratan, target waktu penyelesaian, dan
tarif biaya yang harus dibayar masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan
menghapuskan pungli. Tahun 2011, Presiden
kembali mengeluarkan Instruksi Presiden
No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi pada tahun
2012. Beberapa hal mulai diterapkan untuk
mendukung
kebijakan
tersebut,
seperti
diterapkannya sistem transparan di lembaga
kepolisian dan kejaksaan serta sistem whistle
blower and justice collaborator.
Sayangnya,
meskipun
telah
ada
aturan hukum yang jelas, namun penegakan
hukum atas praktik pungli masih sulit untuk
diterapkan. Bahkan untuk tahun 2014-2016,
data laporan pungli di Kantor Staf Presiden
(KSP) menunjukkan sedikitnya 21.070 laporan
dan 11,16% diantaranya belum ditindaklanjuti.
Sementara data laporan pungli ke Polri
berjumlah kurang lebih 2230 laporan yang
70% di antaranya belum ditindaklanjuti. Salah
satu kendala yang menghambat penindakan
praktik pungli karena belum ada pemberian
sanksi tegas berupa pemecatan secara langsung
tanpa melalui proses peradilan bagi pegawai
pemerintah yang terbukti tertangkap tangan
melakukan pungli di dalam UU No. 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN)
dan juga PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil (PP Disiplin PNS).
Pasal 87 UU ASN tidak menyebutkan
secara tegas dan jelas mengenai pemecatan
secara langsung tanpa melalui proses
peradilan bagi pegawai pemerintah yang
terbukti tertangkap tangan melakukan pungli.
Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN hanya
menyatakan PNS dapat diberhentikan dengan

Upaya Pemberantasan Pungli


Penegakan hukum terhadap praktik
pungli pada dasarnya telah diatur dalam
beberapa peraturan perundang-undangan,
misalnya
KUHP.
Apabila
aksi
pungli
dilakukan dengan cara kekerasan secara paksa
(premanisme) maka pelaku dapat dijerat
dengan Pasal 368 KUHP, yang mengancam
pelaku dengan pidana pemerasan dan dapat
dipidana paling lama 9 (sembilan) tahun.
Sementara apabila aksi pungli dilakukan oleh
pegawai negeri maka dapat ditindak sesuai
dengan ketentuan Pasal 423 KUHP dengan
ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun. Penindakan bagi pegawai negeri yang
terbukti melakukan pungli, selain diatur
dalam Pasal 423 KUHP, juga dapat ditindak
dengan Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun
2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan
ancaman hukuman penjara minimal 4 (empat)
tahun dan maksimal 20 (dua puluh) tahun.
Penindakan praktik pungli sebenarnya
telah dilakukan pada tahun 1977 melalui Intruksi
Presiden No. 9 Tahun 1977 tentang Operasi
Tertib dengan tugas membersihkan pungutan
liar, penertiban uang siluman, penertiban aparat
pemerintah daerah dan departemen. Untuk
memperlancar dan mengefektifkan pelaksanaan
penertiban ini maka ditugaskan Menteri Negara
Penertiban Aparatur Negara untuk mengoordinir
pelaksanaannya dan Kepala Staf Komando
Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kaskopkamtib) untuk membantu departemen/
-2-

tidak hormat karena dihukum penjara atau


kurungan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum. Ini artinya pegawai pemerintah yang
terbukti tertangkap tangan melakukan praktik
pungli baru akan dipecat setelah menerima
putusan pengadilan (diproses hukum). Selain
kendala di dalam UU ASN, PP Disiplin PNS
juga dinilai tidak dapat memberikan sanksi
pemecatan secara langsung dikarenakan
adanya tahapan mekanisme/prosedur yang
harus dilalui. Kemudian PP Disiplin PNS
juga tidak memberikan efek jera terhadap
pegawai pemerintah yang terbukti melakukan
pungli mengingat di dalam PP tersebut
pegawai pemerintah yang diberhentikan
dapat mengajukan banding administratif.
Banding adminintratif sendiri merupakan
suatu upaya yang dapat ditempuh PNS yang
tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa
pemberhentian tidak hormat. Oleh karena
itu perlu adanya aturan yang tegas terkait
pemecatan langsung bagi pegawai negeri yang
terbukti tertangkap tangan melakukan praktik
pungli supaya memberikan efek jera.

diperkuat dengan ditandatanganinya Perpres


No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu
Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli).
Latar belakang pembentukan Satgas Saber
Pungli ini selain ditujukan untuk memberikan
efek jera dan sanksi yang tegas bagi para pelaku
pungli juga sebagai langkah nyata karena
tidak optimalnya fungsi dan tugas lembaga
pengawasan internal pada masing-masing
instansi pemerintah. Satgas Saber Pungli terdiri
dari aparat penegak hukum yakni Kepolisian,
Kejaksaan
Agung,
Kementerian
Dalam
Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
ORI, Badan Intelijen Negara, dan Polisi Militer
Tentara Nasional Indonesia yang memiliki
kewenangan untuk memberantas praktik pungli
secara efektif dan efisien dengan pengoptimalan
pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana
prasarana baik di tingkat kementerian/lembaga
maupun pemerintah daerah.
Tidak dipungkiri bahwa pembentukan
Satgas Saber Pungli menuai pro dan kontra
di masyarakat. Pihak yang setuju sangat
mengapresiasi pembentukan Satgas Saber Pungli
untuk pengoptimalan pemberantasan praktik
pungli yang sudah meresahkan masyarakat.
Namun di lain pihak, pembentukan Satgas Saber
Pungli justru dinilai tidak perlu karena hanya
akan membebani anggaran negara sehingga
akan lebih baik untuk memperkuat pengawasan
internal di masing-masing instansi. Terlepas dari
pro dan kontra tersebut, meskipun merupakan
suatu gagasan yang bagus, pembentukan Satgas
Saber Pungli perlu dicermati karena Indonesia
telah memiliki lembaga pengawas seperti
Ombusman. Jangan sampai terjadi tumpang
tindih kewenangan. Seperti yang diketahui,
Ombusman merupakan suatu lembaga yang
memiliki
kewenangan
untuk
mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana
tertuang dalam Pasal 6 UU No. 37 Tahun 2008
tentang Ombusman Republik Indonesia. Untuk
itu disarankan perlu dilakukan koordinasi
terpadu supaya tidak terjadi tumpang tindih
kewenangan dalam melakukan pengawasan
terhadap lembaga pelayanan publik.
Selain pembentukan Satgas Saber
Pungli, upaya optimalisasi pemberantasan
praktik pungli di instansi pemerintah
dilakukan berdasarkan Surat Edaran Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (SE Menpan RB) No. 5 Tahun 2016
tentang Pemberantasan Praktek Pungutan Liar
dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Instansi

Pembentukan Satgas Saber Pungli


Sebagai langkah awal dari paket kebijakan
reformasi hukum, Presiden Jokowi telah
menginstruksikan 3 (tiga) hal penting. Pertama,
penataan regulasi untuk menghasilkan regulasi
hukum yang berkualitas. Hal ini bukannya tanpa
sebab, mengingat konstitusi negara kita telah
menyatakan bahwa Indonesia adalah negara
hukum. Aturan yang dibuat seharusnya dapat
melindungi, mempermudah, dan memberi
keadilan bagi rakyat serta tidak tumpang
tindih dengan peraturan lainnya. Kedua,
mengoptimalkan pengawasan dan penegakan
hukum. Pengawasan dan penegakan hukum
yang dimaksud termasuk juga mengoptimalkan
pemberantasan praktik pungli di berbagai
lembaga negara. Reformasi hukum diperlukan
untuk turut meningkatkan daya saing Indonesia,
salah satunya adalah pembenahan internal
lembaga penegak hukum. Ketiga, perlunya
kesadaran dan kepatuhan hukum di kalangan
masyarakat. Untuk itu aspek pembudayaan
hukum harus menjadi prioritas tersendiri dalam
reformasi hukum.
Upaya pemerintah untuk mengoptimalkan
pemberantasan praktik pungli kemudian
-3-

Pemerintah. Ada beberapa poin penting yang


terdapat di dalam SE Menpan RB tersebut.
Pertama, penindakan tegas bagi aparatur
sipil negara yang terlibat sebagai pelaku
pungli. Penindakan tegas ini dapat berupa
pemecatan secara langsung tanpa melalui
proses peradilan bagi pegawai pemerintah
yang secara jelas terbukti tertangkap tangan
melakukan praktik pungli yang sebelumnya
tidak diatur di dalam UU ASN dan PP Disiplin
PNS. Kedua, meningkatkan sistem pengawasan
internal untuk mencegah terjadinya pungli.
Dalam kaitan ini perlu adanya pembenahan
serta peningkatan fungsi pengawasan internal
pada masing-masing instansi, mengingat
pengawasan internal pada instansi pemerintah
mempunyai peran sentral dan strategis dalam
upaya percepatan pemberantasan korupsi.
Sehubungan dengan tugas dan fungsinya,
pengawas internal seharusnya bertindak
sebagai pemantau, pengawas, sekaligus
mengevaluasi kinerja instansi pemerintah.
Lemahnya fungsi pengawasan internal pada
masing-masing instansi dapat menjadi ruang
terjadinya praktik pungli secara mudah. Ketiga,
membuka akses yang murah dan mudah bagi
masyarakat untuk menyampaikan keluhan
dan pengaduan serta melakukan respons cepat
terhadap pengaduan tersebut. Kebijakan ini
tidak akan berjalan tanpa adanya partisipasi
masyarakat yang dapat dilakukan melalui
website, saluran hotline, dan sebagainya.
Oleh karenanya kesadaran masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pemberantasan pungli
menjadi unsur yang sangat penting.
Kebijakan memberikan ruang bagi
masyarakat
untuk
berpartisipasi
dalam
menyampaikan keluhan dan pengaduannya
merupakan langkah yang tepat. Namun, penting
untuk diperhatikan perlunya mekanisme
jaminan pelindungan bagi masyarakat (pelapor)
yang melaporkan praktik pungli, sesuai dengan
ketentuan Pasal 28 UU No. 31 Tahun 2014
tentang Pelindungan Saksi dan Korban. Hal
ini mengingat laporan menjadi salah satu
cara dalam pengungkapan suatu pelanggaran
hukum. Untuk itu perlu dukungan bagi pelapor
yang ingin mengungkapkan praktik pungli tanpa
ada rasa takut.

Dalam rangka mengembalikan kepercayaan


publik, memberikan keadilan dan kepastian
hukum maka pemberantasan praktik pungli
harus disertai penegakan hukum dan sanksi
yang tegas, mengingat praktik pungli telah
merusak sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Perlu adanya
koordinasi terpadu banyak pihak, tidak
hanya ditujukan bagi aparat penegak hukum,
partisipasi masyarakat namun juga DPR RI.
Sebagai lembaga representasi rakyat, DPR RI
perlu memberikan dukungan penuh dan lebih
mengoptimalkan fungsi pengawasan terhadap
kebijakan pemberantasan praktik pungli.

Referensi
Hukuman Pungli Terhambat Aturan, Media
Indonesia, 15 Oktober 2016.
Masyarakat
Diminta
Melapor:
Pelaku
Punggutan Liar Akan Langsung Dipecat,
Kompas, 19 Oktober 2016.
Muchlisin, Punggutan Liar, http://www.
kajianpustaka.com/2016/10/pungutan-liarpungli.html, diakses Senin 24 Oktober 2016.
Polisi Terlibat Pungli Harus Dipidana, Media
Indonesia, 16 Oktober 2016.
Reformasi
Hukum
Jokowi
Komitmen
Berantas Pungli, http://katadata.co.id/
berita/2016/10/11/reformasi-hukumjokowi-komitmen-berantas-pungli, diakses
23 Oktober 2016.
Reformasi Hukum Tertinggal, Kompas, 19
Oktober 2016.
Satgas Saber Sasar Pungli dan Preman,
Media Indonesia, 14 Oktober 2016.
Indonesia, UU No. No. 31 Tahun 2014 tentang
Pelindungan Saksi dan Korban.
--------------, UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi.
--------------, UU No. 37 Tahun 2008 tentang
Ombusman Republik Indonesia.
--------------, UU No. 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara.
--------------, UU No. 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Indonesia, Peraturan Presiden No. 87 Tahun
2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungutan Liar.
Indonesia,
Surat
Edaran
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
No. 5 Tahun 2016 tentang Pemberantasan
Praktek Pungutan Liar (Pungli) dalam
Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Instansi
Pemerintah.

Penutup
Terlepas dari adanya pro dan kontra,
kebijakan Presiden Jokowi untuk menindak
tegas praktik pungli melalui pembentukan
Satgas Saber Pungli patut untuk diapresiasi.
-4-

Majalah

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 20/II/P3DI/Oktober/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

INDIAN OCEAN RIM ASSOCIATION CONCORD


DAN KEPENTINGAN INDONESIA
Lisbet*)

Abstrak
Indian Ocean Rim Association (IORA) Concord dibentuk atas inisiatif Indonesia dengan
tujuan memberikan kontribusi yang nyata dalam menjaga stabilitas keamanan dan
mewujudkan kesejahteraan bagi negara-negara di kawasan Samudera Hindia. Bagi
Indonesia, IORA Concord menjadi hal yang penting dalam rangka mewujudkan visi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim
dunia karena Indonesia masih mengalami kendala dalam mewujudkannya. IORA
Concord ini juga bermanfaat bagi Indonesia untuk semakin memperkuat upayanya
dalam mengembangkan kerja sama di bidang maritim terutama di kawasan Samudera
Hindia.

Pendahuluan
Sejak tahun 2015, Indonesia telah
menjabat sebagai ketua IORA untuk periode
tahun 2015-2017. Selama menjabat, terdapat
berbagai kontribusi yang telah diberikan
oleh
Indonesia,
seperti
memberikan
rekomendasi agar seluruh negara anggota
IORA mau berkomitmen untuk menjalin
kerja sama ekonomi dan maritim yang
lebih baik lagi, terutama dalam program
pembangunan berkelanjutan di IORA
(IORA Sustainable Development Program);
berupaya untuk meningkatkan peopleto-people contact di kawasan Samudera
Hindia melalui keterkaitan budaya di
antara keberagaman anggota IORA; dan
memprakarsai IORA Concord.
IORA Concord diperlukan karena
kerja sama-kerja sama yang terdapat

di IORA masih berjalan lambat dalam


hal implementasi. Hal ini dikarenakan
pemegang keputusan tertinggi yang terdapat
di IORA berada pada tingkat menteri dan
bukan kepala negara. Selain itu, IORA
pun masih lemah dalam hal regionalisme,
meskipun IORA telah terbentuk selama
hampir 20 tahun. Kawasan Samudera
Hindia merupakan kawasan yang sangat
luas, akan tetapi sampai saat ini jumlah
anggotanya hanya mencapai 21 negara dan
memiliki keragaman masing-masing. Selain
itu, rasa kesatuan dan kebersamaan di
antara negara-negara anggota IORA belum
terjalin dengan erat karena IORA masih
dinilai sebagai regionalisme yang bersifat
inklusif. Tulisan ini hendak menjelaskan apa
tujuan dari pembentukan IORA Concord

*) Peneliti Muda Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian,
Badan Keahlian DPR RI. Email: lisbet.sihombing@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

dan apa saja yang menjadi kepentingan


Indonesia.

Concord ini adalah memberikan kontribusi


yang nyata dalam menjaga stabilitas
keamanan dan mewujudkan kesejahteraan
bagi negara-negara di kawasan Samudera
Hindia dalam jangka panjang. Hal ini
menjadi penting karena IORA masih perlu
mengatasi berbagai tantangan seperti isu
keamanan maritim, peredaran narkoba,
penyelundupan manusia, pencurian ikan,
pembajakan,
perkembangan
ekonomi,
dan perubahan iklim. Pada tahun 2025,
jumlah penduduk dunia diperkirakan akan
mencapai 8 miliar jiwa. Dengan banyaknya
jumlah tersebut, maka bertambah pula
kebutuhan untuk mengonsumsi ikan
yang mengakibatkan bertambah pula
aktivitas penangkapan ikan di kawasan
Samudera Hindia. Akibat dari pencurian
ikan, diperkirakan sebanyak Rp10-23
miliar jumlah kerugian yang dialami setiap
tahunnya secara global. Terkait perubahan
Iklim, kawasan Samudera Hindia telah
mengalami pemanasan sebesar 1,2 derajat
yang mengakibatkan menurunnya jumlah
phytoplankton hingga 20 persen dan
menurunnya jumlah tangkapan ikan tuna
dari 50 persen menjadi 90 persen selama 5
dekade terakhir.
Di samping itu, isi dari draft IORA
Concord ini berupa visi penguatan kawasan
dan rencana aksi yang akan dilakukan
oleh IORA sebagaimana yang terdapat
dalam berbagai macam program kerja
sama terhadap isu-isu prioritas IORA.
Isu prioritas IORA antara lain pertama,
keamanan dan keselamatan maritim;
kedua, fasilitas perdagangan dan investasi;
ketiga, manajemen perikanan; keempat,
manajemen penganggulangan bencana;
kelima, kerja sama akademisi dan Iptek;
keenam, pertukaran budaya dan kerja sama
pariwisata. Selain itu, terdapat juga kerja
sama lainnya yang memiliki tujuan secara
khusus, yakni pemberdayaan perempuan
serta prioritas tujuan blue economy.
Selain itu, IORA Concord ini
nantinya akan didasarkan pada prinsip
open regionalism dengan harapan untuk
semakin memperkuat kerja sama ekonomi
di antara negara-negara anggota, khususnya
untuk meningkatkan perdagangan regional,
fasilitasi
perdagangan,
dan
inisiatif
investasi bersama dengan mengejar warisan
budaya dan sejarah daerah. Selain itu,
IORA Concord ini juga diharapkan dapat

IORA Concord

IORA adalah asosiasi negara lingkar


Samudra Hindia. Asosiasi ini dibentuk
pada tanggal 6-7 Maret 1997 di Mauritius.
Sekretariat IORA terletak di Port Louis,
Mauritius. Tujuan dari IORA adalah
peningkatan kerja sama ekonomi dan
maritim. Adapun isu yang dibahas pada
pertemuan IORA antara lain pengelolaan
perikanan, penanggulangan bencana alam,
perdagangan, investasi, serta pengembangan
ilmu pengetahuan. IORA memiliki 21
anggota, yakni Afrika Selatan, Australia,
Bangladesh, Komoro, Indonesia, India, Iran,
Kenya, Madagaskar, Malaysia, Mauritius,
Mozambik, Oman, Persatuan Emirat Arab,
Seychelles, Singapura, Somalia, Sri Lanka,
Tanzania, Thailand, dan Yaman. Sedangkan
Negara-negara yang menjadi mitra wicara
IORA yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang,
Jerman, Mesir, Perancis, dan Republik
Rakyat Tiongkok (RRT).
Dalam struktur kerja sama IORA,
pertemuan tertinggi adalah pada tingkat
menteri yang disebut Council of Ministers
(COM). COM bertemu sekali dalam setahun.
Di bawah COM adalah pertemuan pejabat
tinggi (Committee of Senior Officials CSO)
yang bertemu dua kali dalam setahun (BiAnnual). Selain itu, juga terdapat pertemuan
empat Working Group (WG) yaitu: WG
on Trade and Investment; IOR Academic
Group (IORAG); IOR Business Forum
(IORBF); dan WG on Head of Missions
(WGHM). Di samping itu, IORA juga
memiliki dua specialized agency yaitu:
Regional Centre for Science and Transfer of
Technology for Regional Transfer (RCSTT)
yang berlokasi di Iran, dan Fisheries Support
Unit (FSU) yang berlokasi di Oman.
Pembahasan
mengenai
IORA
Concord dimulai sejak dibentuknya AdHoc Committee on the IORA Concord pada
saat IORA Ministerial Meeting tanggal
23 Oktober 2015 di Padang, Indonesia.
Pada tanggal 27 Oktober 2016 lalu, telah
disepakati bersama bahwa draf IORA
Concord akan disampaikan saat IORA
Leaders Summit pada tanggal 5-7 Maret
2017 di Jakarta. Meskipun isi dari IORA
Concord ini belum dapat disebarluaskan
ke publik, akan tetapi tujuan dari IORA
-6-

membangun regionalisme di antara negaranegara IORA di mana kawasan Samudera


Hindia nantinya tidak hanya mengandalkan
keseimbangan kekuasaan di wilayahnya
akan tetapi juga berkomitmen untuk dapat
mengatasi
tantangan-tantangan
yang
terdapat di kawasan.
Kegiatan-kegiatan IORA selama ini
lebih banyak yang bersifat project based.
Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan tersebut
perlu diarahkan menjadi sesuatu yang
bersifat strategis atau beyond project based.
IORA harus lebih berani mengambil langkah
strategis, misalnya bagaimana mengelola
Samudera Hindia untuk kepentingan
Indonesia secara umum.

kelima, sebagai negara yang menjadi titik


tumpu dua samudera, Indonesia memiliki
kewajiban untuk membangun kekuatan
pertahanan maritim, dalam rangka menjaga
keselamatan pelayaran dan keamanan
maritim. Oleh karena itu, Indonesia dapat
menjadikan IORA Concord sebagai bagian
dari upaya mendorong realisasi visi tersebut
sekaligus mendukung kepentingan maritim
nasional di antaranya bidang perikanan,
perdagangan, investasi, dan konektivitas.
Sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia, laut adalah masa depan bagi ekonomi
Indonesia. Laut telah menyediakan berbagai
potensi seperti ikan, mineral, minyak, gas,
dan lain-lain yang perlu digarap secara
optimal bagi kepentingan bangsa dan rakyat
Indonesia. Terlebih lagi dengan kekayaan
yang terdapat di kawasan Samudera Hindia,
yang merupakan jalur perlintasan setengah
peti kemas dunia, seperti kargo global, dan
jalur pengangkutan dua pertiga minyak
dunia. Hal ini mengakibatkan Indonesia
harus waspada terhadap situasi global serta
perlu mengatasi Illegal, Unreported and
Unregulated (IUU) Fishing karena telah
mengalami kerugian sebesar Rp30 triliun
per tahun atas sekitar 2 juta ton ikan.
Tidak hanya itu, dampak sosial dari adanya
penangkapan Anak Buah Kapal (ABK) kapal
asing di wilayah Indonesia juga berpotensi
terhadap penyebaran HIV.
Selama
periode
tahun
20012010, kawasan Samudera Hindia telah
berkembang menjadi kawasan yang bernilai
strategis karena sektor perdagangan di
kawasan ini telah mengalami peningkatan
yang sangat signifikan. Nilai total GDP dari
negara anggota IORA telah mengalami
peningkatan dari 5,7 triliun dolar AS
pada tahun 2010 hingga mencapai 6,5
triliun dolar AS pada tahun 2011. Total
perdagangan di kawasan ini juga telah
mengalami peningkatan dari 1,1 triliun
dolar AS pada tahun 2001 menjadi 3,5
triliun dolar AS pada tahun 2010. Nilai
ekspor meningkat dari 564 miliar dolar AS
biliun pada tahun 2001 menjadi 1,8 triliun
dolar AS pada tahun 2010. Nilai Impor pun
mengalami peningkatan dari 507,6 miliar
dolar AS biliun pada tahun 2001 menjadi
1,7 triliun dolar AS pada tahun 2010. Tidak
hanya itu saja, jumlah sumbangan yang telah
diberikan oleh IORA pada nilai transaksi
perdagangan internasional juga mengalami

Kepentingan Indonesia
IORA Concord memiliki arti penting
bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan Kawasan
Samudera Hindia adalah halaman depan
Indonesia yang merupakan samudera terbesar
ketiga yang menyediakan sumber kehidupan
bagi para nelayan Indonesia, khususnya
sepanjang pantai barat pulau Sumatera dan
Jawa. Tidak hanya itu, letak Samudera Hindia
menjadikan Indonesia secara geografis dan
geo-strategis menjadi sangat penting dalam
konteks kepentingan ekonomi dan juga
pertahanan keamanan global.
Visi
Presiden
Jokowi
dengan
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia
adalah untuk mengembalikan kejayaan
Indonesia sebagai negara maritim sangat
terkait dengan kepentingan Indonesia
di Samudera Hindia. Adapun ke-5 pilar
utama agenda pembangunan dalam rangka
mewujudkan visi Indonesia sebagai Poros
Maritim Dunia antara lain, pertama,
Indonesia akan membangun kembali
budaya maritim Indonesia di mana bangsa
kita harus menyadari dan melihat dirinya
sebagai
identitasnya,
kemakmurannya,
dan masa depannya, sangat ditentukan
bagaimana kita mengelola samudera; kedua,
menjaga dan mengelola sumber daya laut,
dengan cara secara serius membangun
kedaulatan pangan laut untuk kepentingan
masyarakat; ketiga, memberi prioritas
pada pengembangan infrastruktur dan
konektivitas maritim sebagai contoh adalah
pembangunan deep seaport dan tol laut;
keempat, mengajak semua mitra-mitra
Indonesia untuk bekerja sama di bidang
kelautan melalui diplomasi maritim; dan
-7-

peningkatan dari 8,6 persen pada tahun


2001 menjadi 11,6 persen pada tahun 2010.
Samudera Hindia juga memiliki potensi
yang sangat prospektif. Di antaranya: pasar
yang besar dengan jumlah penduduk sekitar
2,5 miliar; sekitar 70 persen perdagangan
dunia melewati kawasan ini; menyimpan
sekitar 55 persen cadangan minyak dunia dan
40 persen cadangan gas dunia; memproduksi
sekitar 1/3 produksi tuna dunia; serta
menyimpan berbagai cadangan mineral yang
bernilai ekonomis tinggi.

Dorong Perluasan Kerja Sama: Agenda


RI Dalam Pertemuan Tingkat Menteri
IORA ke-16 di Bali, Kompas, 24
Oktober, halaman 10.
Buku II Informasi Kinerja; Laporan Kinerja
Kementerian Luar Negeri, h. 136,
diakses 26 Oktober 2016.
Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia
(IORA) Sepakati Langkah Strategis
Penguatan Kerja Sama, http://kemlu.
go.id/id/berita/Pages/IORA-sepakatilangkah-strategis-penguatan-kerjasama.aspx, diakses 26 Oktober 2016.
IORA Perkuat Kerja Sama Bidang
Perdagangan dan Investasi, http://
kemlu.go.id/id/berita/Pages/
IORA-Perkuat-Kerja-Sama-BidangPerdagangan-dan-Investasi.aspx,
diakses 26 Oktober 2016.
International Conference on India and
the Indian Ocean 20-22 March 2015,
Bhubaneswar, Odisha India; Concept
Note IORA Meeting, http://ris.org.in/
pdf/Concept%20Note%20IORA%20
meeting.pdf, diakses 27 Oktober 2016.
The 16th IORA Council Meeting of Ministers
(COM) and its related meetings; 12-13
October 2016, Jakarta, Indonesia, 22-27
October 2016 Bali, Indonesia, http://
www.iora.net/16-com-27-october-2016.
aspx, diakses 27 Oktober 2016.
Sonya Michaella, Menlu: IORA Concord, Hasil
Utama dalam Keketuaan Indonesiahttp://
internasional.metrotvnews.com/asia/
Wb77GvPb-menlu-iora-concord-hasilutama-dalam-keketuaan-indonesia, diakses
31 Oktober 2016.
Alan
F
Koropitan,
IUU
Fishing
and
Fisheries
management
in
Indonesia,http://www.iora.net/
media/164104/dr_alan_koropitan_
indonesia.pdf diakses 31 Oktober 2016.
Jokowi Akui Poros Maritim Dunia Banyak
yang Belum Berjalan, http://www.
republika.co.id/berita/nasional/
umum/16/08/20/oc7nqs335-jokowiakui-poros-maritim-dunia-banyak-yangbelum-berjalan, diakses 31 Oktober
2016.
Riefqi Muna, Indonesia and the Indian
Ocean in the wake of IORA, http://
asiapacific.anu.edu.au/blogs/
indonesiaproject/files/2016/02/muna2016feb25-IORA-and-Indonesia3.pdf,
diakses 31 Oktober 2016.

Penutup
IORA Concord mempunyai arti penting
karena akan menjadi landasan bagi negaranegara IORA untuk semakin memperkuat
kerja sama yang terdapat di dalam IORA.
Oleh karena itu, posisi Indonesia sebagai
ketua IORA periode 2015-2017 menjadi
sangat
strategis
dan
relevan
untuk
mewujudkan visi Indonesia sebagai Poros
Maritim Dunia serta dalam pengembangan
kerja sama di bidang maritim di kawasan
Samudera Hindia. Apalagi, sampai saat ini
upaya mewujudkan Visi Presiden Jokowi
yakni Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia masih dirasa belum maksimal. Hal
ini dikarenakan Pemerintah masih belum
memberikan prioritasnya pada pembangunan
infrastruktur,
konektivitas
maritim
dengan tol laut. Padahal pada awal masa
kepemimpinannya, Presiden Jokowi sudah
membahas terkait sea port, deep seaport,
logistik, industri perkapalan, dan pengolahan
ikan dengan harapan bahwa ke depannya,
pengelolaan laut di sepanjang pantai
terutama yang berbatasan dengan Selat
Malaka, Batam, Medan dapat dikembangkan
menjadi pelabuhan berkelas dunia.
Kendati demikian, untuk mewujudkan
komitmen yang nantinya terdapat di dalam
IORA Concord tersebut, Pemerintah Indonesia
tetap memerlukan dukungan dari DPR RI
sehingga pada tahun 2017, IORA Concord
dapat disahkan dan dapat bermanfaat bagi
Indonesia sekaligus menjalankan perannya
sebagai Ketua IORA secara maksimal.

Referensi
IORA: Indonesia Dorong Stabilitas,
Kompas, 25 Oktober 2016, halaman 10.
IORA; India Ocean Rim Members Meet
in Bali, The Jakarta Post, 26 Oktober
2016, halaman 12.
-8-

Majalah

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 20/II/P3DI/Oktober/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

DILEMA UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI


DOKTER LAYANAN PRIMER DI FASILITAS
KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
Hartini Retnaningsih*)

Abstrak
Program JKN menempatkan FKTP, terutama puskesmas, sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan masyarakat. Institusi ini dituntut mampu mengatasi 155 jenis
penyakit. Untuk itu dibutuhkan fasilitas, sarana/prasarana kesehatan yang memadai
serta dokter-dokter yang kompeten. Namun sayang, saat ini belum semua dokter di
puskesmas dianggap memiliki kompetensi yang memadai sehingga pemerintah merasa
perlu menyelenggarakan program pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP). IDI
menolak rencana tersebut karena akan menimbulkan konflik antardokter, memperlama
masa studi, dan menambah biaya pendidikan. DPR RI dan Pemerintah perlu mendengar
kritik dan masukan para akademisi dan profesional, agar implementasi Program
JKN ke depan semakin berkualitas, tanpa menimbulkan konflik internal dokter dan
pemborosan biaya pendidikan.

Pendahuluan

Dokter Layanan Primer (Prodi DLP) yang


dituangkan dalam Undang Undang No. 20
Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
(UU Pendidikan Kedokteran).
Program pemerintah untuk membuka
prodi DLP tersebut ditolak oleh banyak
dokter yang tergabung dalam Ikatan
Dokter Indonesia (IDI). Pada Hari Dokter
Nasional, 24 Oktober 2016, Sejumlah dokter
melakukan unjuk rasa menolak Prodi DLP.
Aksi tersebut merupakan upaya lain untuk
menghentikan Prodi DLP, setelah upaya
judicial review ke Mahkamah Konstitusi
(MK) ditolak.

Program Jaminan Kesehatan Nasional


(JKN) merupakan amanat UU No. 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (UU BPJS). Program JKN yang berlaku
sejak 1 Januari 2014 menempatkan Dokter
Layanan Primer (DLP) dalam posisi yang
sangat penting dalam pelayanan kesehatan
masyarakat di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP), terutama di Pusat Kesehatan
Masyarakat (puskesmas). Namun sayang,
masih banyak dokter yang kurang kompeten
sehingga pelayanan JKN belum optimal.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan
primer, Pemerintah membuka Program Studi

*) Peneliti Madya Jaminan Sosial pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: hartiniretnaning@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

Kesehatan Masyarakat, untuk puskesmas


kawasan perkotaan, puskesmas kawasan
perdesaan, dan puskesmas kawasan terpencil/
sangat terpencil disyaratkan untuk puskesmas
rawat inap jumlah minimal sebanyak dua
dokter dan untuk puskesmas non rawat
inap jumlah minimal sebanyak satu dokter.
Secara umum, Kementerian Kesehatan
menghitung bahwa jumlah dokter yang
bekerja di puskesmas telah tercapai, tetapi
persebarannya belum merata. Menurut data
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDMK)
Kementerian Kesehatan per tanggal 2
November 2016, dari 9.742 puskesmas, sudah
diterjunkan 16.677 dokter umum, yang berarti
rata-rata setiap puskesmas memiliki 1,73
dokter. Data tersebut juga mengidentifikasi 6
provinsi yang masih kekurangan dokter umum
di puskesmas, yaitu Nusa Tenggara Timur (317
dokter umum untuk 370 puskesmas); Sulawesi
Tenggara (245 dokter umum untuk 269
puskesmas); Sulawesi Barat (82 dokter umum
untuk 94 puskesmas); Maluku (153 dokter
umum untuk 199 puskesmas); Papua Barat
(79 dokter umum untuk 149 puskesmas);
dan Papua (355 dokter umum untuk 394
puskesmas).
Kondisi tersebut diperkuat dengan
data Profil Kesehatan Indonesia 2015, yang
menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat
38,53% Puskesmas yang memiliki dokter
melebihi jumlah standar yang ditetapkan,
35,9% Puskesmas sudah cukup dokter, dan
25,57% Puskesmas kekurangan dokter.
Hal lain yang menjadi tantangan layanan
primer adalah kualitas DLP. Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menilai
banyak lembaga pendidikan kedokteran
memang masih belum maksimal untuk
mengedukasi para calon pekerja medis di
Indonesia. Menurut Ketua Umum PB IDI,
Oetama Marsis, pada tahun 2015 sebanyak
60 dari 75 Fakultas Kedokteran di Indonesia
masih terakreditasi B dan C, sehingga masih
ada peserta yang harus mengulang uji
kompetensi dokter Indonesia.

DLP nantinya akan setara dengan


dokter spesialis. Dengan DLP diharapkan
rujukan dari Puskesmas ke fasilitas kesehatan
yang lebih tinggi akan berkurang, sehingga
alokasi anggaran dapat dialihkan ke persoalan
kesehatan lainnya. Berdasarkan Kompas
(1/10/2016), Pemerintah telah menyiapkan
300 puskesmas sebagai wahana belajar
dokter yang akan menempuh Prodi DLP.
Menanggapi masalah ini, Kemenkes akan
merangkul IDI untuk mendiskusikan Prodi
DLP karena hal ini bukan hanya ranah
Kemenkes, namun lintas sektor termasuk IDI
dan Kemenristekdikti.
Tulisan ini akan mengkaji tentang dilema
dalam upaya peningkatan kompetensi DLP di
FKTP, karena isu tersebut sangat penting untuk
disikapi dan diberikan solusi dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat
baik saat ini maupun ke depan.

Pelayanan JKN di FKTP


Penyelenggaraan JKN mengubah tata
cara pelayanan kesehatan di FKTP, terutama
di puskesmas seluruh Indonesia. Berdasarkan
Permenkes RI No. 75 tahun 2014, puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan
(UKP)
tingkat
pertama,
dengan
lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif,
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Dalam prosedurnya, puskesmas dituntut
dapat menangani 155 jenis penyakit sehingga
pasien tidak perlu berobat ke rumah sakit
(RS). Berdasarkan data BPJS, hingga tahun
ke-3 berjalannya Program JKN, pesertanya
telah mencapai 170-an juta jiwa dengan
25.828 fasilitas kesehatan yang melayani
pasien JKN. Pencapaian JKN diperlihatkan
juga dari survei Kementerian Kesehatan
tentang kepuasan terhadap pelaksanaan JKN
pada tahun 2015 yang menemukan bahwa
tingkat kepuasan peserta JKN terhadap BPJS
Kesehatan dinilai dengan 79,02, di mana
tingkat kepuasan peserta JKN terhadap FKTP
mencapai 79,85%. Menkes menyimpulkan
bahwa kepuasan ini disebabkan karena
pengurangan beban ekonomi untuk berobat.
Dengan
JKN,
masyarakat
dapat
memeroleh layanan kesehatan dekat dengan
tempat tinggalnya, yaitu di puskesmas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat

Penolakan Prodi DLP


Berdasarkan
UU
Pendidikan
Kedokteran,
Prodi
DLP
merupakan
pendidikan kedokteran lanjutan dari program
profesi dokter yang setara dengan jenjang
spesialis. Tujuannya untuk meningkatkan
kompetensi dokter agar mampu mengedukasi
- 10 -

Apakah DLP akan Meningkatkan


Kinerja FKTP?

dan mengadvokasi masyarakat melalui


sosialisasi
kepada
keluarga,
sehingga
pencegahan penyakit dapat dilakukan sejak
dini. Namun banyak dokter yang tergabung
dalam IDI menolaknya, dengan 3 alasan
antara lain:
Pertama, Prodi DLP akan menimbulkan
konflik antardokter. IDI bersikukuh menolak
Prodi DLP, karena selain dinilai tidak tepat,
juga rentan menimbulkan konflik, bukan
hanya konflik horizontal antardokter di FKTP
(klinik, puskesmas), namun juga berpotensi
meluas di masyarakat. Menurut Ketua
Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI)
Sumatera Utara, dr. Dedi Irawan, Prodi
DLP seolah membuat dokter umum menjadi
golongan yang paling rendah. Prodi DLP
adalah program yang dipaksakan.
Kedua, Prodi DLP akan memperlama
masa studi. Menurut IDI, Standar Kompetensi
Dokter Indonesia (SKDI) yang dijalani dokter
selama 8 tahun dirasa sudah cukup untuk
memenuhi dan menjaga kompetensi dokter.
Jika ditambah 3 tahun lagi, maka masa studi
menjadi 11 tahun. Anggota PDUI Surabaya, dr.
Meivy Isnoviana menyayangkan ini, karena
akan menunda masa bakti dokter, menjadi
dimulai pada usia 28 atau 29 tahun.
Ketiga, Prodi DLP akan menambah
biaya pendidikan. Pemerintah mewajibkan
dokter menempuh pendidikan DLP selama
3 tahun dengan biaya Rp300 juta. Jika biaya
itu ditanggung negara, maka akan terjadi
pemborosan uang negara. Akan tetapi, jika
dibebankan kepada peserta didik sudah pasti
sangat memberatkan para dokter.
Penolakan IDI bukan tidak berdasar,
terutama jika mempertimbangkan tata
cara pendirian Prodi di pendidikan tinggi.
Menurut Sandiwirya, Prodi DLP lahir dari
kesepakatan politik antara Presiden dengan
DPR. Namun dari aspek keilmuan, spesialis
DLP belum diterima sebagai percabangan
baru ilmu kedokteran. Para pakar pendidikan
kedokteran mengatakan, DLP dapat diakui
sebagai spesialis, jika terdapat sekurangnya
70% perbedaan dari cabang ilmu kedokteran
lainnya. Oleh karena itu, Prodi DLP perlu
dikaji lebih dalam. Pengesahan DLP sebagai
spesialis tentu ada tata cara, prosedur atau
mekanisme tersendiri. DLP sebagai spesialis
seharusnya tidak disahkan oleh DPR dan
Presiden, namun proses dan mekanismenya
ada di organisasi profesi (IDI) dan kolegium
sebagai pengampu ilmu.

Meskipun Prodi DLP adalah amanat


UU Pendidikan Kedokteran, namun apakah
prodi ini akan dapat meningkatkan kinerja
FKTP? IDI meyakini, Prodi DLP bukan solusi.
Menurut IDI, jika ingin meningkatkan kualitas
dokter di FKTP, pemerintah tidak perlu
membuka prodi baru, namun cukup dengan
Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
(P2KB) yang terstruktur. Selain itu, proses
akreditasi pendidikan kedokteran bisa dibuat
lebih akuntabel, adil, dan transparan sehingga
akan menghasilkan pendidikan kedokteran
yang berkualitas dan terjangkau.
Selain itu, dokter bukan satu-satunya
penentu kualitas layanan kesehatan di FKTP.
Peningkatan kualitas juga perlu didukung
fasilitas pendukung kesehatan yang memadai.
Menurut penulis, pelayanan JKN
yang berkualitas di FKTP memang tidak
dapat ditawar lagi, namun bukan berarti
harus mengorbankan profesionalisme para
dokter. Selain dengan P2KB, peningkatan
kompetensi dokter di FKTP juga dapat
dilakukan dengan cara short course, seminar,
dan sebagainya. Selain itu, jika merunut
kembali pembahasan RUU Pendidikan
Kedikteran yang belum mengakomodir secara
komprehensif semua pemangku kepentingan,
maka sebaiknya masalah Prodi DLP ditinjau
kembali dengan melibatkan secara lebih
intens dan komprehensif para akademisi dan
profesional terkait. DPR RI dan Pemerintah
perlu mendengar kritik dan masukan serta
mempertimbangkan kembali masalah Prodi
DLP. Meskipun Prodi DLP adalah amanat
UU Pendidikan Kedokteran, namun bukan
tidak mungkin hal itu direvisi. Kita perlu
berpikir ke depan, untuk Program JKN yang
lebih baik. Akan sangat bijak jika Pemerintah
tidak memaksakan Prodi DLP saat ini. Bukan
hal yang tabu untuk merevisi UU Pendidikan
Kedokteran, jika memang hal tersebut demi
masa depan yang lebih baik bagi pelayanan
kesehatan seluruh rakyat Indonesia.

Penutup
Pada era JKN, FKTP, terutama
puskesmas, merupakan ujung tombak bagi
pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga
dibutuhkan dokter-dokter yang kompeten.
Terjadi perbedaan pendapat yang sangat
tajam terkait upaya peningkatan kompetensi
dokter di puskesmas. Pemerintah bersikukuh
- 11 -

bahwa cara meningkatkan kompetensi


dokter adalah dengan membuka Prodi
DLP, dan ini merupakan amanat UU
Pendidikan Kedokteran. Namun, pembukaan
prodi tersebut ditolak para dokter yang
tergabung dalam IDI, karena dianggap
akan menimbulkan konflik antardokter,
memperlama masa studi, dan menambah
biaya pendidikan.
DPR
RI
dan
Pemerintah
perlu
mendengarkan kritik dan masukan para
akademisi dan profesional di bidang
kedokteran. Meskipun Prodi DLP merupakan
amanat UU Pendidikan Kedokteran, namun
bukan tidak mungkin ketentuan itu direvisi,
terlebih jika hal itu akan memberi manfaat
yang lebih besar bagi pelayanan kesehatan
seluruh rakyat Indonesia ke depan, tanpa
menimbulkan
konflik
antardokter
dan
pemborosan biaya pendidikan.

Kemenkes akan Rangkul IDI, Media


Indonesia, Selasa, 1 November 2016.
Protes Prodi DLP, Dokter Rancang Aksi
Unjuk Rasa, http://kendaripos.fajar.
co.id/2016/10/22/protes-prodi-dlpdokter-rancang-aksi-unjuk-rasa/, diakses
25 Oktober 2016.
Dokter di Medan Demo Tolak Prodi Dokter
Layanan Primer, http://www.republika.
co.id/berita/nasional/umum/16/10/24/
ofjkw1335-dokter-di-medan-demo-tolakprodi-dokter-layanan-primer, diakses 25
Oktober 2016.
Kemenristekdikti dan Kemenkes Segera Buka
Program Studi Dokter Layanan Primer,
http://www.dikti.go.id/kemristekdiktidan-kemenkes-segera-buka-programstudi-dokter-layanan-primer/, diakses 25
Oktober 2016.
Memahami Manfaat JKN dan Prosedur
Pelayanan, http://www.jamsosindonesia.
com/cetak/printout/504, diakses 25
Oktober 2016.
Peran Puskesmas sebagai Penyedia Pelayanan
Kesehatan Primer di era JKN, http://
indonesia-implementationresearch-uhc.
net/index.php/13-forum-diskusi/50anareg-1c, diakses 25 Oktober 2016.
Perkembangan dan Tantangan Implementasi
JKN, http://www.depkes.go.id/pdf.
php?id=16102600001, diakses 1 November
2016.
Peran Puskesmas dalam Era JKN, https://
www.scribd.com/doc/288156668/PeranPuskesmas-Dalam-Era-Jkn, diakses 25
Oktober 2016.
Perubahan Sistem Kesehatan dan Implementasi
JKN Butuh Revitalisasi Puskesmas, http://
aiphss.org/id/perubahan-sistem-kesehatandan-implementasi-jkn-butuh-revitalisasipuskesmas/, diakses 25 Oktober 2016.
Puskesmas
Memegang
Peran
Penting
Pada Era JKN, http://poskotanews.
com/2015/05/28/puskesmas-memegangperan-penting-pada-era-jkn/, diakses 25
Oktober 2016.

Referensi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Aksi Damai Dokter Kritisi Pendidikan, Suara
Pembaruan, Senin, 24 Oktober 2016.
Dokter Layanan Primer antara Kepentingan
Politik dan Kebutuhan, http://www.
kompasiana.com/swidododiposandiwirya/
dokter-layanan-primer-dlp-antarakepentingan-politik-dan-kebutuhan-ma
syarakat_5785f5a0f0927315059b5f17,
diakses 25 Oktober 2016.
Hari Dokter Nasional: Ini Alasan Dokter
Tolak DLP, http://lifestyle.okezone.com/
read/2016/10/24/481/1522823/haridokter-nasional-ini-alasan-dokter-tolakprogram-dlp, diakses 26 Oktober 2016.
IDI Bersikeras Tolak Prodi DLP, Media
Indonesia, Selasa, 25 Oktober 2016.
IDI Sumenep: Prodi DLP Adalah Kesalahan,
Pemaksaan, serta Pemborosan Uang
Negara, http://surabaya.tribunnews.
com/2016/10/24/idi-sumenep-prodidlp-adalah-kesalahan-pemaksaan-sertapemborosan-uang-negara, diakses 25
Oktober 2016.
IDI Minta Undang-Undang Pendidikan
Kedokteran Diubah, Ini Alasannya,
http://nasional.kompas.com/
read/2016/09/27/16125971/idi.minta.
undang-undang.pendidikan.kedokteran.
diubah.ini.alasannya, diakses 26 Oktober
2016.
- 12 -

Majalah

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 20/II/P3DI/Oktober/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

WACANA KEBIJAKAN PENURUNAN


HARGA GAS UNTUK INDUSTRI
Dewi Wuryandani*)

Abstrak

Penggunaan gas bumi telah lama digunakan oleh sektor industri yang beragam jenisnya
untuk berbagai kebutuhan.Harga gas di Indonesia tergolong masih mahal. Tingginya harga
gas di Indonesia telah membuat pemerintah merencanakan penurunan harga dari US$
10-14 per MMBTU (Million British Thermal Units) menjadi US$ 6 per MMBTU. Namun
untuk menurunkan harga gas tidak mudah mengingat harga produksi gas tiap sumur
berbeda, berdasarkan tingkat sebaran lokasi produksi, tingkat konsumsi, dan kelengkapan
infrastruktur. Rencana penurunan harga gas ini merupakan isi dari paket kebijakan
ekonomi jilid III yang dirilis oleh pemerintah pada Oktober 2015 lalu. Namun hingga saat ini,
penurunan harga tersebut masih belum terealisasi. Diharapkan DPR bersama Pemerintah
dapat melakukan evaluasi dan koordinasi terhadap rencana penurunan harga gas untuk
industri tersebut sehingga dapat mengatasi rendahnya daya saing hasil industri Indonesia
dan dapat meningkatkan iklim usaha industri yang baik.

Pendahuluan
Gas alam adalah komponen vital untuk
suplai energi dunia. Gas alam merupakan
sumber penting untuk produksi, baik bahan
bakar maupun amonia (amonia merupakan
komponen vital untuk produksi pupuk). Dalam
kurun waktu 2014-2050 total pemanfaatan
gas bumi diperkirakan akan tumbuh rata-rata
sebesar 4,7 persen per tahun untuk skenario
dasar dan sebesar 5,2 persen per tahun
untuk skenario tinggi. Penggunaan gas bumi
meningkat dari 1.578 billion cubic feet (Bcf)
pada tahun 2014 menjadi 2.605 Bcf pada
tahun 2025, dan menjadi 6.584 Bcf pada tahun
2050 untuk skenario dasar. Pertumbuhan
pemanfaatan gas bumi terbesar adalah di

sektor komersial yang meningkat rata-rata


sebesar 6,1 persen per tahun diikuti oleh sektor
transportasi (5,9 persen), industri (5,2 persen),
pembangkit listrik (3,9 persen), dan rumah
tangga (0,9 persen) sedangkan own-use dan
rugi-rugi di kilang diproyeksikan akan terus
menurun karena penggunaan peralatan yang
semakin efisien.
Saat ini pangsa terbesar pemanfaatan
gas adalah untuk sektor industri yang
mencapai 43 persen dari total pemanfaatan
gas dan akan meningkat pada tahun 2050
menjadi 65 persen. Gas bumi di sektor
industri, selain untuk bahan bakar juga
digunakan sebagai bahan baku.

*) Peneliti Muda Kebijakan Publik pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: dewi.wuryandani@gmail.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

Sumber: BPPT, Outlook Energi Indonesia, 2016.

Gambar 1. Proyeksi Pemanfaatan Gas Bumi


Ditambah biaya pengolahan, penyimpanan,
dan pengangkutan, didapatkan harga gas
industri. Harga gas juga dipengaruhi oleh
fluktuasi harga minyak mentah (HMM)
global dan indeks harga gas di luar negeri.
Jika HMM naik, harga gas akan ikut naik.
Mengetahui kondisi harga gas tersebut,
wacana penurunan harga gas untuk industri
dalam rangka menunjang peningkatan daya
saing hasil produksi industri dalam negeri
masih perlu dikaji kembali.

Beberapa sektor industri pengguna


gas alam telah banyak yang kesulitan
beroperasi karena mahalnya harga gas untuk
industri, antara lain industri baja, industri
kertas, industri keramik, dan industri kaca.
Keempat industri ini sangat mengandalkan
gas dalam kegiatan operasinya. Sejumlah
pabrik dari empat sektor industri tersebut
kini tengah menghentikan sementara
produksinya dan beberapa sedang berhenti
produksi, termasuk perusahaan seperti
Krakatau Steel yang saat ini menghentikan
pembuatan baja. Dalam tabel berikut adalah
banyaknya gas bumi yang digunakan di
sektor industri.

Faktor Penentu Harga Gas


Berdasarkan
ketentuan
UndangUndang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas bumi, semua sumber daya gas
adalah milik negara sampai di wellhead.
Pemerintah menetapkan harga gas industri
berdasarkan biaya produksi hulu dan hilir.
Pemerintah juga berhak memasarkan produk
gas dengan harga yang menguntungkan
bagi negara, tetapi faktanya, pemerintah
tidak dapat menetapkan harga gas secara
mandiri, melainkan dipengaruhi asumsi
biaya produksi usulan kontraktor. Asumsi
ini belum tentu mencerminkan biaya yang
sesungguhnya karena kontraktor tidak pernah
mau membuka biaya produksi. Kontraktor
cenderung menaikkan biaya produksi untuk
mendapatkan ganti rugi melalui mekanisme
cost recovery (CR). Inilah salah satu faktor
penyebab harga gas yang tinggi.
Dengan
mempertimbangkan
hal
di atas, pemerintah sebenarnya dapat
menetapkan beberapa strategi kebijakan
untuk mendapatkan harga gas di tataran
US$ 6 per MMBTU. Beberapa pilihan dapat
diambil pemerintah dari proses hulu hingga

Tabel 1. Kebutuhan Gas Bumi


untuk Industri Indonesia
2015

2020
(Forecasting)

Pupuk

791,22

1.028,22

Petrokimia

295,00

708,00

Keramik

133,95

134,68

Baja

80,00

120,00

Glassware

28,38

28,60

Kaca

81,19

81,19

Semen

9,00

10,00

Sarung Tangan Karet

4,67

4,70

Industri

dalam metric standard cubic feet per day (MMscfd)


Sumber: Forum Industri Pengguna Gas Bumi

Pasokan gas nasional didapatkan dari


dalam negeri dan impor. Dari dalam negeri,
umumnya diperoleh dari produksi kontrak
bagi hasil (KBH) migas. Biaya produksi
gas lapangan sampai di titik penyerahan
(wellhead) akan memengaruhi harga gas.
- 14 -

hilir agar harga gas bisa turun menjadi US$


6 per MMBTU. Pilihan tersebut antara lain
melakukan peningkatan efisiensi di tata
kelola, menghilangkan penerimaan negara di
hulu, atau menyubsidi di hilir.
Pemerintah
menyebutkan,
kalah
bersaingnya industri dalam negeri karena
harga gas untuk industri yang terlalu mahal.
Harga gas industri di Indonesia disebut
sebagai yang termahal di kawasan Asia,
lebih mahal dari negara yang tidak memiliki
cadangan gas. Pemerintah menyebut harga
gas untuk industri ada yang mencapai
US$12 per MMBTU, sementara harga gas
di Singapura pada periode yang sama hanya
US$4 per MMBTU. Ditinjau dari beberapa
aspek, penurunan harga gas untuk industri
memperoleh momentum. Penurunan harga
gas relevan dengan implementasi Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) dan juga cukup logis
karena sejalan dengan harga gas di pasar
internasional yang juga turun.
Dari aspek konsistensi kebijakan,
keputusan pemerintahan Presiden Jokowi
terkait harga gas tersebut dapat dinilai
positif. Kebijakan tersebut merupakan
kelanjutan kebijakan sebelumnya yakni
lewat Paket Kebijakan Ekonomi Jilid III yang
fokus utamanya meningkatkan daya saing
industri nasional. Konsistensi dan keseriusan
pemerintah juga tercermin dari ditetapkannya
Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2016
tentang Penetapan Harga Gas Bumi dan
Peraturan Menteri ESDM No. 16 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penetapan Harga dan
Pengguna Gas Bumi Tertentu. Melalui regulasi
tersebut pemerintah membentuk tim task
force harga gas lintas kementerian, termasuk
Kementerian Perindustrian.

belum dapat diketahui secara pasti apakah


akibat pelaku usaha mengambil margin
terlalu tinggi atau justru karena kebijakan
pemerintah yang menyebabkan biaya
eksplorasi, eksploitasi, dan distribusi gas
menjadi jauh lebih mahal.
Dari aspek biaya manfaat, terdapat
biaya secara langsung maupun tidak langsung
yang akan dibayar pemerintah dalam
kebijakan penurunan harga gas. Pertama,
pemerintah akan mengalami pengurangan
penerimaan negara (pajak) dan pendapatan
negara bukan pajak (PNBP) dari industri
gas yang akan diterima secara langsung
pada tahun anggaran yang bersangkutan.
Untuk pilihan pertama atau menghilangkan
PNBP, maka negara berpotensi kehilangan
pendapatan kurang lebih US$544 juta per
tahun. Sementara jika PPh dari migas tidak
diambil, maka negara berpotensi kehilangan
pendapatan US$4.719 juta per tahun.
Kedua, berpotensi terjadi penurunan
minat investasi dalam industri gas jika
penurunan harga gas yang dilakukan
pemerintah di luar toleransi pelaku usaha.
Sementara itu, manfaat yang akan diterima
adalah sebagaimana simulasi Kementerian
Perindustrian, bahwa penurunan harga gas
akan menambah penerimaan pajak dari
sektor industri. Penurunan harga gas sebesar
47 persen diproyeksikan akan meningkatkan
penerimaan pajak industri sekitar Rp21 triliun.
Pemerintah perlu lebih proporsional
dalam
melihat
permasalahan.
Dari
penelusuran, relatif belum bersaingnya
industri dalam negeri bukan sematamata karena faktor harga gas yang mahal.
Ketergantungan industri nasional terhadap
komponen impor juga disinyalir menjadi
salah satu penyebab utama industri nasional
relatif belum dapat bersaing.
Data neraca input-output nasional dan
statistik industri menunjukkan kontribusi
komponen impor dalam input sektor industri
dalam negeri lebih besar dibandingkan
dengan kebutuhan terhadap gas itu sendiri.
Ketergantungan terhadap komponen impor
juga tercermin dari porsi impor bahan
penolong dan barang modal terhadap total
impor dalam beberapa tahun terakhir tidak
kurang dari 90 persen.
Mengacu pada permasalahan yang ada,
menjadi penting untuk dilakukan simulasi
mengenai sensitivitas industri nasional
terhadap harga gas dan komponen impor.

Pertimbangan Dalam Menurunkan


Harga
Meski penurunan harga gas akan
memberikan dampak positif bagi industri
dalam negeri, hal itu harus dilakukan secara
seimbang. Mencermati penyebab mahalnya
harga gas tidak semata-mata karena
masalah teknis dan bisnis tetapi juga karena
kontribusi pemerintah, penurunannya harus
dilakukan dalam rentang yang tetap dapat
menjaga iklim investasi industri gas itu
sendiri.
Penetapan rentang penurunan ini
menjadi tidak sederhana, karena harga gas
yang mahal bagi kalangan industri selama ini
- 15 -

Referensi

Pasalnya, tidak menutup kemungkinan


kebijakan penggantian komponen impor
dengan produksi dalam negeri justru
akan memberikan dampak peningkatan
penerimaan pajak yang lebih besar
dibandingkan dampak dari penurunan harga
gas.
Penggantian
komponen
impor
dengan produk dalam negeri tidak hanya
memberikan manfaat dalam penghematan
devisa impor dan menjaga stabilitas nilai
tukar rupiah. Hal itu juga akan menciptakan
nilai tambah yang lebih besar akibat
bergeraknya
industri
penunjang
dan
pendukungnya. Dengan begitu, kebijakan
hilirisasi
pertambangan
yang
salah
satunya untuk menyediakan bahan baku
bagi sektor industri kemungkinan justru
yang seharusnya menjadi prioritas utama
pemerintah sebelum harga gas itu sendiri.

Outlook Energi Indonesia 2016. Pusat


Teknologi Sumber Daya Energi dan
Industri
Kimia
(PTSEIK),
Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), Jakarta. 2016.
Gas Alam, http://www.indonesiainvestments.com/id/bisnis/
komoditas/gas-alam/item184, diakses
26 Oktober 2016.
Harga Gas Belum Turun Sejumlah Industri
Berhenti Operasi, http://bisnis.
liputan6.com/read/2634791/hargagas-belum-turun-sejumlah-industriberhenti-operasi, diakses 26 Oktober
2016.
Kebijakan Harga Gas Berbasis Nawacita,
https://www.tempo.co/read/
kolom/2016/10/19/2408/kebijakanharga-gas-berbasis-nawacita, diakses 26
Oktober 2016.
Komoditas
Gas
Alam,
http://www.
indonesia-investments.com/id/bisnis/
komoditas/gas-alam/item184, diakses
26 Oktober 2016.
Pilihan-Pilihan Pahit Pemerintah Untuk
Menurunkan Harga Gas Bumi Dalam
Negeri,
http://www.bphmigas.go.id/
berita/%EF%BB%BFpilihan-pilihanpahit-pemerintah-untuk-menurunkanharga-gas-bumi-dalam-negeri, diakses
26 Oktober 2016.
Penurunan
Harga
Gas
Untuk
Industri,
http://koran.bisnis.
com/read/20161010/244/590912/
penurunan-harga-gas-untuk-industri,
diakses 26 Oktober 2016.

Penutup
Citra yang penting dari gas alam
adalah bahan bakar ini memainkan peran
yang signifikan di berbagai sektor dalam
perekonomian dunia (misalnya industri,
pembangkit listrik, komersil, dan di tempat
tinggal). Melimpahnya cadangan gas alam
di dunia masih dapat dikembangkan dan
diproduksi tanpa membutuhkan investasi
besar. Di masa mendatang gas alam akan
menjadi sangat penting dalam mengurangi
ketergantungan terhadap sumber-sumber
energi yang mahal dan tidak ramah
lingkungan seperti minyak.
DPR
melalui
fungsi
anggaran
diharapkan terus mengawasi pelaksanaan
APBN oleh Pemerintah setiap tahunnya
sehingga dapat menjamin keberlangsungan
dan
keberlanjutan
program-program
strategis pembangunan nasional, serta
melakukan evaluasi dan koordinasi terhadap
rencana penurunan harga gas untuk
industri tersebut sehingga dapat mengatasi
rendahnya daya saing hasil industri
Indonesia dan dapat meningkatkan iklim
usaha industri yang baik.

- 16 -

Majalah

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 20/II/P3DI/Oktober/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

URGENSI LITERASI MEDIA SOSIAL


JELANG PILKADA SERENTAK 2017
Handrini Ardiyanti*)

Abstrak
Perang di media sosial jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI 2017 mulai marak. Perang
wacana di media sosial sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Namun dikhawatirkan
banyak umpan yang dilontarkan lewat akun anonim membuat masyarakat yang tidak
memahami aturan tentang bermedia sosial yang baik dapat terjerat hukum. Karenanya,
literasi media sosial bagi masyarakat menjadi hal yang mendesak untuk segera dilakukan
jelang pilkada serentak 2017. Untuk itu Komisi I DPR RI perlu mendorong Kemenkominfo untuk
segera melakukan literasi media sosial kepada masyarakat.

Pendahuluan

Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada


kasus dugaan penistaan agama tertentu yang
melibatkan dirinya. Lebih jauh Ketua Bawaslu
berpendapat kampanye melalui media sosial
adalah tugas berat memasuki masa kampanye
Pilkada 2017. Untuk itu Muhammad meminta
tim kampanye berhati-hati menggunakan
media sosial untuk berkampanye. Lebih lanjut,
Ketua Bawaslu mengungkapkan bahwa Bawaslu
telah bekerja sama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)
untuk memantau pelanggaran kampanye.
Itu pula sebabnya, Ketua Komisi Pemilihan
Umum DKI Jakarta Sumarno mewajibkan tim
kampanye pasangan calon untuk melaporkan
akun kampanye media sosial mereka,
sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU
(PKPU) No. 7 Tahun 2015 tentang Kampanye
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,

Perang di media sosial jelang Pilkada


DKI 2017 mulai marak. Berdasarkan data
yang dimuat Tempo 5 Oktober 2016, sejak 23
September hingga 4 Oktober 2016, tercatat
243 ribu percakapan di media sosial mengenai
tiga pasangan bakal calon (balon) GubernurWakil Gubernur DKI Jakarta. Riuhnya
percakapan di media sosial tersebut, menurut
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum
(Bawaslu), Muhammad, membuat suasana
Pilkada Jakarta tidak kondusif. Bahkan, Kepala
Divisi Humas Polri, Boy Rafli Amar, menyebut
keriuhan percakapan mengenai balon sebagai
hegemoni media sosial yang menurutnya sudah
sangat luar biasa. Pernyataan Kadivhumas
Polri tersebut disampaikan dalam siaran
langsung salah satu program di TV swasta
pada 27 Oktober ketika membahas permintaan
keterangan penyidik terhadap Gubernur DKI

*) Peneliti Madya Komunikasi pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI.
Email: handrini@gmail.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

dapat terpancing hingga dikhawatirkan dapat


melakukan tindakan yang melawan hukum.
Kondisi ini menurut penulis merupakan kondisi
yang mendorong urgensi literasi media sosial
untuk segera dilaksanakan di tengah hegemoni
media sosial, khususnya dalam menghadapi
maraknya kampanye hitam yang dilakukan
sejumlah akun anonim jelang Pilkada serentak
2017.

Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota


dan Wakil Walikota di mana kampanye melalui
media sosial diatur pada pasal 41, 46, 47, dan
48. Pada pengaturan tersebut kampanye pada
media sosial dilakukan pasangan calon dan/
atau tim kampanye dapat membuat akun resmi
di media sosial dan wajib mendaftarkan akun
resmi di media sosial tersebut paling lambat 1
(satu) hari sebelum pelaksanaan kampanye.
Perang wacana di media sosial sebenarnya
bukan hal yang baru di Indonesia. Sejak
kemunculan Obama 2008 saat berkampanye
sebagai presiden Amerika Serikat pada periode
pertama, telah menginisiasi digunakannya
media sosial sebagai salah satu media kampanye
di dunia termasuk di Indonesia. Berdasarkan
data dari Kemenkominfo, pengguna internet
di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang.
Dari angka tersebut, 95% menggunakan
internet untuk mengakses jejaring sosial.
Situs jejaring sosial yang paling banyak
diakses adalah facebook dan twitter. Bahkan,
Indonesia menempati peringkat 4 pengguna
facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan
India. Banyaknya masyarakat Indonesia yang
menggunakan media sosial membuka peluang
kampanye efektif melalui media sosial. Selain
itu, karakter media sosial yang terbuka dan
dapat berkomunikasi langsung tanpa batasan
ruang dan waktu menjadi faktor daya tarik
tersendiri untuk melakukan kampanye politik.
Meski di sisi lain media sosial juga memiliki
dampak lain bagi aktor politik. Seperti yang
diungkapkan Guy Lachapelle (2015), dengan
semakin terbukanya peluang setiap warga
negara untuk menelaah dan menyaksikan sepak
terjang seorang politisi secara lebih transparan,
para politisi tidak dapat lagi menutupi jati
dirinya. Bahkan, setiap pilihan kata, ekspresi,
atau bahasa tubuh akan terekspos dan
akhirnya menjadi pertimbangan publik dalam
menentukan sikap dan pilihannya.
Media sosial sebagai media kampanye
yang efektif telah ditunjukkan oleh berbagai
penelitian khususnya di kota besar seperti
Jakarta. Bahkan pendiri Politica Wave, Yose
Rizal berpendapat media sosial berperan
signifikan
dalam
kampanye
pemilihan
Gubernur DKI Jakarta. Namun efektivitas
kampanye lewat media sosial tersebut di sisi
lain harus berhadapan sejumlah kelemahan
di antaranya akun anonim yang mengundang
riuhnya percakapan di media sosial. Tak jarang
banyak masyarakat yang tidak memahami
tentang aturan bermedia sosial yang baik

Memahami Hegemoni Media Sosial


Hegemoni, sebagaimana dikemukakan
Antonio Gramsci, adalah dominasi yang terjadi
dengan kesepakatan atau consent dari mereka
yang didominasi. Kondisi saat ini yang disebut
oleh Kadivhumas Polri sebagai hegemoni
media sosial. Menurut penulis kondisi saat ini
memang menunjukkan kita telah terhegemoni
oleh media sosial. Sebagaimana dinyatakan
Antonio Gramsci, hegemoni terjadi karena
kesepakatan dan kita sepakat menerima
hegemoni tersebut. Namun, dalam pandangan
penulis berdasarkan pemahaman konsep
hegemoni Gramsci, maka hegemoni media
sosial ini sebenarnya dapat dicegah karena
media sosial bukan satu-satunya media yang
memiliki kemampuan dalam memengaruhi
keputusan para pemilih dalam Pilkada.
Selain itu, hegemoni media sosial dalam
Pilkada juga terancam apabila ada peranperan dari agensi yang mampu memunculkan
kesadaran di luar kesadaran yang telah disetting melalui media sosial. Peran agensi
atau orang-orang yang memiliki kesadaran
kritis akan hegemoni media sosial inilah yang
mampu meruntuhkan hegemoni media sosial
dengan melakukan literasi media sosial kepada
masyarakat. Dengan adanya literasi media
sosial, maka masyarakat tidak sekedar dapat
bermedia sosial, melainkan juga memiliki
kompetensi yang cukup dalam bermedia sosial
sehingga dengan sendirinya hegemoni media
sosial yang terjadi jelang Pilkada serentak 2017
ini dapat diatasi.

Literasi Media Sosial


Literasi media sosial masih jarang
diulas. Brandtweiner dan Kerschbaum (2010)
menggambarkan literasi media sosial sebagai
'dasar' keterampilan yang harus dimiliki setiap
penguna media sosial tidak hanya sebatas
teknis mengoperasikan Internet melainkan
juga memiliki kompetensi yang tinggi untuk
terlibat dengan konten yang lalu lalang di
media sosial. Kompetensi berkaitan dengan
- 18 -

Literasi Media Sosial


vs Kampanye Hitam

isi tersebut meliputi memahami isi dan


mampu menganalisis dan mengevaluasi serta
memiliki kemampuan untuk mengenali dan
menanggapi pengaruh dari isi media serta
mampu mengidentifikasi dan mengevalusi
keadaan pada saat isi yang ada di media sosial
itu diproduksi.
Sementara Hadewijch Vanwynsberghe
adalah salah satu pengagas tentang konsep
media literasi sosial. Literasi media sosial
merupakan permasalahan yang kompleks,
namun
Hadewijch
Vanwynsberghe
mengklasifikasikan literasi media sosial
membagi menjadi 3 dimensi yaitu: akses
media sosial, kompetensi media sosial,
dan penggunaan media sosial. Secara tegas
Hadewijch Vanwynsberghe menyimpulkan
bahwa literasi media sosial atau melek
media sosial adalah tidak hanya sebatas
bagaimana masyarakat dapat mengakses
ke aplikasi media sosial, melainkan mereka
juga memiliki pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan self-efficacy individu untuk secara
tepat menggunakan aplikasi media sosial dan
untuk menganalisis, mengevaluasi, berbagi,
dan menciptakan konten media sosial.
Konseptualisasi literasi media sosial menuntut
lebih banyak pemahaman tentang kompetensi
aksi dan interaksi sebagai pengguna yang lebih
apabila dibandingkan dengan kompetensi yang
harus kita miliki sebagai penguna media lain.
Secara garis besar, literasi media
sosial membutuhkan kompetensi objektif
yang berkaitan dengan kemampuan dan
pengetahuan yang berkaitan dengan konten
serta kemampuan dan pengetahuan yang
berkaitan dengan medium yang digunakan.
Sementara kompetensi yang dibutuhkan
berkaitan
dengan
kompetensi
subjektif
berkaitan dengan attitudes atau sikap dan self
effifacy atau kemampuan diri untuk membuat
pesan agar mendapatkan umpan balik atau
respons sesuai yang diharapkan.
Pendek kata, konsep literasi media sosial
tidak jauh berbeda dengan konsep literasi
media yang mana penguna media diharapkan
melek media sosial dan memiliki kompetensi
media sosial. Dalam tataran praktis, selain
mampu bersikap etis dalam bermedia sosial,
penguna media sosial harus memahami bahwa
pengunaan media sosial tidak sekedar berada
dalam ranah privat melainkan berada dalam
ranah publik sekaligus ketika pesan yang
disampaikan dapat secara berantai dan terbuka
disampaikan kepada yang lainnya.

Fenomena atau rangkaian peristiwa di


media sosial jelang Pilkada serentak 2017 sangat
beragam, mulai dari kampanye hitam hingga
perang antar pendukung di media sosial. Namun
yang mencemaskan adalah ketika kampanye
hitam yang dilontarkan akun anonim ditanggapi
secara tidak bijak oleh masyarakat karena kurang
pahamnya masyarakat akan aturan bermedia
sosial dengan baik. Sementara di sisi lain, Polda
Metro Jaya telah membentuk cyber patrol yang
merupakan tim khusus patroli siber terdiri atas 20
orang yang akan mengawasi media sosial selama
24 jam. Karena itu literasi media sosial khususnya
terkait dengan konten, sangat mendesak untuk
segera dilakukan agar masyarakat yang masih
belum memiliki pemahaman yang cukup tentang
aturan bermedia sosial yang baik, tidak terjerat
tindakan melawan hukum.
Sejumlah aturan yang wajib dipahami dalam
kerangka literasi media sosial adalah berkaitan
dengan teknis membedakan antara sumber berita
yang dapat dipercaya dan sumber berita yang
tidak dapat dipercaya yang biasanya menyebarkan
berita bohong atau hoax serta pemahaman aturan
legal formal yang berlaku di ranah media sosial
Indonesia. Sejumlah aturan legal formal berkaitan
dengan media sosial yang wajib diperhatikan
diantaranya berkaitan dengan KUHP, UU
Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE), serta
Surat Edaran Kapolri Nomor 6/2015 tentang
Hate Speech (ujaran kebencian) khususnya terkait
dengan SARA.
UU ITE yang baru saja disahkan
revisinya di DPR pada Jumat, 27 Oktober lalu
memiliki sejumlah substansi penting yang
wajib dijelaskan dalam literasi media sosial,
di antaranya: Pasal 27 ayat (3), Pasal 45 ayat
(3) yang menegaskan bahwa setiap orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik dan/
atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan atau pencemaran nama baik
dikenakan ancaman pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah). Serta Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A
ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap orang
yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan individu dan/
atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)
- 19 -

Referensi

dikenakan ancaman pidana penjara paling lama


6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dengan adanya sanksi yang tegas tentang
sejumlah pelanggaran terkait dengan media
sosial, maka peran Kemenkominfo sebagai garda
terdepan kementerian yang bertanggungjawab
dengan segala urusan yang berkaitan dengan
informasi menjadi sangat penting. Jika Menteri
Kemenkominfo mengungkapkan Kemenkominfo
bersama Kepolisian RI dan Bawaslu akan
membahas kebijakan penanganan konten media
sosial yang mengandung SARA dan "hate speech"
dalam Pilkada serentak, menurut penulis, peran
Kemenkominfo sebaiknya tidak hanya sebatas
pada pembahasan konten terkait satu konten
khusus. Melainkan harus segera melakukan
literasi media sosial kepada masyarakat. Karena,
masa kampanye Pilkada DKI dari 28 Oktober
s.d. 11 Februari 2017 rawan terjadinya berbagai
pelanggaran akibat tidak meleknya masyarakat
dalam bermedia sosial. Jangan sampai karena
larut dalam ingar-bingar di media sosial,
masyarakat yang belum dibekali kemampuan
bermedia sosial dengan baik menjadi korban
karena tersandung kasus hukum seperti yang
menimpa Buni Yani.

Penutup
Literasi media sosial perlu segera dilakukan
pemerintah, khususnya oleh Kemenkominfo.
Karena itu, Komisi I DPR RI perlu mendorong
Kemenkominfo
untuk
mengkaji
kembali
program-programnya dan memasukkan literasi
media sosial sebagai bagian dari program literasi
media. Jika ketersediaan anggaran terbatas,
maka Kemenkominfo dapat mengutamakan
pelaksanaan literasi media sosial terlebih dulu
untuk masyarakat yang berada di daerah-daerah
memiliki potensi kerawanan yang tinggi yaitu
Aceh, DKI Jakarta, dan Papua Barat. Selain
itu, Kemenkominfo dapat mengunakan info
grafis yang mudah dipahami untuk segera
disebarluaskan kepada masyarakat mengunakan
media sosial serta bekerja sama dengan
Twitter ID (Kantor Twitter Indonesia) maupun
Perwakilan facebook di Indonesia. Selain itu,
Kemenkominfo dapat bekerjasama dengan
aparat terkait seperti Divisi Humas Polri untuk
memberikan literasi media sosial secara simultan
ketika berada dalam ruang publik melalui media
penyiaran dalam acara dialog yang banyak
disaksikan oleh masyarakat guna mempercepat
pelaksanaan literasi media sosial.

Firman Noor, Dampak Media Sosial terhadap


Politisi dan Partai, http://print.kompas.com/
baca/opini/artikel/2016/11/01/DampakMedia-Sosialterhadap-Politisi-dan-Partai,
diakses 2 November 2017.
Hadewijch Vanwynsberghe, Elke Boudry, dan
Pieter Verdegem, Desember 2011, Mapping
Social Media Literacy Towards a Conceptual
Framework, Gent: Ghent University.
Saptono,
Teori
Hegemoni
Sebuah
Teori
Kebudayaan
Kontemporer,
http://dinus.
ac.id/repository/docs/ajar/Teori_Hegemoni_
Sebuah_Teori_Kebudayaan_Kontemporer.
pdf, diakses 26 Oktober 2016.
Bawaslu: Kampanye di Media Sosial Rawan
Pelanggaran
https://pilkada.tempo.
co/
read/news/
2016/10/27/304815574/
bawaslu-kampanye-di-media-sosial-rawanpelanggaran, diakses 26 Oktober 2016.
Bawaslu diminta tegas awasi akun anonim yang
sebarkan kampanye hitam, https://www.
merdeka.com/politik/bawaslu-dimintategas-awasi-akun-anonim-yang-sebarkankampanye-hitam.html, diakses 1 November
2016.
Kominfo Akan Bahas Konten Medsos Jelang
Pilkada
Serentak
https://kominfo.go.id/
content/detail/8113/kominfo-akan-bahaskonten-medsos-jelang-pilkada-serentak/0/
berita_satker, diakses 26 Oktober 2016.
Patroli Cyber, Polisi Temukan Adanya Indikasi
Black Campaign di Medsos, http://news.
detik.com/berita/d-3330762/patroli-cyberpolisi-temukan-adanya-indikasi-blackcampaign-di-medsos, diakses 1 November
2016.
Pemilihan Gubernur Jakarta, Perang di Media
Sosial Marak https://www.tempo.co/read/
fokus/2016/10/05/3369/pemilihan-gubernurjakarta-perang-di-media-sosial-marak, diakses
26 Oktober 2016.
Peraturan KPU (PKPU) No. 7 Tahun 2015 tentang
Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau
Walikota dan Wakil Walikota, http://jdih.kpu.
go.id/ data/data_pkpu/ PKPU% 20Nomor%
207% 20 Tahun%202015.pdf, diakses 2
November 2017.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai