PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya . Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus
sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum.
Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu
mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus .
Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir
setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia
kandungan kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan
saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak
daripada kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu perlu penanganan
yang cukup berbeda . Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya
bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak
bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak
seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus
selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta .
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang
secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah
plasenta previa dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas
sumbernya. Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua
persalinan yang terbagi atas plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan
yang belum jelas penyebabnya.
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau
setelah usia kehamilan,namun beberapa penderita mengalami perdarahan
sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk
mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan
biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak, mereka datang untuk
mendapatkan pertolongan.
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak
pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai perdarahan
anterpartum apapun penyebabnya, penderita harus segera dibawah ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi.Perdarahan
anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi
medisnya maupun dari aspek keperawatannya yang sangat membantu dalam
penyelamatan ibu dan janinnya.
b. Tujuan
Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan maternitas retensio plasenta
Tujuan Khusus
1. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada maternitas retensio
plasenta.
2. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan
maternitas retensio plasenta.
3. Dapat membuat perencanaan pada maternitas retensio plasenta.
4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi
tindakan yang telah dilakukan pada maternitas retensio plasenta.
Bab 2
Pembahasan
2.1 Definisi
Pengertian Retensio Plasenta adalah tertinggalnya kelahiran plasenta
selama setengah jam setelah kelahiran bayi (Prawihardjo, 2008).
Definisi Retensio Plasenta adalahplasenta yang tidak dapat terpisah dan
menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga didasari pada lamanya
waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan
(Varney, 2007).
Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami hambatan
yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan bisa
timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada masa
post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi
perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada
batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah
lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul
perdarahan masa nifas.
Disamping kematian, perdarahan post partum akibat retensio placenta
memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi puerperal karena daya tahan
penderita yang kurang. Oleh karena itu sebaiknya penanganan kala III pada
persalinan mengikuti prosedur tetap yang berlaku.
2.2 Etiologi
Etiologi
Penyebab terjadinya retensio plasenta diantaranya yaitu :
1.
Fungsional
a.
b.
tempatnya
bentuknya
ukurannya
c.
2.
Patologi Anatomis
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas
sebagian terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk
Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga
dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
2.3 klasifikasi
Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa
tingkatan yaitu sebagai berikut :
1. Placenta Adhesiva : placenta melekat pada desidua endometrium lebih
dalam
2. Placenta Inkreta : placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh
lebih dalam menembus desidua sampai miometrium.
3. Placenta Akreta : placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium
tetapi belum mencapai lapisan serosa.
4. Placenta Perkreta : placenta telah menembus mencapai serosa atau
peritonium dinding rahim.
5. Placenta Inkarserata : adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena
kontraksi ostium uteri.
6. Tabel : Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
7.
Gejala
Konsistensi
uterus
Tinggi fundus
Bentuk uterus
Perdarahan
Tali pusat
Separasi
/ Plasenta
akreta parsial
inkarserata
Kenyal
Keras
Sepusat
Diskoid
Sedang-banyak
Terjulur
sebagian
2
jari
bawah
pusat
Agak globuler
Sedang
Terjulur
Plasenta akreta
Cukup
Sepusat
Diskoid
Sedikit/tidak ada
Tidak terjulur
Ostium uteri
Separasi
plasenta
Syok
Terbuka
Lepas sebagian
Konstriksi
Sudah lepas
Sering
Jarang
Terbuka
Melekat
seluruhnya
Jarang sekali