Referat Ardi Anastesi
Referat Ardi Anastesi
ANASTESI REGIONAL
DISUSUN OLEH :
ARDI YUDHA
1102011040
ANESTESI REGIONAL
A. Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian
tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
B. Pembagian Anestesi/Analgesia Regional
1.
Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2.
Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena.
Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
2.
Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
Anastesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik
lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga
sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan
menembus kutis subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum
Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid.
bedah
abdomen
atas
dan
bawah
pediatrik
biasanya
Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2.
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3.
2.
Peralatan resusitasi
3.
Jarum spinal
Jarum
spinal
dengan
ujung
tajam
(ujung
bambu
2.
3.
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5-20mg (1-4ml)
4.
2.
3.
4.
Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 12% 2-3ml
5.
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil
27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum
suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm
agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau
ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor
tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6.
Faktor utama:
a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik lokal
2.
Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
Anestesia Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada di antara
ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan
di bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar
saraf spinal yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih
lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorikmotorik juga lebih lemah.
Bisa segmental
Reaksi sistemis
persalinan)
kemungkinan
tidak
akan
menyebabkan
2. Sebagai
tambahan
untuk
anestesi
umum.
Hal
ini
dapat
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele,
atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut
dapat menghambat penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple
sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di
mana
vasodilatasi
yang
diinduksi
oleh
obat
bius
dapat
3. Risiko hematoma
b)
Gambar 6. Jarum
Anestesi Epidural
4. Untuk
Blok
Blok
Blok
Blok
tak ada
parsial
hampir lengkap
lengkap
Tabel 1.
Melipat Lutut
Melipat Jari
++
++
+
++
+
Skala bromage untuk Blok Motorik
2.
Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam.
Volum yang digunakan <20ml.
Komplikasi:
1.
2.
3.
4.
ligamentum
supraspinosum,
ligamentum
interspinosum,
dan
Tanda-tanda klinis:
1. tangan kesemutan
2. lidah kesemutan
3. napas berat
4. mengantuk kemudian tidak sadar
5. bradikardi dan hipotensi berat
6. henti napas
7. pupil midriasi.
Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti
napas lebih disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas. Kejadian ini
timbul segera setelah tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian
ini
bersifat
sementara
namun
apabila
tidak
ditanggulangi
dapat
Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi).
Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal, 2-6 dermatom di
atas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi blok pada level yang
sama.
Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk
mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi
dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber
di T1-T4), dapat menyebabkan bradikardi sampai cardiac arrest.
2. Efek Respirasi:
-
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan
terjadinya respiratory arrest.
3. Efek Gastrointestinal:
-
DAFTAR PUSTAKA
Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009
Dobson, M. B. dkk. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 1994
Werth, M. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta: EGC. 2010
Morgan, Edward dkk. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-Hill
Companies. 2006