Anda di halaman 1dari 21

STUDI KASUS RELOKASI INDUSTRI DALAM NEGERI KE VIETNAM : ANALISIS

KUALITATIF
Damar Sasi Elsza Puspita
Akuntansi Universitas Airlangga
damarsasie@gmail.com
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Negara Sedang Berkembang (NSB) merupakan pelaku ekonomi dengan peran
multidimensi, baik sebagai pembeli maupun pemasok, pesaing dan pemakai modal.
Menurut laporan dari Bank Dunia (1993), sebagian besar konsumen dunia yang menetap
di NSB mencapai sekitar 85% dari penduduk dunia atau sekitar 5,5 milyar. Pada periode
sepuluh tahun terakhir penduduk NSB meningkat dengan laju percepatan hampir 2%
setiap tahunnya sedangkan negara maju tumbuh hanya sekitar 0,5%. Tidak heran apabila
pertumbuhan permintaan terhadap barang konsumsi (population driven demand)
merupakan gejala umum dari NSB.
Indonesia adalah salah satu negara dengan kategori sedang berkembang di
kawasan Asia Tenggara. Selain itu, Indonesia juga menempati peringkat pertama sebagai
negara di kawasan ASEAN yang berpenduduk terbanyak yakni mencapai 254,9 juta jiwa.
Hal tersebut tentu sangat mendukung upaya pemerintah dalam menyokong ketersediaan
faktor-faktor produksi dalam hal ini ialah labor. Data dari Badan Pusat Statistik
menyatakan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Indonesia mencapai
65,76%. Dari jumlah tersebut, tenaga kerja yang berhasil terserap hingga Agustus 2015 di
dominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah 50,8 juta
orang (44,27 persen) dan SMP 20,7 juta (18,03 persen). Penduduk bekerja berpendidikan
tinggi hanya sebanyak 12,6 juta orang, mencakup 3,1 juta diploma dan 9,5 juta sarjana
(bps.go.id).
Banyaknya jumlah angkatan kerja di Indonesia memunculkan spekulasi mengenai
bonus demografi yang di perkirakan akan melanda Indonesia di tahun 2020-2035. Bonus
demografi tersebut di anggap sebagai windows of opportunity untuk kemudian mampu
dimanfaatkan oleh sektor-sektor industri dalam mencukupi kebutuhan akan labor,

sehingga dapat di pastikan produktivitas industri di Indonesia akan meningkat dengan di


sokong oleh tenaga kerja dalam negeri.
Bagi NSB, industrialisasi merupakan andalan sekaligus merupakan langkah
penting dalam usaha pembangunan negara, khususnya bagi perbaikan kondisi
perekonomian. Industrialisasi dianggap sebagai strategi karena dianggap sebagai proses
linier yang harus dilalui dengan sejumlah tahapan yang saling berkaitan dan berurutan
dalam transformasi struktur ekonomi di banyak negara. Pada akhirnya, industri dengan
berbasis padat karya yang memanfaatkan labor dalam negeri di harapkan mampu
mengatasi masalah keterbelakangan, kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran di
Indonesia. Namun, agaknya impian akan hal tersebut perlu di kaji ulang. Pasalnya pada
akhir tahun 2015, telah menyebar isu mengenai rencana relokasi beberapa industri yang
awalnya beroperasi di Indonesia ke kawasan NSB lainnya, terutama Vietnam. Isu tersebut
diduga muncul sebagai akibat dari beberapa kebijakan pemerintah yang di anggap tidak
mendukung pengusaha, investor, dan aktivitas perindustrian di kawasan-kawasan pabrik,
seperti di kawasan berikat Batam. Kebijakan untuk melakukan relokasi pabrik oleh
beberapa industri tersebut banyak di lakukan oleh perusahaan multinasional demi
mencapai efisiensi. Menanggapi isu tersebut, melalui karya tulis ini penulis berkeinginan
untuk mengkaji isu relokasi tersebut sebagai bagian dari permasalahan perindustrian di
Indonesia dengan menggunakan analisis kualitatif.

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Industri Secara Umum


Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang di maksud dengan
industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Lalu,
menurut Budiono yang di maksud dengan industrialisasi adalah proses percepatan
pertumbuhan produksi barang industri yang dilaksanakan didalam negri, yang diimbangi
dengan pertumbuhan yang serupa di bidang permintaannya (yang berasal dari dalam
negri sendiri maupun luar negri). Industrialisasi akan terhambat apabila aspek
produksinya atau aspek permintaanya atau keduannya terhambat pertumbuhannya.
(Ekonomi Internasional 1990).
Adapun klasifikasi industri menurut Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan
adalah sebagai berikut:

Industri Kimia Dasar (IKD)


Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan modal yang
besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri
yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut:
1. Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri bahan
kimia tekstil.
2. Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri asam sulfat, dan
industri kaca.
3. Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri pestisida.
4. Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp,

dan industri ban.


Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
1. Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya: mesin traktor,
mesin hueler, dan mesin pompa.
2. Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin pemecah batu, buldozer,
ekskavator, dan motor grader.
3. Industri mesin perkakas, misalnya: mesin bubut, mesin bor, mesin gergaji,
dan mesin pres.

4.
5.
6.
7.

Industri elektronika, misalnya: radio, televisi, dan komputer.


Industri mesin listrik, misalnya: transformator tenaga dan generator.
Industri kereta api, misalnya: lokomotif dan gerbong.
Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil, motor, dan suku

cadang kendaraan bermotor.


8. Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang dan helikopter.
9. Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi baja, industri
alumunium, dan industri tembaga.
10. Industri perkapalan, misalnya: pembuatan kapal dan reparasi kapal.
11. Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya: mesin produksi, peralatan

pabrik, blower, dan kontruksi.


Aneka Industri (AI)
Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacammacam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini
adalah sebagai berikut:
1. Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
2. Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin
jahit, televisi, dan radio.
3. Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampo, tinta, plastik, obat-obatan,
dan pipa.
4. Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan
makanan kemasan.
5. Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan

marmer.
Industri Kecil (IK)
Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja
sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga,
misalnya: industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari
tanah (gerabah).

Industri pariwisata
Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari
kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya:
pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya: peninggalan,
arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya:
pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan

wisata kota (misalnya: melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah


pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).

2.2 Data Statistik Industri dan Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia
Sektor industri manufaktur merupakan salah satu penopang perekonomian nasional
karena sektor ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Pada tahun 2013, sektor ini berkontribusi 61,91% dari total ekspor nasional.
Sekitar tahun 1990-1996, industri manufaktur Indonesia tumbuh dengan cepat dan Indonesia
mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Oleh karenanya Indonesia mendapat julukan
sebagai macan Asia. Berikut adalah tabel yang berisi mengenai realisasi investasi pada
beberapa sektor perekonomian di Indonesia.
Tabel 2.1
Realisasi FDI di beberapa sektor di Indonesia
Sektor Ekonomi
Pertanian, Perburuan, Kehutanan, dan Perikanan

Investasi
2012

2013

2014

1 677,6

1 655,5

2 326,2

1 621,7

1 616,6

2 237,5

26.9

28.8

53.3

Diantaranya
Pertanian
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Perindustrian
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran, Restoran, dan Hotel

29

10

35.3

4 255,4

4 816,4

4 665,1

11 770,0

15 858,8

13 019,4

1 514,6

2 221,8

1 248,8

239.6

526.8

1 383,6

1 251,8

1 069,0

1 379,8

483.6

606.5

866.8

Diantaranya
Perdagangan
Restoran dan Hotel

768.2

462.5

513.1

2 808,2

1 449,9

3 000,8

Real Estate dan Jasa Perusahaan

401.8

677.7

1 168,4

Jasa Masyarakat, Sosial, dan Perorangan

645.8

341.7

337.5

Jumlah

24 564,7

28 617,5

28 529,6

Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi

1 = pertanian
2 = kehutanan
3 = perikanan
4 = pertambangan dan galian
5 = perindustrian
6 = listrik gas air
7 = konstruksi
8 = perdagangan
9 = restoran dan hotel
10 = transpotrasi, pergudangan dan
komunikasi
11 = real estate dan jasa
perusahaan
12 = jasa masyarakat, sosial dan
perorangan

Realisasi Investasi Penanaman Modal Luar Negeri Menurut Sektor Ekonomi 1 (juta US$), 2012-2014
950

1000
800

625

553

600

jumlaj 400
200
0

59

75

333 387

221 199

10

11

sektor ekonomi

Table 2.2 Tingkat pertumbuhan perekonomian di Indonesia

tahun
2008
2009
2010
2011

% pertumbuhan
6,0%
4.6%
6,2%
6,5%
Diagaram 2.1

2012
2013

6,2%
6,4%

Berdasarkan data di atas dapat di lihat bahwasannya sector perindustrian


memiliki kontribusi terbesar terhadap FDI di Indonesia, baik melalui investasi
maupun proyek, sehingga kesimpulannya FDI Indonesia sebagian besar di
sumbang oleh sector Industri. Akan tetapi, kontribusi besar tersebut bukan berarti
bahwa FDI di Indonesia selalu mengalami kenaikan. Hal tersebut terlihat antara
rentang tahun 2013-2014, terjadi penurunan yang cukup signifikan pada dua
aspek yakni investasi dan pengadaan proyek. Meskipun demikian, tren FDI di
Indonesia terus menujukkan tren yang positif sehingga Indonesia menjadi Negara
dengan potensi FDI terbesar di Asia Tenggara. Hal ini di karenakan sejak masa
Orde Baru, kebijakan-kebijakan penanaman modal dan perdagangan
Indonesia sudah menunjukkan kecondongan pada perekonomian
liberal dengan adanya kebijakan penanaman modal asing yang sangat
memfasilitasi dan mempermudah aliran investasi dari luar.
Di sisi lain, peran FDI sangat penting bagi pertumbuhan industri nasional
karena FDI merupakan salah satu sumber modal kapital untuk pengembangan dan
peningkatan efisiensi industri yang secara paralel dapat menciptakan lebih banyak
lapangan pekerjaan dan meningkatkan laju perekomian nasional. Dalam beberapa
tahun terakhir terjadi peningkatan peran investasi asing. Namun, jika
dibandingkan dengan rata-rata Asia dan Amerika Selatan, tetap saja peranan
investasi asing di Indonesia masih relatif kecil. Yang cukup menarik adalah fakta
besarnya sumbangan investasi asing di dalam perekonomian tidak terkait dengan
ideologi negara.
Dalam kaitannya dengan industri manufaktur, FDI berperan penting dalam
perkembangan dan keberlangsungan industri manufaktur terutama di negaranegara berkembang. Hal ini dikarenakan FDI memberikan supply tidak hanya

berupa modal kapital, tetapi juga dapat memberikan sumbangan dalam bentuk
teknologi tinggi (hi-tech) yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi suatu industri. FDI juga memberikan manfaat berupa keahlian dalam
management dan pengetahuan serta inovasi dan cara-cara produksi baru pada
industri manufaktur. Dengan aliran masuk FDI yang besar pada suatu negara,
maka industri manufaktur akan tumbuh dan berekspansi sehingga menyediakan
banyak lapangan pekerjaan yang secara paralel dapat menurunkan tingkat
pengangguran dan meningkatkan kualitas hidup pekerja.berikut ialah presentase
kontribusi FDI terhadap PDB Nasional.
2.3 Isu relokasi pabrik oleh beberapa industri di dalam negeri
Relokasi pabrik oleh beberapa pelaku usaha (investor) ke negara lain yang
di nilai lebih kondusif adalah keputusan yang di ambil setelah menghadapi
sejumlah permasalahan perburuhan di Tanah Air. Kebanyakan industry yang
merelokasi pabrik ialah industry padat karya. Sebelum memindahkan pabrik, para
pengusaha telah terlebih dahulu melakukan efisiensi biaya produksi dengan
mengganti tenaga kerjanya dengan mesin, seperti sepatu, tekstil, garmen, dl.
Menurut Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan
Antar Lembaga, Nuryanto, menyatakan bahwa 30 persen dari total ratusan pabrik
di Batam memiliki keinginan untuk keluar. Kebanyakan adalah pabrik otomotif,
elektronik, dan lainnya. Hal tersebut senada dengan Shinta yang menyatakan
bahwa para pengusaha tersebut memindahkan pabriknya ke negara dengan upah
tenaga kerja yang lebih murah dari Indonesia, seperti Vietnam.
Pada data berikut, terdapat penurunan kontribusi terhadap PDB Indonesia
oleh beberapa sektor Industri, salah satunya ialah industry tekstil. Menurut Ketua
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, menyatakan bahwa
setidaknya ada puluhan perusahaan tekstil nasional yang berniat untuk merelokasi
pabriknya ke Vietnam dan Myanmar. Hal tersebut lantaran permintaan buruh
untuk kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pasca kenaikan Bahan Bakar
Minyak (BBM) bersubsidi sehingga menjadi beban biaya yang harus ditanggung
oleh perusahaan. Selain itu, terdapat salah satu industry lain yang mengalami

penurunan kontribusi luar biasa terhadap PDB Nasional yakni industry furniture
dari kayu -4,07%, industry furniture dari rotan dan bamboo -10,92%, dan industry
furniture dari logam -4,16% (kemeperin.go.id). Adanya penurunan di atas
mengindikasikan adanya penurunan produktivitas yang di duga adalah akibat dari
adanya rencana relokasi pabrik.
Tabel 2.3

N
o
1
2
3
4
5

7
8
9
10
11

12
13
14

Sektor perekonomian
2011 2012
2013 Terhadap
2014*
Kontribusi Industri Pengolahan
Non Migas
Industri Makanan dan Minuman
Industri Pengolahan Tembakau
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
Industri Kulit, Barang dari Kulit
dan Alas Kaki
Industri Kayu, Barang dari Kayu
dan Gabus dan Barang Anyaman
dari Bambu, Rotan dan
Sejenisnya
Industri Kertas dan Barang dari
Kertas; Percetakan dan
Reproduksi Media Rekaman
Industri Kimia, Farmasi dan Obat
Tradisional
Industri Karet, Barang dari Karet
dan Plastik
Industri Barang Galian bukan
Logam
Industri Logam Dasar
Industri Barang Logam;
Komputer, Barang Elektronik,
Optik; dan Peralatan Listrik
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Alat Angkutan
Industri Furnitur
Industri Pengolahan Lainnya;
Jasa Reparasi dan Pemasangan
Mesin dan Peralatan

2015*
*

5,24
0,92
1,38
0,28

5,31
0,92
1,35
0,25

5,14
0,86
1,36
0,26

5,32
0,91
1,32
0,27

5,61
0,94
1,21
0,27

0,76

0,70

0,70

0,72

0,67

0,96

0,86

0,78

0,80

0,76

1,59

1,67

1,65

1,70

1,81

0,92

0,89

0,80

0,76

0,74

0,71

0,73

0,73

0,73

0,72

0,80
1,81

0,75
1,89

0,78
1,95

0,78
1,87

0,78
1,96

0,30
1,98
0,28
0,20

0,29
1,93
0,26
0,19

0,27
2,02
0,26
0,17

0,31
1,96
0,27
0,18

0,32
1,91
0,27
0,18

Selain data di atas, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat


bahwasannya ada kurang lebih 10 perusahaan yang berencana merelokasi
pabriknya ke luar negeri. Menurt Sofyan Wanandi, Ketua Umum Apindo, terdapat
10 perusahaan yang menyatakan akan merelokasi pabrik sebagai reaksi atas
tindakan sweeping, penahanan dan intimidasi yang dilakukan buruh saat aksi
menuntut kenaikan upah dan penghapusan sistem outsourcing.
Di kawasan ASEAN, terdapat dua negara yang menjadi rencana relokasi
pabrik, yakni Malaysia dan Vietnam. Hal tersebut di dasarkan pada kemudahan
birokrasi serta sesuainya tingkat upah buruh dengan tingkat produktivitas buruh.
Menurut Abdul, Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia
(Amkri), alasan pindahnya industri dalam negeri utamanya mebel ialah karena
Vietnam lebih efisien sekitar 35 persen dari Indonesia, termasuk man hour yang
juga beda 20 persen. Di katakan pula olehnya, upah buruh di Vietnam hanya
mencapai 120 USD, sedangkan di Indonesia mencapai 250 USD. Selain alasan
tersebut, banyaknya kepindahan industri mebel antara lain adanya hambatan
ekspor mebel dan kerajinan, di antaranya aturan regulasi wajib sistem verifikasi
dan legalitas kayu (SVLK), penyelundupan bahan baku rotan mentah, harga
bahan baku kayu terutama kayu jati tinggi, kenaikan UMR, dan besarnya biaya
bongkar muat di pelabuhan.
2.4 Faktor-faktor yang menyebabkan relokasi pabrik ke Vietnam
Vietnam adalah NSB lain di ASEAN yang menjadi tujuan relokasi pabrik.
Berikut adalah diagram tingkat upah di Vietnam per bulan. Dalam data di bawah
ini dapat di ketahui bahwasannya tingkat upah di Vietnam selalu mengalami
peningkatan, sehingga dapat di sebut terus memiliki tren yang positif.

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa upah pekerja di Vietnam selalu


mengalami peningkatan pertahunnya sebesar kurang lebih 3,67%. Hal tersebut
sinkron dengan terjadinya peningkatan produktivitas buruh di Vietnam. Menurut
General Statistics Office (GSO), produktivitas ekonomi pada 2015 mencapai
VND79.3 juta atau sekitar $ 3.660 per buruh. Angka ini diperkirakan akan
meningkat sebesar 6,4% dibandingkan dengan tahun 2014. Produktivitas tenaga
kerja Vietnam telah meningkat secara signifikan, dengan rasio rata-rata 3,9% per
tahun untuk periode 2006-2015. Dibandingkan dengan tahun 2010, produktivitas
tenaga kerja meningkat 23,6%, namun masih lebih rendah dari target yang
ditetapkan dari 29-32% (gso.gov.vn).
GSO juga mengatakan bahwa produktivitas tenaga kerja Vietnam masih
pada tingkat yang rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan dan
tidak merata antar sektor. Perbedaan produktivitas tenaga kerja antar negara
Vietnam dan ASEAN dengan tingkat yang lebih tinggi dari pembangunan, seperti
Singapura, Malaysia, Thailand, dan Indonesia, meningkat. Penyebab utama untuk
situasi ini, menurut GSO, adalah transformasi lambat dari struktur ekonomi,
tingginya tingkat tenaga kerja pertanian dan produktivitas yang rendah di sektor
pertanian. Selain itu, mesin, peralatan dan teknologi proses Vietnam sudah
ketinggalan jaman, dan kualitas, struktur dan efisiensi penggunaan tenaga kerja
tidak memenuhi persyaratan. Masalah produktivitas tenaga kerja berulang kali
dibahas oleh pihak berwenang setelah sebuah studi oleh Organisasi Buruh

Internasional (ILO) menunjukkan bahwa indeks produktivitas tenaga kerja dari


Vietnam pada 2013 adalah yang terendah di Asia - Pasifik. Secara khusus,
produktivitas tenaga kerja Vietnam hampir 15 kali lebih rendah dari Singapura, 11
kali dari Jepang, dan 10 kali dari Korea Selatan. Penelitian ini juga menunjukkan
penyebab situasi ini, termasuk ilmu terbelakang dan teknologi, rendahnya kualitas
sumber daya manusia dan masalah restrukturisasi ekonomi.
Menurut GSO, pada awal 2016, angkatan kerja berusia 15 tahun ke atas di
negara itu akan menjadi 54.6 juta orang, meningkat dari 185.000 orang selama
periode yang sama. Tingkat pengangguran pekerja di usia ini pada tahun 2015
adalah 2,31%, lebih tinggi dari dua tahun sebelumnya.
Kemudian, guna membandingkan dengan Indonesia dan memperkuat
argument mengenai fakta-fakta relokasi pabrik ke Vietnam, kami menyajikan data
poroduktivitas pekerja di Voietnam seperti di bawah ini.

annual real growth rate 205-2010


additional labor producivity required

historical labor productivity growth 2005-2010

required growth from labor productivity

expected growth from rising supply

GDP Growth rate


-6

-4

-2
Series 1

Berdasarkan atas tiga argumen di atas maka pemilihan Vietnam sebagai


negara terpilih dalam rencana relokasi pabrik dalam negeri telah di nilai begitu
meguntungkan bagi para pengusaha dan Investor.
Berikut merupakan penjelasan beberapa faktor yang menjadi alasan utama
pemindahan pabrik dari Indonesia ke Vietnam, antara lain :
1. Upah
Menurut Shinta, kebanyakan ke Vietnam karena upah lebih murah,
sekitar 20 persen sehingga bisa di katakana lebih murah. Vietnam juga bisa
memberikan insentif fiksal menarik, memberikan pelayanan yang baik bagi
investor, mereka datangi negara yang punya potensi untuk berinvestasi dan
memberikan kemudahan perizinan.
Sebagai contoh ialah relokasi perusahaan manufaktur AS dan Jepang
ke Taiwan, Jepang, Korea dan hongkong yang di lakukan dengan alasan
tertarik menggunakan sumber daya manusia yang terdidik dan trampil dari
Negara tersebut. Di samping kualitas intrinsik yang melekat pada tenaga kerja
terdidik tersebut, perusahaan global cukup sensitif dan bias dalam memilih
alternatif lokasi tempat usaha mereka, meliputi antara lain adanya dukungan
budaya atau etos kerja pekerja yang baik, dan kondisi sosial masyarakat yang
baik pula.
Di Indonesia sendiri, masalah ketenagakerjaan, terutama upah
minimum, menjadi isu krusial bagi Indonesia untuk menjadi lebih kompetitif.
Untuk itu, memperbaiki masalah tersebut akan meningkatkan daya saing
nasional. Menurut Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional Unsur
Pengusaha, Anton J. Supit, Indonesia menempati posisi ke-38 dari 148
negara. Data tersebut menunjukkan Indonesia masih kurang kompetitif
dibanding negara lain di kawasan, dimana Malaysia menempati urutan ke-24,
Cina (29), dan Thailand (37).
Memperbaiki masalah ketenagakerjaan, termasuk upah minimum,
akan meningkatkan daya saing nasional karena di perusahaan yang

tergolong labour-intensive, fluktuasi dan ketidakpastian upah, termasuk upah


minimum, akan sangat membantu pengusaha dalam kepastian berbisnis.
Namun, disini penulis melihat bahwasannya upah bukan merupakan faktor
utama adanya penuntutan dari buruh. Dalam hal ini lebh di tekankan pada
kompensaasi. Maksudnya ialah upah yang kompetitif. Apabila pemerintah
membantu kompensasi atas beberapa kebutuhan pekerja (seperti kesehatan
dan transportasi), menyebabkan harga barang yang kompetitif sehingga
penjualan dan pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Sementara itu, upah
minimum yang rasional tak akan menyulitkan pengusaha untuk merekrut
pegawai baru sehingga bisa mendukung pengurangan pengangguran.
Di Indonesia, permasalahan upah selalu bersangkutan dengan
produktivitas. Hal ini di karenakan serikat buruh yang berdemo menuntut
kelayakan upah, tak pula di iringi dengan peningkatan produktivitas. kenaikan
upah minimum yang tidak diimbangi dengan kenaikan prnoduktivitas,
mengakibatkan biaya buruh per unit output di Indonesia mengalami kenaikan
terbesar di kawasan selama 2000-2011 setelah Vietnam. Kenaikan upah
minimum yang signifikan mengakibatkan beberapa perusahaan, terutama
perusahaan kecil, gulung tikar atau relokasi ke daerah lain yang UMP/UMK
lebih kecil karena tidak mampu membiayai karyawannya. Hal ini berpotensi
meningkatkan pengangguran atau sektor informal.
Permasalahan upah di Indonesia seringkali menjadikan alasan perpindahan
pabrik. Berikut adalah data dari BPS tentang upah pekerja pada Industri kecil
dan menengah.

Upah Industri Kecil dan rata-rata UMP


2013
2012
2011
2010
0

200

400

600
industri kecil

800

1000

1200

1400

nasional

Apabila menilik dari data di atas, dapat di ambil kesimpulan


bahwasannya tiap tahun upah buruh dan pekerja pada sektor industry kecil
terus mengalami tren kenaikan yang positif.
Berikut merupakan indikator upah di Indonesia menurut UU nomor 13
tahun 2003, antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Lamanya masa kerja


Tinggi rendahnhya produktivitas
Faktor volume dan beban kerja
Aspek kewilayahan
Aspek kepribadian
Banyak atau sedikitnya uji kompetensi dan sertifikasi

2. Produktivitas pekerja
Faktor demografi adalah hal yang paling dasar untuk membedakan
kelomok manusia. Faktor demografi tenaga kerja dapat di kelompokkan
menurut usia, jenis kelamin, penghasilan dan lain-lain. Faktor demografi
dapat menjadi alasan yang kuat bagi tenaga kerja berikatan dengan
produktivitasnya.
Produktivitas pekerja merupakan faktor kedua di lakukannya
relokasi oleh beberapa pabrik tekstil, garmen, meubel dan lainnya ke
Vietnam. Berikut adalah data dari BPS mengenai produktivitas pekerja
pada beberapa subsector ekonomi. Apabila di kaji lebih dalam, tingkat
produktivitas pekerja mengalami tren negative pada beberapa tahun

belakangan. Tren negative tersebut kemudian menimbulkan anggapan


bahwasannya tingkat produktivitas pekerja tidak sebanding dengan tingkat
upah yang di terima dan di tuntut setiap tahunnya.

produktivitas pekerja pada beberapa subsektor yang di relokasi (dalam juta rupiah)
300
250
200
150
100
50
0

2008

2009

2010

tingkat produktivitas persektor yang di relokasi


furniture

pakaian jadi

kayu

tekstil
0

20 000

40 000
2011

60 000
2012

80 000

100 000

2013

3. Kebijakan pemerintah
Pemerintah telah megeluarkan banyak paket kebijakan ekonomi. Sayangnya,
kebiajkan mengenai upah yang selalu berubah-ubah dan sulit di ikuti,

120 000

menjadikan salah satu faktor relokasinya pabrik Indonesia ke Vietnam. Selain


itu, Pemerintah sepertinya tidak mampu menjadi penengah yang baik sehingga
menjadikan kepentingan buruh tidak sejalan dengan kepentingan pengusaha .

Secara agregatif, terdapat beberapa alasan lain yang menyebabkan terjadinya


relokasi. Antara lain :
1. Permintaan
Perusahaan atau investor akan cenderung merelokasi pabrik mengikuti
kekuatan akan permintaan pasar. Sehingga, relokasi selain di tujukan untuk
efisiensi, juga di tujukan untuk menjadi lebih dekat dengan konsumen.
2. Perubahan Struktur Perekonomian
Perubahan struktur perekonomian baik di negara maju maupun di NSB telah
mempengaruhi baik lokasi maupun relokasi kegiatan industri internasional.
3. Kebijakan Ekonomi Makro dan Ekonomi Daerah
Berbagai literatur tentang kiprah perusahaan multinasional membuktikan
bahwa kebijakan ekonomi makro di suatu negara yang dilaksanakan secara
konsisten dengan selalu menjaga stabilitas di bidang moneter (antara lain
stabilitas nilai tukar dan inflasi), dapat menarik masuknya investasi
perusahaan

tersebut

secara

drastis.

Deregulasi

pemerintah

yang

menghilangkan berbagai hambatan arus perdagangan dan investasi telah


acapkali dikemukakan oleh para senior eksekutif di majalah bisnis Fortune
dan Asian Bisnis sebagai salah satu daya tarik investasi di NSB untuk
kawasan Asia dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
4. Akses Terhadap Biaya Faktor Yang Lebih Rendah
Akses terhadap biaya faktor yang lebih rendah yang dapat diberikan oleh
berbagai alternatif tempat lokasi merupakan faktor pertimbangan utama skala
mikro yang paling dominan mempengaruhi relokasi perusahaan global
(Kinoshita, 1995; Daniels, 1994; Robock, 1989). Biaya ini antara lain
meliputi upah buruh, biaya bahan baku dan penolong; harga dan sewa
tanah/kapling industri; harga pabrik/gedung; pajak dan pungutan perizinan.
5. Akses Terhadap Sumber Daya Manusia dan Local Sourcing
Sumber daya manusia yang terdidik dan trampil merupakan suatu daya tarik
relokasi perusahaan manufaktur yang berasal dari Amerika Serikat dan

Jepang ke negara industri maju di Taiwan, Korea dan Hongkong (Kinoshita,


1995; Bohn Young, 1984; Daniel, 1994). Di samping kualitas intrinsik yang
melekat pada tenaga kerja terdidik tersebut, perusahaan global cukup sensitif
dan bias dalam memilih alternatif lokasi tempat usaha mereka, meliputi
antara lain adanya dukungan budaya atau etos kerja pekerja yang baik, dan
kondisi sosialmasyarakat dengan tingkat polycentrism dan ethnocentrism
yang tidak berlebihan.
6. Akses Terhadap Lokasi Input Produksi dan Penghematan Eksternal
(Anglomeration Economies )
Komitmen Pemerintah dalam menyediakan prasarana infrastruktur yang
memudahkan akses terhadap lokasi sumber input raw materials dan bahan
penolong ke lokasi pabrik dan tempat pengiriman barang

KESIMPULAN

Sektor industri merupakan salah satu penopang perekonomian nasional karena sektor ini
memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sehingga,
dampaknya Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia sebagian besar di sumbang oleh sector

Industri. Tren FDI yang positif tersebut berakibat meningkatnya salah satu sumber modal kapital
untuk pengembangan dan peningkatan efisiensi industri walaupun dalam beberapa tahun terakhir
FDI mengalami penurunan.
Keputusan relokasi pabrik oleh investor ke negara lain diambil setelah menghadapi
sejumlah permasalahan perburuhan di Tanah Air yang kebanyakan adalah pabrik otomotif,
elektronik, dan lainnya. Rata-rata pengusaha tersebut memindahkan pabriknya ke negara dengan
upah tenaga kerja yang lebih murah dari Indonesia, seperti Vietnam atau Malaysia.
Vietnam menjadi negara yang banyak dipilih dalam relokasi pabrik oleh investor karena
ada tiga hal utama,yaitu upah yang lebih rendah, produktivitas kerja masyarakat Vietnam yang
lebih baik dari Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan tingkat produktivitas pekerja
Vietnam yang di anggap paling cepat di ASEAN, dan kebijakan pemerintah Vietnam yang dinilai
cenderung stabil dan mampu menengahi kepentingan buruh dan pengusaha.

DAFTAR PUSTAKA

General Statistics office of Vietnam https://www.gso.gov.vn/default_en.aspx?


tabid=622&ItemID=15515 diakses pada 2 Oktober 2016 pukul 12.25
Ikhsani, Mastur Mujib, Dr. Syafrudin Budiningharto, SU. Analisis Daya Saing Industri
Pengolahan Logam di Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
Kompasiana.com http://www.kompasiana.com/faisalbasri/prospek-fdi-diindonesia_551faa95a333111841b65c35 diakses pada 2 Oktober 2016 pukul 12.27
Liputan6.com http://bisnis.liputan6.com/read/2440...m-dan-malaysia diakases pada 2 Oktober
2016 pukul 12.30
Lukmandono. 2015. The 2nd Industrial Engineering Conference (IDEC): Enhancing
Manufacturing Sector For Sustainable Development of Our Global Business Network.
ISBN: 978-602-70259-3-6. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Adhi Tama (ITATS).
Mardiantony, Try, Udisubakti Ciptomulyono. 2012. Penerapan Analisis Input Output dan ANP
dalam Penentuan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Industri di Jawa Timur. Jurnal
Teknik Pomits Vol. 1, No. 1 Hal 1-5. Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Nugroho, Puguh Setyo, Malik Cahyadin. Analisis Perkembangan Industri Kreatif di Indonesia.
Semarang: FE UNS.
Pawitan, Gandhi & Erwinda. 2013. Produktivitas tenaga kerja berdasarkan faktor demografi di
Perusahaan Manufaktur. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Bisnis Vol. 9 No. 1 tahun 2013

Rahmana, Arief, Yani Iriani, Rienna Oktarina. Februari 2012. Strategi Pengembangan Usaha
Kecil Menengah Sektor Industri Pengolahan. Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 1 Hal
14-21. Teknik Industri, Universitas Widyatama.
http://finance.detik.com/industri/3040556/mendag-harap-investor-tekstil-tak-relokasi-pabrik-kevietnam diakses pada 2 Oktober 2016 pukul 12.35
.
http://www.kabarbisnis.com/read/2858610/upah-lebih-murah--alasan-investor-relokasi-pabrikke-vietnam diakses pada 2 Oktober pukul 12.37

Anda mungkin juga menyukai