statistik kriminal 2015 menunjukkan bahwa crime rate mengalami fluktuasi pada
rate yang relatif tetap tinggi yaitu 134 pada tahun 2012, 140 pada tahun 2013,
dan 131 pada tahun 2014. Pada periode 2012 2014 jumlah kejadian kejahatan
terhadap fisik (violence), kesusilaan, kejahatan terhadap kemerdekaan, dan
kejahatan terkait narkotika di Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan
meningkat. Kejadian kejahatan terkait penipuan, penggelapan dan korupsi
tercatat secara fluktuasi pada tingkat yang masih tinggi pada periode 2012-2014.
Data data kriminalitas tersebut perlu direspon oleh berbagai pihak untuk sama
sama menjaga atau memperbaiki generasi muda yang tidak saja difokuskan
pada peningkatan softskill dan hardskill saja, namun peningkatan moral secara
nyata yang lebih sangat dibutuhkan oleh generasi muda Indonesia. BroCounceling menjadi salah satu solusi dalam memfokuskan perbaikan karakter
yang sejalan dengan pendidikan formal dalam sekolah. Bro-Counceling berupaya
untuk menciptakan kedekatan siswa terhadap guru kakak asuh agar tercipta
situasi semangat belajar yang lebih meningkat. Dalam penerapannya, BroCounceling akan menjadi orang yang solutif pada permasalahan permasalahan
yang dialami siswa dan guru kakak asuh akan melaksanakan program pengakuan
kebaikan serta program yang lainnya yang diharapkan pada akhir prosesnya
akan membuat siswa terbiasa untuk melakukan kebaikan secara ikhlas. BroCounceling akan diaplikasikan dengan program program inovatif yang
diadalamnya penuh dengan nilai pembentukan moral dan karakter yang positif
dengan proses yang berkelanjutan supaya benar benar menghasilkan karakter
positif yang kuat demi terwujudnya bonus demografi berakhlak emas.
Keywords : bonus demografi, pendidikan, mentoring, akhlak
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan pendukung utama bagi tercapainya tujuan
pembangunan manusia Indonesia yang bermutu, dan sekolah merupakan wahana
yang membantu nation builder dalam upaya menyerap berbagai ilmu pengetahuan
sekaligus pembentukan karakter. Pendidikan yang bermutu salah satunya
didukung oleh pengembangan kemampuan siswa/i dalam memahami ilmu
pengetahuan dan pesan moral yang di selipkan melalui aktivitas pembelajaran.
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
di perlukan dirinya , masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan Laporan Tahunan UNESCO Education For All Global
Monitoring Report 2012, kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64
dari 120 negara di seluruh dunia, sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan
Pendidikan (Education Development Index/EDI) Indonesia berada pada peringkat
ke-69 dari 127 negara pada 2011. Dalam laporan terbaru Program Pembangunan
PBB tahun 2013, Indonesia menempati posisi 121 dari 185 negara dalam Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dengan angka 0,629. Dengan angka itu Indonesia
tertinggal dari dua negara tetangga ASEAN yaitu Malaysia (peringkat 64) dan
Singapura (18), sedangkan IPM di kawasan Asia Pasifik adalah 0,683. Selain itu,
menurut Human Development Report Office tahun 2013, Indonesia menempati
urutan 108 dari 187 negara dengan beracuan pada Mean Years of Schooling dan
Expected Years of Schooling (en.unesco.org).
Melalui viva.co.id, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pada era
kompetisi antarnegara saat ini, Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang
bukan hanya sehat tapi juga SDM yang cerdas, produktif dan memiliki karakter.
Sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah
pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa.
Sehingga, Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang menghasilkan
generasi-generasi unggul yang berkarakter melalui Pendidikan moral.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2014, Muhammad Nuh,
menyatakan bahwa tingkat kelulusan Ujian Nasional untuk strata SMA/sederajat
mencapai 99,52% dari total 1.632.757 peserta UN di seluruh Indonesia. Dari
keseluruhan nilai nasional, terdapat 16.497 sekolah atau sekitar 89,40% dari
keseluruhan yang tingkat kelulusannya mencapai 100%. Namun, tolak ukur
keberhasilan pendidikan tidak hanya di nilai dari tingkat kelulusan siswa dalam
Ujian Nasional, tetapi juga harus memperhatikan tingkat kejujuran siswa/i dalam
mengerjakan soal-soal Ujian Nasional. Dari hasil pemetaan indeks integritas ujian
nasional (UN) untuk SMA tahun ajaran 2014/2015, tidak ada provinsi yang jujur
100 persen dalam ujian. Data dari kemendikbud tahun 2015 menyatakan bahwa
tingkat kecurangan untuk jurusan IPA mencapai 56,6%, sedangkan untuk jurusan
IPS sekitar 51,3%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perlunya suntikan
pendidikan atas moral bagi nation builder yang mengandung 18 nilai-nilai dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Pendidikan cenderung mengalami kegagalan dalam rangka membentuk
manusia dewasa dan berwatak mandiri (Supriadi, 2009: 8). Menurut I Ketut
Sumarta (2009: 8), Pendidikan nasional kita cenderung hanya menonjolkan
pembentukan kecerdasan berpikir dan menepikan penempatan kecerdasan rasa,
kecerdasan budi, bahkan kecerdasan batin. Dari sini lahirlah manusia-manusia
yang berotak pintar, manusia berprestasi secara kuantitatif akademik, namun tiada
berkecerdasan budi sekaligus sangat berketergantungan, tidak merdeka mandiri.
Hal tersebut sungguh ironi mengingat Indonesia di gadang-gadang akan
mengalami suatu kondisi dimana terjadinya transisi demografis yang di tandai
dengan penurunan angka kelahiran (TFR), melonjaknya penduduk usia produktif
(15-64 tahun), serta semakin sedikitnya jumlah manula (<64th) atau yang di sebut
bonus demografi, yang puncaknya akan terjadi di tahun 2030.
Menurut Amien Rais, saat ini Indonesia sedang mengalami krisis moral
dimana banyak sekali orang yang saling memakan hak satu sama lain. Saat ini,
kriminalitas yang di lakukan oleh generasi usia produktif terus mengalami
peningkatan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mengungkapkan bahwa
selama tahun 2007 tercatat sekitar 3.100 tindak pidana di lakukan oleh remaja
yang berusia 18 tahun dan kurang. Jumlah tersebut pada tahun 2008 dan 2009
meningkat masing-masing sebesar 3.300 dan 4.200. Hasil analisis data yang
bersumber dari Berkas Laporan Penelitian Masyarakat, BAPAS mengungkapkan
bahwa 60,0% kejahatan di lakukan oleh remaja yang putus sekolah. Dari jumlah
tersebut, 67,5% merupakan remaja berusia 16 dan 17 tahun. Mayoritas atau
sebesar 77,5% pelaku tindak pidana masih mempunyai orangtua kandung, dan
sekitar 89,0% dari mereka masih tinggal bersama orang tua kandung.
Di sisi lain, kegiatan bimbingan konseling dan guru BK yang di anggap
paling dekat dengan siswa/i dalam hal keberadaannya yang begitu penting dalam
dunia pendidikan Indonesia, di harapkan mampu membantu dalam upaya
meningkatkan moral generasi nation builder Indonesia melalui bantuan guna
mencapai kematangan emosional. Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bimbingan
adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan
potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan
memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan
rencana masa depan yang lebih baik. Akan tetapi pada praktiknya, Konseling
justru menimbulkan berbagai persepsi buruk seperti munculnya anggapan bahwa
siswa/i yang bermasalah saja yang di datangkan ke guru BK. Persepi tersebut
muncul dan berkembang secara luas sehingga mempengaruhi sisi psikologis
siswa/i untuk kemudian memunculkan anggapan bahwa Guru BK adalah momok
bagi siswa/i yang kemudian menimbulkan stereotip yang berakibat pada
minimnya kontribusi siswa/i terhadap kegiatan konseling. Persepsi yang demikian
tentunya telah membuat siswa/i segan untuk dekat dengan guru BK. Oleh karena
itu, di perlukan suatu pembaharuan yang mampu merubah citra sekaligus merubah
konsep kerja guru BK ke arah yang lebih humanis dan bersahabat.
Kondisi-kondisi seperti degradasi moral nation builder, sistem pendidikan
yang salah, kurikulum yang selalu berubah dan belum tepat sasaran serta peran
serta konseling yang kurang maksimal yang menitikberatkan pada kegiatan
membuat kapok siswa, menipiskan harapan Indonesia untuk dapat menikmati
keuntungan dari bonus demografi. Bonus demografi yang di harapkan mampu
menjadi windows of opportunity, tidak menutup kemungkinan akan menjadi
bencana demografi karena pelaku utama bonus demografi tahun 2030 nanti telah
terbelit permasalahan mengenai karakter dan moral.
Berdasarkan kondisi dan data di atas, penulis berusaha memberikan solusi
mengenai upaya meningkatan moral generasi Indonesia untuk mewujudkan
generasi berakhlak emas yaitu dengan mengusulkan konsep Bro-C atau sistem
konseling dengan melibatkan senior tingkat akhir yang telah melewati uji
kualifikasi oleh guru BK di sekolah sebagai agen pendamping siswa dalam
melaksanakan bimbingan konseling. Pelibatan senior tingkat akhir yang telah
terkualifikasi ini merupakan jawaban dari permasalahan fenomena siswa/i yang
masih pada usia remaja yang mengalami kecenderungan untuk merasa nyaman
berbagi cerita dengan teman daripada Guru BK. Hal tersebut juga di harapkan
mampu mengurangi citra Konseling dari kegiatan yang sering di anggap sebagai
wadah hukuman menjadi wadah kegiatan berbagi kebaikan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi
pendidikan adalah sebuah proses pembelajaran bagi setiap individu untuk
mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek
tertentu dan spesifik. Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut
berakibat pada setiap individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan
akhlak yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya.
Prof. H. Mahmud Yunus memberikan penjelasan tentang definisi
pendidikan yaitu suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk
mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa
mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi.
Agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukanya
dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan
agamanya.
Berdasarkan UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003, Pendidikan
merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk
memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaan,
kepribadian
yang
baik,
Bimbingan
konseling
menurut
SK
Mendikbud
aya
dan
keputusan
harus diambil.
Dari segi etimologis perkataan moral berasal dari bahasa latin yaitu
mores yang berasal dari suku kata mos. Mores berarti adat-istiadat,
kelakuan, tabiat, watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang
menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, susila.
Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian moral
sebagai kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan
dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip
dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau
moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah,
apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.
2.1.4 Bimbingan Konseling
Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa Bimbi ngan merupakan
bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan
pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan
Prayitno dan Erman Amti (2004: 99) mendefinisikan Bimbingan
sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli
kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
norma-norma yang berlaku.
berdasarkan
10
11
12
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Analisis Kuantitatif dan Analisis Kualitatif
Karya tulis ini menggunakan metode kuantitatif dan metode kualitatif.
Metode Kuantitatif dalam karya tulis ini yaitu menggunakan konsep penghitungan
tingkat pertumbuhan sebagai penguat dan landasan dasar dalam mendeskripsikan
keadaan pendidikan yang ada di Indonesia. Metode kualitatif dalam karya tulis ini
menggunakan analisis SWOT dalam merumuskan inovasi alternatif BroCounceling.
3.1.1 Tingkat Pertumbuhan
Secara umum, pertumbuhan merupakan peningkatan dari suatu
keadaan menuju suatu keadaan lain yang lebih tinggi. Pertumbuhan adalah
salah satu indikator yang sangat penting dalam menganalisis pembangunan
suatu negara termasuk di dalam bidang pendidikan sebagai landasan
perumusan kebijakan suatu negara. Tingkat Pertumbuhan merupakan
persentase selisih output pada periode analisis dengan output pada periode
dasar dibandingkan terhadap output pada peridode dasar.
Rumus dalam menghitung tingkat pertumbuhan :
3.1.2 Analisis SWOT ( Strengths, Weaknesses, Opportunities, and
Threaths )
Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan
13
14
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Bro-Counceling
Tingkat kelulusan siswa merupakan salah satu indikator yang seeringkali
di gunakan dalam kajian evaluasi kebijakan-kebijakan di Bidang Pendidikan.
Berikut merupakan data Persentase kelulusan UN tahun 2004-2013.
Tabel 4.1 Persentase Kelulusan Ujian Nasional
Tahun
Standar Nilai
Persentase
Ajaran
Lulus
Kelulusan
2004-2005
4,25
83,31
2005-2006
4,25
92,50
2006-2007
5,00
93,00
2007-2008
5,25
91,32
2008-2009
5,50
93,74
2009-2010
5,50
99,04
2010-2011
5,50
99,02
2011-2012
5,50
99,50
2012-2013
5,50
99,48
Sumber : Penulis ( data diolah dari news.okezone.com )
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa standar nilai lulus ujian nasional
Indonesia mengalami peningkatan yang bertahap. Peningkatan standar nilai lulus
tersebut tentu saja diiringi perbaikan perbaikan di segala aspek yang berkaitan
dengan sarana dan prasarana proses belajar mengajar. Hasilnya terlihat bahwa
ditiap tahunnya persentase kelulusan ujian nasional relatif mengalami peningkatan
yang cukup signifkan meskipun nilai standar kelulusan mengalami peningkatan
yang bertahap. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat pemahaman siswa maupun
standar kecerdasan siswa siswi Indonesia bisa di katakan sedang membaik.
Kecerdasan dalam konteks ini ialah kecerdasan pengetahuan yang berkaitan
dengan ilmu atau mata pelajaran yang diajarkan dalam bangku sekolah. Keadaan
15
demikian sudah menjadi modal utama kesiapan SDM Indonesia guna mencapai
keadaan bonus demografi. Dalam beberapa waktu belakangan ini, sekolah
sekolah juga berusaha menambah pendidikan keterampilan guna menambah
softskill pelajar Indonesia. Berdasarkan analisis di atas, yang meliputi adanya
perbaikan kualitas pendidikan dan pemberian bekal keterampilan, bisa di katakan
bahwa bonus demografi agaknya akan benar-benar menjadi windows of
opportunity. Adanya tren positif pada tingkat kelulusan Ujian nasional dan dengan
adanya komitmen pemerintah dalam upaya perbaikan sarana prasarana pendidikan
secara terus-menerus serta pelatihan softskill pada pelajar Indonesia menjadi kunci
optimisme Indonesia dalam menyambut bonus demografi yang diharapkan akan
membuat Indonesia berjaya di dunia dengan di sokong SDM yang handal dalam
segi intelektual.
Pada dasarnya, dalam upaya mencapai bonus demografi, bukan hanya di
butuhkan kecerdasan intelektual. Pemerintah harus sadar bahwa persiapan SDM
harus pula di dukung dengan kecerdasan moral dan penguatan karakter, sehingga
pembekalan softskill maupun hardskill yang diajarkan pada sekolah formal
maupun informal tersebut belum cukup membawa Indonesia meraih bonus
demografi 2030. Apabila kita menganalisis lebih jauh, Indonesia sebenarnya telah
mengalami krisis moral. Menurut Psikolog dari Universitas Pancasila, Charyna
Ayu Rizkyanti dalam sindonew.com, Indonesia di indikasikan mengalami
degenerasi moral. Hal tersebut di tunjukkan dengan hilangnya rasa empati
seseorang terhadap orang lain. Kita bisa melihat dengan jelas di media media
bagaimana berita korupsi, narkoba, pemerkosaan, pencurian, perampokan,
kekerasan, bullying, dan tindak kriminal lain seakan setiap hari menghiasi
dinamika penduduk Indonesia. Melihat fenomena-fenomena semakin parahnya
degradasi moral nation builder , maka dapat disimpulkan bahwa krisis moral
merupakan sumber dari segala krisis, antara lain terjadinya krisis ekonomi, krisis
politik, juga krisis kebudayaan. Krisis ekonomi tidak akan terjadi apabila pelaku
ekonomi Nasional memiliki dasar moralitas yang kuat. Krisis politik yang tidak
akan terjadi apabila para pemain politik negeri benar-benar mementingkan
kesejahteraan bangsa dan kemakmuran rakyat di atas kepentingan pribadi maupun
16
golongan. Demikian pula dengan krisis kebudayaan dan toleransi, yang tidak akan
melanda nation builder apabila dasar penguatan moral bangsa di tanamkan sejak
dini. Kejahatan-kejahatan yang merambah pada segala aspek kehidupan bangsa,
yang di lakukan oleh berbagai macam orang dari kalangan bawah, menengah
maupun atas, serta tingkat-tingkat kejahatan dari yang terkecil hingga yang paling
ekstrim yang marak belakangan ini adalah bukti paling sahih betapa moralitas
profesi sudah tergerus hingga ke titik terdalam. Data di bawah ini merupakan data
mengenai kriminalitas yang terjadi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014.
2010
2011
2012
2013
2014
Tahun
Kategori Kejahatan Pembunuhan
Kategori Kejahatan Fisik
Kategori Kejahatan Kesusilaan
Kategori Kejahatan Kemerdekaan
Kategori Kejahatan Narkotika
Kategori Kejahatan Korupsi
17
18
dalam
penerapannya
disesuaikan
dengan
strata
pendidikannya. Pada tingkat sekolah dasar (SD) yang dimana pada umumnya
tidak memiliki guru bimbingan konseling, maka eksekutor utama dari konsep
Bro-Counceling adalah melalui guru wali kelas mengingat wali kelas biasanya
memiliki tanggung jawab terhadap siswa-siswa di kelas tersebut. Pada tingkat
sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), eksekutor
utama adalah guru BK, guru lainnya, dan siswa yang telah dikaderisasi terlebih
dahulu untuk menjadi agen konseling.
Selanjutnya, Bro-Counceling dalam upaya memperbaiki moral dan
karakter bangsa memfokuskan konsepnya berdasarkan :
1.
2.
3.
4.
Integritas
Transparansi
Akuntabilitas
Kompetensi
Keempat unsur utama tersebut dipilih karena krisis moral yang dihadapi
Indonesia telah menggerogoti generasi pemuda Indonesia pada nilai nilai
tersebut. Keempatnya akan dikemas dalam kegiatan mentoring dalam bentuk
kelompok - kelompok kecil di dalam kegiatan belajar mengajar supaya efektif,
merata, terawasi dan terevaluasi dengan baik.
Selanjutnya, mekanisme Bro-Counceling adalah dibagi menjadi beberapa
tahap yaitu :
-
19
tingkat
pendidikan
sekolah
dasar,
Bro-Counceling
dalam
mekanismenya langsung melalui guru wali kelas terhadap siswanya. Pada sekolah
dasar, penerapan konsep Bro-Counceling lebih ditekankan pada kejujuran siswa
20
karena pada sekolah dasar yang dimana siswanya masih dalam kategori anak
anak, maka nilai kejujuran ini perlu ditanamkan semenjak awal. Konsep kejujuran
diterapkan dengan kegiatan berbagi cerita kebaikan apa yang telah siswa lakukan
yang diceritakan secara bergilir. Harapannya, dengan adanya respon positif dari
teman temannya atas kebaikan kebaikan yang telah diceritakan, lambat laun
siswa akan menjadi pribadi yang ikhlas dan terbiasa berbagi kebaikan. Kegiatan
positif selanjutnya adalah siswa dipertontonkan contoh contoh kebaikan yang
dilakukan anak seusianya yang kemudian melalui kegiatan ekstrakurikuler dan
pelajaran muatan lokal, siswa ditempatkan pada kegiatan kegiatan positif
membantu masyarakat seperti kerja bakti, bersama sama mengunjungi panti
asuhan dan sebagainya.
Dalam pelaksanaannya, Bro-Counceling tetap berpegang pada 18 nilainilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, meliputi:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
6. Kreatif
21
22
23
24
pelayanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan tantangantantangan yang dihadapinya dibidang studi akademik. Sehingga,
siswa akan cenderung berkeinginan untuk terlibat dengan kegiatan
konseling apabila terdapat dorongan yang kuat dan untuk mencapai
tujuan-tujuan lain. Ketertarikan ini mengindikasikan adanya minat.
Menurut
Muhajir
kecenderungan
(dalam
afektif
Prasetyono,2008),
(perasaan,
emosi)
minat
adalah
seseorang
untuk
Siswa yang
siswa-siswa
yang
bermasalah.
Sehingga
dengan
(mental), tetapi
juga harus
berorientasi
pada
25
26
27
isu-isu
mengenai
Ras,
dan
sehingga
menghasilkan
bonus
demografi
berakhlak
emas,
Guru
Guru Bimbingan Konseling, dalam hal ini guru bimbingan konseling
berusaha mengubah pembawaan diri menjadi orang yang ramah
terhadap siswa sehingga mengubah persepsi siswa. Kemudian guru BK
juga berusaha membuat konsep konsep konseling secara kreatif yang
28
BAB 5
KESIMPULAN
Pendidikan merupakan aspek penting guna memberikan bekal intelektual
bagi nation builder. Mengingat bahwa pada saat ini Indonesia tengah mengalami
degradasi moral, dimana terjadi peningkatan tingkat kejahatan asusila, kejahatan
sosial, isu-isu SARA, korupsi, kriminalitas dan penyalahgunaan narkotika oleh
nation builder, maka nation builder harus pula di berikan bekal moral dan
karakter dalam persiapan menghadapi Bonus Demografi 2030. Salah satu media
29
DAFTAR PUSTAKA
ACDPIndonesia(2015). Tidak ada provinsi yang jujur 100%. Di akses melalui
http://www.acdpindonesia.org/id/tidak-ada-provinsi-yang-jujur-100
persen/ pada tanggal 08 Oktober 2016
Antaranews.2015.BKKBN: Bonus Demografi Bisa Jadi Bencana. Di akses
melalui
http://www.antarasumbar.com/berita/121615/bkkbn-
30
tegaskan
2016
Badan Pusat Statistik Indonesia.2010.Profil Kriminalitas Remaja. Di akses
melalui http://bps.go.id/ pada tanggal 08 Oktober 2016
BBC.com.
2016.
Indeks
Korupsi
Indonesia.
Di
akses
melalui
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/01/160127_indonesiaindeks
_korupsi pada tanggal 12 Oktober 2016.
Cahyono, Agus Hadi & Eko Darminto.2013.Hubungan antara Persepsi dan Sikap
Siswa terhadap Bimbingan dan Konseling dengan Minat Siswa untuk
Memanfaatkan Layanan Bimbingan dan Konseling. UNESA journal
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Vol. 1 No. 1 pp 16-25 Januari 2013.
Fauzinesa.
2012.
Sistem
Pendidikan.
Di
akses
melalui
http://www.fauzinesia.com/2012/06/pengertian-sistem-pendidikan.html
pada tanggal 09 Oktober 2016
Gainau, Maryam B.Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa dalam Perspektif
Budaya dan Implikasinya terhadap Konseling.
Human
Development
Reports.2013.Education
Index.
Di
akses
melalui
Pengertian
sistem.
Di
akses
melalui
http://www.academia.edu/7534109/Pengertian_Sistem_Menurut_Jogiyan
o_H pada tanggal 09 Oktober 2016
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Republik
Indonesia.
http://kemdikbud.go.id/
Kompasiana.com (2015). pentingnya pendidikan moral bangsa. Di akses pada
tanggal
08
Oktober
2016
melalui
31
http://www.kompasiana.com/ajengpuspitawati/pentingnya pendidikanmoral-bangsa_55547fddb67e616714ba5534
Kusmaryani, Rosita Endang.2006. Pendidikan Multikultural sebagai Alternatif
Penanaman Nilai
Pendidikan Menengah
PLKPS & PLKPLS.2016. Praktek Lapangan Konseling Luar Sekolah.
Pradipto. Y.D. 2005. Pemahaman Multikultural dan Pendidikan Multikultural.
Kompas. Minggu, 20 Maret 2005.
Sari,
Winda
Puspita.2013.
Tinjuan
Kriminologis
terhadap
Kenakalan
Remaja.Makassar: Skripsi.
Sukadi. 2002. Hubungan antara persepsi dan sikap siswa Terhadap lingkungan
fisik sekolah
Makassar.
Makasar: Thesis
melalui
http://www.timesindonesia.co.id/read/132046/1/20160904/174924/dpr-ri
bonus demografi-bisa-jadi-bencana/ pada tanggal 09 Oktober 2016
melalui
http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/fl10387/node/13662
pada 09 Oktober
2016
32