Anda di halaman 1dari 32

1

BRO-COUNCELING: MODEL KONSELING SISWA OLEH


GURU MELALUI QUALIFIED SENIOR GUNA
MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI BERAKHLAK EMAS
Mochamad Eka Toar Raja, Damar Sasi Elsza Puspita
Universitas Airlangga
Abstrak: Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam setiap upaya
pembangunan manusia yang berkualitas disetiap negara. Indonesia sendiri
menganggarkan khusus APBN-nya setiap tahun kurang lebih sebesar 20 persen.
Pemerintah Indonesia sudah berjuang cukup serius dalam upaya meningkatkan
kualitas putera puteri Indonesia. Upaya- upaya yang dilakukan pemerintah
secara umum kita bisa melihat pada kurikulum pendidikan yang beberapa kali
dirubah atau disesuaikan dengan harapan lebih meningkatkan output pendidikan
berupa kualitas softskill maupun hardskill yang lebih bersaing di dunia global.
Berdasarkan data Kemendikbud, pada tahun ajaran 2004-2005 persentase nilai
kelulusan siswa tercatat sebesar 83,31 persen dengan standar nilai lulus 4,25.
Pada 2005-2006 persentase nilai kelulusan siswa tercatat sebesar 92,5 persen
dengan standar nilai lulus 4,25. Kemudian tahun ajaran 2006-2007 mempunyai
persentase nilai kelulusan sebesar 93,00 persen dengan standar nilai lulus 5,00.
Selanjutnya pada 2007-2008 dengan persentase nilai kelulusan 91,32 persen
dengan standar nilai lulus 5,25. Lalu pada 2008-2009 presentase nilai kelulusan
sebesar 93,74 persen dengan standar nilai lulus sebesar 5,50. Pada tahun ajaran
2009-2010 persentase nilai kelulusan sebesar 99,04 persen dengan standar nilai
lulus 5,50. Pada tahun ajaran 2010-2011 persentase nilai kelulusan 99,02 persen
dengan standar nilai lulus 5,50. Pada 2011-2012 persentase nilai kelulusan 99, 5
persen dengan standar nilai kelulusan 5,50. Kemudian pada 2012-2013
persentase nilai kelulusan 99,48 persen dengan standar nilai kelulusan 5,50.
Situasi tersebut menunjukkan bahwa berbagai kurikulum yang dihadapi oleh
pelajar Indonesia sebenarnya cukup mampu untuk diikuti dengan baik, terbukti
dengan tingkat kelulusan yang cukup tinggi tersebut. Disisi lain, berdasarkan

statistik kriminal 2015 menunjukkan bahwa crime rate mengalami fluktuasi pada
rate yang relatif tetap tinggi yaitu 134 pada tahun 2012, 140 pada tahun 2013,
dan 131 pada tahun 2014. Pada periode 2012 2014 jumlah kejadian kejahatan
terhadap fisik (violence), kesusilaan, kejahatan terhadap kemerdekaan, dan
kejahatan terkait narkotika di Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan
meningkat. Kejadian kejahatan terkait penipuan, penggelapan dan korupsi
tercatat secara fluktuasi pada tingkat yang masih tinggi pada periode 2012-2014.
Data data kriminalitas tersebut perlu direspon oleh berbagai pihak untuk sama
sama menjaga atau memperbaiki generasi muda yang tidak saja difokuskan
pada peningkatan softskill dan hardskill saja, namun peningkatan moral secara
nyata yang lebih sangat dibutuhkan oleh generasi muda Indonesia. BroCounceling menjadi salah satu solusi dalam memfokuskan perbaikan karakter
yang sejalan dengan pendidikan formal dalam sekolah. Bro-Counceling berupaya
untuk menciptakan kedekatan siswa terhadap guru kakak asuh agar tercipta
situasi semangat belajar yang lebih meningkat. Dalam penerapannya, BroCounceling akan menjadi orang yang solutif pada permasalahan permasalahan
yang dialami siswa dan guru kakak asuh akan melaksanakan program pengakuan
kebaikan serta program yang lainnya yang diharapkan pada akhir prosesnya
akan membuat siswa terbiasa untuk melakukan kebaikan secara ikhlas. BroCounceling akan diaplikasikan dengan program program inovatif yang
diadalamnya penuh dengan nilai pembentukan moral dan karakter yang positif
dengan proses yang berkelanjutan supaya benar benar menghasilkan karakter
positif yang kuat demi terwujudnya bonus demografi berakhlak emas.
Keywords : bonus demografi, pendidikan, mentoring, akhlak

iii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan pendukung utama bagi tercapainya tujuan
pembangunan manusia Indonesia yang bermutu, dan sekolah merupakan wahana
yang membantu nation builder dalam upaya menyerap berbagai ilmu pengetahuan
sekaligus pembentukan karakter. Pendidikan yang bermutu salah satunya
didukung oleh pengembangan kemampuan siswa/i dalam memahami ilmu
pengetahuan dan pesan moral yang di selipkan melalui aktivitas pembelajaran.
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
di perlukan dirinya , masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan Laporan Tahunan UNESCO Education For All Global
Monitoring Report 2012, kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64
dari 120 negara di seluruh dunia, sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan
Pendidikan (Education Development Index/EDI) Indonesia berada pada peringkat
ke-69 dari 127 negara pada 2011. Dalam laporan terbaru Program Pembangunan
PBB tahun 2013, Indonesia menempati posisi 121 dari 185 negara dalam Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dengan angka 0,629. Dengan angka itu Indonesia
tertinggal dari dua negara tetangga ASEAN yaitu Malaysia (peringkat 64) dan
Singapura (18), sedangkan IPM di kawasan Asia Pasifik adalah 0,683. Selain itu,
menurut Human Development Report Office tahun 2013, Indonesia menempati
urutan 108 dari 187 negara dengan beracuan pada Mean Years of Schooling dan
Expected Years of Schooling (en.unesco.org).
Melalui viva.co.id, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pada era
kompetisi antarnegara saat ini, Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang

bukan hanya sehat tapi juga SDM yang cerdas, produktif dan memiliki karakter.
Sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah
pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa.
Sehingga, Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang menghasilkan
generasi-generasi unggul yang berkarakter melalui Pendidikan moral.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2014, Muhammad Nuh,
menyatakan bahwa tingkat kelulusan Ujian Nasional untuk strata SMA/sederajat
mencapai 99,52% dari total 1.632.757 peserta UN di seluruh Indonesia. Dari
keseluruhan nilai nasional, terdapat 16.497 sekolah atau sekitar 89,40% dari
keseluruhan yang tingkat kelulusannya mencapai 100%. Namun, tolak ukur
keberhasilan pendidikan tidak hanya di nilai dari tingkat kelulusan siswa dalam
Ujian Nasional, tetapi juga harus memperhatikan tingkat kejujuran siswa/i dalam
mengerjakan soal-soal Ujian Nasional. Dari hasil pemetaan indeks integritas ujian
nasional (UN) untuk SMA tahun ajaran 2014/2015, tidak ada provinsi yang jujur
100 persen dalam ujian. Data dari kemendikbud tahun 2015 menyatakan bahwa
tingkat kecurangan untuk jurusan IPA mencapai 56,6%, sedangkan untuk jurusan
IPS sekitar 51,3%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perlunya suntikan
pendidikan atas moral bagi nation builder yang mengandung 18 nilai-nilai dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Pendidikan cenderung mengalami kegagalan dalam rangka membentuk
manusia dewasa dan berwatak mandiri (Supriadi, 2009: 8). Menurut I Ketut
Sumarta (2009: 8), Pendidikan nasional kita cenderung hanya menonjolkan
pembentukan kecerdasan berpikir dan menepikan penempatan kecerdasan rasa,
kecerdasan budi, bahkan kecerdasan batin. Dari sini lahirlah manusia-manusia
yang berotak pintar, manusia berprestasi secara kuantitatif akademik, namun tiada
berkecerdasan budi sekaligus sangat berketergantungan, tidak merdeka mandiri.
Hal tersebut sungguh ironi mengingat Indonesia di gadang-gadang akan
mengalami suatu kondisi dimana terjadinya transisi demografis yang di tandai
dengan penurunan angka kelahiran (TFR), melonjaknya penduduk usia produktif

(15-64 tahun), serta semakin sedikitnya jumlah manula (<64th) atau yang di sebut
bonus demografi, yang puncaknya akan terjadi di tahun 2030.
Menurut Amien Rais, saat ini Indonesia sedang mengalami krisis moral
dimana banyak sekali orang yang saling memakan hak satu sama lain. Saat ini,
kriminalitas yang di lakukan oleh generasi usia produktif terus mengalami
peningkatan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mengungkapkan bahwa
selama tahun 2007 tercatat sekitar 3.100 tindak pidana di lakukan oleh remaja
yang berusia 18 tahun dan kurang. Jumlah tersebut pada tahun 2008 dan 2009
meningkat masing-masing sebesar 3.300 dan 4.200. Hasil analisis data yang
bersumber dari Berkas Laporan Penelitian Masyarakat, BAPAS mengungkapkan
bahwa 60,0% kejahatan di lakukan oleh remaja yang putus sekolah. Dari jumlah
tersebut, 67,5% merupakan remaja berusia 16 dan 17 tahun. Mayoritas atau
sebesar 77,5% pelaku tindak pidana masih mempunyai orangtua kandung, dan
sekitar 89,0% dari mereka masih tinggal bersama orang tua kandung.
Di sisi lain, kegiatan bimbingan konseling dan guru BK yang di anggap
paling dekat dengan siswa/i dalam hal keberadaannya yang begitu penting dalam
dunia pendidikan Indonesia, di harapkan mampu membantu dalam upaya
meningkatkan moral generasi nation builder Indonesia melalui bantuan guna
mencapai kematangan emosional. Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bimbingan
adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan
potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan
memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan
rencana masa depan yang lebih baik. Akan tetapi pada praktiknya, Konseling
justru menimbulkan berbagai persepsi buruk seperti munculnya anggapan bahwa
siswa/i yang bermasalah saja yang di datangkan ke guru BK. Persepi tersebut
muncul dan berkembang secara luas sehingga mempengaruhi sisi psikologis
siswa/i untuk kemudian memunculkan anggapan bahwa Guru BK adalah momok
bagi siswa/i yang kemudian menimbulkan stereotip yang berakibat pada
minimnya kontribusi siswa/i terhadap kegiatan konseling. Persepsi yang demikian
tentunya telah membuat siswa/i segan untuk dekat dengan guru BK. Oleh karena

itu, di perlukan suatu pembaharuan yang mampu merubah citra sekaligus merubah
konsep kerja guru BK ke arah yang lebih humanis dan bersahabat.
Kondisi-kondisi seperti degradasi moral nation builder, sistem pendidikan
yang salah, kurikulum yang selalu berubah dan belum tepat sasaran serta peran
serta konseling yang kurang maksimal yang menitikberatkan pada kegiatan
membuat kapok siswa, menipiskan harapan Indonesia untuk dapat menikmati
keuntungan dari bonus demografi. Bonus demografi yang di harapkan mampu
menjadi windows of opportunity, tidak menutup kemungkinan akan menjadi
bencana demografi karena pelaku utama bonus demografi tahun 2030 nanti telah
terbelit permasalahan mengenai karakter dan moral.
Berdasarkan kondisi dan data di atas, penulis berusaha memberikan solusi
mengenai upaya meningkatan moral generasi Indonesia untuk mewujudkan
generasi berakhlak emas yaitu dengan mengusulkan konsep Bro-C atau sistem
konseling dengan melibatkan senior tingkat akhir yang telah melewati uji
kualifikasi oleh guru BK di sekolah sebagai agen pendamping siswa dalam
melaksanakan bimbingan konseling. Pelibatan senior tingkat akhir yang telah
terkualifikasi ini merupakan jawaban dari permasalahan fenomena siswa/i yang
masih pada usia remaja yang mengalami kecenderungan untuk merasa nyaman
berbagi cerita dengan teman daripada Guru BK. Hal tersebut juga di harapkan
mampu mengurangi citra Konseling dari kegiatan yang sering di anggap sebagai
wadah hukuman menjadi wadah kegiatan berbagi kebaikan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi
pendidikan adalah sebuah proses pembelajaran bagi setiap individu untuk
mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek
tertentu dan spesifik. Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut
berakibat pada setiap individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan
akhlak yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya.
Prof. H. Mahmud Yunus memberikan penjelasan tentang definisi
pendidikan yaitu suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk
mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa
mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi.
Agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukanya
dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan
agamanya.
Berdasarkan UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003, Pendidikan
merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk
memiliki

kekuatan

spiritual

keagamaan,

kepribadian

yang

baik,

pengendalian diri, berakhlak mulia, kecerdasan,dan keterampilan yang


diperlukan oleh dirinya dan masyarakat.
Definisi

Bimbingan

konseling

menurut

SK

Mendikbud

no.025/D/1995 adalah layanan bantuan untuk peserta didik baik secara


perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara

optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karir melalui


berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma
yang berlaku.
Dari beberapa pengertian tersebut tentang definisi pendidikan,
maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan ialah bimbingan yang
diberikan kepada generasi muda Indonesia dalam masa pertumbuhan dan
perkembangannya untuk mencapai tingkat kedewasaan dan bertjuan untuk
menambah ilmu pengetahuan, membentuk karakter diri, dan mengarahkan
anak untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Pendidikan juga bisa diartikan
sebagai usaha sadar yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik dalam
belajar melalui suatu kegiatan pengajaran, bimbingan dan latihan demi
peranannya dimasa yang akan datang. Pendidikan juga tidak hanya
berkutat dengan proses belajar-mengajar di sekolah, tetapi juga berupa
ajaran moral serta pendidikan karakter.
2.1.2 Sistem Pendidikan nasional
Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti
adalah cara atau strategi. Dalam bahasa Inggris sistem berarti jaringan,
susunan, cara. Sistem juga diartikan suatu strategi atau cara berpikir.
Pengertian sistem berasal dari bahasa Latin (systma) dan bahasa Yunani
(sustma) yaitu suatu kesatuan yang terdiri dari atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau
energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set
entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa
dibuat (Darmoyo, 2008). Menurut UU nomor 20 tahun 2003, Pengertian
sistem pendidikan nasionall adalah keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.
2.1.3 Krisis Moral

Dalam kamus umum bahasa Indonesia karangan Poerwadaminta,


krisis/krisis/ a 1 keadaan yang berbahaya (dalam menderita sakit); parah
sekali; 2 keadaan yang genting; kemelut; 3 keadaan suram (tentang
ekonomi, moral, dan sebagainya); 4 Sas saat yang menentukan di dalam
cerita atau drama ketika situasi menjadi berbah

aya

dan

keputusan

harus diambil.
Dari segi etimologis perkataan moral berasal dari bahasa latin yaitu
mores yang berasal dari suku kata mos. Mores berarti adat-istiadat,
kelakuan, tabiat, watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang
menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, susila.
Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian moral
sebagai kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan
dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip
dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau
moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah,
apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.
2.1.4 Bimbingan Konseling
Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa Bimbi ngan merupakan
bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan
pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan
Prayitno dan Erman Amti (2004: 99) mendefinisikan Bimbingan
sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli
kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
norma-norma yang berlaku.

berdasarkan

10

Jadi, bisa di simpulkan bahwa Bimbingan adalah proses pemberian


bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau
beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar
orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri
dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada
dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Menurut Arthur J. Jones dan Buffon Stefflre and Norman R.
Stewart, konseling ialah hubungan profesional antara konseling terlatih
dengan klien. Hubungan ini biasanya antara orang ke orang meskipun
kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk
membantu klien memahami dan memperjelas pandangannya mengenai
ruang hidupnya sehingga dia dapat mimilih cara untuk membuat pilihan
yang bermakna dan informasi yang tersedia baginya.
Herbert M Burks mendefinisikan konseling sebagai suatu proses
yang berorientasikan belajar, dilaksanakan dalam suatu lingkungan sosial,
antara seorang dengan seorang yang lain, di mana seorang konselor harus
memiliki kemampuan profesional dalam bidang keterampilan dan
pengetahuan psikologi. Konselor berusaha membantu klien dengan metode
yang sesuai atau cocok dengan kebutuhan klien tersebut dalam
hubungannya dengan keseluruhan program, agar individu mempelajari
secara lebih baik mengenai dirinya sendiri dan belajar bagaimana
memanfaatkan pemahaman mengenai dirinya untuk memperoleh tujuantujuan hidup yang lebih realistis, sehingga klien dapat menjadi anggota
dari masyarakat yang berbahagia dan lebih produktif.
Sehingga, bisa di definisikan bahwa Konseling adalah hubungan
pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana
konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus
yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli
dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan
kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan

11

menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi


maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana
memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan
yang akan datang.
Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli
(disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu
masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki
dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu dapat
memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal,
mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk
mencapai kesejahteraan hidup.
2.1.5 Bonus Demografi
Menurut BKKBN (2013) pengeratian bonus demografi adalah
keuntungan yang dinikmati suatu negara yang ada di dunia ini sebagai
akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64
tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialami oleh negaranya tersebut.
Menurut Wongboonsin (2003), dalam paparan kepala BKKBN
Nasonal Prof. dr. Fasli Jalal, PhD, SpGK di Univeritas Undayana Provinsi
Bali. Mengartikan bonus demografi (demographic dividen) sebagai
keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya sebuah rasio
ketergantungan sebagai hasil penurunan fertilitas jangka panjang. Fartilitas
disini bisa dikatakan sebagai kemampuan riil seoarang wanita untuk
melahirkan (Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
: 1981)

12

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Analisis Kuantitatif dan Analisis Kualitatif
Karya tulis ini menggunakan metode kuantitatif dan metode kualitatif.
Metode Kuantitatif dalam karya tulis ini yaitu menggunakan konsep penghitungan
tingkat pertumbuhan sebagai penguat dan landasan dasar dalam mendeskripsikan
keadaan pendidikan yang ada di Indonesia. Metode kualitatif dalam karya tulis ini
menggunakan analisis SWOT dalam merumuskan inovasi alternatif BroCounceling.
3.1.1 Tingkat Pertumbuhan
Secara umum, pertumbuhan merupakan peningkatan dari suatu
keadaan menuju suatu keadaan lain yang lebih tinggi. Pertumbuhan adalah
salah satu indikator yang sangat penting dalam menganalisis pembangunan
suatu negara termasuk di dalam bidang pendidikan sebagai landasan
perumusan kebijakan suatu negara. Tingkat Pertumbuhan merupakan
persentase selisih output pada periode analisis dengan output pada periode
dasar dibandingkan terhadap output pada peridode dasar.
Rumus dalam menghitung tingkat pertumbuhan :
3.1.2 Analisis SWOT ( Strengths, Weaknesses, Opportunities, and
Threaths )
Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan

13

ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu


berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan
analis. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus
menganalisa faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. (Rangkuti, 1997).

14

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Bro-Counceling
Tingkat kelulusan siswa merupakan salah satu indikator yang seeringkali
di gunakan dalam kajian evaluasi kebijakan-kebijakan di Bidang Pendidikan.
Berikut merupakan data Persentase kelulusan UN tahun 2004-2013.
Tabel 4.1 Persentase Kelulusan Ujian Nasional
Tahun
Standar Nilai
Persentase
Ajaran
Lulus
Kelulusan
2004-2005
4,25
83,31
2005-2006
4,25
92,50
2006-2007
5,00
93,00
2007-2008
5,25
91,32
2008-2009
5,50
93,74
2009-2010
5,50
99,04
2010-2011
5,50
99,02
2011-2012
5,50
99,50
2012-2013
5,50
99,48
Sumber : Penulis ( data diolah dari news.okezone.com )
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa standar nilai lulus ujian nasional
Indonesia mengalami peningkatan yang bertahap. Peningkatan standar nilai lulus
tersebut tentu saja diiringi perbaikan perbaikan di segala aspek yang berkaitan
dengan sarana dan prasarana proses belajar mengajar. Hasilnya terlihat bahwa
ditiap tahunnya persentase kelulusan ujian nasional relatif mengalami peningkatan
yang cukup signifkan meskipun nilai standar kelulusan mengalami peningkatan
yang bertahap. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat pemahaman siswa maupun
standar kecerdasan siswa siswi Indonesia bisa di katakan sedang membaik.
Kecerdasan dalam konteks ini ialah kecerdasan pengetahuan yang berkaitan
dengan ilmu atau mata pelajaran yang diajarkan dalam bangku sekolah. Keadaan

15

demikian sudah menjadi modal utama kesiapan SDM Indonesia guna mencapai
keadaan bonus demografi. Dalam beberapa waktu belakangan ini, sekolah
sekolah juga berusaha menambah pendidikan keterampilan guna menambah
softskill pelajar Indonesia. Berdasarkan analisis di atas, yang meliputi adanya
perbaikan kualitas pendidikan dan pemberian bekal keterampilan, bisa di katakan
bahwa bonus demografi agaknya akan benar-benar menjadi windows of
opportunity. Adanya tren positif pada tingkat kelulusan Ujian nasional dan dengan
adanya komitmen pemerintah dalam upaya perbaikan sarana prasarana pendidikan
secara terus-menerus serta pelatihan softskill pada pelajar Indonesia menjadi kunci
optimisme Indonesia dalam menyambut bonus demografi yang diharapkan akan
membuat Indonesia berjaya di dunia dengan di sokong SDM yang handal dalam
segi intelektual.
Pada dasarnya, dalam upaya mencapai bonus demografi, bukan hanya di
butuhkan kecerdasan intelektual. Pemerintah harus sadar bahwa persiapan SDM
harus pula di dukung dengan kecerdasan moral dan penguatan karakter, sehingga
pembekalan softskill maupun hardskill yang diajarkan pada sekolah formal
maupun informal tersebut belum cukup membawa Indonesia meraih bonus
demografi 2030. Apabila kita menganalisis lebih jauh, Indonesia sebenarnya telah
mengalami krisis moral. Menurut Psikolog dari Universitas Pancasila, Charyna
Ayu Rizkyanti dalam sindonew.com, Indonesia di indikasikan mengalami
degenerasi moral. Hal tersebut di tunjukkan dengan hilangnya rasa empati
seseorang terhadap orang lain. Kita bisa melihat dengan jelas di media media
bagaimana berita korupsi, narkoba, pemerkosaan, pencurian, perampokan,
kekerasan, bullying, dan tindak kriminal lain seakan setiap hari menghiasi
dinamika penduduk Indonesia. Melihat fenomena-fenomena semakin parahnya
degradasi moral nation builder , maka dapat disimpulkan bahwa krisis moral
merupakan sumber dari segala krisis, antara lain terjadinya krisis ekonomi, krisis
politik, juga krisis kebudayaan. Krisis ekonomi tidak akan terjadi apabila pelaku
ekonomi Nasional memiliki dasar moralitas yang kuat. Krisis politik yang tidak
akan terjadi apabila para pemain politik negeri benar-benar mementingkan
kesejahteraan bangsa dan kemakmuran rakyat di atas kepentingan pribadi maupun

16

golongan. Demikian pula dengan krisis kebudayaan dan toleransi, yang tidak akan
melanda nation builder apabila dasar penguatan moral bangsa di tanamkan sejak
dini. Kejahatan-kejahatan yang merambah pada segala aspek kehidupan bangsa,
yang di lakukan oleh berbagai macam orang dari kalangan bawah, menengah
maupun atas, serta tingkat-tingkat kejahatan dari yang terkecil hingga yang paling
ekstrim yang marak belakangan ini adalah bukti paling sahih betapa moralitas
profesi sudah tergerus hingga ke titik terdalam. Data di bawah ini merupakan data
mengenai kriminalitas yang terjadi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014.

Kasus Kriminal di Indonesia


jumlah kasus

2010

2011

2012

2013

2014

Tahun
Kategori Kejahatan Pembunuhan
Kategori Kejahatan Fisik
Kategori Kejahatan Kesusilaan
Kategori Kejahatan Kemerdekaan
Kategori Kejahatan Narkotika
Kategori Kejahatan Korupsi

Gambar 4.1 Kasus Kriminal di Indonesia


Sumber : Penulis ( data diolah dari Statistik Kriminal 2015 BPS )
Melihat diagram pada gambar 1 memperlihatkan bahwasanya Indonesia
masih sangat membutuhkan bekal pendidikan karakter dan moral. Berdasarkan
data terlihat bahwa setiap tahunnya jumlah kriminalitas di Indonesia mengalami
pertumbuhan yang fluktuatif namun pada tren yang cukup konstan bahkan
beberapa kategori kejahatan memiliki tren yang meningkat. Keadaan yang cukup
menarik bisa kita lihat dari kejahatan narkotika yang memiliki tren yang positif.
Keadaan tersebut perlu untuk direspon oleh semua pihak agar nation builder yang
kelak menjadi pelaku bonus demografi tidak teracuni dan terjerumus oleh

17

pengaruh narkotika karena sifatnya yang merusak. Data tersebut juga


menunjukkan bahwa pengawasan orang tua dan seluruh komponen masyarakat,
terutama sekolah, masih kurang dalam mengawasi tingkah laku nation builder.
Pendidikan anti narkoba yang diterapkan di sekolah maupun masyarakat perlu
diiringi dengan pendidikan moral dan karakter, sehingga nation builder akan
memapu membentengi diri mereka sendiri terhadap jeruji kesesatan narkotika. Di
harapkan, upaya tersebut mampu menciptakan nation builder yang peduli
terhadap diri sendiri dan nasib bangsanya tanpa perlu pengawasan dari pihak luar.
Salah satu hal yang lebih menarik ialah tingkat kejahatan korupsi
Indonesia selalu berada diatas 100.000 kasus ditiap tahunnya. Menurut
Corruption Perception Index 2015, pemberantasan korupsi di Indonesia telah
membaik, meskipun masih tergolong akut. Berdasarkan data Transparacy
International's Corruption Perception Index (CPI) pada 2015, tingkat korupsi di
Indonesia mengalami penurunan. Pada saat ini, Indonesia berada pada peringkat
88 dari yang awalnya berada pada peringkat 107. Keseluruhan kasus korupsi di
Indonesia di lakukan oleh pejabat, pemegang kekuasaan legislatif bahkan
yudikatif, dan juga pegawai-pegawai negara berpangkat dari tingkatan paling
rendah hingga golongan tertinggi. Kebanyakan pelaku-pelaku korupsi tersebut
berlatarbelakang pendidikan yang tidak sesuai kompetensi. Hal tersebut
mencerminkan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi akan menjadi sia sia
apabila tidak diikuti dengan perbaikan kualitas moral dan karakter. Perbaikan
kualitas moral dan karakter tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja,
namun menjadi tanggung jawab seluruh pihak secara bersama sama.
Bro-Counceling menjadi salah satu konsep alternatif sebagai upaya
perbaikan moral dan karakter siswa Indonesia yang diterapkan dalam proses
belajar mengajar di sekolah mengingat proporsi waktu yang cukup lama dalam
proses belajar mengajar di sekolah. Analisis data dan statistik diatas menjadi
landasan penting dalam menyusun konsep konsep yang bisa digunakan dalam
penerapan nilai nilai yang menjadi tujuan inti dalam perbaikan moral dan
karakter siswa Indonesia melalui pendidikan di sekolah tersebut.

18

4.2 Mekanisme Bro-Counceling


Bro-Counceling

dalam

penerapannya

disesuaikan

dengan

strata

pendidikannya. Pada tingkat sekolah dasar (SD) yang dimana pada umumnya
tidak memiliki guru bimbingan konseling, maka eksekutor utama dari konsep
Bro-Counceling adalah melalui guru wali kelas mengingat wali kelas biasanya
memiliki tanggung jawab terhadap siswa-siswa di kelas tersebut. Pada tingkat
sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), eksekutor
utama adalah guru BK, guru lainnya, dan siswa yang telah dikaderisasi terlebih
dahulu untuk menjadi agen konseling.
Selanjutnya, Bro-Counceling dalam upaya memperbaiki moral dan
karakter bangsa memfokuskan konsepnya berdasarkan :
1.
2.
3.
4.

Integritas
Transparansi
Akuntabilitas
Kompetensi

Keempat unsur utama tersebut dipilih karena krisis moral yang dihadapi
Indonesia telah menggerogoti generasi pemuda Indonesia pada nilai nilai
tersebut. Keempatnya akan dikemas dalam kegiatan mentoring dalam bentuk
kelompok - kelompok kecil di dalam kegiatan belajar mengajar supaya efektif,
merata, terawasi dan terevaluasi dengan baik.
Selanjutnya, mekanisme Bro-Counceling adalah dibagi menjadi beberapa
tahap yaitu :
-

Tahap pertama, Guru BK menyusun konsep kegiatan, indikator

keberhasilan dan indikator kaderisasi


Tahap kedua, Guru BK dibantu dengan pihak pihak lain yang
dibutuhkan untuk mengkader beberapa siswa untuk dijadikan kakak
mentor sesuai dengan indikator yang telah dibuat sebelumnya

19

Tahap Ketiga, kakak mentor yang telah terpilih mulai membentuk


kelompok yang terdiri atas beberapa siswa lalu memulai kegiatan

mentoring dan konseling


Tahap Keempat, kakak mentor melaporkan hasil kegiatan mentoring
dan konselingnya kepada guru BK, apabila dirasa didalam anggota
tersebut membutuhkan penanganan khusus, maka guru BK akan

memberikan pelayanan khusus tersebut.


Tahap Kelima, sekolah mengadakan kegiatan evaluasi melalui
kompetisi kompetisi kecil yang didalamnya terdapat unsur integritas,
transparansi, akuntabilitas dan kompetensi.

Gambar 2. Mekanisme Bro Counceling


Sumber : Penulis
Pada

tingkat

pendidikan

sekolah

dasar,

Bro-Counceling

dalam

mekanismenya langsung melalui guru wali kelas terhadap siswanya. Pada sekolah
dasar, penerapan konsep Bro-Counceling lebih ditekankan pada kejujuran siswa

20

karena pada sekolah dasar yang dimana siswanya masih dalam kategori anak
anak, maka nilai kejujuran ini perlu ditanamkan semenjak awal. Konsep kejujuran
diterapkan dengan kegiatan berbagi cerita kebaikan apa yang telah siswa lakukan
yang diceritakan secara bergilir. Harapannya, dengan adanya respon positif dari
teman temannya atas kebaikan kebaikan yang telah diceritakan, lambat laun
siswa akan menjadi pribadi yang ikhlas dan terbiasa berbagi kebaikan. Kegiatan
positif selanjutnya adalah siswa dipertontonkan contoh contoh kebaikan yang
dilakukan anak seusianya yang kemudian melalui kegiatan ekstrakurikuler dan
pelajaran muatan lokal, siswa ditempatkan pada kegiatan kegiatan positif
membantu masyarakat seperti kerja bakti, bersama sama mengunjungi panti
asuhan dan sebagainya.
Dalam pelaksanaannya, Bro-Counceling tetap berpegang pada 18 nilainilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, meliputi:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
6. Kreatif

21

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau


hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12. Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
15. Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan

22

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan


pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang
Maha Esa.

4.3 Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Treath (SWOT) Bro-Counceling


4.3.1 Faktor Internal
4.3.1.1 Kekuatan (Strength)
1) Pelibatan Qualified senior sebagai agen dalam kegiatan
konseling
Aspek penting dalam model konseling Bro-C adalah
mengutamakan keterlibatan Senior sebagai agen konseling
sekaligus berperan sebagai pedamping. Senior yang di pilih
merupakan siswa tingkat dua atau tingkat akhir yang telah di
nyatakan lolos uji kualifikasi oleh guru BK di sekolah-sekolah
yang bersangkutan. Kualifikasi tersebut meliputi antara lain :
penilaian keterampilan; attitude; dan kecakapan. Proses recruitment
senior yang akan di libatkan dalam proses konseling ialah mereka
(senior) yang mengajukan diri, bukan atas paksaan maupun
perintah.
Pelibatan senior sebagai pendamping dalam kegiatan
konseling ini di dasarkan pada kenyataan bahwa kebanyakan siswa
(dalam usia muda) memiliki kecenderungan untuk merasa nyaman
berbagi cerita dengan teman di bandingkan dengan orangtua,
bahkan dengan guru BK. Sehingga di harapkan, dengan

23

keterlibatan senior mampu memicu ketertarikan siswa untuk


mengikuti setiap kegiatan BK yang meliputi layanan orientasi,
layanan informasi dan layanan mediasi.
2) Perubahan citra konseling ke arah yang lebih humanis dan
bersahabat
Kegiatan konseling yang telah berjalan selama ini
cenderung berkutat dengan aktivitas menghukum dan membuat
jera murid didik. Menurut Prayitno dan Amti (2004) dalam
Cahyono dan Eko Darminta (2013), masih banyak anggapan
bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah
yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan
keamanan sekolah. Bahkan mungkin mereka mengira bahwa ketika
seseorang masuk ke ruangan BK itu dianggap mempunyai masalah
serius disekolah, seperti anak yang nilai akademiknya dibawah rata
rata, bermasalah dalam penampilan atau seragam sekolah,
cenderung anak yang badung, anak yang jarang masuk sekolah,
dan anggapan lainnya yang bernada negatif, sehingga otomatis
adanya guru BK itu dikenal sebagai orang yang berhak meluruskan
anak anak yang mempunyai perilaku negatif, dan tidak dikenal
sebagai sosok yang dapat membimbing serta melayani anak didik
dengan tanpa ada asumsi bahwa individu yang di bimbing itu
melakukan tindakan yang dianggap negatif. Maka mindset mereka
terhadap Bimbingan Konseling cenderung negatif. Hal tersebut
bisa mempengaruhi pada minat siswa dalam memanfaatkan
layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.
3) Menghidupkan minat siswa terhadap kegiatan konseling
Setiap siswa mempunyai minat dan tujuan pemanfaatan
layanan konseling yang berbeda-beda. Winkel dan Hastuti
(2006:86) menyatakan bahwa siswa semakin mengharapkan

24

pelayanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan tantangantantangan yang dihadapinya dibidang studi akademik. Sehingga,
siswa akan cenderung berkeinginan untuk terlibat dengan kegiatan
konseling apabila terdapat dorongan yang kuat dan untuk mencapai
tujuan-tujuan lain. Ketertarikan ini mengindikasikan adanya minat.
Menurut

Muhajir

kecenderungan

(dalam

afektif

Prasetyono,2008),

(perasaan,

emosi)

minat

adalah

seseorang

untuk

membentuk aktifitas. Sedangkan menurut Winkel (2006), minat


adalah kecenderungan yang agak menetap dan sampel merasa
tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang
berkecimpung dalam bidang itu. Jadi minat siswa dalam
memanfaatkan layanan BK adalah suatu ketertarikan siswa
terhadap layanan BK, sehingga menimbulkan perhatian dan
dorongan untuk memanfaatkan layanan BK.

Siswa yang

mempunyai minat tinggi dalam memanfaatkan layanan BK


biasanya siswa tersebut bila mendapatkan masalah, ia akan datang
ke konselor untuk menyelesaikan masalahnya.
Rendahnya minat siswa dalam memanfaatkan layanan BK
dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu siswa siswa memiliki
persepsi yang negatif pada terhadap guru BK di Sekolah. Guru BK
masih dipandang sebagai hakim di sekolah yang memiliki
kewenangan untuk menghukum dan menghakimi, sehingga muncul
pemikiran bahwa BK merupakan tempat yang angker, yang di huni
oleh

siswa-siswa

yang

bermasalah.

Sehingga

dengan

pengaplikasian konsep Bro-C, di harapkan mampu menarik minat


siswa menggunakan jasa layanan konseling di Sekolah.
4) Model konseling yang berfokus pada pembentukan moral
Bimbingan konseling dengan menggunakan konsep Bro-C
tidak hanya berfokus pada peningkatan prestasi dan pengembangan
kepribadian

(mental), tetapi

juga harus

berorientasi

pada

25

pembentukan moral sejak dini. Perubahan konsep konseling ke


arah kegiatan pembentukan moral merupakan role model dari
konsep Bro-C. Praktik konseling selama ini yang mengacu pada
kegiatan menghukum dan menghakimi harus di ubah ke arah
kegiatan yang produktif sehingga akan mampu memperbaiki citra
kegiatan konseling, persepsi siswa terhadap kegiatan konseling dan
mampu mencetak nation builder yang berintelektual dan bermoral
dalam menyongsong bonus demografi 2030.
4.3.1.2 Kelemahan (Weakness)
1) Membutuhkan jangka waktu yang cukup lama dalam penerapan,
perubahan persepsi dan paradigma konseling
Paradigma konseling yang telah berjalan sampai saat ini
tidak akan dapat di rubah dalam waktu cepat. Membutuhkan waktu
yang cukup lama guna membuat agar pihak-pihak yang terlibat
percaya dan sadar akan pentingnya pendidikan moral di Sekolah.
Sampai pada perubahan Kurikulum 2013, proporsi kegiatan
pembentukan moral di sekolah masih belum dikesampingkan.
Padahal, filosofi pendidikan ialah guna membentuk manusia yang
berintelektual tinggi serta bermoral, sehingga pendidikan bukan
semata-mata hanya kegiatan yang berfokus pada mentransfer ilmu
pengetahuan, tetapi juga si harapkan mampu mentransfer nilai-nilai
kemanusiaan serta berbagi pengalaman. Seperti yang di sampaikan
oleh Prof. Sahetape, S.H bahwasannya kebobrokan moral bangsa
di awali oleh pemimpin-pemimpinnya. Harapannya, dengan di
masukkannya proporsi pendidikan mental yang lebih besar melalui
konsep Bro-C bagi siswa/i di sekolah mampu merubah perilaku
yang berangkat dari hal-hal kecil seperti kejujuran dan toleransi,
sehingga nation builder yang akan menjadi pelaku dan penentu
bonus demografi di tahun 2030 nanti memiliki kecerdasan
intelektual yang tinggi serta memiliki moral yang unggul.

26

4.3.2 Faktor Eksternal


4.3.2.1 Peluang (Opportunity)
1) Adanya persepsi negatif siswa terhadap kegiatan konseling di Sekolah.
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh
setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkunganya, baik
lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.
Jadi kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa
persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan
bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Menurut Gibson,
Ivancevich, dan Donnely, 1996 (dalam Sukadi, 2002) bahwa persepsi
adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seseorang individu.
Oleh karena itu, pola konseling dengan Bro-Counceling akan menjadi
peluang untuk mengubah persepsi guru BK dari siswa
2) Bonus demografi
Bonus demografi merupakan peluang yang dapat di manfaatkan
oleh Indonesia dalam menunjang perekonomian Indonesia melalui
penguatan salah satu faktor produksi, yakni labor. Persiapan guna
menyongsong bonus demografi di tahun 2030 nanti di butuhkan sejak dini,
melalui bekal ilmu pengetahuan dan juga bekal moral agar nation builder
tak hanya cakap dalam hal intelektual, tetapi juga mampu menjadi generasi
emas penerus bangsa. Kegiatan konseling di anggap merupakan sarana
tepat karena tugasnya yakni untuk membantu pembentukan kepribadian.
Harapannya, dengan penyiapan bekal ilmu pengetahuan dan moral, bonus
demografi di Indonesia mampu di manfaatkan sebagai peluang.
4.3.2.2 Ancaman (Treath)
1) Bencana demografi
Bonus demografi dapat menjadi ancaman bagi Indonesia apabila
tidak di persiapkan sejak dini. Oleh karena itu, nation builder seharusnya
tidak hanya di bekali dengan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga moral
yang baik.

27

2) Krisis moral yang melanda Indonesia


Pada saat ini Indonesia sedang di landa krisis moral. Jumlah
kriminalitas dalam segala bentuk terus mengalami peningkatan, kasus
korupsi yang merajalela, perang saudara, ricuhnya politik yang
mengangkat

isu-isu

mengenai

SARA (Suku, Agama,

Ras,

dan

Antargolongan), struktur birokrasi yang kacau, kenakalan remaja serta


kecurangan-kecurangan dalam Ujian Nasional. Kejahatan dan tindak
kriminalitas telah terjadi di segala aspek kehidupan dan di seluruh lapisan
kehidupan, dan di lakukan oleh masyarakat tingkat paling bawah hingga
pucuk pimpinan. Kondisi yang demikian yang membuat moral seharusnya
menjadi fokus pengajaran yang penting sejak bangku sekolah.
4.4 Pihak Pihak Pendukung Keberhasilan Bro-Counceling
Dalam menerapkan konsep Bro-Counceling agar terlaksana dengan
baik

sehingga

menghasilkan

bonus

demografi

berakhlak

emas,

memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Adapun bentuk dukungan


yang bisa diberikan adalah sebagai berikut :
-

Pemerintah, dalam hal ini pemerintah melakukan standarisasi pada


kurikulum dengan lebih menekankan pentingnya unsur integritas,
transparansi, akuntabilitas, dan kompetensi. Pemerintah juga perlu
untuk memberikan pelatihan terutama pada Guru BK untuk mengubah
pembawaan diri sebagai upaya mengubah persepsi siswa terhadap

Guru
Guru Bimbingan Konseling, dalam hal ini guru bimbingan konseling
berusaha mengubah pembawaan diri menjadi orang yang ramah
terhadap siswa sehingga mengubah persepsi siswa. Kemudian guru BK
juga berusaha membuat konsep konsep konseling secara kreatif yang

akan diterapkan pada konsep Bro-Counceling


Siswa, dalam hal ini beberapa siswa juga akan berperan aktif sebagai
mentor sesuai dengan kaderisasi yang dilakukan oleh guru BK. Siswa

28

juga diharapkan mengikuti seluruh program konseling dan mampu


-

berinteraksi aktif positif kepada kakak mentoringnya.


Masyarakat, dalam hal ini masyarakat memiliki peran sebagai
pengawas sosial dari tindakan yang dilakukan siswa diluar sekolah,
namun pengawasan dalam hal ini bukan melalui kekerasan, namun
lebih kepada nasehat nasehat dan contoh yang lebih menekankan sisi
rasa kasih sayang.

BAB 5
KESIMPULAN
Pendidikan merupakan aspek penting guna memberikan bekal intelektual
bagi nation builder. Mengingat bahwa pada saat ini Indonesia tengah mengalami
degradasi moral, dimana terjadi peningkatan tingkat kejahatan asusila, kejahatan
sosial, isu-isu SARA, korupsi, kriminalitas dan penyalahgunaan narkotika oleh
nation builder, maka nation builder harus pula di berikan bekal moral dan
karakter dalam persiapan menghadapi Bonus Demografi 2030. Salah satu media

29

penghantaran konsep-konsep pendidikan moral dan karakter nation builder ialah


orang tua dan sekolah melalui program Bimbingan dan Konseling. Sayangnya,
praktik konseling yang selama ini berjalan belum merumuskan filosofi dan tujuan
dari kegiatan konseling dengan menitikberatkan pada kegiatan menghukum,
menghakimi dan membuat kapok siswa. Hal tersebut menimbulkan persepsi
negatif dan stereotip mengenai konseling oleh siswa yang berdampak pada rasa
keengganan siswa mengikuti kegiatan konseling, sehingga di ajukannya BroCounceling sebagai konsep konseling alternatif yang bisa di aplikasikan. Bro-C
menitikberatkan pada keikutsertaan aktif dan keterbukaan melalui berbagai
mekanisme baru dalam kegiatan konseling. Adanya penanaman kebaikan,
keterbukaan pemikiran serta penguatan karakter yang merupakan output dari BroC di harapkan mampu menghantarkan Indonesia meraih windows of opportunity
pada bonus demografi 2030 yang di sokong oleh sumber daya manusia terbaik
yang di sebut dengan generasi emas Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
ACDPIndonesia(2015). Tidak ada provinsi yang jujur 100%. Di akses melalui
http://www.acdpindonesia.org/id/tidak-ada-provinsi-yang-jujur-100
persen/ pada tanggal 08 Oktober 2016
Antaranews.2015.BKKBN: Bonus Demografi Bisa Jadi Bencana. Di akses
melalui

http://www.antarasumbar.com/berita/121615/bkkbn-

30

tegaskan

bonus-demografi-bisa-jadibencana.html pada tanggal 08 Oktober

2016
Badan Pusat Statistik Indonesia.2010.Profil Kriminalitas Remaja. Di akses
melalui http://bps.go.id/ pada tanggal 08 Oktober 2016
BBC.com.

2016.

Indeks

Korupsi

Indonesia.

Di

akses

melalui

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/01/160127_indonesiaindeks
_korupsi pada tanggal 12 Oktober 2016.
Cahyono, Agus Hadi & Eko Darminto.2013.Hubungan antara Persepsi dan Sikap
Siswa terhadap Bimbingan dan Konseling dengan Minat Siswa untuk
Memanfaatkan Layanan Bimbingan dan Konseling. UNESA journal
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Vol. 1 No. 1 pp 16-25 Januari 2013.
Fauzinesa.

2012.

Sistem

Pendidikan.

Di

akses

melalui

http://www.fauzinesia.com/2012/06/pengertian-sistem-pendidikan.html
pada tanggal 09 Oktober 2016
Gainau, Maryam B.Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa dalam Perspektif
Budaya dan Implikasinya terhadap Konseling.
Human

Development

Reports.2013.Education

Index.

Di

akses

melalui

http://hdr.undp.org/en/content/education-index pada tanggal 12 Oktober


2016
Jogiyanto.

Pengertian

sistem.

Di

akses

melalui

http://www.academia.edu/7534109/Pengertian_Sistem_Menurut_Jogiyan
o_H pada tanggal 09 Oktober 2016
Kementerian

Pendidikan

dan

Kebudayaan

Republik

Indonesia.

http://kemdikbud.go.id/
Kompasiana.com (2015). pentingnya pendidikan moral bangsa. Di akses pada
tanggal

08

Oktober

2016

melalui

31

http://www.kompasiana.com/ajengpuspitawati/pentingnya pendidikanmoral-bangsa_55547fddb67e616714ba5534
Kusmaryani, Rosita Endang.2006. Pendidikan Multikultural sebagai Alternatif
Penanaman Nilai

Moral dalam Keberagaman. Jurnal Universitas

Negeri Yogyakarta No.02 Th.I, Juli 2006.


Nurihsan, Achmad Juntika dan H. Mubiar Agustin, Dinamika Perkembangan
Anak & Remaja,

Tinjauan Psikologi, Pendidikan, dan Bimbingan, Bandung:

Refika Aditama, 2013.


Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Republik Indonesia Nomor 111
tahun 2014

tentang Bimbingan Konseling pada Pendidikan Dasar dan

Pendidikan Menengah
PLKPS & PLKPLS.2016. Praktek Lapangan Konseling Luar Sekolah.
Pradipto. Y.D. 2005. Pemahaman Multikultural dan Pendidikan Multikultural.
Kompas. Minggu, 20 Maret 2005.
Sari,

Winda

Puspita.2013.

Tinjuan

Kriminologis

terhadap

Kenakalan

Remaja.Makassar: Skripsi.
Sukadi. 2002. Hubungan antara persepsi dan sikap siswa Terhadap lingkungan
fisik sekolah
Makassar.

dengan Prestasi belajar siswa smu negeri di kota

Makasar: Thesis

Timesindonesia.co.id(2015). DPR RI : Bonus Demografi Bisa Jadi Bencana. Di


akses

melalui
http://www.timesindonesia.co.id/read/132046/1/20160904/174924/dpr-ri
bonus demografi-bisa-jadi-bencana/ pada tanggal 09 Oktober 2016

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di


akses

melalui
http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/fl10387/node/13662
pada 09 Oktober

2016

United Nations. http://www.un.org/en/index.html

32

Anda mungkin juga menyukai