Oleh :
NIM : 1102416020
TAHUN 2020
A. LATAR BELAKANG
terbanyak nomer empat di dunia. Menurut data yang dilansir dari Badan Pusat
sekali. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 tercatat mencapai angka
membawa bangsa Indonesia kearah yang lebih baik, tujuan tersebut tertuang
tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa,
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Untuk mewujudkan itu semua
Indonesia harus memiliki mutu pendidikan yang baik. Namun, mutu pendidikan
Pada tahun 2017, tercatat hanya 70 persen sekolah yang ada di kabupaten/kota
menyatakan bahwa dari 500 kabupaten/kota yang ada di Tanah Air, hanya ada
ditempati oleh negara Singapura dengan skor 0,832. Peringkat kedua ditempati
negara Malaysia dengan skor 0,719, disusul oleh Brunei Darussalam dengan skor
0,704. Pada posisi selanjutnya ditempati oleh negara Thailand dan Filipina yang
sama-sama memiliki skor 0,661. Angka tersebut dihitung berdasarkan Mean
(http://www.hdr.undp.org/en).
tahun 2016 negara Indonesia menempati peringkat ke-113 dari 188 negara.
Tahun 2017 posisi terakhir negara Indonesia menempati urutan ke-116 dari 189
negara. (UNDP, 2017). Dengan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa
dilihat dari indikator pendidikan, rata-rata usia sekolah (mean years of schooling)
di Indonesia baru 7,9 tahun. Kemudian tingkat literasi (literacy rate) yang salah
menengah hanya berkisar 47,3%. Data angka putus sekolah dasar (primary
school dropout rate) di Indonesia mencapai 18,1%, padahal pada saat itu rasio
Hasil skor dari Programme for International Student Assesment (PISA) untuk
Berdasarkan hasil laporan yang diberikan oleh World Economic Forum (WEF)
tentang Global Competitiveness Index atau indeks daya saing negara-negara yang
peringkat ke-36 dari 137 negara, setelah peringkat tahun sebelumnya menempati
pendidikan di Indonesia yang masih jauh dari kata baik dibandingkan dengan
Nomor 19 Tahun 2005 bahwa, setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan
Pendidikan yang terdiri dari delapan standar yaitu standar isi, standar proses,
penilaian pendidikan.
Agar penjaminan mutu pendidikan dapat berjalan dengan baik,, maka sesuai
dengan isi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 28 Tahun 2016,
penjaminan mutu pendidikan yang terdiri dari dua komponen yaitu, (1) Sistem
Penjaminan Mutu Eksternal (SPME), dan (2) Sistem Penjaminan Mutu Internal
penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh
akan meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu secara bertahap hingga
dipenuhinya standar yang telah ditetapkan atau bahkan melampaui standar
Agar SPMI dapat diterapkan pada seluruh satuan pendidikan secara optimal
maka diperlukan adanya sekolah model. Menurut Jamaludin & Sopiah (2017),
langsung kepada satuan pendidikan lain yang akan menerapkan penjaminan mutu
Pendidikan (LPMP) yang berfungsi sebagai sekolah acuan bagi sekolah lain di
model yang dipilih merupakan sekolah yang belum ataupun sudah memenuhi
mutu atau tidak, dan apabila mengalami peningkatan mutu, maka dapat diketahui
Sekolah model, sebagai acuan bagi sekolah lain harus mengalami peningkatan
sekolah model bagi kepala sekolah dan tim penjaminan mutu sekolah,
komponen yang ada di sekolah. Mulai dari kepala sekolah, guru, kurikulum,
sarana dan prasarana dsb. Peningkatan kinerja guru masuk kedalam tujuan
pendampingan, dan evaluasi sekolah model yang dibuat oleh pemerintah melalui
sekolah. Semua komponen dalam unit sekolah mulai dari kurikulum, biaya,
sarana dan prasarana dan lain sebagainya tidak akan banyak berarti apabila esensi
proses pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas.
Kurikulum, serta komponen lainnya akan hidup apabila dilaksanakan oleh guru.
Dengan demikian, guru merupakan hal yang tidak dapat ditawar dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan. Namun, posisi strategis guru dalam rangka upaya
kinerja guru.
Saat ini rendahnya kinerja guru masih sering kita jumpai di sekolah-sekolah,
dilihat dari permasalahan umun seperti kemampuan mengelola kelas guru yang
silabus dan RPP yang masih kurang dan tidak adanya variasi dalam pemilihan
pendidikan dan kebudayaan melalui pusat data dan statistik pendidikan dan
jumlah kepala sekolah dan guru dikdasmen yang layak mengajar atau memliki
ijazah S1 atau D4 sebesar 84,82% berarti masih ada 15,18% kepala sekolah dan
guru yang tidak layak mengajar. Kinerja guru dikdasmen termasuk kategori
sebanyak 328% dari 1999/2000 menjadi 3 juta lebih, disamping itu peningkatan
peserta didik hanya 17%. Dari 3,9 juta guru yang ada, masih terdapat 25% guru
(https://en.unesco.org/gem-report).
Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015, menguuji kompetensi guru di
bidang pendagogik dan professional. Rata-rata nasional hasil UKG tahun 2015
untuk kedua bidang kompetensi itu adalah 53,02. Direktur Jenderal Guru dan
apabila dirinci lagi mengenai hasil UKG kompetensi bidang pendagogik saja
minimal (SKM), yaitu 55. Pranata menyebutkan seusai konferensi pers akhir
tahun 2015 di kantor Kemendikbud, di Jakarta, bahwa dengan hasil UKG diatas,
artinya pendagogik berarti cara mengajarnya yang kurang baik, cara mengajar
terendah se-Asia. Padahal kinerja guru sangat penting dalam upaya peningkatan
mutu sekolah, karena guru berperan penting dalam pencapaian tujuan hasil
belajar dan dan peningkatan kompetensi pada peserta didik di sekolah. Guru-guru
SMA N 4 Semarang dipilih peneliti karena sekolah ini merupakan salah satu
sekolah model SPMI jenjang SMA/SMK binaan LPMP Jawa Tengah tahun 2018
Dari latar belakang seperti yang sudah dijabarkan di atas, peneliti merumuskan
SEKOLAH MODEL”.
B. RUMUSAN MASALAH
Semarang?
Semarang?
C. TUJUAN
Semarang.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
1) Manfaat Teoritis
penelitian selanjutnya.
2) Manfaat Praktis
pendidikan di Indonesia.
kualitas guru.
E. METODE PENELITIAN
atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel
Jam : menyesuaikan
bentuknya bisa berupa video, foto, arsip dokumen (buku) dan lain sebagainya.
mengenai kinerja pembelajaran guru. Oleh karena itu, peneliti berharap agar