Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PERMOHONAN IZIN PENELITIAN SKRIPSI

Diajukan Kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Semarang

Oleh :

Nama : Herni Perta Suci

NIM : 1102416020

JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2020
A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang besar dengan jumlah penduduk peringkat

terbanyak nomer empat di dunia. Menurut data yang dilansir dari Badan Pusat

Statistik (BPS), penduduk di Indonesia mengalami peningkatan setiap lima tahun

sekali. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 tercatat mencapai angka

238.518.000 jiwa. BPS bahkan telah memproyeksikan jumlah penduduk di

Indonesia pada tahun 2020 akan mengalami peningkatan menjadi sebanyak

271.066.000 jiwa. (https://www.bps.go.id). Sebagai bangsa yang besar, Indonesia

sangat ingin memajukan bangsanya melalui sektor pendidikan.

Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan. secara sistematis untuk

membawa bangsa Indonesia kearah yang lebih baik, tujuan tersebut tertuang

dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional yang menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah

keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk

mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk mengembangkan kemampuan

serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Hal

tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa,

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.


Dilihat dari beberapa pengertian mengenai tujuan pendidikan Indonesia

seperti yang sudah disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

pendidikan merupakan alat yang digunakan untuk membawa bangsa Indonesia

kearah yang lebih baik, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan

kemampuan serta potensi peserta didik sehingga harapannya dapat meningkatkan

mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Untuk mewujudkan itu semua

Indonesia harus memiliki mutu pendidikan yang baik. Namun, mutu pendidikan

Indonesia saat ini masih dinilai rendah.

Pada tahun 2017, tercatat hanya 70 persen sekolah yang ada di kabupaten/kota

di Indonesia yang memenuhi standar pelayanan minimal. Direktur Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemdikbud) Hamid Muammad disela-sela Rembuk Nasional

Pendidikan dan Kebudayaan (RPNK) di Depok, Jawa Barat, tahun 2017

menyatakan bahwa dari 500 kabupaten/kota yang ada di Tanah Air, hanya ada

sekitar 70 persen sekolah yang memenuhi standar. Pemenuhan standar pelayanan

minimal dalam pendidikan dikarenakan persoalan sarana dan prasarana serta

kompetensi guru yang masih perlu ditingkatkan. (https://nasional.tempo.co).

Kondisi pendidikan di Indonesia berdasarkan data Education Index yang

dikeluarkan oleh Human Development Reports pada tahun 2017, Indonesia

menempati peringkat ke tujuh ASEAN dengan skor 0,622. Skor tertinggi

ditempati oleh negara Singapura dengan skor 0,832. Peringkat kedua ditempati

negara Malaysia dengan skor 0,719, disusul oleh Brunei Darussalam dengan skor

0,704. Pada posisi selanjutnya ditempati oleh negara Thailand dan Filipina yang
sama-sama memiliki skor 0,661. Angka tersebut dihitung berdasarkan Mean

Years of Schooling and Expected Year old Schooling.

(http://www.hdr.undp.org/en).

Menurut hasil laporan United Nations Development Programme mengenai

Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

tahun 2016 negara Indonesia menempati peringkat ke-113 dari 188 negara.

Tahun 2017 posisi terakhir negara Indonesia menempati urutan ke-116 dari 189

negara. (UNDP, 2017). Dengan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa

indeks pembangunan manusia di Indonesia perubahannya stagnan dari tahun ke

tahun. Indonesia masuk kedalam kategori medium human development. Jika

dilihat dari indikator pendidikan, rata-rata usia sekolah (mean years of schooling)

di Indonesia baru 7,9 tahun. Kemudian tingkat literasi (literacy rate) yang salah

satu indikatornya merupakan angka melek huruf penduduk Indonesia yang

berusia minimal 15 tahun baru sejumlah 93,3%. Banyaknya penduduk di

Indonesia yang berusia minimal 25 tahun yang pernah merasakan sekolah

menengah hanya berkisar 47,3%. Data angka putus sekolah dasar (primary

school dropout rate) di Indonesia mencapai 18,1%, padahal pada saat itu rasio

guru : siswa di Indonesia adalah 1:17. (http://hdr.undp.org/en).

Hasil skor dari Programme for International Student Assesment (PISA) untuk

Indonesia pada tahun 2018, dari 79 negara Indonesia menempati peringkat 74

untuk kategori kemampuan membaca, peringkat 73 untuk kategori matematika,

dan peringkat 71 untuk kategori kinerja sains. (https://www.oecd.org/pisa).

Berdasarkan hasil laporan yang diberikan oleh World Economic Forum (WEF)
tentang Global Competitiveness Index atau indeks daya saing negara-negara yang

ada di dunia pada tahun 2017-2018, menunjukkan bahwa Indonesia menempati

peringkat ke-36 dari 137 negara, setelah peringkat tahun sebelumnya menempati

posisi ke 41. Faktor kesehatan dan pendidikan dasar di Indonesia telah

menempati peringkat ke-94 dan faktor pendidikan menengah juga pendidikan

tinggi serta pelatihan menempati peringkat ke-64. (https://www.weforum.org).

Beberapa hasil riset tersebut cukup menggambarkan bagaimana mutu

pendidikan di Indonesia yang masih jauh dari kata baik dibandingkan dengan

negara lain. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah telah

berupaya dalam meyelenggarakan program penjaminan mutu pendidikan.

Seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 19 Tahun 2005 bahwa, setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan

nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Penjaminan mutu

pendidikan tersebut bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional

Pendidikan yang terdiri dari delapan standar yaitu standar isi, standar proses,

standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar

sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar

penilaian pendidikan.

Hal tersebut kemudian diatur dalam Permendikbud Nomor 28 tahun 2016

tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan Menengah.

(Mendikbud, 2016), pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa :


"Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu
kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses
terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara
sistematis, terencana dan berkelanjutan."

Agar penjaminan mutu pendidikan dapat berjalan dengan baik,, maka sesuai

dengan isi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 28 Tahun 2016,

bahwa segala lapisan pengelolaan pendidikan telah mengembangkan sistem

penjaminan mutu pendidikan yang terdiri dari dua komponen yaitu, (1) Sistem

Penjaminan Mutu Eksternal (SPME), dan (2) Sistem Penjaminan Mutu Internal

(SPMI). Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) adalah sistem penjaminan

mutu yang dilaksanakan oleh pemerinntah, pemerintah daerah, lembaga

akreditasi dan lembaga standarisasi pendidikan. Sementara SPMI adalah sistem

penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh

seluruh komponen dalam satuan pendidikan.

SPMI, yang selanjutnya disebut sebagai sistem penjaminan mutu pendidikan

pada satuan pendidikan, mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan

dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP. Satuan

pendidikan menerapkan keseluruhan siklus dalam sistem penjaminan mutu

secara mandiri dan berkesinambungan hingga terbangun budaya mutu di satuan

pendidikan. Budaya mutu akan mendorong satuan pendidikan untuk

meningkatkan mutu pendidikan secara terus menerus sehingga mutu pendidikan

akan meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu secara bertahap hingga
dipenuhinya standar yang telah ditetapkan atau bahkan melampaui standar

tersebut. Sistem penjaminan mutu ini dievaluasi dan dikembangkan secara

berkelanjutan oleh satuan pendidikan untuk ditetapkan oleh satuan pendidikan

dan dituangkan dalam pedoman pengelolaan satuan pendidikan serta

disosialisasikan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan.

Agar SPMI dapat diterapkan pada seluruh satuan pendidikan secara optimal

maka diperlukan adanya sekolah model. Menurut Jamaludin & Sopiah (2017),

sekolah model merupakan sekolah yang akan menjadi model penerapan

penjaminan mutu pendidikan secara mandiri yang berfungsi sebagai gambaran

langsung kepada satuan pendidikan lain yang akan menerapkan penjaminan mutu

pendidikan sehingga terjadi pola pengimbasan pelaksanaan penjaminan mutu

hingga ke seluruh satuan pendidikan di Indonesia.

Sekolah model merupakan sekolah binaan Lembaga Penjaminan Mutu

Pendidikan (LPMP) yang berfungsi sebagai sekolah acuan bagi sekolah lain di

sekitarnya, sehingga sekolah model harus memiliki pemahaman mengenai

konsep implementasi penjaminan mutu pendidikan secara mandiri. Sekolah

model yang dipilih merupakan sekolah yang belum ataupun sudah memenuhi

Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kedepannya, sekolah model akan dipantau

sehingga diketahui progressnya, apakah sekolah mengalami peningkatan kualitas

mutu atau tidak, dan apabila mengalami peningkatan mutu, maka dapat diketahui

seberapa besar peningkatannya.

Sekolah model, sebagai acuan bagi sekolah lain harus mengalami peningkatan

kualitas sehingga diperlukan beberapa program penjaminan mutu pendidikan


untuk meningkatkan kualitasnya. Berbagai program penjaminan mutu pendidikan

diselenggarakan pemerintah melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

(LPMP). Salah satu diantaranya diselenggarakan oleh LPMP Provinsi Jawa

Tengah. Beberapa program penjaminan mutu pendidikan yang diselenggarakan

untuk sekolah model di Jawa Tengah diantaranya adalah penguatan materi

sekolah model bagi kepala sekolah dan tim penjaminan mutu sekolah,

pendampingan implementasi SPMI, monitoring dan evaluasi SPMI, kemudian

diberikannya dana bantuan operasional pelaksanaan program penjaminan mutu

pendidikan pada sekolah model.

Upaya penjaminan mutu internal di sekolah model dilakukan oleh seluruh

komponen yang ada di sekolah. Mulai dari kepala sekolah, guru, kurikulum,

sarana dan prasarana dsb. Peningkatan kinerja guru masuk kedalam tujuan

program penjaminan mutu pendidikan lewat implementasi program pembinaan,

pendampingan, dan evaluasi sekolah model yang dibuat oleh pemerintah melalui

LPMP. Sekolah dalam upaya peningkatan mutu kinerjanya tidak bisa

mengabaikan peran guru sebagai elemen kunci dalam sistem pendidikan di

sekolah. Semua komponen dalam unit sekolah mulai dari kurikulum, biaya,

sarana dan prasarana dan lain sebagainya tidak akan banyak berarti apabila esensi

proses pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas.

Kurikulum, serta komponen lainnya akan hidup apabila dilaksanakan oleh guru.

Guru merupakan ujung tombak pendidikan yang menempati garis terdepan

yang langsung berhadapan dengan siswa di kelas dalam proses pembelajaran.

Para guru dituntut untuk senantiasa dapat menjalankan seluruh fungsi


profesionalnya secara efektif dan efisien karena guru yang melakukan peran

dalam mentransfer nilai-nilai sekaligus membimbing peserta didik dalam belajar.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003, mengamanahkan bahwa pendidik dan

tenaga kependidikan memiliki kewajiban untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Dengan demikian, guru merupakan hal yang tidak dapat ditawar dalam upaya

peningkatan mutu pendidikan. Namun, posisi strategis guru dalam rangka upaya

peningkatan mutu pendidikan tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan

kinerja guru.

Saat ini rendahnya kinerja guru masih sering kita jumpai di sekolah-sekolah,

dilihat dari permasalahan umun seperti kemampuan mengelola kelas guru yang

masih kurang sehingga belum dapat menciptakan suasana pembelajaran di kelas

yang menyenangkan, kemampuan guru yang belum maksimal dalam

memanfaatkan media pembelajaran, kemampuan guru dalam mengembangkan

silabus dan RPP yang masih kurang dan tidak adanya variasi dalam pemilihan

model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Kementrian

pendidikan dan kebudayaan melalui pusat data dan statistik pendidikan dan

kebudayaan tahun 2016 memberikan data hasil analisis berdasarkan indikator

jumlah kepala sekolah dan guru dikdasmen yang layak mengajar atau memliki

ijazah S1 atau D4 sebesar 84,82% berarti masih ada 15,18% kepala sekolah dan

guru yang tidak layak mengajar. Kinerja guru dikdasmen termasuk kategori

kurang sebesar 76,43. (http://publikasi.data.kemdikbud.go.id).

Berdasarkan data dari UNESCO, dalam Global Education Monitoring (GEM)

Report tahun 2016, Indonesia memiliki pendidikan yang menempati peringkat ke


10 dari 14 negara berkembang dengan kualitas guru menempati ukuran ke 14

dari 14 negara berkembang di dunia. Peningkatan jumlah guru di Indonesia

sebanyak 328% dari 1999/2000 menjadi 3 juta lebih, disamping itu peningkatan

peserta didik hanya 17%. Dari 3,9 juta guru yang ada, masih terdapat 25% guru

belum memenuhi syarat kualifikas akademik dan 52% diantaranya belum

memiliki sertifikat profesi. Peningkatan jumlah guru yang banyak diharapkan

dapat meningkatkan kegiatan belajar yang optimal, namun sayangnya

meningkatnya kuantitas guru tidak sejalan dengan kualitasnya.

(https://en.unesco.org/gem-report).

Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015, menguuji kompetensi guru di

bidang pendagogik dan professional. Rata-rata nasional hasil UKG tahun 2015

untuk kedua bidang kompetensi itu adalah 53,02. Direktur Jenderal Guru dan

Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Sumarna Surapranata mengatakan,

apabila dirinci lagi mengenai hasil UKG kompetensi bidang pendagogik saja

rata-rata nasionalnya hanya 48,94, yakni berada di bawah standar kompetensi

minimal (SKM), yaitu 55. Pranata menyebutkan seusai konferensi pers akhir

tahun 2015 di kantor Kemendikbud, di Jakarta, bahwa dengan hasil UKG diatas,

artinya pendagogik berarti cara mengajarnya yang kurang baik, cara mengajar

harus diperhatikan lagi. (https://www.kemdikbud.go.id). World Bank

melalakukan survei yang melibatkan sedikitnya 12 negara di Asia yang

menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada posisi

terendah se-Asia. Padahal kinerja guru sangat penting dalam upaya peningkatan

mutu sekolah, karena guru berperan penting dalam pencapaian tujuan hasil
belajar dan dan peningkatan kompetensi pada peserta didik di sekolah. Guru-guru

yang memiliki kinerja bagus, harapannya dapat mencetak lulusan yang

berkompeten di sekolah. (https://www.worldbank.org).

Dari latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan penelitian mengenai

hubungan antara persepsi guru tentang program penjaminan mutu sekolah

dengan kinerja pembelajaran guru pada sekolah model di SMA N 4 Semarang.

SMA N 4 Semarang dipilih peneliti karena sekolah ini merupakan salah satu

sekolah model SPMI jenjang SMA/SMK binaan LPMP Jawa Tengah tahun 2018

yang sebelumnya telah mengikuti rangkaian program penjaminan mutu internal.

Dari latar belakang seperti yang sudah dijabarkan di atas, peneliti merumuskan

penelitian yang akan dilakukan dengan judul “PERSEPSI GURU TERHADAP

PROGRAM PENJAMINAN MUTU DAN KINERJA PEMBELAJARAN DI

SEKOLAH MODEL”.

B. RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana persepsi guru mengenai program penjaminan mutu sekolah

sekolah model di SMA N 4 Semarang?

2) Bagaimana kinerja pembelajaran guru sekolah model di SMA N 4

Semarang?

3) Adakah hubungan antara persepsi guru tentang program penjaminan mutu

sekolah dengan kinerja pembelajaran guru sekolah model di SMA N 4

Semarang?
C. TUJUAN

1) Untuk memperoleh data empiris mengenai persepsi guru dan merumuskan

deksripsi tentang persepsi guru tentang program penjaminan mutu sekolah

model di SMA N 4 Semarang.

2) Untuk memperoleh data empiris mengenai kinerja pembelajaran guru dan

merumuskan deksripsi tentang kinerja pembelajaran guru di SMA N 4

Semarang.

3) Untuk memperoleh hasil analisis data terkait hubungan antara persepsi

guru tentang program penjaminan mutu sekolah dengan kinerja

pembelajaran guru sekolah model di SMA N 4 Semarang.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi

dunia pendidikan baik secara teoritis maupun praktis.

1) Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah

rujukan mengenai program penjaminan mutu seolah dalam

meningkatkan kualitas guru, serta meberikan landasan teori dalam

penelitian selanjutnya.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a) Pemerintah, terkait dengan penerapan program penjaminan

mutu sekolah dan kinerja guru, harapannya dapat memberikan


manfaat bagi pemerintah dalam kajian mengenai program

penjaminan mutu pendidikan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan di Indonesia.

b) Sekolah, hasil penelitian ini harapannya dapat memberikan

manfaat bagi sekolah khususnya guru dalam upaya peningkatan

mutu pendidikan melalui proses pembelajaran.

c) Peneliti, hasil penelitian ini mampu memperluas wawasan

mengenai penerapan program penjaminan mutu pendidikan dan

kualitas guru.

E. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunkan metode penelitian kuantitatif-deskriptif,

disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan

analisis data menggunakan statistic. Metode penelitian kuantitatif yaitu metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

meneliti pada populasi ataupun sampel tertentu, pengumpulan datanya

menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistic,

dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang sebelumnya telah ditetapkan.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif merupakan metode penelitian yang berfungsi untuk mendeskripsikan

atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel

yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan

membuat kesimpulan yang umum. Peneliti mendeskripsikan data hasil


penelitian terkait perspektif guru tentang program penjaminan mutu sekolah

dan kinerja pembelajaran guru untuk kemudian dianalisis apakah terdapat

hubungan antara persepsi guru tentang program penjaminan mutu sekolah

dengan kinerja pembelajaran guru.

F. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN

Adapun pelaksaannya akan diadakan pada :

Tanggal : Januari-Februari 2020

Jam : menyesuaikan

Tempat : SMA N 4 Semarang

Alamat : Jl Karangrejo Raya 12 A Banyumanik.

G. SUMBER REFERENSI YANG DIBUTUHKAN

Untuk memperlancar kegiatan penelitian ini, setidaknya dibutuhkan

sumber referensi berupa dokumen-dokumen yang berkenaan. Adapun

bentuknya bisa berupa video, foto, arsip dokumen (buku) dan lain sebagainya.

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner (angket)

yang diserbarkan kepada guru mata pelajaran di SMA N 4 Semarang untuk

memperoleh data empiris terkait persepsi guru tentang program penjaminan

mutu sekolah. Peneliti juga melakukan observasi terkait perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi proses pembelajaran untuk mendapatkan data empiris

mengenai kinerja pembelajaran guru. Oleh karena itu, peneliti berharap agar

mendapat dukungan dari semua pihak, demi kelancaran penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai