-
-
Sebagai salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana
para "Nation Builders" Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa negara bersaing di
kancah global. Seiring dengan derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan pun
menjadi semakin besar, hal ini yang mendorong para siswa mendapatkan prestasi terbaik.
Namun, dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan
mutu pendidikan diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan, jumlah guru yang
belum merata, serta kualitas guru itu sendiri dinilai masih kurang. Terbatasnya akses pendidikan
di Indonesia, terlebih lagi di daerah berujung kepada meningkatnya arus urbanisasi untuk
mendapatkan akses ilmu yang lebih baik di perkotaan.
Menurut pegiat pendidikan Indonesia, Anies Baswedan keterbatasan akses pendidikan di daerah
menjadi pangkal derasnya arus urbanisasi. "Yang menjadi persoalan, di Jabodetabek jumlahnya
sudah proporsional, tapi jangan kita hanya bicara urban. Justru di luar urban itu kita punya
masalah dan itu yang menyebabkan migrasi ke Jakarta," ujar Anies. Secara tidak langsung,
masyarakat Indonesia didorong untuk melakukan urbanisasi karena keterbatasan fasilitas di
daerah. Ia menilai akses pendidikan harus dibuka seluas-luasnya untuk seluruh masyarakat
dengan penyediaan fasilitas yang mendukung program tersebut. "Kalau sekolah hanya di ibukota
kecamatan, maka yang jauh kan jadi nggak bisa sekolah," tandasnya.
Selain itu, jumlah guru yang sesuai dengan kualifikasi saat ini dinilai masih belum merata di
daerah. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad
saat ini banyak sekolah dasar (SD) di Indonesia kekurangan tenaga guru. Jumlahnya
diperkirakan mencapai 112 ribu guru.
Untuk mengatasinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan bekerja
sama dengan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, dalam hal
distribusi guru di daerah-daerah supaya lebih merata. "Jika manajemen guru bisa ditangani lebih
optimal, tidak parsial, maka bisa dipindahkan ke kabupaten atau daerah yang berdekatan,"
ungkap Hamid.
Kemudian, untuk meningkatkan kualitas para guru, Kemendikbud akan meningkatkan kualifikasi
guru melalui beasiswa S-1 bagi guru SD dan SMP. Hamid menjelaskan, jumlah guru SD di
sekolah negeri dan swasta sekitar 1.850 ribu guru. Dari jumlah tersebut, hanya 60 persen guru
yang sudah memenuhi kualifikasi dengan gelar S-1, sedangkan 40 persen lainnya belum
memenuhi kualifikasi. Tiap tahunnya, Kemendikbud juga menyiapkan beasiswa untuk 100 ribu
calon guru guna menempuh pendidikan S-1 melalui bantuan beasiswa S-1 untuk guru SD dan
SMP. Di dunia internasional, kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120
negara di seluruh dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global
Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan (Education
Development Index, EDI), Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari 127 negara pada 2011.
Di sisi lain, kasus putus sekolah anak anak usia sekolah di Indonesia juga masih tinggi
"Berdasarkan data Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 1,8 juta anak setiap tahun
tidak dapat melanjutkan pendidikan, Hal ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor ekonomi;
anak anak terpaksa bekerja untuk mendukung ekonomi keluarga; dan pernikahan di usia dini,
menurut Sekretaris Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M. Eng, Sc di
Jakarta. Dalam laporan terbaru Program Pembangunan PBB tahun 2013, Indonesia menempati
posisi 121 dari 185 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan angka 0,629.
Dengan angka itu Indonesia tertinggal dari dua negara tetangga ASEAN yaitu Malaysia
(peringkat 64) dan Singapura (18), sedangkan IPM di kawasan Asia Pasifik adalah 0,683.
"Kita harus menyelesaikan permasalahan pendidikan ini, karena kepemilikan atas pengetahuan
adalah kunci seseorang mencapai kesejahteraan," menurut figur pendidikan Indonesia, Anies
Baswedan. Dalam perkembangan pendidikan Indonesia, pemerintah telah melaksanakan
berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan guna menghadapi persaingan bebas
dunia yang akan segera berlaku dengan terwujudnya komunitas ASEAN pada tahun 2015
mendatang.
Untuk meringankan beban serta memperkokoh dasar pendidikan pada siswa Indonesia,
Kemdikbud memastikan akan sepenuhnya memberlakukan Kurikulum 2013 mulai tahun 2014,
bahkan sudah menyiapkan anggaran untuk mendukung operasional kurikulum tersebut. "Sudah
siap dan tahun depan hampir semua (sekolah) bisa melaksanakan Kurikulum 2013," ujar Wakil
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Musliar Kasim.
Kurikulum 2013 merupakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berfokus pada
penguasaan pengetahuan yang kontekstual sesuai daerah dan lingkungan masing-masing.
Kurikulum tersebut menitikberatkan penilaian siswa pada tiga hal: sikap (jujur, santun, disiplin),
keterampilan (melalui tugas praktek/ proyek sekolah), dan pengetahuan keilmuan. Pada tingkat
dasar seperti SD, kurikulum ini lebih fokus pada pembentukan sikap dan keterampilan hidup,
sedangkan keilmuannya lebih 'ringan' daripada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pada tingkat lanjutan seperti SMP dan SMA, porsi penguasaan keilmuan lebih ditingkatkan
karena pribadi murid dianggap sudah terbentuk pada tingkat dasar. Menurut Musliar, kurikulum
baru akan diterapkan pada siswa SD kelas 1, 2, 4 dan 5; siswa SMP kelas 8 dan 9; serta siswa
SMA kelas 10 dan 11. Pemerintah tidak akan mencetak buku bahan ajar. Seperti pelaksanaan
pada tahun sebelumnya, Kemendikbud akan mengunggah buku bahan ajar ke dalam situs
internet.
Kemendikbud akan menetapkan harga eceran tertinggi atas buku yang ditargetkan akan beredar
bebas tersebut. Kurikulum 2013 sendiri sebenarnya sudah dilaksanakan sejak pertengahan tahun
2013 di sejumlah sekolah yang telah diseleksi, meski sempat dikritik karena pelaksanaannya
terkesan dipaksakan.
Sebagai lembaga bantuan internasional yang bekerja di sektor pembangunan sosial-ekonomi,
USAID Indonesia memberikan penekanan besar pada pengembangan kualitas pendidikan
melalui sejumlah program yang berjalan sekarang salah satunya adalah melalui program
beasiswa S2 USAID-PRESTASI. Pada tahun ini, USAID -PRESTASI memberikan beasiswa S2
kepada 31 profesional Indonesia. Program ini dibuka untuk umum dan diharapkan dapat
mendukung pengembangan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya masing masing
yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi positif di lingkungan kerja mereka masing
masing setelah merekakembali ke Tanah Air.
Sistem pendidikan ini telah diterapkan sejak sekolah dasar. Disini peserta didik
diberi pengajaran kejujuran, tenggang rasa, kedisiplinan, dsb. Nilai ini disampaikan
melalui pelajaran Pkn, bahkan nilai ini juga disampaikan di tingkat pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi.
Pemerataan Pendidikan
Saat ini bangsa Indonesia masih mengalami di bidang pemerataan pendidikan.
Hal tersebut dikarenakan pendidikan di Indonesia hanya dapat dirasakan oleh kaum
menengah ke atas. Agar pendidikan di Indonesia tidak semakin terpuruk, maka
Biaya pendidikan
Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk berdampak pula pada
pendidikan di Indonesia. Banyak sekali anak yang tidak dapat mengenyam
pendidikan karena biaya pendidikan yang mahal. Maka dari itu, agar bangsa
Indonesia tidak semakin terbelakang, Pemerintah mulai mengeluarkan dana BOS,
yang diberikan kepada peserta didik di SD dan SMP. Hal tersebut dilakukan dengan
membebaskan biaya SPP atau membuat kebijakan free-school bagi pendidikan
dasar. Dengan dikeluarkan kebijakan tersebut, di harapkan semua pendidikan dapat
dirasakan di semua kalangan masyarakat Indonesia.
c.
Kualitas Pendidikan
Selain kedua masalah tersebut, permasalahan yang paling mendasar adalah
masalah mutu pendidikan. Karena sekarang ini pendidikan kita masih jauh
tertinggal jika di bandingkan dengan negara-negara lain. Hal tersebut di buktikan
dengan banyaknya tenaga pendidik yang mengajar namun tidak sesuai dengan
bidangnya. Selain itu, tingkat kejujuran dan kedisiplinan peserta didik masih rendah.
Contohnya: dengan adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan saat mengikuti
Ujian Nasional peserta didik cenderung pilih mendapat jawaban secara instan,
misalnya dengan membeli jawaban soal UN. Oleh karena itu, mutu pendidikan harus
diperbaiki, maka pemerintah membuat kebijakan yang berupa peningkatan mutu
pendidik. Yang dilakukan dengan cara mengevaluasi ulang tenaga pendidik agar
sesuai dengan syarat untuk menjadi pendidik. Selain itu, pemerintah harus
meningkatkan sarana dan prasarana, misalnya memperbaiki fasilitas gedung,
memperbanyak buku, dll.
saat ini menggunakan sistem nasional yang meliputi sistem terbuka, sistem yang
berorientasi pada nilai, sistem pendidikan yang beragam, sistem pendidikan yang
disesuaikan dengan perubahan zaman dan sistem pendidikan yang efektif dan
efisien. Untuk menjalankan sistem tersebut, pemerintah mengeluarkan sistem wajib
belajar 9 tahun yang ditujukan untuk peserta didik SD dan SMP, adanya free-school.
Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu yang disesuaikan dengan keadaan
pendidikan sekarang, memperbaiki sarana-prasarana, mengevaluasi kinerja tenaga
pendidik dll. Dengan adanya upaya pendidikan di Indonesia dapat lebih baik agar
bangsa Indonesia dapat mengimbangi negara lain terutama negara-negara ASEAN.
Jakarta," ucap Anies. Dengan Cara tak serentak, warga Indonesia didorong buat
jalankan urbanisasi dikarenakan keterbatasan sarana di daerah. Beliau menilai
akses pendidikan mesti di buka seluas-luasnya utk semua warga dgn penyediaan
alat yg memberi dukungan acara tersebut. "Kalau sekolah cuma di ibukota
kecamatan, sehingga yg jauh kan menjadi nggak mampu sekolah," tandasnya.
(Education Development Index, EDI), Indonesia berada kepada peringkat ke-69 dari
127
negeri
terhadap
2011.
Di sudut lain, kasus putus sekolah anak anak umur sekolah di Indonesia serta
tetap tinggi "Berdasarkan data Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari
1,8 juta anak tiap-tiap thn tak mampu menyambung pendidikan, Perihal ini
disebabkan oleh tiga factor, merupakan aspek ekonomi; anak anak terpaksa
bekerja utk beri dukungan ekonomi keluarga; & pernikahan di umur dini, menurut
Sekretaris Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Dr. Ir. Patdono Suwignjo, Meter. Eng,
Sc di Jakarta. Dalam laporan paling baru Acara Pembangunan PBB thn 2013,
Indonesia menempati posisi 121 dari 185 negeri dalam Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dgn angka nol,629. Bersama angka itu Indonesia tertinggal dari dua
negeri tetangga ASEAN yakni Malaysia (peringkat 64) & Singapura (18), sedangkan
IPM
di
kawasan
Asia
Pasifik
yaitu
nol,683.
"Kita mesti menyelesaikan permasalahan pendidikan ini, dikarenakan kepemilikan
atas wawasan yakni kunci satu orang mencapai kesejahteraan," menurut figur
pendidikan Indonesia, Anies Baswedan. Dalam perkembangan pendidikan
Indonesia, pemerintah sudah jalankan bermacam kebijakan buat meningkatkan
mutu pendidikan guna menghadapi persaingan bebas dunia yg dapat serentak
berlaku bersama terwujudnya populasi ASEAN terhadap th 2015 akan datang.
Keadaan pendidikan saat ini Oleh Marsigit, UNY Pendidikan di Indonesia saat ini masih
menghadapi persoalan dan tantangan yang kompleks dan mendasar, sekaligus menyongsong
harapan di tengan era global. Bangsa Indonesia dengan pasti tidak dapat menghindar dari
pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang mempengaruhi
segala aspek berkehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sebagai bangsa yang relatif
muda (belum sampai berumur satu abad), tentulah jika masa depan kita berorientasi kepada
kecenderungan modus (standar) internasional dewasa ini, akan banyak dijumpai kekurangankekurangan yang bersifat ontologis baik yang menyangkut sumber daya manusia maupun
penguasaan teknologi. Derasnya aliran barang, jasa, pengetahuan, dan teknologi dari luar negeri
tidak diimbangi dengan kesadaran adanya aliran pemikiran/paham, karakter atau gaya hidup
yang tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa. Sehingga bangsa dan masyarakat
Indonesia dewasa ini bersifat terbuka absolut dari pengaruh luar. Hal inilah yang menyebabkan
bangsa Indonesia dewasa ini seakan mengalami disorientasi baik dari segi ekonomi, politik,
sosial, budaya dan pendidikan. Dewasa ini Indonesia sedang mengalami disorientasi
epoleksosbud. Revolusi mental yang digulirkan oleh Presiden Joko Widodo kiranya patut
direnungkan, digali dan diimplementasikan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dalam
bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan. Revolusi mental perlu didukung dengan
penguatan 4 (empat) pilar yaitu: Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, NKRI dan
BhinekaTunggal Ika. Kegamangan pendidikan salah satunya disebabkan oleh keraguan
menetapkan komitmen terhadap konsep pendidikan yang berkarakter Indonesia. Selama ini
bangsa Indonesia telah terbuai dengan janji dan implementasi berbagai konsep pendidikan dari
luar yang ternyata hanya menjauhkan atau mencerabut marwah ke Indonesiaan dari generasi ke
generasi berikutnya. Sudah saatnya kita menggali, mengembangkan dan mengimplementasikan
harta karun konsep pendidikan asli Indonesia yaitu yang salah satunya telah digagas dan
diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan
tut wuri handayani. Hanya di Indonesialah terdapat konsep ing ngarsa sung tuladha dan tut wuri
handayani. Sementara di negara-negara Barat, mereka hanya unggul ing madya mangun karsa.
Jelaslah kiranya bahwa konsep pendidikan dari Ki Hajar Dewantara cukup menjanjikan solusi
untuk mengatasi krisis multidimensi bangsa. Adalah tantangan dan tugas kita semua, para pelaku
dan stake holder pendidikan untuk mampu menggali dan mengimplementasikannya; sementara
pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional diharapkan mampu memfasilitasi
dan membuat kebijakan kependidikan yang selaras dengan semangat tersebut. Ditengah
kegamangan politik, ekonomi, sosial dan budaya maka dalam bidang pendidikan terdapat
pertanyaan guru seperti apakah dewasa yang dianggap ideal bagi bangsa ini? Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa selama ini, walaupun telah mengalami berbagai fase perubahan kurikulum
yang dibarengi dengan berbagai macam peraturan perundangan, masih saja kualitas pendidikan
belum seperti yang diharapkan, terutama jika dilihat dari prestasi yang dibandingkan dengan
prestasi pendidikan bangsa-bangsa lain. Walaupun hasil penelitian OECD tahun 2015
menunjukkan adanya inovasi pembelajaran, tetapi herannya mengapa prestasi belajar masih
belum memuaskan? Disorientasi bidang epoleksosbud ditengarai sebagai biangnya segala
persoalan yang muncul dalam bidang pendidikan. Disorientasi epoleksosbud menyebabkan
timbulnya anomali paradigma kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, yang pada
gilirannya menghasilkan ketidakteraturan pola kehidupan masyarakat yang dapat berujung pada
perikehidupan yang anarkhis. Pengembangan pendidikan di Indonesia terkendala oleh adanya
anomali paradigma pendidikan yaitu: pendidikan jangka panjang versus pendidikan jangka
pendek, pendidikan terdesentralisasi versus pendidikan terpusat, pendidikan terbuka versus
pendidikan tertutup, inovasi pendidikan versus status quo pendidikan, pendidikan sebagai
kebutuhan versus pendidikan sebagai investasi, pendidikan yang melestarikan versus pendidikan
yang konstruktif, pendidikan berorientasi proses versus pendidikan berorientasi hasil, pendidikan
untuk semua versus pendidikan terkanalisasi, dst. Selama anomali paradigma tersebut belum
memperoleh solusinya maka selama itu pula persoalan pendidikan masih bersifat imanent dan
latent. Akibat lanjut dari adanya persoalan pendidikan yang belum tuntas maka berdampak pula
pada pengembangan kualitas pendidikan, profesional guru dan prestasi belajar. Anomali
paradigma pada gilirannya juga muncul dalam pengembangan pendidikan guru di Indonesia,
misalnya: guru sebagai pengembang pendidikan versus guru sebagai pelaksana pendidikan, guru
kelas versus guru mata pelajaran, guru pusat versus guru daerah, pendidikan guru concurant
versus pendidikan guru consecutive, tanggung jawab masyarakat versus tangung jawab
pemerintah, idealitas pendidikan versus pragmatisme pendidikan, dst. Dengan kondisi seperti
tersebut di atas maka banyak persoalan pendidikan yang menghadang didepan kita: kegamangan
penerapan kurikulum, kontroversi (fungsi) ujian nasional, persoalan sertifikasi guru dan
dipenuhinya jam mengajar, penguatan peran LPTK, sinergitas antar lembaga birokrasi
pendidikan, persoalan penempatan guru, pengembangan profesionalitas guru, peran lembaga
penjaminan mutu yang overlaping dengan peran LPTK, reformasi pendidikan, overlaping
permendiknas, sustainabilitas dan auntabilitas pendidikan, pemerataan pendidikan, partisipasi
pendidikan, standar nasional pendidikan guru, pendidikan karakter dan karakter bangsa, dst.
Keadaan tambah runyam dikarenakan adanya fenomena The Death Blow of Humanistic
Sciences, yaitu ditetapkan dan dikukuhkannya The Naturalistic Sciences sebagai the Knightnya
peradaban dunia; sehingga sepak terjang peradaban bangsa-bangsa di dunia dianggap dapat
dituntun oleh hegemoni ilmu-ilmu dasar (Basic Sciences) saja yang didefinisikan sebagai Fisika,
Biologi, Kimia dan Matematika Murni; dengan serta mengabaikan (kematian) Humanistic
Sciences, yang meliputi Agama, Budaya, Seni, Social Sciences, Psychology, dst. Sehingga
puncak sistemik di Indonesia terjadi pada gerakan Back to Basicnya Wardiman (Mendikbud
mantan Menristek), bahwa anak SD tak perlu macam-macam yang penting Calistung (Baca,
Tulis dan Hitung saja); dan yang terakhir pada Kurikulum 2013 dengan ketetapan bahwa semua
Mapel menggunakan pendekatan Saintifik. Untuk membangun peradaban yang adil diperlukan
redefinisi perihal apa yang dimaksud dan disebut sebagai Basic Sciences; menurut saya Basic
Sciences juga harus meliputi the basicnya dari Ilmu-ilmu Humaniora. Terdapat harapan dari apa
yang disampaikan oleh Mendikbud Anies Baswedan bahwa pengembangan pendidikan guru
akan dilakukan dengan memperkuat kompetensi kepala sekolah, guru, dan pemangku
kepentingan lainnya; meningkatkan kualitas dan akses; dan meningkatkan efektivitas birokrasi
pendidikan dan pelibatan publik dalam penyelesaian persoalan pendidikan. Yogyakarta, 27 April
2015
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/marsigit/keadaan-pendidikan-saatini_5535b99c6ea834f62ada42f6
terhadap
perubahan
dan
tuntutan
zaman. Membicarakan
dunia
Pemerintah memang tidak tinggal diam dengan fakta ini. melalui para pakar yang
masuk ke menjadi perumus kurikulum mulai memasukkan komponen tersebut ke
dalam kurikulum terbaru. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kurikulum lama
masih belum bisa mendukung cita-cita itu. Sehingga muncullah beberapa kali
perubahan dari kurikulum 1994, lalu Kirukulum Berbasis Kompetensi (KBK),
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hingga kurikulum terbaru Kurikulum
2013 (K13) yang mengundang banyak kontroversi. Dari perubahan kurikulum satu
ke kurikulum lainnya, pasti ada perubahan mendasar. Salah satunya terjadi karena
kurikulum sebelumnya belum bisa menggapai cita-cita dari pendidikan Indonesia.
Secara
kontekstual
sistem
pendidikan
di
Indonesia
memang
sudah
mulai
Murid yang dijadikan sebagai obyek dan bukan subyek membuat murid tidak bisa
menjadi dirinya sendiri. Murid tak ubahnya seperti robot yang akan diisi program di
dalamnya.
Jika kondisi seperti di atas terus berlangsung maka, sistem pendidikan di
Indonesia akan melahirkan generasi bangsa yang hanya bisa menuruti perintah saja
tanpa memiliki gagasan. Apa yang diajarkan di sekolah sangat membekas sehingga
mempengaruhi pikiran siswanya. Salah satunya terciptanya lulusan yang hanya bisa
menjadi orang yang disuruh. Padahal secara jelas sudah disebutkan dalam cita-cita
pendidikan nasional adalah untuk melahirkan generasi bangsa yang berkompeten
dan memiliki daya saing. Dengan kata lain konsep pendidikan yang terjadi saat ini
tidak akan mampu menggapai cita-cita pendidikan nasional.
Jika membandingkan sistem pendidikan di Indonesia dengan sistem pendidikan
yang diterapkan negara lain, dapat disimpulkan beberapa poin kelemahan sistem
pendidikan kita. Kelamahan tersebut hingga saat ini masih menjadi momok terbesar
masalah pendidikan di Indonesia.
Akreditasi
Sebagai bahan penilaian apakah sekolah sudah menjalankan pendidikan secara baik
dan benar adalah dengan adanya akreditasi sekolah. Secara umum akreditas
sekolah terbagi menjadi Akreditas A, B, dan C. Sekolah dengan nilai sangat baik
akan mendapatkan akreditasi A. Sedangkan sekolah dengan nilai baik akan
mendapatkan nilai B dan nilai C untuk sekolah dengan nilai cukup atau kurang.
Sistem akreditasi yang berlaku saat ini masih menggunakan pejabat berwenang
untuk menilainya. Pejabat berwenang yang kadang datang dari pejabat di tingkat
provinsi tentu hanya dapat menilai sekolah dalam satu hari itu saja tanpa melihat
keseharian sekolah tersebut. KTA Hal inilah yang menjadi kelemahan penilaiannya.
Memang dalam menilainya, tim penilai akan mengulas secara mendalam apa saja
komponen penilaiannya. Tapi hal ini dirasa masih kurang pas.
Sumber: Taralite.com