Anda di halaman 1dari 3

Optimalisasi Pendidikan Desa sebagai Wujud Merealisasikan Pendidikan Berkualitas

Qothrunnada Maulida
q.maulida20@mhs.uinjkt.ac.id
SDGs yang merupakan singkatan dari Sustainable Development Goals atau Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan yang berisi 17 goals untuk mencapai keberhasilan Dunia dan
kesejahteraan masyarakat global pada tahun 2030. Indonesia secara serius berusaha
mewujudkan pencapaian target SDGs dengan menjadikannya prioritas pembangunan
nasional yang memerlukan sinergi kebijakan perencanaan dari tingkatan yang paling kecil
yaitu kelurahan hingga tingkat yang paling tinggi yaitu Nasional bahkan Internasional. Salah
satu poin yang menjadi target utama pemerintah adalah poin ke-4 Pendidikan berkualitas,
hal ini dikarenakan peningkatan pendidikan bagi masyarkat Indonesia akan memacu
pencapaian terhadap tujuan dan sasaran lainnya. Poin ini memiliki tujuan meningkatkan
kualitas pendidikan dan menjamin kemerataan pendidikan bagi seluruh kalangan dan usia.
Pendidikan menjadi hal yang paling mendasar yang ada pada kehidupan manusia,
karena kehidupan manusia tidak akan pernah terlepas dari pendidikan. Peran pendidikan saat
ini tidak hanya sebagai agent of change namun pendidikan juga ditantang agar dapat
menjadi agent of producer yang mampu menciptakan perubahan yang nyata. Pendidikan
dalam hal ini bukan hanya pendidikan secara formal melalui sekolah maupun lembaga
lainnya, namun juga pendidikan yang mampu mengubah pola pikir anak bangsa dan
pendidikan inovatif yang mendorong kreativitas dan daya inovatif anak bangsa.
Jika melihat peringkat posisi pendidikan di dunia, Indonesia masih jauh tertinggal
dibandingkan negara lainnya yaitu pada peringkat ke-57 dari 115 negara berdasarkan
laporan Education for All Development Index pada tahun 2015. Demi mengejar
ketertinggalan, pemerintah mendorong tujuan pendidikan menjadi tumpuan upaya
pemerintah untuk mencapai seluruh pembangunan berkelanjutan dalam era SDGs.
Pemerintah kemudian menetapkan kebijakan untuk mewujudkan tujuan tersebut yaitu
dengan meningkatkan kualitas manajemen dan layanan pendidikan yang inklusif dan
berkeadilan. Pemerintah berusaha meningkatkan aksesbilitas dan kualibilitas dan
meningkatkan sarana prasarana serta layanan pendidikan termasuk peningkatan kualitas
guru sebagai distributor dalam proses penyampaian pendidikan.
Sebenarnya apa yang membuat kualitas pendidikan di Indonesia masih tertinggal?
Menurut penelitian Siti Fadia Nurul Fitri pada artikelnya yang berjudul “Problematika
Pendidikan Indonesia” menyebutkan, bahwa pendidikan di Indonesia dinilai masih belum
merata bagi seluruh warga Indonesia. Ada ketimpangan kualitas pendidikan antara
masyarakat kota dan desa, dilihat dari aspek kurikulum, tenaga pengajar, fasilitas, atau
sarana dan prasarana.
Pada tahun 2020, ketika saya berkunjung ke sebuah pulau kecil di NTT dekat dengan
kota wisata Labuan Bajo untuk melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, saya
mendapati pendidikan pada pulau kecil ini cukup memprihatinkan. Awalnya saya pikir,
pulau indah yang dekat dengan destinasi wisata Dunia pastinya memiliki kualitas pendidikan
yang baik dan memadai. Namun yang saya temukan justru sebaliknya, hanya ada satu
Sekolah Dasar dengan 3 orang guru yang mengajar untuk satu sekolah. Jangankan alat
olahraga atau peraga sains, bahkan buku cetak pelajaran pun jumlahnya terbatas. Baru-baru
ini warga desa bergotong royong membangun sekolah menengah agar anak-anak yang ingin
melanjutkan sekolah tidak perlu jauh-jauh ke luar pulau. Dengan bangunan sederhana yang
dananya didapat dari iuran warga, mereka berhasil mewujudkan impian lama untuk
membangun sekolah menengah.
Letak geografis pulau tersebut yang tak jauh dari pusat wisata dunia ternyata masih
luput dari perhatian pemerintah. Apakah karna pemerintah daerah hanya fokus pada
pengembangan wisata saja? Sehingga mengesampingkan potensi pendidikan pulau-pulau
kecil di sekitarnya? Padahal yang saya dapati ketika saya berinteraksi dengan anak-anak di
pulau tersebut, saya menilai bahwa mereka adalah anak-anak yang sangat cerdas, mereka
cepat tanggap, mudah mengingat hal-hal kecil yang kami sampaikan. Mereka memiliki
potensi yang sangat meyakinkan, mereka memiliki keistimewaan yang tidak kami dapati
pada anak-anak di kota yang biasa kami temui. Ketika ditanya tentang cita-cita, mata mereka
memancarkan cahaya menandakan semangat mereka dalam meraih impian. Yang lebih
istimewa dari mereka adalah mereka tidak menganggap kesulitan tersebut sebagai suatu
hambatan.
Tidak kalah dengan semangat para murid, Guru di sekolah ini mengajar dengan
sangat tulus. Mereka dengan gigih mengajarkan nilai-nilai akademik dan kehidupan setiap
hari tanpa bosan dan jenuh. Jumlah mereka yang tidak sepadan dengan jumlah kelas yang
ada seringkali membuat mereka harus bolak-balik antar kelas agar tetap dapat
menyampaikan pelajaran dengan baik. Gaji dari guru Sekolah Dasar di pulau terpencil
tidaklah banyak, tapi ketulusan mereka dalam menyampaikan ilmu pengetahuan patut
diapresiasi. Salah satu guru bahkan juga mengajar di pulau seberang, ia rela menyeberang
pulau dua kali dalam seminggu untuk dapat menyampaikan ilmu yang ia dapatkan.
Sedikitnya jumlah guru di pulau tersebut bukan karena tidak ada sarjana yang lahir dari
pulau tersebut, namun banyak dari pemuda pulau yang lebih memilih menjadi sarjana
bidang ilmu lainnya dibandingkan menjadi sarjana pendidikan, ada yang memilih bidang
pariwisata, kelautan, perkapalan, politik, dan lain sebagainya yang dirasa lebih banyak
membuka lowongan pekerjaan dengan gaji yang menggiurkan. Sependek pengamatan saya,
pilihan mereka bukan tanpa alasan. Daerah mereka merupakan daerah pesisir, prospek kerja
yang paling menjanjikan tentu yang berkaitan dengan kelautan. Apalagi kawasan mereka
dekat dengan kawasan wisata. Dibandingkan guru dengan gaji kecil dan fasilitas kerja yang
kurang memadai, terlebih tantangan yang harus mereka hadapi sebagai guru di pulau
terpencil.
Sangat disayangkan jika pemerintah hanya memperhatikan sektor wisatanya saja.
Meningkatkan kualitas pariwisata di daerah tersebut boleh menjadi highlight utama, namun
bukankah menjamin kualitas pendidikan generasi selanjutnya juga adalah hal yang tidak
kalah penting? Bagaimana jika generasi selanjutnya tidak dapat mengembangkan image kota
wisata yang sudah dibangun hanya karna minimnya pengetahuan dan pengalaman mereka?
Atau bagaimana jika kita hanya menjadi budak pendatang karena tidak mampu bersaing dan
mengembangkan wisata?
Masalah-masalah ini hanyalah gambaran kecil dari banyaknya masalah pendidikan di
Indonesia khususnya di desa. Adanya ketimpangan kualitas pendidikan antara kota dan desa
juga mempengaruhi orientasi masyarakatnya dalam belajar. Penduduk kota cenderung lebih
ambisius dan ketat dalam meraih pendidikan dibandingkan masyarakat desa. orientasi
mereka adalah mendapatkan pendidikan sebaik mungkin dengan harapan dapat meraih
kesuksesan di masa mendatang, sehingga mereka rela mendaftarkan anak-anak mereka di
sekolah elite dengan biaya tinggi. Berbanding terbalik dengan masyarakat desa, yang justru
dinilai ‘lebih santai’ dalam urusan pendidikan. Orientasi mereka dalam belajar kadang hanya
sebagai ‘yang penting sekolah’ dalam arti hanya sebagai formalitas. Kesejahteraan guru di
desa yang kurang diperhatikan berpengaruh pada kualitas pengajaran mereka.
Kurikulum kota yang lebih terstruktur bahkan mengadopsi kurikulum internasional
membantu mereka dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Berbeda dengan kurikulum di
desa yang hanya menggunakan ‘kurikulum seadanya’. Kesejahteraan guru yang kurang
terjamin membuat guru butuh langkah lain demi memenuhi kebutuhannya sehingga
konsentrasi mengajarnya tidak maksimal.
Ketimpangan kesejahteraan guru antara kota dan desa, juga menjadikan beberapa
sarjana yang berasal dari desa enggan kembali ke kampung halaman setelah menempuh
pendidikan di kota. Mereka merasa lebih ‘nyaman’ bekerja di kota walaupun dengan beban
pekerjaan yang lebih berat. Bahkan di Makassar justru pemerintah yang mengambil peran
dalam pendistribusian guru. Pemerintah setempat lebih suka menempatkan 80% guru di kota
dan 20% di pedesaan.
Pemerintah bukannya tidak memiliki langkah mengatasi masalah ini, namun
rencana-rencana yang mereka buat belum terlaksana dengan baik. Masih banyak keluhan-
keluhan dari pelosok negeri tentang kualitas pendidikan yang masih rendah di daerah
mereka. Masalah distribusi kualitas masih menjadi batu sandungan bagi Indonesia. Ilmu
pengetahuan, teknologi, masyarakat, budaya, dan ekonomi semuanya membutuhkan
pendidikan agar maju secara beriringan. Pemerintah diharapkan lebih serius lagi dalam
mengoptimalisasikan pendidikan di seluruh penjuru negeri, agar kedepannya tidak hanya
masyarakat kota yang mendapat mutu pendidikan tinggi namun juga masyarakat desa
sehingga masyarakat desa juga memiliki kesempatan yang lebih luas dalam menggapai cita-
cita hingga tingkat Internasional.

Anda mungkin juga menyukai