Anda di halaman 1dari 13

http://dx.doi.org/10.

23960/pesagi

Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah


PESAGI
ISSN 2745-8717
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/index

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI PULAU LEGUNDI KABUPATEN


PESAWARAN, LAMPUNG
Marzius Insani ,Rizky Wahyudi2, Rayhan Alfarisi 2, Ikhsan M. Husein2,Wanda
1

Widya Dahari2, Syanila Indah Mawardani2, Monica Septiani2,Sarah Fadia2,Friska


Yumeida2
1 Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung,
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Indonesia.
2 Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung,
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Indonesia.
*Correspondinge-mail: rizkywahyudi843@gmail.com

Received: 21 Juni 2022 Accepted: 21 Juni 2022 Online Published: 21 Juni 2022
Abstrak
Problematika Pendidikan di Pulau Legundi di Kabupaten Pesawaran Lampung.
Pendidikan dalam suatu bangsa adalah tonggak yang kemajuan atau keberlangsungan suatu
bangsa. Dengan adanya pendidikan diharapkan dapat melahirkan generasi penerus bangsa
dengan pribadi yang cerdas dan berkualitas yang artinya generasi yang mampu memanfaatkan
kemajuan yang ada dengan sebaik mungkin. Dalam pendidikan tidak terlepas dari suatu
permasalahan dari segi tenaga pendidik hingga sarana dan prasarana yang digunakan. Salah satu
contohnya pendidikan di Pulau legundi yang memiliki beberapa permasalahan. Dalam artikel ini
kami menggunakan metode kualitatif dengan memilih teknik pengumpulan data berupa
wawancara dan studi pustaka. Dalam artikel ini membahas mengenai lokasi dan sejarah Pulau
legundi serta problematika pendidikan di Pulau Legundi sendiri. Pulau Legundi terdapat di
Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Potensi sumber daya alam Desa Pulau Legundi
menjadi salah satu objek wisata unggulan di Pesawaran dan dapat menjadi satu kebanggaan bagi
masyarakat apabila keindahan alam tersebut sudah dikenal masyarakat luas. Adapun terdapat
permasalahan pendidikan di Pulau Legundi sendiri yakni pada kualitas Guru, Sarana dan
prasarana yang terhambat.
Kata Kunci : Pendidikan. Pulau Legundi, Problematika
Abstract
Educational Problems on Legundi Island in Pesawaran Regency, Lampung. Education in a
nation is a milestone in the progress or sustainability of a nation. With education, it is hoped
that it can give birth to the next generation of the nation with smart and quality individuals,
which means a generation that is able to make the best use of existing progress. In education, it
is inseparable from a problem in terms of educators to the facilities and infrastructure
used. One example is education on legundi island which has several problems. In this article we
use qualitative methods by choosing data collection techniques in the form of interviews and
literature studies. In this article, we discuss the location and history of Legundi Island and the
problems of education on Legundi Island itself. Legundi Island is located in Pesawaran
Regency, Lampung Province. The potential of natural resources in Legundi Island Village is
one of the leading tourist attractions in Pesawaran and can be a matter of pride for the
community if the natural beauty is well known to the wider community. There are educational
problems in Legundi Island itself, namely the quality of teachers, facilities and infrastructure
that are hampered.
Keywords : Education. Legundi Island, Problems
I. PENDAHULUAN
Perkembangan zaman selalu menampilkan persoalan baru yang kerap tidak
terpikirkan sebelumnya. Cita-cita kemerdekaan yang diusung oleh para pendiri bangsa
menjadi tanggung jawab kita bersama untuk melanjutkan tonggak-tonggak perjuangan
pergerakan nasional tersebut. Proses pendidikan yang telah dijalani selama hampir 76
tahun kemerdekaan Republik Indonesia tidak serta merta membuat perubahan secara
signifikan terhadap pola pikir sumberdaya manusianya (Wardi, 2013). Mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai salah satu ikon penting kehidupan bermasyarakat perlu terus
dilakukan pembaharuan menuju masa depan yang baik kedepannya. Indonesia dahulu
dipuji sebagai salah satu negara yang berhasil menaikkan Indeks Pembangunan Manusia
secara fantastis. Pada era 60-an banyak tenaga pendidik/pengajar yang berasal dari
Indonesia diperbantukan untuk memberikan pengajaran di Negara tetangga dan ada juga
mahasiswa dari negara tetangga menempuh studi di Indonesia (Rembagy, 2008).
Pendidikan menurut Undang Undang SISDIKNAS no. 20 tahun 2003, merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
sedemikian rupa supaya peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara
aktif supaya memiliki pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam
bermasyarakat, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia. Pada
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa pendidikan berasal dari kata
“didik” dan mendapat imbuhan berupa awalan ‘pe’ dan akhiran ’an’ yang berarti proses
atau cara perbuatan mendidik. Maka definisi pendidikan menurut bahasa adalah
perubahan tata laku dan sikap seseorang atau sekelokmpok orang dalam usahanya
mendewasakan manusia lewat pelatihan dan pengajaran (Amelia, 2019).
Dengan adanya pendidikan diharapkan dapat melahirkan generasi penerus
bangsa dengan pribadi yang cerdas dan berkualitas yang artinya generasi yang mampu
memanfaatkan kemajuan yang ada dengan sebaik mungkin. Dan juga tercipta generasi
yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi. Tanpa adanya pendidikan, tidak akan ada
yang namanya kemajuan. Maka dari itu, pendidikan sangat penting dan wajib diberikan
kepada setiap warga negara sejak dini. Pendidikan juga merupakan suatu hal penting
bagi sebuah negara agar dapat berkembang pesat. Negara-negara yang maju biasanya
negara yang memprioritaskan pendidikan bagi warga negaranya. Dengan harapan
dengan adanya pendidikan, maka kesejahteraan warga negaranya akan terjamin. Tetapi,
pendidikan juga tidak akan berbuah kemajuan apabila sistem dari pendidikan tersebut
tidak tepat. Sama hal nya seperti di Indonesia (Fitri, 2021).pendidikan tidak pernah
lepas dari berbagai permasalahan. Menurut Fajri, masalah yang di hadapi pendidikan itu
terbagi menjadi 2 yakni masalah mikro dan masalah makro. Masalah mikro merupakan
masalah yang ditimbulkan dalam komponen dalam pendidikan itu sendiri sebagai suatu
sistem, seperti masalah kurikulum. Sedangkan masalah makro, merupakan masalah
yang ditimbulkan dari dalam pendidikan itu sebagai suatu sistem dengan sistem lainnya
yang lebih luas mencakup seluruh kehidupan manusia, seperti tidak meratanya
penyelenggaraan pendidikan di setiap daerah. Permasalahan itu menjadi penyebab
utama dalam rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia (Fitri, 2022).
Masih banyaknya anak-anak yang tidak bersekolah. Indonesia belum mampu
mewujudkan salah satu cita-citanya yaitu pendidikan untuk semua orang (education for
all). Selain itu, juga masih terdapat masalah ekonomi yang mendasari anak dari
kelompok yang tidak mampu atau miskin yang keluar dari sekolah ketika belum
menyelesaikan jenjang pendidikannya. Hal-hal tersebut berhubungan dengan
pemerataan atau ketimpangan kualitas dan penyedia jasa pendidikan yang ada di
Indonesia (Safarah & Wibowo, 2018). Kurangnya sarana dan prasarana pendukung
yang disediakan oleh Pemerintah masih tergolong minim untuk wilayah-wilayah
tertentu menjadikan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk ditengah-tengah
perkembangan Globalisasi yang sangat pesat saat ini. Ketiadaan dukungan sarana
belajar sering manjadi kambing hitam tidak masksimalnya kualitas pendidikan.
Faktanya memang demikianlah yang terjadi berbagai sekolah-sekolah di pelosok negeri
ini. Kurangnya kapasitas ruang belajar dan jumlah guru membuat pembagian kelas
menjadi sangat biasa terjadi di sekolah-sekolah pelosok.
Bukan hanya kekurangan ruang belajar, sekolah-sekolah di pelosok negri ini
kekurangan tenaga pengajar. Tenaga pengajar atau guru ini biasanya bukan dari
penduduk asli sekitar sekolah melainkan dari berbagai daerah di Indonesia. Tak
layaknya gaji dan tunjangan bahkan sulitnya menjangkau sekolah-sekolah menjadikan
guru-guru disana enggan mengajar karena sulitnya jalan yang akan mereka lewati
(Yuniati, 2019). Dengan kondisi kualitas pendidikan Indonesia yang terbilang sangat
kurang dibandingkan negara-negara lain di dunia, banyak yang menjadi faktor
penghambat kemajuan pendidikan di Indonesia. Menurut Kurniawan, faktor yang
menjadi penentu keberhasilan suatu sistem pendidikan juga bisa dikarenakan oleh
peserta didiknya, peran seorang guru, kondisi ekonomi, sarana dan prasarana,
lingkungan, serta masih banyak faktor yang lainnya (Kurniawan: 2016). Hal demikian
dirasakan oleh masyarakat di pulau Legundi, pendidikan masyarakat di pulau Legundi
masih memprihatinkan dengan keterbatasan sarana dan prasarana maupun sumber daya
guru yang mengajar di pulau tersebut. Dengan keterbatasan yang ada di pulau Legundi
menjadikan kualitas pendidikan di desa tersebut dapat dikatakan tertinggal. Oleh karena
itu, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut problematika pendidikan yang terdapat di pulau
Legundi. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
menjadi masalah penelitian yang akan diteliti, yakni: Jelaskan lokasi dan sejarah singkat
pulau Legundi? Bagaimana permasalahan pendidikan di pulau Legundi?.
II. Metode Penelitian
Penulisan artikel ini menggunakan metode kualitatif dengan memilih teknik
pengumpulan data berupa wawancara dan studi pustaka. Metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian untuk berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data
dilakukan secara purposive dan snowbaal,teknik pengumpulan dengan trianggulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011). Metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek
yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan
data dilakukan secara trianggulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Dalam penelitian kualitatif,
pengumpulan data tidak dipandu oleh teori tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang
ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Oleh karena itu analisis data yang
dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat
dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Metode kualitatif digunakan untuk
mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah
data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang
tampak, oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi,
tapi lebih menekankan pada makna (Abdussamad, 2021).
Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering digunakan
dalam penelitian kualitatif (Rachmawati, 2007). Wawancara juga dapat didefinisakan
bahwa Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) sebaga pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu peneliti melakukan
wawancara semi struktur (Nurdiansyah, & Rugoyah, 2021). Wawancara semi struktur
lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini
adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Kamaria, 2021). Sugiyono (2011)
menjelaskan bahwa wawancara yang baik dilakukan dengan cara face to face bisa
memahami situasi dan kondisi dari responden serta bisa akurat dengan wawancara semi
terstruktur (Islamy, Yuniwati, & Abdullah, 2021). Studi kepustakaan adalah segala
usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan
topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari
buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi,
peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-
sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain (Purwono, 2005).
Dalam penelitian kualitatif, subjek penelitian adalah orang dalam pada latar
penelitian yang menjadi sumber informasi. Subjek penelitian juga dimaknai sebagai
orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian. Pada pengamatan terstruktur (sistematik) objek dan aspek-aspek yang akan
menjadi sasaran pengamatan telah diketahui sejak awal. Pada pengamatan tidak
berstruktur, kondisi peneliti belum bisa menentukan objek yang akan diamati secara
pasti pada tahap awal. Karena itu, peneliti harus mengamati semua aspek atau semua
fenomena yang dianggap penting asal tetap berkaitan dengan penelitian (Rahmadi,
2011). Dalam penelitian ini yang menjadi subjek dan objeknya adalah aparatur di desa
Pulau Legundi. Sedangkan objek penelitian ini adalah kondisi pendidikan di desa Pulau
Legundi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Lokasi dan Keadaan Pulau Legundi
Legundi adalah desa dan pulau dari wilayah Kecamatan Punduh Pedada, Kabupaten
Pesawaran Lampung, di mana letaknya terpisah dari Pulau Sumatera tepatnya berada di
perairan Teluk Lampung, lepas Selat Legundi, dan dikelilingi oleh beberapa pulau-
pulau kecil di sekitarnya (Hermawan, 2010). Berdasarkan data Monografis Desa Pulau
Legundi jarak antara Desa Pulau Legundi ke kecamatan 12 mil, ke kabupaten 25 mil,
dan ke ibukota provinsi 21 mil. Adapun batas-batas wilayah Pulau Legundi sendiri
yakni:
a. Sebelah Utara : Perairan Teluk Lampung
b. Sebelah Timur : Perairan Krakatau dan Samudera Hindia
c. Sebelah Selatan : Perairan Desa Pulau Sebesi
d. Sebelah Bara : Samudera Hindia

Desa Pulau Legundi memiliki luas wilayah berupa sebagian besar lautan sebab letaknya
berada di sekitar Kepulauan Teluk Lampung, kemudian ada tanah darat dengan bentuk
tanah pertanian maupun perkebunan dan pemukiman penduduk di sekitar pantai, serta
tanah darat berupa hutan.

Gambar 1. Peta Pulau Legundi, Kabupaten Pesawaran, Lampung


Sumber:https://www.google.com/maps/place/Pulau+Legundi,+Kec.+Punduh+Pidada,
+Kabupaten+Pesawaran,+Lampung/data=!4m2!3m1!
1s0x2e413920238bf499:0x8f6f3eae86fe007b?
sa=X&ved=2ahUKEwjs_f2qmL34AhUxRmwGHbK-D7QQ8gF6BAgSEAE
Desa Pulau Legundi memiliki luas tanah mencapai 2500 Ha, dengan luas
perkebunan kurang lebih 1000 Ha dan luas tanah kering dan basah sekitar 1000 H,a dan
sisa nya daerah pemukiman. Jumlah penduduk di Desa Legundi sebanyak 1978 jiwa
dengan jumlah kepala keluarga 520 KK dengan rincian laki-laki 973 jiwa dan
perempuan 1005 jiwa (Asmaria, dkk. 2020). Desa Pulau Legundi dibagi 5 dusun yaitu:
Dusun I Selusung, Dusun II Teluk Keramat, Dusun III Taman Sari, Dusun IV Labuhan
Agung dan Dusun V Siuncal. Dari desa Pulau Legundi ke ibukota Kabupaten berjarak ±
50 Km, lama perjalanan melintasi laut menuju ibukota kabupaten ke daratan terdekat
(dermaga Ketapang) ± 2,5 jam dengan kapal bermotor dan dilanjutkan melalui jalan
darat ± 1,5 jam. Masyarakat mayoritas keturunan suku Lampung dan Banten yang
sehari-harinya bekerja sebagai petani, nelayan dan buruh. Hasil perkebunan yang
terdapat di desa yaitu kelapa, kopi, cengkeh coklat dan melinjo. Hewan ternak yang
terdapat di desa yaitu ayam, bebek, dan kambing (Santoso, 2016).
Potensi sumber daya alam Desa Pulau Legundi menjadi salah satu objek wisata
unggulan di Pesawaran dan dapat menjadi satu kebanggaan bagi masyarakat apabila
keindahan alam tersebut sudah dikenal masyarakat luas. Desa Legundi banyak sekali
memiliki objek pariwisata seperti Batu Kurung Kambing, Pulau Kairong, Legundi
Tuha, Pulau Petapaan, Pulau Sejebi, Pulau Serdang, Pulau Seserot, Pulau Siuncal, dan
Pulau Umang-Umang (Asmaria, dkk. 2020). Masyarakatnya berharap Pulau Legundi
bisa menjadi salah satu destinasi wisata unggulan seperti Pulau Pahawang. Potensi
wisata pantai yang indah serta masih sangat alami di pulau ini terletak hampir di
sekeliling pulau, masyarakatnya ramah dan sangat antusias dengan pengunjung atau
wisatawan yang datang menjadi nilai tambah tersendiri. Bangsawan, dkk. (2021)
menjelaskan bahwa Desa Pulau Legundi dapat dijadikan lokasi wisata karena wilayah
desa ini merupakan wilayah kepulauan yang sangat indah secara alami dan bernuansa
hijau (seperti pantai dengan pasir putihnya, air lautnya yang tenang, sangat cocok sekali
untuk wisata) dan memiliki kebudayaan lokal yang belum dieksplorasi secara optimal
terutama hasil fashion berbasis nilai-nilai kearifan lokal, yang kesemuanya ini
berpotensi memiliki nilai jual wisata yang masih belum pernah diusahakan selain
petanian dan perikanan. Namun, masyarakat desa Pulau Legundi saat ini lebih memilih
menjadi petani perkebunan dan berfokus pada aktivitas nelayan daripada pengelolaan
desa wisata. Oleh karena itu, masyarakat desa Pulau Legundi perlu mengoptimalkan
potensi desa Pulau Legundi sebagai desa wisata, sehingga desa wisata Pulau Legundi
bernilai ekonomis dengan peran aktif dari masyarakat untuk turut mengembangkan desa
wisata. Sehubungan dengan ini, peran perguruan tinggi sangat diharapkan dapat
membantu masyarakat untuk mengoptimalkan potensi-potensi desa yang ada agar dapat
dikelola menjadi desa wisata. Hal ini patut dilakukan terutama mengingat masyarakat
desa yang disinyalir memiliki keterbatasan pendidikan, pengetahuan, dan kompetensi
untuk mengembangkan desa wisata.

B. Problematika Pendidikan di Pulau Legundi


1. Minimnya Guru Sebagai Tenaga Pendidik di desa Pulau Legundi
Guru dapat dikatakan sebagai tokoh sentral dalam pendidikan, karena perannya
dalam menggerakkan dan memfasilitasi pembelajaran. menjelaskan bahwa guru
sebaiknya juga memiliki peran sebagai akademis, peneliti dan pembelajar sepanjang
hayat. Hal ini berkaitan dengan perananan guru yang erat dengan bidang pedagogis,
sehingga membutuhkan keterampilan pedagogis dan pengetahuan lain yang
mendukung perannya untuk mengawal proses belajar mengajar secara efektif. Saat
ini guru tidak lagi berperan sebagai ‘sage on the stage’ seperti pemahaman pada
pembelajaran yang berpusat guru. Guru merupakan fasilitator yang merancang
bagaimana sebuah proses pembelajaran menerapkan strategi yang fleksibel, metode
asesmen yang transparan serta kegiatan yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat
secara aktif. Selain itu, guru penggerak juga menerima umpan balik peserta didik
tentang proses pembelajaran yang terjadi. Sehingga memungkinkan berkembangnya
atmosfer berpikir kritis, berkolaborasi, berkomunikasi dan berkreasi sesuai dengan
karakter yang dibutuhkan era RI 4.0 (Hoesny, 2021).
Data Unesco dalam Global Education Monitoring Report 2016 menunjukkan
bahwa pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke 10 dari 14 negara
berkembang, sedangkan kualitas guru di Indonesia berada di peringkat ke 14 dari 14
negara berkembang atau peringkat terakhir. Data yang disajikan tersebut tentu saja
membuat prihatin karena pendidikan adalah sarana untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia yang kemudian akan meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan rakyat Indonesia khususnya. Dari data tersebut dapat ditarik
kesimpulan juga bahwa pemerintah harus lebih memperhatikan dan meningkatkan
pendidikan dan pengembangan profesionalisme guru yang dapat berbentuk pelatihan
untuk meningkatkan kualitas khususnya kualitas keterampilan pedagoginya (Hoesny,
2021).
Kemendikbud meluncurkan progam SM-3T (Sarjana mendidik di daerah
terdepan, terluar, dan tertinggal). Bagi sarjana keguruan yang baru lulus diberikan
kesempatan mengajar di daerah 3T selama 1 (satu) tahun. Menurut Anis Baswedan,
progam ini bertujuan mempercepat pembangunan di daerah 3T. Progam ini sebagai
solusi mengatasi kekurangan guru di daerah 3T. Progam ini mengirimkan sekitar
3000 sarjana pendidikan setiap tahun. Mereka ditempatkan di sejumlah daerah
terpencil di wilayah Papua, NTT, Kalimantan dan sejumlah daerah terpencil lainnya.
Sebelum mengikuti progam ini mereka diberi pelatihan bagaimana mengajar di
daerah 3T. Setelah 1 (satu) tahun menempuh progam ini, mereka yang berminat
menjadi guru diberikan diberikan beasiswa pendidikan profesi. Dengan mengikuti
pendidikan profesi ini, setelah lulus mereka sudah bisa mengabdi sebagai guru
melalui jalurnya masing-masing.
Permasalahan di sekolah yang ada di Pulau Legundi adalah kekurangan
guru/tenaga pendidik sehingga menyebabkan orang-orang yang hanya sekedar
lulusan SMA pun dapat mengajar dan menjadi guru di Legundi. Di suatu sekolah
yang ada di Legundi bahkan hanya ada 5 orang saja gurunya yang sudah PNS
ditambah satu kepala sekolah dan sisanya masih honorer saja, Legundi juga dibantu
dengan tenaga pendidik akibat program Lampung Mengajar 5 sehingga mengurangi
tingkat kekurangan guru di Legundi. Belum meratanya jumlah guru di Pulau Legundi
memang jadi masalah serius. Kondisi itu memaksa satu pendidik ada yang
mengampu lebih dari satu mata pelajaran (mapel). Hal tersebut dilakukan demi
mapel yang seharusnya diajar di kelas tetap berjalan. Fakta itu utamanya terjadi di
sekolah pinggiran atau pedalaman lainnya. Hal tersebut tetap harus memperhatikan
kemampuan si guru. Bagaimanapun, tenaga pendidik dituntut agar kompetensi
keilmuan linier dengan mata pelajaran yang disampaikan di kelas. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan juga tak menutup mata dengan ketersediaan guru yang
belum mencukupi di daerah. Dalam penerbitan regulasi, seperti Permendikbud
Nomor 46 Tahun 2016 tentang Penataan Linieritas Guru Bersertifikat Pendidik.
Kriteria linier tak hanya guru bersangkutan mengajar sesuai latar belakang
pendidikan. Bisa pula guru bersangkutan mengajar satu rumpun dari latar belakang
pendidikan. Semisal, pendidik bersangkutan merupakan S-1 Pendidikan Bahasa
Inggris, namun bisa pula mengajar bahasa Indonesia. Pun demikian, mata pelajaran
satu kategori, seperti guru sains. Jika ada guru yang mengajarkan mata pelajaran
matematika, bisa juga merangkap fisika. “Kalau jumlahnya sudah ideal, guru wajib
linier. Pemerintah paham dengan kondisi sekarang, Dalam ketentuan, tak ada diatur
spesifik maksimal mapel yang diajar tiap guru. Yang ada, jumlah minimal guru
berada di sekolah selama delapan jam dalam sehari. Solusinya harus diadakan
pengembangan guru, pengembangan guru di abad 21 sebaiknya lebih ditekankan
pada model pengembangan yang berlandaskan pada konsep kepemimpinan guru dan
menggunakan proses pembelajaran kooperatif yang otentik dan melekat pada
pekerjaan guru sehari-hari.
Model ini dikenal dengan model bottom-up yang menekankan kolaborasi yang
berorientasi pada memampukan staf mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi,
merupakan program-program yang interaktif dan saling terkait, yang dilaksanakan
secara kontinyu dan direncakan secara sistematik dan komprehensif (Castetter, 1996)
dalam. Dalam penelitiannya, Andriani mengutip pernyataan (Castetter, 1996;
Helterban, 2008); tentang pentingnya melibatkan guru dalam perencanaan program
pengembangan yang memperhatikan latar belakang, tahap perkembangan, dan juga
kebutuhan guru dan selalu melibatkan guru dalam pembelajaran profesional sehari-
hari di sekolah melalui kelompok-kelompok diskusi dan kegiatan-kegiatan praktis
yang difokuskan langsung pada permasalahan ataupun upaya perbaikan proses
belajar mengajar di kelas (Beach and Reinhartz, 2000). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa PD harus melibatkan guru dan memperhatikan kebutuhan setiap
guru yang tentunya berbeda. Pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan
profesionalisme sebaiknya tidak hanya didasarkan pada meningkatkan kualitas guru
semata tapi memperhatikan guru sebagai pihak yang terlibat dan berperan aktif di
dalamnya.
2. Minimnya Sarana dan Prasarana Fasilitas Belajar di Sekolah Pulau Legundi
Sarana adalah sebuah perangkatan peralatan, bahan, perabot yang secara
langsung digunakan dalam sebuah kegiatan atau aktivitas (Jannah & Sontani, 2018).
Sarana menjadi sebuah kelengkapan keperluan dalam menjalankan sebuah kegiatan
atau aktivitas. Sarana pembelajaran yaitu semua peralatan serta kelengkapan yang
langsung digunakan dalam proses pendidikan yang memudahkan pengajaran dan
pembelajaran di sekolah. Sarana yang ada di sekolah-sekolah di Pulau Legundi
sangat kurang memadai. Kondisi sarana di sekolah-sekolah yang ada disana sangat
memprihatinkan. Sarana di sana sangat kurang, mereka tidak memiliki lapangan
yang layak untuk berolahraga, selain itu di SMAN 2 Punduh Pidada tidak memiliki
laboratorium. Dua sarana yang sangat penting dan sangat dasar untuk menunjang
pembelajaran di sekolah mereka tidak punya. Selain itu papan tulis ada beberapa
yang sudah tidak layak. Kondisi kelas sebagian masih layak seperti di ruang kelas 12
dan 11, sebagian ruang kelas di SMA ini sudah tidak layak karena banyak yang
rusak. Perpustakaan adalah gudang dari sumber pembelajaran, tetapi di SMAN 2
Punduh Pidada tidak ada jadi pembelajaran hanya mengandalkan dari buku paket
atau buku pegangan guru.
Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses (Jannah & Sontani, 2018). Prasarana pembelajaran
sekolah mengacu pada lokasi, bangunan, perabot dan peralatan yang berkontribusi
terhadap lingk ungan belajar positif dan pendidikan berkualitas bagi semua siswa.
Prasarana pembelajaran diidentifikasi sebagai faktor utama yang berkontribusi
terhadap prestasi akademik di sistem sekolah. Prasarana di SMAN Pulau Legundi
Pidada ini masih kurang karena dari struktur atau manajemen sekolah tidak memiliki
SDM yang cukup. Guru adalah masalah yang cukup penting, karena di SMA ini
guru hanya ada sepuluh guru yang rata-rata masih honor dan hanya satu kepala
sekolah yang sudah PNS. Fenomena yang terjadi adalah banyak guru yang
merangkap beberapa pelajaran karena kurangnya pengajar di sekolah ini. Terlihat
banyak sekali permasalahan yang ada di SMAN Pulau Legundi ini sehingga perlunya
perhatian pemerintah untuk mengatasi permasalahan. Manajemen sarana dan
prasarana adalah pengaturan sarana dan prasarana yang meliputi kegiatan
merencanakan, mengorganisir, melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan
sarana dan prasarana di sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip
implementasi manajemen (Dr. H. Rusydi Ananda & Banurea, 2017). Manajemen
sarana dan pra sarana perlu dilakukan di SMA ini. Berjalan dengan itu pemerintah
harus peduli dan menambah jumlah SDM di lembaga pendidikan yang ada di Pulau
Legundi agar pendidikan bias membuat kehidupan disana menjadi lebih baik.
3. Minat Siswa Pulau Legundi Dalam Melanjutkan Kejenjang Perguruan Tinggi
Pengertian minat adalah hasil dari rasa, rasa minat, konsentrasi, ketekunan, usaha,
pengetahuan, kemampuan, motivasi, pengatur perilaku, dan interaksi individu atau
individu dengan konten atau aktivitas tertentu. Minat memiliki dampak positif pada
pembelajaran akademik individu, disiplin pengetahuan, dan disiplin penelitian
tertentu. Hindi dan Renninger percaya bahwa minat mempengaruhi tiga aspek
penting dari pengetahuan seseorang: perhatian, tujuan, dan tingkat belajar (Wang &
Adesope, 2016). Berbeda dengan motivasi sebagai penggerak pengetahuan, minat
tidak hanya sebagai penggerak pengetahuan, tetapi juga penggerak sikap
(Nurhasanah & Sobandi, 2016). Pulau Legundi adalah sebuah desa dan pulau di
Lampung, Kecamatan Punduh Pedada. Desa Pulau Legundi terletak di lepas Selat
Legundi. Luas tanah desa Legundi adalah 2500 Ha, luas perkebunan sekitar 1000 Ha
dan lahan basah dan kering sekitar 1000 Ha dan sisanya adalah pemukiman
penduduk. Desa legundi mempunyai penduduk sebanyak 1978 jiwa dab dikepalai
oleh 520 keluarga, dengan 973 laki-laki dan 1005 perempuan (Asmaria dkk, 2020).
Menurut hasil dari wawancara bersama bapak Bustomi selaku Guru di SMA
Negeri Pulau Legundi, beliau mengatakan bahwa desa Pulau legundi yang berada di
kabupaten pesawaran ini, berada jauh dari daerah universitas dan di batasi oleh
lautan yang jarak tempuhnya bahkan lebih dari 2 jam. Desa Pulau legundi memiliki
beberapa penunjang fasilitas pendidikan salah satu contohnya adalah SMA Negeri
Pulau Legundi. Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan ke pada guru dan
siswa di sekolah tentang minat siswa untuk meneruskan sekolah hingga ke jenjang
perkuliahan, mendapatlan hasil yang memuaskan. Siswa SMA Negeri Pulau Legundi
memiliki minat yang tinggi dalam melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat
perkuliahan. Banyak siswa yang aktif bertanya tentang perkuliahkan dan tidak sedikit
juga siswa yang meminta arahan ke pada dewan guru tentang perkuliahan, tetapi
semangat tinggi ini berbeda dengan kenyataan yang ada yakni tingkat ekonomi
masyarakat Desa Pulau Legundi yang cenderung menengah kebawah.
Selain wawancara dengan guru di sekolah saya juga sempat mewawancarai
siswa sekaligus ketua OSIS di SMA Negeri Pulau Legundi, berdasarkan hasil
wawancara tersebut, mereka menyatakan jarak bukan lah salah satu halangan terberat
dalam mengejar cita-cita di bangku perkuliahan tetapi biayalah yang menjadi
halangan terbesar mereka. Motivasi mereka dalam melanjutkan perkuliahan
sanggatlah tinggi. Hal ini di lihat dari pernyataan mereka yang senang mencari tau
tentang informasi cara masuk perguruan tinggi negeri maupun swasta, bahkan
merekapun sudah mulai mencari tau jurusan apa yang cocok untuk mereka ambil.
Mereka memiliki nilai motivasi yang tinggi untuk melanjutkan perkuliahan di
karenakan mereka memiliki rasa tanggung jawab untuk merubah nasib mereka dan
menjadi keluarga yang memiliki keuangan yang baik. Maka dapat disimpulkan
bawhwa para siswa di SMA Negeri Pulau Legundi juga memiliki motivasi dan minat
yang tinggi dan sama dengan siswa di tempat lainnya dalam melanjutkan pendidikan
kejenjang yang lebih tinggi yakni perguruan tinggi. Jarak yang selama ini menjadi
penghalang merekaa bukan lah suatu halangan besar bagi siswa untuk membuat
semangat mereka melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi menjadi runtuh.
Akan tetapi menjadikan mereka untuk lebih sungguh-sungguh dalam melaksanakan
pendidikan agar mendapatkan hasil yang setimpal.

IV. KESIMPULAN
Lokasi Pulau Legundi terdapat di kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dengan jarak
tempuh Pulau ke Kabupaten sekitar 2 Jam. Pulau Legundi sendiri unggul pada sektor
Pariwisatanya. Dengan disisi lain pada bidang pendidikannya. Pulau Legundi memiliki
permasalahan yakni pada kualitas tenaga pendidik atau guru serta sarana dan prasarana
yang terbatas. Dengan kondisi dimana kekurangan guru/tenaga pendidik sehingga
menyebabkan orang-orang yang hanya sekedar lulusan SMA pun dapat mengajar dan
menjadi guru di Legundi. Di suatu sekolah yang ada di Legundi bahkan hanya ada 5
orang saja gurunya yang sudah PNS ditambah satu kepala sekolah dan sisanya masih
honorer saja, Legundi juga dibantu dengan tenaga pendidik akibat program Lampung
Mengajar 5 sehingga mengurangi tingkat kekurangan guru di Legundi. Serta pada
sarana dan prasarana yang ada di sekolah-sekolah di Pulau Legundi dengan kondisi
yang sangat kurang memadai. Dengan sarana di sana yang sangat kurang, mereka tidak
memiliki lapangan yang layak untuk berolahraga, selain itu di SMAN 2 Punduh Pidada
tidak memiliki laboratorium. Dua sarana yang sangat penting dan sangat dasar untuk
menunjang pembelajaran di sekolah mereka tidak punya. Dan media pembelajaran yang
digunakan salah satunya papan tulis yang sudah tidak layak. Tetapi untuk minat siswa
melanjutkan ke perguruan tinggi sangat baik. Mereka memiliki motivasi yang kuat
untuk melanjutkan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:

Abdussamad, Zuchri. (2021). Metode Penelitian Kualitatif. Makassar: CV. Syakir


Media Press.
Castetter, William. B. (1996). The Human Research for Educational Administration.
New Jersey: A. Simon & Schuster Company.
Dr. H. Rusydi Ananda, M. P., & Banurea, O. K. (2017). MANAJEMEN SARANA DAN
PRASARANA PENDIDIKAN. Medan: CV. Widya Puspita.
Helterbran, Vallleri R. (2008). The Ideal Profesor: Student Preceptions of effevtive
Instructor Practices, and skills, education. Chulavista. 129(155).
Purwono. (2005). Studi Kepustakaan. Pustakawan Utama UGM. Yogyakarta.
Rachmawati, I. N. (2007). Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif:
wawancara. Jurnal Keperawatan Indonesia, 11(1), 35-40.
Rahmadi, R. (2011). Pengantar Metodologi Penelitian. Banjarmasin: Antasari Press
Reinhartz, Judy & Don M. Beach. (2004). Educational Leadership: Changing schools,
changing roles. USA: Pearson.
Rembagy, M. (2008). Pendidikan Transformatif Pergulatan Kritis merumuskan
pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi. Yokyakarta: Teras.
Sugiyono (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
Dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Wang, Z., & Adesope, O. (2016). Exploring the Effects of Seductive Details with The 4
Phasemodel of Interest. Learning and Motivation,55, 65-77.

Jurnal :
Safarah, A.A., & Wibowo, U.B. (2018). PROGRAM ZONASI DI SEKOLAH DASAR
SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN KUALITAS PENDIDIKAN DI
INDONESIA. LENTERA PENDIDIKAN, 21(2). pp 206-213.
Kurniawan, R.Y. (2016). Identifikasi Permasalahan Pendidikan Di Indonesia Untuk
Meningkatkan Mutu Dan Profesionalisme Guru. Konvensi Nasional Pendidikan
Indonesia (Konaspi) (Pp. 2 - 5). Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Kurniawati, F.N.A. (2022). MENINJAU PERMASALAHAN RENDAHNYA
KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN SOLUSI. AoEJ: Academy of
Education Journal, 13(1). pp 1-13.
Kamaria, A. (2021). Implementasi Kebjikan Penataan dan Mutasi Guru Pegewai Negeri
Sipil di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal Ilmiah
Wahana Pendidikan, 7(3), 82-96.
Nurdiansyah, F., & Rugoyah, H. S. (2021). Strategi Branding Bandung Giri Gahana
Golf Sebelum Dan Saat Pandemi Covid-19. JURNAL PURNAMA
BERAZAM, 2(2), 153-171.
Bangsawan, S., Mahrinasari, M. S., Ahadiat, A., Ribhan, R., Kesumah, F. S. D., &
Febrian, A. (2021). Pengembangan Desa Wisata melalui Pelatihan dan
Pembinaan. Yumary: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 2(2), 79-90.
Santoso, F. H. B., & Karbito, K. (2016). Perilaku Masyarakat dan Kejadian Malaria di
Desa Pulau Legundi Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran. Jurnal
Kesehatan, 4(2).
Hoesny, Mariana Ulfah Hoesny. Rita Darmayanti. (2021). Permasalahan dan Solusi
Untuk Meningkatkan Kompetensi dan Kualitas Guru: Sebuah Kajian Pustaka.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 11(2).
Jannah, S. N., & Sontani, U. T. (2018). Sarana dan prasarana pembelajaran sebagai
faktor determinan terhadap motivasi belajar siswa. JURNAL PENDIDIKAN
MANAJEMEN PERKANTORAN, III, 63-70.
Nurhasanah, S., & Sobandi, A. (2016). Minat belajar sebagai determinan hasil belajar
siswa. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran (JPManper), 1(1), 128-
135.

Dokumen Resmi:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Thesis atau Disertasi:
Hermawan, A. (2010). Prosesi Arak Pengantin Sebelum Akad Nikah dalam Tinjauan
Hukum Islam (studi kasus di Desa Pulau Legundi Kecamatan Punduh
Pedada Kabupaten Pesawaran Lampung).
Proceeding
Asmaria, A., Akbar, M. F., & Kuswarak, K. (2020). Pemanfaatan Potensi Desa Dalam
Pengembangan Desa Wisata di Desa Pulau Legundi Kecamatan Punduh Pedada
Kabupaten Pesawaran. In Prosiding Seminar Nasional Penelitian Pengabdian
kepada Masyarakat (Vol. 1, No. 1, pp. 413-420).

Anda mungkin juga menyukai