Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS ARTIKEL PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Kelompok 10
Nama Mahasiswa
Salma Kamaliyah (1105620046)
Siti Nagina Hartati (1105620032)
Wahyu Gita Amalia (1105620002)
Vivi Fathiyaturrahmah (1105620063)

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Neti Karnati, M.Pd


Mata Kuliah: Landasan Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
ANALISIS ARTIKEL I

Judul Artikel:

Pendidikan Warga Kampung Naga Desa Neglasari Kecamatan Salawu,


Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

Isi:

Pendidikan adalah suatu hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap
manusia. Namun, kualitas di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan
antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat indeks pembangunan
manusia yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan
penghasilan perkepala. Tetapi faktanya, indeks pengembangan manusia Indonesia
makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke 109
(1999) dan data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000)
Indonesia menempati urutan ke 37 dari 57 negara yang di survey.

Kampung ini secara administratif berada di wilayah deesa Neglasari, Kecamatan


Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Kampung ini berada di
Lembah yang subur, namun menuju Kampung Naga harus melewati akses yang sulit
karena arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di
tembok sebanyak 439 anak tangga sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan
sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Melihat dari permasalahan
mengenai sulitnya akses keluar kampung menuju sekolah, ketidaktersediaan listrik di
Kampung Naga dan dari hasil observasi di lapangan bahwa masyarakat di Kampung
Naga banyak yang tidak menempuh pendidikan, selanjutnya ada lagi yang menempuh
pendidikan tetapi hanya sampai pada tingkat sekolah dasar kemudian tidak
melanjutkan lagi ke tingkat atas.

Hasil Penelitian:

Responden pertama, Ibu Iros berusia 43 tahun bekerja sebagai ibu rumah tangga
dan pengrajin tempat dodol. Beliau memiliki dua orang anak, dimana anak pertama
hanya lulusan SD dan anak terakhir sedang bersekolah kelas 6 SD dan ingin
melanjutkan ke SMP tetapi belum ada biaya yang cukup, karena hasil pendapatan
yang rendah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masalah
transportasi juga menjadi kendala biaya jika ingin melajutkan ke jenjang yang lebih
tinggi. Jadi, hal ini membuktikan sudah ada partisipasi yang baik dari anak tersebut
namun faktor ekonomi adalah salah satu penyebab anak tidak bisa melanjutkan
sekolah karena pendapatannya hanya bergantung pada hasil panen dan juga tidak
sebanding dengan biaya yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan. Beliau
memilih untuk memberhentikan anaknya sekolah karena juga tidak ada bantuan
apapun dari pemerintah sehingga terpaksa meminta anaknya membantu turut bekerja
untuk memnuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Lalu, responden kedua ada Ibu Rukonah. Dimana beliau berhasil


menyekolahkan anaknya sampai jenjang SMK tanpa bantuan subsidi pendidikan dari
pemerintah dan berminat untuk melanjutkan menyekolahkan anaknya ke perguruan
tinggi menggunakan biaya yang didapatkan berasal dari Arisan Padi atau Arisan beras
yang setiap musimnya penduduk menabung 50kg. Hal ini menunjukan bahwa Ibu
Rukonah sangat mengerti bahwa pendidikan adalah hal yang utama sehingga ia sangat
bekerja keras dalam membiayai pendidikan anaknya serta memanfaatkan tradisi
Arisan Padi Kampung Naga tersebut.

Responden ketiga adalah Ibu Idah seorang ibu rumah tangga dan pengrajin
dodol yang memiliki tiga orang anak. Anak pertama dan kedua hanya lulusan SD dan
sudah berkeluarga. Sedangkan anak terakhirnya sedang melanjutkan pendidikan
tingkat SMP. Ibu Idah bilang bahwa yang terpenting anaknya bisa membaca dan
menulis aja. Lalu anak yang terakhir mendapat bantuan uang sekolah sebesar Rp.
450.000/3 bulan, maka dari itu bisa melanjutkan sampai ke SMP.

Dari keterangan tersebut, responden tidak terlalu memperhatikan pendidikan


tinggi bagi anaknya. Namun karena mendapatkan bantuan pemerintah, ia akhirnya
memutuskan untuk menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMP. Jadi hal ini
membuktikan bahwa bantuan pemerintah sangat berpengaruh dalam memberikan
kesempatan serta partisipasi masyarakat untuk memberikan pendidikan yang lebih
baik kepada anaknya.

Lalu yang terakhir ada Bapak Dedi, selaku wakil kepala sekolah SDN 01
Ngelasari, beliau mengatakan bahwa fasilitas sekolah yang ada saat ini belum lengkap
juga tidak memadai. Contohnya seperti hanya ada sembilan ruangan, enam
diantaranya dipakai untuk mengajar, satu ruang untuk kantor guru, satu ruang
perpustakaan, dan satu ruang untuk rapat. Selain itu juga sarana pembelajaran yang
ada selain buku terdapat satu infokus dan satu laptop yang dipakai secara bergiliran.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas dan kuantitas kondisi fisik sekolah belum bisa
dikatakan baik.

Efisiensi Pendidikan:

Dari penelitian tersebut sudah bisa diketahui bahwa pendidikan yang


didapatkan oleh anak-anak warga Desa Neglasari belum cukup efisien. Meskipun
masih ada beberapa orangtua yang mengusahakan anaknya untuk sekolah sampai ke
jenjang yang tinggi, namun hal itu tidak bisa menutupi bahwa masih banyak juga
orangtua yang hanya menyekolahkan anaknya sampai sekolah dasar karena terbentur
dengan biaya pendidikan. Meskipun ada fasilitas sekolah di daerah sana, tapi banyak
anak-anak yang hanya bisa mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar saja. Jadi
dapat disimpulkan bahwa fasilitas-fasilitas pendidikan yang ada, belum cukup efisien
digunakan.

Pemerataan Pendidikan:

Dari respon para responden, bisa diketahui bahwa bantuan subsidi pendidikan
yang diberikan oleh pemerintah belum merata didapatkan oleh semua warga Desa
Neglasari. Contohnya seperti Ibu Idah, yang anaknya sudah mendapat biaya
pendidikan sebesar Rp. 450.000/3 bulan, jadi beliau bisa menyekolahkan anaknya
sampai sekarang berada di tingkat SMP. Namun lain halnya dengan Ibu Iros dan Ibu
Rukonah yang sama sekali belum mendapatkan bantuan subsidi pendidikan dari
pemerintah, sehingga Ibu Iros menyekolahkan anaknya hanya sampai sekolah dasar
dan Ibu Rukonah tetap menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMK meskipun tanpa
bantuan subsidi dari pemerintah.

Mutu Pendidikan:

Dari hasil wawancara oleh responden yang merupakan wakil kepala sekolah
SDN 01 Neglasari yaitu Bapak Dedi, beliau mengatakan bahwa fasilitas sekolah yang
ada saat ini belum lengkap juga tidak memadai. Contohnya seperti hanya ada
sembilan ruangan, enam diantaranya dipakai untuk mengajar, satu ruang untuk kantor
guru, satu ruang perpustakaan, dan satu ruang untuk rapat. Selain itu juga sarana
pembelajaran yang ada selain buku terdapat satu infokus dan satu laptop yang dipakai
secara bergiliran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas dan kuantitas kondisi fisik
sekolah belum bisa dikatakan baik.

Relevansi Pendidikan:

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa banyak lulusan yang hanya sampai di
sekolah dasar membuktikan bahwa sumber daya manusia dari lulusan tersebut sangat
belum memenuhi dan bisa membantu berkontribusi dalam pembangunan nasional.
Namun, beberapa dari mereka karena tidak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat
yang lebih tinggi lagi, jadi kegiatan mereka setelahnya adalah membantu orangtua
bekerja di ladang, berkebun, beternak, dan melakukan aktivitas untuk menghasilkan
uang seperti membuat kerajinan tangan yang akan dijual ke wisatawan yang
berkunjung ke Kampung Naga.

ANALISIS ARTIKEL II

Pendahuluan :

Berdasarkan survei dari United Nations Educational, Scientific and Cultural


Organization (UNESCO) Indonesia menempati peringkat terendah dengan kualitas
guru dan kemamuan baca yang tidak baik. Permasalah pertama, adalah lemahnya para
guru dalam menggali potensi anak karena guru sering memaksakan kehendak dan
tidak menggali potensi siswa. Permasalah kedua, adalah bahwa pendidikan di
Indonesia menghasilkan “manusia robot”. Karena pendidikan yang tidak seimbang
antara kognitif dan juga prilaku belajar afektif. Permasalahan ketiga adalah sistem
pendidikan yang top-down (gaya bank). Guru sebagai pemberi isi dan murid
menghafal. Permasalahan keempat yaitu dari model pendidikan yang demikian maka
manusia yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan
zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya.. Kualitas siswa masih
rendah, pengajar kurang kreatif dan profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan
aturan UU pendidikan kacau. Kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing
siswa serta kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram.
Pembahasan :

1. Kualitas Pendidikan di Indonesia


Kualitas pendidikan diartikan sebagai kemampuan lembaga pendidikan dalam
mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan
belajar seoptimal mungkin. Berikut masalah pendidikan di Indonesia.
a. Memberantas Masalah Buta Aksara

Menurut Kemendiknas 2011 sebanyak 4,8% penduduk Indonesia


masih berada di bawah garis buta aksara, yaitu 8,5 juta jiwa. Masyarakat
buta aksara yang paling banyak adalah dari daerah terpinggir dan
terbelakang. Solusi tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan
pendekatan “Holistik Integratif” kepada masyarakat daerah tertinggal dan
terbelakang.

b. Meningkatkan Sarana dan Prasarana Sekolah


sarana dan prasarana yang memadai, sekolah akan kesulitan dalam hal
mewujudkan peserta didik yang terdidik, terlatih, terbimbing, berprestasi
dengan mampu bersaing dengan siswa sekolah lain yang unggul karena
didukung dengan sarana prasarana di dalamnya. Namun, Banyak sekolah
sekolah di desa plosok yang mana bangunannya kurang mendukung untuk
proses pembelajaran.
c. Guru Profesional Anti Kekerasan Sebagai Tenaga Pendidik
Masalah ketiga adalah kekerasan dalam dunia pendidikan. Guru sebagai
pengemban tugas terbesar tidak boleh menggunakan kekerasan baik fisik
maupun psikis dalam mendidik. guru harus mampu menjalankan profesinya
secara kompeten dan professional dalam mendidik yang salah satunya
adalah kesadaran diri bahwa pendidikan yang kondusif dan bermoral adalah
pendidikan yang jauh dari kekerasan. Selain guru, peran orang tua dalam
membentuk kepribadian anak juga tidak kalah pentingnya karena orang tua
berfungsi sebagai guru di luar sekolah

Sekolah adalah lokasi penting dimana para "Nation Builders" Indonesia


diharapkan dapat berjuang membawa negara bersaing di kancah global. Namun,
dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan
dengan mutu pendidikan diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan,
jumlah guru yang belum merata, serta kualitas guru itu sendiri dinilai masih
kurang. Beberapa Penyebab rendahnya kualitas pendidikan.

a. Kurangnya efektifitas dalam penyelenggaraan pendidikan


b. Kurangnya efisiensi dalam pengajaran
c. Standarisasi yang kurang bermutu
d. Inovasi Pendidikan yang kurang berkembang

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia

a. Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik Departemen


Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada
di garis depan
b. Faktor Eksternal adalah masyarakat pada umumnya. Dimana masyarakat
merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan
yaitu sebagai objek dari pendidikan

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia


semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu :

 Rendahnya Kualitas Sarana Fisik


 Rendahnya Kualitas Guru
 Rendahnya Kesejahteraan Guru
 Rendahnya Prestasi Siswa
 Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
 Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan
 Mahalnya Biaya Pendidikan
2. Ragam Problematika Pendidikan Indonesia
Dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup
mendasar dan bersifat kompleks. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar
sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap
pendidikan selanjutnya.
 Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem
pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
seluruh warga Negara
 Masalah mutu pendidikan terletak pada masalah pemprosesan pendidikan.
 Masalah Efisiensi Pendidikan adalah masalah pengelolaan pendidikan,
terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.
 Masalah Relevansi Pendidikan Masalah relevansi pendidikan mencakup
sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan

Masalah-masalah makro yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi


berkembangnya masalah pendidikan yaitu :

 Perkembangan iptek dan seni.


 Laju pertumbuhan penduduk.
 Aspirasi masyarakat.
 Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan.
3. Solusi Pemecahan Problematika Pendidikan di Indonesia
a. Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan Cara konvesional seperti
Membangun gedung sekola, Menggunakan gedung sekolah untuk double
shift, sistem pamong, SekolahDasarkecil pada daerah terpencil, Sistem guru
kunjung, Sekolah Menengah Tingkat Pertama terbuka, Kejar paket A dan b,
Belajar jarak jauh, seperti di universitas terbuka.
b. Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
 Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah khususnya untuk
SLTA dan PT.
 Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
 Penyempurnaan kurikulum
 Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tentram
untuk belajar
 Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
 Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
 Kegiatan pengendalian mutu
c. Secara garus besar terdapat 2 solusi dari masalah-masalah
 Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Karena Indonesia masih
menggunakan sistem ekonomi kapitalisme.
 Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Rendahnya kualitas guru, bisa di berikan
peningkatan kesejahteraan, membiayai guru melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk
meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, meningkatkan
kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan
saranasarana pendidikan, dan sebagainya.
Hasil Analisis

a. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat


menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara Indonesia.
Daerah yang memerlukan perhatian dalam masalah rendahnya pemerataan pendidikan
adalah daerah pelosok negeri atau terpencil. Selain akses dan distribusi yang sulit, akses
pendidikan pun sulit diselenggarakan di daerah-daerah tersebut, terutama daerah
tertinggal. Ketidakseimbangan pemerataan pendidikan ini terlihat jika dibandingkan
dengan daerah di pusat kota atau pemerintahan, dimana di tempat tersebut akses
pendidikan cenderung merata. Contohnya pemerataan pada pendidikan formal jenjang
pra sekolah seperti play group dan taman kanak-kanak karena pendidikan ini hanya
banyak ditemukan di daerah perkotaan saja.

Hal ini pasti memiliki faktor seperti sebagian besar pendidikan masih fokus pada
wilayah perkotaan, splaygroup atau taman kanak-kanak tersedia namun belum memnuhi
standar kualifikasi yang baik, bahkan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat lebih
banyak yang kurang mampu pada segi finansial sehingga menyebabkan kurangnya
kesadaran pendidikan dari warga negara dan akses yang lambat karena keterbatasan
teknologi.

Namun pemerinah sudah mengambil Langkah tentang hal ini dengan adanya
peraturan wajib belajar Sembilan tahun juga adanya bantuan berupa beasiswa, juga dana
BOS. Bahkan masyarakat yang tertinggal pendidikannya bisa mengikuti paket A dan
paket B.
b. Masalah mutu pendidikan terletak pada masalah pemprosesan pendidikan.
Laporan UNESCO November 2007, menyebutkan peringkat Indonesia di bidang pendidikan tuain
dari 58 ke 62. Daiam peringkat 130 negara itu Maiaysia berada di urutan 56 dan korsel ke-5.
Rendahnya mutu pendidikan Indonesia juga tercermin pada kesulitan perubahaan mencari
tenaga kerja. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum 2007-2008 berada di level
54 dari 131 negara. Jauh di bawah peringkat daya saing sesame Negara ASEAN, seperti Maiaysia
yang berada di urutan ke-21 dan Singapura di urutan ke-7 hal ini disebabkan oleh kualitas
sumber daya manusia juga yang menjadi faktor penyebab rendahnya daya saing di samping
infrastruktur, birokrasi, lingkungan serta perangkat dan penegakan hukum. Contoh dampak
masalah mutu pendidikan
1. Masalah Buta Aksara

Menurut Kemendiknas 2011 sebanyak 4,8% penduduk Indonesia masih


berada di bawah garis buta aksara, yaitu 8,5 juta jiwa. Masyarakat buta aksara yang
paling banyak adalah dari daerah terpinggir dan terbelakang. Solusi tepat untuk
mengatasi hal tersebut adalah melakukan pendekatan “Holistik Integratif” kepada
masyarakat daerah tertinggal dan terbelakang.

2. Meningkatkan Sarana dan Prasarana Sekolah

Sarana dan prasarana yang memadai, sekolah akan kesulitan dalam hal
mewujudkan peserta didik yang terdidik, terlatih, terbimbing, berprestasi dengan
mampu bersaing dengan siswa sekolah lain yang unggul karena didukung dengan
sarana prasarana di dalamnya. Namun, Banyak sekolah sekolah di desa plosok yang
mana bangunannya kurang mendukung untuk proses pembelajaran.

c. Masalah Efisiensi Pendidikan adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama dalam


pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.
1. Ketimpangan pendanaan pendidikan di daerah
Berdasarkan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah, hanya sekitar 30 persen dari
sekitar 318 kabupaten/kota yang dapat menikmati proporsi DAU per-kapita yang cukup
lumayan, sehingga APBDnya dapat membiayai pendidikan di daerahnya dengan baik. Tetapi
sisanya, memperoleh pendapatan dari DAU yang terbatas sementara PADnya kecil sehingga
dana pendidikan yang dapat disediakan melalui APBD sangat terbatas, bahkan sebagian
hanya sekedar dapat untuk membiayai gaji guru.
Biaya operasional pendidikan sekolah negeri yang dapat diberikan oleh pemerintah hanya
sekitar 7% dari seluruh biaya rutin pendidikan, pada tingkat kabupaten/kota yang DAUnya
kecil prosentase itu bisa jauh lebih kecil, itulah penyebab orang tua masih harus
memberikan SPP ke sekolah.
d. Masalah Relevansi Pendidikan Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana
sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan

Bukti masalah relevansi pendidikan itu dapat disimak dari peringkat Human Development
Index (HDI) yang dipantau oleh UNDP yang menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia dari
tahun 1996 bearada pada eringkat 102 dari 174 negara, tahun 1999 peringkat 105 dari 174 negara,
dan tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara dan dalam prestasi belajar yang dipantau oleh
IAEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) di bidang
kemampuan membaca siswa SD, Indonesia berada pada urutan ke-26 dari 27 negara; kemampuan
matematika siswa SLTP berada di urutan 34 dari 38 negara; kemampuan bidang IPA siswa SLTP
berada pada urutan ke 32 dari 38 negara (T. Raka Joni, 2005).

Sumber Referensi

https://media.neliti.com/media/publications/114279-ID-desentralisasi-dan-mahalnya-
biaya-pendid.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/72335-ID-pengendalian-mutu-pendidikan-
konsep-dan.pdf

Pendidikan Warga Kampung Naga Desa Neglasari Kecamatan Salawu, Kabupaten


Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat https://ojs.unm.ac.id/UGJ/article/view/8013

Anda mungkin juga menyukai