Anda di halaman 1dari 32

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DALAM PRAKTIK

PENDIDIKAN
Makalah ini ditulis untuk dipresentasikan dalam mata kuliah Landasan Pendidikan

Disusun Oleh :

Salma Kamaliyah 1105620046


Siti Nagina Hartati 1105620032
Wahyu Gita Amalia 1105620002
Vivi Fathiyaturrahmah 1105620063

Dosen Pengampu:
Dr. Neti Karnati, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah Landasan Pendidikan tepat
waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita
nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Permasalahan Pendidikan Dalam Praktek Pendidikan” dapat


diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah tentang masalah Pendidikan
ini dapat menjadi referensi bagi pihak yang membutuhkan. Selain itu, kami juga berharap agar
pembaca mendapatkan ilmu yang baru setelah membaca makalah ini.

Kami menyadari makalah bertema bahasa ini masih memerlukan penyempurnaan,


terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi
penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon
maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah bahasa Indonesia ini dapat
bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kelompok 10,

Jakarta, 1 Oktober 2020

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................................... 1

BAB II............................................................................................................................................. 2

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 2

A. Masalah Pendidikan di Dunia .......................................................................................... 2

1. Lima Kendala Utama Pendidikan di Seluruh Dunia .................................................... 4

B. Masalah Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Lama dan Orde Baru ........................... 5

1. Masalah Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Lama................................................ 5

2. Masalah Pendidikan Pada Masa Orde Baru ................................................................. 7

C. Masalah Pemerataan Pendidikan ...................................................................................... 8

1. Pemerataan Pendidikan Formal .................................................................................. 10

2. Pemerataan Pendidikan Nonformal ............................................................................ 11

3. Upaya Pemerataan Akses Pendidikan Bagi Rakyat ................................................... 11

D. Masalah Mutu Pendidkan ............................................................................................... 12

1. Mutu Pendidikan......................................................................................................... 12

2. Peningkatan Mutu Pendidikan .................................................................................... 13

E. Masalah Efisiensi Pendidikan ........................................................................................ 13

1. Penyebab masalah efisiensi pendidikan terjadi karena berbagai faktor ..................... 14

iii
2. Faktor penunjang efisiensi belajar .............................................................................. 15

3. Solusi permasahan efiktifitas dan efisiensi pendidikan .............................................. 17

4. Macam metode pembelajaran ..................................................................................... 17

F. Masalah Relevansi Pendidikan....................................................................................... 17

1. Faktor-Faktor Penyebab Belum Tercapainya Tujuan Pendidikan .............................. 19

2. Faktor Penyebab Tidak Relevannya Pendidikan ........................................................ 20

3. Tingkat Relevansi Pendidikan Di Indonesia .............................................................. 22

4. Dampak dari Tidak Relevannya Pendidikan Di Indonesia ......................................... 22

5. Upaya Meningkatkan/Memperkuat Relevansi Pendidikan ........................................ 23

6. Solusi Agar Terwujudnya Relevansi Pendidikan ....................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 25

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Pendidikan di Indonesia saat ini menurut pendapat kami masih sangat
memprihatinkan dimulai dari mutu Pendidikan seperti sarana dan prasarana, pendidik,
bahkan peserta belum mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan pada Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2003. Masalah Pendidikan terutama Efisiensi masih pula menjadi
sorotan karena sistem Pendidikan masih belum efisien terutama pada kurikulum dan
sistem berganti ganti sehingga hal tersebut membuat tenaga pendidik dan peserta didik
harus beradaptasi dengan sistem Pendidikan yang baru lagi serta Masalah pemerataan
Pendidikan juga sangat terlihat, seperti perbedaan Pendidikan antara daerah kota dengan
desa terdalam. Yang mana Pendidikan di kota lebih maju daripada Pendidikan di desa.
Dilihat dari sarana dan prasarana yang sangat mendukung contoh nya seperti pelaksanaan
UN Berbasis Komputer. Daerah kota sudah siap dengan berbagai sarana dan prasarana.
Namun, daerah desa belum siap untuk melaksanakan kegiatan UNBK tersebut.

Berbicara tentang Masalah Pendidikan Indonesia yang terdiri dari mutu,


pemerataan dan efisiensi. Masalah masala tersebut di rasiokan dengan relevansi
kelulusan, yang mana rasio kelulusan yang siap mental dan skill dalam memasuki dunia
pekerjaan banyak yang belum siap walaupun lowongan pekerjaan yang melimpah
maupun kekurangan lowongan pekerjaan. Sehingga masalah masalah yang kami
kemukakan diatas akan kami kupas habis dalam makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Masalah pemerataan, mutu efisiensi dan relevansi
2. Upaya upaya yang dilakukan untuk menghadapi maasalah ini
3. Faktor yang membuat adanya masalah ini terjadi
4. Dampak tidak relevannya pedidikan

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Mengetahui apa itu masalah pemerataan, mutu efisiensi dan relevansi
2. Mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan untuk menghadapi maasalah ini
3. Mengetahui apa saja faktor yang membuat adanya masalah ini terjadi
4. Mengetahui dampak tidak relevannya pedidikan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masalah Pendidikan di Dunia


Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Di mana dalam proses tersebut para peserta didik mendapatkan fasilitas
belajar, mendapatkan pengetahuan, keterampilan, nilai, keyakinan, dan kebiasaan Namun
sayangnya pendidikan ini ternyata masih menjadi permasalahan yang cukup besar di
berbagai belahan dunia karena belum bisa terlaksana sebagaimana mestinya. Mayoritas
pendidikan di beberapa negara masih berorientasi pada ujian, mengandalkan hafalan, dan
menggunakan nilai ujian sebagai kriteria utama, bahkan satu-satunya untuk mengevaluasi
siswa. Dengan demikian, pendidikan jadi seperti bersifat otoriter— hanya menghasilkan
nilai ujian yang baik tetapi bukan warga negara yang memiliki bakat, kreatif, dan
inovatif.
Negara-negara di dunia membutuhkan dana untuk menopang upaya pendidikan.
Seperti membangun sekolah, mempekerjakan guru, menyelenggarakan lokakarya,
menyediakan bahan ajar, dan lain-lain. Karena ini negara-negara berkembang di dunia
menghadapi krisis keuangan dan tidak dapat mengelola dana yang cukup untuk reformasi
pendidikan mereka. Contohnya seperti mempunyai gedung sekolah tetapi tidak ada
tenaga pendidik atau mungkin tidak ada ruang kelas sama sekali, kurangnya bahan ajar
seperti buku pelajaran. Karena di banyak negara buku teks yang sudah usang digunakan
oleh enam siswa atau bahkan lebih.
Di banyak negara juga, gender adalah alasan utama lainnya mengapa masyarakat
tidak mendapat pendidikan. UNESCO mengatakan, ketidakseimbangan gender dalam
pendidikan global secara serius telah menyebabkan lebih dari 100 juta perempuan muda
di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah tidak dapat membaca satu
kalimat pun dan membuat 31 juta anak perempuan putus sekolah. Meskipun ada beberapa
kemajuan pada tahun 2011, hanya 60% negara yang mencapai paritas di pendidikan dasar
dan hanya 38% negara yang mencapai paritas di pendidikan menengah. Di antara negara-

3
negara berpenghasilan rendah, hanya 20% yang mencapai kesetaraan gender di tingkat
sekolah dasar, 10% di tingkat menengah pertama dan 8% di tingkat menengah atas. Anak
perempuan yang tinggal di negara-negara Arab berada pada posisi yang lebih dirugikan.
Persentase perempuan dalam populasi putus sekolah adalah 60% dibandingkan dengan
57% di Asia Selatan dan Barat, serta 54% di sub-Sahara Afrika.
Karena rendahnya kualitas pendidikan selama bertahun-tahun, 175 juta anak
muda di negera berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah juga tidak dapat
membaca, dimana 61% di antaranya adalah perempuan. Di Asia Selatan dan Barat, dua
dari tiga remaja yang tidak bisa membaca adalah remaja putri. Sangat penting
berinvestasi pendidikan pada anak perempuan dan wanita, tidak hanya untuk individu,
tetapi untuk seluruh masyarakat. Jika semua perempuan memiliki pendidikan dasar
menengah, pernikahan anak dan kematian anak dapat turun masing-masing sebesar 49%
dan 64%. Mendidik perempuan juga dapat membantu melindungi mereka agar tidak jatuh
miskin dengan membantu mereka mendapatkan perkerjaan dan mengurangi kesenjangan
upah gender.
UNESCO juga melaporkan tentang pendidikan yang ada di ibukota Ethiopia,
Addis, Ababa, begitu memprihatinkan. Dalam laporannya, UNESCO menyatakan 57 juta
anak di seluruh dunia tidak pergi ke sekolah, sedangkan 774 juta orang dewasa di seluruh
dunia buta huruf. Tak seperti implementasinya, nota kesepakatan yang telah dicapai di
Dakar tahun 2000 dalam forum pendidikan dunia terdengar begitu penuh harapan. 164
negara di dunia dalam forum tersebut menyatakan diri berkewajiban untuk memasukkan
enam tujuan besar pendidikan dalam agenda mereka. Termasuk diantaranya adalah akses
pendidikan lebih baik bagi anak usia dini dan sekolah dasar, pengurangan separuh jumlah
orang buta huruf, dan kesetaraan peluang pendidikan bagi laki-laki dan perempuan.
Banyak negara yang nyatanya sampai kini belum bisa mencapi target seperti yang
telah disepakati dalam forum pendidikan dunia di Dakar. Menurut laporan yang
dikeluarkan UNESCO, hal ini terjadi terutama akibat kondisi guru dan kualitas pelajaran.
Dalam hal ini, kualitas pendidikan sangat bergantung pada kualitas guru dan pelajaran.
Banyak negara yang sangat kekurangan guru. Guru yang berada di banyak daerah di
seluruh dunia membutuhkan pendidikan dan pendidikan lanjutan yang lebih baik serta
kemudahan akses terhadap materi pelajaran dan gaji yang sesuai.

4
1. Lima Kendala Utama Pendidikan di Seluruh Dunia
a. Anak-Anak Penyandang Disabilitas
Kendala yang pertama dialami oleh para penyandang cacat. Meskipun
secara teori menyatakan bahwa pendidikan merupakan hak semua manusia di
seluruh dunia, namun tetap ada anak-anak penyandang cacat yang ditolak untuk
mendapatkan akses ke sekolah. Bahkan di beberapa negara miskin di dunia, anak-
anak cacat yang tidak bersekolah memiliki persentase mencapai 95%. Kendala
pendidikan tersebut dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor yang
melatarbelakanginya. Seperti diskriminasi, kurangnya pelatihan metode
pengajaran pada guru, dan kurangnya sekolah yang bisa diakses para penyandang
cacat.
b. Tinggal di Negara Konflik
Perang dan konflik yang terjadi di sebuah negara tidak hanya
menimbulkan korban jwa, tetapi juga bisa membuat sara pendidikan hancur dan
sistem pendidikan tidak bisa berjalan dengan baik dan ini menjadi kendala
pendidikan yang cukup besar. Data UNICEF pada tahun 2017, diketahui bahwa
ada sekitar 50 juta anak-anak yang tinggal di negara-negara konflik dan hampir
setengahnya tidak bersekolah. Kendala pendidikan tersebut bisa terjadi karena
konflik bisa mencegah pemerintahn untuk berfungsi, banyak guru dan siswa yang
melarikan diri, dan kontunitas pembelajaran sangat terganggu.
c. Jarak Sekolah Sangat Jauh
Kendala pendidikan selanjutnya adalah masih banyak anak-anak di
seluruh dunia yang pergi ke sekolag dengan berjalan kaki sampai tiga jam
lamanya, bahkan kendala pendidikan seperti ini sering ditemukan di beberapa
daerah di Indonesia. Karena jauhnya jarak, anak-anak jadi harus berangkat
sekolah setiap jam 5 pagi setiap hari dan pulang sekolah sore hari. Hal yang lebih
menghawatirkan adalah anak-anak perempuan rentan terhadap kekerasan dalam
perjalanan yang mereka lalui dan tentu saja hal ini berbahaya.
d. Nutrisi Yang Harus Dicukupi
Kelaparan dan nutrisi yang didapatkan oleh anak sangat berpengaruh
terhadap kemampuan kognitif dan konsentrasi anak-anak di sekolah. Maka dari

5
itu hal ini juga menjadi kendala pendidikan utama di dunia. Anak-anak yang
kekurangan nutrisi tidak akan bisa menyerap pelajaran dengan optimal dan
menjadi kendala pendidikan yang cukup banyak terjadi di seluruh penjuru dunia.
Nutrisi yang baik merupakan salah satu persiapan penting yang perlu disiapkan
agar anak-anak bisa menyerap pelajaran dengan baik, optimal, dan tidak lagi
menjadi kendala pendidikan di dunia
e. Masalah Biaya Pendidikan
Kemiskinan dan biaya pendidikan yang mahal juga merupakan kendala
pendidikan utama di dunia. Kendala seperti ini membuat tidak semua orang bisa
merasakan manfaat pendidikan untuk kehidupan yang lebih baik. Masalah biaya
pendidikan ini banyaknya terjadi di negara berkembang, salah satunya Indonesia
yang mulai menghapuskan biaya sekolah agar semakin banyak anak-anak yang
bisa mendapatkan akses pendidikan. Hal yang menjadi permasalahan adalah
banyak negara di Afrika yang menerapkan biaya informal dan hal ini tentu
membuat orangtua harus mengeluarkan biaya tambahan yang memberatkan dan
menjadi kendala pendidikan. Misalnya seragam, buku pelajaran, pelajaran
tambahan, biaya ujian, dan dana yang mendukung bangunan sekolah.

B. Masalah Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Lama dan Orde Baru
1. Masalah Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Lama
Langkah strategis yang diambil pemerintah Soekarno untuk mengurai kebuntuan
politik saat itu dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Salah satu isi
dekrit adalah kembali kepada Undang-undang Dasar 1945. Dekrit itu kemudian
disusul dengan pidato Presiden pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul
“Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Soekarno menguraikan ideologi Demokrasi
Terpimpin dan beberapa bulan kemudian dinamakan Manipol (Manifesto Politik).
Presiden menyerukan dibangkitkannya kembali semangat revolusi, keadilan sosial
dan pelengkapan kembali lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi negara demi
revolusi yang berkesinambungan (Ricklefs, 2007:527)
Kebijakan dan system Pendidikan pada masa orde lama akhirnya harus
menyelenggarakan Pendidikan Manipolis, yang memiliki tujuan untuk menghasilkan
lulusan ahli yang bersifat patriotik, demokratis dan manipolis. Pendidikan ini

6
mempersiapkan manusia baru dalam pembangunan nasional yang ahli, patriot,
demokrat serta bercita-cita sosialisme (Waluyo, 1964; Poesponegoro & Notosusanto
[ed], 2008).
Karena kebijakan tersebut sehingga syarat untuk menjadi guru yaitu sifat
kerevoulusineran guru adalah nomer satu, watak guru yang memiliki rasa kebencian
terhadap imperialisme, kolonialisme, neo kolonialosme dan feodalisme.karena faktor
dari situasi politik Indonesia pada masa itu yang terpaksa menjadikan manipol
sebagai system Pendidikan.
Pada masa itu, banyak kesulitan yang dialami para guru terutama ekonomi, hal
tersebut di manfaatkan oleh PKI untuk menimbulkan konflik internal dalam PGRI.
Sehingga muncul lah seminar Pendidikan mengabdi manipol yang diselenggarakan
Lembaga Pendidikan Nasional tahun 1963 namun mereka berafiliasi dengan PKI
sehingga adanya sistem Pendidikan Pancawardhana yang didukung LPN. Sistem
Pendidikan panchawardhana memiliki tujuan bahwa politik pendidikan harus
mempunyai 3 prinsip; yaitu Nasional, Kerakyatan dan Ilmiah. (Pendidikan
Nasional, 1963). Kedua sistem pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Pancawardhana, itu telah menimbulkan pertentangan masyarakat, bahkan
dikalangan pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Golongan
komunis mempertahankan sistem pendidikan Pancawardhana, sedangkan golongan
agama dan nasionalis menentang sistem itu karena dianggap telah menghilangkan
sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Pertentangan antara
kubu Pancawardhana dan Pancacinta di satu pihak dengan kubu pendidikan
berdasarkan Pancasila telah mempengaruhi kehidupan guru (Poerbakawatja,
1963).
Oleh karena situasi politik Indonesia seperti itu, dan Pendidikan juga
diikutsertakan sehingga kinerja guru malah diarahkan pada melakukan indoktrinasi
kepada peserta didik tentang praktik Pendidikan manipolis dan panchawardhana
daripada Pendidikan berpikir. Hal tersebut juga menjadi masalah Pendidikan
Indonesia karena Pendidikan pada masa orde lama tidak mengarah pada Pendidikan
Pancasila.

7
Pada masa orde lama untuk mutu, pemerataan, efisiensi serta relevansi masih
kurang terutama hal yang paling disoroti adalah sistem pembelajaran yang menuai
kasus tengan LPN yang berafiliasi dengan PKI untuk mendoktin para siswa siswi di
Indonesia.

2. Masalah Pendidikan Pada Masa Orde Baru


a. Sistem Pendidikan

Pada masa orde baru Kurikulum hampir berganti sampai dengan empat
kali setiap pergantian Menteri, kurikulum pada masa orde baru sangat
idkenaldengan indokrinasi kearah ilmu pengetahuan, dan ideologi Pancasila di
smeua jenjang Pendidikan. Melalui hal inipemerintah memperkenalkan butir-butir
Pancasila dengan pengajaran melalui sistem hapalan. Yang mana siswa harus
hapal tentang kisah-kisah pahlawan nasional yang didominasi orang orang
bersejata, namun mata pelajaran ini tidak diteruskan karena menjadi persoalan.
Serta kurangnya pemerataan pemberian kurikulum setiap daerah sehingga masih
banyak sekolah di pedesaan yang belum menerima buku Kurikulum 1975 sampai
1981. Akibatnya, banyak sekolah mulai dari SD sampai SMA terpaksa masih
menggunakan Kurikulum 1968. Kasus ini sudah dilaporkan kepada Menteri
Pendidikan saat itu, namun di tolak dan memilih mnegurus sistem evaluasi
sekolah seperti EBTA dan EBTANAS

b. Tenaga Pendidik

Saat pergantian Kurikulum 1984 yang menciptakan sistem pembelajaran


baru bernama Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), sistem belajar CBSA sebenarnya
sudah pernah diperkenalkan bersamaan dengan pelaksanaan Kurikulum 1975.
Sistem yang diadopsi dari Inggris itu pernah melalui masa uji coba sejak 1980 di
60 SD yang tersebar di Kabupaten Cianjur. Melalui CBSA, siswa dituntut untuk
aktif berdiskusi dalam kelompok, bahkan berdebat dan menanggapi guru.
Walaupun sistem pembelajaran tersebut merupakan terobosan baru namun
memiliki kelemahan dari segi tenaga pendidik yang belum mampu memimpin
jalannya diskusi di kelas karena kurangnya kualifikasi dan kemampuan guru.

8
c. Sistem Pembelajaran
Pada tahun 1989, pemerintah kembali merancang penyempurnaan
kurikulum pada 1989. UU Pokok Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989 tentang
Pendidikan Nasional yang baru saja disahkan kemudian berperan melahirkan
kurikulum baru untuk diberlakukan pada tahun ajaran 1995/1995. Kurikulum yang
baru ini terbukti mendulang sukses. Hanya dalam jangka waktu tiga tahun seluruh
Kurikulum 1994 berhasil diterapkan di berbagai jenjang di sebagian besar wilayah
Indonesia.
Kurikulum ini memang dinilai sudah meratanamun seorang pengkritik
mengatakan bahwa kurikulum ini memiskinkan rasa seni para siswa, karena lebih
banyak berfokus pada eksak dan bahsan dalam semua jenjang Pendidikan.
Sehingga kurikulum ini tidak memiliki ruang untuk para siswa mempelajari seni
Disamping itu kurikulum 1994 dinilai sangat padat juga siswa diberikan
banyak materi muatan lokal seperti Bahasa dan keterampilan daerah, yang mana
malah berdampak pada siswa yang stress akibat belajar yang berlebihan.
“Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Siswa
dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka tuntaskan, dan
mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap banyaknya
beban belajar yang harus mereka hadapi,” tulis Moh. Suardi dalam Ideologi Politik
Pendidikan Kontemporer (2015, hlm. 105).

C. Masalah Pemerataan Pendidikan


Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan
dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk
memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan
sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Lalu, Indonesia ini adalah negara
kepulauan, dimana terdapat ribuan pulau dan memiliki beragam suku bangsa dengan
kekayaan adat yang beragam. Sehingga apabila dikaitkan dengan pendidikan, hanya
pendidikan di wilayah dan daerah-daerah perkotaan saja yang diperhatikan, sedangkan di
daerah terpencil terabaikan dan kurang diperhatikan.

9
Pendidikan di Indonesia belum merata, ini terbukti dari adanya keterbatasan daya
tampung, kerusakan sarana prasarana, kurangnya tenaga pengajar, proses pembelajaran
yang konvensional, dan keterbatasan anggaran. Maka dari itu, anak-anak di pedesaan
mengalami banyak kendala dalam menempuh pendidikan. Padahal pada dasarnya sistem
pendidikan di desa maupun di kota harus sama rata dan adil. Karena dengan pendidikan,
anak-anak sebagai masa depan penerus bangsa dapat menambah wawasan juga
keterampilan yang pasti akan dibutuhkan di hari yang akan datang.

Sebagai negara dengan penduduk terbesar ketiga di dunia, Indonesia seharusnya


bisa menjadi negara maju jika didukung juga oleh kualitas sumber daya manusianya.
Sayangnya potensi tersebut masih tertanam, yang mungkin disebabkan oleh masalah
pemerataan serta kualitas pendidikan, khususnya di daerah tertinggal. Padahal, potensi
dari siswa-siswi di daerah tertinggal juga tidak kalah dengan daerah perkotaan apabila
mereka diberikan kesempatan untuk belajar dan mereka mendapatkan pengajaran yang
tepat. Salah satu contohnya adalah anak-anak SD berasal dari Papua di bawah bimbingan
Bapak Yohanes Surya yang menjadi pemenang olimpiade matematika tahun 2011 yang
diselenggarakan oleh Asian Science and Mathematics Olympiad for Primary School.

Tentu pemerataan yang dimaksud di sini bukan sekadar kesamaan cakupan materi
masing-masing daerah dengan adanya ujian tertentu sebagai standar yang harus dicapai
secara nasional, tetapi juga memaksimalkan pengajaran sesuai dengan tujuan yang telah
dirancang secara kontekstual oleh masing-masing institusi pendidikan. Pendidikan secara
meluas yang terbuka bagi masyarakat umum dan pendidikan tersebut dapat menjadi
wadah bagi pembangunan manusia berkualitas demi mendukung pembangunan bangsa.
Dalam mendukung upaya pemerataan pendidikan yang diseimbangkan dengan
terjaminnya kualitas pendidikan, perlu kerjasama dari berbagai pihak seperti
meningkatkan berbagai fasilitas pendukung agar proses pendidikan dapat berjalan dengan
baik dan maksimal seperti diharapkan.

Tahun 2019 lalu, beberapa mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi


Universitas Negeri Jakarta melakukan penelitian di Kampung Naga Desa Neglasari
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Mereka melakukan
penelitian dengan tujuan untuk mengetahui akan pendidikan warga di desa tersebut. Lalu

10
dari hasil penelitiannya, ternyata cukup banyak anak yang hanya menempuh pendidikan
sampai di sekolah dasar, karena belum ada biaya yang cukup untuk melanjutkan ke SMP.
Masalah transportasi juga menjadi kendala biaya jika ingin melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Mengingat daerah tempat tinggal mereka memiliki akses yang sulit untuk
sampai ke sekolah-sekolah.

Hal ini membuktikan sudah terdapat partisipasi yang baik untuk pendidikan dari
anak tersebut namun faktor ekonomi adalah salah satu penyebab anak tidak bisa
melanjutkan sekolah karena pendapatannya yang hanya bergantung pada hasil panen dan
juga tidak sebanding dengan biaya yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan. Jadi,
keluarga dari anak-anak itu memilih jalan untuk memberhentikan anaknya sekolah karena
tidak adanya bantuan apapun dari pemerintah sehingga teraksa meminta anaknya
membantu turut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Berikut faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah pemerataan


pendidikan di Indonesia:

a) Kurangnya sarana dan prasarana di daerah pelosok


b) Rendahnya kualitas guru
c) Rendahnya kesejahteraan guru
d) Mahalnya biaya pendidikan
e) Rendahnya kualitas dari fasilitas yang disediakan

1. Pemerataan Pendidikan Formal


Pada jenjang pendidikan formal, secara umum perluasan akses dan
peningkatan pemerataan pendidikan masih menjadi masalah utama, terutama bagi
masyarakat miskin maupun masyarakat di daerah terpencil. Pemerataan pendidikan
formal terdiri dari pemerataan pendidikan di tingkat prasekolah, sekolah dasar,
menengah, perguruan tinggi.

Di perkotaan hampir semua anak-anak usia 3-5 tahun telah menerima


pendidikan prasekolah, lain halnya dengan anak-anak di pedesaan. Di desa atau
wilayah terpencil masih sangat jarang sekolah-sekolah untuk anak dibawah usia 7
tahun. Sehingga pendidikan prasekolah belum merata di Indonesia. Pendidikan

11
sekolah dasar memang sudah cukup dirasakan pemerataannya di berbagai daerah, hal
ini sejalan dengan program wajib belajar 9 tahun. Namun wajib belajar 9 tahun pun
dirasa belum cukup untuk anak-anak saat ini, mengingat kebutuhan pendidikan yang
tinggi untuk anak-anak di masa ini. Pada pendidikan menengah, saat ini banyak
bermunculan sekolah-sekolah unggul. Dalam pelaksanaannya model sekolah ini
hanya diperuntukkan untuk kalangan elit dan berduit yang ingin mempertahankan
eksistensinya sebagai kalangan atas. Pendidikan tinggi persoalannya menyangkut
pemerataan kesempatan dalam memperoleh pendidikan tinggi bagi warga negara
dalam kelompok usia 19-24 tahun. Biaya yang diperlukan untuk menempuh
pendidikan di perguruan tinggi memang sangat besar, sehingga hanya anak-anak yang
berasal dari keluarga mampu saja yang memperoleh kesempatan mengenyam
pendidikan tinggi.

2. Pemerataan Pendidikan Nonformal


Di samping menghadapi permasalahan dalam meningkatkan akses dan
pemerataan pendidikan di jalur formal, pembangunan pendidikan juga menghadapi
permasalahan dalam peningkatan akses dan pemerataan pendidikan non formal. Pada
jalur pendidikan non formal juga menghadapi permasalahan dalam hal perluasan dan
pemerataan akses pendidikan bagi setiap warga masyarakat. Sampai dengan tahun
2011, pendidikan non formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia sekolah
ke dunia kerja maupun sebagai bentuk pendidikan sepanjang hayat belum dapat
diakses secara luas oleh masyarakat. Apalagi pendidikan non formal, pada umumnya
membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga tidak dapat terangkau oleh
masyarakat menengah kebawah.

3. Upaya Pemerataan Akses Pendidikan Bagi Rakyat


Secara nasional, pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam rangka
menciptakan pemerataan pendidikan di Indonesia. Diantaranya dengan
mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN), membebaskan biaya bagi sekolah dasar (SD), membuat
program Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), hingga bagi Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) mendapatkan bantuan bagi

12
siswa-siswi yang kurang mampu. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan Kartu
Indonesia Pintar (KIP), KIP Kuliah, dan KJP (Kartu Jakarta Pintar). Dimana KIP
diperuntukan siswa yang bersekolah di ibukota, tetapi bukan warga DKI, KIP Kuliah
khusus untuk mahasiswa di seluruh Indonesia, dan KJP untuk anak sekolah yang
merupakan warga DKI.

D. Masalah Mutu Pendidkan


1. Mutu Pendidikan
Mutu Pendidikan dalah kemampuan sistem pendidikan, baik dari segi
pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan itu sendiri, di arahkan secara efektif
untuk meningkatkan nilai tambah dari faktor-faktor input (besarnya kelas sekolah,
guru, buku pelajaran, situasi belajar dan kurikulum, manajemen sekolah, keluarga)
agar menghasilkan out-put setinggi tingginya, banyak masalah mutu Pendidikan
seperti, mutu lulusan, mutu pengajaran guru, mutu profesionalisme guru dan lain-
lain, oleh karena itu di butuhkanlah dasar-dasar program mutu Pendidikan.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini semakin lama semakin


memprihatinkan. Ini terbukti bahwa indeks pengembangan manusia di Indonesia
semakin menurun. Setelah diamati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di
berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal.

Dan hal itulah yang menyebabkan terhambatnya penyediaan sumber daya


manusia yang mempunyai keahlian danketerampilan untuk memenuhi pembangunan
bangsa diberbagai bidang

Berikut adalah pembahasan mengenai dasar- dasar dan program mutu


Pendidikan, menurut Sukmadinata (2002: 11) :
a. Komitmen pada perubahan
b. Pemahaman yang jelas tentang kondisi yang ada
c. Mempunyai visi yag jelas tentang masa depan
d. Punya rencana yang jelas

13
2. Peningkatan Mutu Pendidikan
Peningkatan mutu pendidikan hendaknya didasarkan atas konsep dan
pemahaman pendidikan sebagai sistem pendidikan memiliki sejumlah komponen
seperti siswa, guru, kurikulum, sarana/prasarana, media dan sumber belajar, orang
tua, lingkungan, dan lain-lain. Antara komponen-komponen tersebut terjalin
hubungan yang membentuk suatu sinergi, keterpaduan dalam pelaksanaan system.

E. Masalah Efisiensi Pendidikan


Permasalahan efisiensi pendidikan dipandang dari segi internal pendidikan.
Maksud efisiensi adalah apabila sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara
efisien atau berdaya guna. Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik
dengan tidak menghamburkan sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan
sebagainya.
Namun masalah efisiensi pendidikan di Indonesia yang sering terjadi yaitu
mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pengajaran, dan kualitas
staf pengajar. Di Indonesia mahalnya biaya pendidikan masih sempat dikeluhkan oleh
sebagian masyarakat, walaupun harga pendidikan di Indonesia relatif lebih rendah
dibandingkan negara-negara lain.
Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika memperhitungkan untuk
memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan bagaimana proses yang bik pula. Hal ini
kurang dilihat oleh kita dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang efektif adalah
pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Beberapa masalah yang berkaitan dengan efisiensi pendidikan :
a. Bagaimana memfungsikan tenaga kependidikan
b. Bagaimana sarana dan prasarana pendidikan digunakan
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d. Masalah efisiensi dalam mefungsikan tenaga
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga.
1) Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia
dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas.

14
2) Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering
mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.
3) Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat,
khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. setiap pembaruan
kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana di lapangan.
1. Penyebab masalah efisiensi pendidikan terjadi karena berbagai faktor
a. Tenaga kependidikan
Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya
terlambat khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru setiap
pembaharuan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana di
lapangan. Dapat dikatakan umumnya penanganan pengembangan tenaga
pelaksana di lapangan (yang berupa penyuluhan latihan lokakarya penyebaran
buku panduan) sangat lambat padahal proses pembekalan untuk dapat siap
melaksanakan kurikulum baru memakan waktu . akibatnya terjadi kesenjangan
antara saat disenangkan berlakunya kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan.
Dalam masa transisi yang relative lama ini proses pendidikan berlangsung kurang
efisien dan efektif.
b. Peserta didik
teori perkembangan, peserta didik khususnya seusia remaja adalah masa
saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan yang sangat
fundamental pada karakter, emosi, sosial, prilaku dan masa depan .Sebagian
peserta didik mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa peserta
didik bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial.
Jadi dapat disimpulkan faktor peserta didik juga mempengaruhi masalah
pendidikan.
c. Faktor kurikulum
Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang
dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap
pembelajaran dan pendidikan Indonesia. Masalah kurikulum meliputi masalah
konsep dan masalah pelaksanaannya. Sumber masalahnya ialah bagaimana sistem
pendidikan dapat membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan kerja (bagi

15
yang tidak melanjutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke
perguruan tinggi (bagi mereka ingin lanjut). Suatu kurikulum disebut mengalami
perubahan bila terdapat adanya perbedaan dalam satu atau lebih komponen
kurikulum antara dua periode tertentu, yang disebabkan oleh adanya usaha yang
disengaja. Karena setiap tahun kurikulum dalam belajar suka berubah-ubah jadi
tidak menentu .
d. Sarana / prasarana pendidikan
Penggunaan prasarana dan sara pendidikan yang tidak efisien bias terjadi
antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering terjadi
karena perubahan kurikulum. Banyak gedung SD Inpres (yang mulai dilancarkan
pembangunannya pada akhir Pelita II) karena beberapa sebab dibangun pada
lokasi yang tidak tepat. Akibatnya banyak SD yang kekurangan murid atau yang
ruang belajarnya kosong. Jika kondisi yang seperti ini terdapat pada banyak
kabupaten dan pada semua provinsi. maka terjadinya pemborosan tidak terelakkan
sebab pembangunan tidak dapat dipindahkan lagi pula daya tahannya pun
terbatas.
2. Faktor penunjang efisiensi belajar
Faktor yangdapat menjadi penunjang efisiensi dalam proses pembelajaran,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal di indonesia dibagi menjadi DUA:
a. Efisiensi Internal
Dalam sistem pendidikan apabila memiliki efisiensi internal akan
menghasilkan output yang diharapkan dengan biaya minimum ( Nanang Fattah,
2009:35). Dengan input tertentu dapat memaksimalkan output yang diharapkan.
1) Rata-rata lama belajar, seorang lulusan menggunakan waktu belajar dapat
dilakukan dengan metode mencari statistik kohort (kelompok belajar). Hal
tersebut dapat dihitung dengan cara jumlah waktu yang dihabiskan lulusan
dalam suatu kohort dibagi dengan jumlah lulusan dalam kohort tersebut.
2) Input-Output Ratio, adalah perbandingan antara murid yang lulus dengan
murid yang masuk dengan memperhatikan waktu yang seharusnya ditentukan
untuk lulus, artinya dibandingkan antara tingkat masukan dengan tingkat
keluaran.

16
3) Berdasarkan hal-hal diatas, maka masukan pendidikan, proses pendidikan,
hasil pendidikan dan lingkungan harus terus dikelola dan terbina secarra
optimal dengan memperoleh tingkat efisien yang tinggi.
Konsep efisiensi Internal dikaitkan dengan perbandingan antara biaya input
pendidikan dan efektivitasnya dalam mendukung hasil-hasil belajar. Aspek efisisensi
internal dari suatu sekolah bukan hanya bergantung pada karakteristik administratif,
melainkan pemberian rangsangan yang dapat memotivasi perilaku siswa, guru dan
kepala sekolah.
b. Efisensi Eksternal
Efisiensi eksternal sering dihubungkan dengan metode cost benefit
analysis, yaitu rasio antara keuntungan finasial sebagai hasil pendidikan dengan
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan ( Nanang Fattah, 2009:38).
Analisis efisiensi ekternal berguna untuk menentukan kebijakan dalam
pengalokasian biaya pendidikan, juga merupakan pengakuan sosial terhadap
lulusan atau hasil pendidikan.
Secara konseptual efisiensi eksternal dikaitkan dengan analisis keuntungan
atas investasi pendidikan dari pembentukan kemampuan, sikap, keterampilan.
Dalam memeprhitungkan investasi tersebut ada dua hal yang penting, yaitu :
menghasilkan kemampuan yang memiliki nilai ekonomu dan nilai guna dari
kemampuan.
Analisis efisiensi eksternal berguna untuk menentukan kebijakan dalam
pengalokasian biaya atau distribusi anggaran kepada seluruh sub-sub sektor
pendidikan. Efisiensi eksternal juga merupakan pengakuan sosial terhadap lulusan
atau hasil pendidikan. Dalam menganalisis efisiensi eksternal bidang pendidikan
dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: 1) Keuntungan perorangan (private rate of
return), yaitu perbandingan keuntungan pendidikan kepada individu dengan biaya
dari individu yang bersangkutan; 2) Keuntungan masyarakat (sosial rate of
return), yaitu perbandingan keuntungan pendidikan kepada masyarakat dengan
biaya pendidikan masyarakat. Jadi, efisiensi eksternal pendidikan meliputi tingkat
balik ekonomi dan investasi pendidikan pada umumnya, serta alokasi pembiayaan
bagi jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

17
3. Solusi Permasalahan Efektifitas dan Efisiensi Pendidikan
Cara meningkatkan efiktifitas dan efisiensi sestem penyajian, dapat ditempuh melalui
a. Memberikan kebebasan sesuai dengan minat, kemampuan,dan kebutuhan kearah
perkembangan yang optimal.
b. Memberikan pengalaman yang bulat agar peserta didik mandiri dan memiliki
sikap tanggung jawab.
c. Megintegrasikan berbagai pengalaman dan kegiatan pendidikan
d. Mengusahakan isi, metode, dan bentuk pendidikan yang tepat guna, tepat saat,
menarik dan mengesankan.
4. Macam Metode Pembelajaran
a. Metode Ceramah
Adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada
kelompok pendengar bertujuan untuk mencapai pembelajaran tertentu dalam
jumlah yang relatif besar.
b. Metode Diskusi
Adalah proses melibatkan dua orang peserta atau lebih untuk berinterasi
saling bertukar pendapat agar dapat memecahkan masalah sehingga didapatkan
kesepakatan diantara mereka.

F. Masalah Relevansi Pendidikan


Masalah Relevansi Pendidikan adalah suatu masalah yang telihat darilingkup
lulusan seolah dengan kebutuhan dengan pasar insudtri serta pembangunan yang mana
lulusan sekolah tersebut belum memnuhi dan bisa membantu untuk beronstrbusi dalam
pembangunan nasional. Relevansi dapat dilihat dari perbandingan antara lulusan yang
dihasilkan suatu Lembaga Pendidikan yang diharapkan dapat mengisi kebutuhan tenaga
kerja di banyak pasar industry. Yang mana masih banyak hasi lulusan di banyak
Lembaga belum siap secara mental dan skill untuk masuk kedalam dunia kerja arena
kurangnya pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam kesiapan untuk terjun langsung ke
kehidupan masyarakat. Selian itu juga dari Lembaga Pendidikan seperti SMK dan
perguruan tinggi yang tidak siap secara kemampuan untuk melanjutkan kesatuan
Pendidikan diatasnya.

18
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu
yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan
pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan
dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum
atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Wahjoetomo. (1993)

Pentingnya pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup


seseorang atau bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak. Karena itu pendidikan harus
dilakukan secara sadar melalui sebuah kesengajaan yang terencana dan terorganisir
dengan baik. Semua demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan
sasaran lain meliputi obyek peserta, sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang
lain. (T. Raka Joni, 2005).

Keutuhan pendidikan juga terlihat dari kecerdasan sosial yang dimiliki seseorang.
Kecerdasan ini menunjukkan pada kita seberapa besar, nilai-nilai sosial diajarkan dalam
sebuah pendidikan. Dan bagaimana prakteknya di lapangan saat seseorang terjun langsung
dalam masyarakat. Untuk melihat kecerdasan ini dimiliki seseorang biasanya ditandai
dengan keikhlasannya untuk berusaha memberikan yang terbaik bagi kepentingan
masyarakat. Mampu berempati pada kesulitan orang lain. Rela berkorban untuk
kepentingan bersama, tidak mementingkan golongan, tapi kepentingan bersama yang
lebih besar. Jika orang itu menjadi leader atau pemimpin, maka karyawan yang
dipimpinnya merasa terayomi dan nyaman. (Ngalim Purwanto, 2006:7)

1. Faktor-Faktor Penyebab Belum tercapainya Tujuan Pendidikan

Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi tiga yaitu faktor rumah/keluarga, faktor


sekolah, dan siswa. Ketiga faktor tersebut sangat berkaitan erat. Faktor keluarga
seperti pelajar yang kurang mendapat dukungan dan perhatian dari orang tuanya serta
finansial yang tidak mendukung. Faktor sekolah dan pelajar adalah faktor yang paling
memberi dampak pada prestasi Pendidikan di Indonesia seperti banyaknya kerusakan
moral di kalangan pelajar, seperti beredarnya video-video porno yang bisa diakses

19
melalui ponsel. Ini akibat dari bebasnya pengawasan dan akses informasi yang masuk
kepada masyarakat, tanpa ada kontrol dari pihak yang terkait. Korupsi dan kolusi serta
nepotisme masih banyak kita temui dalam birokrasi pendidikan, sehingga
menimbulkan konflik dikalangan internal dan berpotensi untuk menimbulkan konflik
perpecahan. Pendidikan juga masih banyak yang kita lihat belum berpihak pada rakyat
umum. Di kalangan masyarakat mahalnya pendidikan membuat mereka lebih memilih
untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan, sandang dan papan.

Lalu, selain itu ada juga faktor-faktor lain yang menyebabkan belum
tercapainya tujuan pendidikan di Indonesia:

a. Belum terintegrasinya pendidikan moral (agama) dengan pendidikan lainnya. Ada


sebagian anggapan bahwa pendidikan agama hanya dilakukan di pesantren,
padahal di sekolah umum pendidikan agama juga diajarkan hanya saja porsinya
masih sedikit, sehingga belum maksimal.
b. Pendidikan etika hanya terbatas pada pengetahuan. Pendidikan Etika di lingkungan
pelajar sangatlah minim, banyak dari para pelajar bukan peserta didik yang
terpelajar, dalam maksud pelajar masih memiliki keberanian dalam menyangkal
dan tidak patuh terhadap pendidik
c. Minimnya keteladanan.contoh kecil seperti adanya trend rok span atau kerudung
yang tidak rapih bahkan kemeja yang di potong pendek adalah contoh kecil
minimnya keteladanan pelajar.
d. Sikap hidup yang semakin materialis dan hedonis. Sikap hidup yang
mengutamakan materi untuk menuju kebahagiaan.
Untuk meminimalisasi hal ini, maka ada upaya yang bisa dilakukan, antara
lain, perbaikan kurikulum pendidikan secara menyeluruh, misalnya dengan melakukan
pendidikan alternatif tambahan diluar kurikulum. Perbaikan sistem pengajaran dan
pendidikan, penguatan keteladanan, penguatan nilai agama dalam kehidupan. (Ngalim
Purwanto, 2006: 8)

20
2. Faktor Penyebab Tidak Relevannya Pendidikan
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya:

a. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan di Indonesia kualitasnya bermacam-macam, lebih
tepatnya tidak merata. Ketimpangan kualitas pendidikan antar desa dan kota, antar
Jawa dan luar Jawa mengakibatkan mutu pendidikan yang kurang berkualitas bagi
daerah- daerah terluar dan terdepan. Dilihat dari sarana dan prasarana dalam
Pendidikan seperti rusaknya Gedung, kepemillikan yang tidak jelas, media belajar
yang kurang bermutu, buku perpustaaan yang tdak lengkap bahkan teknologi
informasi yang kuang memadai serta tidak tersedianya laboratorium atau ruang
praktek. Anggaran - anggaran yang digunakan tidak sesuai dengan Pendidikan
tersebut.
b. Sistem Pendidikan
Di indonesia yang ada ialah siap berkembang. Indonesia memiliki mutu
pendidikan yang rendah, kurangnya kualitas pendidikan di tanah air karena
pembelajaran hanya pada buku paket kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang
berlaku di Indonesia yang kini berubah menjadi kurikulum tingkat satuan
Pendidikan (KTSP) lalu diganti menjadi Kurikulum 2013 (KURTILAS). Sistem
yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen
untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
c. Proses Pendidikan
Kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses
belajar menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak
mampu memupuk kreatifitas siswa untuk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku
pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan
pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif. Suparian Suhartono.
2008. Kurikulum hanya sebatas pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan apa
yang dibuthkan masyarakat.serta Proses pembelajaran yang belum mampu
menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas proses pelaksanaan pendidikan
baik dan nyaman untuk pelajar. Lalu Tenaga pengajar yang kurang handal, bila

21
dibandingkan dengan tenaga pengajar negara lain.Juga banyak tenaga pelajar
khususnya PAUD yang belum memiliki ilmu linear yag memadai dalam menjalankan
tugasnya.

d. Hasil Pendidikan
Dengan keadaan Lembaga, sistem, dan proses Pendidikan tidak aneh jika
didikan yang dihasilkan dari sistem ini kurang inovatif pola pikirnya.
Keterampilannya kurang berkualitas. Menurut Lamhot Basani Sihombing, Model
Pendidikan seperti ini dibuat hanya untuk lulusan yang bisa mengikuti perkembangan
zaman dan memenuhi kebutuhan pembangunan. Bukan bersikap kritis terhadap
zaman.

Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang
dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

3. Tingkat Relevansi Pendidikan Di Indonesia


Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya
lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun
1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU
sebesar 24,75 %, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %, sedangkan pada periode
yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing- masing tingkat
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas
1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya
ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan
kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan
ketika peserta didik memasuki dunia kerja. (Sarwoto, 1998:47)

Masalah pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang serius. Bukti untuk


hal itu dapat disimak dari peringkat Human Development Index (HDI) yang dipantau
oleh UNDP yang menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia dari tahun 1996

22
bearada pada eringkat 102 dari 174 negara, tahun 1999 peringkat 105 dari 174 negara,
dan tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara dan dalam prestasi belajar yang dipantau
oleh IAEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement)
di bidang kemampuan membaca siswa SD, Indonesia berada pada urutan ke-26 dari 27
negara; kemampuan matematika siswa SLTP berada di urutan 34 dari 38 negara;
kemampuan bidang IPA siswa SLTP berada pada urutan ke 32 dari 38 negara (T. Raka
Joni, 2005).

4. Dampak dari Tidak Relevannya Pendidikan Di Indonesia

Relevansi Pendidikan yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi


(kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah
dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Menurut Wahjoetomo. 1993
Jika hal ini tidak terjadi maka hal inilah yang menimbulkan dampak yang di sebut
dampak tidak relevannya pendidikan, yaitu:

a. Bagi perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk


pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum
memiliki keterampilan kerja seperti yang diharapkan.

b. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara
kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di
atasnya.

c. Jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat

5. Upaya Meningkatkan/Memperkuat Relevansi Pendidikan


Menciptakan lapangan kerja baik untuk para pengangguran maupun lulusan-
lulusan baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Membuka pelatihan-pelatihan baik
pelatihan keterampilan maupun kursus bagi pengangguran agar mereka dapat melakukan
kegiatan. Bagi pemerintah sebaiknya menentukan kembali kurikulum berdasarkan
kebutuhan manusia ketika akan memasuli dunia kerja. Memperluas dunia kerja dari

23
berbagai aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan manusia. Dapat di rinci
penanggulangan relevansi pendidikan ini antara lain:

a. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua warga negara


yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.

b. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan


dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telahdirumuskan.

c. Pendidikan efektif perlu ditingkatkan secara terprogram.


d. Pelaksanaan kegaitan kurikuler dan ekstrakurikuler dilakukan dengan penuh
kesungguhan dan diperhitungkan dalam penentuan nilai akhir ataupun kelulusan.

e. Melakukan penyusunan yang mantap terhadap potensi siswa melalui keragaman


jenis program studi.

f. Memberi perhatian terhadap tenaga kependidikan (pra jabatan dan jabatan).


(Suhartono, Suparian. 2008)

6. Solusi Agar Terwujudnya Relevansi Pendidikan


a. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Diperlukan proses seleksi yang ketat dan
tepat agar memperoleh tenaga pendidik yang benar-benar berkualitas tinggi.
Pendidik yang berkualitas tinggi membantu tercetaknya peserta didik yang
berkualitaspula.

b. Sarana dan prasarana pendidikan yang cukup. Semua lembaga pendidikan harus
dicukupi sarana dan prasarananya agar proses pendidikan berjalan dengan lancar
danbaik.

c. Sistem pendidikan yang tepat. Kurikulum 2013 yang sedang berlangsung di


beberapa sekolah harus dilanjutkan dan dikembangkan lagi. Seluruh sekolah di
Indonesia harus menggunakan kurikulum 2013 karena di kurikulum 2013 antara
kognitif dan afektif diseimbangkan. Hal ini akan membantu meningkatkan kualitas
pesertadidik.

24
d. Tujuan dari pendidikan yaitu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat diganti dengan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan perkembangan
zaman danpembangunan.

e. Agar semua solusi ini dapat terwujud, tentunya diperlukan pertolongan dari Tuhan
Yang Maha Esa, jangan lupa berdo‟a. Juga bantuan dari pemerintah yang nyata. Dan
kontribusi dari seluruh masyarakat Indonesia. Mahardika, Timur.2001

25
DAFTAR PUSTAKA

Manik, Suhandy. (2007) Pemerataan Pendidikan Melalui Mutu Pendidik.


https://www.beritasatu.com/suhandy-manik/opini/5268/pemerataan-pendidikan-melalui-
peningkatan-mutu-pendidik. Diakses Pada [1 oktober 2020]

Idrus, M. (2012). Mutu pendidikan dan pemerataan pendidikan di daerah. Psikopedagogia, 1(2).

Revrisond Baswir. 2003. Pembangunan Tanpa Perasaan, Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya, ELSAM, Jakarta.
Soegarda Poerbakawtja. 1982. Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta.
Suyanto, Djihad Hisyam. 2000. Refleksi Dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia Memasuki
Milenium III, Adicita Karya Nusa, Jogjakarta.
Tilaar, H.A.R. (1). 2003. Kekuasaan Dan Pendidikan, Manajemen Pendidikan Nasional Dalam
Pusaran Kekuasaan, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.
Tilaar, H.A.R. (2). 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Rineka Cipta,
Jakarta, 2006.
Lukman Hakim, 2016, Pemerataan Akses Pendidikan Bagi Rakyat Sesuai Dengan Amanat
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Rasyid, Yuliana. 2015. Masalah Peningkatan Mutu Pendidikan.
https://www.academia.edu/20204900/Masalah_Peningkatan_Mutu_ Pendidikan. Diakses
Pada [2 Oktober 2020]

Suprayogo, Imam. (2015) Akar Masalah Rendahnya Mutu Pendidikan. https://www.uin-


malang.ac.id/r/150201/akar-masalah-rendahnya-mutu-pendidikan.html. Diakses Pada [1
OKtober 2020]

Jayani, Dwi Hadya. (2019) Biang Masalah Mutu Pendidikan Indonesia.


https://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5e9a4c3ded9d2/biang-masalah-mutu-
pendidikan- indonesia. Diakses Pada [1 Oktober 2020]

26
Al-Fikali, Cindra Nurdi. (2016). Rendahnya Mutu Pendidikan Sudut Pandang Struktur Konflik.
https://hidayahilmucindranurdi.wordpress.com/2016/10/19/rendahnya-mutu-pendidikan-
suudut-pandang-struktur-konflik/. Diaksesn Pada [1 Oktober 2020]

Elviana (2014). Masalah-masalah Pendidikan dan Upaya Solusinya.


https://elviana09.wordpress.com/2014/05/31/masalah-masalah-pendidikan-dan-upaya-
solusinya/ Diakses pada [29 Sep 2020].
Nurul awaliyah (2016). Makalah Mutu Pendidikan
https://awnurul.wordpress.com/2016/12/14/makalah-mutu-pendidikan/ . Diakses pada
[2 Okt 2020].
Hanna (2016). Makalah Masalah Pendidikan Di Indonesia Dan Solusinya. https://hanna-
expoest.blogspot.com/2016/01/makalah-masalah-pendidikan-di-indonesia.html .
Diakses pada [2 Okt 2020].
Bagio (2013). Permasalahan Pokok Pendidikan Dan Penanggulangannya.
https://gioakram13.blogspot.com/2013/05/permasalahan-pokok-pendidikan-dan.html .
Diakses [2 Okt 2020].
Khairulleon (2014). Makalah Masalah Pendidikan.
https://makalahnih.blogspot.com/2014/09/makalah-masalah-pendidikan.html . Diakses
[4 Okt 2020].
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Serevina,Vina (2019). Buku Ajar Landasan Ilmu Pendidikan. Jakarta. 2019

Sihombing, Lamhot Basani (2014). Indonesia Berkabungdalam Masalah-Masalah Pendidikan


Indonesia. JURNAL Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 20 Nomor 78 Tahun XX.
2014

Mutiara, Indah Ainun (2015). Masalah Pendidikan di Indonesia. Gowa. 2015

Sinaga, Angela. Relevansi Pendidikan.https://www.academia.edu/31557656/relevansipendidikan


docx. Diakses pada [10 Oktober 2020]

https://www.google.com/amp/s/amp.dw.com/id/unesco-peringatkan-krisis-pendidikan-dunia/a-
17394084

27
https://www.google.com/amp/s/addisstandard.com/unesco-100-million-young-women-unable-to-
read-a-single-sentence/amp/

https://koinworks.com/blog/kendala-pendidikan-di-seluruh-dunia/

https://tirto.id/kurikulum-orde-baru-sentralistik-sesak-doktrin-miskin-seni-ec6f

UNM Geographic Journal, Volume 3 Nomor 1 September 2019 Hal. 67-71

28

Anda mungkin juga menyukai