Disusun Oleh
Cece Wahyudin
Pada saat ini menurut Programme for International Student Assessment (PISA)
yang melakukan survei pada tahun 2018 menempatkan pendidikan di Indonesia pada
peringkat ke-72 dari 79 negara dalam hasil survei tersebut Indonesia memperoleh angka
371 untuk kategori membaca, 378 untuk matematika, dan 396 untuk ilmu pengetahuan
(sains) dengan angka angka tersebut Indonesia tertinggal dari negara tetangga yaitu
Malaysia yang berada di peringkat ke-56 dengan nilai 415 untuk membaca, 440 untuk
matematika, dan 438 untuk ilmu pengetahuan (sains).
Problematika berasal dari kata “Problem” yang menurut KBBI berarti (Masalah
atau Persoalan), pendidikan di Indonesia mengalami berbagai macam permasalahan
yang membuat tidak efektifnya kegiatan belajar mengajar yang ada di Indonesia,
mulai dari sering terjadinya perubahan kurikulum, kurangnya guru yang terampil,
mahalnya biaya pendidikan, minimnya fasilitas bagi para murid, kekerasan atau
bullying yang sering terjadi, dan minoritas bagi anak anak penyandang disabilitas.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Problem yang kedua kurangnya guru yang terampil dan kompeten dibidangnya,
problem ini tidak terlalu disadari oleh masyarakat berdasarkan data statistik dari
laman Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI (Kemdikbud)
total guru di Indonesia tahun ajaran 2019/2020 mencapai 2.698.103 di mana angka
ini akan terus bertambah sampai saat ini. Guru yang terampil lebih memilih untuk
bertugas di kota yang dekat dengan peradaban sehingga membuat kurangnya tenaga
pendidik bagi anak anak yang berada di pedalaman sehingga terjadi kesenjangan
kualitas pendidikan yang ada di kota akan sangat baik sedangkan kualitas
pendidikan bagi anak anak dipedalaman kurang baik karena kurangnya tenaga
tenaga pendidik yang terampil dan kompeten.
Problem yang keempat yaitu minimnya fasilitas bagi murid, fasilitas pendidikan
sangat diperlukan dalam menopang para murid dalam kegiatan pembelajarn yang
dilakukan tetapi masih banyak sekolah yang tidak dapat memenuhi fasilitas yang
dibutuhkan oleh murid, salah satu fasilitas yang diperlukan oleh para siswa adalah
WC/kamar mandi fasilitas ini merupakan salah satu yang perlu diperhatikan ada
banyak sekolah yang memiliki “WC/kamar mandi yang belum baik ada juga sekolah
yang bahkan tidak memiliki WC/kamar mandi hal ini akan berpengaruh pada tingkat
kenyamanan para siswa dalam menempuh pendidikan jika fasilitas yang diberikan
oleh pihak sekolah lengkap dan dirawat dengan baik tentu akan meningkatkan
semangat belajar selain itu para siswa juga akan merasa lebih nyaman jika terdapat
fasilitas yang menopang mereka dalam mencari ilmu.
Problem yang kelima kekerasan yang kerap terjadi, pada lingkungan pendidikan
sangat ada kemungkinan terjadinya kekerasan dan bullying yang menyebabkan para
siswa tidak ingin melanjutkan pendidikannya, contoh kasus yang terjadi adalah
dikutip dari news.detik.com Sultoni, guru Madrasah Tsanawiyah (MTs) Dagan
Sulokro, Lamongan menjadi tersangka setelah memukul siswanya dengan besi
hingga pingsan, Kapolres AKBP Harun mengatakan kejadian tersebut terjadi pada
Sabtu (18/1) malam. Saat itu korban, SHP datang ke sekolah pada malam hari untuk
mengurus surat administrasi keperluan ijazah, SHP merupakan siswa kelas 10
Madrasah Aliah (MA) Dagan Sulokro, Lamongan. Gedung MTs dan MA berada
dalam satu kompleks sekolah. Saat SHP datang ke Sekolah Sultoni sedang
melakukan bimbingan belajar di kelas. SHP yang kebetulan lewat samping kelas
yang diampu sultoni. Saat berjalan disamping kelas, SHP menunjuk-nunjuk pada
siswa yang ikut bimbingan belajar dengan menggunakan jari tengah berkali-kali,
karena dianggap kurang sopan Sultoni memarahi SHP namun SHP justru meledek
Sultoni, “karena sikap dari korban tersebut dianggap kurang sopan, tersangka
menjadi marah dan mengatakan ‘oo nongko bosok (nangka busuk)’ dan dijawab
oleh korban ‘timbang sampean gawe kreto satria ga dadi (daripada kamu buat motor
balap satria tidak selesai)” kata Harun saat rilis pengungkapan kasus di Mapolres
Lamongan, Selasa (21/1/2020), selanjutnya setelah SHP selesai menyelesaikan
berkas kemudian turun ke lantai tempat parkir motor Ketika sudah mendekati motor
tiba-tiba tersangka memukul korban dengan tiang besi net bulu tangkis dan
mengenai pelipis kiri atas mata korban hingga berdarah, menurut orang tua SHP
anaknya pingsan usai dipukul. Sultoni sendiri mengaku menyesal atas perbuatan
yang telah dilakukan dan berniat untuk menyelesaikan masalah dengan cara
kekeluargaan namun ingin menunggu suasana dingin. Dari kasus di atas terbukti
masih ada kekerasan yang terjadi disekolah tentu perlu ada aturan serta pengawasan
yang ketat dari pihak sekolah sehingga hal hal seperti kekerasan baik fisik atau
seksual, bullying tidak terjadi di lingkungan sekolah yang tentu akan merugikan
berbagai pihak.
Problem yang keenam yaitu minoritas bagi anak anak berkebutuhan khusus atau
penyandang disabilitas. Para anak anak berkebutuhan khusus dan penyandang
disabilitas juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan namun sayangnya pasa
saat ini masih banyak kekurangan untuk memberikan hak mendapatkan pendidikan
yang layak bagi mereka sehingga anak anak berkebutuhan khusus dan penyandang
disabilitas menjadi minoritas di kalangan anak anak seumurannya, para anak anak
berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas berhak mendapatkan pendidikan
yang layak sebagaimana seperti yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 8
ayat 1 dan 2 menyeburkan sebagai berikut.
UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 8 ayat 1 “Warga negara yang memiliki kelainan
fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa”, sedangkan pada
UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 8 ayat 2 menyebutkan “Warga negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus”, UU
No. 2 Tahun 1989 Pasal 8 ayat 1 dan 2 sudah menyatakan bahwa anak berkebutuhan
khusus berhak mendapat pendidikan yang sama sebagaimana anak anak lainnya
tentu hal ini juga harus didukung oleh pemerintah dengan menyediakan sekolah bagi
anak anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas yang masih minim
jumlahnya dan perlu ditambah agar para anak anak berkebutuhan khusu dan
penyandang disabilitas tidak menjadi minoritas dan berhak mendapat perlakuan
seperti anak anak lainnya.
C. PENUTUP