Vol - VIII No.21 I P3DI November 2016
Vol - VIII No.21 I P3DI November 2016
Puteri Hikmawati
Adirini Pujayanti
Achmad Muchaddam F.
Ahmad Budiman
P U S A T
P E N E L I T I A N
B A D A N
K E A H L I A N
D P R
R I
ISSN: 2088-2351
Majalah
Abstrak
Pengesahan RUU tentang Perubahan UU ITE menjadi UU, yang salah satu
perubahannya menurunkan ancaman sanksi pidana terhadap penghinaan dan/
atau pencemaran nama baik dari 6 (enam) tahun menjadi 4 (empat) tahun, masih
menimbulkan kritik dalam masyarakat. Ketentuan tersebut dianggap mengancam
hak atas kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945. Tulisan
ini mengkaji apakah ancaman pidana terhadap penghinaan mengancam hak atas
kebebasan berekspresi. Dalam pembahasan tulisan ini, dikemukakan bahwa hak atas
kebebasan berekspresi dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945, tetapi UUD NRI Tahun 1945
juga mengatur pembatasan hak yang ditetapkan dengan undang-undang. UU ITE,
sebagaimana telah diubah, mengancam penghinaan dengan pidana yang lebih tinggi
daripada yang diatur dalam KUHP, karena dianggap penghinaan melalui media
elektronik akan memiliki dampak negatif yang lebih ekstrem dan masif di dunia nyata.
Oleh karena itu, DPR RI dan Pemerintah perlu melakukan sosialisasi, agar masyarakat
mengetahui aturan tersebut dan mencegah dilakukannya penghinaan, yang dapat
merugikan orang lain.
Pendahuluan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) telah menyetujui
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
yang merupakan RUU Usul Pemerintah, untuk
disahkan menjadi undang-undang dalam
Rapat Paripurna tanggal 27 Oktober 2016.
Salah satu alasan diubahnya UU No. 11 Tahun
2008 (UU ITE) tersebut karena telah beberapa
kali diajukan permohonan uji materi ke
Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu Putusan MK
Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Nomor 2/PUUVII/2009 terkait tindak pidana penghinaan dan
pencemaran nama baik dalam bidang Informasi
dan Transaksi Elektronik harus dianggap
sebagai delik aduan; Putusan MK Nomor 5/
PUU-VIII/2010, bahwa pengaturan penyadapan
harus dengan undang-undang; dan terakhir,
Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016, bahwa
intersepsi/penyadapan harus dilakukan secara
sah, dalam rangka penegakan hukum.
Salah satu substansi dalam UU
Perubahan UU ITE adalah mengubah ancaman
*) Peneliti Madya Hukum Pidana pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: puterihw@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
-1-
Referensi
Ancaman UU ITE Berlanjut, Kompas, 28
Oktober 2016.
Effendi, A. Masyhur, Perkembangan Dimensi
Hak Asasi Manusia (HAM) & Proses
Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi
Manusia (HAKHAM), Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/
PUU-VI/2008.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUUVII/2009.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUUVIII/2010.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/
PUU-XIV/2016.
Reksodiputro, Mardjono, Hak Asasi Manusia
dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta:
Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
Hukum (d/h Lembaga Kriminologi)
Universitas Indonesia, 1997.
Rizky
Ariestandi
Irmansyah,
Hukum,
Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi,
Yogyakarta: Graha Ilmu, Cetakan Pertama,
2013.
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang
Informasi
dan
Transaksi
Elektronik.
Undang-Undang tentang Perubahan atas
Undang-Undang
Nomor
11
Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
UU ITE Baru Cegah Kriminalisasi, Media
Indonesia, 28 Oktober 2016.
Penutup
Hak atas kebebasan berekspresi dijamin
oleh UUD NRI Tahun 1945, namun UUD NRI
Tahun 1945 juga membatasi pelaksanaan hak
tersebut, yang ditetapkan dengan UU. UU
ITE sebagaimana telah diubah, mengancam
sanksi pidana bagi pelaku penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik, sehingga secara yuridis
formal pengaturan ancaman pidana terhadap
penghinaan dalam UU ITE tidak bertentangan
-4-
Majalah
HUBUNGAN INTERNASIONAL
Abstrak
Konflik berkepanjangan yang terjadi di Suriah kembali menjadi sorotan dunia
internasional. Kedua pihak yang bertikai, baik pemerintah maupun pemberontak,
ditengarai kembali menggunakan senjata kimia. Bukti penggunaan senjata kimia
tersebut ditemukan dalam konflik yang berpusat di Kota Aleppo oleh Kelompok
Pemantau HAM untuk Suriah. Masyarakat internasional harus memberi peringatan
keras kepada pihak-pihak yang bertikai di Suriah untuk mematuhi larangan
penggunaan senjata kimia dalam konflik. Indonesia dapat memanfaatkan hubungan
baik kedua negara untuk mencegah penggunaan senjata kimia dalam konflik Suriah
demi mewujudkan perdamaian dan keamanan dunia.
Pendahuluan
*) Peneliti Madya Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian,
Badan Keahlian DPR RI. Email: apujayanti@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
-5-
Referensi
Dubes RI Damaskus Diwawancara Eksklusif
Oleh Harian Al-Baath Suriah, 9 Mei 2016,
http://www.kemlu.go.id/, diakses
7
November 2016.
ISIS Gunakan Senjata Kimia, Lavrov: Ancaman
Kian Besar, 1 Maret 2016, international.
sindonews.com, diakses 3 November 2016.
Kementerian Luar Negeri Indonesia Perlucutan Senjata dan Non-proliferasi
Senjata Pemusnah Massal, http://www.
kemlu.go.id/, diakses 2 November 2016.
"Pemberontak Gunakan Gas Beracun", Media
Indonesia, 1 November 2016 h. 10.
Pengamat Banyak Teroris Mahir Rakit Senjata
Kimia di Indonesia - Kompas.com, 17
Februari 2016, diakses 2 November 2016.
"Senjata Kimia di Ladang Tempur Suriah",
Republika, 2 November 2016, h. 19.
"Senjata Kimia Sejak Perang Dunia I",
Republika, 2 November 2016, h. 19.
Suriah Sangkal Laporan PBB Soal Penggunaan
Senjata Kimia2 September 2016, https://
www.voa-islamnews.com/suriah-sangkallaporan-pbb-soal-penggunaan-senjatakimia.html, diakses 7 November 2016.
"Tears on Syrias green buses", The New
York Times, 1 November 2016, h. 1.
"Utusan PBB Meradang Soal Aleppo",
Republika, 1 November 2016, h. 7.
"Ungkapkan Solidaritas Korban Aleppo
Melalui Donasi dan Aksi", 6 Mei, 2016
-http://www.pikiran-rakyat.com/b,
diakses 7 November 2016.
Penutup
Sikap netral Indonesia dalam krisis
Suriah harus disertai upaya untuk mengatasi
krisis kemanusiaan yang terjadi di Suriah
saat ini. Pemerintah Indonesia dianggap
belum memiliki andil yang cukup besar
dalam mengurangi penderitaan rakyat
Suriah. Dengan terungkapnya fakta mengenai
penggunaan berulang senjata kimia oleh oleh
pihak-pihak yang bertikai di Suriah, DPR
perlu meminta kepada Pemerintah Indonesia
untuk lebih aktif dalam upaya membantu
penyelesaian konflik di negara tersebut.
Dalam hal pengawasan dan pemusnahan
senjata kimia di Suriah, sebagai negara
yang dianggap netral, Indonesia dapat
memanfaatkan posisinya untuk melakukan
pendekatan kepada pihak yang bertikai agar
mau lebih bekerja sama dengan PBB.
Melihat kekerasan sistemik yang
berkelanjutan
di
Suriah,
Pemerintah
Indonesia harus mengambil sikap politik
yang lebih tegas, mendorong PBB untuk
segera mencari solusi damai bagi konflik
Suriah, dan memperkuat OPCW agar netral
-8-
Majalah
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Abstrak
Aksi Bela Islam pada 4 November 2016 muncul akibat lambannya proses hukum atas
kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaya
Purnama. Kasus ini memperlihatkan bahwa toleransi antarumat beragama masih perlu
dikelola dengan serius. Saat ini Pemerintah mengusulkan RUU tentang Perlindungan
Umat Beragama. RUU tersebut diharapkan dapat menjawab persoalan sikap intoleransi
antarumat beragama yang masih sering terjadi, dengan paradigma pengaturan yang
seyogyanya diarahkan untuk melayani dan melindungi sehingga menghindarkan
terjadinya diskriminasi berdasarkan agama dan keyakinan.
Pendahuluan
wajib
menjaga
harmoni
kehidupan
beragama,
bermasyarakat,
berbangsa,
dan bernegara. Kedua, Pemerintah wajib
mencegah setiap penodaan dan penistaan
Al-Quran dan agama Islam dengan tidak
melakukan pembiaran atas perbuatan
tersebut. Ketiga, aparat penegak hukum
wajib menindak tegas setiap orang yang
melakukan penodaan dan penistaan AlQuran dan ajaran agama Islam serta
penghinaan terhadap ulama dan umat
Islam sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Keempat, aparat
penegak hukum diminta proaktif melakukan
penegakan hukum secara tegas, cepat,
proporsional, dan profesional dengan
memerhatikan rasa keadilan masyarakat,
agar masyarakat memiliki kepercayaan
*) Peneliti Madya Agama dan Tradisi Keagamaan pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: achmad.fahham@gmail.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
-9-
Merawat Toleransi
Sebagai negara dengan multiagama,
masyarakat Indonesia dituntut untuk
menerima dan menghargai perbedaan.
Tidak hanya bagi individu, sikap untuk
menerima dan menghargai perbedaan harus
dimiliki oleh setiap kelompok dan golongan.
Salah satu bentuknya adalah menghindari
segala bentuk ungkapan, ucapan dan pikiran
yang buruk terkait agama sendiri atau agama
orang lain. Tanpa sikap mau menerima dan
menghargai perbedaan, semboyan Bhinneka
Tunggal Ika tak akan pernah terwujud.
Tanpa sikap menerima dan menghargai
perbedaan, yang muncul kemudian adalah
hujatan, makian, dan olokan.
Kasus penistaan agama adalah contoh
ketidakmampuan untuk menjadi toleran,
yakni menerima dan menghargai perbedaan
keyakinan dan tafsiran agama yang beragam.
Ketidakmampuan menerima dan menghargai
perbedaan itu, saat ini tampak pada media
sosial. Fenomena intoleransi dalam media
sosial, sangat mengejutkan, sebab pelakunya
bukan saja orang biasa, tetapi juga orangorang terpelajar dan mengerti pentingnya
merawat toleransi. Sikap intoleransi dalam
media sosial ini memiliki pengaruh yang tidak
kecil terhadap retaknya hubungan antarumat
agama yang saat ini harmonis. Lewat media
sosial kebencian dan penghinaan mudah
sekali disebarkan.
Untuk itu, dialog antariman perlu terus
dilakukan, tidak hanya di kalangan elite
agama tetapi juga di kalangan umat. Dengan
dialog pemahaman terhadap perbedaan akan
terwujud. Sikap setuju dalam perbedaan atau
sepakat dalam ketidaksepakatan (agree in
disagreement) perlu terus ditumbuhkan di
kalangan kelompok agama, suku dan etnis,
dengan harapan agar setiap orang tidak perlu
mengusik orang lain. Akhirnya, menghargai
dan menghormati berbagai perbedaan
harus menjadi asas atau fondasi sikap bagi
terciptanya harmonis kehidupan sosial.
- 11 -
Penutup
Referensi
- 12 -
Majalah
TARGET PENERIMAAN
PAJAK NONMIGAS APBN 2017
Achmad Sani Alhusain*)
Abstrak
Dalam APBN Tahun 2017, DPR dan Pemerintah menyepakati target penerimaan pajak
nonmigas yang terdiri dari PPh nonmigas, PPN dan PPnBM, PBB serta pajak lainnya sebesar
Rp1.271,7 triliun. Target penerimaan pajak nonmigas ini lebih rendah dari target penerimaan
APBN P Tahun 2016 dan lebih realistis. Namun demikian, usaha untuk mencapai target ini
harus terus diupayakan dengan peningkatan basis pajak melalui efektivitas implementasi
kebijakan pengampunan pajak dan kebijakan ekstensifikasi pajak yang tentunya perlu
diiringi dengan penataan kembali road map reformasi perpajakan. Atas target yang telah
disepakati, DPR harus melaksanakan fungsi pengawasan agar target penerimaan dapat
dicapai dan mendorong pelaksanaan fungsi legislasi untuk mempercepat pembahasan RUU
Ketentuan Umum Perpajakan yang sudah menjadi prioritas.
Pendahuluan
*) Peneliti Madya Kebijakan Publik pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: sani_alhusain@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
- 13 -
APBN P 2014
Penerimaan Pajak Nonmigas
APBN P 2015
%
Target
Real
APBN P 2016
Target
Real
Target
Real*
988,5
%
82
Kondisi Penerimaan
Pajak Nonmigas
Merujuk pada kesepakatan antara
DPR dan pemerintah, target penerimaan
pajak nonmigas pada APBN Tahun 2017
sebesar Rp1.271,7 triliun, lebih tinggi 15
persen dibandingkan proyeksi realisasi
penerimaan tahun 2016. Target penerimaan
tersebut masih cukup tinggi apabila melihat
kemampuan pemerintah untuk mencapai
target penerimaan pajak nonmigas yang
diamanatkan selama ini (Tabel 1).
Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat
bahwa dari tahun 2014, bahkan tahun
sebelumnya, target penerimaan pajak
nonmigas ini tidak pernah dapat dicapai.
Realisasi Tahun 2014 sebesar 90,8 persen,
tahun 2015 sebesar 81,2 persen dan
berdasarkan hitungan proyeksi penerimaan
yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan,
realisasi tahun 2016 hanya dapat mencapai
82 persen.
- 14 -
untuk
meningkatkan
tabungan
dan
berinvestasi dengan maksud agar tersedia
dana masyarakat yang dapat dimanfaatkan
untuk pendanaan pembangunan yang
menjadi
prioritas
pemerintah.
Ini
merupakan sebuah trade off, apabila
pemerintah mengintensifkan pajak maka
masyarakat akan terbebani dan akan
mengambil keputusan untuk mengurangi
tabungan (saving) atau bahkan mengurangi
konsumsi, yang pada akhirnya menurunkan
pertumbuhan ekonomi. Sementara itu,
perekonomian Indonesia masih ditopang
oleh besarnya konsumsi masyarakat. Untuk
itu, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini
adalah melakukan ekstensifikasi pajak.
Tingkat kepatuhan wajib pajak (WP)
yang dikuantifikasi melalui rasio penerimaan
terhadap PDB (tax ratio) hanya berkisar
10-11 persen selama periode yang sama.
Tax ratio yang berlaku untuk pajak pusat
tersebut sangat rendah. Apabila ditambah
dengan pajak daerah, tax ratio-nya hanya
12-13 persen. Direktur Jenderal Pajak,
Ken Dwijugiasteadi, menyatakan bahwa
dalam upaya menaikkan tax ratio yang
masih rendah ini, kita harus melihat situasi
yang dihadapi karena banyak diskusi di
masyarakat bahwa persoalan pajak ini
berpengaruh kepada ekonomi. Pihaknya
menargetkan tax ratio dapat naik hingga
12,4 persen tahun depan.
Ken juga menyatakan bahwa ada
banyak faktor yang membuat tax ratio di
Indonesia rendah. Faktor-faktor tersebut
utamanya terkait kepercayaan masyarakat
terhadap petugas pajak dan penggunaan
uang pajak, serta terkait kualitas pelayanan.
Untuk itu, Ditjen Pajak akan meningkatkan
seluruh pelayanan pajak menjadi pelayanan
elektronik sehingga masyarakat tidak perlu
datang ke kantor pajak, melainkan cukup
melalui smartphone atau komputer. Ken
juga menjanjikan pihaknya tidak akan
mengganggu dunia usaha dalam upaya
mengejar target penerimaan. Menurutnya,
upaya pemerintah menerapkan kebijakan
amnesti pajak tak lain untuk mendorong
kebijakan perpajakan yang diarahkan pada
peningkatan daya beli masyarakat.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani,
menegaskan bahwa untuk mencapai target
penerimaan perpajakan, pemerintah akan
melanjutkan reformasi di bidang perpajakan
dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Penutup
Di tengah pelambatan ekonomi
global yang masih berlangsung, pemerintah
dituntut untuk dapat mencapai target
penerimaan pajak nonmigas yang oleh
sebagian kalangan sudah lebih realistis
dibandingkan dengan target pada tahun
2016. Upaya meningkatkan basis pajak
untuk mendorong keberhasilan pencapaian
target penerimaan tersebut harus terus
dilakukan terutama efektivitas implementasi
kebijakan
pengampunan
pajak
dan
ekstensifikasi pajak seiring dengan upaya
penataan road map reformasi perpajakan.
Terkait hal ini, DPR harus menjalankan
fungsi pengawasan agar target penerimaan
perpajakan dapat dicapai dan DPR
dapat mendorong untuk mempercepat
pembahasan RUU Ketentuan Umum
Perpajakan yang sudah menjadi prioritas.
Referensi
Target Pajak Dinilai Realistis, Kompas, 31
Oktober 2016.
Beberapa Profesi Kurang Taat Pajak,
Kompas, 31 Oktober 2016.
Kadin: Target Penerimaan Pajak Nonmigas
Terlalu Ambisius, https://bisnis.tempo.
co/read/news/2016/10/28/087815814/
kadin-target-penerimaan-pajak-nonmigasterlalu-ambisius, diakses 2 November 2016.
Kejar Target Penerimaan 2017, Pemerintah
Dorong Kepatuhan Pajak, http://katadata.
co.id/berita/2016/10/27/sri-mulyanipasang-strategi-kejar-penerimaan-2017,
diakses 1 November 2016.
5 Cara Pemerintah Capai Target Penerimaan
Pajak 2016, http://economy.okezone.
com/read/2016/08/16/20/1465489/5cara-pemerintah-capai-target-penerimaanpajak-2016, diakses 1 November 2016.
Penerimaan
Perpajakan
2017
Dipatok
Rp1.462,9
Triliun,
http://economy.okezone.com/
read/2016/09/22/20/1495713/
penerimaan-perpajakan-2017-dipatokrp1-462-9-triliun, diakses 1 November
2016.
- 16 -
Majalah
Abstrak
Potret masalah keamanan laut di Indonesia meliputi identifikasi kecenderungan keamanan laut,
disparitas pembangunan kelautan, regulasi dan kelembagaan, serta infrastruktur pertahanan
dan keamanan. Urgensi pengaturan masalah keamanan laut, sesungguhnya menjadi pijakan
awal bagi terselenggaranya kegiatan keamanan laut yang dilaksanakan oleh instansi
penyelenggara keamanan laut. Hal ini berpegang pada prinsip terpenting dalam hal keamanan
laut yaitu kondisi pertahanan dan keamanan maritim menjadi indikator dari sebuah negara
yang berdaulat. Oleh karena itu, DPR RI perlu segera menyusun dan membahas bersama
Pemerintah, aturan mengenai keamanan laut yang sejalan dengan keinginan bangsa Indonesia
mengembangkan maritime security belt nusantara dan didukung dengan mengembangkan
kemampuan teknologi pertahanan nasional.
Pendahuluan
Kondisi
geografis
Indonesia
yang dikelilingi oleh laut dan pantai,
menempatkan Indonesia memliki peran
penting sebagai negara kepulauan dan
maritim. Indonesia, menurut penilaian
dosen Universitas Pertahanan Indonesia,
Laksdya TNI Dr. Desi Albert Mamahit, M.Sc,
memiliki 4 posisi strategis, yaitu sebagai
strategic junction pelayaran internasional,
sebagai strategic fishing ground, sebagai
strategic potential business, dan sebagai
strategic key partner bagi negara-negara
besar.
Namun demikian, kondisi ini acap kali
mendapatkan ancaman berupa gangguan
keamanan di laut Indonesia. Peristiwa
terkini
terkait
dengan
memanasnya
*) Peneliti Madya Komunikasi Politik pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI.
Email: a.budiman69@gmail.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
- 17 -
Peristiwa
perompakan
yang
belakangan ini sering terjadi di laut
perbatasan
Indonesia,
Malaysia,
dan
Philipina, telah mendorong ketiga menteri
pertahanan negara tersebut untuk membuat
kesepakatan mengenai latihan gabungan
keamanan laut di perbatasan. Menteri
Luar Negeri, Retno Marsudi, sebagaimana
dikutip dari Koran Sindo, menjelaskan ada
enam poin yang didapat dalam kesepakatan
penanganan keamanan laut, yaitu patroli
bersama di perairan Sulu, pemberian
bantuan
darurat,
share
intelligence
(pertukaran informasi dan intelijen), hotline
communication, latihan bersama, dan
sistem identifikasi langsung (automatic
identification system). Menurutnya dari
enam poin tersebut, poin lima dan enam,
yaitu latihan bersama dan sistem identifikasi
langsung (automatic identification system)
dianggap paling utama untuk segera
direalisasikan.
Selanjutnya,
dalam
rangka
memperkuat early warning system (EWS)
guna meminimalisasi terjadinya pelanggaran
di perairan Indonesia, Badan Keamanan
Laut (Bakamla) telah mengadakan Radar
Over The Horizon (OTH). Radar ini
mampu menjangkau wilayah laut dan udara
sejauh 200 Nautical Mile (NM), bahkan
yang jauh sekalipun dapat terdeteksi
dengan baik. Selain mengadakan radar,
Bakamla juga akan meningkatkan EWS
dengan pengoperasiaan pesawat tanpa
awak yang diintegrasikan dengan instansi
terkait lainnya. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan Bakamla dalam
melakukan pengamanan laut Indonesia.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Bakamla
di tahun 2015, Bakamla telah berhasil
menyelamatkan potensi kerugian negara
sebesar Rp1,9 triliun.
Berbagai persoalan dan atau ancaman
keamanan yang terjadi di laut Indonesia,
menurut Totok Siswanta dalam rubrik
opini di Koran Jakarta, telah menginjakinjak kedaulatan bangsa dan menampar
otoritas keamanan (laut) Indonesia. Oleh
karena itu, perlu operasi militer untuk
menyelesaikan pembajakan tersebut agar
kewibawaan maritim dapat ditegakkan.
Permasalahannya, hingga saat ini Indonesia
belum memiliki dasar hukum yang menjadi
dasar dalam pengaturan masalah keamanan
laut. Untuk itu tulisan ini ingin mengkaji
Urgensi Pengaturan
Pakar Hukum Laut Universitas
Indonesia, Prof. Dr. Melda Kamil Ariadno,
menjelaskan prinsip terpenting dalam hal
keamanan laut yaitu kondisi pertahanan
dan keamanan maritim adalah menjadi
indikator dari sebuah negara yang berdaulat.
Untuk itu, laut perlu aman dari ancaman
kedaulatan
dan
pelanggaran
hukum.
Penegakan keamanan berarti menegakkan
kedaulatan di wilayah negara. Penegakan
keamanan dilakukan dengan membangun
kekuatan pertahanan maritim. Kedaulatan
negara adalah keamanan wilayah, karena itu
laut yang tidak aman menunjukkan negara
tidak berdaulat.
Realitanya,
menurut
Dr.
Indra
Jaya, M.Pd dalam penelitiannya dengan
judul Evaluasi Keamanan Laut, kondisi
sistem kelembagaan saat ini yang terjadi
adalah banyaknya instansi yang terlibat
atau berkepentingan dalam pelaksanaan
penegakan hukum, keselamatan, dan
keamanan di laut. Hal ini diakibatkan
oleh kompleksitas jenis kegiatan yang
ada. Kegiatan-kegiatan penegakan hukum
(penyidikan hingga penuntasan tindak
pidana), keamanan, dan keselamatan
pelayaran di laut tersebut diselenggarakan
oleh berbagai instansi yang berbeda yang
didasarkan pada peraturan perundangundangan yang berbeda pula.
Koordinasi kelembagaan keselamatan
dan keamanan laut, perlu ditentukan
dengan sebuah aturan yang dapat
memayungi. Untuk itu di dalam regulasinya
perlu ditetapkan ruang lingkup keamanan
- 19 -
Referensi
Penutup
Potret
masalah
keamanan
laut
di Indonesia meliputi kecenderungan
keamanan laut, disparitas pembangunan
kelautan, regulasi dan kelembagaan, serta
infrastruktur pertahanan dan keamanan.
Sebagai sebuah negara maritim, Indonesia
perlu fokus pada upaya meningkatkan
pengamanan lautnya, agar potensi dan
wilayah kedaulatannya tidak dirugikan
atau diganggu oleh negara lain. Hadirnya
regulasi yang mengatur masalah keamanan
laut, setidaknya mengatur masalah ruang
lingkup keamanan laut yang di antaranya
ditentukan berdasarkan indikator zona
wilayah laut, potensi ancaman dan masukan
(input) serta keluaran (output) hasil kerja
berikut kemanfaatan (outcome) yang
diharapkan. Dasar hukum ini pastinya akan
menjadi dasar bagi model penyelenggaraan
keamanan laut di Indonesia.
Untuk itu, DPR RI perlu segera
menyusun
dan
membahas
bersama
Pemerintah, aturan mengenai keamanan
laut. Berbagai masalah yang telah terjadi,
berikut potensi ancaman yang akan terjadi,
memerlukan kepastian hukum dalam
penanganan yang dilakukan oleh masingmasing institusi terkait, termasuk juga
dalam tindakan koordinasi atau kerjasama
antarlembaga, lebih dari yang selama
ini telah terjadi. Regulasi harus sejalan
dengan
keinginan
bangsa
Indonesia
mengembangkan
maritime
security
belt nusantara dan didukung dengan
mengembangkan kemampuan teknologi
pertahanan nasional.
- 20 -