Anda di halaman 1dari 54

RENCANA USULAN PENELITIAN

USULAN JUDUL:
Hubungan jumlah Neutrofil dengan Keluaran klinis dan Fungsional pada
Pasien Stroke Iskemik Akut
atau
Hubungan jumlah Neutrofil dengan Perubahan Skor NIHSS dan Indeks
Barthel pada Pasien Stroke Iskemik Akut

Pembimbing:
Prof. dr. Amin Husni, MSc, PAK, SpS(K)
Oleh:
William Prasetiyo

BAB I
PENDAHULUAN

I) LATAR BELAKANG
Stroke masih menjadi penyebab kedua kematian dan penyebab utama kecacatan di seluruh
dunia.1 Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan perdarahan. Kejadian stroke
iskemik lebih sering dibandingkan stroke perdarahan, sekitar 85% dari seluruh insidensi
stroke keseluruhan.1,2 Patofisiologi stroke iskemik meliputi proses kompleks yang melibatkan
oklusi pembuluh darah otak akibat trombus atau emboli yang menyebabkan terhentinya
suplai oksigen dan nutrisi bagi sel-sel neuron. 2,3 Iskemik menyebabkan kematian sebagian
area parenkim otak yang disebut dengan umbra atau infarct core yang tidak dapat
diselamatkan, area ini dikelilingi oleh neuron iskemik yang masih berpotensi diselamatkan,
disebut dengan area penumbra. Semakin cepat terjadi rekanalisasi, semakin besar
kemungkinan pulihnya neuron.4 Luasnya umbra dan penumbra berkorelasi positif dengan
derajat keparahan stroke.5 Kematian neuron disebabkan oleh rangkaian proses kompleks
disebut kaskade iskemik yang terdiri atas eksotoksisitas glutamat, kelebihan kalsium intrasel,
adanya radikal bebas, dan inflamasi jaringan.5,6,7
Proses inflamasi berkaitan erat dengan patofisiologi stroke infark.6,7 Aspek inflamasi dan
imunologi pada stroke akhir-akhir ini mulai banyak diteliti. Inflamasi kronis sudah terjadi
mulai sejak dimulainya aterosklerosis pembuluh darah sebagai predisposisi stroke iskemik.
Aterosklerosis berkembang menjadi plak ateroma, kemudian mengalami ulserasi, timbul
trombus, menyebabkan oklusi pembuluh darah, membuat area yang didarahi mengalami
hipoksi hingga akhirnya menjadi infark yang irreversibel.6
Proses inflamasi ini melibatkan aktivasi sistem imunitas tubuh. Sistem imunitas ini terdiri
dari sistem imunitas bawaan dan adaptif. Komponennya masing-masing terdiri atas sistem
seluler dan humoral. Sistem imunitas bawaan umumnya akan terakvitasi terlebih dahulu, baik
seluler dan humoral, untuk menyingkirkan antigen di dalam tubuh. Sistem imunitas bawaan
akan mengaktivasi sistem imunitas adaptif yang bersifat lebih spesifik dalam menangani
antigen.8 Proses inflamasi berdampak pada kerusakan jaringan pasca-iskemik di otak.
Beberapa studi menyebutkan sel-sel granulosit neutrofil dan makrofag/ mikroglia
menentukan berat dan luasnya lesi pada otak pada stroke iskemik.9

Keluaran akhir stroke tidak ditentukan semata-mata oleh volume infarct core, tetapi juga
oleh tingkat kerusakan otak sekunder pada jaringan penumbra oleh edema otak, gangguan
mikrosirkulasi, dan inflamasi yang menyertai. Inflamasi di otak akibat iskemia serebral
diyakini terjadi sebagai konsekuensi aktivasi mikroglia dan sel pertahanan perivaskular /
makrofag parenkim, mobilisasi dan infiltrasi sel-sel inflamasi perifer ke otak. Sel glia yang
teraktivasi menghasilkan mediator proinflamasi mempengaruhi molekul dan perubahan
fenotipik dari endotelium serebral yang akan mengatur perekrutan leukosit perifer ke dalam
jaringan otak.11 Terjadinya inflamasi jaringan otak postiskemik adalah gabungan aktivasi,
ekspresi, dan sekresi mediator pro-inflamasi dari parenkim otak dan sel endotel pembuluh
darah.12 Endotel mikrovaskuler otak terutama sawar darah otak, tampaknya menjadi
komponen penting untuk merespon dan pengaturan inflamasi serebral. Kerusakan sawar
darah otak akibat stroke dan mediator inflamasi memungkinkan invasi sel-sel imunitas perifer
ke dalam susunan saraf pusat untuk kontak dengan antigen atau neuron yang mati di otak.13
Respon inflamasi pada jaringan otak postiskemik ditandai oleh aktivasi cepat sel-sel
kekebalan (terutama mikroglia), diikuti oleh infiltrasi sel-sel inflamasi, termasuk granulosit
(neutrofil), sel-sel T, monosit / makrofag, dan sel-sel lain dalam area otak iskemik. Gabriel et
al pada tahun 2014 mengatakan bahwa pada proses iskemik serebral terjadi aktivasi
hematopoesis yang akan mengaktifkan proliferasi sel-sel inflamasi pembuluh darah perifer
sebagai respon terhadap proses rekruitmen sel-sel inflamasi ke jaringan otak. Pada fase akut
stroke iskemik (menit ke jam), radikal bebas dan mediator proinflamasi (sitokin dan
kemokin) dirilis cepat dari jaringan yang mengalami hipoksia. Mediator ini menginduksi
ekspresi molekul adhesi pada sel-sel neuron dan leukosit dan dengan demikian, akan
meningkatkan proses adhesi dan migrasi sel-sel leukosit transendotel. Pada fase subakut (jam
sampai hari), leukosit melepaskan sitokin dan kemokin, terutama produksi radikal bebas dan
aktivasi enzim Matrix Metalloproteinase (MMP),terutama MMP-9, yang memperkuat respon
inflamasi di otak lebih lanjut yang menyebabkan aktivasi sel kekebalan dan infiltrasi leukosit
lebih luas, akhirnya menyebabkan gangguan sawar darah otak, edema otak, kematian
neuronal, dan transformasi hemoragik.12 Studi oleh Shilling pada ahun 2012 menunjukkan
bahwa neutrofil merupakan leukosit darah yang paling awal dijumpai pada parenkim otak.
Neutrofil mulai meningkat pada hari pertama di jaringan otak yang rusak, mencapai
puncaknya pada hari ketiga kemudian mengalami penurunan hingga hari ke 6 kemudian
digantikan oleh sel-sel mononuklear. Studi klinis menegaskan bahwa neutrofil terakumulasi

intensif di area infark serebral manusia pada fase awal iskemik, dan akumulasi ini berkorelasi
dengan keparahan kerusakan jaringan otak dan hasil neurologis buruk setelah stroke iskemik.
Mekanisme Netrofil dalam mempengaruhi keparahan stroke meliputi produksi radikal
bebas, pelepasan berbagai sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, TNF-) dan kemokin (MCP-1,
MIP-1, IL-8); pelepasan elastase dan MMPs (Terutama MMP-9); dan meningkatkan ekspresi
leukosit, integrin (Mac-1, LFA-1) dan adhesi molekul (PSGL-1, L-selektin). Neutrofil
mengeluarkan produk radikal bebas dan mensekresi Matrik Metaloproteinase (MMP) yang
mampu mendegradasi sawar darah otak yang menyebabkan lesi pada sel-sel neuron. Dengan
mekanisme ini, infiltrasi neutrofil memperkuat respon inflamasi otak yang mungkin
memperburuk cedera otak iskemik lanjut. Ada banyak bukti bahwa inflamasi dan respon
imun berperan penting terhadap keluaran pasien stroke iskemik, dan sering dikaitkan dengan
kerusakan otak yang lebih besar. Secara khusus, leukositosis awal dan neutrophilia yang
ditemukan terkait dengan volume jaringan infark. Selanjutnya, peningkatan jumlah leukosit
dan neutrofil perifer terkait dengan kekambuhan stroke iskemik yang lebih tinggi. 14 Keluaran
klinis penderita stroke infark ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia, stroke berulang,
penyulit saat masuk atau saat perawatan, status nutrisi dan status imunologi, adanya penyakit
komorbid menyertai seperti penyakit jantung, ginjal, diabetes mellitus, infeksi sebelum dan
selama perawatan.13
Derajat beratnya stroke diukur dengan skor NIHSS (National Institutes of Health Stroke
Scale).15 Skor NIHSS ini mencerminkan keluaran klinis penderita stroke. Perangkat ini terdiri
atas 11 pertanyaan meliputi aspek kesadaran, motorik, sensorik, bahasa, dan fungsi kognitif.
Masing-masing topik diberikan skor tertentu antara 0-4, kemudian semuanya dijumlahkan.
Semakin besar angka yang didapat semakin berat stroke tersebut. Skor 0-5 berarti defisit
neurologi ringan, 5-14 defisit neurologi sedang, 15-24 defisit neurologi berat, skor > 25
defisit neurologinya sangat berat. NIHSS disebut sebagai perangkat yang dapat diandalkan
untuk memprediksi keluaran klinis, disabilitas dan mortalitas penderita stroke, selain itu
NIHSS dapat menentukan prognosis penderita stroke hingga hari ke 90. 15,16,17 Status
fungsional penderita stroke iskemik ditentukan oleh disabilitas yang timbul akibat kematian
neuron irreversibel. Skala Rankin yang dimodifikasi (modified Rankin Scale, mRS)
merupakan salah satu perangkat yang memiliki validitas dan reliabilitas baik untuk menilai
keluaran klinis fungsional, keberhasilan terapi dan prognosis penderita stroke iskemik. 19
Skala ini memiliki 5 kategori dalam menilai kemampuan penderita melakukan aktifitas
sehari-hari.19,20
4

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk membuktikan adanya hubungan
antara respon inflamasi dengan keluaran klinis dan fungsional penderita stroke iskemik akut.
Dalam hal ini, respon inflamasi dilihat dari jumlah leukosit dan netrofil sedangkan keluaran
klinis pasien stroke infark diukur dengan skor NIHSS dan mRS.
Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara respon inflamasi yang tercermin dari jumlah netrofil antara
hari ke 1 hingga hari ke 3 onset dengan keluaran klinis dan fungsional hari ke 7 pada pasien
stroke iskemik akut?
Tujuan Penelitian

Tujuan umum
o Membuktikan respon inflamasi pada onset hari ke 1-3 berhubungan dengan
keluaran pasien stroke iskemik fase akut
Tujuan Khusus
o Menilai hubungan jumlah neutrofil pada onset hari 1-3 dengan derajat
perbaikan klinis pasien stroke iskemik akut
o Menilai hubungan jumlah neutrofil pada onset hari 1-3 dengan keluaran
fungsional pasien stroke iskemik akut
o Menilai hubungan antara keluaran klinis dan fungsional pasien stroke iskemik
akut
o Menilai hubungan jumlah neutrofil pada onset hari 1-3 dengan keluaran klinis
dan fungsional pasien stroke iskemik akut
o Menganalisis hubungan faktor-faktor perancu yang mempengaruhi keluaran
keluaran klinis dan fungsional pasien stroke iskemik akut.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

Memberi informasi dan pengetahuan mengenai peranan respon inflamasi yang terjadi
pada kaskade iskemik neuron
Memberi informasi dan pengetahuan mengenai peranan sel lekosit dan sel neutrofil
khususnya terhadap keluaran klinis dan fungsional penderita stroke iskemik akut
Bila terbukti, diharapkan dapat memberi masukan terhadap tatalalaksana penderita
stroke iskemik akut, baik untuk mengurangi dan mencegah kerusakan neuron maupun
disabilitas yang terjadi, dengan memodifikasi respon inflamasi dan kaskade iskemik
neuron

Sebagai landasan untuk penelitian mengenai respon inflamasi pada stroke iskemik
selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI STROKE ISKEMIK
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan cedera otak yang
disebabkan oleh kelainan dari suplai darah ke otak. Definisi Stroke klasik adalah dijumpainya
defisit neurologis akibat cedera akut sistem saraf pusat sistem (SSP) oleh penyebab vaskular,
termasuk infark serebral, perdarahan intraserebral (ICH), dan subarachnoid perdarahan
(PSA). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO tahun 1970) mendefinisikan stroke adalah
gangguan fungsi otak yang ditandai oleh adanya tanda-tanda klinis fokal (atau global) yang
berkembang pesat, yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menyebabkan kematian,
tanpa sebab yang jelas selain berasal dari vaskular. Iskemia sendiri didefinisikan sebagai
penurunan aliran darah yang dapat mengubah fungsi sel normal. American Heart association
(AHA) tahun 2013 membuat definisi baru stroke iskemik, sebagai kematian sel-sel otak,
retina, atau medulla spinalis akibat iskemia, berdasarkan temuan patologis, pencitraan, atau
bukti obyektif lainnya sesuai dengan distribusi vaskularnya; atau adanya bukti klinis iskemi
fokal sel otak, medulla spinalis, atau retina berdasarkan gejala yang menetap 24 jam atau
mengakibatkan kematian. Stroke iskemik didefinisikan sebagai suatu episode disfungsi
neurologis yang disebabkan oleh infark fokal pada otak, medulla spinalis, atau retina.
Sedangkan Silent infarct pada SSP didefinisikan sebagai adanya bukti infark pada SSP
berdasarkan bukti pencitraan atau histopatologis, tanpa adanya riwayat disfungsi neurologis
akut. Pencitraan disini dapat menggunakan CT scan kepala atau MRI kepala. Definisi Stroke
Iskemik hanya terbatas untuk Iskemia fokal dan tidak termasuk iskemia global.1
II.2. ETIOLOGI STROKE ISKEMIK
Stroke iskemik disebabkan oleh proses trombosis (pembuluh darah besar dan pembuluh
darah kecil); emboli (dengan / tanpa kelainan jantung); hipoperfusi sistemik (zona Perbatasan
stroke); atau trombosis vena.1,2 Stroke iskemik menyusun sebagian besar 85-90% dari stroke
secara keseluruhan, stroke trmbosis lebih sering dijumpai ketimbang stroke akibat emboli. 1
Penyebab stroke iskemik adalah:2
Trombosis, yang mempersempit aliran darah dalam pembuluh darah akibat aterosklerosis.
Pada penderita dengan hiperkoagulabilitas darah, pembuluh darah mengalami oklusi
akibat gangguan pembekuan primer tanpa lesi vaskular utama yang mendasari. Jika
iskemia cukup parah atau berkepanjangan, infark dapat terjadi.

Emboli (baik trombus, bakteri, kristal kolesterol, lemak, benda asing) dari pembuluh
proksimal yang mengoklusi pembuluh darah lebih distal, yang menyebabkan iskemia dan
infark ke daerah otak lokal. Sumber emboli biasanya berasal dari jantung, aorta, arteri
atau vena proksimal
Hipoperfusi sistemik, yang ditandai dengan penurunan global aliran darah ke otak.
Penyebabnya dapat berupa gangguan pompa jantung, irama jantung, serangan jantung, dan
gagal jantung yang dapat mengurangi semua aliran darah ke kepala dan otak. Hipotensi
dengan penyebab apapun dapat menyebabkan iskemia otak global dan sinkop. Area yang
paling rentan terhadap penurunan oksigen dan glukosa adalah pada daerah zona perbatasan
(waterhed area) yang terletak diantara arteri utama.
II.3. PATOFISIOLOGI STROKE ISKEMIK
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi pembuluh akibat trombus aterosklerosis atau
embolus yang menyebabkan defisit neurologis fokal, tergantung pada kerusakan area otak
yang memperoleh suplai vaskularisasi pembuluh darah terlibat.3 Manifestasi klinis iskemia
otak dapat bersifat global atau fokal, sementara ataupun permanen. 2 Keparahan dan durasi
iskemia menentukan jumlah dan jenis sel neuron yang terkena dampak. Pada tingkat
molekuler, iskemia menyebabkan depolarisasi membran plasma neuron Jaringan otak yang
sangat peka terhadap iskemia, periode iskemik neuron dapat menyebabkan urutan kompleks
peristiwa yang pada akhirnya dapat berujung pada kematian seluler.4 Daerah otak memiliki
ambang untuk kerusakan sel iskemik yang berbeda-beda, substansia alba lebih tahan terhadap
iskemik dibandingkan dengan substansia grisea. Selain itu, populasi neuron tertentu
misalnya, di hippocampus, CA1 piramida neuron sangat rentan terhadap iskemia, sedangkan
neuron granula dentate lebih tahan terhadap iskemik. Derajat keparahan stroke iskemik juga
ditentukan adanya sirkulasi kolateral, sehingga ada bagian dari inti parenkim otak (umbra)
mengalami kematian langsung, sementara area lain hanya mengalami jejas yang masih dapat
pulih (penumbra).5
II.3.1. KASKADE ISKEMIK
II.3.1.1. EKSITOKSISITAS DAN DEPOLARISASI AREA PERIINFARK
Berkurangnya aliran darah akibat kebocoran atau tersumbatnya pembuluh darah akan
memulai proses kaskade iskemik.5,6 Iskemia fokal yang diakibatkan gangguan aliran darah
arteri yang memasok area otak yang menyebabkan kegagalan pembentukan energi, efek
8

maksimal terjadi pada inti iskemik dan dalam jaringan otak di sekitarnya, disebut sebagai
penumbra. Akibat penurunan ATP, membran neuronal perlahan mengalami depolarisasi
akibat kegagalan pompa Na+/K+ ATPase untuk mempertahankan potensial membran
istirahat. Pompa Na+/K+ATPase, bertanggung-jawab untuk menjaga konsentrasi K+
intraseluler, terganggu fungsinya, menyebabkan kebocoran K+ dan depolarisasi pada sel yang
berdekatan.7 Penyebaran depresi kortikal menyebabkan depolarisasi neuronal dan astrositik
lebih lanjut dan perluasan infark. Depolarisasi sel menyebabkan Ca2+ intraseluler masuk
melalui aktivasi kanal Ca2+ dan glutamat. Kondisi hipoksia menyebabkan mitokondria
terganggu, akan menyebabkan pembengkakan mitokondria, penghentian produksi ATP, dan
produksi radikal bebas. Selain itu, masuknya natrium dan air menyebabkan edema dan lisis
osmotik sel-sel neuron. Karena pelepasan kalium dan glutamat yang diinduksi oleh
depolarisasi dari neuronal dan glial, depolarisasi berulang meluas dan menyebabkan
depolarisasi peri-infark. Depolarisasi terutama terjadi dalam inti area iskemik akibat adanya
defisit aliran darah, rendahnya kadar ATP dan simpanan energi, gangguan ion, dan kegagalan
metabolisme. Hasil metabolisme anaerobik, laktat dan asidosis yang terakumulasi di daerah
otak iskemik, akan mengaktifkan permeabilitas, saluran ion Ca2+, memperburuk disregulasi
kalsium, kegagalan fungsi mitokondria

dan kematian sel.Hanya dalam beberapa menit,

neuron yang paling terpengaruh mencapai ambang aktivasi potensial aksi dimediasi kanal
Na+, yang akan menyebabkan periode hipereksitabilitas yang lebih mendepolarisasi
membran.8 Depolarisasi akan membuka kanal Ca2+ dan menghilangkan blok Mg2+ yang
biasanya menjaga reseptor N-metil-d-aspartat (NMDA). Hal ini akan menyebabkan
masuknya Ca2 +. Aktivasi reseptor NMDA akan menyebabkan rangsang singkat pada
membran post sinap yang disebabkan oleh masuknya Na+, dimana saluran ini lima kali lipat
lebih tinggi permeabilitasnya untuk Ca2 + dibandingkan Na+. Pada tahap ini semua kanal
Ca2 + terbuka. Pompa Ca2+/ATPase yang biasanya menangkap Ca2+ ke dalam organel
menjadi tidak aktif oleh rendahnya ATP. Adanya iskemik otak akan menginduksi peningkatan
konsentrasi glutamat ekstraseluler, yang disebabkan oleh pelepasan glutamat dari ujung saraf,
dan gangguan reuptake glutamat melalui saraf dan transporter glutamat astrositik. Aktivasi
reseptor metabotropic, fosfolipase C dan IP3 akan memobilisasi kalsium intraseluler, hingga
menyebabkan calsium overload. Peningkatan second messenger, kalsium, overstimulasi jalur
dan enzim intraseluler, membran sel yang terdegradasi (misalnya melalui aktivasi
siklooksigenase) dan spesies radikal bebas yang diproduksi dalam konsentrasi tinggi berperan
terhadap proses kerusakan selular. Neuron yang terdepolarisasi akan melepaskan glutamat
berlebihan, yang tidak dapat dibersihkan oleh astrosit. Pada akhirnya, dalam waktu 5-10
9

menit, kematian neuronal yang ireversibel terjadi dimulai di inti dari lesi iskemik. Kematian
sel neuron dan glial terjadi terutama melalui jalur nekrotik, di mana masuknya ion, termasuk
Na+ dan Cl-, menyebabkan edema sitotoksik akibat masuknya ion ini ke dalam sel. Hal ini
menyebabkan

pecahnya

membran

sel,

menyebabkan

membahayakan ruang ekstraselular. Kadar

tumpahan

sitoplasma

yang

Ca2+ yang meningkat juga mengaktifkan

program kematian sel.8,9


II.3.1.2.PERUBAHAN HOMEOSTASIS KALSIUM
Iskemia pada otak mengganggu homeostasis Ca2 + dan beberapa studi menunjukkan
Ca2+

intraseluler yang berlebihan berperan pada kematian postiskemik. Mekanisme

kematian sel yang disebabkan Ca2+ masih belum dipahami seluruhnya. Kadar Ca2+ sitosol
yang tinggi akan memicu lipolisis, proteolisis, produksi nitrat oksida, degradasi DNA
dimediasi endonuklease, dan aktivasi kinase / fosfatase untuk mengubah fungsi protein dan
ekspresi gen. Kadar Ca2+ mitokondria yang berlebihan menyebabkan peningkatan produksi
radikal bebas. Gangguan homeostasis Ca2+ terjadi pada berbagai tingkat selama iskemia
otak dan reperfusi. Deplesi ATP menyebabkan depolarisasi membran plasma neuron,
membuka kanal Ca2+ dan Na+ . Depolarisasi membran juga menyebabkan pelepasan
neurotransmitter eksitatorik (glutamat), ligan-gated Ca2+ (N-methyl-D- aspartate [NMDA]
reseptor) dan kanal Na+ (alpha-amino-3 hidroksi-5- metil-isoxazole-4-proprionic asam
[AMPA] reseptor), yang mengakibatkan masuknya Ca2+ dan Na+. Glutamat juga bertindak
pada reseptor metabotropic melalui G protein-linked second messengers. Aktivasi fosfolipase
C menghasilkan inositol-1,4,5-triphosphate (IP3). IP3 berikatan dengan reseptor IP3 pada
retikulum endoplasma (ER) yang menyebabkan pelepasan Ca2+ ER ke dalam sitosol.
Pengaktifan fosfolipase A2 menghasilkan asam arakidonat, yang juga dapat menginduksi
pelepasan Ca2. Deplesi ATP juga mengganggu fungsi mitokondria, ER, dan membran plasma
untuk menghilangkan Ca2+ dari sitosol.11 Meskipun perubahan Ca2+ pada ER selama
iskemia dengan atau tanpa reperfusi belum diketahui,.

Perubahan homeostasis Ca2+

tergantung pada beratnya iskemik. Studi pada tikus menunjukkan kenaikan kadar Ca2+
sitosol dideteksi pada neuron CA1 dalam waktu sekitar 4 sampai 6 jam setelah iskemia.
Diduga peroksidase lipid diinduksi radikal bebas dapat meningkatkan permeabilitas Ca2+
membran plasma. Penurunan kemampuan retikulum endoplasma dalam menyerap Ca2+
sitosol dapat memperburuk akumulasi Ca2+ di mitokondria. Aktivitas dan ekspresi
sarkoplasma / endoplasma retikulum Ca2+ -ATPase (SERCA) terbukti menurun pada otak
postiskemik. Jumlah Ca2+ jaringan dalam inti mulai meningkat pada 6 jam pertama dan terus
10

meningkat hingga 24 jam setelah reperfusi. Depolarisasi diduga disebabkan oleh pelepasan
kalium dan glutamat dari inti iskemik dan dengan penurunan aliran darah di bawah ambang
batas untuk depolarisasi iskemik. Mirip dengan inti infark, total Ca2+ jaringan mulai
meningkat pada penumbra pada 6 jam setelah reperfusi dan terus meningkat hingga 24 jam.
Tanpa reperfusi, homeostasis Ca2+ dalam penumbra mungkin akan bervariasi tergantung
pada frekuensi depolarisasi dan perubahan dalam aliran darah regional. 12
II.3.1.3.RADIKAL BEBAS
Radikal bebas merupakan molekul sangat reaktif dengan satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan, misalnya adalah oksigen radikal bebas dan nitrit oksida. Radikal
bebas dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan lipid menyebabkan kerusakan dan disfungsi
sel. Radikal bebas oksigen adalah produk normal metabolisme oksidatif mitokondria.
Diperkirakan bahwa 2% sampai 3% dari konsumsi oksigen dikonversi ke dalam bentuk
produksi radikal bebas oksigen. Kerusakan akibat radikal bebas biasanya dikendalikan oleh
mekanisme pelindung endogen seperti enzim antioksidan (superoxide dismutase, katalase,
glutathione peroxidase) dan radikal bebas scavenger (glutathione, b-karoten) Spesies awal
radikal bebas yang dihasilkan selama iskemia adalah superoksida dan nitrit oksida. Sumber
superoksida potensial penting pada neuron postiskemik adalah metabolisme asam arakidonat
melalui jalur siklooksigenase dan lipooxygenase. Kadar asam arakidonat meningkat setelah
iskemia akibat Ca2+ aktivasi

fosfolipase A2 dimediasi dari. Superoksida dihasilkan

mitokondria biasanya dimetabolisme hidrogen peroksida (H2O2) oleh superoksida dismutase


mangan (MnSOD). Superoksida sitosol dapat dikonversi ke H2O2 oleh superoksida
dismutase (CuSOD). H2O2 dikonversi menjadi H2O oleh glutation peroksidase dan katalase.
H2O2 juga dapat berdifusi melintasi membran dan bereaksi dengan logam transisi seperti
besi dan tembaga melalui reaksi Fenton menghasilkan radikal hidroksil yang sangat reaktif
(OH -). Nitrit oksida (NO) diproduksi dalam subpopulasi neuron oleh oksida nitrat synthase
(nNOS), yang embutuhkan ikatan Ca2+ / kalmodulin untuk activation. Setelah iskemia otak,
ada peningkatan aktivitas radikal bebas yang dimulai dalam beberapa menit dari reperfusi dan
selesai dalam beberapa menit. Derajat produksi radikal bebas tampaknya sebanding dengan
durasi iskemia. Peran mitokondria dalam produksi radikal bebas postiskemik menunjukkan
penurunan produksi radikal hidroksil dan peroksidasi lipid 90% pada area postiskemik.
Peningkatan produksi NO selama iskemia dan reperfusi awal diaktifkan oleh NOS (nNOS
dan endotel NOS [eNOS]) oleh peningkatan sitosol Ca2+. Tertundanya produksi radikal
bebas juga dapat berkontribusi terhadap mekanisme kematian neuronal postiskemik. Ca2+
11

mitokondria yang berlebihan dapat merangsang produksi NO dan superoksida dengan


mekanisme yang sama yang terjadi selama iskemia dan reperfusi awal. Lipid peroksidasi
yang diprakarsai oleh radikal bebas dapat berlanjut sebagai reaksi berantai mengganggu
integritas membran plasma dan organel.12,13,14
II.3.1.4.MEKANISME KEMATIAN SEL
Iskemia otak menyebabkan kematian sel melalui dua jalur utama: nekrosis dan
apoptosis. Nekrosis merupakan akibat langsung dari kerusakan sel sekunder pada integritas
struktural dari struktur sitoplasma. Nekrosis sering terlihat pada wilayah inti oklusi vaskular,
berlangsung cukup lama untuk benar-benar menghancurkan jaringan. Sebaliknya, apoptosis
merupakan jalur aktif program kematian sel.11 Apoptosis menyebabkan fragmentasi DNA
melalui enzim Endonuklease DNA. Pada wilayah CA1 di hippocampus. Kematian sel
piramida di wilayah CA1 muncul selama beberapa hari setelah iskemia dan menunjukkan
fitur khas apoptosis. Studi oleh Du et al.pada tahun 1996 menunjukkan bahwa durasi iskemia
menentukan apakah lesi akan menjalani nekrosis atau apoptosis. Studi pada tikus,
menunjukkan sumbatan selama 90 menit pada MCA akan menyebabkan luasnya ukuran
infark yang terutama terdiri dari nekrosis dan hanya minimal daerah apoptosis. Tikus yang
mengalami sumbatan MCA selama 30 menit tidak memperlihatkan adanya infark di hari
pertama. Apoptosis pada neuron, seperti di banyak jaringan lainnya, melibatkan death
inducing ligand (DILs) dan aktivasi caspases. Pengikatan DILs pada masing-masing reseptor
akan

mengaktifkan

jalur

apoptosis.

Aktivasi

jalur

alternatif

sinyal

apoptosis

sphingomyelinases, yang menyebabkan hidrolisis sphingomyelin menghasilkan lipid


ceramide. Ceramides menginduksi apoptosis yang melibatkan aktivasi caspases. Caspase 3,
khususnya, berperan sentral dalam pelaksanaan apoptosis. Selama reperfusi, caspase 3
diaktifkan dalam inti iskemik dan penumbra. Kematian sel terjadi paling cepat di inti infark
dan lebih lambat pada area penumbra. Kematian sel yang cepat terjadi dengan proses
nekrosis, dengan pembengkakan sel dan organelnya, pecah membran sel, dan menumpahkan
isi seluler ke dalam ruang ekstraselular. Dalam penumbra, kematian sel terjadi lebih lambat,
ditandai dengan kematian sel terprogram (apoptosis). Berbeda dengan nekrosis, sel-sel yang
terkena mengalami penyusutan, agregasi kromatin, gangguan integritas organel intraseluler
dengan penyebaran isi sel, dan akhirnya fragmentasi DNA. Jaringan otak mengkonsumsi
oksigen dan glukosa yang relatif tinggi, dan tergantung pada fosforilasi oksidatif untuk
produksi energi. Akibat iskemia global terjadi penurunan aliran darah otak (CBF) di bawah
0,5 mL / 100 g per menit atau hipoksia berat ke seluruh otak. Penyebab yang paling sering
12

adalah serangan jantung, tenggelam, dan hipotensi, yang dalam waktu beberapa menit
menjadi ireversibel.13 Durasi iskemia global yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan
ireversibel saraf pada manusia belum sepenuhnya diketahui, namun yang paling rentan
daerah, adalah sekitar lima menit. Neuron di wilayah CA1 di hippocampus, thalamus,
neokorteks, dan otak kecil pada dasarnya rentan terhadap periode iskemia yang relatif
singkat. Perubahan mikrosirkulasi, seperti yang terlihat pada fokus stroke, tidak terjadi pada
iskemia global. Perubahan tersebut menyebabkan variabel derajat hipoperfusi di zona
iskemik dan mempengaruhi kelangsungan hidup jaringan.14
Mekanisme pasti kematian neuronal akibat iskemik kontroversial. 15 Nekrosis sel
ditandai oleh pembengkakan sel, gangguan membran, dan fragmentasi DNA acak, sedangkan
kematian apoptosis melibatkan kondensasi kromatin, fragmentasi internucleosomal DNA,
dan pecahnya membran plasma. Kematian neuronal cepat setelah iskemia, yang terjadi di inti
iskemik, disebut nekrotik, sedangkan kematian neuronal tertunda di wilayah penumbra
mungkin berupa apoptosis. Sebagian besar kematian neuronal tidak menunjukkan apoptosis
klasik. Semua kematian sel konvensional baik apoptosis atau nekrotik mungkin tidak sesuai
untuk kematian sel iskemik.15 Sebaliknya, mungkin melibatkan mekanisme molekuler dan
biokimia sepanjang proses apoptosis-nekrosis. Beberapa gen yang menggiatkan apoptosis
telah diidentifikasi, seperti p53, myc, bax, bcl-xL, bcl-xs dan MCL-1 serta gen bcl-2 dan P35,
yang mencegah apoptosis. Gen ini dianggap terlibat dalam kematian neuronal setelah iskemia
serebral. Jalur sinyal yang berkontribusi terhadap kematian neuronal akibat iskemik
melibatkan kanal ion K1, Na1, dan Ca21, reseptor ionotropic metabotropik glutamat dan
reseptor gamma-aminobutyric

acid (GABA) dan reseptor adenosin. Semua reseptor

permukaan sel ini berkontribusi terhadap patofisiologi kematian sel neuron akibat iskemik.16
II.4. PERAN INFLAMASI PADA STROKE ISKEMIK
Penyebab utama dari cedera jaringan pada stroke adalah hipoksia dan iskemia. 17
Namun, studi menemukan bahwa reaksi inflamasi dalam lesi mungkin memperkuat gangguan
fungsional dan kerusakan struktural.15 Proses peradangan di otak diaktifkan setelah baik pada
iskemi fokal dan global. Studi menunjukkan bahwa inflamasi postiskemik memiliki efek
merugikan kelangsungan hidup neuron, dapat memperburuk cedera, namun penting untuk
regenerasi dan pemulihan. Iskemia akan mengaktifkan mikroglia, sel endotel dan neuron
dalam mengekspresikan dan melepaskan mediator inflamasi (sitokin proinflamasi seperti
TNF- and IL-6 dan IL-8; anti-inflamasi IL-4 dan IL-10). Sitokin proinflamasi meningkatkan
13

ekspresi molekul adhesi (selectins), molekul superfamili imunoglobulin (molekul adhesi


[ICAM] 1 dan 2,

integrin)

yang menyebabkan leukosit menempel ke sel endotel

mikrovaskuler dan terjadi penyumbatan, dan mengakibatkan ischemia. Selain itu, integrin
dan makrofag merusak sawar darah otak, memberikan efek toksik langsung pada neuron
melalui pelepasan radikal bebas (NO, superoksida, dan ONOO-).19 Peningkatan reseptor IL-6
and IL-1 terjadi dalam beberapa jam setelah fokus dan iskemia global. Beberapa mediator
sitotoksik muncul dan memberikan efek

neurotoksisitas inflamasi. Salah satunya nitrat

oksida sintase diinduksi (iNOS) dan siklooksigenase (COX-2). Tidak seperti nNOS dan
eNOS, yang membutuhkan Ca2+, iNOS adalah konstitutif aktif yang menghasilkan NO
dalam jumlah besar.

COX-2 menghasilkan superoksida melalui metabolisme asam

arakidonat. NO dan superoksida bergabung untuk membentuk ONOO-. radikal bebas ampuh.
Baik iNOS dan COX-2 didapati dalam otak selama 6 sampai 12 jam setelah iskemik dan
mungkin tetap tinggi beberapa hari.20
Reaksi inflamasi melibatkan sistem imun humoral dan seluler.21 Leukosit yang
beredar, termasuk neutrofil, limfosit dan makrofag, serta sel endotel kapiler, secara aktif
terlibat dalam proses inflamasi.21 Aktivasi dan rekrutmen dari berbagai jenis sel ke daerah
iskemik. Biasanya, neutrofil, limfosit dan monosit terlihat terutama dalam sirkulasi
sedangkan mikroglia dan astrosit terjadi pada parenkim otak.. Molekul inflamasi yang
disekresi meliputi molekul adhesi, kemokin dan sitokin. Sel endotel selama inflamasi
mengeksresikan molekul adhesi seperti (ICAM), adhesi sel vaskular molekul-1 (VCAM-1)
dan selektin. Proses inflamasi disebabkan oleh berbagai sitokin, seperti interleukin-1 beta
(IL-1b), interleukin-1 receptor antagonis (IL-1ra), interleukin-6 (IL-6), interleukin-8 (IL-8),
interleukin-10 (IL-10) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-a). Matriks metaloproteinase
(MMP) juga berperan penting di radang otak dan protein proteolitik, misalnya, MMP-9
terlibat dalam meningkatkan permeabilitas sawar darah-otak oleh pembongkaran matriks
ekstraseluler. Perekrutan leukosit yang beredar ke daerah peradangan tergantung pada
ekspresi molekul adhesi pada sel leukosit dan endotel. Molekul-molekul ini memfasilitasi
adhesi leukosit dan migrasi transendotel ke dalam parenkim inflamasi. Sebagian besar
leukosit, termasuk neutrofil, limfosit dan monosit, mengekspresikan molekul adhesi yang
dikenal sebagai b2-integrin, ICAM-1 dan ICAM-2 dan memfasilitasi adhesi selular ke
endothelium. Selain b2-integrin, limfosit dan monosit mengekspresikan molekul adhesi lain,
a4-integrin, dan VCAM-1 pada sel endotel. 23 Inflamasi selular dapat memperburuk stroke
iskemik dengan meningkatkan ukuran infark serebral.24
14

Kemokin adalah molekul yang disekresi di area iskemik oleh sel inflamasi aktif, dan
yang menarik

leukosit dari sirkulasi perifer ke daerah infark. 25 Semua sel inflamasi

diaktifkan termasuk leukosit, sel glial dan neuron, juga mengeluarkan molekul inflamasi,
yang diklasifikasikan sebagai sitokin proinflamasi atau anti-inflamasi. Keseimbangan sitokin
pro dan anti-inflamasi ini menentukan beratnya peradangan. Sitokin pro-inflamasi
mendorong proses inflamasi dan memperburuk peradangan.26 Sitokin pro-inflamasi yang
penting adalah TNF-a, IL-1b dan IL-8. Penghambatan TNF-a oleh antibodi monoklonal antiTNF-a, mengurangi ukuran infark. Inaktivasi aktivitas IL-1b dengan pemberian antibodi antiIL-1b menunjukkan hasil yang sama. Antibodi anti-IL-8 juga memiliki efek neuroprotektif
terhadap stroke. Studi ini jelas menunjukkan bahwa molekul peradangan yang terjadi setelah
stroke iskemik memiliki efek merugikan pada jaringan otak yang sehat. Molekul inflamasi
memiliki kemampuan memperluas ukuran infark.27 Ada bukti efek menguntungkan dari
komponen inflamasi seperti IL-1ra, IL-6 dan IL-10 pada jaringan otak iskemik.28
Selama iskemia, sitokin, seperti IL-1, IL-6, TNF-a, TGF-b dan kemokin seperti Cinc
dan MCP-1 diproduksi oleh berbagai jenis sel, termasuk sel endothelial , mikroglia, neuron,
trombosit, leukosit, dan fibroblas.26 Studi pada tikus menunjukkan produksi IL-1 meningkat
setelah oklusi MCA permanen atau transien pada mikroglia, astrosit, dan neuron. Efek
merusak dari IL-1 termasuk demam, rilis asam arakidonat, peningkatan NMDA dimediasi
excitotoksisitas, dan stimulasi sintesis oksida nitrat. 29

Peran tambahan IL-1 mungkin

perekrutan dan adhesi neutrofil. IL-1 telah terbukti menyebabkan peningktan regulasi Eselektin, ICAM-1, ICAM-2, dan VCAM-1 pada sel endotel otak. Aktivitas biologis IL-6
tumpang tindih dengan dari IL-1, data dari studi manusia menunjukkan peran proinflamasi
IL-6 pada stroke. Kadar IL-6 lebih tinggi pada pasien stroke dan terdeteksi dalam beberapa
jam onset stroke dan LCS dan berkorelasi dengan ukuran infark yang lebih besar dan hasil
klinis yang lebih buruk. IL-6 adalah sitokin pro-inflamasi dengan fungsi penting dalam
patogenesis stroke. Studi menunjukkan bahwa IL-6 meningkat selama stroke iskemik dan
tampaknya menjadi penanda awal keluaran klinis yang kuat pada stroke iskemik akut.
Beberapa data menunjukkan bahwa IL-6 menyebabkan respon inflamasi berlebihan, yang
dapat meningkatkan cedera akibat stroke. Namun, data menunjukkan bahwa IL-6 mungkin
berperan menguntungkan. IL-6 juga memiliki sifat anti-inflamasi karena kemampuannya
untuk menginduksi sintesis reseptor IL-1 antagonis. Pemberian manusia dengan rekombinan
IL-6 secara signifikan mengurangi cedera iskemik dalam model tikus dengan stroke. Bahkan,
beberapa studi menyebutkan IL-6 juga bertindak sebagai sitokin anti-inflamasi, meskipun
15

sebagian besar berpikir sitokin proinflamasi.29 Peningkatan ekspresi Cinc dan MCP-1 mRNA
terdeteksi di otak tikus pada 6 jam setelah oklusi MCA permanen,

mencapai tingkat

maksimal pada 12 jam dan menurun setelah 24 jam. Cinc dan MCP-1 menarik neutrofil ke
jaringan iskemik, bukti yang berasal dari percobaan tikus, dimana Cinc dan MCP-1 terdeteksi
dalam jaringan otak sebelum infiltrasi neutrofil. Sel endotel dan sel glial dari SSP merespon
cedera jaringan dengan melepaskan mediator inflamasi (sitokin, kemokin) yang menandai
perubahan permeabilitas BBB. Gangguan BBB ini memungkinkan leukosit untuk menyusup
ke SSP. Setelah di dalam otak, leukosit akan melepaskan lebih banyak sitokin proinflamasi,
kemokin, elastases, radikal bebas, dan matriks metalloproteinase (MMPs).30
Studi pada tikus menunjukkan bahwa TNF-, sitokin pro-inflamasi kuat, diregulasi di
otak setelah oklusi permanen MCA. Awalnya ekspresi meningkat pada 1-3 jam setelah onset
iskemik dan kemudian mencapai puncak kedua pada jam ke 24-36. 31 Meningkatkannya TNFa di otak sebelum stroke akan memburuk kerusakan otak. TNF- juga terlibat dalam
mekanisme cedera otak akibat iskemik. Pre-exposure neuron dengan TNF- menyebabkan
perlindungan terhadap cedera akibat hipoksia dan penghambatan TNF-. Dual fungsi TNF-
mungkin berkaitan dengan reseptor TNF- yang berbeda: tumor necrosis factor receptor
(TNF-R) dan p55 TNF-R P75. TNF-R p55 tampaknya memediasi TNF--induced apoptosis
dengan mengaktifkan kaskade caspases berurutan, sedangkan TNF-R P75 tampaknya terlibat
dalam kelangsungan hidup sel melalui mediasi faktor transkripsi inti faktor-kappaB (NF-kB).
IL-1 dan IL-1 IL-1 dan IL-1, dua isoform pro-inflamasi dari keluarga IL-1, terlibat
dalam patogenesis stroke.32
Sistem imunitas seluler juga berperan pada iskemia jaringan otak. iskemia merupakan
stimulus yang kuat untuk ekspresi faktor transkripsi dan menentukan produksi berbagai
mediator inflamasi dalam otak. Respon ini menyebabkan lekosit migrasi dan beredar dari
perifer ke daerah cedera karena diperlukan untuk menghilangkan debris sel dan mengaktifkan
proses regeneratif. Namun, reaksi inflamasi ini dapat memperburuk kerusakan otak dan
terlibat dalam kerusakan otak sekunder. Penelitian eksperimental iskemia serebral
menunjukkan bahwa mediator inflamasi (sitokin dan sel inflamasi) berkontribusi langsung
ke cedera otak iskemik. Studi pada tikus yang dilakukan oklusi MCA, adanya gangguan
CBF, cedera jaringan dimulai dengan reaksi inflamasi dan infiltrasi leukosit, baik PMN dan
monosit / makrofag (tapi tidak limfosit). 33 Peningkatan jumlah leukosit telah terdeteksi pada
pembuluh darah kecil dan parenkim serebral yang iskemik. Akumulasi leukosit
mikrovaskuler awalnya diyakini mewakili respon inflamasi untuk membuang debris dan
16

pembentukan bekas luka pada daerah infark, yang telah terbukti terjadi pada awal 30 menit
setelah tikus yang dilakukan MCAo permanen, dan nekrosis tidak terdeteksi sampai 72 jam
setelah oklusi.

Ini mendukung konsep bahwa akumulasi awal leukosit

terjadi secara

independen dari adanya neuron nekrotik.34 Data manusia melalui studi otopsi menunjukkan
histologis PMN infiltrasi parenkim otak 48 sampai 72 jam setelah stroke dan akumulasi
leukosit sedini 6 sampai 12 jam setelah stroke iskemik. Leukosit dapat dihipotesiskan
menjadi sel yang bertanggung jawab untuk perkembangan infark dari iskemia jaringan ke
otak. Leukosit dianggap berperan penting dalam menyebarkan kerusakan jaringan setelah
iskemia otak akibat mediator inflamasi yang mendasari.36,37
II.5. NEUTROFIL
Neutrofil adalah sel darah putih yang paling banyak dijumpai dalam darah, menyusun
sekitar 40-65% dari sel darah putih, dan ditemukan pada kisaran 3-5 x 10 6 sel / ml darah.
Jumlah ini dapat meningkat secara dramatis (sampai sepuluh kali lipat) dalam kasus-kasus
infeksi. Waktu paruhnya relatif relatif singkat di dalam sirkulasi (diperkirakan sekitar 8-20
jam), namun dapat menjadi lebih panjang sampai beberapa hari jika sel-sel ini meninggalkan
sirkulasi dan masuk ke dalam jaringan. 38 Umur rata-rata dari neutrofil dalam sirkulasi telah
dilaporkan antara 5 dan 90 jam. Setelah aktivasi, neutrofil akan mendekatkan pada endotel
pembuluh darah, dan mengalami adhesi tergantung integrin, setelah itu mereka bermigrasi ke
dalam jaringan, di mana mereka bertahan hidup selama 1-2 hari.39 Neutrofil jauh lebih banyak
daripada fagosit monosit / makrofag. Karena sejumlah besar neutrofil dalam sirkulasi
dan umur yang relatif pendek, sejumlah besar neutrofil masuk dan meninggalkan sirkulasi
harian. Dalam individu yang terinfeksi, jumlah ini dapat meningkat. Jumlah besar neutrofil
yang harus diproduksi setiap hari menunjukkan betapa pentingnya sel-sel ini dalam
perlindungan melawan infeksi.40 Neutrofil adalah sel pertama yang direkrut ke fokus infeksi
untuk merespon dengan cepat. Sel-sel ini sangat motil (bergerak ke dalam jaringan dalam
menanggapi sinyal kimia atau chemoattractants) dan mengandung zat sitotoksik yang mampu
membunuh berbagai mikroba patogen.41,42 Neutrofil memiliki bentuk bulat dengan sedikit
ekstrusi sitoplasma. Neutrofil darah biasa ditemukan dalam keadaan istirahat atau non-aktif.
Namun, setelah diaktifkan, neutrofil mengalami perubahan morfologi. Neutrofil yang aktif
memiliki bentuk amoeboid klasik dengan pseudopodia. Neutrofil membunuh target patogen
mereka dengan proses fagositosis, dengan tahapan Pertama, neutrofil harus mampu
mengenali patogen sebagai 'benda asing'.43 Proses opsonisasi ini penting karena neutrofil
memiliki reseptor dari molekul opsonin (misalnya immunoglobulin dan reseptor) sehingga
17

setiap partikel dilapisi dengan opsonins diberi label sebagai target untuk fagositosis neutrofil.
Aktivasi ini dicapai melalui hunian reseptor, yang memicu pembentukan molekul pembawa
pesan kedua yang langsung atau tidak langsung mengaktifkan sistem enzim tertentu
(misalnya melalui reaksi fosforilasi).44 Proses signaling dan sistem transduksi sinyal di
neutrofil yang kompleks karena beberapa alasan. Salah satu alasan tersebut bahwa sementara
neutrofil berfungsi untuk menghancurkan mikroba patogen, proses ini dikendalikan pada
beberapa tahap, mulai dari penempelan neutrofil dari sel ke dinding kapiler (marginasi)
sebelum meninggalkan sirkulasi; menyusup melalui celah-celah antara sel-sel endotel yang
berdekatan (diapedesis); migrasi ke jaringan (kemotaksis); pengenalan patogen sebagai
'benda asing', inisiasi fagositosis dan aktivasi mekanisme bakterisida;dan pelepasan produk
sitotoksik jika patogen terlalu besar untuk sepenuhnya dimasukan dalam vesikel fagosit
(frustratedphagocytosis); terakhir adalah. pelepasan molekul pro-inflamasi (misalnya
chemoattractants) atau sitokin lainnya (termasuk lebih neutrofil) harus direkrut ke tempat
infeksi. Mekanisme signaling intraseluler yang kompleks untuk mengaktifkan jalur sitotoksik
ini

bisa menyebabkan tuan kerusakan jaringan. Setelah patogen tertutup dalam vesikel

fagosit,

proses sitotoksik ini proses harus diaktifkan. Di sini, membran plasma dan

sitoplasma memainkan peran penting. Membran plasma mengandung enzim yang mampu
menghasilkan serangkaian metabolit oksigen reaktif seperti NADPH oksidase, yang
meskipun memiliki tugas yang relatif sederhana untuk melakukan (untuk mentransfer
elektron tunggal O2) memiliki struktur yang sangat kompleks dan mekanisme kompleks
aktivasi.46,47 Oksidase terdiri komponen individual yang ada pada membran plasma, oksidan
reaktif dihasilkan oleh membran plasma yang melapisi vesikel fagositik. Struktur yang
kompleks dan mekanisme aktivasi rumit juga penjaga terhadap aktivasi non-spesifik oksidase
itu: produk dari oksidase juga dapat menyebabkan kerusakan yang cukup jaringan host. 48
Granula sitoplasma juga berfungsi penting dalam membunuh patogen karena mengandung
berbagai protein sitotoksik, seperti protease, enzim hidrolitik, peroksidase (myeloperoxidase)
dan sejumlah protein khusus yang mempengaruhi permeabilitas mikroba target.49 Pentingnya
neutrofil dalam perlindungan terhadap infeksi oleh adanya sejumlah besar sel-sel ini dalam
sirkulasi dan produksi mereka dalam jumlah besar oleh sumsum tulang. 50,51 Fungsi Neutrofil
diatur melalui kemampuannya untuk mendeteksi patogen atau sinyal (dihasilkan dari jaringan
host, sel-sel kekebalan tubuh atau patogen sendiri) yang dapat dihasilkan selama infeksi, dan
meninggalkan sirkulasi dan bermigrasi ke dalam jaringan yang terinfeksi. Setelah di situs
yang terinfeksi, ia mengenali benda asing melalui reseptor membran plasma, yang memicu
fagositosis dan aktivasi dari beberapa jalur antimikroba yang mengarah ke kehancuran
18

patogen.51,52 Neutrofil dapat memainkan peran yang lebih aktif dan langsung melalui
kemampuannya untuk menghasilkan mediator (eikosanoid dan sitokin), yang dapat
mengakibatkan perekrutan sel dan juga dapat mengatur fungsi kekebalan tubuh. Fungsi
neutrofil diatur di beberapa langkah:
i.

Neutrofil menjalani proses kemotaksis, yang memungkinkan mereka untuk


bermigrasi ke arah fokus infeksi atau inflamasi. Faktor kemotaktik, yang mungkin
berasal dari bakteri, dari sel inang rusak, dari aktivasi komplemen atau karena
produksi sitokin oleh jaringan atau sel-sel kekebalan, yang dihasilkan di lokasi
infeksi. Reseptor permukaan sel memungkinkan neutrofil untuk mendeteksi
gradien kimia molekul seperti interleukin- 8 (IL-8), interferon gamma (IFNgamma), C3a, C5a, dan Leukotrien B4, yang sel-sel ini digunakan untuk
mengarahkan jalan migrasi neutrofil. Neutrofil memiliki berbagai reseptor
tertentu, termasuk reseptor komplemen, reseptor sitokin interleukin untuk dan
interferon gamma (IFN-gamma), reseptor untuk kemokin, reseptor untuk
mendeteksi endotelium, reseptor untuk lektin dan protein, dan Fc reseptor untuk
opsonin. Karena sangat motil, neutrofil cepat berkumpul di fokus infeksi, tertarik
oleh sitokin yang diekspresikan oleh endotelium, sel mast, dan makrofag.
Neutrofil mengekspresikan dan melepaskan sitokin, yang memperkuat reaksi
inflamasi. Selain merekrut dan mengaktifkan sel-sel sistem kekebalan tubuh lain,
neutrofil memainkan peran kunci dalam pertahanan garis depan melawan patogen.
Neutrofil memiliki tiga metode untuk langsung menyerang mikroorganisme:
fagositosis (pencernaan), pelepasan anti-mikroba larut (termasuk protein granul),

ii.

dan pembentukan jaring perangkap neutrofil ekstraseluler.53,54


Chemoattractants ini 'merasakan' melalui plasma reseptor membran pada
permukaan

neutrofil

ketika

mereka

melalui

kapiler

yang

juga

dapat

mempengaruhi fungsi sel endotel lapisan kapiler, dan sel-sel ini mungkin sendiri
mensekresi faktor sinyal neutrofil beredar. Atau, beberapa faktor yang disekresi
selama inflamasi (misalnya prostaglandin) dapat mempengaruhi permeabilitas
pembuluh darah, yang kemudian membantu berjalannya protein serum ke dalam
fokus inflamasi.

Neutrofil akan berguling dan menempel pada sel endotel

selama proses marginasi. iv. Neutrofil lalu menyisip melalui celah-celah antara
sel endotel yang berdekatan

dengan diapedesis, proses yang

membutuhkan

perubahan morfologi neutrofil dan diatur oleh perubahan halus dalam pengaturan
19

dari jaringan sitoskeletal. v. Neutrofil kemudian bermigrasi akibat faktor


kemotaksis sampai mereka mencapai menyerang mikroorganisme. vi. Pada saat
neutrofil mencapai mikroba, dua peristiwa mungkin memiliki terjadi. Pertama,
mikroba mungkin diopsonisasi dengan protein serum oleh fragmen komplemen,
imunoglobulin atau protein fase akut. Kedua, neutrofil akan meningkatkan
ekspresi permukaan beberapa reseptor membran plasma yang diperlukan untuk
opsonophagocytosis dan untuk kegiatan oksidase NADPH. vii. Neutrofil
kemudian akan, mengaktifkan sistem kontrol transduksi sinyal halus yang
fagositosis, degranulasi dan aktivasi oksidase NADPH. Dengan demikian mereka
akan menfagositosis dan membunuh mikroba. viii. Beberapa produk neutrofil
akan menambah respon inflamasi: misalnya, chemoattractants, seperti leukotrien
B4 (LTB4), agar sinyal perekrutan neutrofil ke fokus infeksi, sedangkan sitokin
sekunder yang dihasilkan oleh neutrofil diaktifkan menyebabkan aktivasi dan
perekrutan sel, termasuk neutrofil. Beberapa sitokin neutrofil yang diturunkan ini
mungkin juga mempengaruhi tingkat produksi neutrofil oleh sumsum tulang.
Produk neutrofil yang diturunkan lainnya, seperti enzim degradatif dan oksidan
reaktif, menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut, yang dapat memperburuk
pembentukan sinyal pro-inflamasi. ix. Jika infeksi dibersihkan, maka fungsi
neutrofil adalah membersihkan sel-sel mati dan fagositosis melalui makrofag
jaringan. Jika infeksi tidak dibersihkan, maka neutrofil akan direkrut atau sel-sel
iii.

ini akan digantikan oleh makrofag dan limfosit, pada fase peradangan kronis.55,56,57
PMN merupakan jenis leukosit yang paling banyak, sifat fisik dapat berubah
secara dramatis pada aktivasi, cepat menempel pada endotel endothelium. 54
Monosit, dan PMN cenderung terperangkap dalam kapiler. PMN yang diaktifkan
dapat mengalami degranulasi, melepaskan enzim proteolitik dan radikal oksigen
yang menyebabkan kerusakan jaringan langsung.56 Jumlah neutrofil bertanggung
jawab atas semua risiko tambahan stroke berasal untuk leukosit tanpa menghitung
kontribusi dari tipe sel lainnya. PMN sering mengalami oklusi pada kapiler daerah
iskemik, yang mengakibatkan teraktivasinya endaotel daerah iskemik untuk
menghasilkan faktor kemotaktik dan sitokin, peningkatan molekul adhesi pada
permukaan endotel.58 PMN yang terperangkap dapat mencegah reflow di kapiler,
dengan menyumbat pembuluh darah secara langsung.

PMN yang aktif akan

melepas superoksida dan metabolit oksigen toksik lainnya, enzim proteolitik, dan
agen kemotaksis dan agen platelet-stimulating (misalnya, LTB4, PAF). Agen-agen
20

ini dapat bertindak untuk memperkuat kerusakan jaringan melalui beberapa


mekanisme: Superoxide dapat langsung merusak membran endotel, itu
mempotensiasi perlekatan PMN pada endotel, dan menyebabkan vasokonstriksi.
Enzim proteolitik dapat langsung merusak sel-sel endotel, dan dapat engaktifkan
komplemen yang mengarah pada rekrutmen dan aktivasi PMN tambahan. 59 Selain
itu PMN manusia dapat mengaktifkan aktivitas
plasminogen

aktivator

dan

protease,

terutama

fibrinolitik, pelepasan

elastase.

PMN

elastase

memodifikasi aktivitas fibrinolitik plasminogen yang mampu membelah beberapa


faktor pembekuan dan fibrin, dengan demikian, mengerahkan antikoagulan dan
aktivitas fibrinolitik.60 Fagositosis fibrin oleh PMN ditunjukkan pada pasien
dengan trombosis serebral. Dalam kondisi fisiologis tampaknya ada keseimbangan
prokoagulan dan antikoagulan kegiatan leukosit. Selama iskemia serebral akut,
peningkatan sifat prokoagulan dari leukosit dapat memainkan peran dalam inisiasi
trombosis, sedangkan peningkatan antikoagulan fitur bisa menjadi respon
terhadap pembentukan trombus yang sedang berlangsung. Sel-sel

PMN

mengandung protease antikoagulan, terutama elastase. Sifat koagulan diubah


mewakili setidaknya sebagian reaksi dari PMN untuk trombosis serebral.
Pembentukan trombus berlangsung setelah stroke atau jalur yang terjadi secara
paralel dengan koagulasi dapat mengaktifkan PMN, dan sifat koagulan berubah
PMN mungkin sebagian dikaitkan dengan reaksi fase akut setelah stroke yang
secara bertahap selama hari-hari pertama.57,61
II.6. LEUKOSIT DAN RESPON INFLAMASI AKUT
Dalam kondisi normal, neutrofil

tidak berinteraksi dengan endotelium serebral. 62

Namun, adanya gangguan CBF yang menyebabkan oklusi arteri, respon inflamasi akut
diinisiasi oleh penempelan neutrofil pada endotel iskemik. 63 Ekstravasasi leukosit dikaitkan
dengan selectins, integrin dan molekul adhesi lainnya, serta kemokin dan reseptor kemokin.
Interaksi antara leukosit dan endotelium pembuluh darah dimediasi oleh tiga kelompok utama
dari molekul adhesi sel: selectins (P-selektin, E-selektin, dan L-selektin), superfamili
immunoglobulin (molekul adhesi antarsel, misalnya ICAM-1,2 dan molekul adhesi sel 1, atau
VCAM-1) dan integrin (CD11a-c). Selectins memediasi langkah pertama dari infiltrasi
leukosit, bergulir pada endothelium. P-selektin awalnya ditemukan pada trombosit, E-selektin
awalnya didapati pada sel endotel. L-selektin dijumpai pada limfosit, ada pada semua
populasi leukosit. E- dan P-selektin terlibat dalam perekrutan dan bergulir lekosit selama
21

tahap awal dari aktivasi reaksi aktivasi. Peningkatan E- dan P-selektin nampaknya terlibat
dalam meningkatkan respon inflamasi dan cedera iskemik setelah stroke iskemik. Tikus yang
kekurangan P-selektin memiliki infark yang lebih kecil dan infiltrasi neutrofil yang rendah
setelah oklusi MCA Sebaliknya, tikus yang mengekspresikan P-selektin memiliki infark yang
lebih besar. Regulasi E-selektin hampir secara eksklusif di diaktifkan endothelium, toleransi
terhadap E-selektin bisa menyebabkan penekanan respon imun dan mengurangi rekrutmen
leukosit dari sirkulasi perifer ke otak iskemik.64,65
Leukosit menyebabkan cedera iskemik

serebral dalam beberapa cara berbeda.66

Pertama, adhesi leukosit ke endotel yang dapat mengganggu aliran eritrosit melalui
mikrovaskular menyebabkan fenomena reflow cerebral. Kedua, leukosit aktif pada
permukaan endotel menghasilkan ROS, protease, gelatinases, dan kolagenase, yang
berpotensi merusak pembuluh darah dan jaringan otak. Ketiga, aktivasi fosfolipase akibat
produksi zat aktif biologis seperti leukotrien, eikosanoid, prostaglandin, dan plateletactivating factor, yang dapat menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi platelet. 66,67 Sitokin
proinflamasi dan molekul kekebalan lainnya di sekitar penumbra mengelilingi inti infark
menyebabkan cedera lebih lanjut neuronal.68 Neutrofil dan limfosit

merupakan sumber

sitokin pro-inflamasi dan zat sitotoksik, seperti ROS. Limfosit meningkat pada otak iskemik
lebih lambat dibanding neutrofil (3-6 hari pasca stroke). Menghalangi masuknya limfosit ke
otak iskemik dapat menurunkan kerusakan otak iskemik.69 Sitokin seperti interleukin-1 beta
(IL-1) dan tumor necrosis Faktor (TNF) menjadi mediator inflamasi penting di sirkulasi
perifer. Peningkatan jumlah neutrofil dan makrofag pada bagian otak iskemik ditemukan
terjadi dalam jam terus sampai hari 2 dan 3 setelah iskemia onset, sementara sel-sel limfoid
muncul dalam waktu yang lebih lambat. Weston et al. (2007), menunjukkan sebuah kaitan
erat antara tingginya sel myeloid (yaitu neutrofil) dengan volume infark yang lebih besar
setelah stroke iskemik. Gracia dkk tahun 1994 meneliti tikus yang dilakukan oklusi dan
menemukan bahwainfiltrasi neutrofil ke dalam area infark dalam 30 menit setelah induksi
iskemia. Neutrofil dikaitkan dengan rusaknya sawar darah-otak oleh enzim matriks
metalloproteinase (yaitu MMP-9.

Penelitian lain menunjukkan korelasi yang signifikan

antara tingkat akumulasi neutrofil dan ukuran lesi iskemik.69 Ekspresi MMP-9 bersama
dengan spesies oksigen reaktif akan memperburuk respon inflamasi setelah iskemia. 68
Perekrutan neutrofil dari darah tampaknya diinduksi oleh kemokin CXC cytokine induced
neutrofil chemoattractant protein-1 / kemokin (C-X-C motif) ligan 1 (Cinc-1 / CXCL1).69
Rekrutmen neutrofil bersama dengan monosit / makrofag dan limfosit dalam 25 jam setelah
22

iskemia juga ditemui pada studi lain. Peningkatan 2,5 kali lipat jumlah neutrofil dalam
iskemik setelah 24 jam dalam model tikus dengan iskemia serebral, yang memuncak setelah
72 jam.

Penelitian pada tikus yang dilakukan oklusi MCA mengungkapkan akumulasi

neutrofil enam kali lipat dalam

25 jam. Studi oleh Chuaqui dkk (1993) menemukan

akumulasi neutrofil mulai sudah dijumpai satu hari setelah iskemia.70,71


Neutrofil harus melewati sawar darah otak, kemudian menembus ke jaringan otak
iskemik, kerusakan jaringan

memicu pembebasan radikal bebas oksigen

proteolitik.72 Pada model stroke eksperimental,

dan enzim

penghambatan adhesi neutrofil, dan

penghambatan fungsi neutrofil terbukti mengurangi ukuran infark. Khususnya, protein kinase
C

terbukti berperan penting dalam adhesi neutrofil, degranulasi, dan pembentukan

superoksida. Pemberian antioksidan dalam bentuk asam dehidroaskorbat, bentuk vitamin C


teroksidasi yang mudah melintasi sawar darah-otak, memiliki efek neuroprotektif pada
iskemik jaringan otak.73 Selain itu, neutrofil terlibat dalam cedera iskemik sebagai sumber
MMP-9, protease yang mendegradasi lamina basal dari sawar darah-otak setelah cdera
parenkim otak. MMP-9 dilepaskan ke dalam otak iskemik bersamaan dengan akumulasi
neutrofil. Neutrofil diketahui mengekspresikan MMP-9 yang dapat mendegradasi sawar
darah otak.74 Meskipun astrosit diaktifkan terbukti mengeluarkan faktor pertumbuhan yang
merangsang pertumbuhan aksonal, akumulasi mereka pada fokus iskemik dapat menekan
pertumbuhan dan kerusakan jaringan saraf. Sejak sitokin mengaktifkan sel-sel glial in vivo
dan sebagai respon sel glial memproduksi sitokin. 75 Meskipun beberapa jenis sel SSP mampu
mensekresi sitokin termasuk mikroglia, astrosit dan neuron, ada juga bukti untuk mendukung
keterlibatan sel perifer dalam memberikan kontribusi ke otak yang mengalami peradangan
dan cedera. Pada cedera SSP BBB menjadi bocor dan memungkinkan fagosit mononuklear,
limfosit T, Sel NK dan PMN yang memproduksi dan mengeluarkan sitokin, memasuki
jaringan otak yang meradang. Banyak leukosit, terutama neutrofil, ditemukan dalam
pembuluh kapiler, venuole dan kapiler dinding. Beberapa neutrofil ini menemukan jalan
mereka di luar dinding pembuluh darah kortek. Terjadinya cedera otak dikaitkan dengan
ekspresi mediator inflamasi, yang meliputi adhesi leukosit ke dinding pembuluh darah,
infiltrasi sel-sel ini ke dalam jaringan otak, dan aktivasi mikroglia di SSP. Reaksi inflamasi
ini tidak hanya berkontribusi terhadap peroksidasi membran lipid, tetapi juga memperburuk
tingkat cedera jaringan akibat efek dari rheologic leukosit di dalam pembuluh darah (yaitu,
gangguan mikrovaskuler yang normal perfusi) dan juga karena pelepasan enzim sitotoksik
dari ini leukosit diaktifkan.76 Akumulasi awal neutrofil menyebabkan kerusakan otak. PMN
23

menginduksi kerusakan jaringan kerusakan akibat penyumbatan pembuluh darah / efek


rheologic dan oleh pembentukan dan pelepasan radikal oksigen dan produk sitotoksik, adanya
sitokin, dan memberikan kontribusi untuk evolusi / pematangan atau perkembangan cedera
jaringan. Infiltrasi awal leukosit dalam perbaikan dan pemulihan fungsi saraf. Rupanya,
rekrutmen dan aktivasi makrofag terkait dengan kegagalan regenerasi setelah cedera SSP
melibatkan area terbatas. Peradangan dalam SSP dikaitkan dengan fasilitasi plastisitas /
pemulihan neuronal . Hal ini mungkin fungsi faktor sekresi neurotropik oleh makrofag
diaktifkan / mikroglia setelah cedera.74
II.6.1. PERAN MIKROGLIA
Mikroglia merupakan sel kekebalan lokal yang berperan penting untuk fungsi
signaling dan fagositosis sel di SSP, dan berfungsi sebagai debris sel setelah infeksi,
peradangan, trauma, iskemia, dan neurodegenerasi.75 Setelah diaktifkan, mikroglia akan
mengalami transformasi morfologi dalam fagosit, membuat

mereka hampir tidak bisa

dibedakan dari makrofag yang beredar.Aktivasi mikroglia dapat disebabkan oleh iskemia
serebral, yang akan menyebabkan pelepasan berbagai zat sitotoksik dan / atau sitoprotektif.
Melalui CD14, mikroglia diaktifkan, diikuti oleh stimulasi TOL like reseptor 4 (TLR4). Studi
pada tikus neonatal menunjukkan bahwa TLR4 diperlukan untuk aktivasi mikroglia berikut
hipoksia / iskemia. Ada bukti menunjukkan bahwa mikroglia yang diaktifkan dapat
berkontribusi pada cedera otak.76 Studi oleh Zhang dkk menemukan mikroglia / makrofag
atau faktor mereka disekresikan untuk melindungi sel. astrosit diketahui mengekspresikan
berbagai jenis mediator inflamasi.77 Setelah iskemia, astrosit otak diaktifkan mengakibatkan
peningkatan ekspresi asam protein glial fibrillar (GFAP) dan apa yang disebut "gliosis
reaktif," ditandai dengan perubahan fungsional dan struktural spesifik. Astrosit juga
berpartisipasi

dalam

radang

otak

dengan

mengekspresikan

molekul

kompleks

histocompatibility (MHC) dan molekul costimulatory, menghasilkan Th2 (anti-inflamasi dan


menekan ekspresi interleukin-12 (IL-12). Astrosit juga mampu mensekresi faktor inflamasi
seperti sitokin, kemokin dan nitrat oksida sintase diinduksi (iNOS) setelah 10 menit dari
iskemia transient global. Selanjutnya, inducible nitric oxide synthase (iNOS) pada astrosit
terbukti mempotensiasi cedera iskemia pada neuron. Astrosit biasanya memainkan berperan
penting dalam pemeliharaan dan fungsi neuron, astrosit diaktifkan memiliki potensi untuk
menimbulkan kerugian pada otak iskemik.78

24

Dalam stroke iskemik, mikroglia diaktifkan dalam beberapa menit dari onset iskemik
dan mikroglia Produk ini terdeteksi sedini 1 jam setelah stroke. Mikroglia memiliki reseptor
seperti TLRs dan NLRs untuk merespon sinyal patogen eksogen dan endogen. Setelah
diaktifkan, mikroglia mangalami perubahan

morfologi dan gen ekspresi untuk

mengembangkan fenotip inflamasi, membuat diri mereka berbeda dengan makrofag. Infiltrasi
neutrofil selama fase akut stroke iskemik (menit ke jam), jaringan yang terluka akan merilis
radikal bebas dan sitokin dan kemokin proinflamasi, yang akan upregulate molekul adhesi
pada permukaan sel endotel dan memfasilitasi perekrutan dan migrasi leukosit. Di antara
semua komponen dalam sirkulasi sistem kekebalan tubuh, neutrofil menjadi responden
pertama yang bereaksi terhadap iskemia akut dalam waktu 30 menit dan puncaknya pada 3
hari pertama. Via interaksi neutrofil CD11b / CD18 dan endotel ICAM-1 interaksi, neutrofil
mengaktifkan endothelium vaskular and menyusup ke dalam area iskemik.79
II.6.2. PERAN MONOSIT / MAKROFAG
Monosit perifer berperan dalam patogenesis iskemia serebral. Monosit diproduksi
oleh monoblasts sumsum tulang dan tumbuh menjadi berbeda jenis makrofag atau sel
dendritik (DC). Hal ini juga ditetapkan bahwa monosit perifer / sel makrofag tertarik ke
daerah infark serebral iskemia setelah reperfusi. Dalam waktu 24 jam dari stroke, monosit
dewasa menginfiltrasi zona perbatasan infark menjadi fagosit matang dalam lesi infark.
Infiltrasi makrofag hematogen ke dalam otak terjadi pada 1-2 hari setelah fokus iskemia
serebral, jumlah mereka jauh lebih rendah daripada populasi mikroglia yang aktif. Makrofag
perifer yang paling banyak dijumpai dalam jaringan otak iskemik 3-7 hari setelah transient
iskemia serebral fokal.68,71
II.6.3.PERAN LIMFOSIT
Selain granulosit, sejumlah sel limfosit T dijumpai pada wilayah infark. Pada hari 3
jumlah mereka telah meningkat dan mencapai puncaknya sekitar hari 7 diikuti dengan
penurunan dalam 7 hari kemudian. Sel T sering dijumpi pada zona batas infark. Rekrutmen .
Sel T ke dalam parenkim SSP biasanya diamati pada penyakit autoimun dan inflamasi
namun jarang setelah cedera saraf mekanik Oleh karena itu, respon sel T kemungkinan
bersifat antigen-nonspecifik, dan dipengaruhi oleh peningkatan regulasi molekul adhesi sel.
Sel B baru-baru ini dilaporkan memiliki efek menguntungkan pada otak iskemik sedini 24-48
jam setelah oklusi MCA. Sel B secara substansial meningkatkan infiltrasi berbagai subpopulasi leukosit ke dalam otak, dan mengurangi aktivasi fungsional mereka. Transfer sel B
25

ke otak mengurangi ukuran infark dan produksi sitokin inflamasi oleh sel T perifer.
Mekanisme ini berkontribusi terhadap kerusakan pembuluh darah dan menyebabkan inflitrasi
sel imunitas ke parenkim otak dengan perantaraan peningkatan regulasi chemoattractant dan
molekul adhesi. Limfosit bertugas untuk mengenali molekul MHC kelas II dari mikroglia,
makrofag dan sel dendritik aktif yang menginfiltrasi, karena itu, sel T dan sel B dapat
menangkap antigen dalam jaringan limfoid. Molekul anti-inflamasi, seperti IL-10 dan TGF
, sel Treg dan sel B reg, dapat memiliki peran menguntungkan dengan peredam sitokin
proinflamasi.

Limfosit juga tampak bertanggung jawab pada kerusakan otak iskemia.

Limfosit yang biasanya dikeluarkan dari sistem saraf pusat dalam waktu 24 jam dalam otak
pasca iskemik. gangguan BBB berperan utama pada

masuknya

limfosit, atau adanya

kebocoran otak mengakibatkan transmigrasi limfosit diaktifkan.73


II.7. RESPON IMUNOLOGI PADA STROKE ISKEMIK AKUT
Inflamasi pada stroke iskemik akut akan mengaktifkan sistem imun bawaan dan
adaptif. Sistem imunitas bawaan memberikan respon awal melalui barier fisik dan kimia,
komponen seluler seperti makrofag, neutrofil dan sel-sel pembunuh alami, serta komponen
humoral seperti sistem komplemen, mediator inflamasi, dan sitokin. 78 Pola kerusakan
molekul terkait Stroke akut merangsang kaskade inflamasi dalam pembuluh darah tersumbat,
dinding arteri dan kerusakan parenkim otak sel saraf. Proses iskemia akan menginduksi
inflamasi pada jaringan otak yang berhubungan dengan aktivasi populasi sel kekebalan lokal
berbeda, termasuk sel endothelial, mikroglia / makrofag, dan astrosit. 79 Sel-sel sistem
kekebalan tubuh bawaan menjadi garis pertahanan pertama terhadap cedera otak. Proses
aktivasi ini menyebabkan sintesis, ekspresi, dan / atau sekresi berbagai protein inflamasi
yang menarik dan mengaktifkan leukosit, mediator inflamasi dan faktor sitotoksik yang
berfungsi untuk memperkuat respon inflamasi.80 Dalam mikrosirkulasi serebral, respon
inflamasi ditandai oleh produksi spesies oksigen reaktif, aktivasi faktor transkripsi oksidansensitif (misalnya, NFkB), berkurangnya fungsi sawar darah otak, peningkatan ekspresi
molekul adhesi sel endotel, perekrutan sel inflamasi dan trombosit. 81 Pada studi stroke
eksperimental didapati pemeriksaan histopatologi jaringan otak dijumpai akumulasi neutrofil
di dalam dan di luar dari venula otak setelah iskemia. Munculnya polimorfonuklear leukosit
(PMN) dalam parenkim otak dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah iskemik.82
Leukosit telah terbukti terlibat dalam patogenesis stroke dari sejumlah studi praklinis
dan klinis. Leukosit diproduksi dan berasal dari sel induk hematopoietik multipoten dan
26

dibagi

menjadi

granulosit

(polimorfonuklearleukosit)

dan

agranulosit

(leukosit

mononuklear).82 Granulosit termasuk neutrofil, basofil dan eosinofil sementara agranulocytes


termasuk limfosit, monosit dan makrofag. Fase akut ischemia ditandai dengan produksi
sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF-, dan kemokin termasuk monosit chemoattractant
protein-1 (MCP-1) dan protein inflamasi makrofag (MIP) -1. Mediator ini menginduksi
ekspresi molekul adhesi seperti adhesi sel intraseluler molekul-1 (ICAM-1), E-selektin, Pselectin dan integrin pada sel-sel endotel dan leukosit dan mempermudah transmigrasi
leukosit beredar. Infiltrasi leukosit akan melepaskan beragam sitokin dan kemokin untuk
mengaktifkan sel kekebalan lokal serta mempermudah infiltrasi leukosit sehingga
menyebabkan kerusakan BBB, kematian neuronal dan pembentukan edema. Neutrofil adalah
leukosit pertama yang menyusup ke otak dalam merespon jejas iskemia dan dapat
menyebabkan cedera dengan mengeluarkan mediator inflamasi. Pada studi tikus sel ini
muncul mulai 30 menit sampai beberapa jam setelah timbulnya iskemia dengan puncak pada
24-72 jam dan kemudian berkurang dalam waktu 7 hari di parenkim otak iskemik tikus.

83

Pentingnya infiltrasi neutrofil ke dalam parenkim otak telah dibuktikan dalam sejumlah studi
dan penghambatan infiltrasi neutrofil telah dikaitkan dengan penurunan kerusakan yang
signifikan dalam otak. Monosit / makrofag juga sel-sel kekebalan yang melimpah yang
masuk ke otak setelah iskemia. Beredar monosit terdeteksi di kapiler dari daerah iskemik 4-6
jam setelah timbulnya. Bersamaan, makrofag menyusup ke inti dalam waktu 24 jam dan
bertahan sampai 14 hari. Makrofag berasal dari darah ditemukan berlimpah direkrut ke
daerah iskemik pada hari 3-7 pasca stroke dan berbeda dengan sel mikroglia yang sudah
diaktifkan pada hari 1 setelah onset iskemik.83 Limfosit, terutama limfosit T, merekrut ke
dalam otak pada tahap selanjutnya dari cidera otak. Sel T ditemukan menyusup zona
perbatasan 3 hari setelah peristiwa iskemik dan infiltrasi lebih meningkat antara hari 3 dan 7.
Namun, penelitian lain telah menunjukkan bahwa sel-sel T menumpuk di otak iskemik dalam
waktu 24 jam setelah cedera iskemia / reperfusi. 84
Molekul adhesi berperan penting dalam infiltrasi leukosit ke dalam parenkim otak
setelah stroke yang meliputi tiga langkah utama, menyebabkan bergulirnya leukosit, adhesi
dan

migrasi

leukosit

transendothelial.85

Leukosit

diaktifkan,

terutama

neutrofil,

mengakibatkan kerusakan lebih lanjut dari lesi iskemik melalui mekanisme reperfusi atau
cedera sekunder Interaksi antara leukosit dan endotel pembuluh darah diperantarai oleh tiga
kelompok utama molekul adhesi sel: selectins (P-selektin, E-selectin, dan L-selektin),
imunoglobulin superfamili (antar molekul adhesi, misalnya ICAM-1, 2 dan sel vaskular
27

adhesi molekul-1, atau VCAM-1) dan integrin (CD11a-c).86 Beberapa laporan telah
menunjukkan bahwa hambatan molekul adhesi dapat mencegah leukosit memasuki otak
iskemik, sehingga mengurangi cedera neurologis. Sitokin diregulasi di otak setelah berbagai
jejas termasuk stroke, dan disajikan tidak hanya dalam sel-sel sistem kekebalan tubuh, dan sel
glia dan neuron. Beberapa sitokin, seperti IL-1 dan TNF- dapat memperburuk cedera otak.
Awal setelah terjadinya iskemia, ekspresi gen proinflamasi, termasuk NF-kB, hipoksiainducible factor, dan interferon 1b. Kaskade kejadian ini dimulai dari ekspresi molekul adhesi
(seperti antar dan molekul adhesi vaskular, ICAM dan VCAM, serta selectins), endotel
aktivasi, pro-inflamasi dan pro-trombotik interaksi antara dinding pembuluh darah dan
konstituen mempromosikan thrombogenesis, mikrovaskuler. Penanda serologis inflamasi
termasuk protein C- reaktif dan sICAM telah dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke.
Molekul adhesi diekspresikan oleh endothelium yang berinteraksi dengan reseptor pada
neutrofil untuk mempromosikan mereka masuk ke otak, diikuti oleh makrofag dan monosit.
Respon inflamasi ini, tidak hanya dimediasi oleh sumsum tulang dan sel darah yang
diturunkan tetapi juga oleh sel imunokompeten lokal di otak seperti mikroglia. Sel-sel ini
menyusun hingga 20% dari jumlah sel otak total dan diaktifkan setelah cedera otak di
penumbra. Setelah aktif, sel mikroglia beradaptasi menjadi bentuk 'ameboid' dan
menghasilkan sitokin pro-inflamasi. 87,88
Respon inflamasi pada SSP terjadi mulai 1-2 hari setelah onset penyakit, ditandai
dengan cedera neuronal akut yang ditandai oleh infiltrasi leukosit polimorfonuklear dan
beberapa aktivasi mikroglia yang diikuti dengan infiltrasi jaringan oleh granulosit, limfosit,
dan makrofag, dan fase peradangan kronis (10-53 hari) dengan dominasi infiltrasi limfosit
dan makrofag. Pada fase resorpsi (hari ke 26 setelah onset penyakit), hanya makrofag terlihat
dalam lesi. Aktivasi mikroglia awal diikuti oleh masuknya awal neutrofil, makrofag, dan
pembunuh alami (NK) sel. Infiltrasi limfosit mulai sedikit kemudian, tetapi terjadi dalam 24
jam onset stroke. Peradangan kontribusi terhadap terjadinya lesi Stroke. Bukti dari model
eksperimental Sel-sel sistem kekebalan tubuh bawaan Neutrofil dijumpai paling awal pada
lesi iskemik akut. Infiltrasi maksimum dicapai pada hari 3 diikuti oleh resolusi lambat selama
1 minggu. Pengaruh neutrofil pada infark pembangunan masih kontroversial. Sementara
beberapa studi melaporkan efek merusak, studi

yang lain menunjukkan bahwa deplesi

neutrofil tidak berpengaruh signifikan pada ukuran infark. Selain aktivasi mikroglia,
makrofag menjadi modulator sistem imun yang penting karena sel ini melalui darah
menyusup SSP setelah cedera otak iskemik.89
28

Studi pada tikus setelah dilakukan oklusi arteri serebri media transient (tMCAO)
menemukan bahwa kondisi iskemik akan mengaktifkan sel induk hematopoietik dan
progenitor hematopoietik, terjadi peningkatan produksi leukosit di sumsum tulang yang akan
diedarkan sepanjang sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas sumsum tulang dipengaruhi oleh
adrenergik signaling melalui adrenoreseptor 3 .

Peningkatan sinyal dari sistem saraf

simpatik mengaktifkan aktivitas sel induk hematopoietik di sumsum tulang, meningkatkan


output dari neutrofil dan inflamasi monosit setelah stroke.90
II.8. PERAN NEUTROFIL PADA STROKE ISKEMIK
Neutrofil adalah sel kekebalan pertama yang muncul di otak sebagai respon iskemia
fokal. Setelah oklusi MCA permanen sel-sel tersebut akan masuk ke area infark. Proses ini
memuncak pada 24 jam pertama setelah infark, setelahnya jumlah PMN akan menurun,
namun pada hari ke-7 granulosit terkadang dapat dijumpai. 91 Inflitrasi granulosit didahului
dengan peningkatan ekspresi sitokin atau kemoatraktan yang diinduksi neutrofil. Akumulasi
granulosit intravaskular mengurangi aliran darah pada fase reperfusi dan

berkontribusi

memperluas infark. Infiltrasi neutrofil ke daerah lesi otak iskemik ditunjukkan tidak hanya
pada model binatang namun juga pada pasien stroke. Akumulasi neutrofil di parenkim
iskemik berkorelasi dengan ekspansi infark. Jumlah neutrofil perifer yang

lebih tinggi

dikaitkan dengan keluaran klinis stroke yang lebih buruk. Neutrofil diamati dalam beberapa
jam dan puncaknya pada 1-3 hari setelah iskemia serebral pada studi stroke eksperimental
pada binatang. Studi mendukung gagasan bahwa neutrofil menyusup ke otak terluka lebih
cepat daripada jenis lain dari sel inflamasi perifer. Pola di otak ini meniru respon leukosit
cedera perifer, di mana neutrofil mencari jalan keluar dari pembuluh darah ke jaringan yang
rusak dan dikenal sebagai responden pertama. Pada pasien stroke, neutrofil rekrutmen juga
menunjukkan terjadi dalam waktu 24 jam dari onset gejala. Molekul adhesi selular, termasuk
ICAM-1 dan P-selektin, tampaknya terlibat dalam migrasi neutrofil transendothelial ke dalam
otak yang mirip dengan peran mereka dalam jaringan perifer. Rekrutmen neutrofil juga
terlibat dalam pembentukan edema, kematian sel, dan kehilangan jaringan pada tikus. 92 Pada
model tikus yang mengalami iskemia fokal transien, penghambatan neutrofil oleh pengobatan
dengan antibodi monoklonal anti-neutrofil (RP3) secara signifikan mengurangi ukuran infark
serta pembentukan edema otak. Baik tikus yang mengalami defisiensi ICAM-1 atau Pselektin menunjukkan kurangnya infiltrasi neutrofil serta volume infark yang lebih kecil pada
stroke akut. Kadar MMP-9 yang tinggi setelah stroke baik dalam plasma dan jaringan otak
diduga berpartisipasi dalam respon inflamasi stroke akut. Penelitian saat ini menunjukkan
29

bahwa neutrofil mungkin menjadi sumber utama MMP-9, yang pada gilirannya,
menyebabkan kerusakan BBB, mempromosikan infiltrasi leukosit hematogen dan akhirnya
menyebabkan cedera neuronal.93
Neutrofil memperburuk kerusakan akibat kemokin (sitokin yang diinduksi neutrofil
chemoattractant, Cinc-1) dan molekul adhesi (P-selektin, E-selektin, dan molekul adhesi
intraseluler [ICAM] -1). Ekspresi molekul ini meningkat pada endotelium otak sebagai
respon terhadap iskemia dan mediator inflamasi (, IL-1). Ekspresi CD11a, glikoprotein
leukosit yang mengikat molekul adhesi, membantu infiltrasi mereka melintasi BBB utuh,
juga meningkat pada pasien setelah stroke. Selain kontribusi terhadap inflamasi parenkim,
neutrofil dapat memperburuk kerusakan dengan cara mepengaruhi sel-sel endotel menyumbat
pembuluh dan mengganggu aliran darah dan akibatnya menghambat reperfusi.Neutrofil dapat
memicu kaskade sinyal intraseluler pada sel endotel yang dapat meningkatkan permeabilitas
BBB, memungkinkan sel-sel perifer untuk memasuki situs cedera. Radikal bebas seperti
nitrat oksida dan superoksida diproduksi secara lokal sebagai respon iskemia melalui
mekanisme yang beragam, termasuk disfungsi mitokondria dan aktivasi neutrofil. Neutrofil
berkontribusi signifikan terhadap peradangan iskemik melalui perusakan moekul seluler dan
BBB menyebabkan edema. Produksi radikal bebas meningkatkan ekspresi sitokin,
meningkatkan produksi radikal enzim, seperti nitrat oksida synthase. Aktivitas enzimatik
siklooksigenase (COX) dan fosfolipase juga menginduksi produksi radikal bebas. Aktivitas
fosfolipase A2 menghasilkan asam arakidonat dari membran fosfolipid, dimetabolisme oleh
COX-1 dan -2 untuk menghasilkan prostanoids. COX-1 berperan dalam produksi
prostasiklinyang berfungsi vasodilatasi. Prostaglandin memiliki efek menguntungkan dan
merugikan tergantung pada reseptor yang mereka aktifkan. Misalnya, prostaglandin E2
meningkatkan neurotoksisitas iskemik melalui aktivasi yang receptor EP1 tetapi dapat
memiliki efek perlindungan melalui receptor EP2. Sitokin yang diproduksi di otak seperti IL1, IL-6, dan tumor necrosis factor-a (TNF-a) memiliki efek pleiotropic yang mungkin
menguntungkan atau merugikan tergantung pada sel efektor, konsentrasi sitokin, dan
komposisi ekstraseluler.94,95
Studi lain menunjukkan neutrofil menumpuk di otak sedini 30 menit setelah oklusi
permanen arteri cerebral media (MCAO). Perekrutan neutrofil ke otak iskemik dimulai
dengan neutrofil bergulir pada dinding endotel pembuluh darah yang diaktifkan, dimediasi
oleh selectins, diikuti oleh aktivasi neutrofil, dimediasi oleh integrin dan immunoglobins.96
Neutrofil bertransmigrasi ke dalam parenkim otak, proses difasilitasi oleh gangguan sawar
30

darah otak (BBB). Perekrutan neutrofil dapat menghambat mikrosirkulasi dan mencegah
pemulihan aliran darah otak setelah reperfusi. Penyumbatan ini dapat menyebabkan
kerusakan jaringan lebih lanjut setelah iskemia dan digambarkan sebagai fenomena iskemik
no-reflow. Setelah neutrofil menembus ke otak iskemik akan menyebabkan kerusakan
jaringan dengan melepaskan radikal bebas oksigen dan enzim proteolitik. 96 Deplesi neutrofil,
penghambatan neutrofil adhesi, dan penghambatan fungsi neutrofil terbukti mengurangi
volume infark dan memperbaiki keluaran. Secara signifikan volume infark yang lebih kecil
yang terungkap setelah pemberian IL-10 ke dalam ventrikel lateral model tikus percobaan 30
menit dan 180 menit setelah oklusi MCA.97 Studi lain menunjukkan perekrutan neutrofil
terdeteksi mulai 5 jam setelah stroke, puncak pada 24 jam dan menghilang setelah 72 jam.

98

Perekrutan makrofag dimulai sedikit lebih lama, sekitar 24 jam setelah stroke dan memuncak
pada 48 jam. Makrofag tetap dalam lesi infark lebih lama dari neutrofil, makrofag masih
ditemukan bahkan pada 168 jam setelah stroke pada otak tikus. Molekul inflamasi seperti
TNF-a, IL-1b, IL-6, ICAM-1, Cinc dan MCP-1 juga memiliki karakteristik berbeda, mulai
dari 6 jam sampai 72 jam setelah stroke. 98 Karena sebagian besar molekul inflamasi mencapai
puncaknya tingkat di otak antara 6 dan 72 jam setelah iskemik, kehilangan jaringan otak terus
menerus dapat terjadi selama waktu itu.99
Leukosit polimorfonuklear (PMN) juga berkontribusi terhadap kelainan perfusi pada
sistem mikrovaskuler. Studi pada primata yang dilakukan oklusi MCA didokumentasikan
adanya oklusi apa teritori arteri lenticulostriate dan obstruksi mikrovaskuler mengandung
leukosit PMN dalam waktu 60 menit dari reperfusi MCA yang menunjukkan potensi dan
peran leukosit PMN dalam pembentukan gangguan perfusi mikrovaskuler.100 Aktivasi lekosit
PMN menyebabkan mekanisme obstruksi mikrovaskuler. Penempelan lekosit PMN
dipengaruhi oleh endotelium venular postkapiler dan dimediasi oleh reseptor membran
spesifik terkait grycoprotein, kompleks CDllb / CD18 (Mac-1). Adhesi leukosit PMN endotel
pada sisi venular mungkin telah bertanggung jawab terhadap oklusi pembuluh darah kecil
non kapiler. Obstruksi venula oleh lekosit PMN dapat menyebabkan oklusi retrograde dan
trombosis sekunder beberapa kapiler. Kemungkinan bahwa trombosis dan lekosit PMN
leukosit terjadi di berbagai situs di mikrovaskulatur. Perekrutan neutrofil tidak hanya
tergantung pada proses iskemik tetapi juga penanda cedera reperfusi. Granulosit telah
didokumentasikan pada awal 6 jam setelah iskemia sementara studi klinis lainnya
menyarankan 15 jam sebagai titik waktu paling awal di mana neutrofil mulai muncul di otak
appear. Studi dengan SPECT menunjukkan
31

perekrutan neutrofil tidak terkait dengan

keparahan stroke yang saat onset, atau gejala klinis, , tetapi mungkin terkait dengan perluasan
infark awal.101
.

Neutrofil diketahui menyusup otak iskemik (30 menit sampai beberapa jam dari focal

iskemia serebral), puncak sebelumnya (hari 1-3), dan kemudian berkurang dalam beberapa
hari. Namun, infiltrasi neutrofil dapat lebih dari 3 hari atau lebih lama dalam otak iskemik
setelah iskemik fokal, keberadaan mereka sebagian besar tertutup setelah 3 hari oleh
akumulasi mikroglia / makrofag aktif pada fokus inflamasi. 97 Weston et al. mengamati bahwa
infiltrasi neutrofil ke otak meningkat pada hari pertama, mencapai puncak pada 3 hari, dan
berkurang, terus sampai 7 dan 15 hari setelah iskemia serebral. 94 Sebuah studi baru-baru
menunjukkan bahwa perekrutan sel inflamasi lainnya dapat mendahului infiltrasi neutrofil
dalam merespon iskemia serebral. Penelitian eksperimental pada model binatang, perekrutan
neutrofil di iskemik yang otak terjadi dalam waktu 30 menit sampai beberapa jam dan puncak
di 3 hari pertama. Defisiensi genetik atau blokade antibodi leukosit adhesi molekul (misalnya,
ICAM-1, CD11b / CD18, P-selektin) telah terbukti mengurangi volume infark, edema otak,
defisit neurologis, dan kematian pada model binatang stroke iskemik. Neutrofil menumpuk
intensif di daerah infark serebral manusia, dan akumulasi ini berkorelasi dengan keparahan
kerusakan jaringan otak dan keluaran neurologis buruk setelah stroke iskemik. Selanjutnya,
jumlah leukosit dan neutrofil jumlah meningkat dalam 3 hari pertama setelah onset gejala
pada pasien stroke, dan ini berhubungan dengan volume infark akhir yang lebih besar (pada
CT dan MRI) dan peningkatan keparahan stroke.91

Mekanisme neutrofil ini dalam

menyebabkan kerusakan termasuk: produksi ROS berlebihan, seperti superoksida dan asam
hipoklorit melalui NADPH oksidase dan MPO; pelepasan berbagai sitokin proinflamasi (IL1, IL-6, TNF-a) dan kemokin (MCP-1, MIP-1_, IL-8); pelepasan elastase dan MMPs
(terutama MMP-9); dan meningkatkan ekspresi leukosit _2- integrin (Mac-1, LFA-1) dan
adhesi molekul (PSGL-1, L-selektin).89 Dengan mekanisme ini, infiltrasi neutrofil
memperkuat respon inflamasi otak yang mungkin memperburuk cedera otak iskemik lanjut.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa infiltrasi neutrofil mungkin berperan dalam
patogenesis stroke iskemik pada individu dengan peradangan sistemik. Infiltrasi neutrofil
merupakan sumber utama MMP-9 di otak iskemik pada Tikus setelah dilakukan MCAO.99
Akumulasi neutrofil menumpuk di jaringan otak setelah stroke dan neutrofil count
perifer telah terbukti berkorelasi dengan derajat keparahan stroke. Neutropenia menurunkan
volume infark dan tanda-tanda lain dari cedera otak pada model binatang dari iskemia otak.
Deplesi neutrofil terbukti meningkatkan pemulihan neuronal dan perfusi serebral yang terjadi
32

akibat iskemia.

infiltrasi neutrofil di jaringan otak iskemik berpotensi merusak akibat

fagositosis jaringan infark oleh makrofag. Akumulasi neutrofil, IL-8 meningkatkan risiko
obstruksi mekanik pada mikrosirkulasi pada kapiler dengan cara dampak rheologi, dan
sekresi radikal bebas oksigen, dan enzim dari neutrofil seperti protease, gelatinase, dan
kolagenase, yang menyebabkan kerusakan jaringan. IL-8 dan neutrofil berperan dalam
augmentasi kerusakan iskemik dan luasnya lesi, dan tingginya IL-8 berkorelasi dengan lesi
pada SSP. Studi menunjukkan bahwa lokalisasi lesi tidak berdampak pada sekresi IL-8.97
II.9. Keluaran Klinis Stroke Iskemik
Stroke dianggap sebagai penyakit yang paling sering menimbukan kecacatan. 102
Keluaran klinis ditentukan dari beberapa faktor, pasien dengan infark lakunar memiliki
keluaran yang lebih baik dalam berbagai dimensi QL baik pada pasien dengan kortikal
atau subkortikal stroke.90 Lesi hemisfer sisi kiri dan sisi kanan nampaknya memiliki efek
yang sama pada berbagai dimensi QL selama 6 bulan setelah stroke dengan satu
pengecualian yang jelas: dimensi komunikasi adalah lebih sering terganggu pada pasien
dengan lesi sisi kanan. Faktor-faktor risiko stroke yang lebih besar seperti derajat
keparahan saat masuk, infark pada sirkulasi anterior,Barthel Indeks kurang dari 5,
Glasgow Coma Skor skala kurang dari 9, infark di wilayah arteri serebri, media, usia tua,
fibrilasi atrium, jenis kelamin wanita, makan dengan NGT, dan riwayat gagal jantung.
Adanya pneumonia, ventilasi mekanis, infark basal ganglia non-lakunar, disfagia, skor
NIHSS dari 10 atau lebih, dan X-ray dada yang tidak normal saat masuk. Prediktor
infeksi yang paling konsisten dilaporkan pasca stroke infeksi termasuk menjadi tua,
derajat keparahan stroke yang lebih berat,infark pada sirkulasi anterior, dan disfagia.103
Pada kasus stroke Iskemik, volume infark diyakini menjadi parameter penting
menentukan defisit neurologis dan keluaran fungsional. Oleh karena itu, volume infark dapat
berfungsi sebagai prediktor tingkat keparahan defisit neurologis seperti paresis dan keluaran
fungsional seperti ketergantungan aktivitas sehari-hari. Sejak akhir 1980-an, banyak indeks
telah dikembangkan dan digunakan untuk evaluasi keluaran pasien stroke. Skala ini sebagai
alat bantu tidak hanya manajemen klinis tetapi juga penelitian atau pemeriksaan medis. Skala
ini juga berguna untuk menilai keluaran pada banyak kondisi yang berbeda, terutama
kemampuan untuk hidup mandiri. Selain itu, sebagian besar dari skala ini mengukur
independensi dalam ADL dengan cara yang sama.102

33

Dalam uji klinis, Indeks Barthel (BI) dan Skala Rankin Modified (MRS) yang biasa
digunakan untuk menilai keluaran klinis. BI dianggap sebagai skala kecacatan yang dapat
diandalkan untuk pasien stroke. BI terdiri atas beberapa Item dapat terbagi menjadi kelompok
yang berhubungan dengan perawatan diri (makan, grooming, mandi, berpakaian, usus dan
kandung kemih perawatan, dan menggunakan toilet) dan terkait dengan mobilitas (ambulasi,
transfer, dan memanjat tangga). Nilai maksimal adalah 100 yang, menunjukkan bahwa pasien
sepenuhnya independen dalam fungsi fisik. Nilai terendah adalah 0, mewakili keadaan
terbaring di tempat tidur benar-benar tergantung. MRS lebih mengukur kemandirian daripada
kinerja tertentu, adaptasi mental serta fisik pada defisit neurologis digabungkan. Skala terdiri
dari 6 kelas, 0-5, dengan 0 sesuai dengan gejala dan 5 sesuai dengan cacat berat. Meskipun
kedua skala mudah digunakan dan dapat diandalkan, namun belum ada konsensus tentang
bagaimana skala ini harus digunakan untuk menentukan hasil dalam uji klinis.104
BI adalah skala yang paling sering digunakan paling umum untuk menilai aktivitas
hidup sehari-hari. Namun, kriteria untuk mengklasifikasikan pasien dengan hasil yang
menguntungkan bervariasi. Granger dkk menemukan bahwa skor 60 adalah rerata penting di
mana pasien benar-benar bebas dari ketergantungan. Dalam istilah praktis, dengan skor 60,
sebagian besar pasien dapat bergerak tanpa bantuan, kontrol sfingter, makan, dan toilet
pribadi. Skor dari 85 biasanya berhubungan dengan ketergantungan minimal. Ini berarti
bahwa mayoritas pasien bisa mendapatkan berpakaian dan berpindah dari kursi ke tempat
tidur tanpa bantuan. Pemilihan skala tertentu tergantung pada jenis kondisi yang mendasari.
Pemilihan skala membutuhkan standardisasi antara penguji dan lembaga yang berbeda. Dua
elemen yang penting untuk memilih skala hasil. Pertama, kriteria dalam skala harus sesuai
dengan tujuan pengguna agar tidak menyebabkan hasil yang salah, kedua, skala harus handal,
valid, dan tepat responsif. Dasar ADL mencakup semua keterampilan perawatan diri yang
diperlukan untuk kemerdekaan pribadi: makan, berpakaian, mandi, dandan, toilet, penahanan,
transfer,

dan mobilitas. Jadi skala yang berbeda yang berusaha untuk mengevaluasi

kemampuan ini fungsional harus dapat menilai perkembangan pasien dengan keandalan yang
baik dan validitas.104

II.9.1.Indeks Barthel
Indeks Barthel, adalah skala ADL yang digunakan dalam pasien stroke di seluruh
dunia dibuat pertama kali oleh Mahoney dan Barthel pada tahun 1965 dan disederhanakan
34

oleh Collin Tahun 1988. Indeks ADL ini awalnya dikembangkan untuk mengukur
kemajuan dalam perawatan diri dan mobilitas pasien di rehabilitasi. Dirancang untuk
pasien dengan gangguan neuromuskuler atau muskuloskeletal, juga diterapkan untuk
memantau pasien stroke. Skala ini merupakan skala yang sangat baik untuk mengukur
keluaran pasien stroke untuk jangka panjang. Skala ini terdiri lebih dari 20 skala ADL,
Skala ini terdiri dari 10 item yang terdiri atas inkontinensia uri dan alvi, berdandan,
pamakaian toilet, makan, transfer, mobilitas, ganti baju, tangga, dan mandi. Pasien dinilai
dalam tiga kategori respon: "tergantung," "membutuhkan bantuan," dan Independen."
Tiap item dibagi menjadi lima poin, berdasarkan jumlah bantuan dan waktu yang yang
dibutuhkan dalam memberikan bantuan. Jadi nilai barang dapat berkisar dari 0 (benarbenar tergantung) untuk skor maksimal 100 yang menunjukkan fungsi normal. Skor 60
atau lebih adalah tanda relatif pasien tidak tergantung dan dengan 75 poin pasien dapat
dianggap cukup independen. Skor lebih dari 60 adalah titik cutoff di mana pasien stroke
yang bisa hidup di rumah dengan bantuan pasangan atau pengasuh. Indeks Barthel <60
atau skala Rankin yang dimodifikasi> 3. Skor 100 poin berarti pasien independen dalam
kegiatan sehari-hari tetapi tidak berarti bahwa pasien dapat hidup sendirian. Dia mungkin
tidak bisa memasak atau menjaga rumah misalnya, namun ia mampu bergaul tanpa
perawatan petugas. Selain itu, indeks ini sangat berguna untuk pasien dengan kondisi
yang cukup parah. Penilaiannya dapat dilakukan oleh siapa saja yang akrab dengan ADL
pasien. Kerugian dari skala ini adalah bahwa hal itu tidak mengambil aspek kognitif,
fungsi sosial, berfungsi, atau kegiatan rumah tangga.103
Indeks Barthel merupakan Indeks Kegiatan Sehari-hari telah digunakan sejak 1955. Pada
awalnya dimaksudkan sebagai indeks sederhana yang digunakan untuk mengukur
kemampuan pasien dengan gangguan neuromuskuler atau muskuloskeletal dalam merawat
dirinya sendiri. Indeks Bartel merupakan ukuran yang paling banyak digunakan untuk
menilai kecacatan fungsional. BI sangat sederhana, terdiri dari 10 kegiatan umum sehari-hari
hidup (ADL) kegiatan, diberikan melalui pengamatan langsung. Indeks ini

menilai

ketergantungan dan memberikan skor secara subyektif. (awalnya diterapkan untuk


mencerminkan perawatan dan penerimaan sosial). Delapan dari sepuluh item merupakan
kegiatan yang berhubungan dengan perawatan pribadi; sisa 2 terkait dengan mobilitas. Indeks
menghasilkan skor total 100 - semakin tinggi skor, semakin besar tingkat kemandirian
fungsional. Pemeriksaan BI dapat memerlukan waktu sekitar 2-5 menit dengan pengamatan
langsung. Tidak memerlukan pelatihan khusus bagi penilainya. Satu studi telah menunjukkan
35

BI untuk sama-sama dapat diandalkan bila dilakukan oleh individu terampil dan tidak
terampil individu. Keuntungan yang paling jelas dari BI adalah kesederhanaan dan
kemudahan dalam melakukan penilaian. Ketergantungan pada informasi yang dikumpulkan
selama pemeriksaan fungsional,

kenyamanan dan efektivitas biaya dalam penilaian

longitudinal. IB telah digunakan secara luas tanpa penurunan kehandalan atau validitas yang
signifikan.

Keterbatasan paling umum dari BI adalah ketidakpekaan dan kurangnya

kelengkapan dilaporkan relatif besar. BI ditemukan memiliki persentase lebih tinggi secara
signifikan dari pasien stroke yang mencetak nilai maksimum (100) Duncan dkk (1997)
menunjukkan bahwa, di antara pasien pulih dari stroke ringan atau TIA mendapat skor 100 di
BI. Namun, Wade dan Collin (1988) menunjukkan bahwa BI mungkin tidak dapat
mendeteksi perubahan dalam individu yang independen, ia mampu mendeteksi ketika pasien
membutuhkan bantuan. Perbedaan ini mungkin, penulis menunjukkan, memiliki lebih penting
untuk praktek klinis dari penelitian. Selain kritik mengenai kurangnya respon dan ceilling
effect signifikan, masalah telah dicatat berkaitan dengan dikotomisasi khas untuk BI. Aspek
dikotomisasi mengurangi informasi hasil dan membatasi kemampuan skala untuk mendeteksi
pergeseran kecacatan signifikan. Quinn dkk (2011) mengidentifikasi cut-off paling umum
untuk menentukan "hasil baik" poin> 95. Barthel yang dimodifikasi dikembangkan oleh
Collin dan Wade (1988) yang mempertahankan konten setara dengan skala asli, tapi
memberikan revisi untuk mencetak gol sehingga skor skala total 0-20. Dalam kasus versi 20point, 19 / 20 telah digunakan untuk menandakan mandiri. Kwon dkk (2004) baru-baru ini
berusaha

untuk

menggunakan

Skala

Rankin

Modified

sebagai

referensi

untuk

menerjemahkan skor BI ke tingkat kecacatan dan menetapkan bahwa skor BI bisa


dikategorikan dalam hal 4 tingkat MRS (MRS (0,1,2), MRS 3, MRS 4 dan MRS5). Para
penulis melaporkan bahwa cut-off skor BI dari 95 berhubungan dengan MRS 1 dengan
sensitivitas 85,6% dan spesifisitas 91,7%. MRS2 dan MRS3 sama berhubungan dengan cutoff skor BI dari 90 (sensitivitas = 90,7%, sensitivitas 88,1%) dan 75 (sensitivitas = 95,7%,
spesifisitas 88,5%).103
II.9.2. modified Rankin scale
Skala Rankin yang dimodifikasi (mRS) adalah skala yang digunakan untuk menilai
fungsi global pada pasien stroke. mRS adalah skala ordinal didefinisikan secara luas skor dari
0 (tidak ada gejala sisa dari stroke) ke 5 (terbaring di tempat tidur) dan 6 untuk kematian.
Meskipun divalidasi, mRS mengandung subjektivitas yang melekat mengakibatkan
reliabilitas suboptimal. smRSq menunjukkan keandalan yang baik, korelasi dengan kualitas
36

hidup, dan waktu penyelesaian rata-rata 1,5 menit. Untuk lebih memvalidasi kuesioner SMR,
kami membandingkannya di sini dengan prediktor keluaran fungsional setelah stroke, tingkat
keparahan awal stroke ditunjukkan oleh Skala Stroke NIH (NIHSS). Analisis kami
menunjukkan korelasi yang baik antara NIHSS awal dan skor smRS. Dalam uji klinis,
Barthel Index (BI) dan Skala Modified Rankin (MRS) biasa digunakan untuk menilai
keluaran fungsional. BI dikembangkan dan dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai teknik
scoring yang mengukur kinerja pasien dalam 10 kegiatan kehidupan sehari-hari. BI dianggap
skala untuk menilai kecacatanyang dapat diandalkan untuk pasien stroke. Item dapat dibagi
menjadi kelompok yang berhubungan dengan perawatan diri (makan, grooming, mandi,
berpakaian, usus dan perawatan kandung kemih, dan menggunakan toilet) dan kelompok
yang berhubungan dengan mobilitas (ambulasi, transfer, dan memanjat tangga). Skor
maksimal adalah 100 jika kenaikan 5-titik yang digunakan, menunjukkan bahwa pasien
sepenuhnya independen dalam fungsi fisik. Skor terendah adalah 0, mewakili terbaring di
tempat tidur benar-benar tergantung orang lain.

MRS mengukur kemandirian daripada

kinerja pasien. Dengan cara ini,adaptasi mental serta fisik serta defisit neurologis
digabungkan. Skala terdiri dari 6 kelas, 0-5, dengan 0 sesuai dengan gejala dan 5 sesuai
dengan berat kecacatan. Meskipun kedua skala yang mudah digunakan dan memiliki tingkat
kehandalan yang baik rupanya ada ada konsensus tentang bagaimana skala ini harus
digunakan untuk menentukan hasilnya pada uji klinis. BI adalah digunakan skala yang paling
umum untuk menilai aktivitas hidup sehari-hari. Granger dkk menemukan bahwa skor 60
adalah rerata penting di mana pasien bergerak tanpa dibantu Dalam istilah praktis, dengan
skor 60, sebagian besar pasien independen untuk kegiatan pribadi, seperti bergerak tanpa
bantuan, kontrol sfingter, makan, dan menggunakan toilet. Skor dari >85 biasanya dikaitkan
dengan kebebasan dengan bantuan minimal. Hal ini berarti bahwa mayoritas pasien bisa
berpakaian dan berpindah dari kursi ke tempat tidur tanpa bantuan. Kay dkk menemukan
bahwa skor 85 berhubungan dengan keadaan di mana pasien membutuhkan bantuan dalam
melakukan kegiatan hidup sehari-hari dengan sensitivitas 94% sampai 95% dan spesifisitas
dari 80% menjadi 86%.103
Skala ini awalnya dikembangkan pada tahun 1957, merupakan skala hasil peringkat
global untuk pasien pasca stroke Skala diklasifikasikan 1-5 berdasarkan tingkat kemandirian
dengan mengacu kegiatan pra-stroke dan kinerja yang terlihat dari tugas-tugas tertentu.
Dengan mengacu pada tingkat pra-stroke kemandirian, keterbatasan yang ada sebelumnya
diperhitungkan. Skor 1 menunjukkan tidak ada cacat yang signifikan dan 5 tingkat yang
37

paling parah cacat. van Swieten dkk. (1988) memperluas sistem peringkat dengan
menyertakan 0; tidak ada gejala. Penilaian Skala Rankin adalah melalui proses wawancara
yang dipandu. Keuntungan Skala Rankin yang dimodifikasi adalah, waktu ukuran efisien
sangat sederhana dengan keandalan dipelajari dengan baik digunakan untuk mengkategorikan
tingkat hasil fungsional. Karena itu, layak untuk digunakan dalam uji coba besar. De Haan et
al. (1993) menunjukkan bahwa nilai skala mungkin berupa dikotomisasi (0-3 = ringan sampai
sedang cacat & 4-5 = cacat berat) untuk tujuan perbandingan dalam mengevaluasi efektivitas
intervensi. Keterbatasannya adalah Sifat subjektif dari skor dan kurangnya kriteria yang jelas
yang digunakan untuk menetapkan nilai dapat mengurangi keandalan skala. Disarankan
bahwa menggunakan skor BI untuk menghasilkan Rankin nilai bisa meningkatkan
kehandalan Selain itu, penggunaan istilah "tanpa bantuan" yang bermasalah. Tidak ada
indikasi apakah ini mungkin termasuk bantuan alat-alat bantu atau modifikasi lingkungan
atau teknik kompensasi lain yang dapat memungkinkan penderita stroke untuk meningkatkan
kinerja kegiatan sehari-hari. Quinn dkk.(2007) menggambarkan pengembangan paket
pelatihan dan sertifikasi untuk MRS tersebut. Meskipun skala ini mungkin cocok untuk
pengelompokan dikotomi, tidak ada gunanya standar atau konsisten di mana hal ini. Duncan
dkk (2001) melaporkan bahwa 62% pasien termasuk dalam studi mereka yang mengalami
pemulihan ditunjukkan adanya pergeseran dari satu atau lebih Rankin nilai dalam 3 bulan
pertama setelah stroke. Jika pergeseran ini adalah antara nilai 1 dan 0 atau antara 4 dan 5,
misalnya, tidak ada perubahan akan dilaporkan menggunakan sistem dikotomisasi dari hasil
di mana hasil yang menguntungkan didefinisikan sebagai MRS = 0,1,dan 2 dan
menguntungkan sebagai MRS = 3, 4 atau 5. Disarankan bahwa transisi di Rankin nilai
mungkin lebih tepat dalam penilaian manfaat intervensi. Skala Rankin alat yang sangat
sederhana, berguna untuk kategorisasi menurut kecacatan fungsional. Hal ini mudah
dipahami dan cocok untuk dikotomisasi. Namun, tidak ada titik standar untuk ini harus
dilakukan sehingga membatasi perbandingan. Penggunaan wawancara terstruktur dapat
meningkatkan kehandalan. Penilaian Rankin dengan wawancara terstruktur berlangsung
sekitar 15 menit. Kelayakan: MRS adalah waktu yang efisien dan tidak memerlukan
peralatan atau pelatihan khusus.102

II.9.3. Penilaian Derajat Keparahan Stroke


Keluaran klinis penderita stroke dipengaruhi oleh keparahan stroke saat onset, lama
tinggal, perkembangan defisit, dan pemulihan. NIH Stroke Scale (NIHSS) adalah skala
38

derajat beratnya stroke yang telah divalidasi dan

umum digunakan yang terdiri dari

rangkuman skor dari unsur-unsur individual dari pemeriksaan neurologis. Meskipun NIHSS
dilaporkan dapat diandalkan dan berlaku untuk scoring retrospektif. Sejumlah penelitian telah
menemukan bahwa tingkat keparahan awal stroke adalah prediktor kuat dari keluaran klinis,
termasuk mortalitas, lama menginap, dan keluaran fungsional. Sistem penilaian NIHSS dapat
digunakan untuk menilai kondisi pasien dan memprediksi prognosis pada pasien dengan
infark serebral akut. Beberapa studi menunjukkan bahwa kematian pasien dengan infeksi
paru-paru 3 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa infeksi dalam waktu 30 hari setelah
onset. Studi ini menunjukkan bahwa infeksi saluran kemih selama rawat inap secara
independen terkait dengan keluaran klinis dalam 3 bulan setelah onset penyakit. Ishihara et al
[14] menemukan bahwa kadar glukosa darah puasa yang dikombinasikan dengan jumlah
lekosit dapat memprediksi prognosis stroke. Kesimpulannya, skor NIHSS pada masuk,
glukosa darah puasa, dan jumlah lekosit adalah faktor independen yang menentukan keuaran
stroke pada 3 bulan setelah stroke.102
National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) dipilih dalam menilai derajat
keparahan

stroke akut. Skala ni dikembangkan untuk mengukur hasil neurologis dan

pemulihan pada pasien stroke. NIHSS mengukur skala keseluruhan gangguan neurologis
impairment. NIHSS adalah salah satu instrumen pengukuran klinis yang paling dapat
diandalkan dan valid pada stroke, dan skala itu terbukti sangat berkorelasi dengan BI, mRS
dimodifikasi, dan Glasgow Outcome Score (GOS) pada 90 hari pertama. National Institutes
of Health Stroke Scale (NIHSS) dalah ukuran dari tingkat keparahan gejala yang
berhubungan dengan infark serebral dan digunakan sebagai ukuran kuantitatif defisit
neurologis pasca stroke. NIHSS adalah skala komposit yang berasal dari item yang muncul di
Toronto Stroke Scake, yang Oxbury Perdana Severity Scale, Skala Stroke Cincinnati dan
Coma Scale Edinburgh-2. Item tambahan yang dipilih berdasarkan keahlian klinis peneliti
dari studi penanganan stroke NINDS. NIHSS terdiri dari 15 item yang digunakan untuk
menilai keparahan penurunan kesadaran, kemampuan untuk menjawab pertanyaan dan
mematuhi perintah-perintah sederhana, respon papiler, penyimpangan tatapan, luasnya
hemianopsia, facial palsy, resistensi terhadap gravitasi di tungkai lemah, refleks plantar,
ataksia tungkai, gangguan sensorik, mengabaikan visual, dysarthria dan keparahan afasia.
Item yang dinilai pada skala ordinal 3 atau 4 titik di mana 0 mewakili ada penurunan. Total
skor berkisar dari nilai 0 - 42. Nilai tinggi mencerminkan keparahan yang lebih besar.
Keparahan stroke yang dapat dikelompokkan atas dasar skor NIHSS sebagai berikut:> 25 =
39

sangat memutuskan, 15-24 = parah, 5-14 = ringan sampai cukup parah dan 1-5 = gangguan
ringan. Brott dkk. (1989) melaporkan waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah 6,6
menit lebih dari 48 pemeriksaan menggunakan NIHSS.103
Keuntungan NIHSS adalah baik, cepat dan sederhana. Penggunaan NIHSS tidak
terbatas pada bidang neurologi. Kerr dkk tahun 2012 menemukan bahwa NIHSS sensitif
untuk melihat perubahan sedini setelah 7 hari pasca stroke. Keterbatasan NIHSS bahwa
tergantung pada penggunaan penilainya. Kesulitan menilai item "ataksia tungkai" telah
dilaporkan berulang kali dan telah direkomendasikan bahwa item ini dipertimbangkan untuk
penghapusan. Skala ini tidak terlalu sahih dalam menilai defisit

terkait dengan stroke

sirkulasi posterior. NIHSS dapat mendukung penilaian stroke otak kiri; 7 dari 42 poin yang
mungkin terkait dengan fungsi bahasa sementara hanya 2 poin menggambarkan fungsi yang
diabaikan. Skala ini dtidak direkomendasikan untuk evlaluasi secara retrospektif.103

KERANGKA TEORI
RESPON INFLAMASI
STROKE ISKEMIK AKUT
40

NIHSS AWAL

AKTIVASI MIKROGLIA

INFEKSI SAAT MASUK

STROKE PERTAMA / BERULANG

KADAR SITOKIN
PROINFLAMASI

KELAINAN METABOLIK: DM, GANG


ELEKTROLIT, SAKIT JANTUNG, GINJAL

AKTIVASI LEKOSIT
SIRKULASI PERIFER

LAMA PERAWATAN/ KOMPLIKASI


SELAMA PERAWATAN

JUMLAH SEL NEUTROFIL


PERIFER

RIW TRAUMA KEPALA

JUMLAH SEL NEUTROFIL DI


SSP

USIA
VOLUME/ JUMLAH
NEURON YANG MATI

KEGANASAN HEMATOLOGI
KELAINAN SSP: TUMOR,
INFEKSI

KELUARAN KLINIS / DERAJAT


BERAT
(NIHSS)

KELUARAN FUNGSIONAL /
DERAJAT DISABILITAS
(modified Rankin Scale)

KERANGKA KONSEP
Jumlah neutrofil pasien
stroke iskemik akut onset
hari 1-3

Keluaran
Klinis
41

Keluaran
Fungsional

USIA
KELAINAN DARAH
MENDAPAT KOMPLIKASI
INFEKSI SAAT
PERAWATAN

DIABETES
MELITUS
GANG
ELEKTROLIT
PENYAKIT
JANTUNG
PENYAKIT GINJAL

HIPOTESIS
HIPOTESIS MAYOR
Terdapat hubungan antara antara jumlah leukosit dengan keluaran klinis dan fungsional
stroke
HIPOTESIS MINOR
Terdapat hubungan antara jumlah neutrofil pasien stroke iskemik onset < 72 jam dengan
keluaran klinis
Terdapat hubungan antara jumlah neutrofil pasien stroke iskemik onset < 72 jam dengan
keluaran klinis

42

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1.Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Ilmu Penyakit Saraf.
III.2.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di instalansi rawat inap SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP Dr.
Kariadi Semarang , RSUD Ketileng, RS dr Adhyatma Semarang mulai dari.... sampai
selesai
III.3. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan kohort
prospektif
SUBYEK STROKE
ISKEMIK
MEMENUHI
KRITERIA INKLUSI

HARI KE 7

MASUK
KE RS

UKUR
NIHSS
(2)

UKUR
NIHSS
(1)

UKUR
mRS

UKUR
JUMLAH
NEUTR
OFIL
Bagan . Rancangan Penelitian

43

3.4. Populasi dan Subyek Penelitian


3.4.1 Populasi target
Populasi target adalah pasien stroke infark. akut
3.4.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah pasien pasca stroke infark akut yang dirawat di
RSUP Dr. Kariadi Semarang, RSUD Ketileng Semarang dan RS dr Adhyatma
Semarang
3.4.3 Subyek penelitian
Subyek adalah pasien yang didiagnosis pasca stroke infark akutyang dirawat di
instalansi rawat inap SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang ,
RSUD Ketileng Semarang dan RS dr Adhyatma Semarang
dan memenuhi kriteria inklusi.
3.4.3.1 Kriteria inklusi
1. Pasien stroke infark akut pertama kali yang telah dibuktikan dengan
pemeriksaan CT scan otak.
2. Ketika masuk tidak demam
3. Setuju ikut penelitian
1.4.3.2 Kriteria eksklusi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pasien dengan TIA


Pasien Stroke infark berulang
Pasien stroke perdarahan
Pasien meninggal sebelum hari ke 7
Pasien dengan kelainan darah
Pasien dehidrasi

3.4.4 Sampel penelitian


Sampel penelitian adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
3.5. Besar Sampel

44

Besarnya subyek penelitian ditentukan secara consecutive sampling yaitu semua


pasien yang telah diseleksi dengan kriteria inklusi dan eksklusi dari periode .......................
Adapun dasar penentuan besar sampel dihitung dengan rumus sampel:.........................
3.6. Variabel Penelitian

Variabel bebas
: jumlah neutrofil pasien stroke infark akut onset < 72 jam
Variabel tergantung : NIHSS dan modified Rankin Scale
Variable perancu
: usia, hipertensi, diabates mellitus, sakit jantung, infeksi selama
perawatan

3.7. Batasan Operasional


NAMA
VARIABEL

BATASAN /
DEFINISI

CARA UKUR

FREKUENSI
TERKENA
STROKE
ISKEMIA

Berapa kali
terkena stroke
infark

KELUARAN
KLINIS

Derajat beratnya
stroke dinilai
pada pada saat
masuk dan hari
ke 7
Dihitung
bedanya

Dari anamesa Stroke infark


di buktikan
pertama
dengan CT
Stroke infark
scan kepala
berulang
polos
Beda NIHSS
Membaik
saat masuk
Menetap
dengan NIHSS Memberat
hari ke 7

KELUARAN
FUNGSIONA
L

Kemampuan
melakukan
aktivitas seharihari pada hari ke
7

Modified
Rankin Scale

KATEGORI

45

Skor 0:normal
Skor 1:disabilitas
sangat ringan
Skor 2:
disabilitas ringan
Skor 3:
disabilitas
sedang
Skor 4:disabilitas
sedang berat
Skor 5:
disabilitas berat
Skor
6:meninggal

SKALA
VARIAB
EL
Ordinal

Ordinal

Ordinal

JUMLAH
NETROFIL

Jumlah netrofil
absolut pada
hitung jenis
Lekosit darah
tepi

USIA

Usia pasien saat


terkena stroke
Adanya kelainan
jumlah lekosit
darah yang
disebabkan
selain infeksi,
misalnya
leukimia
Dijumpai infeksi
yang didapat
saat perawatan
misal
pneumonia, ISK
Kelainan
metabolisme
glukosa ditandai
adanya
hiperglikemia
akibat gangguan
pankreas atau
resistensi insulin

KEGANASA
N
HEMATOLO
GI

KOMPLIKASI
SAAT
PERAWATA
N
DIABETES
MELITUS

Hipertensi

Kriteria JNC VII:


TD sistolik >
140 mmHg
TD diastolik >90

Di ambil dari
Jumlah neutrofil .....
darah vena
ribu / mmk
dengan
antikoagulan
pada pasien
stroke onset
hari ke I-3
Diperiksa di
Lab
Anamnesa dan ..... tahun
Lihat KTP
Anamnesa,
Ada keganasan
pemeriksaan
hematologi
fisik dan
Tidak ada
penunjang
keganasan
hematologi

Catatan medis
harian
(anamnesa, PF,
laboratorium)

Perkeni
Konsensus
Pengendalian
dan Pencegahan
Diabetes
Mellitus Tipe2 di
Indonesia 2011

Rasio

Rasio
Ordinal

Ada komplikasi
medis
Tidak ada
komplikasi

Ordinal

Diabetes
Bukan diabetes

Ordinal

Ordinal

Ditemukan
adanya
keluhan klasik:
poliuri,
polidipsi, dan
polifagi ,
penurunan BB
yang belum
jelas sebabnya
GDS > 200
mg/dL
Atau GDP
126 mg/ dL

Pengukuran
dengan
Sfignomanomete
r air raksa
46

Hipertensi
Bukan
hipertensi

Dislipidemi
a

GANGGUAN
ELEKTROLIT

GANGGUAN
FUNGSI
GINJAL

mmHg
NCEP-ATPIII:
Peningkatan
atau penurunan
kadar fraksi lipid
plasma
Kholesterol
total > 200
mg/dL
Trigliserida >
150 mg/dL
LDL> 130
mg/dL
HDL <45
md/dL
Kelainan kadar
elektrolit serum
Na : <
136
mmol/L
atau >
145
mmol/L
K: < 3,5
mmol/dL
atau >5,1
mmol / L
Peningkatan
parameter
fungsi ginjal,
tanpa
memandang
sebabnya:
Ureum >
45 mg/ dL
Creatinin
> 1,3
mg/dL

2 kali
Darah vena
diperiksa di
laboratorium
RSDK

Darah vena
yang diperiksa
di lab RSDK

Dislipidemia
Bukan
dislipidemia

Ordinal

Ada
gangguan
elektrolit
Tidak ada
gangguan
elektrolit

Ordinal

Ada
gangguan
fungsi ginjal
Tidak ada
gangguan
fungsi ginjal

Ordinal

Darah vena
yang diperiksa
di lab RSDK

3.8. Cara Penelitian


Pencarian subyek penelitian dilakukan di instalansi rawat inap SMF Ilmu Penyakit
Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang, RS dr Adhyatma Semarang dan RSUD Ketileng

47

Semarang. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi, diberikan penjelasan dan informed
consent.
Pada saat datang pasien diukur derajat keparahannya dengan skor NIHSS dan kadar
neutrofil darahnya. Sampel darah diambil sebanyak 5 cc dengan antikoagulan. Pasien diberi
tatalaksana sesuai dengan protap Stroke Infark
Pada hari ke 7 pasien di ukur ulang derajat beratnya dengan Skor NIHSS dan derajat
disabilitasnya dengan skor modified Rankin Scale
Pasien yang meninggal atau pulang sebelum hari ke 7 diekslusi dari peneitian.
3.9. Alur Penelitian

Pasien stroke infark akut onst < 72 jam yang


memenuhi kriteria inklusi
Hari I: periksa NIHSS dan jumlah neutrofil
kriInklusi
Pasien dikelola sesuai protap Sroke
Infark

Hari Perawatan ke 7: pemeriksaan


NIHSS ulang dan mRS

Pengumpulan data

Analisa data

Hasil penelitian

Gambar . Alur Penelitian


48

3.10. Analisa Data

Data yang diperoleh dilakukan cleaning, coding, dan tabulasi , selanjutnya dientry
dalam komputer. Data diolah dengan program SPSS for Window versi 16...........................
3.11. Etika Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan akan dimintakan persetujuan dari Komisi Etik
Penelitian Kedokteran FK UNDIP/RSDK. Seluruh biaya yang berhubungan dengan
penelitian akan ditanggung oleh peneliti. Persetujuan keluarga akan dimintakan dalam bentuk
informed consent tertulis. Pasien atau keluarga berhak menolak untuk diikutsertakan dalam
penelitian tanpa ada konsekuensi apapun. Identitas pasien akan dirahasiakan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Caplan LR. Navigating the Complexities of Stroke. New York: Oxford University
Press; 2013
2. Caplan LR. Stroke. New York: Demos Medical Publishing; 2006.
3. Woodruff TM, Thundyil J, Tang SC, Sobey CG, Taylor SM, Arumugam TV.
Pathophysiology, treatment, and animal and cellular models of human ischemic
stroke. Molecular Neurodegeneration 2011, 6:11:1-18
Available from URL http://www.molecularneurodegeneration.com/content/6/
4. Brouns R, Deyn PPD. The complexity of neurobiological processes in acute ischemic
stroke. Clinical Neurology and Neurosurgery.2009; 111 :483495
5. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR,Connor JJ, Culebras A, et al. An
Updated Definition of Stroke for the 21st Century A Statement for Healthcare
Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association.
Stroke. 2013;44:2064-2089
6. Mir MA. Al-Baradie AR,Alhussainawi MD. Pathophysiology Of Stroke. Recent
Advances in Stroke Therapeutics. Saudi Arabia.Nova Science Publishers .2014
7. Emsley HC, Hopkin SJ. Acute ischaemic stroke and infection: recent and emerging
concepts. Lancet Neurol 2008; 7: 34153

49

8. Wu TH, Chien KL, Lin HJ, Hsu HC, Su TC, Chen MF, et al .. Total white blood cell
count or neutrophil count predict ischemic stroke events among adult Taiwanese:
report from a community-based cohort study. BMC Neurology 2013, 13:7
9. Zhou W, Liesz A; Bauer H, Sommer C; Lahrmann B; Valous N, et al. Postischemic
Brain Infiltration of Leukocyte Subpopulations Differs among Murine Permanent and
Transient Focal Cerebral Ischemia Models. Brain Pathology .2013; 23: 3444
10. Easton AS. Neutrophils and stroke : Can neutrophils mitigate disease in the central
nervous system?. International Immunopharmacology.2013; 17: 12181225
11. Gregory J. Zoppo D. Acute anti-inflammatory approaches to ischemic stroke. Ann.
N.Y. Acad. Sci; 2010;1207 : 143148
12. Del Zoppo ZD, Hallenbeck JM. Advances in the Vascular Pathophysiology of
Ischemic Stroke. Thrombosis Research.2000; 98 : V73V81.
13. Kalimo H , Del Zoppo GJ, Paetau A, LindsbergPJ . Polymorphonuclear neutrophil
infiltration into ischemic infarctions: myth or truth?. Acta Neuropathol.2013;
125:313316
14. Enzmann G, Mysiorek C, Gorina R, Cheng YJ, Ghavampour S, Hannocks MJ, et al
The neurovascular unit as a selective barrier to polymorphonuclear granulocyte
(PMN) infiltration into the brain after ischemic injury. Acta Neuropathol.2013;
125:395412
15. Dring Y, Drechsler M, Soehnlein O, Weber C. Neutrophils in Atherosclerosis: From
Mice to Man. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2014;35:1-9
16. Li J, Kim K, Barazia A, Tseng A, Cho J. Plateletneutrophil interactions under
thromboinflammatory Conditions. Cell. Mol. Life Sci. 2015;15:1-18
17. Mcsai A, Walzog B, Lowell CA. Intracellular signaling during neutrophil
recruitment. Oxford. Oxford University Press. 2015
18. Tobin MK, Bonds JA, Minshall RD, Pelligrino DA, Testai FD, Lazarov O.
Neurogenesis and inflammation after ischemic stroke: what is known and where we
go from here. Journal of Cerebral Blood Flow & Metabolism.2014; 112
19. Costantino Iadecola & Josef Anrather. The immunology of stroke: from mechanisms
to translation.Nature Med.2011; 17(7): 798-808
20. Grnberg NV, Johansen FF, Kristiansen U, Hasseldam H. Leukocyte infiltration in
experimental stroke. Journal of Neuroinflammation 2013, 10:115-19
21. Jin R, & Liu L, Zhang S, Nanda A, Li G. Role of Inflammation and Its Mediators in
Acute Ischemic Stroke. J. of Cardiovasc. Trans. Res. 2013; 6:834851
22. Chen J, Stenzen-Poore M, Hu X, Zang JH. Immunological Mechanisms and
Therapies in Brain Injuries and Stroke. NewYork. Springer.2014
23. Lee Y, Lee SR, Choi SS, Yeo HG, Chang KT, Lee HJ. Therapeutically Targeting
Neuroinflammation and Microglia after Acute Ischemic Stroke. BioMed Research
International.2014 ; 1-9
24. Chammorro A, Mesnel A, Plannas AM, Urra X, Van de Beek D, Veltkamp R. The
immunology of acute stroke. Nat. Rev. Neurol. 2012; 8: 401410
25. Abdul-Rahim AH, Fulton RL. National Institutes of Health Stroke Scale Item Profiles
as Predictor of Patient Outcome: External Validation on Independent Trial Data.
Stroke. 2015;46:395-400
26. Vogelgesang K, Becker AJ, Dresse A.Immunological consequences of ischemic
.Stroke.Acta Neurol Scand 2014: 129: 112
27. Skinner R, Georgiou R, Thornton P. Psychoneuroimmunology of Stroke. Immunol
Allergy Clin N Am.2009; 29:359379
28. Vexler ZS, Tang XN, Yenari MA. Inflammation in adult and neonatal stroke. Clinical
Neuroscience Research.2006; 6: 293313
50

29. Wang Q, Tang XN, Yenari MA. The inflammatory response in stroke. Journal of
Neuroimmunology.2007; 184:5368
30. Tobin MK, Bonds JA, Minshall RD, Pelligrin DA, Testai FD, Lazarov O.
Neurogenesis and inflammation after ischemic stroke: what is known and where we
go from here. Journal of Cerebral Blood Flow & Metabolism.2014; 67:1-12
31. Pennypacker KR, Offner H. The role of the spleen in ischemic stroke. Journal of
Cerebral Blood Flow & Metabolism.2014:12
32. Kim JY, Kim N, Yenari MA. Mechanisms and Potential Therapeutic Applications of
Microglial Activation after Brain Injury. CNS Neuroscience & Therapeutics .2014:1
11
33. River J, Ashton JC. Neuroinflammation in ischemic brain injury as an adaptive
process. Medical Hypotheses.2014; 82:151158
34. Perera MN, Ma HK, Arakawa S, Howell DW, Markus R, Rowe CC, et al.
Inflammation following stroke. Journal of Clinical Neuroscience.2006.13:18
35. Zhang W, Stanimirovic D. Current and future therapeutic strategies to target
inflammation in stroke. Current Drug Targets - Inflammation & Allergy, 2002; 1: 151166
36. Mori E, Zoppo GJ, Chamber D, Copeland BR, Arfos KE. Inhibition of
Polymorphonuclear Leukocyte Adherence Suppresses No-Reflow After Focal
Cerebral Ischemia in Baboons. Stroke 1992;3:712-718
37. Huang J, Uphaday U, Rafael J. Inflammation in stroke and focal cerebral ischemia.
Surgical Neurology.2006; 66: 232245
38. Fisher T, Meiselman H. Polymorphonuclear Leukocytes In Ischemic Vascular
Disease. Thrombosis Research.1994;74 (I): S21-S34
39. Grau AJ, Graf T, Hacke W. Altered Influence Of Polymorphonuclear Leukocytes On
Coagulation In Acute Ischemic Stroke. Thrombosis Research.1994;76( 6), 541-549
40. Ulrich N, Strecker KJ, Minnerup J,Schilling M. The temporo-spatial localization of
polymorphonuclear cells related to the neurovascular unit after transient focal cerebral
ischemia. Brain research.2014; 1586: 184 192
41. Chen F, Qi Z, Luo Y, Hinchliffe T, Ding T, Xia Y , Ji X. Non-pharmaceutical
therapies for stroke: Mechanisms and clinical implications. Progress in Neurobiol.
2014;1319: 1-14
42. Sulter G, Steen C, Keyser J. Use of the Barthel Index and Modified Rankin Scale in
Acute Stroke Trials. Stroke. 1999;30:1538-1541
43. Bougousslavsky J. Long term effect of stroke: Neurological Disease and therapy. New
York. Marcel Decker Inc. 2002
44. Price CJS, Menon DK, Peter AM, Ballinger JM, Barber RW, Balan KK, et al.
Cerebral Neutrophil Recruitment, Histology, and Outcome in Acute Ischemic Stroke.
Stroke. 2004;35:1659-1664
45. Neil MJ, Astles PC, Allan SM, Anthony DC. Antiinflamatory modulation in stroke.
Drug Discovery today.2004. 1; 59-68
46. Neumar RW. Molecular mechanism of ischemic neuronal injury. Ann Emerg Med.
2000;36:483-506
47. Edwards SW. Biochemistry and Physiology of Neutrophil. Cambridge Press
University. Melbourne.1994
48. Small DL, Morley P, Buchan AM. Biology of Ischemic Cerebral Cell Death. Progress
in Cardiovascular Diseases.1999.42 ; 3 :185-207
49. Stoll G, Jander S, Schoeter M. Inflammation and glial responses in ischemic brain
lesions. Progress in neurobiology. 1998. 56; 149 171
51

50. Barone FC, Kilgore KG. Role of inflammation and cellular stress in brain injury and
central nervous system diseases. Clinical Neuroscience Research. 2006. 6;329356
51. Quyang YB. Inflammation and stroke. Neuroscience Letters.2013; 548:1 3
52. Mravec B. The role of the vagus nerve in stroke. Autonomic Neuroscience: Basic and
Clinical.2010; 158: 812
53. Deb P, Sharma S, Hassan KM. Pathophysiologic mechanisms of acute ischemic
stroke: An overview with emphasis on therapeutic significance beyond thrombolysis.
Pathophysiology.2010;17: 197218
54. ngel Chamorro and John Hallenbeck. The Harms and Benefits of Inflammatory and
Immune Responses in Vascular Disease. Stroke 2006;37;291-293
55. Bruno A, Close B, Switzer JA, Hess DC, Gross H. Simplified modified Rankin Scale
questionnaire correlates with stroke severity. Clinical Rehabilitation.2014; 27(8):
724 727
56. Wartenberg KE, Stoll A, Funk A, Meyer A, Schmidt JM, Berrouschot J. Infection after
Acute Ischemic Stroke: Risk Factors, Biomarkers, and Outcome. Stroke Research and
treatment.2011;1-8
57. Doyle KP, Simon RP, Mary P. Mechanisms of ischemic brain damage.
Neuropharmacology.2008; 55:310-318
58. Kim J, Song TJ, Park JH, Lee HS, Nam CM, Nam SK, Heo JH. Different prognostic
value of white blood cell subtypes in patients with acute cerebral infarction.
Atherosclerosis.2012; 222 : 464 467
59. Kumar AD, Boehme AK, Siegler JE, Gillette M, Albright KC, Schild SM.
Leukocytosis in Patients with Neurologic Deterioration after Acute Ischemic Stroke is
Associated with Poor Outcomes. Journal of Stroke and Cerebrovascular
Diseases.2012;7: 1-7
60. Ross AN, Hurn P, Perrin N, Wood L, Carlini W, PotempaK. Evidence of the
Peripheral Inflammatory Response in Patients With Transient Ischemic Attack.
Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases. 2007; 16 (5): 203-207
61. Endres M, Dirnagl U, Moskowitz MA. The ischemic cascade and mediators of
ischemic injury. In:Handbook of Clinical Neurology, Fisher M (Ed).New York.
Springer. 2009
62. Yilmaz G, Granger DN. Leukocyte Recruitment and Ischemic Brain Injury. Neuromol
Med.2010; 12:193204
63. Nathan C. Neutrophils and immunity: challenges and opportunities. Nature
immunology.2006;6:173-183
64. Witko-Sarsat V, Rieu P, Beatrice DL, Lesavre P, Lise HM. Neutrophils: molecules,
functions and Pathophysiological aspects. Laboratory investigation. 2000; 80 ( 5):
617-628
65. Lassmann H. Immune Response in the Human Central Nervous System in Multiple
Sclerosis and Stroke. In:Neuroinflammation: New Insights into Beneficial and
Detrimental Functions, First Edition. David S (Ed). New York: John Wiley & Sons,
Inc.2015
66. Young FB, Weir CJ, Lees KR,. Comparison of the National Institutes of Health
Stroke Scale With Disability Outcome Measures in Acute Stroke Trials. Stroke.
2005;36:2187-2192
67. Sablot D, Belahsen F, Vuillier F, Cassarini JF, Decavel P, Tatu L, et al. Predicting
Acute Ischaemic Stroke Outcome Using Clinical and Temporal Thresholds.
Neurology.2011; 1-9
68. Neumann J, Burchardt MR, Herz J, Doeppner TR, Knig R, Htten H, et al.
Very-late-antigen-4 (VLA-4)-mediated brain invasion by neutrophils leads to
52

interactions with microglia, increased ischemic injury and impaired behavior in


experimental stroke. Acta Neuropathol.2014;7:p1-14
69. Connolly ES, Winfree CJ, Springer TA, Naka Y, LiaoH, Yan SH, Stern DM, et al.
Cerebral Protection in Homozygous Null ICAM-1 Mice after Middle Cerebral Artery
Occlusion: Role of Neutrophil Adhesion in the Pathogenesis of Stroke. J. Clin.
Invest..1999;1(17):208-2016
70. Garcia JH, Liu KF, Yoshida Y, Lian J,Chen S, Zoppot GJ, et al. Influx of Leukocytes
and Platelets in an Evolving Brain Infarct (Wistar Rat). American of Jurnal path.
1994;144:188-200
71. Bednar MM, Raymond S, McAuliffe AST, Lodge PA, Gross CE. The Role of
Neutrophils and Platelets in a Rabbit Model of Thromboembolic Stroke. Stroke
1991;22:44-50
72. Corinne Benakis, Lidia Garcia-Bonilla, Costantino Iadecola and Josef Anrather. The
role of microglia and myeloid immune cells in acute cerebral ischemia. Frontiers in
Cellular Neuroscience.2015;8: 1-16
73. Li P, GaY, Mao Y, Leak R, Chen J, Hu X. The Critical Roles of Immune Cells in
Acute Brain Injuries. In: Immunological Mechanisms and Therapies in Brain Injuries
and Stroke.John E (Ed). New York. Springer.2014
74. Zhao X, Sun G, Zhang H, Ting SM, Song S, Gonzales N, Aronowski J.
Polymorphonuclear Neutrophil in Brain Parenchyma After Experimental Intracerebral
Hemorrhage. Texas. Springer. 2014
75. Kim JY, MKawabori , M.D,. Yenari MA. Innate inflammatory responses in stroke:
mechanisms and potential therapeutic targets. Curr Med Chem. 2014 ; 21(18): 2076
2097.
76. Anthony DC, Couch Y. The systemic response to CNS injury. Experimental
Neurology. 2014;258; 105111
77. Lehmann J, Hartig W, Seidel A, Fuldner C, Hobohm C, Grosche J, et al.
Inflammatory cell recruitment after experimental thromboembolic stroke in rats.
Neuroscience.2014; 279: 139154
78. Ahkim H, Whittle SC, Lee S, Chu HX, Zhang SR, We Z, Arumugam TV, et al. Brain
immune cell composition and functional outcome after cerebral ischemia: comparison
of two mouse strains. Frontiers in Cellular Neuroscience. 2014; 8 (365): 1-12
79. Provencio J, Badjatia N. Monitoring Inflammation (Including Fever) in Acute Brain
Injury. Neurocrit Care. New York. 2014
80. Courties G, Moskowitz MA, Nahrendorf M. The Innate Immune System After
Ischemic Injury Lessons to Be Learned From the Heart and Brain. JAMA Neurol.
2014;71(2):233-236
81. Vogelgesang A, Becker KJ, Dressel A. Immunological consequences of ischemic
stroke. Acta Neurol Scand 2014: 129: 112
82. Xu X, Jiang Y. The Yin and Yang of Innate Immunity in Stroke. Nanjing.
Hindawi.2014
83. Amantea D, Micieli G, Tassorelli C, Cuartero M, Ballesteros I, Certo M, et al.
Rational modulation of the innate immune system for neuroprotection in ischemic
stroke. Frontiers in Neuroscience. 2015;9(147); 147-167
84. Courties G, Herisson F, Sager H, Heidt T, Ye Y, Ying W, et al. Ischemic Stroke
Activates Hematopoietic Bone Marrow Stem Cells. Circ Res.2014; 1-32
85. Icme F, Gokhan S, Ozgurdogan, Ertok I, Gulen M, Acehan S, et al. Prognostic
relationship between the infarct volume and complete blood count in ischemic
cerebrovascular disease. Acta Medica Mediterranea, 2014, 30: 529:1-5

53

86. Liu P, Zhou CY, Zhang J, Wang YF, Zou CL. Factors affecting daily activities of
patients with cerebral infarction. World J Emerg Wed. 2011; 1(2):118-122.
87. Buck BH,. Liebeskind DS, Saver JL, Bang OY, Yun SW, Starkman S, Ali LK. Early
Neutrophilia Is Associated With Volume of Ischemic Tissue in Acute Stroke.Stroke.
2008;39:355-360
88. Domac FM, Misirli H. The role of neutrophils and interleukin-8 in acute ischemic
stroke. Neurosciences 2008; 13 (2): 136-141
89. Price CJS, Warburton EA, Menon DK. Human cellular inflammation in the pathology
of acute cerebral ischaemia. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2003;74:14761484
90. Jin R, Yang G, Li G. Inflammatory mechanisms in ischemic stroke: role of
inflammatory cells. J. Leukoc. Biol. 2010; 87: 779789.
91. Williams LS, Yilmaz EY, Lopez-Yunez D. Retrospective Assessment of Initial Stroke
Severity With the NIH Stroke Scale. Stroke. 2000;31:858-862
92. Kochanek PM, Hallenbeck JM. Polymorphonuclear Leukocytes and Monocytes/
Macrophages in the Pathogenesis of Cerebral Ischemia and Stroke. Stroke
1992;23:1367-1379
93. Sulaieva Oksana N., Prylutska Iryna O., Kit Andrey M., Maksimenko Oksana L.,
Mamedaliyeva Sevyndzh, Barinov Eduard F. Leukocytes dysfunction predicts
outcome in patients with ischemic stroke. Journal of Health Sciences. 2014;4(1):205212
94. Wang PY, Kao CH, Mui FH, Wan SJ. Leukocyte Infiltration in Acute Hemispheric
Ischemic Stroke. Stroke 1993;24:236-240
95. Barone FM, Hillegass LM, Price WJ, White RF, Lee EV, Feuerstein GZ, et al.
Polymorphonuclear Leukocyte Infiltration Into Cerebral Focal Ischemic Tissue:
Myeloperoxidase Activity Assay and Histologic Verification. Journal of Neuroscience
Research.1991; 29:336-345
96. Whiteley W, Chong W, SenguptaA, Sandercock. Blood Markers for the Prognosis of
Ischemic Stroke. Stroke. 2009;40:e380-e389
97. Furlan JC, Vergouwen MDI, Fang J, Silver FL. White blood cell count is an
independent predictor of outcomes after acute ischaemic stroke. European Journal of
Neurology. 2013; 1-8
98. Brill A. Stroke-associated inflammation: is von Willebrand factor a bad guy? Journal
of Thrombosis and Haemostasis.2012; 10: 16621664
99. Emsley HCA, Tyrall PJ. Inflammation and Infection in Clinical Stroke. Journal of
Cerebral Blood Flow & Metabolism 22:13991419
100. Dhungana H. Modelling of Ischemic Stroke: Focus on Co-morbidities and
Therapeutic Intervention. Kuopio.univ of Estern Finland. 2014
101. Kelly-Hayes M, Robertson JT, Broderick JP, Duncan PW, Hershey LA. The
American Heart Association Stroke Outcome Classification. Stroke. 1998;29:12741280
102. Nedeltchev K, Renz N, Karameshev A, Haefel Ta, Brekenfeld C, Meier N, et al.
Predictors of early mortality after acute ischaemic stroke. Swiss Med Wkly. 2010; 140
(18 ): 254 259 Geert Sulter, MD; Christel Steen, MS; Jacques De Keyser. Use of the
Barthel Index and Modified Rankin Scale in Acute Stroke Trials. Stroke.
1999;30:1538-1541
103. Salter K, Campbell N, Richardson M, Mehta S, Jutai J, Zettler L, Moses M, et al.
Outcome Measures in Stroke Rehabilitation. Evidence-Based Review of Stroke
Rehabilitation. 2013; 1-144

54

Anda mungkin juga menyukai